kartul mapresnas sifa

Upload: esty-dyah-imaniar

Post on 19-Jul-2015

164 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

MENINGKATKAN KOMPETENSI BERBAHASA INGGRIS SISWA DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SASTRA: SUATU PENDEKATAN INTEGRATIFKARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan Lomba Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional 2011

Disusun oleh: SITI FATHONAH W. K2208047

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

2

LEMBAR PENGESAHAN Judul : Meningkatkan Kompetensi Berbahasa Inggris Siswa dengan Pembelajaran Berbasis Sastra: Suatu Pendekatan Integratif Nama Penulis NIM Fakultas Universitas Alamat Rumah Alamat Kost No. HP Alamat Email NIP Alamat No. HP Alamat Email : Siti Fathonah Wijayanti : K2208047 : Keguruan dan Ilmu Pendidikan : Universitas Sebelas Maret : Bulusari, RT 03/IV, Bulusulur, Wonogiri : Jalan Surya VI 9 RT 01/XXIV, Jebres, Surakarta : 081804427997 : [email protected] : 19770720 200112 1 001 : Jalan Kelud 2, Perumahan Josroyo Indah, Karanganyar, Surakarta : 0818251636 : [email protected] KATA PENGANTAR Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 30 Mei 2011 Penulis,

Dosen Pembimbing : Kristiandi, S. S.

Drs. Amir Fuady, M.Hum. NIP 19520729 198010 1 001 Pembantu Rektor III Universitas Sebelas Maret

Siti Fathonah Wijayanti K2208047 Dosen Pembimbing,

Drs. Dwi Tiyanto, SU. NIP 19540414 198003 1 007

Kristiandi, S. S. NIP 19770720 200112 1 001

3

Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang atas limpahan rahmat dan hidayah, serta segenap pertolongan dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Karya tulis yang berjudul Meningkatkan Kompetensi Berbahasa Inggris Siswa dengan Pembelajaran Berbasis Sastra: Suatu Pendekatan Integratif ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pemilihan mahasiswa berprestasi tingkat nasional tahun 2011. Dalam kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah banyak berkontribusi dalam membantu penulis menyusun karya tulis ini: 1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 3. Bapak Drs. Suparno, M. Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, beserta jajarannya yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 4. Bapak Drs. Martono, M. A. selaku Ketua Program Studi Bahasa Inggris, yang senantiasa mendukung penulis. 5. Bapak Kristiandi, S.S., selaku dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah untuk pemilihan mawapres ini yang senantiasa memberikan masukan-masukan berharga demi perbaikan karya tulis ini. 6. Bapak Dr. Muh. Rohmadi, M. Hum, atas segenap bantuan dan motivasi yang luar biasa. 7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNS, atas segenap ilmu pengetahuan yang secara langsung maupun tidak langsung terinternalisasikan dalam kehidupan penulis. 8. Kedua orang tua penulis yang dengan segenap kasih sayangnya yang tak putus selalu mendukung dan mendoakan kesuksesan penulis.

4

9. Adik penulis, Esty Dyah Imaniar, yang senantiasa menjadi partner terbaik penulis dalam bertukar pikiran dan berbagi makna hidup. 10. Saudara-saudara seperjuangan penulis, yang senantiasa memahamkan bahwa Hidup ini tiada hidup tanpa menghidupi kehendak Yang Maha Menghidupkan. 11. Ditra Purna Masyitah, Nisa Aulia Azzam, dan Hasan Zainnuri, atas bantuan, inspirasi dan motivasinya yang luar biasa. 12. Teman-teman penulis di organisasi ESA, SEF, dan LSP yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 13. Teman-teman mahasiswa UNS pada umumnya dan FKIP Bahasa Inggris UNS pada khususnya yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis dengan terbuka menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengharapkan kiranya karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya, serta mampu memberi kontribusi yang berarti bagi dunia pendidikan di Indonesia, khususnya dalam pengembangan kurikulum Bahasa Inggris yang komunikatif dan aplikatif. Surakarta, 30 Mei 2011 Penulis,

Siti Fathonah Wijayanti K2208047

5

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN . KATA PENGANTAR . DAFTAR ISI RINGKASAN BAB I PENDAHULUAN .. A. Latar Belakang Masalah . B. Perumusan Masalah .. D. Tujuan Penulisan.. E. Manfaat Penulisan BAB II TELAAH PUSTAKA ....... A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Bahasa Inggris yang telah Diterapkan di Indonesia... 2. Sastra dan Bahasa.. 3. Pendekatan Integratif Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Sastra..... 8 4. Kelebihan dan Kekurangan dalam Pengintegrasian Sastra ke dalam Pembelajaran Bahasa Inggris 9 B. Kerangka Berpikir ...................... BAB III METODE PENULISAN .. A. Jenis Penulisan B. Sumber Data C. Teknik Pengumpulan Data .. 15 16 15 16 16 5 7 i ii iii v vii 1 1 3 4 4 5 5

C. Gagasan Kreatif yang Disampaikan. 3

6

D. Analisis Data BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS ..

16 18 18

A. Analisis Pembelajaran Bahasa Inggris yang telah diterapkan di Indonesia. B. Sintesis Pembelajaran Bahasa Inggris Melalui Pendekatan Integratif Berbasis Sastra....19 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI........ A. B. .. Simpulan .. Rekomendasi 23 25 23 . 23

DAFTAR PUSTAKA

7

MENINGKATKAN KOMPETENSI BERBAHASA INGGRIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS SASTRA: SUATU PENDEKATAN INTEGRATIF (SITI FATHONAH WIJAYANTI, K2208047, FKIP UNS, 2011) RINGKASAN Paradigma terkini bahasa sebagai alat komunikasi menempatkan communicative competence (kemampuan komunikatif) sebagai tujuan akhir pembelajaran bahasa. Pembelajaran Bahasa Inggris yang ideal, dengan demikian, harus mencakup beberapa aspek seperti grammatical, discourse, sociolinguistic, dan strategic competences (Richards dan Schmidt, 1983). Di akhir pembelajaran, siswa diharapkan menguasai kemampuan komunikatif ini yang mencakup semua ranah pembelajaran, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik, secara integral. Namun demikian, pembelajaran Bahasa Inggris yang selama ini diterapkan di Indonesia belum mampu mencapai tujuan ini. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa sebagian besar siswa dan lulusan sekolah menengah cenderung menguasai teori-teori bahasa dengan baik, tetapi mereka tidak mampu mengaplikasikannya dalam komunikasi nyata (Alwasilah, 2010). Bahkan, ketika mereka mencoba berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, mereka hanya menggunakan bahasa yang telah diajarkan melalui proses recall (hafalan) tanpa menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa tersebut melalui proses automatization (pembiasaan). Oleh karena itu, mereka masih kesulitan dalam menggunakan ungkapan atau ekspresi yang sesuai dengan situasi atau konteks di mana komunikasi berlangsung. Hal ini berimplikasi pada kompetensi yang pada akhirnya dicapai siswa, yakni hanya berada pada tataran linguistik semata, sebagaimana diutarakan Siswantoro (2005), lebih menekankan pada aspek kognitif, dan sangat minim dalam mengelaborasi aspek afektif dan psikomotorik siswa. Mempertimbangkan hal-hal di atas, penulis mengusung suatu gagasan untuk mengintegrasikan sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris sebagai solusi untuk meningkatkan kompetensi Bahasa Inggris siswa. Penulis melihat bahwa kelemahan pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh pemisahan antara unsur linguistik dan sastra dalam proses pembelajaran. Padahal, sastra memiliki banyak keunggulan untuk diimplementasikan ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris karena sastra mampu menggali pengetahuan berbahasa sekaligus kepekaan berbahasa siswa. Kepekaan berbahasa inilah yang nantinya berkontribusi besar dalam pemerolehan bahasa siswa di semua aspek, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui apakah dan bagaimana implementasi pendekatan pembelajaran berbasis sastra mampu meningkatkan proses pembelajaran Bahasa Inggris sekaligus kemampuan berbahasa Inggris siswa. Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam bentuk studi pustaka. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber, seperti jurnal ilmiah, buku, artikel, dan arsip-arsip lain. Setelah dikumpulkan (data collection), data direduksi

