karya tulis ilmiah identifikasi jenis makanan pada … hujrianto 2016.pdf · penyakit degeneratif...
TRANSCRIPT
81
KARYA TULIS ILMIAH
IDENTIFIKASI JENIS MAKANAN PADA LANSIA YANG
MENGALAMI HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA MINAULA KENDARI TAHUN 2016
Di Susun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Keperawatan Di Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH :
HUJRIANTO
POO320013010
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
82
83
84
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
a. N a m a : Hujrianto Lukman
b. Tempat/ tanggal Lahir : Abelisawah, 15 April 1994
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Suku / Bangsa : Tolaki /Indonesia
e. Agama : Islam
f. Alamat : Jln. Masjid Nurul Amin, No 25, Desa
Abelisawah Kecamatan Anggalomoare
Kabupaten Konawe.
II. JENJANG PENDIDIKAN
a. SD Negeri 01 Galu, Tamat Tahun 2006
b. SLTP Negeri 03 Kendari, Tamat Tahun 2009
c. SMA Negeri 01 Sampara, Tamat Tahun 2012
d. Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan Tahun 2013 sampai
sekarang.
85
MOTTO
“ Kehidupan adalah sebuah pendidikan, belajar untuk ikhlas, jujur, usaha keras, dan sukses. Jangan pernah menyerah menggapain impian, harapan, cita – citamu meskipun memberikan lukamu, sebelum kesuksesan digenggaman
tanganmu. Meskipun jalan, pilihan, cara, pandanganmu berbeda dari lingkungan sekitarmu, tetap yakin dan terus berjuang selama dalam
bimbingan dan tuntunan Allah SWT.
Karena dengan segala perjuangan dan kerendahan hati, gapailah tangga tertinggi kesuksesan, buat mereka menoleh, bersorak, menepuk pundakmu, dan bangga kepadamu, bukan karena hasil yang kamu capai tapi bangga karena proses yang kamu jalani, dan ingatlah bukan kau tak perlu harta
untuk jadi sempurna, tapi hanya permata indah di dalam jiwa, dan bukan karena harta kau kan jadi berharga, tapi hati yang mulia itulah kunci dan
penghargaan sebenarnya.
Bahagialah dengan adanya dirimu sendiri, semampumu, karena dengan hitam dan putihmu. Karena perjuangan adalah orang tua, sahabat, keluarga,
dan seni yang selalu memberikan semangat dengan beragam cara, itulah motivasiku dalam berjuang hingga sukses”.
Ku persembahkan Karya Tulis Ilmiah Ini kepada kedua Orang Tuaku, Saudaraku, Sahabat, Agama, Bangsa, Negara dan Almamaterku.
86
ABSTRAK
HUJRIANTO (POO320013010). Identifikasi Jenis Makanan Pada Lansia Yang
Mengalami Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kecamatan
Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan. Yang dibimbing oleh Ibu Anita Rosanty
dan Ibu Dali (xii + 82 + 12). Berdasarkan data yang diperoleh jumlah lansia yang
mengalami hipertensi berjumlah 43 orang. Kemudian terdapat beberapa menu
permakanan untuk seluruh lansia diantaranya : sumber karbohidrat, lemak, protein
nabati, natrium, serat. Rumusan masalahnya untuk Identifikasi Jenis Makanan
Pada Lansia Yang Mengalami Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidientifikasi jenis makanan tinggi karbohidrat,
lemak, natrium, protein nabati, dan rendah serat sebagai pencetus hipertensi serta
mengklasifikasi hipertensi ringan, hipertensi stadium 1, hiperttensi stadium 2, dan
hipertensi stadium 3 pada lansia yang mengalami hipertensi. Hipertensi adalah
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi,
yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan,
jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, akan
menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Jenis penelitian
ini adalah deskriptif dengan pendekatan observasi langsung dan wawancara.
Populasi penelitian ini adalah semua lansia yang mengalami hipertensi yang
berjumlah 43 orang sekaligus merupakan sampel dalam penelitian dan diambil
secara total sampling. Data yang diambil berupa data sekunder dan primer adalah
daftar lansia penghuni panti, daftar menu permakanan, jumlah penderita
hipertensi. Teknik analisis dan penyajian data secara deskriptif dan disajikan
dengan tabel distribusi frekuensi dan dinarasikan. Hasil penelitian dari 43
responden hipertensi, sebanyak 26 lansia (60%) mengonsumsi jenis makanan
yang tidak sesuai sebagai pencetus hipertensi, dan 17 lansia (40%) mengonsumsi
jenis makanan bukan faktor pencetus. Sedangkan 13 lansia (30%) hipertensi
ringan, 21 (49%) hipertensi stadium 1, 6 orang (14%) hipertensi stadium 2, 3
orang (7%) hipertensi stadium 3.
