karakterisasi fisikokimia dan profil asam lemak …
TRANSCRIPT
i
KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN PROFIL ASAM LEMAK PENYUSUN
MINYAK BIJI KROKOT (Portulaca oleracea L.)
PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTIC AND FATTY ACID PROFILE OF
PURSLANE SEEDS OIL (Portulaca oleracea L.)
Oleh :
Bawana Putra
652013029
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
(Kimia)
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2017
ii
iii
iv
1
KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN PROFIL ASAM LEMAK
PENYUSUN MINYAK BIJI KROKOT (Portulaca oleracea L.)
PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTIC AND FATTY ACID PROFILE
OF PURSLANE SEEDS OIL (Portulaca oleracea L.)
Bawana Putra*, Hartati Soetjipto**, Margareta N. Cahyanti**
*Mahasiswa Progdi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jalan Diponegoro, No 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
ABSTRAK
Biji krokot merupakan salah satu sumber minyak nabati yang kaya akan
asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Minyak dengan komponen asam lemak tak
jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid) dan PUFA (Poly Unsatturated
Fatty Acid) dapat dimanfaatkan baik dalam bidang pangan, kosmetik maupun
bidang kesehatan. Dua komponen diantaranya merupakan asam lemak esensial
yaitu asam linoleat dan linolenat. Tujuan dari penelitian adalah menentukan
rendemen dan karakterisasi minyak biji krokot (P. oleracea) dengan metode re-
maserasi menggunakan pelarut heksan serta menentukan komponen kimia
penyusun minyak biji krokot dengan analisa GC-MS (Gas Chromatography-Mass
Spectrometry). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata rendemen minyak yang
diperoleh sebanyak 31,08 ± 1,34 (% berat kering); bilangan asam 0,003 ± 0,0002
(%b/b); bilangan peroksida 15,3325 ± 0,2821 (mgek/kg); bilangan penyabunan
2,6523 ± 0,5719 (mg KOH/g lemak); Massa jenis/densitas minyak 0,8575 ± 0,0152
(g/ml); dan kadar air minyak 0,82 ± 0,07 (%b/b). Komposisi asam lemak minyak
biji krokot didominasi oleh asam lemak α-linolenat (41,78%); asam linoleat
(31,88%); asam palmitat (13,27%); asam oleat (5,60%); dan Di-(9-Octadecenoyl)-
Glycerol (2,88%).
Kata kunci : Minyak Biji Krokot, Purslane seed oil, asam α-linolenat, asam
linoleat, asam oleat
2
PENDAHULUAN
Keanekaragaman hayati di alam dapat diartikan sebagai keanekaragaman
kimiawi yang dapat menghasilkan bahan-bahan kimia baik untuk kebutuhan manusia
maupun untuk organisme lain seperti obat-obatan, insektisida, kosmetika, dan sebagai
bahan dasar sintesa senyawa organik yang lebih bermanfaat (Lenny 2006; Azis et al.,
2008). Dalam pembuatan produk pangan maupun kosmetika, kehadiran minyak nabati
menjadi sesuatu yang penting. Sebagai contoh dalam bidang pangan, minyak
merupakan media penghantar panas yang paling sering dipakai. Selain itu minyak juga
digunakan sebagai bahan campuran dalam masakan. Dalam bidang kosmetika, minyak
sangat dibutuhkan sebagai pelembab dan pelembut kulit. Sedangkan pada bidang
kesehatan, minyak yang digunakan merupakan minyak nabati yang mengandung asam
lemak tak jenuh tunggal maupun asam lemak tak jenuh jamak. Secara umum, lemak tak
jenuh tunggal berpengaruh menurunkan kadar kolesterol dalam darah, terutama bila
digunakan sebagai pengganti asam lemak jenuh dan lemak tak jenuh jamak yang
berpengaruh dalam perbaikan sel yang rusak. (Gunstone, 2013).
Konsumsi minyak nabati dunia dalam 35 tahun ke depan diperkirakan
mencapai 20 juta ton dengan asumsi penduduk dunia sebesar 9,6 miliar jiwa, sedangkan
untuk tahun 2014 kebutuhan akan minyak nabati yang sudah terpenuhi baru sekitar 3,87
ton (Syurkani, 2015). Dalam hal penyediaan minyak nabati, pemanfaatan sumber daya
cenderung terpusat pada satu jenis komoditi saja (misal : sawit). Pemakaian sawit
sebagai sumber minyak nabati dapat merusak ekosistem alam dikarenakan pembukaan
lahan yang besar dan tidak bisa dilakukan pembaharuan tanah (Rambe, 2014).
Indonesia memiliki banyak tanaman bermanfaat, diperkirakan sekitar 30.000
spesies tumbuhan. Dari seluruh spesies tumbuhan tersebut, diketahui sekurang-
kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai tanaman obat dan kurang lebih
300 spesies yang baru digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat
tradisional (Depkes RI, 2007). Salah satu bahan baku lokal alternatif yang dapat
digunakan sebagai sumber penyedia minyak nabati adalah biji krokot (Portulaca
oleracea). Biji dan bunga krokot dapat dilihat pada Gambar 1.
3
(a) Biji Krokot (b) Bunga Krokot
Gambar 1. Biji dan Bunga Krokot
(sumber : (a) dokumentasi pribadi (b) yohanesocta.blogspot.com)
Minyak biji krokot dianggap berpotensi karena mengandung lemak yang cukup
tinggi yaitu sebesar 9,1 g/100 g bunga segar (Uddin et al., 2014). Selain itu minyak biji
krokot juga dilaporkan banyak mengandung asam lemak linoleat (18:2n-6) dan linolenat
(18:3n-3) yang merupakan asam lemak essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. (Sargent
et al., 2002). Asam lemak essensial (Omega-3) sangat penting bagi kesehatan bahkan
paling penting di antara asam-asam lemak lainnya karena memiliki efek anti peradangan
dan anti penggumpalan darah, juga baik bagi sistim saraf pusat dan otak serta dapat
mencegah CVD (Cardio Vascular Disease) baik dalam hal pencegahan maupun yang
sudah menderita (Duthie and Barlow 1992).
Angelova et al. (2015), melaporkan hasil penelitiannya yang menunjukkan
bahwa komponen utama penyusun minyak biji krokot Bulgaria adalah asam linolenat
(34,6 %) dan asam linoleat (14,1 %). Sedangkan Osman et al. (2015), melaporkan hasil
penelitian biji krokot yang memiliki kandungan 9,12,15-octadecatrienoic acid methyl
ester (41,18 %) dan 9,12-octadecadienoic acid methyl ester (27,23%). Hal ini
menunjukkan bahwa minyak biji krokot mampu menjadi sumber alternatif penyedia
minyak nabati yang kaya akan asam lemak essensial.
Masa budi daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan minyak biji krokot
sebagai sumber lemak pangan cukup singkat yaitu selama 70 hari (Liu et al., 2000).
Selain itu, krokot dapat tumbuh sepanjang tahun mulai dari dataran rendah sampai 1800
mdpl (meter diatas permukaan laut), mampu mentolelir kondisi tanah yang miskin,
padat, dan kering (Uddin et al., 2014), sehingga krokot bisa diproduksi secara
berkelanjutan dan massal. Pemanfaatan krokot di Indonesia belum dilakukan secara
maksimal, hanya dijadikan sebagai tanaman hias, campuran masakan dan tanaman
4
herbal, bahkan beberapa petani menganggap krokot sebagai tanaman gulma (Irawan et
al., 2003).
