kajian desain arsitektur dengan …publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/10295/1...segala...
TRANSCRIPT
KAJIAN DESAIN ARSITEKTUR DENGAN
MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PREFABRIKASI
PADA GEDUNG 4, KAMPUS G, UNIVERSITAS GUNADARMA
Nama : Muhammad Hanif Alfarisi Suarsyaf
NPM : 24310710
Jurusan : Tekhnik Arsitektur
Pembimbing : Yonav Partana,ST.,MSc., Arch.
Prefabrikasi
Prefabrikasi merupakan suatu metode yang lahir dari suatu proses
kehidupan, pemikiran, perkembangan sosial dan ekonomi serta
teknologi. Di dalam dunia arsitektur dan konstruksi, pada dasarnya
prefabrikasi adalah suatu cara membangun yang mudah dipahami
secara konsep dan tidak terlalu sulit diterapkan secara teknisnya.
Prefabrikasi singkatnya adalah meminimalisir segala sesuatu
dalam tahap konstruksi, baik itu tenaga pembangun dan lamanya
waktu konstruksi, sehingga segala sesuatu berjalan efektif dan
efisien.
Menurut Arief Rahman dalam Struktur-Konstruksi menjelaskan
“Prefabrication (prefabrikasi) adalah industrialisasi metode konstruksi di
mana komponen-komponennya diproduksi secara missal dirakit
(assemble) dalam bangunan dengan bantuan crane dan alat-alat
pengangkat dan penanganan yang lain”.
Prefabrikasi
Problem Material Prefabrikasi
Kebutuhan Ideal pada Konstruksi Prefabrikasi
• Bagaimana metode mekanis nya
• Sistem koneksi dan sambungan sistem
strukturnya yang layak dan dapat dibuat dengan
sederhana
• Memungkinkan baik secara fungsi dan ruang
gerak
Material yang harus dipenuhi
• Mengisolasi panas, tahan air dan anti
pembusukan
• Anti api dan dapat dicetak secara masal
• Dapat di paku dan digergaji untuk
kemungkinan perubahan
• Tidak banyak maintenance
• Kekuatan yang sudah teruji
Keuntungan Konstruksi Prefabrikasi • Penghematan Waktu • Jumlah material • Praktis • Menuntut memiliki keahlian lebih • Kualitas • TidAak tergantung cuaca
Permasalahan Konstruksi
Prefabrikasi
• Transportasi dari pabrik – site
• Penanganan saat di site butuh
keahlian lebih
• Biaya lebih tinggi
Sejarah Prefabrikasi
• 1624 Rumah kayu panel di Cape Ann yang dikirim melalui
kapal laut dari inggris untuk rumah sementara bagi para
nelayan.
• 1889 Menara Eiffel, menggunakan prefabrikasi yang dirakit
dilapangan dengan komponen fabrikasi mencapai 1000
kaki.
• 1914 Le Corbusier membuat sebuah rangka tipe baru
konstruksi reinforced concrete untuk rumah Dom-Ino-
nya.
• 1927 Bucminster Fuller memperkenalkan desainya yang
kemudian menjadi Dymaxion house
• 1928-29 Lovell Health house oleh Richard Neutra dibangun
dengan rangka baja ringan. Aluminaire, karya Albert
Frey menjadi rumah pertama dengan keseluruhan
konstruksi dari baja ringan dan alumunium di Amerika.
• 1942 Pendiri Bauhaus, Walter Gropius, yang sudah tertarik
pada industrialisasi perumahan pada awal 1910,
bekerja sama dengan Konrad Wachsmann untuk
mengembangkan the Packaged House, untuk General
panel Corporation
• 1946 Prototype karya R. Buuckminster Fuller diselesaikan
oleh beech Air craft company, USA.
• 1950 Jean Prouvre ditugaskan oleh pemenrinta Prancis untuk
mendesain perumahan produksi massal.