8

(data reduction), ditampilkan (data display), dan diverifikasi untuk ditarik kesimpulan (data verification). Pengintegrasian sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris dapat memberi banyak manfaat karena sastra diyakini mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, menjadi sumber belajar yang variatif dan menarik bagi siswa, serta membuka kesempatan yang lebih luas untuk mempelajari variasi penggunaaan bahasa dalam konteks komunikasi yang sebenarnya. Sastra juga dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa, serta kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang nantinya berkontribusi dalam pengembangan diri siswa (Lazar, 1993; Ur, 1996; Tasneen, 2010). Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum mengintegrasikan sastra ke dalam proses pembelajaran, di antaranya pemilihan materi atau bahan belajar dan media yang harus disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan tingkat pemahaman siswa (Yorke, 1980; Lazar, 1993; Sakthivel dan Kavidha, 2010). Pada akhirnya, pengintegrasian sastra mampu menggali semua aspek, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik, karena sastra tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa terhadap Bahasa Inggris, tetapi juga menjembatani siswa untuk menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra melalui proses automatisasi sehingga mereka akhirnya mampu menggunakan Bahasa Inggris yang akurat dan sesuai dengan situasi atau konteks di mana komunikasi berlangsung. Dari beberapa poin di atas, dapat disimpulkan bahwa pengintegrasian sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris mampu menggali potensi siswa secara optimal, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dalam hal ini, guru harus mempertimbangkan beberapa hal seperti kondisi siswa yang terkait dengan level siswa, tingkat penguasaan bahasa siswa, latar belakang budaya siswa, dan lain-lain. Pemilihan materi ajar yang sesuai akan membantu guru meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, yang di saat bersamaan sekaligus meningkatkan kepekaan berbahasa mereka. Di akhir pembelajaran, siswa tidak hanya memiliki pemahaman yang baik tehadap Bahasa Inggris (aspek kognitif), tetapi mereka juga mampu menggunakan Bahasa Inggris yang baik sesuai dengan situasi atau konteks komunikasi (aspek afektif dan psikomotorik). Akhirnya, penulis merekomendasikan guru agar menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis sastra untuk menggali potensi siswa, meliputi semua aspek, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Selain itu, guru hendaknya selektif dalam memilih bahan ajar atau materi terkait dengan keberagaman teks dan tingkat kesulitan bahasa yang berbeda di tiap karya sastra, yang hendaknya disesuaikan dengan kondisi siswa. Siswa disarankan untuk senantiasa memperkaya pengetahuan sekaligus kepekaan berbahasa mereka dengan banyak membaca karya-karya sastra dalam Bahasa Inggris.

9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paradigma terkini pembelajaran bahasa sebagai alat komunikasi

menempatkan kemampuan komunikatif (communicative competence) sebagai tujuan akhir dari proses pembelajaran bahasa. Pembelajaran Bahasa Inggris yang ideal, dengan demikian, harus mencakup beberapa aspek yang saling mendukung seperti grammatical competence yang berhubungan dengan features and rules of language, discourse competence yang berhubungan dengan penggunaan bentuk gramatikal dan arti/makna dalam bentuk teks lisan ataupun tulisan dalam beragam genre atau tipe teks; sociolinguistic competence yang berhubungan dengan konteks sociocultural dimana bahasa digunakan; dan strategic competence yang berhubungan dengan strategi-strategi yang digunakan dalam berkomunikasi baik secara verbal maupun non-verbal (Richards dan Schmidt, 1983: 6). Melalui pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah, siswa diharapkan mampu menggali potensinya secara optimal dari masing-masing ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik, sehingga pada akhirnya mereka memiliki kompetensi Bahasa Inggris yang memadai, yakni kemampuan komunikatif (communicative competence) tersebut. Namun demikian, penulis melihat masih adanya kelemahan dalam pembelajaran Bahasa Inggris yang selama ini diterapkan di Indonesia. Kondisi pembelajaran Bahasa Inggris yang ada di Indonesia sampai saat ini masih belum bisa secara optimal menghasilkan siswa atau bahkan lulusan sekolah menengah yang memiliki kemampuan Bahasa Inggris memadai seperti yang diindikasikan dari kompetensi para siswa atau lulusan sekolah menengah yang masih sebatas pada penguasaan aspek kognitif dengan sangat minim penguasaan kompetensi afektif maupun psikomotoriknya. Siswa cenderung menguasai teori-teori yang berhubungan dengan struktur bahasa, namun seringkali mengalami kesulitan ketika dihadapkan dalam komunikasi nyata menggunakan Bahasa Inggris (Alwasilah, 2010). Siswa cenderung mampu berkomunikasi berdasarkan pemahaman terhadap