Daftar Pustaka : 15 (1991-2012)
Kata Kunci : Hipertensi, Jenis Makanan, Tekanan Darah dan Lansia.
vi
87
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------------ i
HALAMAN PERSETUJUAN ------------------------------------------------------- ii
HALAMAN PENGESAHAN ------------------------------------------------------- iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ------------------------------------------------------- iv
MOTTO --------------------------------------------------------------------------------- v
ABSTRAK ------------------------------------------------------------------------------ vi
KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------- viii
DAFTAR TABEL --------------------------------------------------------------------- ix
DAFTAR LAMPIRAN --------------------------------------------------------------- x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ------------------------------------------------------- 1
B. Rumusan Masalah --------------------------------------------------- 6
C. Tujuan Penelitian ---------------------------------------------------- 6
D. Manfaat Penelitian --------------------------------------------------- 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Hipertensi ------------------------------------- 9
B. Tinjauan Tentang Tekanan Darah -------------------------------- 27
C. Tinjauan Tentang Lansia ------------------------------------------- 33
D. Tinjauan Tentang Jenis Makanan --------------------------------- 50
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ----------------------------------------------------- 63
B. Kerangka Konsep --------------------------------------------------- 64
88
C. Variabel Penelitian -------------------------------------------------- 65
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ---------------------- 65
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ------------------------------------------------------ 67
B. Waktu dan Tempat Penelitian ------------------------------------- 67
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ----------- 67
D. Instrumen Penelitian ------------------------------------------------ 69
E. Jenis dan Cara Pengambilan Data --------------------------------- 69
F. Pengolahan Data ----------------------------------------------------- 69
G. Analisa Data ---------------------------------------------------------- 70
H. Penyajian Data ------------------------------------------------------- 71
I. Etika Penelitian ------------------------------------------------------- 71
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ------------------------------------------------------ 73
B. Pembahasan ---------------------------------------------------------- 77
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ---------------------------------------------------------- 81
B. Saran ------------------------------------------------------------------ 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
89
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Hal
Tabel 5.1 Distribusi Sarana dan Prasarana di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kecamatan Ranoomeeto Kabupaten Konawe Selatan
Tahun 2016 --------------------------------------------------------------- ------ 74
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Lanjut Usia Menurut Jenis Kelamin --- ------ 75
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Lanjut Usia Menurut Kelompok Umur ------ 75
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Lanjut Usia Menurut Tingkat Pendidikan ---- 76
Tabel 5.5 Karakteristik Variabel Penelitian Lanjut Usia Yang Mengalami
Hipertensi ----------------------------------------------------------------- ------ 76
Tabel 5.6 Karakteristik Variabel Penelitian Lanjut Usia Yang
Mengalami Hipertensi ------------------------------------------------- ------ 77
90
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Pengambilan Data Awal
2. Protap Pengukuran Tekanan Darah
3. Lembar Kuesioner
4. Daftar Menu Permakanan
5. Surat Pengantar Izin Penelitian Dari Institusi
6. Surat Izin Penelitian dari Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
7. Lembar Permintaan Menjadi Responden
8. Surat Persetujuan Responden
9. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
10. Tabulasi Identifikasi Jenis Makanan
11. Tabulasi Identifikasi Hipertensi / Tekanan Darah
12. Master Tabel
91
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Sasaran rencana
strategi Kementerian Kesehatan RI tahun 2010-2014 adalah meningkatkan
UHH dari 70,7 menjadi 72 tahun. Menurut hasil SUSENAS tahun 2010
jumlah lansia 18,1 juta jiwa atau 9,6 % dari jumlah penduduk, sedangkan
pada tahun 2012 jumlah lansia sudah mencapai 19 juta jiwa atau sekitar 8,5 %
dari jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah lansia dan
diprokyesikan akan terus meningkat, sehingga diperkirakan pada tahun 2025