Post War-US Prefabrikasi menjadi bagian integral dari
banyak karya studi kasus para arsitek, seperti Pierre
Koening, Ralph Rapson dan the Earmeses
• 1957 Experimental house karya George Nelson didasarkan
pada prinsip modularitas dan prefabrikasi.
Sejarah Sistem
Prefabrikasi di Indonesia
Indonesia telah mengenal system
pracetak yang berbentuk
komponen, seperti tiang pancang,
balok jembatan, kolom dan plat
lantai sejak tahun 1970an. Sistem
pracetak semakin berkembang
dengan ditandai munculnya
berbagai inovasi seperti Sistem
Column Slab (1996), Sistem L-
Shape Wall (1996), Sistem All Load
Bearing Wall (1997), Sistem Beam
Column Slab (1998), Sistem
Jasubakim (1999), Sistem
Bresphaka (1999) dan siste4m T-
Cap (2000).
“Architecture is posited between tradition and innovation, between archetypes weighted by history and that which as yet has no form or materiality. How is this play with time, the condition of architecture’s historicity and openness to futurity, bound up with the transformations of global and regional space? What is the nature of the time of the regional interactions?” Anyone Corporation, Anytime, New York, The MIT Press Cambridge Massachusetts, London, England, 1999.h.151.
Di dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa arsitektur terletak diantara tradisi dan inovasi, diantara arktipe yang terbebani oleh sejarah dan hal-hal yang tak berwujud dan immaterial. Dengan demikian pas dengan konteks yang dibahas yaitu prefabrikasi yang berperan sebagai sebuah inovasi dari sebuah teknologi industrialisai.
Prefabrikasi dan Arsitektur
“Fuller declared back in 1929 that industrial production “ calls for more skill and a higher development of the design element, not its cessation.” He belived that prefab should not
eliminate the need for architect, but highlight their immense importance”
http://www.thedwellhome.com/bkgd.html
Kutipan diatas mengungkapkan bahwa orisinalitas dan keterampilan bukan sesuatu yang hilang dalam prefabrikasi, sebaliknya justru menantang kreatifitas dan menekankan bahwa pentingnya keberadaan arsitek di belakannya. Dengan demikian, apapun cara, bentuk dan metode yang digunakan dalam membangun, arsitektur sebagai produk manusia haruslah selalu berorientasi pada peningkatan kualitas hidup. Dengan begitu akan selalu ada penelaahan, penyesuaian dan perbaikan kepada kualitas yang lebih baik seperti kepada hasil dari prefabrikasi yang berkelanjutan dan responsive terhadap kebutuhan dan lingkungannya.
Originalitas dan
keterampilan
tangan manusia?
Prefabrikasi dan Teknologi
Di dalam Arsitektur, teknologi memiliki andil yang besar. Dalam ber-prefabrikasi, teknologi dan arsitektur merupakan dua hal nyag tidak bisa dipisahkan, seperti apa yang diutarakan oleh Robert Kronenburg,
“We must build in order to estabilish our place in the world and, as in anything we do, technological innovation is an essential part of that process.”
Dalam penerapannya, teknologi haruslah dimanfaatkan pada hakekat peningkatan kualitas, dan bukan hanya sebagai penekan biaya produksi. Seperti di utarakan oleh Robert Kronenburg, “Technology should thereore be seen as a prime component in improving quality, rather than reducing cost.” Di dalam prefabrikasi, teknologi meliputi system konstruksi, material dan transportasi.
Contoh Desain Arsitektur Bangunan Tinggi yang
menggunakan Sistem Prefabrikasi
Gambar 2.14 Modul 8 x 3.2m
Sumber: Arieff, Alison y Burkhart, Bryan.
Pre Fab. Gibb Smith, Publisher, 2002
Klien : The Peabody Trust housing Association
Arsitek : Cartwright Pickard Architects
Kontraktor : British building arm of japanese company,
Kajima
Murray Groove Apartment
Melalui desain ini, Pickard mampu menampilkan suatu
bangunan prefabrikasi yang sederhana tapi sangat elegan,
tidak seperti dari tampilan “buatan mesin” dan kesan “palsu”
yang sering timbul saat melihat bangunan prefabrikasi.