Berdasarkan latar belakang, dirasa perlu dilakukan penelitian untuk melihat
potensi biji krokot (P. oleracea) sebagai alternatif penyedia minyak nabati. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah menentukan rendemen dan karakterisasi minyak biji
krokot (P. oleracea) dengan metode re-maserasi menggunakan pelarut heksan serta
menentukan komponen kimia penyusun minyak biji krokot dengan analisa GC-MS (
Gas Chromatography-Mass Spectrometry ).
METODE PENELITIAN
Bahan dan Piranti
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah biji dari tanaman krokot (P.oleracea) yang
diambil dari persawahan di daerah sekitar Salatiga, Jawa Tengah. Bahan kimia yang
digunakan antara lain dari produk Merck, Jerman dengan grade pro analysis seperti
heksana, kloroform, asam asetat glasial, etanol, asam klorida, kalium idodida, natrium
tiosulfat, kalium hidroksida, natrium hidroksida, dan indikator fenolftalein, akuades dan
kanji.
Piranti yang digunakan antara lain: neraca analitis ketelitian 0,1 mg (Ohaus
PA214, Ohaus Corp., USA), neraca analitis ketelitian 0,1 mg (Ohaus PA214, Ohaus
Corp., USA), penangas air (Memmert), rotary evaporator, grinder, Moisture balance (
OHAUS MB 150 ) dan peralatan gelas.
Preparasi Sampel
Bunga krokot yang sudah tua dikering anginkan, kemudian dikeringkan
kembali dalam drying cabinet dengan suhu ± 50ºC. Selanjutnya dikupas kelopak bunga
yang menutupi biji yang kering, dan dipisahkan bijinya.
Pengukuran Kadar Air
Sebanyak 1,00 gram biji krokot untuk pengukuran kadar air menggunakan
piranti moisture balance, mula-mula alat dikondisikan pada suhu 105ºC. Proses
pengukuran dihitung untuk membaca % kadar air yang terkandung
5
Ekstraksi minyak nabati (Harborne, 1987)
Sebanyak 20,00 gram sampel biji krokot yang kering dan sudah dihaluskan
dengan grinder, dimaserasi dengan metode ultrasonik selama 30 menit menggunakan
pelarut heksan 100 ml dan dilanjutkan maserasi pada suhu ruang selama 24 jam,
kemudian maserat disaring dan hasil saringan dimaserasi kembali menggunakan heksan
50 ml selama 2 jam, maserat disaring kembali dan hasil saringan dimaserasi kembali
menggunakan heksan 50 ml selama 2 jam, kemudian maserat disaring dan filtrat
pertama, kedua dan ketiga digabung dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu
70ºC dan dikeringkan sampai diperoleh maserat bebas pelarut, selanjutnya dihitung
rendemen sampel keringnya dan ekstraksi diulang 4 kali.
Karakterisasi Sifat Fisiko Minyak
Kadar Air
Sebanyak 1 gram minyak ditimbang dan diukur kadar airnya menggunakan
moisture balance dengan tiga kali pengulangan.
Massa Jenis (Sudarmadji dkk., 1997)
Sebanyak 1 ml minyak diukur seksama dan ditimbang dengan ketelitian 0,1
mg. Massa jenis dinyatakan dalam g/ml.
Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)
Sebanyak 0,5 gram minyak ditambahkan dengan 50 ml etanol 95%. Sampel
ditambah sebanyak 3-5 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 M
hingga warna merah muda tetap ( tidak berubah selama 15 detik)
Bilangan Peroksida( SNI 01-3555-1998)
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambah 30 ml campuran
kloroform : asam asetat glasial : etanol 95% (55:20:25). 1 gram kristal KI ditambahkan
dalam campuran tersebut dan disimpan di tempat yang gelap selama 30 menit.
Kemudian ditambahkan 50 ml air akuades bebas CO2. Penentuan dilakukan dengan
mengukur jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan Na2S2O3 0,02 M.
Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1998)
Sebanyak 0,5 gram minyak ditambah dengan 25 ml KOH 0,5 M berlebih lalu
direfluks selama satu jam. Ditambahkan sebanyak 0,5 - 1 ml indikator fenolftalein.
Jumlah KOH yang tidak bereaksi dititrasi dengan HCl 0,5 M.
6
Analisis Komponen Kimia Minyak Biji Krokot
Analisis komponen kimia minyak biji krokot dilakukan dengan menggunakan
Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS-TQ8030, Shimadzu) (UNDIP,
Semarang), jenis kolom AGILENTJ%W DB-I dengan panjang 30 meter dan suhu 65oC.
Suhu injeksi 250ºC pada tekanan 74,5 kPa dengan total aliran 602,4 ml/menit dan
kecepatan linier 40 cm/detik. Dengan gas pembawa Helium, Purge flow 3,0 ml/menit
dengan split ratio 500.
HASIL DAN DISKUSI
Rendemen dan Parameter Fisiko-Kimia
Hasil pengukuran rata-rata rendemen minyak biji krokot yang diperoleh adalah
31,08 ± 1,34 (% berat kering). Hasil ini lebih tinggi daripada hasil penelitian El-Sayed
et al. (2011), dengan metode press sebesar 28,1%, juga Osman and Husein (2015) yaitu
sebesar 20% dengan menggunakan metode soxhletasi.
Menurut Leilah and Al-khateeb (2003) perbedaan hasil rendemen dapat
disebabkan antara lain oleh kondisi tanah dan keadaan lingkungan tempat tumbuh
sampel yang digunakan. Selain itu metoda juga dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi hasil rendemen. Dalam penelitian ini digunakan metoda maserasi selama
24 jam serta re-maserasi 2 kali tiap 2 jam dengan penggunaan ultrasonik selama 30
menit. Semakin lama waktu maserasi semakin banyak molekul minyak tersari dengan
baik dan dapat terbebas dari jaringan sel (Handajani dkk., 2010), penggunaan proses
ultrasonik juga lebih membantu dalam pelepasan molekul minyak yang dimungkinkan
masih terjebak di dalam jaringan sel (Liu et al., 2014). Bernasconi et al. (1995)
melaporkan dalam ekstraksi minyak atau lemak, jenis pelarut berperan penting dalam
menentukan jumlah dari minyak yang dihasilkan. n-heksan digunakan karena
merupakan bahan pelarut lipida non-polar yang paling banyak digunakan dengan alasan
lebih selektif terhadap lipida, senyawa non polar, bersifat stabil dan mudah menguap.
Sifat fisikokimia minyak biji krokot menunjukkan minyak berwarna kuning
(disajikan pada Gambar 2) dengan aroma yang khas. Hasil pengukuran sifat fisiko-
kimia disajikan pada Tabel 1.