10

teori yang terbentuk dari proses hafalan (recall), yang dalam hal ini masih berada pada tataran aspek kognitif, belum sampai taraf automatization di mana penguasaan kemampuan komunikasi terbentuk melalui proses pembiasaan dan internalisasi nilai-nilai (values) dengan menggunakan logika bahasa yang baik. Hal ini berimplikasi pada kompetensi yang pada akhirnya dicapai oleh para siswa, yakni hanya berada pada tataran linguistik semata, sebagaimana diutarakan Siswantoro (2005: vii), lebih menekankan pada aspek kognitif atau penalaran dan sangat minim dalam mengelaborasi aspek afektif yang menyangkut rasa, karsa, dan intuisi para siswa. Melihat kenyataan di atas, penulis mengusung suatu gagasan pembelajaran Bahasa Inggris, yaitu dengan mengintegrasikan sastra (literature) ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah. Penulis melihat bahwa pada dasarnya kelemahan pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia dipengaruhi oleh pemisahan unsur-unsur linguistik dan sastra (literature) dalam proses pembelajaran. Padahal, karya-karya sastra dalam Bahasa Inggris memiliki banyak keunggulan untuk dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah di mana unsurunsur sastra yang terkandung di dalamnya tak hanya menuntut pengetahuan berbahasa (knowledge) siswa tetapi juga kepekaan berbahasa mereka. Kepekaan berbahasa inilah yang pada akhirnya mampu menjembatani para siswa untuk menguasai Bahasa Inggris secara utuh meliputi unsur-unsur sosial dan kebudayaan (socio-cultural) yang merefleksikan bagaimana masyarakat penutur asli Bahasa Inggris (native speakers) berpikir dan bagaimana mereka mengekspresikan pikirannya tersebut ke dalam bentuk bahasa dalam konteks kehidupan yang sebenarnya (real-life context). Kepekaan ini juga yang nantinya mampu mengasah kemampuan berpikir kritis dan analitis (critical and analytical thinking), serta mengasah kemampuan menyelesaikan suatu permasalahan (problem solving) ditinjau dari sudut pandang tertentu, yang diharapkan terbangun pada diri setiap siswa. Karya-karya sastra dalam Bahasa Inggris juga kaya akan khasanah bahasa yang tak hanya berada dalam tingkatan makna yang tersurat tetapi juga makna yang tersirat yang mampu menggali potensi interpretasi dan persepsi siswa secara optimal. Selain itu, karya sastra dapat digunakan sebagai alat untuk merangsang

11

siswa dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya; membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya dalam mempelajari bahasa; serta memberi stimulus dalam pemerolehan kemampuan berbahasa (Lazar 1993: 24). Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, penulis merumuskan karya tulis dengan judul Meningkatkan Kompetensi Bahasa Inggris Siswa dengan Pembelajaran Berbasis Sastra: Suatu Pendekatan Integratif. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Apakah dan bagaimana Pendekatan pembelajaran Berbasis

Pengintegrasian Sastra mampu meningkatkan proses pembelajaran Bahasa Inggris? 2. Apakah dan bagaimana Pendekatan pembelajaran Berbasis

Pengintegrasian Sastra mampu meningkatkan kompetensi siswa dalam berbahasa Inggris? C. Gagasan Kreatif yang Disampaikan Gagasan yang diajukan dalam karya tulis ilmiah ini adalah membuat suatu pendekatan pembelajaran bahasa Inggris berbasis pengintegrasian sastra. Hal ini penulis anggap penting karena proses pembelajaran Bahasa Inggris yang selama ini diterapkan di semua jenjang pendidikan di Indonesia masih terfokus pada penguasaan aspek kebahasaan secara linguistik dengan melepaskan unsur sastra di dalam proses belajar mengajar yang berdampak pada ketimpangan kemampuan kognitif yang mendapat porsi lebih besar dibandingkan kemampuan afektif maupun psikomotorik. Melalui penerapan pendekatan pembelajaran bahasa Inggris yang penulis usulkan, diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris mereka dari ketiga aspek: kognitif, afektif, dan psikomotorik, secara integral.

12

D. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah dan uraian kreativitas di atas, tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Mengetahui apakah dan bagimana Pendekatan pembelajaran Berbasis

Pengintegrasian Sastra mampu meningkatkan proses pembelajaran bahasa Inggris. 2. Mengetahui apakah dan bagaimana Pendekatan Pembelajaran Berbasis

Pengintegrasian Sastra mampu meningkatkan kompetensi siswa dalam berbahasa Inggris. E. Manfaat Penulisan Manfaat yang diharapkan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Bagi guru Guru diharapkan mendapatkan gambaran secara umum terkait implementasi pendekatan integratif pembelajaran berbasis sastra, hingga kemudian dapat memanfaatkan khasanah sastra berbahasa Inggris (literature in English) sebagai media atau bahan ajar dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. 2. Bagi peneliti dan kalangan akademisi lain Karya tulis ini diharapkan mampu memberi kontribusi bagi para peneliti dan akademisi lain yang memiliki kesamaan interest dalam pemanfaatan literature ke dalam pembelajaran bahasa.

13

BAB II TELAAH PUSTAKA A. Landasan Teori1.

Pembelajaran Bahasa Inggris yang Telah Diterapkan di Indonesia Kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan tuntutan perkembangan zaman dan kebutuhan akan suatu pendidikan ideal yang terus bertransformasi. Seiring dengan perubahan kurikulum tersebut, pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia juga berkali-kali mengalami perubahan terkait dengan penerapan pendekatan, metode, maupun teknik-teknik tertentu untuk menggali potensi setiap siswa secara optimal. Perubahan-perubahan ini tidak terlepas dari perubahan paradigma terhadap bahasa secara global, dimana saat ini bahasa dipandang sebagai alat komunikasi. Implikasinya, pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah pun ditujukan untuk mencapai communicative competence atau kemampuan komunikatif sebagai tujuan utama penguasaan Bahasa Inggris, yang sebagaimana dipaparkan oleh Richards dan Schmidt (1983: 6), setidaknya mencakup kemampuan yang berhubungan dengan struktur bahasa (grammatical competence), kesesuaian penggunaan bahasa dengan konteks sosio-kultural dimana komunikasi berlangsung (sociolinguistic competence), perpaduan bentuk gramatikal dan arti/makna dalam membentuk teks lisan mauppun tulisan yang utuh dalam beragam genre atau tipe teks (discourse competence), dan penggunaan strategi komunikasi secara verbal maupun nonverbal (strategic competence). Berdasarkan amanat Kurikulum 2004 (KBK) yang selanjutnya disempurnakan dalam Kurikulum 2006 (KTSP) yang saat ini diterapkan di Indonesia, tujuan akhir pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, adalah tercapainya communicative competence, atau kompetensi komunikatif dalam diri setiap siswa. Kompetensi ini, sebagaimana yang dijelaskan oleh Saville-Troike (2006), melibatkan lima komponen yang saling berkaitan di bawah ini:

14

a. Language knowledge, yaitu pengetahuan tentang bahasa yang relatif sering dikuasai secara teoritis dan dapat dipelajari secara otodidak. b. Cultural knowledge, yaitu pengetahuan budaya bahasa yang lazim dipelajari melalui sosiolinguistik bahasa tersebut. c. Context, yaitu latar (non-linguistik) dari pertuturan atau tindak komunikasi. d. Language Use, yaitu pemakaian bahasa (berbeda dari language usage yang mengacu pada standar yang dirumuskan secara normatif oleh para penyusun tata bahasa). e. Content knowledge, yaitu pengetahuan tentang topik atau tema yang dikomunikasikan. Kelima kompetensi ini secara integral diharapkan dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah. Bloom (1977: 1), membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga ranah, yaitu: (1) ranah kognitif meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) ranah psikomotor meliputi: persepsi, kesiapan, respon terpimpin, mekanisme, dan respon yang kompleks; dan (3) ranah afektif meliputi: minat, apresiasi, sikap, nilai, dan penyesuaian diri. Ketiga ranah inilah yang diadopsi dalam pengembangan kurikulum dan silabus pembelajaran di Indonesia, tak terkecuali Bahasa Inggris, sehingga di akhir pembelajaran siswa diharapkan memiliki kompetensi berbahasa Inggris yang baik dari ketiga ranah ini. Namun demikian, kenyataan yang terjadi di dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia menunjukkan suatu paradoks di mana kompetensi yang umumnya dimiliki oleh lulusan SMA di Indonesia hanya sebatas aspek kognitif, yang mengedepankan hal-hal yang bersifat teoritis. Aspek lain seperti afektif dan psikomotorik mendapatkan porsi yang sangat minim dalam pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah, sehingga tidaklah mengherankan apabila banyak siswa yang lulus ujian nasional Bahasa Inggris dengan nilai