Tampilan material warna kayu dan warna abu-abu metalik
yang muncul dari terra-cotta serta screen alumunium pada
balkon semakin menunjang kesan nyaman dan
menyenangkan untuk ditinggali. Ini sangat berbeda dengan
bangunan prefabrikasi lain yang seringkali tidak terbayangkan
bagaimana bias ada kehidupan didalamnya.
Untuk menghemat ruang, koridor internal diganti dengan balkon yang menghadap
ke jalan, sekaligus sebagai sirkulasi utama untuk memasuki apartemen. Satu lift
dan tangga yang juga prefabrikasi diletakan dibagian sirkular bangunan.
Sedangkan balkon pribadi tiap unit yang menghadap ke taman komunal didesain dengan bentuk kurva sederhana yang memberi tekstur berbeda pada tampilan dalam massa bangunan.
Bangunan ini menggunakan pendekatan sistem konstruksi modular. Setelah dipabrikasi, 74 modul berupa kotak ringan rangka baja dikirim ke London dengan truk crane untuk perakitan. Kotak-kotak disusun bertumpuk satu sama lain dan didukung oleh pondasi strip beton yang sederhana. Proses pendirian yang hanya 10 hari juga menunjukan keberhasilan metode konstruksi.
Analisis Bangunan Melalui Pendekatan Arsitektur
Pada Gedung 4, Kampus G, Universitas Gunadarma
Bangunan prefabrikasi bukanlah suatu hal yang harus diperdebatkan esensinya atau dipertanyakan kembali. Yang menjadi
masalah adalah ketika banyaknya stereotipe ketidak unggulan bangunan prefabrikasi dari segi tampilan dan desain.
Stereotipe dan pandangan masyarakat ini bukanlah tanpa sebab, karena pada kenyataannya beberapa bangunan
prefabrikasi telah menciptakan citra tersebut. Sehingga, sebagai jawaban dari permasalahan tersebut adalah menemukan
gagasan-gagasan sebagai panduan bagaimana bangunan prefabrikasi tidak hanya dapat tepat guna dan tepat sasaran,
tetapi berkualitas dari segi desain, responsive terhadap kebutuhan dan dapat tampil sebagai suatu arsitektur yang memiliki
nilai estetika.
Banyak bangunan prefabrikasi didesain agar ia secara praktis dapat memenuhi sifat ke-prefabrikasi-nya. Pengembangan
segala macam metode, material, sambungan praktis. Semua sangat efisien dan dapat dijalankan dengan konstruksi yang
sederhan. Tetapi, bangunan prefabrikasi seringkali memiliki desain yang sangat fungsional bagi para pembangun dan
kontraktor, namun tidak untuk para penggunanya.
Desain juga terkait erat dengan etnisitas, budaya atau adat. Adanya keterikatan emosi berdasarkan pengalaman dan
kebiasaan, tabu dan ketidaknyamanan akan sesuatu hal yang baru juga menjadi alas an sulitnya bangunan prefabrikasi
diterima,terutama didaerah yang kental dengan budayanya. Misalnya kecenderungan masyarakat yang melihat pembatas
atau dinding ruangan dengan ketukan, adanya stereotype bahwa dinding yang berbunyi nyaring jika diketuk memiliki kualisa
yang rendah da tidak kokoh. Kemudian pada aspek psikologis seperti ketidak percayaan masyarakat dan perasaan tidak
aman pada sambungan konstruksi mur dan baut yang kadang sengaja diperlihatkan. Sehingga tampilanyang terserap oleh
berbagai indera perasa pengguna bangunan, termasuk material dan sambungan merupakan aspek pentik dalam
mendesain bangunan prefabrikasi.
Denah Gedung 4, Kampus G, Universitas Gunadarma Sumber : KIND Architects (PT KIND Indonesia)
Dalam desain, KIND bekerja sama dengan PT. Gerbang Saranabaja, perusahaan spesialis bangunan prefabrikasi. Modul yang digunakan adalah modul 8 x 4 m dan 8 x 6 m, dimensi dimensi yang cukup ideal untuk sebuah kelas belajar.
