kajian nilai-nilai pancasila di sektor perbankan

23
JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851 1 Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan: Peningkatan Peran Perbankan Dalam Pemerataan Sebagai Wujud Dari Keadilan Sosial di Perekonomian Indonesia Chalid Husen 1 , David Kaluge 2 , Yogi Pasca Pratama 3 1. Bank Mandiri 2. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya 3. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This study aims to determine the role of Pancasila values in the banking sector in order to achieve social justice in the form of equity, both of which are applied in the UU pokok perbankan and UU pokok Bank Indonesia, as well as in the level of banking operations. The approach used in this study is a descriptive study using literature review as a kind of research. From the results of literature review found that the UU pokok perbankan and UU pokok Bank Indonesia, which is used by the Indonesian banking industry does not yet reflect the values contained in Pancasila, so that the operational phase toward social justice in the banking sector there is no jurisdiction foundation and the leveling process that became national banking purpose is released to the market mechanism. Keywords: Pancasila, the national banks, Bank Indonesia, UU Pokok Perbankan, UU Pokok Bank Indonesia JEL: Z13, Z 1. PENDAHULUAN Sebagian besar negara-negara be- rkembang adalah negara agraris, baik itu ditinjau dari perspektif ekonomi, sosial dan budayanya. Pertanian, baik itu pertanian subsisten maupun komer- sial, merupakan aktivitas ekonomi ya- ng utama, baik itu ditinjau dari jumlah atau presentase angkatan kerja yang diserapnya, maupun ditinjau dari pro- porsi sumbangannya ke PDB (Produk Domestik Bruto). Secara singkat dan sederhana, ciri-ciri umum dari setiap negara berkembang dapat diklasifika- sikan menjadi tujuh kategori utama sebagai berikut: (Todaro, 2000) 1) Standar hidup yang relatif ren- dah, sebagai akibat dari tingkat pendapatan yang rendah, ketim- pangan pendapatan yang parah, kurang memadainya pelayanan kesehatan dan sistem pendidi- kan. 2) Tingkat produktivitas yang ren- dah. 3) Tingkat pertumbuhan penduduk serta beban ketergantungan yang tinggi. 4) Angka pengangguran, terbuka maupun terselubung, yang sa- ngat tinggi dan akan terus ber- tambah tinggi, sementara penye- diaan lapangan kerja semakin terbatas. 5) Ketergantungan pendapatan ya- ng sangat besar kepada produksi sektor pertanian serta ekspor

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

1

Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan: PeningkatanPeran Perbankan Dalam Pemerataan Sebagai Wujud Dari Keadilan

Sosial di Perekonomian Indonesia

Chalid Husen1, David Kaluge2, Yogi Pasca Pratama3

1. Bank Mandiri2. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

3. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

This study aims to determine the role of Pancasila values in the banking sector inorder to achieve social justice in the form of equity, both of which are applied in theUU pokok perbankan and UU pokok Bank Indonesia, as well as in the level ofbanking operations. The approach used in this study is a descriptive study usingliterature review as a kind of research. From the results of literature review foundthat the UU pokok perbankan and UU pokok Bank Indonesia, which is used by theIndonesian banking industry does not yet reflect the values contained in Pancasila,so that the operational phase toward social justice in the banking sector there is nojurisdiction foundation and the leveling process that became national bankingpurpose is released to the market mechanism.

Keywords: Pancasila, the national banks, Bank Indonesia, UU Pokok Perbankan,UU Pokok Bank IndonesiaJEL: Z13, Z

1. PENDAHULUAN

Sebagian besar negara-negara be-rkembang adalah negara agraris, baikitu ditinjau dari perspektif ekonomi,sosial dan budayanya. Pertanian, baikitu pertanian subsisten maupun komer-sial, merupakan aktivitas ekonomi ya-ng utama, baik itu ditinjau dari jumlahatau presentase angkatan kerja yangdiserapnya, maupun ditinjau dari pro-porsi sumbangannya ke PDB (ProdukDomestik Bruto). Secara singkat dansederhana, ciri-ciri umum dari setiapnegara berkembang dapat diklasifika-sikan menjadi tujuh kategori utamasebagai berikut: (Todaro, 2000)

1) Standar hidup yang relatif ren-dah, sebagai akibat dari tingkat

pendapatan yang rendah, ketim-pangan pendapatan yang parah,kurang memadainya pelayanankesehatan dan sistem pendidi-kan.

2) Tingkat produktivitas yang ren-dah.

3) Tingkat pertumbuhan pendudukserta beban ketergantungan yangtinggi.

4) Angka pengangguran, terbukamaupun terselubung, yang sa-ngat tinggi dan akan terus ber-tambah tinggi, sementara penye-diaan lapangan kerja semakinterbatas.

5) Ketergantungan pendapatan ya-ng sangat besar kepada produksisektor pertanian serta ekspor

Page 2: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

2

produk-produk primer (bahan-bahan mentah).

6) Pasarnya tidak sempurna, daninformasi yang tersedia pun sa-ngat terbatas.

7) Dominasi, ketergantungan, dankerapuhan yang parah padahampir semua aspek hubunganinternasional.

Banyak pihak di negara-negarakaya maupun negara-negara miskinyang tidak lagi meyakini pertumbuhanekonomi sebagai tujuan pembangunannomor satu yang harus selalu dikejar-kejar dan diutamakan. Di negara-ne-gara miskin, perhatian utama terfokuspada dilema kompleks antara partum-buhan versus distribusi pendapatan.Keduanya sama-sama penting, namunhampir selalu sangat sulit diwujudkansecara bersamaan. Pengutamaan yangsatu akan menuntut dikorbankannyayang lain. Sekarang banyak negara-negara Dunia Ketiga yang cukup ber-hasil mencapai tingkat pertumbuhan e-konomi yang relatif tinggi mulai me-nyadari bahwa pertumbuhan yang ti-nggi tersebut belum membuahkan ma-nfaat yang berarti bagi anggota ma-syarakatnya yang paling miskin danpaling membutuhkan taraf hidup rak-yat banyak.

Distribusi pendapatan dalam pem-bangunan sangat penting dalam me-ngentaskan kemiskinan. Hal ini di-perkuat oleh pendapatnya Todaro (20-00) yang mengatakan bah-wa tinggi-rendahnya tingkat kemiski-nan di su-atu negara tergantung pada dua faktorutama, yakni: (1) tingkat pendapatannasional rata-rata, dan (2) lebar-sem-pitnya kesenjangan dalam distribusipendapatan. Jelas, bahwa setinggi apapun tingkat pendapatan nasional perkapita yang dicapai oleh suatu negara,selama distribusi pendapatan yang ti-dak merata, maka tingkat kemiskinandi negara tersebut pasti akan tetap pa-rah.

Begitu pula di Indonesia, sebagaisalah satu negara berkembang yang a-da di dunia, distribusi pendapatan me-njadi salah satu permasalahan di da-lam perekonomian. Jika melihat yangtelah diamanatkan dalam Pancasila,bahwa tujuan untuk pembangunan a-dalah keadilan sosial. Para ekonomyang memegang teguh Pancasila men-jabarkan bahwa keadilan sosial di bi-dang ekonomi yang diamanatkan da-lam Pancasila adalah pemerataan (eg-alitarian). Oleh karena itu, tujuanpembangunan Indonesia di bidangekonomi harus mengedapankan peme-rataan seperti yang telah diamanatkandi dalam Pancasila.

Pancasila merupakan ideologiyang yang digunakan oleh negara In-donesia. Oleh karena itu, Negara Ke-satuan Republik Indonesia (NKRI) da-pat dikatakan suatu negara yang me-nerapkan Sistem Kenegaraan Panca-sila. Jadi, seluruh aspek-aspek yang te-rkandung di dalamnya harus berdasar-kan ideologi Pancasila, baik politik,hukum, pendidikan, kebudayaan, han-kamnas dan hankamrata, maupun eko-nomi, seperti pada gambar berikut ini:

Gambar 1 Skema Sistem KenegaraanIndonesia

Sumber: Syam (2009)

Tetapi pada kenyataannya, sistemperekonomian Indonesia telah menga-lami sejarah panjang dan proses yangtidak mudah. Liberalisme dan sosia-lisme pernah menjadi landasan da-lamsistem ekonomi nasional. Pada awal-

Page 3: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

3

nya berdiri negara ini, Indonesia ham-pir dipenuhi oleh para pemimpin po-litik yang berjiwa sosialis dan nasi-onalis, tetapi pada umumnya merekasadar bahwa kebijaksanaan ekonomiyang “terlalu kiri” bisa merusak iklimbisnis swasta, dan pada gilirannyaakan merugikan ekonomi Indonesiasendiri. Sedangkan pada jaman ordebaru, perekonomian Indonesia lebihmengarah ke liberal. Walaupun padaera itu pemimpin bangsa selalu me-ngikutsertakan Pancasila dalam setiappidato kenegaraannya, tetapi pada ke-nyataannya dalam menerapkan kebi-jakan perekonomian lebih membelasektor swasta, terutama golongan ko-nglomerat dalam meningkatkan per-tumbuhan. Berdasarkan pengalamanyang sudah dialami oleh Indonesia,permasalahan pembangunan di sektorperekonomian yang terjadi di Indo-nesia tidak bisa dijawab jika meng-gunakan Sistem Ekonomi Sosialis ma-upun Sistem Ekonomi Liberalis.

Perubahan arah pembangunan disektor perekonomian akan mempenga-ruhi kebijakan-kebijakan di sektor per-bankan. Perbankan merupakan sa-lahsatu sektor terpenting di perekono-mian, perbankan merupakan pelaksanadari kebijakan moneter yang dikelu-arkan oleh Bank Indonesia. Penting-nya peran perbankan dalam pereko-nomian, diharapkan perbankan mam-pu mendukung tujuan pembangunan,yaitu pemerataan, seperti yang telahdiamanatkan dalam Pancasila.

Seperti halnya yang terjadi padaera Sistem Ekonomi Terpimpin padatahun 1959-1966, pemerintah meng-kondisikan industri perbankan agarmendukung Sistem Ekonomi Terpim-pin. Kebijakan-kebijakan dan peratu-ran-peraturan yang dikeluarkan untukindustri perbankan disesuaikan dengansistem ekonomi yang digunakan padasaat itu, walaupun hal itu bertentangandengan nilai-nilai Pancasila.