15

yang cukup baik, tetapi ketika diminta berkomunikasi dengan Bahasa Inggris mereka tidak mampu. Dari survei pembelajaran bahasa di SMA (Alwasilah, 2010), ditemukan bahwa siswa lebih menguasai teori bahasa daripada praktek berbahasa. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan antara aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik dimana siswa cenderung menghafalkan teori-teori bahasa tanpa mengaplikasikannya secara langsung. Selain itu, ditemukan pula bahwa pengajaran sastra masih terabaikan. Pada umumnya, lulusan SMA lebih menguasai literasi linguistik dan sangat minim, atau bahkan tidak sama sekali, menguasai literasi sastra dalam Bahasa Inggris. Mendukung temuan di atas, Diba (2002) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan pada tahun 1996, diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa masalah yang menghambat para siswa untuk menguasai bahasa Inggris. Masalah-masalah tersebut adalah: 1) jarangnya guru berbicara dengan bahasa Inggris di dalam kelas; 2) pelajaran terlalu ditekankan pada tata bahasa; 3) kosa kata yang diajarkan tidak terlalu berguna dalam percakapan sehari-hari; dan 4) materi pelajaran bahasa Inggris di SMP dan SMU tidak berkesinambungan. Berdasarkan paparan di atas, terlihat bahwa proses pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia sampai saat ini belum mencapai hasil yang optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah perubahan dari segi pendekatan pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia yang ditujukan untuk mencapai kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik secara integral.2.

Sastra dan Bahasa Sastra sangat erat kaitannya dengan kehidupan, dan bahasa itu sendiri. Karya-karya sastra mengejawantahkan nilai-nilai kehidupan yang ditransformasikan ke dalam bentuk bahasa. Di dalam karya sastra, pembaca mampu melihat suatu konteks kehidupan secara lebih nyata di mana ada interaksi antarkarakter yang mengekspresikan emosi dan perasaannya melalui bahasa tertentu. Dalam membaca suatu karya sastra, sebagaimana diungkapkan

16

Sakthivel dan Kavidha (2010: 229), pembaca diajak berpartisipasi secara aktif dalam cerita, yang ditunjukkan pada luapan emosi sedih, marah, gembira, bahkan menangis, selama proses membaca karya sastra tersebut. Wellek & Warren (1995: 11-14) berpendapat bahwa sastra merupakan suatu karya seni, karya kreatif manusia yang mengandung nilai estetik dan secara pragmatis berfungsi menghibur dan memberi manfaat (dulce & utile). Nugrahani (2008: 42) menambahkan bahwa sastra adalah bentuk pengungkapan dunia pengarang dan pembacanya yang kompleks dan menyeluruh melalui bahasa. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, dalam suatu pemikiran, perasaan, keyakinan, ide, dan semangat, bentuk gambaran yang konkrit yang dapat

membangkitkan rasa keindahan melalui bahasa. Dari beberapa karakteristik sastra yang disebutkan di atas, dapat kita lihat bahwa sastra memiliki peranan penting bagi siswa dalam upaya pengembangan rasa, cipta, dan karsa. Hal yang tak lepas dari fungsi utama sastra yakni sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif. Sastra akan dapat memperkaya pengalaman batin pembacanya (Imron, 2007: 60). Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra memiliki kaitan yang sangat erat dengan ekspresi bahasa seseorang. Melalui sastra, seseorang mampu mengungkapkan segenap ide, pikiran, dan perasaannya dalam bentuk bahasa sastra yang mengalir dan mengandung tak hanya makna tersurat, tetapi juga tersirat, yang memungkinkan pembacanya menelisik setiap jengkal kulit hingga intinya.

3.

Pendekatan Integratif Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Sastra

17

Anthony (dalam Richards 2001: 15) menjelaskan bahwa pendekatan adalah tingkatan tempat asumsi metode mengenai adalah bahasa/sastra tempat dan teori pembelajarannya dirumuskan, tingkatan

dipraktikkan, sedangkan teknik adalah tingkatan prosedur kelas dijabarkan. Pada dasarnya, teknik harus konsisten dengan metode, dan harmonis dengan pendekatan. Dalam karya tulis ini, penulis mengacu kepada suatu pendekatan dalam pembelajaran Bahasa Inggris berbasis sastra yang mengupas permasalahan secara umum, sehingga nantinya hasil temuan dari karya tulis ini dapat diadopsi menjadi beberapa metode dan teknik yang lebih variatif dan spesifik. Pendekatan yang penulis gunakan adalah jenis pendekatan integratif, yaitu pendekatan yang memadukan aspek sastra dan bahasa. Lazar (1993: 23) menjelaskan bahwa pendekatan ini mengikuti asumsi dari Pendekatan Berbasis Bahasa (Language-Based Approach) yakni belajar bahasa dengan teks sastra dapat membantu siswa menyatukan bahasa dengan silabus sastra. Analisis mendetail tentang bahasa dalam teks sastra dapat membantu siswa untuk membuat interpretasi yang penuh makna atau mengevaluasi informasi yang diterimanya melalui teks sastra. Pada saat yang sama, siswa dapat meningkatkan kepedulian dan pemahaman bahasanya, dan terdorong untuk melukiskan pengetahuannya tentang tata bahasa, kosakata, dan tuturan wacana yang akrab, untuk memberi penilaian estetis terhadap teks sastra yang dipelajarinya. Mendukung pendapat Lazar, Widdowson (dalam Rudy, 2005: 2) menjelaskan bahwa pembelajaran sastra akan bermakna bila berdampingan dengan bahasa. Hal itu sejalan dengan pendapat Carter & Long (1991: 2) yang meyakini bahwa bahasa dan sastra memiliki posisi yang setara, dan keterampilan berbahasa dapat dikembangkan dengan sistematik apabila sastra diajarkan berdampingan dengan bahasa. Oemarjati (2005: 2) juga menegaskan bahwa pembelajaran sastra tidak dapat dipisahkan dengan bahasa, meskipun tujuan akhir pembelajarannya tidaklah sama.

18

4.

Kelebihan dan Kekurangan dalam Pengintegrasian Sastra ke dalam Pembelajaran Bahasaa.