akan menjadi 28,8 juta jiwa. Pertambahan jumlah lanjut usia selain dapat
meningkatkan umur harapan hidup, namun juga akan menimbulkan berbagai
permasalahan kompleks bagi lansia, keluarga maupun masyarakat meliputi
aspek fisik, biologis, mental maupun sosial-ekonomi. Seiring dengan
permasalahan tersebut, pada akhirnya juga akan mempengaruhi asupan
makanannya serta dapat menimbulkan berbagai penyakit, baik itu penyakit
kronik, degeneratif dan menular. Dari hasil penelitian modern, penyakit
degeneratif memiliki korelasi yang cukup kuat dengan bertambahnya proses
penuaan usia seseorang, meski faktor keturunan cukup berperan besar
(Komnas Lansia, 2010). Tingginya jumlah lansia yang menderita penyakit
degeneratif tentunya memberikan pengaruh pada Umur Harapan Hidup lansia
92
serta memberikan dampak buruk bagi seluruh aspek kehidupannya baik itu di
dalam lingkungan keluarganya, masyarakat, hingga negara. Salah satu
penyakit degeneratif yang juga merupakan momok bagi lansia dan menjadi
salah satu permasalahan sosial dan kesehatan bagi negara, tidak lain adalah
penyakit Hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang
mengakibatkan kesakitan yang tinggi. Hipertensi atau penyakit darah tinggi
adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen
dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya (Sustarmi, et al., 2005). Secara umum hipertensi
merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan darah yang tinggi di
dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal ginjal,
serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Sutanto, 2010). Hipertensi pada
lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST),
meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan
timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun tekanan
diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated
systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada
lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang
yang berumur 50 sampai 59 tahun. Salah satu penyebab hipertensi pada lansia
adalah karena perubahan pola atau gaya hidup, termasuk pola konsumsi
makan, di samping itu malnutrisi yang lama pada lansia akan mengakibatkan
pada kelemahan otot dan kelelahan karena energi yang menurun kemudian
93
akan mengalami ketidakmampuan dalam mobilisasi sehingga terjadi cedera
atau luka tekan (Watson Roger, 2003).
Lansia yang mengalami hipertensi perlu menjaga pola makan atau
konsumsinya, salah satunya adalah jenis makanan yang dikonsumsi. Jenis
makanan yang dikonsumsi lansia dengan hipertensi memiliki kriteria yang
berbeda dengan lansia yang memiliki penyakit degeneratif lainnya guna
menghindari dan mencegah dampak atau komplikasi lebih lanjut dari
hipertensi. Oleh karena itu, lansia dengan hipertensi perlu diberikan dan
diperhatikan jenis makanan yang diberikan untuk mengurangi peningkatan
tekanan darahnya agar tetap dalam ambang normal. Beberapa jenis makanan
yang perlu diperhatikan saat memberikan makanan pada lansia dengan
hipertensi salah satunya adalah kandungan lemak dan natrium yang tinggi.
Asupan makanan dengan kandungan lemak dan natrium yang tinggi dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya tekanan darah dalam tubuh sehingga
menyebabkan terjadinya hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan
menurunkan tekanan darah pada beberapa kasus tertentu. Sebaliknya
kenaikan kadar natrium dalam darah dapat merangsang sekresi renin dan
mengakibatkan penyempitan pembuluh darah perifer yang berdampak pada
meningkatnya tekanan darah (Ernitasari, dkk, 2009).
Berdasarkan data WHO diperkirakan penderita hipertensi di seluruh
dunia berjumlah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di
Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi (Mukhtar,
2007). Di Indonesia, sampai saat ini memang belum ada data yang bersifat
94
nasional, multisenter yang dapat menggambarkan prevelensi lengkap
mengenai hipertensi. Data terakhir Kementerian Kesehatan RI pada tahun
2010 - 2014 prevelensi hipertensi pada usia lebih dari 54 tahun mencapai
48,55% dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya seiring
peningkatan jumlah lansia yang mengalami hipertensi. Sedangkan
berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
penyakit pada lanjut usia 55-64 tahun adalah Penyakit Sendi 56,4%,
Hipertensi 53,7%, Stroke 20,2%, Penyakit Asma 7,3%, Jantung 16,1%,
Diabetes 3,7%, Tumor 8,8%. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2004 dan diperkirakan hingga tahun 2010, prevelensi hipertensi di Indonesia
pada orang yang berusia di atas 35 tahun adalah lebih dari 15,6%. Data
Riskesdas juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3
setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi
penyebab kematian pada semua umur termasuk lansia di Indonesia (Depkes,
2011). Jawa Timur menempati posisi pertama untuk provinsi dengan
prevalensi hipertensi tertinggi yaitu sebesar 37,4% (Depkes, 2011).