Fungsi utama perbankan sebagailembaga intermediasi, menyerap danadari pihak yang berlebihan dan me-nyalurkannya pada pihak yang keku-rangan dana. Melihat fungsi utamaperbankan tersebut, perbankan mampumelakukan distribusi pendapatan. Te-tapi jika tidak diatur dengan baik,maka proses distribusi pendapatan ti-dak akan berjalan dengan baik. Karenalemahnya Jika fungsi intermediasi di-lepaskan kepada mekanisme pasar,maka akan memperkuat pihak yangkuat, dan akan memperlemah posisiyang lemah.

Bila semata-mata diukur berda-sarkan kriteria efisiensi (bukannya pe-merataan), maka tidak bisa dipungkiribahwasanya sebagai mekanisme alo-kasi sumber daya pasar bebas, lebihunggul daripada intervensi pemerin-tah. Akan tetapi, perlu diingat, yaknistruktur dan organisasi ekonomi nega-ra-negara Dunia Ketiga tidak samadengan yang ada dalam perekonomiannegara-negara Barat. Atas dasar latarbelakang historis, serta faktor-faktorkelembagaan dan kultural dari negara-negara berkembang itu, maka pasarkompetitif bukanlah suatu yang di-butuhkan maupun diinginkan dalamperspektif sosial dan ekonomi jangkapanjang.

Pada tahun 2008, dari data yangberasal dari Badan Pusat Statistik,63,48% rakyat miskin di Indonesiaberada di pedesaan, masyarakat yangmengandalkan pendapatannya di sek-tor pertanian. Selain itu, penyerapantenaga kerja di sektor pertanian kuranglebih sebesar 42% dari angkatan kerjayang tersedia (lihat Tabel 1.2), makaperlu ditingkatkan lagi pembangunandi sektor Pertanian. Pembangunansektor pertanian dan pedesaan hanyaakan berhasil membawa manfaat ataukeuntungan bagi orang banyak apabilaada usaha bersama antara pemerintahdan semua petani (bukan hanya pe-tani-petani besar saja). Hal ini sesuai

Page 4: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

4

dengan yang telah diamanatkan dalamUndang-undang Dasar 1945.

Tabel 2 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yangBekerja menurut Lapangan Perkerjaan Utama

2004-2009Kategori 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 40.608

.019

41.309.

776

40.136

.242

41.206

.474

41.331

.706

43.029

.493

2 1.034.

716

904.19

4

923.59

1

994.61

4

1.070.

540

1.139.

495

3 11.070

.498

11.952.

985

11.890

.170

12.368

.729

12.549

.376

12.615

.440

4 228.29

7

194.64

2

228.01

8

174.88

4

201.11

4

209.44

1

5 4.540.

102

4.565.4

54

4.697.

354

5.252.

581

5.438.

965

4.610.

695

6 19.119

.156

17.909.

147

19.215

.660

20.554

.650

21.221

.744

21.836

.768

7 5.480.

527

5.652.8

41

5.663.

956

5.958.

811

6.179.

503

5.947.

673

8 1.125.

056

1.141.8

52

1.346.

044

1.399.

940

1.459.

985

1.484.

598

9 10.515

.665

10.327.

496

11.355

.900

12.019

.984

13.099

.817

13.611

.841

Total 93.722

.036

93.958.

387

95.456

.935

99.930

.667

102.55

2.750

104.48

5.444

Kategori Lapangan Pekerjaan Utama:

1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan danPerikanan

2. Pertambangan dan Penggalian3. Industri Pengolahan4. Listri, Gas, dan Air5. Bangunan6. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah

Makan, dan Hotel7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan

Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan

PeroranganSumber: Badan Pusat Statistik (2010)

Sebagai salah satu sektor yangpenting di perekonomian dan sebagaibentuk dari usaha bersama, sektorperbankan di Indonesia diharapkan ha-rus ikut serta dalam mencapai peme-rataan. Dari kegiatan-kegiatan sektorperbankan yang beraneka ragam, ha-nyalah aktivitas kredit atau pembi-ayaan yang dapat menyentuh langsungsektor riil, sehingga dibutuhkan lang-kah-langkah khusus untuk membiayaipembiayaan di sektor pertanian agarterciptanya peningkatan produktivitas

dan peningkatan pendapatan rakyatmiskin.

Dengan melihat hal-hal di atas,maka penulis mencoba menyusunkajian ini dengan judul “Kajian Nilai-nilai Pancasila di Sektor Perbankan:Peningkatan Peran Perbankan dalamMencapai Pemerataan sebagai Wujuddari Keadilan Sosial di PerekonomianIndonesia.”

Berdasarkan latar belakang yangtelah dikemukakan di atas, maka ru-musan masalah dalam penelitian iniadalah:

1) Bagaimana telaah mengenai UUpokok Bank Indonesia dan UUpokok Perbankan Indonesia se-bagai aturan di sektor perban-kan.

2) Bagaimana implementasi SistemEkonomi Pancasila dalam sektorPerbankan.

3) Bagaimana langkah-langkah ya-ng harus dilakukan oleh sektorperbankan di Indonesia dalammembantu proses distribusi pen-dapatan di Indonesia sebagaiwujud dari tujuan Pancasila dibidang Perekonomian.

Dari perumusan masalah di a-tas, penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mengetahui telaah UU pokokBank Indonesia dan UU pokokPerbankan Indonesia sebagai a-turan di sektor perbankan.

2) Mengetahui implementasi Sis-tem Ekonomi Pancasila dalamsektor Perbankan.

3) Mengetahui langkah-langkahyang harus dilakukan oleh sek-tor perbankan di Indonesia da-lam membantu proses distribusipendapatan di Indonesia sebagaiwujud dari tujuan Pancasila dibidang Perekonomian.

Page 5: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

PancasilaIstilah “Pancasila” sebenarnya ba-

nyak mengandung arti di dalamnya.Ada yang menyebutnya Pancasila a-dalah ideologi Negara, dasar filsafatNegara, ada yang menyebutnya Pan-casila adalah suatu way of life, ke-pribadian bangsa Indonesia, Weltans-hauung atau Lebensanschauung bang-sa Indonesia. Selain itu ada juga yangmenyebutnya Pancasila sebagai pe-doman hidup, lima dasar aturan susila,dan ada juga yang menyebutnya limapantangan hidup.

Sebelum membahas Pancasila se-cara mendalam, terlebih dahulu me-ngutip kata-kata mutiara pujangga be-sar bangsa China, yaitu Confisius,yang disebutkan dalam bukunya Ism-aun (1972). Ketika beliau ditanya olehbeberapa orang yang datang pada be-liau, ”Apakah yang mula-mula bapakkerjakan, seandainya bapak dipilihmenjadi Pemimpin Negara?” JawabConfusius, “Mula-mula yang saya ker-jakan ialah menertibkan semua istilahyang ada di dalam Negara agar tiap-ti-ap istilah tidak mempunyai tafsiranyang kabur/kacau. Dengan demikianseluruh warga dan aparat Negara dapatmelakukan semua tugas dan kewa-jibannya dengan jelas dan tepat.”Perbandingan Ideologi Pancasiladengan Ideologi Lain

Membandingkan ideologi satu de-ngan ideologi lainnya tentu akan di-temukan perbedaan di samping adapersamaannya. Persamaan dapat dicariberdasarkan kegunaan ideologi diru-muskan. Yaitu guna menyamakan per-sepsi bangsa menuju masyarakat id-eal/utopis yang akan dicapai, sepertimasyarakat Pancasila, masyarakat Li-beral, masyarakat Komunis, dan lain-lain. Sedangkan perbedannya menurutLyman Tower Sargent dalam bukuContemporary Political Ideologies,menjelaskan Ideologi Liberal, Ko-

munis dan Fasis serta perbandingan-nya dengan Ideologi Pancasila sepertitabel berikut ini: (Fauzi, 2003)

Tabel 3 Perbedaan Gagasan PemikiranIdeologi Pancasila dengan Liberalisme,

Komunisme, dan Fasisme

Ideologi Gagasan Pemikiran

Pancasila

a.Nilai-nilai Ketuhanan, Kemanu-siaan, Persatuan, Kerakyatan danKeadilan Sosial, hakekatnya meru-pakan nilai universal;b.Percaya terhadap Tuhan YME;c.Mengakui Eksistensi TuhanYME dan eksistensi manusia;d.Mengakui bahwa kemerdekaanadalah hak segala bangsa dan kare-nanya penjajahan harus dihapuskankarena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan;e.Penegasan bahwa rakyat harusmerdeka, bersatu, berdaulat, diper-lakukan secara adil guna mewujud-kan kemakmuran bersama;f.Negara sebagai sarana mencapaitujuan nasional melindungi seluruhbangsa dan tumpah darah Indo-nesia, memajukan kesejahteraanumum, mencerdaskan kehidupanbangsa dan ikut melaksanakan ke-tertiban dunia;g.Menjunjung tinggi, melindungi,membela dan memperjuangkan te-gaknya hak asasi manusia, sertaanti terhadap penjajahan dan penin-dasan terhadap manusia;h.Menempatkan rakyat pada posisipemegang kedaulatan tertinggi;i.Mengakui adanya lembaga per-wakilan sebagai representasi per-wakilan rakyat di seluruh negaradan sejauh mungkin dilakukan per-musyawaratan secara bijaksana da-lam proses pengambilan keputusandemi kepentingan bersama;j,Mewujudkan keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia tanpamembedakan suku, agama, ras danasal usul;k.Berusaha mewujudkan masya-rakat Pancasila sebagai tujuanakhir masyarakat yang dicita-citakan melalui pembangunan nasi-onal dan daerah.

Liberlisme a.Trust in God as The Creator(percaya terhadap Tuhan sebagaiPencipta);b.Hold the basis equality of all hu-man being (percaya terhadap per-samaan dasar semua manusia);c.Treat the others reason equally(memperlakukan pemikiran oranglain secara sama), dalam penye-lesaian masalah yang dihadapi baik

Page 6: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

6

dalam kehidupan politik, sosial,ekonomi, kebudayaan dan kene-garaan dilakukan secara diskusidan dilaksanakan dengan perse-tujuan;d.Government by the consent of thepeople or the governed (peme-rintah dilakukan dengan perse-tujuan yang diperintah);e.The Rule of Law (pemerintah ber-dasarkan hukum), dan untuk me-wujudkannya diperlukan adanyahukum tertinggi, persamaan di mu-ka hukum dan persamaan sosial;f.The emphasis on the individual(mementingkan individu);g.The state of instrument (negaraadalah alat), yaitu negara dipakaisebagai alat untuk mencapai tujuanyang lebih tinggi;h.Refuse dogamtisme (menolakdogmatisme), karena pengetahuanberasal dari pengalaman, sehinggakebenarannya akan berubah.