7
Gambar 2. Minyak bijii krokot berwarna kuning
(sumber : Dokumentasi pribadi)
Tabel 1. Parameter Fisiko-Kimia Minyak Biji Krokot Parameter Minyak Biji
Krokot
(Rataan ± SE)
SNI 7431:2015*
Minyak Nabati
Warna Kuning ( - )
Aroma Khas ( - )
Massa Jenis (g/ml) 0,8575 ± 0,0152 ( - )
Kadar Air Minyak (%) 0,82 ± 0,07 ( - )
Bilangan Asam (%b/b) 0,003 ± 0,0002 Maks 4,0
Bilangan Peroksida (mgek/kg) 15,3325 ± 0,2821 ( - )
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g sampel) 2,6523 ± 0,5719 180-265
*Kriteria minyak nabati menurut SNI ( Standar Nasional Indonesia) 7431:2015
( - ) Tidak ada data
Nilai massa jenis/densitas minyak biji krokot sebesar 0,8575 ± 0,0152 g/ml, hal
ini sesuai dengan pernyataan Guenther (1990) bahwa nilai massa jenis minyak
umumnya berkisar antara 0,696-1,188 pada suhu 25ºC. Nilai massa jenis dipengaruhi
oleh komposisi asam lemak dan kemurnian bahan baku. Massa jenis akan meningkat
seiring dengan penurunan panjang rantai karbon dan peningkatan jumlah ikatan rangkap
pada asam lemak (Mittelbach and Remschmidt, 2006). Selain itu juga dipengaruhi oleh
komponen pengotor kandungan biji seperti gum, dan lendir yang kaya karbohidrat,
protein dan fosfatida. Semakin tidak jenuh minyak maka akan semakin tinggi nilai
massa jenisnya.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh rata-rata kadar air minyak biji krokot
sebesar 0,82 ± 0,07%. Menurut Winarno (1980), kadar air pada permukaan bahan
dipengaruhi oleh kelembaban udara di sekitarnya tinggi, apabila kadar air bahan rendah
8
sedangkan di sekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara
sehingga kadar air menjadi lebih tinggi serta lama penyimpanan sampel minyak
sebelum dianalisis juga mempengaruhi pengukuran kadar air.
Hasil pengujian menunjukkan nilai bilangan asam minyak biji krokot sebesar
0,003 ± 0,0002%b/b, nilai ini memenuhi syarat standar nasional (SNI) yaitu maksimum
4,0 %b/b. Bilangan asam menunjukkan asam lemak bebas yang berasal dari hidrolisa
minyak ataupun karena proses pengolahan. Makin tinggi angka asam maka akan
semakin rendah kualitasnya (Sudarmadji dkk., 1989). Bilangan asam yang kecil
menunjukkan kandungan asam lemak bebasnya cukup kecil dan terjadi sedikit
kerusakan (Handayani dkk, 2008). Minyak dengan bilangan asam yang kecil
mengindikasikan bahwa minyak tersebut memiliki kestabilan yang besar dan bersifat
non irritant bagi kulit (Kurnia dkk, 2014).
Hasil pengujian bilangan peroksida minyak biji krokot sebesar 15,3325 ±
0,2821 mgek/kg. Bilangan peroksida merupakan indikator suatu minyak akan berbau
tengik dan merupakan satu hal penting dalam menentukan derajat kerusakan pada
minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
sehingga membentuk peroksida (Ketaren,1986). Minyak mudah sekali mengalami
autooksidasi menjadi senyawa peroksida maupun hiperperoksida. Jumlah peroksida
maupun hiperperoksida memiliki titik klimaks yang kemudian akan menurun seiring
dengan terbentuknya aldehid dan keton dari senyawa tersebut (Ketaren, 1986).
Autooksidasi merupakan pembentukan radikal bebas pada asam lemak tidak jenuh yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang mempercepat reaksi seperti cahaya dan panas
(Winarno,2004). Minyak yang baik memiliki kadar bilangan peroksida rendah, sehingga
semakin rendah bilangan peroksida semakin baik kualitas minyak (Arlene dkk, 2010).
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh angka penyabunan yaitu 2,6523 ±
0,5719 mg KOH/g. Nilai ini jauh di bawah syarat standar nasional, hal ini menunjukkan
proporsi triasilgliserol asam lemak berantai panjang (jumlah atom karbon C-14 atau
lebih) lebih banyak daripada triasilgliserol asam lemak yang berantai pendek (jumlah
atom karbon C-4) (Toscano et al., 2007). Bilangan penyabunan setiap minyak berbeda-
beda dan tidak pernah sama, selain itu satu jenis minyak cenderung memiliki bilangan
penyabunan yang konstan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Menurut Ketaren (1986)
tinggi rendahnya bilangan penyabunan dipengaruhi oleh berat molekul minyak. Minyak
9
yang disusun oleh asam lemak berantai pendek berarti memiliki berat molekul rendah
maka akan mempunyai bilangan penyabunan yang relatif tinggi dan sebaliknya minyak
dengan berat molekul besar akan mempunyai bilangan penyabunan yang relatif kecil.
Hal ini menunjukkan besar kecilnya bilangan penyabunan juga terkait dengan berat
molekul asam lemak penyusunnya.
Profil Asam Lemak Minyak Biji Krokot
Hasil Analisa GC-MS minyak biji krokot disajikan pada Gambar 3.
Waktu Retensi
Gambar 3. Kromatogram GC-MS Minyak Biji Krokot Ket : Puncak 1 : 41,78 % , Puncak 2 : 31,88 %, Puncak 3 : 11,50 %, Puncak 4 : 5,60 %, Puncak 5 : 1,77 %, Puncak 6 : 2,88 %
Data GC-MS menunjukkan komponen minyak biji krokot tersusun dari 20
senyawa dengan 6 senyawa dominan. Keberhasilan kromatografi antara lain
dipengaruhi oleh kondisi operasi GC yang ditentukan oleh suhu, tekanan, konsentrasi
fase gerak dan dimensi kolom. Selain itu juga dipengaruhi oleh ketepatan pemilihan
fase diam dan fase gerak. Senyawa asam lemak dalam bentuk metil ester yang memiliki
rantai lebih panjang cenderung lebih bersifat nonpolar karena memiliki rantai karbon
yang lebih banyak. Oleh karena itu, asam lemak yang terdeteksi terlebih dahulu
merupakan asam lemak dalam bentuk metil esternya dengan rantai karbon lebih pendek.
Selain karena kepolaran dan interaksinya dengan fase diam, pemisahan di dalam kolom
juga terjadi karena perbedaan titik didih. Senyawa yang memiliki titik didih lebih
rendah akan memiliki waktu retensi yang lebih singkat. Suhu detektor diprogram pada
suhu 250°C untuk mencegah kondensasi dari cuplikan setelah keluar dari kolom
(Silverstein et al., 1998).
1
2
3 4
5
6
R
e
s
p
o
n
10
Hasil analisa MS (Mass Spectrofotometry) terhadap minyak biji krokot dengan
mencocokkan tiap puncak dengan database willey, menunjukkan bahwa komponen
utama penyusunnya adalah 9,12,15 octadecatrienoic acid/ asam alpha linolenat. Dengan
cara yang sama masing-masing puncak yang muncul dapat diidentifikasi profil asam
lemak minyak biji krokot dan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Profil Asam Lemak Minyak Biji Krokot
Identifikasi puncak no 1 dalam kromatogram dilakukan dengan mencocokkan
spektrum MS tiap puncak dengan data base wiley untuk menentukan jenis senyawanya
(Gambar 4).