Di Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya di Panti sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari yang merupakan salah satu tempat lanjut usia di Sulawesi
Tenggara, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup lanjut usia yang
disantuni, meliputi kebutuhan fisiologis, biologis, mental, jasmani, rohani dan
sosial. Dan berdasarkan data yang diperoleh, Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara, memiliki jumlah petugas 19 orang termasuk Kepala
95
Panti, dengan jumlah penghuni 3 tahun terakhir diantaranya adalah tahun
2014 sebanyak 100 orang, 2015 sebanyak 95 orang dan tahun 2016 sebanyak
94 orang dengan klasifikasi jenis kelamin laki-laki sebanyak 49 orang dan
perempuan 45 orang, yang di tempatkan di 11 wisma dan 1 ruang perawatan
khusus dengan keseluruhan lansia yang berasal dari berbagai karakteristik dan
budaya dengan rata-rata umur lebih dari 60 tahun ke atas. Sedangkan untuk 5
penyakit dominan yang dialami oleh lansia berdasarkan urutan yaitu
diantaranya : Osteoarthritis (Reumatik), Hipertensi, Stroke, Dermatitis, dan
Gastritis. Sedangkan untuk jumlah penderita hipertensi pada lansia berjumlah
43 orang dari total 94 orang lansia yang menghuni Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari dan untuk jumlah kematian lansia dari tahun 2015
hingga Januari 2016 berjumlah 1 orang. Kemudian terdapat beberapa menu
permakanan untuk seluruh lansia diantaranya : makanan yang mengandung
sumber karbohidrat, lemak, protein, serat, natrium, dan lain-lain yang terbagi
dalam tiga waktu pemberian yaitu pagi, siang dan malam. Dan berdasarkan
hasil observasi dan wawancara awal pada lansia yang memiliki penyakit
hipertensi pada tanggal 21 dan 22 Februari 2016 didapatkan bahwa dari 6
lansia di Wisma Bahagia 3 diantaranya mengatakan bahwa jenis makanan
yang disediakan tidak sesuai dengan keinginan mereka dan 3 sisanya
mengatakan puas dengan jenis makanan yang disediakan meskipun
kelimanya tidak mengetahui jenis makanan seperti apa yang sehat dan
seimbang bagi mereka serta apakah jenis makanan yang mereka konsumsi
cocok bagi mereka yang menderita hipertensi. Dan setelah dilakukan
96
pengukuran tekanan darah didapatkan dari 6 lansia di Wisma Bahagia yang
memiliki penyakit hipertensi kelimanya rata-rata memiliki tekanan darah
sistolik di atas ≥130 mmHg sedangkan tekanan diastoliknya diatas 80 mmHg.
Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “ Identifikasi Jenis Makanan
pada Lansia yang Mengalami Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara “
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan data yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yaitu “ Identifikasi Jenis
Makanan Pada Lansia Yang Mengalami Hipertensi di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi faktor – faktor predisposisi pencetus hipertensi
pada lansia yang mengalami hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara.
97
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi jenis makanan sebagai pencetus hipertensi pada
lansia yang mengalami hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara.
2. Untuk mengidentifikasi lansia yang mengalami Hipertensi Ringan,
Hipertensi Stadium 1, Hipertensi Stadium 2, Hipertensi Stadium 3, di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari, Kecamatan Ranomeeto,
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan sebagai informasi bagi
petugas panti sehingga dapat meningkatkan pelayanan bagi lansia salah
satunya dalam memberikan jenis makanan yang tepat untuk di konsumsi oleh
lansia yang hipertensi dan juga selalu melakukan pengecekan tekanan darah
secara berkala agar peningkatan tekanan darah secara mendadak atau tiba-tiba
dapat diantipasi segera.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi institusiku tercinta
Politeknik Kesehatan Kendari khususnya jurusan keperawatan dalam
pengembangan pendidikan dibidang penelitian ilmu keperawatan. Dan dapat
menambah wawasan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan
98
keperawatan sehingga ke depan dapat mengaplikasikan wawasannya dalam
hal mengidenfikasi jenis makanan dan tekanan darah pada lansia yang
mengalami hipertensi untuk mencegah terjadinya penyakit hipertensi lebih
lanjut.
3. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang sangat berharga dan tak ternilai bagi peneliti
dalam mengaplikasikan pengetahuannya serta diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan peneliti dalam memberikan asuhan dan pelayanan
keperawatan lansia secara menyeluruh salah satunya dalam mengidentifikasi
dan menentukan jenis makanan yang tepat, sehat dan seimbang serta tekanan
darah pada lansia yang mengalami hipertensi.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi adik-adik saya ke
depan dalam melakukan penelitian selanjutnya atau dapat dijadikan sebagai
bahan referensi dalam penulisan karya ilmiah yang berhubungan dengan
penelitian ini.
99
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang
dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan.
Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena
termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala - gejalanya
terlebih dahulu. Sebagai peringatan bagi korbannya (Sustrani, 2004).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg (Mansjoer, 2001). Hipertensi merupakan
keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan bertahan pada tekanan
tersebut meskipun sudah relaks (Soeharto, 2002).
Hipertensi dikaitkan dengan risiko lebih tinggi mengalami serangan
sakit jantung. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal (Irfan, 2008).
100
2. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberikan gejala berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk
otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot
jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan
masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di
dunia (Armilawaty, 2007). Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka
jumlah pasien dan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah
(Yogiantoro, 2006). Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus
ditahun 2000, diperkirakan menjadi 1,115 milyar kasus ditahun 2025.
Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi pada saat ini dan
pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, 2007).
3. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiostensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme
(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiostensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiostensin I, oleh ACE yang terdapat di paru - paru, angiostensin I diubah
menjadi angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci
dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
101
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH)
dan rasa haus. ADH diproduksi dihipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Meningkatnya ADH
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume tekanan darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktoral dan sangat
komplek. Faktor - faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap
perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, latihan vaskuler,
volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung,
elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi
esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan
garam dalam diet, tingkat stres dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala
hipertensi (Yogiantoro, 2006).
102
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain
penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini
disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan
atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada
bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu
rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ
mata yang dapat mengakibatkan kebutaan (Beevers, 2001). Gejala - gejala
lain hipertensi antara lain sakit kepala, jantung berdebar - debar, sulit
bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah,
penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil
terutama di malam hari, telinga bordering (tinnitus) dan dunia terasa berputar
(Sustrani, 2004).
4. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO :
Tabel 1.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Usia Dewasa
Kategori Sistolik Diastolik
Normal
Hipertensi ringan
Hipertensi stadium 1
Hipertensi stadium 2
Hipertensi stadium 3
120-130
130-135
140-159
160-179
>180
80-85
85-90
90-99
100-109
>110
Sumber: Sustrani, et al., 2005.
103
Klasifikasi tekanan darah tinggi sebagai berikut :
1.) Tekanan darah normal, yakni jika sistolik kurang atau sama dengan 140
dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.
2.) Tekanan darah perbatasan, yakni sistolik 141-149 dan diastolik 91-94
mmHg. Tekanan darah atau hipertensi, yakni jika sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95
mmHg.
5. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko adalah faktor - faktor atau keadaan - keadaan yang
mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan. Istilah
mempengaruhi disini mengandung pengertian menimbulkan risiko lebih besar
pada individu atau masyarakat untuk terjangkitnya suatu penyakit atau
terjadinya status kesehatan tertentu (Bustan, 2007). Faktor risiko yang dapat
berpengaruh pada kejadian hipertensi ada faktor risiko yang dapat diubah dan
faktor risiko yang tidak dapat diubah.
1) Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah :
a) Umur
Umurnya seseorang yang berisiko menderita hipertensi adalah usia di
atas 45 tahun dan serangan darah tinggi baru muncul sekitar usia 40
walaupun dapat terjadi pada usia muda (Kumar, 2005). Sebagai suatu
proses degeneratif, hipertensi tentu hanya ditemukan pada golongan
104
dewasa (Bustan, 2007). Ditemukan kecenderungan peningkatan prevalensi
menurut peningkatan usia dan biasanya pada usia > 40 tahun. Umur
mempengaruhi terjadinya hipertensi. Bertambahnya umur maka risiko
terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut hipertensi ditemukan hanya
berupa kenaikan tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih cepat
dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Progresifitas hipertensi
dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan
meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada
pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian
menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi
hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Sharma, 2008).