Komunisme a.Negara alat untuk menindas kelasyang satu melawan kelas yang lain;b.Agama candu masyarakat, kare-na sistem agama di tangan kelasyang dominan (borjuis);c.Perjuangan klas melahirkan revo-lusi (revolusi politik dan revolusisosial) yang dilakukan dengan carakekerasan;d.Partai (komunis) sebagai orga-nisasi, inkarnasi, atau pelembagaankesadaran kelas, dan karenanyapartai mungkin menyulut bunga apiyang membakar massa, tetapibunga api ini dapat muncul dimana-mana, setiap waktu, danpartai harus siap mengendalikanrevolusi dan mengambil ke-kuasaan;e.Setelah revolusi ada periode tran-sisi singkat yang dinamakan Dik-tatur Proletariat, yang ditandai olehkonsolidasi kekuasaan proletar me-lalui hilangnya kelas borjuis dankelas-kelas kecil secara perlahan-lahan masuknya mereka menjadibagian dari kelas proletar.

Fasisme a.Irrasionalisme, dimana menolakpenerapan nalar dan sains pada ma-salah sosial dan menggunakan mi-tos, emosi dan kebencian sebagaisarana manipulasi;b.Darwinisme sosial, ialah teori so-sial yang memandang kehidupansebagai pertarungan untuk bertahanhidup(struggle for survival) dalam tiap-tiap species dan diantara species-species;c.Nasionalisme, ras adalah nomorsatu, sedangkan bangsa adalah no-mor dua;d.Negara adalah sarana untuk

mengekspresikan atribut-atributbangsa, nasionalisme atau ras, te-tapi negara adalah suatu organisasiformal yang kaku, dan bangsa /masyarakat adalah organisasi yanghidup. Teori negara yang dike-mukakan menggabungkan keduafaham tersebut ke dalam ide negaraorganisasi/corporate state;e.Prinsip kepemimpinan, negaraadalah mekanisme untuk memak-sakan keyakinan-keyakinan fasis,dan negara dijalankan menurutprinsip kepemimpinan atau prinsipFuhrer;e.Rasialisme;f.Anti Komunisme, selain antikomunisme juga anti intelektual,anti rasional dan anti modern.

Sumber: Fauzi (2003)

Dari Tabel 3 di atas, maka darigagasan-gagasan pemikiran yang me-mbentuk terciptanya ideologi tersebut,maka dapat disimpulkan bahwa ma-sing-masing ideologi tersebut memi-liki karakteristiknya masing-masing.Di antara keempat ideologi tersebutmemang Pancasila-lah yang sangatsesuai dengan kepribadian negara ini,NKRI, yang memiliki berbagai macamsuku, agama, ras, dan bangsa, se-hingga mampu mencapai tujuan dariRakyat Indonesia sebagai tujuan ber-sama.

Ekonomi PancasilaPembicaraan tentang sistem eko-

nomi cukup sering melibatkan para to-koh pemikir bangsa Indonesia. Mi-salnya pada bulan Oktober 1977, se-jumlah tokoh termasuk termasuk ba-pak koperasi, Hatta, berdiskusi dalamseminar “Penjabaran Pasal 33 UUD1945”. Pada tahun 1981 berbagaipemikiran tentang Ekonomi Pancasilaberkembang dalam semacam “dialognasional” mengenai sistem ekonomiyang ideal yang sesuai dengan jiwaPancasila dan UUD 1945.

Kesimpulan seminar tahun 1977adalah bahwa pasal 33 UUD 1945adalah “politik ekonomi” untuk me-wujudkan sistem Ekonomi Pancasila,di mana melalui perencanaan ekonomi

Page 7: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

7

nasional dikembangkan mekanismeyang harmonis untuk mengatur peri-laku-perilaku sektor koperasi, usahanegara, dan usaha swasta dalam pe-rekonomian nasional.

Hatta (1955), sebagai penyusunpasal itu, menyatakan sebagai berikut:

“Politik perekonomian berjangkapanjang meliputi segala usaha danrencana untuk menyelenggarakanberangsur-angsur ekonomi Indone-sia yang berdasarkan koperasi. Disebelah menunggu tercapainyahasil politik perekonomian ber-jangka panjang ini, perlu ada po-litik kemakmuran berjangka pendekyang realisasinya bersumber padabukti-bukti yang nyata. Sekalipunsifatnya berlainan daripada idealkita bagi masa datang, apabilabuahnya nyata memperbaiki kea-daan rakyat dan memecahkan ke-kurangan kemakmuran kini juga,tidakan itu sementara waktu harusdilakukan dan dilaksanakan olehmereka yang sanggup melaksa-nakannya.”

Selanjutnya, “dialog nasional” E-konomi Pancasila pada tahun 1981mengarahkan perhatian pada penge-nalan jurang perbedaan antara sistemekonomi “idaman” – sesuai kelimasila Pancasila – dengan “kenyataan”perekonomian yang berjalan. Tahun1980-1981 adalah tahun paling “mak-mur” dalam sejarah ekonomi Orde Ba-ru, sehingga dialog nasional tersebutbenar-benar “hangat” atau “meriah”,karena orang bisa memberi inter-pretasi yang amat berbeda mengenaimakna kemakmuran yang amat tinggitersebut.

Di dalam aspek kemakmuran ini-lah yang sangat membedakan antaraekonomi Pancasila dengan ekonomi li-beral atau Marxistis. Teori ekonomiliberal atau Marxistis terlalu dida-sarkan atas filsafat materialism atauaspek kebendaan dari manusia, se-dangkan Pancasila didasarkan atascita-cita keseimbangan antara aspeklahiriah dan aspek batiniah. Seperti

yang telah ditekankan oleh SarinoMangunpranoto bahwasanya ilmu e-konomi yang baik haruslah didasarkanatas konsepsi mengenai filsafat ma-nusia yang benar. Inti dari filsafatmanusia adalah dicapainya keseimba-ngan antara aspek lahiriah dan bati-niah.

Hidup manusia selalu mencari ke-seimbangan dalam pertumbuhan danpengembangan kedua sisi tersebut.Filsafat yang menelusur adanya ke-seimbangan antara filsafat ekonomidan filsafat manusia itu yang dijadikanprinsip hidup bangsa Indonesia yangreligious dan beragama.

Walaupun pandangan ini menda-patkan kritikan tajam, misalnya FransSeda menjuluki pandangan ini sebagai“bukanisme”, yaitu paham serba bu-kan: bukan kapitalisme dan bukan ju-ga sosialisme, tidak ada monopoli, ti-dak ada oligopoli, tidak ada persa-ingan bebas yang saling mematikan,dan sebagainya (Gie, 1996). Kritikantajam juga datang dari Arief Budiman(1989) yang mengatakan bahwa Mub-yarto sendiri belum dapat merumus-kan dengan tepat apa isi SEP-nya,beliau hanya baru bisa menerka danmeraba-raba bagaimana persisnyabentuk dan rupa SEP ini.

Tetapi tidak menyurutkan Mub-yarto untuk mempertegas kembalipandangan yang memisahkan Panca-sila dalam kedua kutub tersebut. Mub-yarto mencoba untuk memisahkan Sis-tem Ekonomi Pancasila dengan keduakutub tersebut. Dengan landasan bah-wa Sistem Ekonomi Pancasila melihatmanusia secara utuh, yaitu secara la-hirian dan batiniah, maka Mubyartoberani mempertegas perbedaan SistemEkonomi Pancasila dengan kedua ku-tub tersebut.

Page 8: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

8

Dasar pola pikir Ekonomi Panca-sila mempunyai persamaan dan per-bedaan dengan pola pikir ekonomiberdasarkan Marxisme. Perbedaannyaterletak pada nilai manusia dan saranamodal (kapital), sedang persamaanyaterletak pada pandangan manusia bu-kan hanya sebagai homo-economicus.Pancasila menempatkan manusia da-lam hubungan hidup dengan Tuhanyang Maha Esa, sedangkan Marxismemeletakkan manusia tanpa nilai sakraldan sama dengan modal sebagai alatmateri.

Adapun teori Das Kapital mene-mpatkan materi sebagai masalah po-kok dalam proses kemanusiaan. Hal i-ni terjadi karena filsafat ekonominyadidasarkan atas historis materialismeyang mengakui bahwa akhlak manusiaditentukan oleh pengaruh materi.

Ketuhanan yang Maha Esa se-bagai titik sentral dari Pancasila. Di si-ni tidak ada satu kekuasaan dan ke-wenangan manusia satu atas lainnya,yang ada ialah kekuasaan dan kewe-nangan Tuhan. Lagipula manusia se-bagai titah Tuhan mempunyai kesama-an hak dan kewajiban dalam hidup-nya, tidak ada perbedaan antara titahsatu dengan lainnya.

Jadi, jika moralitas teori ekono-miSmith adalah kebebasan (liberalism)dan moralitas teori ekonomi Marx a-dalah dictator mayoritas (oleh kaumproletar), maka moralitas ekonomi Pa-ncasila mencakup ajaran-ajaran Ketu-

hanan, Kemanusiaan, Persatuan, Ke-rakyatan, dan Keadilan Sosial.

Lebih lanjut Mubyarto dalam bu-kunya Ekonomi Pancasila: Gagasandan Kemungkinan (1987) menjelaskanciri-ciri dari demokrasi ekonomi seba-gai realisasi dari Sistem Ekonomi Pan-casila. Ciri-ciri positifnya adalah:

1) Perekonomian disusun sebagaiusaha bersama berdasar atas a-sas-asas kekeluargaan;

2) Cabang-cabang produksi yangpenting bagi negara dan me-nguasai hajat hidup orang ba-nyak dikuasai oleh negara;

3) Bumi dan air serta kekayaan a-lam yang terkandung di dalam-nya dikuasai oleh negara dan di-pergunakan untuk sebesar-besarkemakmuran rakyat;

4) Sumber-sumber kekayaan dankeuangan negara dipergunakandengan pemufakatan Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat,serta pengawasan terhadap kebi-jaksanaannya yang ada padaLembaga Perwakilan Rakyat pu-la;

5) Warga Negara memiliki kebeba-san dalam memilih pekerjaanyang dikehendaki serta mempu-nyai hak akan pekerjaan dan pe-nghidupan yang layak;

6) Hak milik perorangan diakuidan pemanfaatannya tidak bolehbertentangan dengan kepenti-ngan masyarakat;

7) Potensi, inisiatif dan daya kreasisetiap warga negara diperkem-bangkan sepenuhnya dalam ba-tas-batas yang tidak merugikankepentingan umum;

8) Fakir miskin dan anak-anak ya-ng terlantar dipelihara oleh ne-gara.