Kelebihan Penerapan Pendekatan Integratif Pembelajaran Berbasis

Sastra Sedikitnya ada enam manfaat yang dapat diperoleh dari pengintegrasian sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris, sebagaimana yang dipaparkan oleh Lazar (1993: 15) di bawah ini: 1. Memotivasi siswa

Karya sastra membawa siswa ke dalam tema-tema yang kompleks serta penggunaan bahasa yang segar dan tak terduga. Selain itu, plot di dalam karya sastra kaya akan unsur suspense (misteri) dan seringkali mengupas beragam permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini membuat siswa berpikir bahwa apa yang mereka pelajari relevan dan bermakna bagi kehidupan mereka sehingga mereka akan lebih termotivasi dalam proses pembelajaran. Misalnya saja drama (play) dapat melibatkan siswa ke dalam suatu alur permasalahan kehidupan yang rumit, atau sebuah puisi dapat memicu respon emosional dari siswa yang kemudian mengaitkan makna dalam puisi tersebut dengan pengalaman pribadi mereka. 2. Membuka akses siswa untuk belajar kebudayaan native

speakers Karya sastra mampu menggambarkan/mengkontekstualisasikan

bagaimana masyarakat tertentu (native speakers) bereaksi atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Dengan mengintegrasikan karya sastra dalam pembelajaran, siswa dapat memperoleh suatu persepsi yang bermanfaat, dan seringkali mengejutkan, tentang bagaimana masyarakat tertentu menilai atau mendeskripsikan pengalamannya. Misalnya deskripsi sebuah setting daerah pertanian terpencil di Australia dapat memberi gambaran kepada siswa tentang kondisi lingkungan dan struktur sosial masyarakat daerah terpencil di Australia,

19

yang memungkinkan siswa membayangkan hubungan emosional dan tingkah laku para penghuni daerah tersebut. 3. Meningkatkan pemerolehan bahasa siswa

Karya sastra menyediakan peluang kepada siswa untuk menstimulus pemerolehan bahasa mereka dengan menyediakan konteks yang bermakna untuk pemrosesan dan penginterpretasian bahasa. Selain itu, penggunaan karya sastra dengan maknanya yang multiinterpretasi mampu mengembangkan berbagai aktivitas dimana siswa dapat mengemukakan pendapat dan perasaannya secara aktif, contohnya melalui kegiatan-kegiatan seperti diskusi dan kerja kelompok. 4. Menambah kesadaran berbahasa siswa

Bahasa dalam karya sastra yang sebagian besar tidak sama atau bahkan menyimpang dari kaidah tata bahasa yang normalnya digunakan dapat menjadi sebuah peluang baik untuk melatih kepekaan berbahasa siswa. Dengan meminta siswa belajar bahasa yang sophisticated tersebut, kita secara tidak langsung juga mengajarkan siswa untuk menganalisis kaidah penggunaan bahasa. Misalnya perubahan pola sintaksis yang terkandung dalam penggalan kalimat di bawah ini: Though wedded we have been These twice ten tedious years(Cowpers The Diverting History of John Gilpin)

Umumnya bentuk past participle wedded diletakkan setelah we have been. Akan tetapi, untuk menunjukkan emphasis dan makna yang lebih puitis, pola tersebut dibalik. Contoh lainnya adalah kata ashes dan grow di bawah ini: a fantastic farm where ashes grow like wheat into ridges and hills and grotesque gardens (F. Scott Fitzgerald, The Great Gatsby) Ashes yang berarti abu bukanlah makhluk hidup yang dapat tumbuh (grow), sehingga makna ashes grow dalam hal ini dapat merangsang siswa untuk berpikir mengapa ungkapan seperti itu muncul dalam

20

bahasa sastra, serta mengapa bahasa tersebut berbeda dengan bahasa yang pada umumnya digunakan. 5. Membangun kemampuan interpretasi siswa

Karya sastra yang memiliki makna jamak dapat merangsang siswa untuk menyimpulkan makna serta membuat interpretasi berdasarkan bukti atau data implisit. Bahasa dalam puisi, misalnya, cenderung memiliki makna figuratif daripada makna leksikal. Oleh karena itu, siswa tidak dapat langsung memutuskan sebuah makna hanya dengan merujuk pada makna leksikal, tetapi siswa terlebih dahulu melakukan proses interpretasi dengan mempertimbangkan beberapa kemungkinan makna dari bahasa puisi tersebut. 6. Mendidik siswa sebagai manusia seutuhnya

Karya sastra mampu membantu merangsang siswa untuk berimajinasi, mengembangkan kemampuan kritis mereka, serta meningkatkan kesadaran emosional mereka. Misalnya ketika kita meminta siswa memberikan pandangannya terhadap karya tertentu, dan menghubungkannya dengan pengalaman atau kehidupan pribadi mereka, siswa akan lebih termotivasi dan percaya diri dalam mengekspresikan pandangan dan pemikirannya dalam Bahasa Inggris. Sementara itu, Tasneen (2010: 174) mengemukakan tiga alasan mengintegrasikan sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris sebagai berikut: 1. Aspek linguistik di mana karya sastra menyediakan konteks penggunaan bahasa dalam kehidupan nyata yang memungkinkan siswa belajar ragam penggunaan bahasa, register, dan bahan belajar di setiap level kesulitan yang berbeda. 2. Aspek metologi dimana karya sastra memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan interpretasi dan kemudian menciptakan kesempatan lebih luas untuk berinteraksi secara aktif di kelas.

21

3. Aspek motivasi di mana karya sastra mampu menstimulasi siswa untuk mengungkapkan perasaannya, serta mengaitkan cerita/isi karya sastra tersebut dengan kehidupan mereka. Ur (1996: 201) menambahkan bahwa ada beberapa keuntungan dalam mengintegrasikan sastra ke dalam pembelajaran bahasa, di antaranya: 1) 2) Karya sastra merupakan sumber belajar yang menyenangkan. Karya sastra memberikan contoh-contoh variasi bahasa, variasi

penulisan, dan juga perwujudan variasi bentuk penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. 3) Karya sastra merupakan sumber yang bagus dalam

meningkatkan kekuatan kata/bahasa. 4) Karya sastra mampu mendorong siswa mengembangkan

kemampuan membacanya. 5) 6) Karya sastra dapat dijadikan pembuka suatu diskusi menarik. Karya sastra melibatkan emosi dan pikiran, yang dapat motivasi serta memberikan kontribusi terhadap

menambah

pengembangan diri siswa. 7) Karya sastra Bahasa Inggris (pada umumnya) adalah bagian

dari budaya Inggris, yang kemudian bernilai sebagai bagian dari pendidikan siswa. 8) 9) 10) Karya sastra mampu mendorong pemikiran kritis dan kreatif. Karya sastra mampu memperkaya pengetahuan umum siswa. Karya sastra dapat memahamkan siswa akan berbagai

permasalahan dan kondisi kehidupan manusia. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari Pendekatan Integratif yang berasumsi pada Pendekatan Berbasis Bahasa (A Language-Based Approach) adalah dapat membantu siswa dalam meningkatkan responnya terhadap sastra melalui latihan memahami teks. Melalui pendekatan ini, siswa dibantu untuk melakukan interpretasi serta

22

evaluasi terhadap karya sastra. Di saat yang sama, siswa akan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka terhadap Bahasa Inggris. Mempertimbangkan manfaat tersebut, sastra dapat diintegrasikan ke dalam silabus bahasa karena sastra memenuhi tujuan utama siswa, yaitu menambah pengetahuan berbahasa mereka.b.