b) Jenis kelamin
Data di Amerika menunjukkan bahwa sampai usia 45 tahun
tekanan darah laki-laki lebih tinggi sedikit dibandingkan wanita, antara
usia 45 tahun sampai 55 tahun tekanan antara laki-laki dan wanita relatif
sama, dan selepas usia tersebut tekanan darah wanita meningkat jauh
daripada laki-laki. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh pengaruh
hormon. Pada usia 45 tahun, wanita lebih cenderung mengalami
arteriosklerosis, karena salah satu sifat estrogen adalah menahan garam,
selain itu hormon estrogen juga menyebabkan penumpukan lemak yang
105
mendukung terjadinya arteriosklerosis (National Academy on an Ageing
Society, 2000).
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause (Cortas, 2008). Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High density Lipopretein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor perlindungan dalam mencegah terjadinya proses
arteriosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan
adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause
wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umurnya mulai pada wanita umur
45-55 tahun (Kumar, 2005).
c) Keturunan (genetik)
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
Pada 70-80 kasus hipertensi esensial didapatkan juga riwayat hipertensi
pada orang tua mereka (Gunawan, 2001). Adanya faktor genetik pada
keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko
menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
106
sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
individu dengan orang tua menderita hipertensi daripada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Wade, 2003).
d) Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam
daripada orang yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui
secara pasti penyebabnya. Namun, pada orang kulit hitam ditemukan
kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopresin lebih
besar (Armilawaty, 2007).
2) Faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi :
a) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
dalam rokok dapat memacu pengeluaran hormone adrenalin yang dapat
merangsang peningkatan denyut jantung dan CO memiliki kemampuan
lebih kuat daripada sel darah merah (hemoglobin) dalam hal menarik
atau menyerap O2 , sehingga menurunkan kapasitas darah merah
tersebut untuk membawa O2 ke jaringan termasuk jantung, untuk
memenuhi kebutuhan O2 pada jaringan maka diperlukan peningkatan
produksi Hb dalam darah agar dapat mengikat O2 lebih banyak untuk
kelangsungan hidup sel. Merokok juga dapat menurunkan kadar
kolesterol baik (HDL) dalam darah. Jika kadar HDL turun maka jumlah
kolesterol dalam darah yang akan diekskresikan melalui hati juga akan
107
berkurang. Hal ini dapat mempercepat proses arteriosklerosis penyebab
hipertensi (Sustrani, 2004).
Rokok dapat meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah
dengan mengendapkan kolesterol pada pembuluh darah jantung
koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras. Pasien yang terkena
hipertensi esensial biasanya menghabiskan rokok lebih dari satu
bungkus per hari dan telah berlangsung lebih dari satu tahun (Vita
Health, 2004).
b) Kegemukan
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah
pada kebanyakan kelompok etnik disemua umur. Menurut National
Institutes For Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi
pada orang dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) > 30 (obesitas) adalah
38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi
18% untuk pria dan 17 % untuk wanita bagi yang memiliki IMT < 25
(status gizi normal menurut standar internasional) (Cortas, 2008).
Menurut Hull (2001) perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf
simpatis dan sistem renin-angiostensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma,
dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi
108
natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus-menerus (Cortas,
2008).
c) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf
simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian
tekanan darah yang menetap. Meskipun dapat dikatakan bahwa stres
emosional benar-benar meningkatkan tekanan darah untuk jangka
waktu yang singkat, reaksi tersebut lenyap kembali seiring dengan
menghilangnya penyebab stres tersebut. Hanya jika stres menjadi
permanen, dan tampaknya tidak ada jalan untuk mengatasinya atau
menghindarinya, maka organ yang demikian akan mengalami hipertensi
sedemikian terus-menerus sehingga stres menjadi resiko (Armilawaty,
2007).
d) Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga dapat menjaga tubuh tetap sehat,
meningkatkan mobilitas, menghindari faktor risiko tulang keropos, dan
mengurangi stres. Penelitian membuktikan bahwa orang yang
berolahraga memiliki faktor risiko lebih rendah untuk menderita
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Orang
yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50 % dari pada
yang aktif. Oleh karena itu, latihan fisik antara 30-45 menit sebanyak
109
>3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi (Cortas,
2008).