4a
4b
Gambar 4. (4a) Spektrum puncak no 1 Minyak biji krokot,
(4b) Spektrum data base willey
Puncak# Waktu retensi %Kandungan Nama
1 43,608 41,78 9,12,15-Octadecatrienoic acid (Z)-, methyl ester
(CAS) (α-Linolenat)
2 39,608 31,88 9,12 octadecadienoic acid, methyl ester (CAS),
(Asam Linoleat)
3 43,299 11,50 Hexadecaenoic acid, methyl ester (CAS), (Asam
Palmitat)
4 44,203 5,60 Octadecanoic acid, methyl ester (CAS), (Asam
Oleat)
5 47,493 1,77 Hexadecanoic acid, 2-hydroxy-1,3-propanediyl
ester (CAS)
6 51,005 2,88 Di-(9-Octadecenoyl)-Glycerol
7-20 - 4,59 Komponen senyawa lain masing masing < 1%
11
Gambar 4a merupakan spektrum puncak no. 1 dari spektra minyak biji krokot
sedangkan Gambar 4b merupakan spectrum referensi data base wiley yaitu 9-
octadecenoic acid (Z)-, methyl ester yang memiliki BM pada m/z 264. Bila dilihat dari
fragmentasinya spektrum referensi yang digunakan memiliki m/z yang hampir
mendekati dari spektrum puncak no.1 pada m/z 296, menurut NIST Library (2014)
senyawa 9,12,15-Octadecatrienoic acid berada pada m/z 278-296 dengan rumus
molekul C18H30O2. Selanjutnya terjadi pelepasan senyawa CH3 yang ditunjukkan pada
puncak [M-16]+ (m/z 280) dan senyawa COOH yang ditunjukkan pada puncak [M-14]+
(m/z 266). Selanjutnya puncak-puncak yang muncul pada fragmentasi senyawa tersebut
adalah m/e 296, 264, 222, 193, 180, 152, 137, 123, 97, 83, 69, 55, dan 45.
Kemungkinan pola fragmentasi yang muncul pada senyawa tersebut adalah sebagai
berikut:
Gambar 4. Kemungkinan pola fragmentasi
(NIST 2014 dan Silverstein , 1986)
12
Hasil dari GC-MS menunjukkan bahwa komponen penyusun minyak biji
krokot adalah asam lemak α-linolenat (41,78%) dengan rumus molekul C18H30O2 : 3 ,
asam linoleat (31,88%) dengan rumus molekul C18:2, asam palmitat (13,27%) dengan
rumus molekul C16H32O2. Identifikasi GCMS ini menunjukkan dukungan terhadap hasil
bilangan penyabunan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan syarat SNI. Nilai
bilangan penyabunan yang kecil menunjukkan komposisi minyak biji krokot didominasi
oleh komponen asam lemak rantai panjang, dimana asam lemak rantai panjang
merupakan asam lemak yang memiliki jumlah atom karbon C-14 atau lebih.
Biji krokot menjadi salah satu sumber tanaman terkaya asam lemak omega-3
karena didominasi oleh 9,12,15-Octadecatrienoic acid / asam lemak α-linolenat
(41,78%). Asupan asam lemak omega-3 dapat mengurangi risiko diabetes, juga dapat
mengurangi resistensi insulin pada otot rangka (Linn et al., 1989).
Biji krokot mengandung komponen 9,12 octadecadienoic acid / asam linoleat
(31,88%), dimana asam lemak linoleat merupakan asam lemak omega-6 yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan EPA (asam Eikosapentaenoat) (Djoouse et
al., 2001). Kandungan asam linoleat dalam minyak juga berfungsi untuk menghaluskan
kulit (Arain et al., 2010) dan merangsang pertumbuhan rambut (Sudarmadji dkk.,
1997). Defisiensi dari nutrisi ini berakibat buruk pada kesehatan kulit. Kulit akan
menjadi kasar dan bersisik serta dapat terkena dermatitis (O’Brien, 2009).
Minyak biji krokot juga mengandung komponen asam lemak jenuh yaitu
golongan asam palmitat (13,27%), kandungan asam palmitat dapat digunakan sebagai
bahan baku segala jenis sabun atau shampoo. Asam palmitat merupakan asam lemak
utama yang terkandung dalam semua jenis sabun (medicated, laundry, toilet, dan
antiseptic) serta asam (Oghome et al., 2012). Selain itu asam palmitat juga dapat
digunakan sebagai bahan baku surfaktan pengangkat minyak dalam air (Asadov et al.,
2012). Asam palmitat yang terkandung dalam minyak yang paling dominan adalah
Asam heksadekanoat kelompok Palmitat dan 2-hidroksi-Asam heksadekanoat. Asam
palmitat dalam tanaman merupakan sumber vitamin A (Rubatzky dkk, 1998).
Kandungan Octadecanoic acid (asam oleat) atau Mono Unsaturated Fatty Acid
(MUFA) dalam minyak biji krokot sebesar 5,60%. Menurut Mayes (1996), tingginya
kandungan asam lemak tak jenuh khususnya asam lemak tak jenuh dengan ikatan
rangkap tunggal dimana di dalamnya terdapat asam oleat atau MUFA dan juga asam
13
linoleat atau Poly Unsatturated Fatty Acid (PUFA) membuat minyak nabati banyak
digunakan di bidang kesehatan.
Menurut Winarno (2003), Omega-9 (Asam Oleat) memiliki daya perlindungan
tubuh yang mampu menurunkan low density lipoprotein (LDL) dan mampu
meningkatkan High density lipoprotein (HDL) yang lebih besar dibandingkan Omega-3
dan Omega-6.
Minyak biji krokot mengandung senyawa khas Di-(9-Octadecenoyl)-Glycerol
sebesar 2,88%. Senyawa ini merupakan senyawa dimana salah satu gugus fungsinya
memiliki gugus alkohol. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) alkohol yang
terkandung dalam tanaman yang paling dominan adalah fitol dan diolein atau di- (9-
octadecenoyl)-glycerol. Fitol merupakan senyawa kimia yang mempunyai manfaat
berupa sumber vitamin E dan vitamin K. Senyawa kimia Di- (9-octadecenoyl)-glycerol
merupakan vitamin yang berguna untuk melembabkan kulit kering.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil rata-rata rendemen minyak biji
krokot sebanyak 31,08 ± 1,34 (% berat kering), dengan parameter fisiko-kimia minyak
biji krokot antara lain: bilangan asam 0,003 ± 0,0002 (%b/b), bilangan peroksida
15,3325 ± 0,2821 (mgek/kg), bilangan penyabunan 2,6523 ± 0,5719 (mg KOH/g lemak), massa
jenis/densitas minyak 0,8575 ± 0,0152 (g/ml), dan kadar air minyak 0,82 ± 0,07 (%b/b).
Komposisi asam lemak minyak biji krokot didominasi oleh asam lemak α-linolenat
(41,78%), asam linoleat (31,88%), asam palmitat 13,27% (11,5 dan 1,77 %), asam oleat
(5,60%) dan Di-(9-Octadecenoyl)-Glycerol (2,88%).
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pemurnian Minyak biji krokot.
14
DAFTAR PUSTAKA
Angelova-Romova M., Merdzhanov P., Antova G., Zlatanova M., Popova., Alexieva I.,
Stoyanova A. 2015. Lipid Composition of Purslane (Portulaca oleracea L.)
Seeds//Scientific Works of the Union of scientists in Bulgaria.-2015. -664. -
P.616-622
Arain, S., S.T.H. Sherazi, M.I. Bhanger, S.A. Mahesar, N. Memon, “Physiochemical
Characterization of Bauhinia purpurea Seed Oil and Meal for Nutritional
Exploration,” Polish Journal of Food and Nutrition Sciences vol 60, no. 4, hal.