Kelemahan Penerapan Pendekatan Integratif Pembelajaran Berbasis

Sastra Dari berbagai kelebihan yang terdapat dalam Pendekatan Berbasis Bahasa (A Language-Based Approach) dalam pembelajaran terdapat pula kelemahannya, yaitu: 1) Adanya tuntutan tanggung jawab pribadi siswa dalam sastra,

belajar sastra, tanpa adanya pedoman yang cukup mengenai seluk beluk sastra dalam teks. Pada kenyataannya, beberapa teks sastra mungkin jauh dari pengalaman pribadi siswa, sehingga menyebabkan siswa tidak mampu merespon maknanya. Akibatnya, melalui penerapan pendekatan ini siswa menjadi tidak senang untuk mendiskusikan perasaan atau pun reaksi pribadinya terhadap teks sastra yang dipelajari (Yorke, 1980; Lazar, 1993). 2) Kompetensi guru Bahasa Inggris harus benar-benar memadai

dalam mengintegrasikan sastra ke dalam pembelajaran di kelas, karena sebaik apapun pendekatan ini, apabila tidak disampaikan dengan efektif oleh guru yang bersangkutan hanya akan menimbulkan permasalahan baru dalam pembelajaran di kelas (Sakthivel dan Kavidha, 2010). 3) Metode-metode pembelajaran serta bahan ajar harus dipilih

secara selektif agar relevan dengan kebutuhan dan tingkat pemahaman siswa sehingga membutuhkan curahan waktu, tenaga, dan pikiran yang lebih dalam penyusunan materi pembelajaran (Yorke, 1980; Sakthivel dan Kavidha, 2010).

23

B. Kerangka BerpikirKetimpangan antara kondisi pembelajaran Bahasa Inggris yang ideal dan yang saat ini diterapkan di Indonesia

KONDISI IDEAL Pembelajaran Bahasa Inggris mampu meningkatkan communicative competence siswa yang meliputi kompetensi dari ketiga ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik) secara integral, yang mencakup beberapa aspek, baik linguistik maupun non-linguistik.

FAKTA Aspek kognitif siswa berkembang secara optimal: pengetahuan Bahasa Inggris (literasi linguistik) yang memadai, tetapi aspek afektif dan psikomotorik cukup rendah: kurangnya kepekaan berbahasa dan kepekaan intuisi serta kemampuan mengapresiasi dalam bahasa Inggris (literasi non-linguistik kurang).

Perlunya pembelajaran Bahasa Inggris yang secara integral mampu menggali potensi kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa secara optimal

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Pengintegrasian Sastra

Optimalisasi Aspek Kognitif

Optimalisasi Aspek Afektif

Optimalisasi Aspek Psikomotorik

Kompetensi berbahasa Inggris siswa meningkat

24

BAB III METODE PENULISAN Dalam penulisan karya tulis ilmiah, metode penulisan adalah salah satu faktor penting yang menunjang suatu proses penulisan yaitu berupa penyelesaian suatu permasalahan yang dibahas. Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif kualitatif dalam bentuk studi pustaka. Adapun yang menyangkut mengenai metode penulisan ini adalah sebagai berikut. A. Jenis Penulisan Jenis penulisan yang digunakan adalah penulisan deskriptif kualitatif karena bermaksud menafsirkan dan membuat gambaran mengenai suatu gejala, objek, ataupun benda-benda dari suatu obyek penulisan. B. Sumber Data Penulis memperoleh sumber dari data sekunder yaitu data yang digunakan untuk mendukung dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah penulisan karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah ini tidak menggunakan data primer (data yang diambil secara langsung) melainkan data sekunder yang dapat berupa kepustakaan, arsip, data dari internet, dan dokumentasi. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah teknik pengamatan langsung dan teknik analisis dokumen. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber baik buku, jurnal, majalah, maupun artikel guna mendukung karya tulis ilmiah ini. Setelah itu, penulis menganalisis dokumen-dokumen dan data-data dari sumber tersebut untuk menyimpulkan hasil, saran, dan kesimpulan karya tulis ilmiah ini. D. Analisis Data Analisis data dalam penulisan kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan dalam periode tertentu. Ada dua model pokok dalam melaksanakan analisis data di dalam penulisan kualitatif yaitu

25

model analisis jalinan mengalir (flow model of analysis) dan model analisis interaktif (interactive model of analysis). Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan model analisis interaktif yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan verifikasi data/penarikan simpulan (conclusion drawing).

26

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS Metode penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan mengolah data sebagai proses analisis dan sintesis data. Berikut ini deskripsi analisis dan sintesis dari data-data tersebut. A. Analisis Pembelajaran Bahasa Inggris yang Telah Diterapkan di Indonesia Berdasarkan pustaka dan sumber data yang terdapat pada tinjauan pustaka maka penulis menganalisis data tersebut dan memperoleh hasil sebagai berikut. 1. Kondisi pembelajaran Bahasa Inggris yang ada di Indonesia sampai

saat ini masih belum bisa menghasilkan siswa atau bahkan lulusan sekolah menengah yang memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang memadai. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa temuan penelitian hasil kajian pustaka (Diba, 2002; Siswantoro, 2005; Alwasilah, 2010) yang mengindikasikan bahwa kompetensi para siswa masih sebatas pada aspek kognitif, yaitu sebatas pengetahuan dan pemahaman terhadap ilmu bahasa secara teoritis dengan sangat minim penguasaan kompetensi afektif maupun psikomotorik, yakni aspek praktis dimana pengetahuan dan pemahaman tersebut diaplikasikan dalam sikap dan perbuatan nyata dalam kehidupan. Penulis melihat ada beberapa hal yang melatarbelakangi permasalahan ini, di antaranya aplikasi kurikulum Bahasa Inggris yang kurang ideal di mana proses pembelajaran lebih ditekankan kepada pemahaman dan pengetahuan berbahasa yang sifatnya teoritis sebagai bekal menempuh ujian, dan/atau meneruskan sekolah di tingkat lanjut; kurangnya kompetensi guru dalam mengimplementasikan pendekatan, metode, ataupun teknik belajar komunikatif yang mampu merangsang siswa dalam mengembangkan kemampuannya secara integral, baik dari ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Oleh karena itu, dibutuhkan terobosan baru dalam pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia yang ditujukan mencapai ketiga ranah kompetensi secara integral: kognitif, afektif, dan psikomotorik, sejalan dengan penguasaan communicative competence pada masing-masing siswa.