Program latihan fisik yang didesain untuk meningkatkan
kemampuan fisik dan menjaga kesehatan dibuat berdasarkan rumus
FIT. Pengukurannya didasarkan pada tiga hal yaitu frekuensi (seberapa
sering misalnya berapa hari dalam seminggu), intesitas (seberapa berat
latihan yang dilakukan apakah ringan, sedang atau sangat aktif), dan
time yaitu berpa lama misalnya sebulan untuk masing- masing sesi
(Depkes, 2002).
e) Faktor asupan garam (Natrium)
WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam
dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium)
(Almatsier, 2003). Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap
tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah
ketika semakin tua, yang terjadi pada semua masyarakat kota,
merupakan akibat dari banyaknya garam yang dimakan. Masyarakat
yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya juga
adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring
bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya
rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang
sedikit, seiring dengan bertambahnya usia.
110
Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan
menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih
rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun mereka
mengkonsumsi garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun
tubuh mereka cenderung menimbun apa yang mereka makan (Beevers,
2002). Garam membantu menahan air di dalam tubuh, the American
Heart Association step II menganjurkan, seseorang rata-rata
mengkonsumsi tidak lebih dari 2400 mg garam per hari, terutama orang
yang peka terhadap garam. Diet garam yang berlebihan dapat
menyebabkan baik hipertensi. Karena garam menahan air akan
meningkatkan volume darah yang akan mengakibatkan bertambahnya
tekanan dalam arteri (Douglas, 2001).
Patofisiologi garam sehingga menyebabkan hipertensi dimulai
melalui konsumsi makan. Makan dapat mengumpulkan lebih banyak
garam dan air dari pada ginjal kita dapat menangani. Beberapa orang
memiliki gen yang mengontrol saluran selular, enzim dan hormon
diberbagai tempat di ginjal, misalnya untuk adaptasi di wilayah padang
rumput dan gurun. Dalam rangka untuk tetap aktif, orang harus
mengontrol suhu tubuh. Jika kandungan air dan garam sedikit, ginjal
akan menghemat garam untuk mempertahankan cairan yang digunakan
dengan melapisi tubuh melalui keringat selama aktivitas. Hal ini
mengakibatkan keringat menguap dari kulit, sehingga kulit akan dingin
111
dan menjaga suhu tubuh tetap normal. Tanpa berkeringat, tubuh akan
cepat panas selama kegiatan (Fadem, 2009).
f) Faktor tingkat konsumsi karbohidrat dan lemak pada hipertensi
Hal ini berkaitan dengan intake lemak dan karbohidrat dalam
jumlah yang berlebihan dalam tubuh. Keadaan tersebut akan
menimbulkan resiko terjadinya artherosklerosis. Metabolisme
karbohidrat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia adalah mulai dari
pencernaan karbohidrat di dalam usus halus berubah menjadi
monosakarida galaktosa dan fruktosa di dalam hati kemudian dipecah
menjadi glikogen dalam hati dan otot. Kemudian glikogen dipecah
menjadi glukosa dirubah dalam bentuk piruvat dipecah menjadi asetil
KoA sehingga akhirnya terbentuk karbondioksida, air dan energi. Di
samping itu dalam pembuluh darah terdapat sel-sel perusak yang dapat
merusak LDL, yaitu melalui jalur sel-sel perusak yang dapat merusak
LDL. Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk
pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Plak akan
bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot dan kalsium
yang akhirnya berkembang menjadi artherosklerosis. Pembuluh darah
koroner yang menderita artherosklerosis selain menjadi tidak elastis,
juga mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam
pembuluh koroner juga naik. Naiknya tekanan sistolik karena pembuluh
darah tidak elastis serta naiknya tekanan diastolik akibat penyempitan
112
pembuluh darah disebut juga tekanan darah tinggi atau hipertensi
(Villareal, 2008).
g) Tingkat konsumsi serat
Serat dapat dibedakan atas serat kasar (crude fiber) dan serat
makanan (dietary fiber). Serat makanan adalah komponen makanan
yang berasal dari tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim
pencernaan manusia. Serat makanan total terdiri dari komponen serat
makanan yang larut (misalnya: pektin, gum) dan yang tidak dapat larut
dalam air (misalnya selulosa, hemiselulosa, lignin). Kadar serat
makanan berkisar 2-3 kali serat kasar (Hull, 2001).