341-346, 2010.
Arlene, Ariestya., Steviana, K., dan Ign Suharto. 2010. Pengaruh Temperatur dan F/S
terhadap Ekstraksi Minyak dari Biji Kemiri Sisa Penekanan Mekanik. Seminar
Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas Diponegoro Semarang.
Asadov, Z.H., A.H. Tantawy, I.A. Zarbaliyeva, R.A. Rahimov and G.A. Ahmadova,
“Surfactants Based on Palmitic Acid and Nitrogenous Bases for Removing Thin
Oil Slicks from Water Surface,”Chemistry Journal vol. 2, hal 136-145, 2012.
Aziz, A., Sulistiani, R., Surianto dan Sinuraya, Z. 2008. Pengaruh Iklim Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq). Paper.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Staubel dan E. Schneiter. 1995. Teknologi
Kimia. Jilid 2. Terjemahan Lienda Handojo. P.T. Pranya Paramita, Jakarta.
Depkes RI. 2007. Kotranas. Jakarta:Departemen Kesehatan RI. Hal.4-14.
Djousse L, Pankow JS, Eckfeldt JH (2001) Relation between dietary linolenic acid and
coronary artery disease in the national heart, lung and blood institute family
heart Study. Am J Clin Nutr 5: 612-619.
Duthie, I.F. dan S.M. Barlow. 1992. Dietary lipid exemplified by fish oils and their n-3
fatty acid. Food Sci. Technol. 6: 20-35.
El-Sayed M.-I. 2011. Effect of Portulacca Oleracea L. Seed in treatment of type-2
diabetes mellitus patient as adjunctive and alternative therapy// Journal of
Ethnopharmacology.-2011.-P.643-651. Doi:10.1016/j.jep.2011.06.020
Granner., P. A. Mayes., dan V. W. Rodwell (eds). Harper’s Biochemistry. Prentice –
Hall International, lnc., London.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid I. UI-Press, Jakarta.
15
Gunstone, F.D., Oils and Fats in The Marketplace Non Food Uses. 2013, diunduh dari
http://lipidlibrary.aocs.org/market/nonfood.htm, (4 desember 2016).
Handajani, S., Godras dan Bakara. 2010. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap
Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensoris Minyak Wijen (sesamum indicum L.).
Majalah Agritech, vol 30, No 2.
Handayani, M, Putri., dan Subagus, W. 2008. Analisis Biji Ketapang (Terminalia
catappa L) sebagai suatu Alternatif Sumber Minyak Nabati. Majalah Obat
Tradisional, Vol 13, No 45.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan Padmawinata K, Soediro
I.Bandung: ITB
Irawan D, Hariyadi P, Wijaya H. 2003. The potency of krokot Portulaca oleracea as
functional food ingredients. Indonesian Food and Nutrition Progress. 10: 1-12
Ketaren S. 1986. Minyak dan lemak pangan, ed. 1. Jakarta: UI-Press.
Kurnia, M. D., Hartati dan A. Ign. Kristijanto. 2014. Karakterisasi dan Komposisi
Kimia Minyak Biji Tumbuhan Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea L) Bunga Merah
Muda. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX, hal 11-17,
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 21 Juni 2014.
Leilah, A.A. dan S.A. Al-Khateeb,”Growth and Yield Of Canola (Brassica napus L.) in
relation to irrigation Treatments and Nitrogen Levels,” J. Agr. Sci. Vol 28, hal
819-828, 2003.
Lenny, S. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktivitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah
dengan Metoda Uji Brine Shrimp. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Linn T, Noke M, Woehrle M, Kloer HU, Hammes HP, et al. (1989) Fish oilenriched
diet and reduction of low-dose streptozocin-induced hyperglycemia. Inhibition
of macrophage activation. Diabetes 38: 1402-1411.
Liu L, Howe P, Zhou YF, Xu ZQ, Hocart C, Zhang R. 2000. Fatty acids and b-carotene
in Australian purslane Portulaca oleracea varieties. Journal of Chromatography
A. 893: 207–213.
Liu L, Xie C, Yue L, Jing S, Cai Y. 2014. Preparation of Portulaca oleracea L. seed oil
by ultrasound-assisted enzyme hydrolysis combined with Soxhlet extraction
method and the analysis of its fatty acids. Food Ferment Ind 40: 218-222.
Mayes, P. A. 1996. Lipid transport and storage. Dalam: Murray R. K., D. K.
16
Mittelbach M dan Remschmidt C. 2006. Biodiesel: The Comprehensive Handbook. Ed
ke-3. Austria: Boersedruck Ges.m.b.h.
Muchtadi, D dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar-
Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
O’Brien, R.D., Fat and Oils: Formulating and processing for Applications 3rd Edition.
Boca Raton. Florida: CRC Press,2009.
Oghome, P., M.U. Eke and C.I.O. Kamalu, “Characterization of Fatty Acid Used in
Soap Manufacturing in Nigeria: Laundry, Toilet, Medicated and Antiseptic
Soap,” Int.J. Of Modern Eng. Research vol 2, hal 2930-2934, 2012.
Osman SM, Hussein MA. 2015. Purslane seeds fixed oil as a Functional Food in
Treatment of Obesity Induced by High Fat Diet in Obese Diabetic Mice. J Nutr
Food Sci 5: 332. Doi: 10.4172/2155-9600.1000332.
Rambe, L., Foto: Kerusakan Hutan Kalimantan Terkini akibat Ekspansi Perkebunan
Sawit. 2014, diunduh dari http://www.mongabay.co.id/2014/03/09/foto-
kerusakan-hutan-kalimantan-terkini-akibat-ekspansi-perkebunan-sawit/, (4
desember 2016).
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi.
ITB, Bandung.
Sargent JR, Tocher DR, Bell JG. 2002. The lipid. In: Halver JE, Hardy RW (ed). Fish
Nutrition. 3 rd edition. San Diego: Academic Press.
Scientific Instruments Services, INC NIST library diakses 23 januari 2017 di
http://www.sisweb.com/software/ms/nistsearch.htm?wileyname=9%2C12%2C1
5-octadecatrienoic+acid&search=Search+Databases
Silverstein, R. M., Bassler, G. C., dan Morril, T. C., 1986, “Penyidikan Spektrometrik
Senyawa Organik”, Edisi keempat, a.b. A. J. Hartono, Erlangga, Jakarta, hal. 95-
97.
Silverstein, R.M., G.C. Blasser, dan T.C.Morril. 1998. Spectrometric identification of
organic compound, 6th edition, John Wiley and Son, Inc., New York.
SNI 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan Lemak
SNI 7431:2015. Mutu dan Metode Uji Minyak Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor
Diesel Putran Sedang
17
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1989. Analisa bahan makanan dan Pertanian.
ISBN 979-499-193-7. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.
Syurkani, P. 2015. Kebutuhan Minyak Nabati Capai 20 Juta Ton Pada 2050 (Sabtu, 31
Oktober 2015, 11.50 WIB). Diakses di
:http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/31/090714741/kebutuhan-minyak-
nabati-capai-20-juta-ton-pada-2050 diakses pada 19 Juli 2016 pukul 19.25 WIB
Toscano, G. dan E. Maldini, “Analysis of The Physical and Chemical Characteristics of
Vegetable oils as Fuel.” J.of Ag. Eng.vol. 3, hal. 39-47, 2007.