27

2.

Karya sastra berbahasa Inggris dengan karakteristiknya yang kaya akan

khasanah bahasa membuka peluang besar dalam optimalisasi kompetensi berbahasa Inggris siswa dari segala aspek, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pemanfaatan karya-karya sastra berbahasa Inggris di dalam kelas dipercaya mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, mampu menjadi sumber belajar yang menarik dan menyenangkan, dan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa dalam mempelajari variasi bentuk bahasa dan ragam tulisan yang merefleksikan bahasa dalam kehidupan nyata. Pengintegrasian sastra juga diyakini mampu mengembangkan kemampuan membaca siswa, serta meningkatkan daya pikir kritis dan kreatif yang dapat berkontribusi optimal dalam pengembangan diri siswa (Lazar, 1993; Ur, 1996; Tasneen, 2010). Dapat disimpulkan, pembelajaran Bahasa Inggris dengan mengintegrasikan sastra memberi peluang yang lebih besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya secara optimal. 3. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mengintegrasikan

sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris, antara lain pemilihan bahan belajar dan media yang sesuai dengan kebutuhan, minat, dan tingkat pemahaman siswa (Yorke, 1980; Lazar, 1993; Sakthivel dan Kavidha, 2010). Guru, dalam hal ini, memegang peranan penting dalam kesuksesan proses belajar dengan pengintegrasian sastra karena guru lah yang harus memilih dan menyeleksi materi-materi ajar yang relevan, bersamaan dengan metode atau teknik tertentu yang sesuai dengan kondisi siswa (Sakthivel dan Kavidha, 2010). B. Sintesis Pembelajaran Bahasa Inggris Melalui Pendekatan Integratif Berbasis Sastra Pembelajaran Bahasa Inggris melalui Pendekatan Integratif Berbasis Sastra dapat memungkinkan pembelajaran yang maksimal. Hal ini dikarenakan karya sastra memiliki beragam karakteristik yang unik dan keunggulan-keunggulan

28

untuk dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di kelas. Keunggulan-keunggulan yang ada pada Pendekatan Integratif Berbasis Sastra dalam pembelajaran Bahasa Inggris di kelas secara garis besar adalah sebagai berikut. 1. Karya sastra memiliki jenis (genre) beragam yang kesemuanya dapat

dimanfaatkan guru disesuaikan dengan kondisi siswa (kebutuhan, minat, dan tingkat pemahaman). Jenis-jenis karya sastra baik fiksi (seperti puisi, cerita pendek, novel, drama) maupun non-fiksi (catatan harian, biografi, autobiografi, catatan sejarah) dapat menghadirkan pembelajaran yang variatif dan menarik bagi siswa. 2. Karya sastra menyediakan konteks kehidupan nyata dalam penggunaan

bahasa sehingga pembelajaran Bahasa Inggris dapat lebih komunikatif. Melalui karya sastra, siswa akan belajar khasanah Bahasa Inggris yang meliputi variasi jenis bahasa (language styles), register, ragam tulisan (writing variation), dan sebagainya, yang disesuaikan dengan konteks dimana komunikasi tersebut berlangsung. Hal ini akan memberikan siswa konteks belajar yang lebih bermakna (meaningful) sehingga nantinya siswa bisa mengaplikasikan penggunaan bahasa yang berbeda ketika dihadapkan pada situasi atau konteks yang berbeda pula. Akan tetapi, pengintegrasian sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris bukan berarti tanpa kelemahan. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh guru sebelum mengimplementasikan pendekatan ini agar nantinya proses maupun hasil pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan, di antaranya: 1. Karya sastra yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan level siswa (advanced learners, intermediate learners, atau beginners) 2. Karya sastra yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan dengan latar belakang budaya siswa (cultural background) 3. Karya sastra yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan dengan tingkat penguasaan bahasa siswa (linguistic proficiency)

29

4. Ketersediaan dan kesesuaian teks/karya sastra dengan tujuan pembelajaran Dengan pemilihan karya sastra yang tepat berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, siswa diharapkan dapat lebih termotivasi dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris, seta dapat menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam sastra melalui proses automatization, yang dalam hal ini membantu siswa mengembangan kemampuan retorika berbahasa mereka, sehingga pada akhirnya kemampuan atau kompetensi berbahasa Inggris mereka dapat meningkat secara berkesinambungan. Pengintegrasian sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris dapat mencapai optimalisasi ketiga ranah kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik, sebagaimana yang dipaparkan di bawah ini: 1. Ranah Kognitif Dalam ranah ini, pengintegrasian sastra antara lain berkontribusi dalam: a. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada siswa terkait aspek-

aspek linguistik yang terkandung dalam karya sastra. b. Memberikan gambaran konkrit kepada siswa terkait variasi ragam

Bahasa Inggris, yang berbeda-beda sesuai konteks di mana suatu komunikasi terjadi. c. d. Melatih dan mengembangkan kemampuan membaca kritis siswa Mengasah kemampuan analitis dan daya pikir kritis siswa dengan

menelaah karya sastra tertentu sebagai bagian dari proses pembelajaran e. Mengasah kemampuan siswa dalam mensintesis suatu permasalahan

ditinjau dari sudut pandang tertentu f. Melatih siswa dalam memberikan penilaian (judgment) dengan

kegiatan semacam apresiasi sastra dalam proses pembelajaran 2. Ranah Afektif Dalam ranah ini, pengintegrasian sastra antara lain berkontribusi dalam: a. Membangun kesadaran siswa terhadap beragam permasalahan dan

situasi kehidupan manusia

30

b.

Membangun kesadaran serta membiasakan siswa dalam menggunakan

variasi bahasa yang berbeda untuk mengungkapkan hal tertentu dalam konteks situasi yang berbeda c. Membangun pemahaman siswa terhadap budaya target language

(Bahasa Inggris)/ cross-cultural understanding d. Menanamkan nilai-nilai budaya target language yang sesuai dengan

nilai-nilai budaya bangsa yang luhur e. Menumbuhkan kepekaan berbahasa siswa dalam menggunakan bahasa

secara akurat (accuracy) dan sesuai konteks (appropiacy) f. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar Bahasa Inggris

3. Ranah Psikomotorik Dalam ranah ini, pengintegrasian sastra antara lain berkontribusi dalam: a. Meningkatkan language production siswa terkait dengan penggunaan intonasi, jeda, dan penekanan (emphasis) yang tepat sesuai dengan konteks komunikasi. b. Melatih siswa bertindak lebih halus dan berbahasa lebih sopan dalam berkomunikasi, disesuaikan dengan konteks komunikasi. c. Melatih siswa menggunakan body language dan ekspresi yang sesuai dengan konteks komunikasi. Dengan optimalisasi di ketiga ranah, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik ini, pengintegrasian sastra dapat meningkatkan proses pembelajaran Bahasa Inggris yang diindikasikan dari peningkatan aspek-aspek motivasi siswa dalam belajar, interaksi aktif yang tercipta antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa, serta kesadaran dan kepekaan siswa dalam berbahasa, sehingga ke depannya mampu meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris siswa secara integral.