Di samping ciri-ciri positif terse-but, disebutkan pula ciri-ciri negatifyang tentu saja harus dihindari, yaitu:

1) Sistem free-fight-liberalism ya-ng menumbuhkan eksploitasi

Sumber: Diolah dari ilustrasi Mubyarto

Gambar 1 Pancasila di luar Liberalisme danSosialisme

Liberalisme Sosialisme

Pancasila

Page 9: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

9

manusia dan bangsa lain yangdalam sejarahnya di Indonesiatelah menumbuhkan dan mem-pertahankan kelemahan struktu-ral posisi Indonesia dalam eko-nomi dunia;

2) Sistem etatisme dalam mana ne-gara beserta aparatur ekonominegara bersifat dominan sertamendesak dan mematikan poten-si dan daya kreasi unit-unit eko-nomi di luar sektor negara;

3) Pemusatan kekuatan ekonomipada satu kelompok dalam ben-tuk monopoli yang merugikanmasyarakat.

Ciri-ciri dari demokrasi ekonomiyang disampaikan oleh Mubyarto ter-sebut, merupakan ciri-ciri yang telahtertulis di dalam Undang-undang Da-sar Republik Indonesia Tahun 1945.Hal tersebut terdapat dalam Pasal 33dan Pasal 34 UUD 1945, sehinggamasyarakat Indonesia tidak perlu bi-ngung lagi bagaimana ciri-ciri atau pi-lar-pilar dari Sistem Ekonomi Panca-sila.

Terlepas dari segala bentuk kon-troversial yang ada mengenai SistemEkonomi Pancasila, para pendahulu-pendahulu telah mencoba membentuksuatu konsep maupun tatanan yangideal tentang Sistem Ekonomi Pan-casila. Bagaimanapun, Pancasila, se-bagai suatu aturan ideal bangsa In-donesia, harus berada dalam kehidu-pan ekonomi bangsa Indonesia.

Pembangunan Dualistik: Pertum-buhan dan Pemerataan

Pertumbuhan dan pemerataan me-njadi suatu dilema tujuan pemba-ngunan oleh negara-negara berkem-bang, termasuk Indonesia. Tetapi ke-duanya sama penting dalam pemba-ngunan. Di dalam Lampiran Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentangRencana Pembangunan Jangka Pan-jang Nasional Tahun 2005-2025 dije-laskan bahwa tujuan pembangunan di

bidang perekonomian adalah pertum-buhan, dengan meningkatkan produk-tivitas nasional; dan pemerataan, de-ngan menanggulangi kemiskinan de-ngan cara mengembangkan perekono-mian yang berlandaskan prinsip de-mokrasi ekonomi. Pemerataan yangdimaksud oleh UU No. 17 Tahun2007 tentang Rencana PembangunanJangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 ditunjukkan dengan tingkat pe-ngangguran terbuka yang tidak lebihdari 5 persen dan jumlah pendudukmiskin tidak lebih dari 5 persen.

Beberapa ekonom telah menjelas-kan tentang pertumbuhan, ada bebe-rapa pendekatan dalam menjelaskanteori pertumbuhan. Banyak istilah da-lam teori pertumbuhan bersumber pa-da serangkaian konsep dan metodologiagregatif yang dikembangkan olehKeynes dalam karya besarnya The Ge-neral Theory . Salah satu ciri pokokdalam kerangka pemikiran Keynesdan pola pendekatannya menyangkutpengeluaran agregatif dan permintaanaggregatif serta pengendaliannya un-tuk menjaga kestabilan pada penda-patan dan kesempatan kerja secara pe-nuh. (Djojohadikusumo, 1993)

Menurut Kuznets (Todaro, 2000),pertumbuhan ekonomi adalah kenai-kan kapasitas dalam jangka panjangdari negara yang bersangkutan untukmenyediakan berbagai barang ekono-mi kepada penduduknya. Kenaikankapasitas itu sendiri ditentukan ataudimungkinkan oleh adanya kemajuanatau penyesuaian-penyesuaian tekno-logi, institusional (kelembagaan) danideologis terhadap berbagai tuntutankeadaan yang ada.

Lebih lanjut, Todaro (2000) me-ngkritisi teori-teori pertumbuhan yangtelah berkembang. Teori-teori tentangtahapan pertumbuhan ekonomi (sta-ges-of-growth-economic theories) danberbagai model industrialisasi kilas(models of rapid industrialization) ya-ng bersumber dari teori-teori tahapan

Page 10: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

10

pembangunan itu, terlalu sedikit mem-berikan penekanan atau perhatian ten-tang adanya perbedaan-perbedaan ya-ng mendasar atas kondisi-kondisi a-wal, baik itu di bidang ekonomi, sosi-al, maupun politik, di antara negara-negara yang sekarang maju dengan ne-gara-negara Dunia Ketiga.

Bank Dunia dalam laporan Tahu-nannya pada tahun 1990 menyatakanbahwa: (Todaro, 2000)

Selama ini berbagai pembahasanmengenai kebijakan kepada golo-ngan penduduk miskin selalu ter-fokus pada dilema antara per-tumbuhan dan pemerataan. Akantetapi, jika pengalaman banyaknegara dikaji secara mendalam,sesungguhnya keduanya tidak perludipertentangkan. Yang satu tidakperlu diutamakan dengan meno-morduakan yang lain. Melaluiserangkaian kebijakan yang tepat,kalangan penduduk miskin sesung-guhnya juga dapat berpartisipasiserta memberi kontribusi bagiupaya-upaya memacu pertumbuhanekonomi secara nasional; sean-dainya hal tersebut benar-benarterwujud, maka tingkat kemiskinanakan menurun seiring denganterpacunya pertumbuhan ekonomisecara berkesinambungan.

Salah satu langkah yang telahdikaji oleh Todaro (2000) dalam pen-capaian pemarataan adalah denganmeningkatkan tingkat pendapatan pen-duduk miskin. Upaya-upaya untukmenaikkan tingkat pendapatan rakyatmiskin akan merangsang meningkat-nya permintaan terhadap barang-ba-rang produksi dalam negeri, sepertibahan makanan dan pakaian. Semen-tara itu, golongan kaya cenderungmembelanjakan tambahan penghasilanmereka pada barang-barang imporyang serba mewah. Jadi, apabila yangmenjadi tujuan adalah peningkatan ta-bungan dan investasi domestik, makamenurut logika, yang harus lebih di-perhatikan bukannya golongan elite a-tau kaya itu, melainkan kalangan ma-

syarakat kebanyakan. Dengan naiknyapermintaan terhadap barang-barang lo-kal, maka akan tercipta dorongan-do-rongan bagi peningkatan produksi lo-kal, penciptaan lapangan kerja, dankenaikan persediaan modal serta ting-kat investasi di dalam negeri. Ke-naikan permintaan tersebut dengansendirinya akan menciptakan kondisiyang sangat dibutuhkan bagi percepa-tan pertumbuhan ekonomi dan peranserta yang lebih merata dalam per-tumbuhan tersebut.

Sharp, et.al (1996) mencoba me-ngidentifikasi penyebab kemiskinandipandang dari sisi ekonomi. Pertama,secara mikro, kemiskinan muncul ka-rena adanya ketidaksamaan pola ke-pemilikan sumber daya yang menim-bulkan distribusi pendapatan yangtimpang. Penduduk miskin hanya me-miliki sumber daya dalam jumlah ter-batas dan kualitasnya rendah. Kedua,kemiskinan muncul akibat perbedaandalam kualitas sumber daya manusia.Kualitas sumber daya manusia yangrendah berarti produktivitasnya ren-dah, yang pada gilirannya upahnyarendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnyapendidikan, nasib yang kurang ber-untung, adanya diskriminasi, atau ka-rena keturunan. Ketiga, kemiskinanmuncul akibat perbedaan akses modal.

Ketiga penyebab kemiskinan inibermuara pada teori lingkaran setankemiskinan (vicious circle of poverty).Adanya keterbelakangan, ketidaksem-purnaan pasar, dan kurangnya modalmenyebabkan rendahnya produktivi-tas. Rendahnya produktivitasnya me-ngakibatkan rendahnya pendapatanyang mereka terima. Rendahnya pen-dapatan akan berimplikasi pada ren-dahnya tabungan dan investasi. Ren-dahnya investasi berakibat pada ke-terbelakangan, dan seterusnya. Logikaberpikir ini dikemukakan oleh RagnarNurske, ekonom pembangunan terna-ma, di tahun 1953, yang mengatakan,

Page 11: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

11

“a poor country is poor because it ispoor” (negara miskin itu miskin ka-rena dia miskin) (Kuncoro, 1997).

Berdasarkan latar belakang, per-masalahan dan tujuan yang ingin di-capai melalui penelitian ini, maka ke-rangka pikir penelitian ini dapat dilihatpada gambar di bawah ini:

Gambar 4: Kerangka Pikir

3. METODE PENELITIANDalam suatu penelitian agar men-

dapat tujuan yang tepat dan akurat,maka diperlukan suatu metode yangmenggunakan cara-cara yang Sistema-tis dengan prosedur yang harus dilaluiagar mencapai tujuan yang diinginkan.Hal ini sesuai dengan pendapat Supa-rmoko (1984) yang menyatakan bah-wa penelitian yang baik adalah pe-nelitian yang menghasilkan kesimpu-lan melalui prosedur yang sistematisdengan melakukan pembuktian yangcukup meyakinkan. Sedangkan menu-rut Sugiyono (1984), metode peneli-tian pada dasarnya cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dankegiatan tertentu.

Oleh karena itu, untuk mencapaitujuan yang diharapkan, maka diper-lukan suatu metode yang sistematisdan tepat serta ilmiah, sehingga pene-litian tersebut dapat diambil kesimpu-lan dengan baik.Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan olehpenelitian ini adalah penelitian des-kriptif dengan menggunakan kajianpustaka sebagai jenis penelitian ber-dasarkan sumber data yang digunakan.Menurut Supardi (2005), penelitiankepustakaan merupakan suatu pene-litian yang data dan informasinya di-peroleh dari sumber pustaka (bacaan)baik berupa buku-buku, hasil pene-litian, dan bahan-bahan bacaan lain-nya. Pendekatan kajian pustaka yangdilakukan dalam penelitian ini karenapersoalan penelitian ini hanya bisadijawab melalui penelitian pustakadan sebaliknya tidak mungkin meng-harapkan datanya dari riset dilapangan(Zed: 2008).Sumber dan Analisa Data

Berdasarkan sumbernya, sumberdata umumnya berasal dari (Hankedan Reitsch: 1998):

1) Data internal (data yang berasaldari dalam obyek penelitian) a-tau eksternal (yang berasal dariluar)

2) Data primer atau data sekunder.Data primer biasanya diperolehdengan survei lapangan yangmenggunakan semua metode pe-ngumpulan data original. Di lainpihak, data sekunder merupakandata yang tidak diambil lang-sung dari lapangan, tetapi ber-sumber dari pihak lain yang te-lah mengolah data-data tersebut.