Uddin KM, Juraimi AS, Hossain MS, Un Nahar MA, Ali ME, Rahman MM. 2014.
Purslane weed Portulaca oleracea: A prospective plant source of nutrition,
omega-3 fatty acid, and antioxidant attributes. The Scientific World Journal. 6 p.
Winarno F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F. G., Srikandi Fardiaz, dan Dedi Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi
Pangan, P.T. Gramedia, Jakarta.
Winarno, F.G. 2003. OMEGA-9 Perannya dalam Diet Jantung Sehat. [serial online].
http://www.intiboga.com/omega9b.htm. [4 desember 2016].
18
LAMPIRAN 1
MAKALAH YANG DISEMINARKAN
“SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN
PEMBELAJARANNYA 2016”
1
2
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
PENDAHULUAN
Minyak nabati (plant oil atau vegetable oil) adalah minyak yang berasal dari
tumbuhan (Schmidt and Weidema, 2008). Minyak nabati memiliki banyak manfaat,
seperti dalam bidang kuliner, industri, makanan hewan, bahan bakar, insektisida, dan
pestisida alami. Kebutuhan manusia akan minyak nabati semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia. Menurut Syurkani (2015) dalam
Tempo.Co-bisnis, kebutuhan minyak nabati global dalam 35 tahun ke depan
diperkirakan mencapai 20 juta Ton dengan asumsi penduduk dunia sebesar 9,6 miliar
jiwa, sedangkan untuk tahun 2014 kebutuhan akan minyak nabati yang sudah terpenuhi
baru sekitar 3,87 ton.
Indonesia memiliki banyak tanaman bermanfaat, diperkirakan sekitar 30.000
spesies tumbuhan. Dari seluruh spesies tumbuhan tersebut, diketahui sekurang-
kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai tanaman obat dan kurang lebih
300 spesies yang baru digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat
tradisional (Depkes RI, 2007). Salah satu bahan baku lokal alternatif yang dapat
digunakan sebagai sumber penyedia minyak nabati adalah biji krokot (Portulaca
oleracea). Minyak biji krokot dianggap berpotensi karena mengandung lemak yang
cukup tinggi yaitu sebesar 9,1 g/100 g bunga segar (Uddin et al., 2014). Selain itu
minyak biji krokot juga dilaporkan banyak mengandung asam lemak linoleat (18:2n-6)
dan linolenat (18:3n-3) yang merupakan asam lemak essensial yang dibutuhkan oleh
tubuh. (Sargent et al., 2002). Asam lemak essensial (Omega-3) sangat penting bagi
kesehatan bahkan paling penting di antara asam-asam lemak lainnya karena memiliki
efek anti peradangan dan anti penggumpalan darah, juga baik bagi sistim saraf pusat dan
otak serta dapat mencegah CVD (Cardio Vascular Disease) baik dalam hal pencegahan
maupun yang sudah menderita (Duthie and Barlow 1992).
Angelova et al. (2015), melaporkan hasil penelitiannya juga menunjukkan
bahwa komponen utama penyusun minyak biji krokot Bulgaria adalah asam linolenat
(34,6 %) dan asam linoleat (14,1 %). Sedangkan Osman et al. (2015), melaporkan hasil
penelitian biji krokot yang memiliki kandungan 9,12,15-octadecatrienoic acid methyl
ester (41,18 %) dan 9,12-octadecadienoic acid methyl ester (27,23%). Hal ini
menunjukkan bahwa minyak biji krokot mampu menjadi sumber alternatif penyedia
minyak nabati yang kaya akan asam lemak essensial.
Syarat lain suatu bahan dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku pangan
selain kandungan nutrien seperti yang diuraikan di atas yaitu mudah diperoleh,
berkelanjutan, dapat diproduksi secara massal, dan tidak bersaing dengan manusia. Di
Indonesia, krokot tersebar di seluruh daerah dan banyak tumbuh di Bogor, Semarang,
Blitar, dan Kalimantan Tengah (Irawan et al., 2003). Masa budi daya yang dibutuhkan
untuk menghasilkan minyak biji krokot sebagai sumber lemak pangan cukup singkat
yaitu selama 70 hari (Liu et al., 2000). Selain itu, krokot dapat tumbuh sepanjang tahun
mulai dari dataran rendah sampai 1800 mdpl (meter diatas permukaan laut), mampu
mentolelir kondisi tanah yang miskin, padat, dan kering (Uddin et al., 2014), sehingga
krokot bisa diproduksi secara berkelanjutan dan massal. Pemanfaatan krokot di
Indonesia belum dilakukan secara maksimal, hanya dijadikan sebagai tanaman hias,
campuran masakan dan tanaman herbal, serta beberapa petani menganggap krokot
sebagai tanaman gulma (Irawan et al. 2003).
3
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
Berdasarkan latar belakang, dirasa perlu dilakukan penelitian untuk melihat
potensi biji krokot (P. oleracea) sebagai alternatif penyedia minyak nabati. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah menentukan rendemen minyak biji krokot (P. oleracea)
dengan metode re-maserasi menggunakan pelarut heksan serta menentukan
karakterisasi fisikokimianya.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Piranti
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah biji dari tanaman krokot (P.oleracea) yang
diambil dari persawahan di daerah sekitar Salatiga, Jawa Tengah. Bahan kimia yang
digunakan antara lain dari produk Merck, Jerman dengan grade pro analysis seperti
heksana, kloroform, asam asetat glasial, etanol, asam klorida, kalium idodida, natrium
tiosulfat, kalium hidroksida, natrium hidroksida, dan indikator fenolftalein, akuades dan
kanji.
Piranti yang digunakan antara lain: neraca analitis ketelitian 0,1 mg (Mettler H
80, Mettler Instrument Corp., USA), neraca analitis ketelitian 0,01 g (Ohaus TAJ602,
Ohaus Corp., USA), penangas air (Memmert), rotary evaporator, grinder, Moisture
balance ( OHAUS MB 150 ) dan peralatan gelas.
Preparasi Sampel Bunga krokot yang sudah tua dikering anginkan, kemudian dikeringkan
kembali dalam drying cabinet dengan suhu ± 50ºC. Selanjutnya dikupas kelopak bunga
yang menutupi biji yang kering, dan dipisahkan bijinya.
Pengukuran Kadar Air Sebanyak 1,00 gram biji krokot untuk pengukuran kadar air menggunakan
piranti Moisture Balance, mula-mula alat dikondisikan pada suhu 105ºC. Proses
pengukuran dihitung untuk membaca % kadar air yang terkandung
Ekstraksi minyak nabati (Harborne, 1987) Sebanyak 20,00 gram sampel biji krokot yang kering dan sudah dihaluskan
dengan grinder, dimaserasi dengan metode ultrasonic selama 30 menit menggunakan
pelarut heksan 100 ml dan dilanjutkan maserasi pada suhu ruang selama 24 jam,
kemudian maserat disaring dan hasil saringan dimaserasi kembali menggunakan heksan
50 ml selama 2 jam, maserat disaring kembali dan hasil saringan dimaserasi kembali
menggunakan heksan 50 ml selama 2 jam, kemudian maserat disaring dan filtrat
pertama, kedua dan ketiga digabung dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu
70ºC dan dikeringkan sampai diperoleh maserat bebas pelarut, selanjutnya dihitung
rendemen sampel keringnya dan ekstraksi diulang 4 kali.