31

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan analisis dan sintesis di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan berbasis pengintegrasian sastra mampu meningkatkan kompetensi berbahasa Inggris siswa. Hal ini dibuktikan dari aspek proses pembelajaran Bahasa Inggris maupun aspek hasil pembelajaran Bahasa Inggris yang ditunjukkan dari kompetensi berbahasa Inggris siswa sendiri. 1. Meningkatnya Proses Pembelajaran Bahasa Inggris

Karya sastra berbahasa Inggris dengan karakteristiknya yang kaya akan khasanah bahasa membuka peluang besar dalam optimalisasi peningkatan kompetensi berbahasa Inggris siswa dari segala aspek, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Jenis-jenis karya sastra baik fiksi maupun non-fiksi dapat menghadirkan pembelajaran yang variatif dan menarik bagi siswa sehingga siswa lebih termotivasi dalam proses pembelajaran. Variasi ini juga membuka kesempatan lebih besar untuk diskusi-diskusi kelas yang memungkinkan interaksi lebih dari para siswa. Dengan menerapkan pendekatan ini, proses pembelajaran Bahasa Inggris yang selama ini lebih terfokus pada transferring knowledge dapat berubah menjadi proses yang lebih bermakna dan komunikatif. Dalam pengintegrasian sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris, guru juga tentunya harus mempertimbangkan kesesuaian karya sastra dengan kondisi siswa, baik dari level, tingkat penguasaan bahasa, latar belakang budaya; maupun kesesuaian karya tersebut dengan tujuan pembelajaran. 2. Meningkatnya Kompetensi Berbahasa Inggris Siswa

Karya sastra menyediakan konteks kehidupan nyata di mana bahasa digunakan beserta ragam bahasa yang bervariasi yang membuka kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan penggunaan variasi bahasa yang berbeda ketika dihadapkan dengan konteks/situasi berbeda, yang di saat bersamaan juga

32

membangun kepekaan berbahasa siswa. Pengintegrasian sastra dalam pembelajaran Bahasa Inggris ini sangat berpotensi menggali potensi siswa secara optimal, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pada akhirnya, kompetensi yang dicapai siswa tak hanya sebatas pada aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik yang secara integral dicapai melalui proses pembelajaran berbasis sastra, yang tidak hanya membentuk siswa sebagai individu yang memiliki pengetahuan dan pemahaman bahasa yang baik, tetapi juga memiliki kepekaan bahasa yang tinggi. B. Rekomendasi Berdasarkan temuan-temuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, beberapa hal yang bisa direkomendasikan untuk dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis Sastra hendaknya diterapkan di dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris agar dapat menggali potensi peserta didik secara optimal, ditinjau dari ketiga aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga tidak ada lagi ketimpangan antara penguasaan aspek linguistik dan non-linguistik. 2. Guru hendaknya selektif memilih materi atau bahan belajar sebelum mengintegrasikan sastra ke dalam pembelajaran Bahasa Inggris, mengingat keberagaman jenis dan tingkat kesulitan bahasa karya sastra yang harus disesuaikan dengan kondisi siswa, baik dari level pemahaman, latar belakang budaya, dan sebagainya. Dengan demikian, karya sastra yang digunakan bisa menggali potensi siswa secara optimal. 3. Siswa hendaknya meningkatkan kompetensi berbahasa Inggris secara holistik, meliputi ketiga ranah: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini dapat didukung dengan peran serta aktif dalam proses pembelajaran di kelas, terutama dalam forum-forum diskusi atau kerja kelompok. Selain itu, hendaknya siswa membiasakan diri membaca karya-karya sastra sebagai exposure untuk meningkatkan pengetahuan serta kepekaan berbahasa.

33

DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 2010. Penguasaan Kompetensi dalam Bahasa Asing dan Pengajarannya: Mempertanyakan Moralitas. Makalah disampaikan pada The International Seminar in The Japanese Language Learning and The Japanese Education Research di Universitas Widyatama Bandung, 21-22 Oktober 2010. Bloom, Benyamin S. 1977. Taxonomy of Educational Objectives. Vol. I Cognitive Domain. New York: Longman Carter R. & Long M.N. 1991. Teaching Literature. NY: Longman, Inc. Diba, A. 2002. Bagaimana Meningkatkan Mutu Hasil Pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah. http:// re-searchengine.com/artsiyanti.html [9 Februari 2009]. Imron A.M., Ali. 2007. Pembelajaran Sastra Multikultural di Sekolah: Aplikasi Novel Burung-Burung Rantau. Kajian Linguistik dan Sastra, 19 (1): 60-75. Kitao, Kenji. 1996. Why Do We Teach English? The Internet TESL Journal, 2 (4). http://iteslj.org/ [20 Desember 2010]. Lazar, Gillian. 1993. Literature and Language Teaching, Answer Guide Teachers and Trainers. UK: Cambridge University Press. Nugrahani, Farida. 2008. Pembelajaran Sastra Yang Apresiatif di SMA Surakarta dalam Perspektif Kurikulum Berbasis Kompetensi: Studi Evaluasi. Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Oemarjati, Boen S. 2005. Pengajaran Sastra pada Pendidikan Menengah di Indonesia: Quo Vadis? Makalah dalam Konferensi Internasional Himpunan Sarjana Kesusastraan (HISKI), 18-21 Agustus 2005 di Swarna Dwipa Palembang. Richards, Jack C. and Schmidt, Richard W. 1983. Language and Communication. New York: Longman. Richards, Jack C. 2001. Curriculum and Materials Development for English Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Rudy, Rita Inderawati. 2005. Keefektifan Model Respons Pembaca dan Simbol Visual dalam Pembelajaran Sastra di SD. Makalah dalam Konferensi Internasional Himpunan Sarjana Kesusastraan (HISKI), 18-21 Agustus 2005 di Swarna Dwipa Palembang. Sakthivel, V. and Kavidha, N. 2010. Is Literature a Viable Medium for ESL Acquisition? Language in India, 10: 229-232. http://www.languagein india.com [21 Januari 2011].

34

Saville-Troike, M. 2006. Introducing Second Language Acquisition. Cambridge: Cambridge University Press. Siswantoro. 2005. Apresiasi Puisi-Puisi Sastra Inggris. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Tasneen, Waseema. 2010. Literary Texts in the Language Classroom: a Study of Teachers and Students views at International schools in Bangkok. Asian EFL Journal, 12 (4): 173-187. Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching. Cambridge: University Press. Cambridge

Wellek, Rene & Warren, Austin. 1995. Theory of Literature (Teori Kesusastraan) Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yorke, Malcolm. 1980. Encountering the Novel, Problems and a Possible Solution. English Language Teaching Journal, 34: 215-237.