Melihat pendekatan yang digu-nakan dalam penelitian ini, maka sum-ber data yang digunakan adalah datasekunder. Data-data yang diambil darimakalah, artikel, buku, ataupun un-

PANCASILA SEP

UUD 1945

DemokrasiEkonomi

UU No. 3/2004

Bank Indonesia

UU No.10/1998

Perbankan

StabilitasRupiah

Mengatur danMenjaga KelancaranSistem Pembayaran

Pengaturan danPengawasan Bank

Menetapkan danMelaksanakan

Kebijakan Moneter

Keadilan Sosial

Page 12: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

12

dang-undang yang memiliki keterka-itan dan menunjang penelitian ini.

Setelah data-data yang telah ter-kumpul yang merupakan bahan men-tah, perlu dilakukan pengolahan padatahap selanjutnya, yaitu tahap analisisdan sintesis. Analisis adalah upaya sis-tematik untuk mempelajari pokok per-soalan penelitian dengan memilah-mi-lahkan atau menguraikan komponeninformasi yang telah dikumpulkan kedalam bagian-bagian atau unit-unit a-nalisis. Sedangkan sintesis ialah upayamenggabung-gabungkan kembali hasilanalisis ke dalam struktur konstruksiyang dimengerti secara utuh, keselu-ruhan (Zed: 2008).Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan meto-de analisis seperti berikut ini:

1) Mengkaji implentasi Sistem E-konomi Pancasila berdasarkanfalsafah dan landasan konstitusi-onal, di dalam sektor perbankan.

2) Menelaah Undang-undang po-kok Bank Indonesia dan Un-dang-undang pokok Perbankan.

3) Mengkritisi penentuan arah-arahkebijakan perbankan nasionalyang disesuaikan dengan Panca-sila sebagai landasannya.

4) Pengambilan kesimpulan sertasaran dari proses yang telah di-jalani sebelumnya.

4. ANALISIS DATA DAN PEM-BAHASAN

Falsafah Sistem Ekonomi PancasilaSeperti halnya yang telah dibahas

pada bab sebelumnya bahwa SistemEkonomi Pancasila, secara falsafah,berbeda dengan Sistem Ekonomi Ka-pitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis.Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sosialisterlalu didasarkan atas filsafat mate-rialisme atau aspek kebendaan darimanusia, sedangkan Sistem EkonomiPancasila melihat manusia secara u-tuhnya, manusia dari segi lahir dan da-ri segi batin.

Dengan melihat hal di atas, be-berapa ekonom, seperti Mubyarto, me-nolak mengatakan jika Sistem Ekono-mi Pancasila adalah Sistem EkonomiCampuran antara Sistem Ekonomi Ka-pitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis,Mubyarto memisahkan Sistem Ekono-mi Pancasila dari kedua kutub terse-but, seperti gambar 2.3 pada bab se-belumnya. Pada penjelasan dari gam-bar tersebut, dikatakan bahwa SistemEkonomi Pancasila memasukkan nilaiKetuhanan dari segala aspek kegiatanperekonomian sebagai nilai dasar,nilai tersebut tidak ada dalam keduakutub sistem ekonomi tersebut. Olehkarena itu, dalam usaha pencapaiankemakmuran, Sistem Ekonomi Panca-sila bukan hanya mencapai kesejah-teraan lahiriah, tapi juga berusaha un-tuk mencapai kesejahteraan bathiniah.

Ini merupakan suatu tantanganbagi para ekonom yang telah terpolapemikirannya terhadap kesejahteraanyang ingin dicapai dari suatu sistemperekonomian, karena sebagian besarpara pemikir di Indonesia sudahterpaku dalam perhitungan kesejahte-raan manusia, yaitu berupa kesejah-teraan lahiriah (materialisme). Sehing-ga banyak ekonom-ekonom dari da-lam negeri yang menolak, bahkan me-nentang dengan adanya Sistem Ekono-mi Pancasila. Seperti yang sudah di-uraikan pada BAB II, Frans Seda men-juluki Sistem Perekonomian Pancasilasebagai “bukanisme”, yaitu pahamserba bukan, bukan kapitalisme danbukan juga sosialisme. Berbagai kri-tikan tajam diarahkan kepada pemiki-ran-pemikiran Sistem Ekonomi Panca-sila.

Dengan dijadikannya Nilai Ketu-hanan sebagai dasar dalam melakukankegiatan perekonomian, maka bukanhanya kesejahteraan lahiriah yang i-ngin dicapai oleh pelaku-pelaku eko-nomi, termasuk negara, tetapi kesejah-teraan (baca:ketenangan) batin juga i-ngin dicapai. Naluri manusia yang ti-

Page 13: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

13

dak akan merasa puas dengan materiyang telah dimilikinya, walaupun ber-limpahnya materi yang dimilikinya, a-kan tertahan dengan adanya nilai Ke-tuhanan. Nilai Ketuhanan akan mena-han upaya masyarakat untuk memper-kaya diri sendiri, sehingga pemerataan(egalitarian) akan tercapai. Hal ini se-suai dengan yang telah diamanatkandalam Pancasila.

Pada uraian pada bab sebelumnyatentang gambar tersebut dijelaskanbahwa sesungguhnya kelima sila da-lam Pancasila merupakan satu kesa-tuan, sila yang berada sebelumnya me-njadi dasar bagi sila berikutnya, se-hingga sila pertama, Ketuhanan yangMaha Esa, menjadi dasar bagi sila-silaberikutnya, dan sila kelima, Keadilansosial bagi seluruh rakyat Indonesia,menjadi tujuan dari Pancasila. Sila-siladalam Pancasila tidak dapat dipisah-kan, merupakan satu kesatuan, inte-gral-hierarkhis. Nilai Ketuhanan danKemanusiaan merupakan dasar moraldalam proses yang diwarnai oleh nilaiPersatuan dan Kerakyatan untuk me-wujudkan nilai Keadilan Sosial. Ber-dasarkan uraian tersebut, maka pe-merataan adalah wujud pencapaian da-lam nilai-nilai pancasila dalam sektorperekonomian.

Beberapa ekonom telah menjabar-kan Sistem Ekonomi Pancasila berda-sarkan sila persila dari Pancasila, ya-itu:

Tabel 4Perbandingan Sistem EkonomiPancasila versi Emil Salim, Mubyarto, dan

Sumtro DjojohadikusumoSila

Emil Salim MubyartoSumitro

DjojohadokusumoI Mengenal

etika danmoral agama

Rodaperekonomian dige-rakkan olehrangsangane-konomi,sosial, danmoral

Ikhtiar untuksenantiasa hidupdekat denganTuhan YME

II Titik beratpada nuansamanusiawidalam meng-galanghubunganekonomi

Adakehendakkuat darimasyarakatuntukmewu-judkan

Ikhtiar untukmengurangi danmemberantaskemis-kinan danpenganggurandalam penataanpere-konomian

dalamperkembangan ma-syarakat

kemerataansosial(egalitarian), sesuai asaskemanusiaan

masyarakat

III Membukakesempatane-konomisecara adilbagi semua,lepas darikedu-dukansuku, agama,ras, ataudaerah

Nasionalisme menjiwaise-tiapkebijaksanaan eko-nomi

Pola kebijakanekonomi dan carapenyeleng-garaannya tidakmenim-bulkankekuatan yangmengganggupersatuan bangsadan kesatuannegara

IV Bermuarapada pelak-sanaandemokrasieko-nomi danpolitik

Koperasimerupakanso-koguruperekonomian danmerupakanbentukpalingkongkritdari usahabersa-ma

Rakyat berperandan berpartisipasiaktif dalam usahapembangunan

V Memberiwarnaegalitariandan socialequity dalamprosespembangunan

Imbanganyang tegasantaraperencanaandi tingkatnasional dandesentralisasi

Pola pembagianhasil produksilebih merata antargolongan, daerah,kota-desa

Sumber: Kuncoro (2000)Persaingan bebas yang terjadi di

pasar diakui di dalam Sistem EkonomiPancasila selama tidak mengganggukepentingan masyarakat. Hal itu bisaterjadi jika di setiap pelaku pasar men-jadikan nilai Ketuhanan dan nilai Per-satuan sebagai landasan mereka dalambertindak. Karena ketika nilai-nilaitersebut dilupakan atau diabaikan, ma-ka kepentingan individu yang menjadiutama. Pelaku pasar yang sudah kuatakan menguasai pasar, dan pelaku pa-sar yang masih lemah akan makin ter-tindas. Tentunya akan menjauhkanpencapaian pemerataan sebagai wujuddari keadilan sosial.Landasan Konstitusional Sistem E-konomi Pancasila

Kehadiran Sistem Ekonomi Pan-casila secara yuridis formal lahir di In-donesia semenjak disahkan dan diber-lakukannya Undang-undang Dasar(UUD) 1945. Walaupun terjadi bebe-rapa kali amandemen di dalam Un-dang-undang Dasar 1945, tetapi tidakakan merubah Sistem Ekonomi Pan-

Page 14: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

14

casila sebagai sistem dari Perekono-mian Indonesia. Sistem Ekonomi Pan-casila memang tidak disebutkan secaratersurat, tetapi telah tersirat di dalamPasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945. Pa-sal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 meru-pakan wujud dari Sistem EkonomiPancasila.