Analisis Bangunan Melalui Pendekatan Teknologi
Pada Gedung 4, Kampus G, Universitas Gunadarma
Pada umumnya, dengan berbagai macam sumber yang penulis peroleh, penulis menyimpulkan secara
garis besar prefabrikasi melalui beberapa fase. Fase pertama dalam desain, yang dapat dibagi jadi 3
macam, menemukan uraian konstruksi terlebih dahulu lalu memulai mendesain kemudian desain
diuraikan dan desain secara bersamaan. Di tahap pertama ini pendekatan teknologi berupa strategi
desain untuk sistem dan metode konstruksi dicari betuknya dan dirumuskan tata caranya bersamaan
dengan kebutuhan desain.
Tahap kedua adalah pembuatan komponen pada bengkel offsite, memastikan detail dan sambungan,
pengecekan kembali ketepatan desain dan kualitas material. Fase ketiga adalah pemindahan
komponen-komponen bangunan ke lokasi pembangunan. Fase ini yang paling mempengaruhi
standarisasi ukuran dan berat material uraian dari bangunan prefabrikasi, karena menyangkut dimensi
yang dapat diakomodasikan oleh sistem transportasi yang ada. Fas eke-empat adalah konstruksi di
lapangan dengan ketersediaan tenaga yang telah di uji coba pada offsite.
Kolom dengan ukuran 55cm x 55cm
Kolom dengan ukuran 42cm x 42cm
Strukur kolom balok
menggunakan baja
Kesimpulan
Berdasarkan perjalanan sejarahnya dapat dipahami dan dimengerti bahwa prefabrikasi hadir
karena adanya suatu kebutuhan kecepatan membangun, kepraktisan dan adanya suatu
masalah terhadap jarak dan keterjangkauan area konstruksi dengan area produksi material.
Dan dari berbagai penjabaran, pengamatan dan analisis berdasarkan fakta yang didampingi
dengan beragam teori, dapat disimpulkan suatu tahapan pemikiran dalam menerapkan
prefabrikasi sebagai suatu desain yang layak dengan pendekatan arsitektur dan teknologi.
Pendekatan arsitektur dalam desain prefabrikasi dimulai dengan kebutuhan bersamaan
dengan ide sistem konstruksi, standarisasi dimensi komponen sesuai komponen - komponen
lain yang sudah ada, transportasi dan kemampuan memproduksi. Ketersediaan teknologi
dan konteks awal atau tujuan bangunan prefabrikasi merupakan hal-hal yang sangat perlu
diperhatikan. Pendekatan arsitektur dari segi konstruksi tersebut juga sejalan dengan
pertimbangan kualitas dan eksplorasi desain.
Pendekatan arsitektur pada bangunan tinggi Gedung 4, Kampus G, Universitas Gunadarma
dilakukan beriringan dengan teknologi. Pengembangan desain dilakukan dengan kreatif dan
cermat melihat potensi yang ada untuk di selaraskan atau diintegrasikan dengan keseluruhan
proses pengembangunan. Sehingga pendekatan arsitektural tidak berdiri sendiri namun
sinergis dengan keseluruhan proses.
Pendekatan teknologi dalam desain bangunan prefabrikasi menekankan pada ketersediaan
dan keterjangkauan bahan mentah, kemampuan produksi dan transportasi. Pemilihan
teknologi yang tepat tidak hanya memberi banyak keuntungan dan efektivitas tetapi juga
peningkatan kualitas desain yang signifikan. Seperti pemilihan material pada bangunan tinggi
Gedung 4, Kampus G, Universitas Gunadarma. Pendekatan teknologi pada Gedung 4 yaitu
mengoptimalkan teknologi tidak hanya dari prefabrikasi tetapi juga dari teknologi transportasi.
Sebagai suatu solusi yang inovatif, hasil dari prefabrikasi yang orisinil dan berorientasi pada
kebutuhan pengguna bangunan.