Karakterisasi Sifat Fisiko Minyak
Kadar Air
Sebanyak 1 gram minyak ditimbang dan diukur kadar airnya menggunakan
moisture balance dengan tiga kali pengulangan.
Massa Jenis (Sudarmadji dkk., 1997)
Sebanyak 1 ml minyak diukur seksama dan ditimbang dengan ketelitian 0,1
mg. Massa jenis dinyatakan dalam g/ml.
Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)
4
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
Sebanyak 0,5 gram minyak ditambahkan dengan 50 ml etanol 95%. Sampel
ditambah sebanyak 3-5 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 M
hingga warna merah muda tetap ( tidak berubah selama 15 detik)
Bilangan Peroksida( SNI 01-3555-1998)
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambah 30 ml campuran
kloroform : asam asetat glasial : etanol 95% (55:20:25). 1 gram kristal KI ditambahkan
dalam campuran tersebut dan disimpan di tempat yang gelap selama 30 menit.
Kemudian ditambahkan 50 mL air akuades bebas CO2. Penentuan dilakukan dengan
mengukur jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan Na2S2O3 0,02 M.
Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1998)
Sebanyak 0,5 gram minyak ditambah dengan 25 ml KOH 0,5 M berlebih lalu
direfluks selama satu jam. Ditambahkan sebanyak 0,5 - 1 ml indikator fenolftalein.
Jumlah KOH yang tidak bereaksi dititrasi dengan HCl 0,5 M.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen dan Parameter Fisiko-Kimia
Dari penelitian yang telah dilakukan, rata-rata rendemen minyak biji krokot
yang diperoleh ialah 31,08 ± 1,34 (%bk), hasil ini lebih baik daripada hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh El-Sayed, dkk (2011) sebesar 28,1% dengan metode
press dan menunjukkan hasil rendemen yang lebih besar dari penelitian yang pernah
dilakukan oleh Osman dan Husein (2015) yaitu sebesar 20% dengan menggunakan
metode soxhletasi.
Menurut Leilah dan Al-khateeb (2003) perbedaan hasil rendemen dapat
dikarenakan perbedaan tekstur tanah dan keadaan lingkungan dari sampel yang
digunakan. Proses maserasi juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi hasil
rendemen, karena maserasi dilakukan selama 24 jam serta re-maserasi 2 kali tiap 2 jam
dengan penggunaan ultrasonic selama 30 menit. Hal ini dikarenakan semakin lama
waktu maserasi dimungkinkan molekul minyak tersari dengan baik dan dapat terbebas
dari jaringan sel (Handajani dkk, 2010), serta proses ultrasonic lebih membantu dalam
pelepasan molekul minyak yang dimungkinkan masih terjebak didalam jaringan sel (Liu
et al., 2014).
Menurut Bernasconi et al. (1995) dalam ekstraksi minyak atau lemak, jenis
pelarut berperan penting dalam menentukan jumlah dari minyak yang dihasilkan. n-
heksan digunakan karena merupakan bahan pelarut lipida non-polar yang paling banyak
digunakan dengan alasan lebih selektif terhadap lipida, senyawa non polar, bersifat
stabil dan mudah menguap. Serta dikarenakan bentuk fisik sampel biji memiliki luas
permukaan yang lebih besar memudahkan pelarut n-heksan secara sempurna
memisahkan komponen minyak yang terkandung dalam sel, melalui prinsip “like
dissolve like” sehingga seluruh minyak dapat terekstrak tanpa merusak struktur fisik
bahan maupun minyak. Faktor-faktor tersebut juga memungkinkan dalam parameter
fisiko-kimia minyak yang telah diperoleh. Hasil pengukuran parameter fisiko-kimia
minyak disajikan dalam Tabel 1.
Karakterisasi minyak biji krokot dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisiko-
kimia minyak biji krokot. Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada Tabel 1
didapatkan sifat fisika dari minyak biji krokot yang berwarna kuning serta berbau khas.
5
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
Tabel 1. Parameter Fisiko-Kimia Minyak Biji Krokot
Parameter Minyak Biji
Krokot
(Rataan ± SE)
SNI 7431:2015*
Minyak Nabati
Warna Kuning ( - )
Aroma Khas ( - )
Massa Jenis (g/ml) 0,8575 ±
0,0152
( - )
Kadar Air Minyak (%) 0,82 ± 0,07 ( - )
Bilangan Asam (%b/b) 0,003 ± 0,0002 Maks 4,0
Bilangan Peroksida (mgek/kg) 15,3325 ±
0,2821
( - )
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g
sampel)
2,6523 ±
0,5719
180-265
*Hasil menurut SNI ( Standar Nasional Indonesia) 7431:2015
( - ) Tidak ada data
Nilai massa jenis/densitas minyak biji krokot sebesar 0,8575 g/ml, hal ini
sesuai dengan pernyataan Guenther (1990) bahwa nilai massa jenis minyak umumnya
berkisar antara 0,696-1,188 pada suhu 25ºC. Nilai massa jenis dipengaruhi oleh
komposisi asam lemak dan kemurnian bahan baku. Massa jenis akan meningkat seiring
dengan penurunan panjang rantai karbon dan peningkatan jumlah ikatan rangkap pada
asam lemak (Mittelbach and Remschmidt., 2006). Selain itu dipengaruhi oleh
komponen pengotor kandungan biji seperti gum, dan lendir yang kaya karbohidrat,
protein dan fosfatida. Semakin tidak jenuh minyak maka akan semakin tinggi nilai
massa jenisnya.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh rata-rata kadar air minyak biji krokot
sebesar 0,82%. Menurut Winarno (1980), kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi
oleh kelembaban udara di sekitarnya tinggi, apabila kadar air bahan rendah sedangkan
di sekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga kadar air
menjadi lebih tinggi serta lama penyimpanan sampel minyak sebelum dianalisis juga
mempengaruhi pada pengukuran kadar air.
Hasil pengujian menunjukkan nilai bilangan asam minyak biji krokot sebesar
0,003%b/b, nilai ini memenuhi syarat standar nasional (SNI) yaitu maksimum 4,0 %b/b.
Bilangan asam menunjukkan asam lemak bebas yang berasal dari hidrolisa minyak
ataupun karena proses pengolahan. Makin tinggi angka asam maka akan semakin
rendah kualitasnya (Sudarmadji dkk., 1989). Bilangan asam yang kecil menunjukkan
kandungan asam lemak bebasnya cukup kecil dan terjadi sedikit kerusakan (Handayani
6
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
dkk., 2008). Minyak dengan bilangan asam yang kecil mengindikasikan bahwa minyak
tersebut memiliki kestabilan yang besar dan bersifat non irritant bagi kulit (Kurnia dkk.,
2014).
Hasil pengujian bilangan peroksida minyak biji krokot sebesar 15,3325
mgek/kg. bilangan peroksida merupakan indikator suatu minyak akan berbau tengik dan
merupakan satu hal penting dalam menentukan derajat kerusakan pada minyak. Asam
lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida (Ketaren.,1986). Minyak mudah sekali mengalami autooksidasi
menjadi senyawa peroksida maupun hiperperoksida. Jumlah peroksida maupun
hiperperoksida memiliki titik klimaks yang kemudian akan menurun seiring dengan
terbentuknya aldehid dan keton dari senyawa tersebut (Ketaren., 1986). Autooksidasi
merupakan pembentukan radikal bebas pada asam lemak tidak jenuh yang disebabkan
oleh factor-faktor yang mempercepat reaksi seperti cahaya dan panas (Winarno.,2004).