Di dalam Pasal 33 dan 34 Un-dang-undang Dasar 1945 disebutkanbagaimana perekonomian harus dijalankan di Indonesia, atau pada babsebelumnya dari penelitian ini, olehMubyarto disebut sebagai DemokrasiEkonomi. Lebih lanjut, Mubyarto me-nyebutkan ciri-ciri demokrasi ekonomisebagai dari Sistem Ekonomi Panca-sila berdasarkan Undang-undang Da-sar, ciri-cirinya yakni:

1) Perekonomian disusun sebagaiusaha bersama berdasar atas a-sas-asas kekeluargaan;

2) Cabang-cabang produksi yangpenting bagi negara dan mengu-asai hajat hidup orang banyakdikuasai oleh negara;

3) Bumi dan air serta kekayaan a-lam yang terkandung di dalam-nya dikuasai oleh negara dan di-pergunakan untuk sebesar-besarkemakmuran rakyat;

4) Sumber-sumber kekayaan dankeuangan negara dipergunakandengan pemufakatan Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat,serta pengawasan terhadap kebi-jaksanaannya yang ada padaLembaga Perwakilan Rakyat pu-la;

5) Warga Negara memiliki kebeba-san dalam memilih pekerjaanyang dikehendaki serta mempu-nyai hak akan pekerjaan dan pe-nghidupan yang layak;

6) Hak milik perorangan diakuidan pemanfaatannya tidak bolehbertentangan dengan kepenting-an masyarakat;

7) Potensi, inisiatif dan daya kreasisetiap warga negara diperkem-

bangkan sepenuhnya dalam ba-tas-batas yang tidak merugikankepentingan umum;

8) Fakir miskin dan anak-anak ya-ng terlantar dipelihara oleh ne-gara.

Ciri-ciri demokrasi ekonomi ter-sebut merupakan landasan bangsa In-donesia dalam melakukan aktivitas pe-rekonomian. Pasal 33 dan pasal 34 ter-sebut adalah bagian dari BAB XIVUUD 1945 yang mengatur tentangPerekonomian Nasional dan Kesejah-teraan Sosial. Di dalam ciri-ciri de-mokrasi ekonomi yang telah tertuangdalam UUD 1945 mengakui adanyakebebasan individu, tetapi lebih me-ngedepankan kepentingan bersama.Selama kepentingan individu itu tidakbertentangan dengan kepentingan ber-sama, maka kepentingan individu itutidak melanggar nilai-nilai konstitusi.Dalam demokrasi ekonomi, kemak-muran masyarakatlah yang diutama-kan, bukan kemakmuran orang-seo-rang.

Dari uraian di atas, amanat yangterkandung dalam Pancasila dan UUD1945 sangatlah jelas, bahwa kese-jahteraan sosial merupakan tujuan dariperekonomian Indonesia. Tentunyadengan mengakui hak-hak individuselama hak-hak tersebut tidak berten-tangan dengan kepentingan masyara-kat. Dan perekonomian dijalankan de-ngan bersama-sama dengan asas keke-luargaan.Sistem Ekonomi Pancasila dalamPerbankan

Sektor perbankan yang berfungsisebagai agent of development, tentu-nya mengambil peranan penting dalammencapai tujuan perekonomian. Ke-hancuran yang terjadi di dalam sektorperbankan sangat mempengaruhi pere-konomian nasional, seperti halnya kri-sis ekonomi yang terjadi pada perte-ngahan tahun 1990-an. Krisis perban-kan yang terjadi pada saat itu mem-buat perekonomian mengalami kehan-

Page 15: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

15

curan. Melihat peranan sektor perban-kan yang begitu besar dalam pereko-nomian nasional, maka sangat diha-rapkan dukungan sektor perbankan da-lam mencapai tujuan perekonomiannasional menuju kesejahteraan sosial,yaitu masyarakat yang mandiri, maju,adil, dan makmur.

Selain itu, sektor perbankan yangmerupakan bagian dari sistem pereko-nomian, yang menjadikan industriperbankan harus mengikuti aturan-a-turan yang mengatur perekonomiandemi tercapainya tujuan dari pere-konomian negara tersebut. Sesuai ya-ng diamanatkan dalam Pancasila danUUD 1945, tujuan dari perekonomianIndonesia adalah untuk mencapai kea-dilan sosial, maka industri perbankanpun diharapkan menuju kepada tujuanperekonomian yang telah diamanatkandalam Pancasila dan UUD 1945.

Bukan hanya tujuannya yang di-harapkan sejalan dengan perekonomi-an, tetapi proses mencapai tujuan itupun harus sejalan dengan sistem pe-rekonomian. Sistem Ekonomi Pancasi-la yang dilandasi dengan nilai Ketu-hanan dan nilai Persatuan seperti hal-nya uraian pada sub-bab sebelumnya,maka dalam sektor perbankan, yangmerupakan bagian dari Sistem Pereko-nomian, diharapkan dapat dilandasipada nilai Ketuhanan dan nilai Per-satuan dalam melakukan aktivitasnya.

Definisi bank yang beraneka ra-gam seperti halnya yang telah diu-raikan pada bab sebelumnya, pada da-sarnya bahwa bank merupakan lem-baga intermediasi yang memiliki fung-si dasar sebagai lembaga intermediasi,yaitu menjembatani kepentingan pihakyang kelebihan dana (penyimpan danaatau kreditor) dengan pihak-pihak ya-ng membutuhkan dana (peminjam da-na atau debitor). Berdasarkan defini-sinya tersebut, sektor perbankan dapatmenjadi salah satu sektor penting un-tuk mencapai tujuan Sistem EkonomiPancasila, yaitu pemerataan.

Tapi tidak semudah itu untukmencapai pemerataan di dalam sektorperbankan, karena di dalam sektorperbankan banyak sekali resiko-resikoyang harus dihadapi oleh sektor per-bankan berkenaan dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Aktivitasperbankan yang selalu berkaitan de-ngan dana dan perbedaan waktu antaraasset dan kewajiban di neraca bankmenimbulkan resiko yang harus di-hadapi di dalam indsutri perbankan.Kesalahan dalam mengantisipasi re-siko-resiko tersebut akan berakibat fa-tal terhadap industri perbankan itusendiri, bahkan akan berdampak kepa-da perekonomian.

Dalam mendukung pemerataan,perlu adanya peningkatan pendapatanrakyat miskin. Oleh karena itu, in-dustri perbankan diharapkan dapatmembantu salah satu sektor ekonomiyang didominasi oleh rakyat miskin diwilayahnya. Hal itu dibutuhkan agarterciptanya peningkatan pendapatanterhadap rakyat miskin. Misalnya dinegara-negara berkembang yang dido-minasi sektor pertanian, bank mem-berikan kredit kepada para petani de-ngan ketentuan pengembalian yang di-bicarakan dengan kedua belah pihak,sehingga tidak ada pihak yang merasadirugikan, bank membantu meningkat-kan pendapatan para petani, para pe-tani dapat memenuhi kewajibannya,sehingga resiko yang akan dihadapioleh bank dapat diminimalkan.

Salah satu pendekatan dalam upa-ya pemerataan dirumuskan oleh Che-nery dan lain-lain dari Bank Dunia.Mereka berpendapat bahwa golonganmiskin harus memiliki modal yang le-bih besar untuk menghasilkan penda-patan yang diperlukan bagi pemenu-han kebutuhan mereka. Hal ini berartiorientasi kembali dari pembentukanmodal dari proyek-proyek yang besardan terpusat, ke investasi yang berhu-bungan langsung dengan orang mis-kin; pendidikan, kesehatan, kredit, dan

Page 16: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

16

lain-lain. Penguasaan atas jenis keka-yaan ini akan menambah produktivitasgolongan miskin dan dengan jalan inimenambah pendapatan mereka. (TheeKian Wie, 1983)

Salah satu langkah yang dikajioleh Todaro (2000) dalam rangka pe-merataan adalah dengan meningkatkantingkat pendapatan penduduk miskin.Upaya-upaya untuk menaikkan tingkatpendapatan rakyat miskin akan me-rangsang meningkatnya permintaanterhadap barang-barang produksi da-lam negeri, seperti bahan makanandan pakaian. Sementara itu, golongankaya cenderung membelanjakan tam-bahan penghasilan mereka pada ba-rang-barang impor yang serba mewah.Jadi, apabila yang menjadi tujuan ada-lah peningkatan tabungan dan inves-tasi domestik, maka menurut logika,yang harus lebih diperhatikan bukan-nya golongan elite atau kaya itu, me-lainkan kalangan masyarakat kebanya-kan. Dengan naiknya permintaan ter-hadap barang-barang lokal, maka akantercipta dorongan-dorongan bagi pe-ningkatan produksi lokal, penciptaanlapangan kerja, dan kenaikan perse-diaan modal serta tingkat investasi didalam negeri. Kenaikan permintaantersebut dengan sendirinya akan men-ciptakan kondisi yang sangat dibu-tuhkan bagi percepatan pertumbuhanekonomi dan peran serta yang lebihmerata dalam pertumbuhan tersebut..

Melihat uraian di atas, dalam upa-ya peningkatan pendapatan golonganmiskin, industri perbankan tidak dapatbekerja sendiri, diperlukan usaha ber-sama. Karena dalam mencapai peme-rataan, pembiayaan yang diberikan o-leh industri perbankan kepada golo-ngan miskin untuk meningkatkan pro-duktivitasnya, jangan sampai salah da-lam penggunaannya. Oleh karena itu,perlu adanya penigkatan kualitas sum-ber daya manusia golongan miskin, a-gar mereka mengetahui penggunaanpembiayaan yang diberikan oleh in-

dustri perbankan kepada mereka. Olehkarena itu, industri perbankan perlumengadakan kerja sama dengan pihaklain dalam upaya peningkatan kualitassumber daya manusianya.

Selain itu, perlu adanya aturan-a-turan dalam upaya untuk mencapai pe-merataan ini. Aturan-aturan tersebutuntuk mengatur konflik kepentinganagar tidak terjadi trade-off. Kecende-rungan industri perbankan untukmemperoleh keuntungan yang sebe-sar-besarnya, akan sedikit menggang-gu untuk menuju upaya-upaya peme-rataan tersebut. Aktivitas-aktivitas pe-rbankan untuk menuju pemerataan inisecara likuiditas cenderung kurang. O-leh karena itu, perlunya peran regu-lator untuk mengawasi dan mengaturprogram pemerataan ini di industriperbankan.

Dari uraian-uraian tersebut di a-tas, maka dapat disimpulkan bahwadalam rangka mencapai tujuan SistemEkonomi Pancasila, yaitu pemerataan,maka langkah-langkah yang harus di-lakukan di sektor perbankan adalah:

1) Adanya pembiayaan yang tidakmerugikan di kedua belah pihak,antara perbankan dan rakyatmiskin, di sektor ekonomi yangdidominasi oleh rakyat miskin a-gar rakyat miskin mampu me-ningkatkan produktivitasnya se-hingga rakyat miskin tersebutmampu meningkatkan pendapa-tannya.

2) Untuk menghindari kegagalanpasar, maka perlu dibentuknyasuatu lembaga yang menjem-batani antara industri perbankandan rakyat miskin. Lembagayang tidak berorientasi kepadakeuntungan dan pelaksanaannyadiawasi oleh pihak otoritas lang-sung, serta lembaga tersebut di-isi oleh orang-orang yang memi-liki akhlak dan moral yang ting-gi.

Page 17: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

17

3) Industri perbankan melakukankerja sama dengan pihak-pihaklain yang berkaitan dengan ak-tivitas tersebut dalam rangkameningkatkan kualitas sumberdaya manusia rakyat miskin, se-hingga pembiayaan yang dike-luarkan oleh industri perbankandapat digunakan dalam rangkameningkatkan produktivitasnya.

4) Karena adanya perbedaan ke-pentingan, maka perlu adanyaregulasi sebagai pengatur danpengawas yang membentuk atu-ran untuk mendukung pelaksa-naan pencapaian pemerataan se-bagaimana yang diamanatkan didalam Pancasila dan UUD 1945.

Pancasila di dalam sistem pere-konomian mewujudkan pemerataansebagai wujud dari tujuan Pancasila,yaitu Keadilan Sosial. Oleh karena itu,di sektor perbankan yang merupakanbagian dari sistem perekonomian ha-rus mendukung guna tercapainya pe-merataan. Di perbankan Indonesia, da-lam hal kebijakan perbankan, dapat di-bagi menjadi dua, Bank Indonesia se-bagai otoritas pengambil kebijakan,dan bank-bank lainnya, seperti BankUmum dan BPR sebagai alat untukmencapai arah-arah kebijakan yangditetapkan oleh otoritas pengambil ke-bijakan. Oleh karena itu, dalam prosespengambilan dan tujuan kebijakan di-harapkan sejalan dengan nilai-nilai ya-ng terkandung di dalam Pancasila.

langkah-langkah untuk mewujud-kan pemerataan yang dilakukan disektor perbankan. Langkah-langkahtersebut adalah:

1) Adanya pembiayaan atau kreditdi sektor perekonomian yang di-dominasi oleh rakyat miskin a-gar rakyat miskin mampu untukmeningkatkan produktivitasnya,sehingga pendapatannya terse-but dapat ditingkatkan juga.

2) Dibentuknya lembaga non-bankdi bawah otoritas pengambil ke-

bijakan yang menjadi mediatorantara industri perbankan danrakyat miskin dan lembaga initidak berorientasi kepada keun-tungan, serta diisi oleh orang-o-rang yang memiliki akhlak danmoralitas yang tinggi. Lembagaini bertujuan agar tercipatanyasinkronisasi yang tidak meru-gikan kedua belah pihak. Jikasinkronisasi ini dibiarkan terjadidi dalam mekanisme pasar, ma-ka pihak yang diuntungkan a-dalah pihak yang kuat, atau akanterjadi kegagalan pasar (marketfailure).

3) Industri perbankan melakukankerja sama dengan pihak-pihakyang berkaitan dengan aktivitastersebut dalam rangka mening-katkan kualitas sumber dayamanusia rakyat miskin, sehinggapembiayaan atau kredit yang di-berikan oleh industri perbankandapat digunakan oleh rakyatmiskin dalam rangka mening-katkan produktivitasnya.

4) Karena adanya perbedaan ke-pentingan, dan melibatkan ba-nyak pihak, maka perlu adanyaregulasi sebagai pengatur danpengawas yang membentuk atu-ran untuk pelaksanaan pencapai-an pemerataan sebagaimana ya-ng diamanatkan di dalam Panca-sila dan UUD 1945.

Oleh karena itu, berdasarkan ura-ian-uraian di atas, maka di sektor per-bankan perlu adanya mekanisme yangdibentuk oleh Bank Indonesia sebagairegulator, dan industri perbankan se-bagai pelaksana kebijakan dalam me-wujudkan pemerataan.Kondisi Perekonomian Indonesia

Perencanaan dalam perekonomianIndonesia yang dirancang oleh pe-merintah dapat dilihat dalam UU No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pem-bangunan Jangka Panjang NasionalTahun 2005-2025. Dalam lampiran

Page 18: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

18

dari UU tersebut dijelaskan bahwaarah-arah pembangunan di perekono-mian adalah agar terwujudnya bangsayang berdaya saing untuk mencapaimasyarakat yang lebih makmur dansejahtera. Salah satu indikator yangdigunakan dalam pencapaian tersebutyakni tercapainya pertumbuhan eko-nomi yang berkualitas dan berkesi-nambungan sehingga pendapatan per-kapita pada tahun 2025 mencapaitingkat kesejahteraan setara dengannegara-negara berpenghasilan mene-ngah, dengan tingkat pengangguranterbuka yang tidak lebih dari 5 persendan jumlah penduduk miskin tidaklebih dari 5 persen.

Dalam Tabel 6 digambarkan bah-wa tingkat pengangguran tahun 2009di Indonesia sebesar 8,14 persen, ar-tinya bahwa nilainya masih di atas 5persen. Tingkat pengangguran terting-gi berada di provinsi Banten, yaitu se-besar 14,92 persen, dan tingkat pe-ngangguran terendah sebesar 2,79persen yang berada di Nusa TenggaraTimur. Hal ini menunjukkan pula bah-wa penyediaan lapangan pekerjaan an-tar daerah pun belum merata.

Dan dalam Tabel 6 digambarkanjuga bahwa persentase penduduk mis-kin di Indonesia pada tahun 2009 ma-sih di atas 5 persen, yatiu sebesar14,15 persen. Dan sebagian besar pen-duduk miskin di Indonesia berada dipedesaan, yaitu sebesar 17,35 persenatau 20,62 juta orang. Hal ini menun-jukkan bahwa angka pemerataan yangingin dicapai oleh Indonesia masih ja-uh dari yang diharapkan, yakni di atas5 persen. Walaupun tingkat pengang-guran dan tingkat kemiskinan terusberkurang, tapi masih ada kemung-kinan untuk bertambah lagi sepertiyang terjadi dari tahun 2005 ke tahun2006, yaitu dari 15,97 persen menjadi17,75 persen.

Tabel 5 Penduduk yang Termasuk AngkatanKerja, Bekerja dan Tingkat PengangguranMenurut Provinsi (Februari 2008–Februari

2009)

Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Page 19: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

19

Tabel 6 Jumlah dan Persentase PendudukMiskin di Indonesia menurut Daerah pada

Tahun 1996-2009

Tahun

Jumlah PendudukMiskin (juta)

Persentase PendudukMiskin (%)

Kota DesaKota+Desa Kota Desa

Kota+Desa

1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47

1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,23

1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43

2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14

2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41

2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20

2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42

2004 11,40 24,80 36,20 12,13 20,11 16,66

2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75

2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58

2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42

2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Permasalahan kemiskinan bukanhanya sekedar berapa jumlah danpersentase penduduk miskin. Hal lainyang perlu diperhatikan adalah tingkatkedalaman dan keparahan kemiskinan.Selain harus memperkecil jumlah pen-duduk miskin, kebijakan pengentasankemiskinan juga harus bisa mengu-rangi tingkat kedalaman dan kepara-han kemiskinan. Tingkat kedalamankemiskinan adalah ukuran rata-ratakesenjangan pengeluaran masing-ma-sing penduduk miskin terhadap gariskemiskinan. Semakin tinggi nilai in-deks, semakin jauh rata-rata penge-luaran penduduk dari garis kemis-kinan. Sedangkan tingkat keparahankemiskinan adalah gambaran menge-nai penyebaran pengeluaran di antarapenduduk miskin. Semakin tinggi nilaiindeksnya, semakin tinggi ketimpa-ngan pengeluaran di antara pendudukmiskin.

Tabel 7 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di

Indonesia Menurut Daerah, Maret 2008-Maret2009

Tahun Kota Desa Kota+Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)Maret2008

2,07 3,42 2,77

Maret2009

1,91 3,05 2,50

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)Maret2008

0,56 0,95 0,76

Maret2009

0,52 0,82 0,68

Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Nilai Indeks Kedalaman Kemis-kinan (P1) dan Indeks Keparahan Ke-miskinan (P2) di daerah pedesaan jauhlebih tinggi di perkotaan. Pada bulanMaret 2009, nilai Indeks KedalamanKemiskinan (P1) untuk perkotaanhanya 1,91 sementara di pedesaanmencapai 3,05. Nilai Indeks Kepara-han Kemiskinan (P2) untuk perkotaanhanya 0,52, sedangkan di pedesaanmencapai 0,82. Dapat disimpulkanbahwa tingkat kemiskinan di daerahpedesaan lebih parah daripada di per-kotaan.

Berdasarkan dari kedua tabeltersebut, dapat disimpulkan bahwa pe-merataan di Indonesia masih jauh dariyang diharapkan. Walaupun pendapa-tan nasional Indonesia terus mening-kat, tetapi jika kesenjangan penda-patan belum tercapai, maka tujuan ya-ng telah diamanatkan dalam Pancasilatidak tercapai.

Page 20: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

20

Gambar 2 Pertumbuhan GDP negara-negaradi Asia Tenggara, Tahun 2008-2010

Sumber: Asian Development Bank (2010)

Struktur perekonomian Indonesiadiperkuat oleh sektor industri, karenakontribusi terbesar dalam PDB In-donesia diberikan oleh industri pengo-lahan. Pada tahun 2009, kontribusi ya-ng diberikan oleh sektor industri pe-ngolahan sebesar 26,38 persen daritotal seluruh PDB Indonesia, sedang-kan sektor pertanian (70 persen pen-duduk miskin di pedesaan bekerja disektor pertanian) hanya 15,29 persen.Tetapi jika dilihat dari kontribusi sub-sektor yang diberikan kepada PDB In-donesia, pada 2004-2009, sub sektor“tanaman bahan makanan”-lah yangmemberikan kontribusi terbesar kepa-da PDB Indonesia.

Oleh karena itu, untuk mencapaipemerataan, sektor pertanian, khusus-nya sub sektor “tanaman bahanan ma-kan” memerlukan perhatian khusus,karena sektor ini didominasi oleh pen-duduk miskin. Selain itu, karena sub-sektor ini memberikan kontribusi ter-besar dalam pertumbuhan GDP Indo-nesia, sehingga sangat mempengaruhiperekonomian Indonesia.

Pancasila di Dalam Bank IndonesiaPeranan Bank Indonesia sebagai

bank sentral telah diatur di dalamUndang-undang No. 23 Tahun 1999tentang bank Indonesia sebagaimanatelah diubah dengan Undang-undangNo. 3 Tahun 2004. Pada bab sebe-lumnya, BAB V, sudah ditelaah isipokok dari undang-undang tersebut.Di dalamnya terdapat aturan-aturanyang penting dalam menjalankanperanannya sebagai bank sentral, se-perti tujuan dan tugas Bank Indonesiadi dalam perekonomian nasional. Dibawah ini adalah tabel yang menun-jukkan perbandingan Bank Sentral ya-ng ada di Indonesia, Singapura, Je-pang dan Amerika.