Minyak yang baik memiliki kadar bilangan peroksida rendah, sehingga semakin rendah
bilangan peroksida semakin baik kualitas minyak (Arlene dkk, 2010).
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh angka penyabunan yaitu 2,6523 mg
KOH/g. Nilai ini masih berada di bawah syarat standar nasional, hal ini menunjukkan
proporsi triasilgliserol asam lemak berantai panjang lebih banyak daripada triasilgliserol
asam lemak yang berantai pendek (Toscano et al., 2007). Bilangan penyabunan setiap
minyak berbeda-beda dan tidak pernah sama, selain itu satu jenis minyak cenderung
memiliki bilangan penyabunan yang konstan (Muchtadi dan Sugiyono., 1992). Menurut
Ketaren (1986) tinggi rendahnya bilangan penyabunan dipengaruhi oleh berat molekul
minyak. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai pendek berarti memiliki berat
molekul rendah maka akan mempunyai bilangan penyabunan yang relatif tinggi dan
sebaliknya minyak dengan berat molekul besar akan mempunyai bilangan penyabunan
yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan besar kecilnya bilangan penyabunan ditentukan
oleh berat molekul asam lemak penyusunnya.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil rata-rata rendemen
sebanyak 31,08 ± 1,34 (%bk), dan parameter fisiko-kimia minyak biji krokot antara
lain: bilangan asam 0,003 ± 0,0002 (%b/b), bilangan peroksida 15,3325 ± 0,2821
(mgek/kg), bilangan penyabunan 2,6523 ± 0,5719 (mg KOH/g lemak), massa jenis/densitas
minyak 0,8575 ± 0,0152 (g/ml), dan kadar air minyak 0,82 ± 0,07 (%b/b).
DAFTAR PUSTAKA
Angelova-Romova M., Merdzhanov P., Antova G., Zlatanova M., Popova., Alexieva I.,
Stoyanova A. 2015. Lipid Composition of Purslane (Portulaca oleracea L.)
Seeds//Scientific Works of the Union of scientists in Bulgaria.-2015. -664. -P.616-622
Arlene, Ariestya., Steviana, K., dan Ign Suharto. 2010. Pengaruh Temperatur dan F/S terhadap
Ekstraksi Minyak dari Biji Kemiri Sisa Penekanan Mekanik. Seminar Nasional
Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas Diponegoro Semarang.
Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Staubel dan E. Schneiter. 1995. Teknologi Kimia.
Jilid 2. Terjemahan Lienda Handojo. P.T. Pranya Paramita, Jakarta.
Depkes RI. 2007. Kotranas. Jakarta:Departemen Kesehatan RI. Hal.4-14.
Duthie, I.F. dan S.M. Barlow. 1992. Dietary lipid exemplified by fish oils and their n-3 fatty
acid. Food Sci. Technol. 6: 20-35.
7
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
El-Sayed M.-I. 2011. Effect of Portulacca Oleracea L. Seed in treatment of type-2 diabetes
mellitus patient as adjunctive and alternative therapy// Journal of
Ethnopharmacology.-2011.-P.643-651. Doi:10.1016/j.jep.2011.06.020
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid I. UI-Press, Jakarta.
Handajani, S., Godras dan Bakara. 2010. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik,
Kimia, dan Sensoris Minyak Wijen (sesamum indicum L.). Majalah Agritech, vol 30,
No 2.
Handayani, M, Putri., dan Subagus, W. 2008. Analisis Biji Ketapang (Terminalia catappa L)
sebagai suatu Alternatif Sumber Minyak Nabati. Majalah Obat Tradisional, Vol 13,
No 45.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan Padmawinata K, Soediro I.Bandung: ITB
Irawan D, Hariyadi P, Wijaya H. 2003. The potency of krokot Portulaca oleracea as functional
food ingredients. Indonesian Food and Nutrition Progress. 10: 1-12
Ketaren S. 1986. Minyak dan lemak pangan, ed. 1. Jakarta: UI-Press.
Kurnia, M. D., Hartati dan A. Ign. Kristijanto. 2014. Karakterisasi dan Komposisi Kimia
Minyak Biji Tumbuhan Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea L) Bunga Merah Muda.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX, hal 11-17, Universitas
Kristen Satya Wacana, Salatiga, 21 Juni 2014.
Leilah, A.A. dan S.A. Al-Khateeb,”Growth and Yield Of Canola (Brassica napus L.) in relation
to irrigation Treatments and Nitrogen Levels,” J. Agr. Sci. Vol 28, hal 819-828, 2003.
Liu L, Howe P, Zhou YF, Xu ZQ, Hocart C, Zhang R. 2000. Fatty acids and b-carotene in
Australian purslane Portulaca oleracea varieties. Journal of Chromatography A. 893:
207–213.
Liu L, Xie C, Yue L, Jing S, Cai Y. 2014. Preparation of Portulaca oleracea L. seed oil by
ultrasound-assisted enzyme hydrolysis combined with Soxhlet extraction method and
the analysis of its fatty acids. Food Ferment Ind 40: 218-222.
Mittelbach M dan Remschmidt C. 2006. Biodiesel: The Comprehensive Handbook. Ed ke-3.
Austria: Boersedruck Ges.m.b.h.
Muchtadi, D dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar-Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Osman SM, Hussein MA. 2015. Purslane seeds fixed oil as a Functional Food in Treatment of
Obesity Induced by High Fat Diet in Obese Diabetic Mice. J Nutr Food Sci 5: 332.
Doi: 10.4172/2155-9600.1000332.
Sargent JR, Tocher DR, Bell JG. 2002. The lipid. In: Halver JE, Hardy RW (ed). Fish Nutrition.
3 rd edition. San Diego: Academic Press.
Schmidt, J.H. dan Weidema, B.P. 2008. Shift in the Marginal Supply of Vegetable Oil.
International Journal Life Cycle Assessment. 13(3):235–239.
SNI 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan Lemak
SNI 7431:2015. Mutu dan Metode Uji Minyak Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor Diesel
Putran Sedang
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1989. Analisa bahan makanan dan Pertanian. ISBN 979-
499-193-7. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.
Syurkani, P. 2015. Kebutuhan Minyak Nabati Capai 20 Juta Ton Pada 2050 (Sabtu, 31 Oktober
2015, 11.50 WIB). Diakses di:
http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/31/090714741/kebutuhan-minyak-nabati-
capai-20-juta-ton-pada-2050 diakses pada 19 Juli 2016 pukul 19.25 WIB
Toscano, G. dan E. Maldini, “Analysis of The Physical and Chemical Characteristics of
Vegetable oils as Fuel.” J.of Ag. Eng.vol. 3, hal. 39-47, 2007.
8
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2016
Riset Unggulan Kimia dan Pembelajarannya sebagai Integritas dan Daya Saing Bangsa
Uddin KM, Juraimi AS, Hossain MS, Un Nahar MA, Ali ME, Rahman MM. 2014. Purslane
weed Portulaca oleracea: A prospective plant source of nutrition, omega-3 fatty acid,
and antioxidant attributes. The Scientific World Journal. 6 p.
Winarno F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F. G., Srikandi Fardiaz, dan Dedi Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan, P.T.
Gramedia, Jakarta.