5. KESIMPULAN,IMPLIKASI,SARAN, DAN BATASAN

KesimpulanBerdasarkan dari pembahasan dari

beberapa bab yang telah diuraikansebelumnya, maka dapat ditarik ke-simpulan:

1) Dalam perekonomian nasional,berdasarkan UU pokok BankIndonesia yang berlaku saat ini,peran Bank Indonesia hanyamencapai dan memelihara kes-tabilan rupiah melalui tugas danwewenangnya, yaitu menetap-kan dan melaksanakan kebijakanmoneter; mengatur dan menjagakelancaran sistem pembayaran;dan mengatur dan mengawasiperbankan, peran untuk mem-bantu atau melaksanakan secaralangsung proses pemerataan se-bagai wujud dari keadilan sosialbelum diatur di dalam UU po-kok tersebut.

2) Dalam rangka proses pemera-taan, walaupun di dalam UU po-kok perbankan telah menyebut-kan salah satu tujuan perbankanadalah pemerataan, tetapi tidakada aturan-aturan yang lebih je-las yang mengatur proses pen-

Page 21: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

21

capaian pemerataan tersebut me-lalui nilai Ketuhanan, Kemanu-siaan, Persatuan, dan nilai Ke-rakyatan.

3) Aktivitas pembiayaan atau kre-dit merupakan aktivitas perban-kan yang mampu membantuproses pemerataan, karena dapatlangsung menyentuh sektor riil,sehingga akan membantu me-ningkatkan produktivitas pendu-duk miskin, dan pada akhirnyaakan meningkatkan pendapatanpenduduk miskin. Dan hal inidisebut dengan fungsi bank se-bagai agent of development.

4) Fungsi bank sebagai agent ofdevelopment kurang maksimal,karena kredit yang diberikan o-leh industri perbankan menurutsektor ekonomi, sebagian besardiberikan kepada sektor perin-dustrian, bukan kepada sektorpertanian. Sedangkan kredit ya-ng diberikan kepada UMKM se-bagian besar digunakan untukpenggunaan konsumsi, bukanuntuk modal kerja dan/atau in-vestasi.

Saran1) Perlu adanya penambahan atu-

ran tentang tujuan dan tugasBank Indonesia yang terdapatpada pasal 7 dan pasal 8 UU No.3 Tahun 2004, khususnya pe-nambahan aturan wewenang Ba-nk Indonesia dalam mengawasidan mengatur bank yang tidakhanya menjaga kesehatan bank,tetapi juga penerapan nilai-nilaiPancasila di sektor perbankan,sehingga sektor perbankan dapatberkontribusi langsung dalampemerataan. Dan perlunya atu-ran yang dapat meningkatkankeRjasama dengan pihak lainyang berkaitan dengan prosestersebut sebagai bentuk dari u-saha bersama.

2) UU No. 10 Tahun 1998 dijelas-kan bahwa salah satu tujuan dariperbankan Indonesia adalah pe-merataan sebagai wujud dari ni-lai keadilan sosial, tetapi dalamUU tersebut belum diatur prosesmenuju pemerataan yang berlan-daskan kepada nilai Ketuhanan,nilai Kemanusiaan, nilai Persa-tuan, dan nilai Kerakyatan, sehi-ngga perlu adanya aturan-aturanpendukung (dalam bentuk pe-nambahan dalam UU pokok ter-sebut dan Peraturan Bank Indo-nesia sebagai aturan operasi-onalnya) untuk menjalankan pr-oses pemerataan yang dilakukansektor perbankan.

3) Dalam rangka mewujudkan pro-ses pemerataan di sektor per-bankan, maka sektor perbankanharus memprioritaskan pemberi-an pembiayaan atau kredit pro-duktif, bukan konsumtif, kepadapenduduk miskin dalam rangkameningkatkan produktivitas pe-nduduk miskin, sehingga akanmeningkatkan pendapatan mere-ka.

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank. (2009).Asian Development Outlook 2009Update: Broadening Openness for aResilient Asia. http://www.adb.org/

Badan Pusat Statistik. (2009). DataStrategis BPS. http://www.bps.go.id/

Bank Indonesia. (2005). StatistikPerbankan Indonesia.http://www.bi.go.id/

Bank Indonesia. (2008). StatistikPerbankan Indonesia.http://www.bi.go.id/

Page 22: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

22

Bank Indonesia. (2010). StatistikPerbankan Indonesia.http://www.bi.go.id/

Bakry, Noor MS. (1987). Pancasila:Yuridis Kenegaraan. Edisi Kedua.Yogyakarta: Liberty.

Bimantoro, Suarpika dan SyahrulBahroen. (2003). Organisasi BankIndonesia. Seri Kebanksentralan No.9. Jakarta: Pusat Pendidikan dan StudiKebanksentralan (PPSK) BankIndonesia.

Budiman, Arief. (1989). SistemPerekonomian Pancasila dan IdeologiIlmu Sosial di Indonesia. Jakarta: PTGramedia.

Darmodiharjo, Darji, dkk. (1979).Santiaji Pancasila. Malang: Lab.Pancasila IKIP Malang.

Dekker, Nyoman. (1997). Pancasilasebagai Ideologi Bangsa (dari Satu-satunya Pilihan ke Satu-satunyaAsas). Cetakan Kedua. Malang:Penerbit IKIP Malang.

Dendawijaya, Lukman. (2005).Manajemen Perbankan. Bogor:Ghalia Indonesia.

Fauzi, Achmad. (2003). Pancasila:Tinjauan dari Konteks Sejarah,Filsafat, Ideologi Nasional danKetatanegaraan Republik Indonesia.Cetakan Pertama. Malang: PT DanarWijaya-Brawijaya University Press.

Hanke, JE dan AG Reitsch. (1998).Business Forecasting. 6th ed. London:Prentice-Hall International Ltd.

Hasibuan, Melayu S.P. (2006). Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: BumiAksara.

Idroes, Ferry N. (2008). ManajemenResiko Perbankan: PemahamanPendekatan 3 Pilar KesepakatanBasel II Terkait Aplikasi Regulasi dan

Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta:PT Grafindo.

Ismaun. (1972). Tinjauan PancasilaDasar Filsafat Negara RepublikIndonesia: Dalam Rangka Cita-citadan Sejarah PerjuanganKemerdekaan. Bandung: CaryaRemaja.

Kasmir. (2006). Bank dan LembagaKeuangan Lainnya. Edisi Keenam.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kuncoro, Mudrajad. (1997). EkonomiPembangunan: Teori, Permasalahan,dan Kebijakan. Yogyakarta: UPPAkademi Manajemen PerusahaanYKPN.

. (2001). SistemEkonomi Pancasila: antara Mitos danRealitas. Jurnal Ekonomi dan Bisnis,Vol. 16, (No. 1): 88-96.

Kwik, Kian Gie. (1996). SepakTerjang Konglomerat. CetakanKeenam. Jakarta: Pustaka SinarHarapan.

Mangunpranoto, Ki Sarino. (1981).Dasar Filsafat Ekonomi Pancasila.Yogyakarta: BPFE Universitas GadjahMada.

Mubyarto. (1980). Ilmu Ekonomi,Ilmu Sosial dan Keadilan. Jakarta:Yayasan Agro Ekonomi.

________. (1993). EkonomiPancasila: Gagasan danKemungkinan. Cetakan Ketiga.Yogyakarta: LP3ES.

________. (1994). Sistem dan MoralEkonomi Indonesia. Cetakan Ketiga.Yogyakarta: LP3ES.

________. (2004). Teknokrat danEkonomi Pancasila. Yogyakarta:Pusat Studi Ekonomi PancasilaUniversitas Gadjah Mada.

Page 23: Kajian Nilai-Nilai Pancasila Di Sektor Perbankan

JIEP-Vol. 15, No 2 November 2015ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-1851

23

________. (2004). Revolusi MenujuSistem Ekonomi Pancasila.Yogyakarta: Pusat Studi EkonomiPancasila Universitas Gadjah Mada.

Notonagoro. (1983). Pancasila DasarFalsafah Negara: Kumpulan TigaUraian Pokok-pokok Persoalantentang Pancasila. Jakarta: BinaAksara.

Rachbini, Didik J, Suwidi Tono, dkk.(2000). Bank Indonesia: MenujuIndependensi Bank Sentral. Jakarta:Mardi Mulyo.

Ridjin, Ketut. (2003). PengantarPerbankan dan Lembaga KeuanganBukan Bank. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama.

Sharp, dkk. (1996). Economis ofSocial Issues. Edisi Keduabelas.Chicago.

Supardi. (2005). MetodologiPenelitian Ekonomi dan Bisnis.Yogyakarta: UII Press.

Suparmoko. (1984). MetodePenelitian Praktis. Yogyakarta: BPFEUniversitas Gadjah Mada.

Suseno dan Piter Abdullah. (2003).Sistem dan Kebijakan Perbankan diIndonesia. Seri Kebanksentralan No.7. Jakarta: Pusat Pendidikan dan StudiKebanksentralan (PPSK) BankIndonesia.

Sutrisno, Slamet. (2006). Filsafat danIdeologi Pancasila. Yogyakart:Penerbit Andi.

Suyatno, Thomas, dkk. (1998). LaluLintas Pembayaran Dalam dan LuarNegeri. Jakarta: STIE Perbanas danIntermedia.

Todaro, Michael P. (2000).Pembangunan Ekonomi di DuniaKetiga. Edisi Ketujuh. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Wie, Thee Kian. (1983).Pembangunan Ekonomi danPemerataan: Beberapa PendekatanAlternatif. Cetakan Kedua. Jakarta:Grafitas.

Zed, Mustika. (2008). MetodePenelitian Kepustakaan. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Undang-undang Dasar RepublikIndonesia Tahun 1945.

Undang-undang Republik IndonesiaNomor 11 Tahun 1953 TentangPenetapan Undang-undang PokokBank Indonesia.

Undang-undang Republik IndonesiaNomor 7 Tahun 1992 TentangPerbankan Sebagaimana telah Diubahdengan Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 10 Tahun 1992.

Undang-undang Republik IndonesiaNomor 23 Tahun 1999 Tentang BankIndonesia Sebagaimana telah Diubahdengan Undang-undang RepublikIndonesia Nomor 3 Tahun 2004.

Undang-undang Republik IndonesiaNomor 17 Tahun 2007 TentangRecana Jangka Panjang NasionalTahun 2005-2025.