Dalam sebuah penelitian Harvard terhadap lebih dari 40.000
laki-laki, para peneliti menemukan bahwa asupan serat tinggi
berpengaruh terhadap penurunan sekitar 40% risiko penyakit jantung
koroner, dibandingkan dengan asupan rendah serat. Studi lain pada
lebih dari 31.000 orang menemukan bahwa terjadi penurunan resiko
penyakit jantung koroner fatal sebesar 44% dan mengurangi resiko
penyakit jantung koroner fatal sebesar 11% bagi mereka yang makan
roti gandum dibandingkan dengan mereka yang makan roti putih. Salah
satu perubahan kecil dalam diet mereka memberikan efek perlindungan
yang bisa menyelamatkan nyawa mereka.
113
6. Komplikasi Hipertensi
1. Arterosklorosis
Orang yang menderita hipertensi kemungkinan besar akan
menderita arterosklorosis. Arterosklorosis merupakan suatu penyakit
pada dinding pembuluh darah yakni lapisan dalamnya menjadi tebal
karena timbunan lemak yang dinamakan plaque atau suatu endapan
keras yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh darah mendapat
pukulan paling berat, jika tekanan darah terus menerus tinggi dan
berubah, sehingga saluran darah tersebut menjadi sempit dan aliran
darah menjadi tidak lancar (Soeharto, 2002).
2. Penyakit Jantung
Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal jantung.
Hal ini terjadi karena pada penderita hipertensi kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi
pembengkakan jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor
serta berkurang elastisitasnya. Akhirnya jantung tidak mampu lagi
memompa dan menampung darah dari paru-paru sehingga banyak
cairan tertahan di paru-paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat
menyebabkan sesak nafas. Kondisi ini disebut gagal jantung (Sutanto,
2010).
114
3. Penyakit Ginjal
Penyakit tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembuluh
darah pada ginjal mengerut sehingga aliran zat-zat makanan menuju
ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan sel-sel ginjal. Jika hal
ini terjadi secara terus-menerus maka sel-sel ginjal tidak bisa berfungsi
lagi. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan kerusakan
parah pada ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal terminal (Sutanto,
2010).
7. Penatalaksanaan Diet Penderita Hipertensi
Diet adalah salah satu cara untuk mengatasi hipertensi tanpa efek
samping yang serius, karena metode pengendaliannya yang lebih alami,
jika dibandingkan dengan obat penurun tekanan darah yang dapat
membuat pasiennya menjadi tergantung seterusnya pada obat tersebut
(Sustrani, et al., 2005).
1) Diet Rendah Garam
Diet rendah garam bertujuan untuk membantu menghilangkan
retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan
darah pada pasien hipertensi (Almatsier, 2005). WHO menganjurkan
pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram (ekuivalen dengan
2400 mg natrium).
115
Diet rendah garam dapat mempengaruhi tekanan darah pada
penderita hipertensi. Garam dapur mengandung natrium yang
dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi tubuh. Natrium berfungsi
mengatur volume darah, tekanan darah, kadar air, dan fungsi sel. Tetapi
konsumsi garam sebaiknya tidak berlebihan, asupan garam yang
berlebihan terus-menerus akan memicu tekanan darah tinggi. Ginjal
akan menahan natrium saat tubuh kekurangan natrium. Sebaliknya saat
kadar natrium di dalam tubuh tinggi, ginjal akan mengeluarkan
kelebihan tersebut melalui urin. Volume cairan tubuh akan meningkat
dan membuat jantung dan pembuluh darah bekerja lebih keras untuk
memompa darah dan mengalirkannya ke seluruh tubuh. Tekanan darah
pun akan meningkat, inilah yang terjadi pada hipertensi (Sutomo,
2009).
Macam diet garam rendah yaitu :
1) Diet garam rendah I (200-400 mg)
Diet ini diberikan pada pasien dengan odema, asitesis, dan
hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan
garam dapur, hindari makanan tinggi natrium.
116
2) Diet garam rendah II (600-800 mg)
Diet ini berlaku kepada pasien odema, asitesis, dan
hipertensi tidak terlalu berat. Dalam pengolahan makanannya boleh
menggunakan ½ sendok teh garam dapur (2 gr).
3) Diet garam rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet ini diberikan pada pasien dengan odema atau
hipertensi ringan. Dalam pengolahan makanannya boleh
menggunakan garam 1 sendok teh (6 gr) garam dapur (Almatsier,
2005).
2) Diet Tinggi Serat
Diet tinggi serat bertujuan untuk memberi makanan sesuai
kebutuhan gizi yang tinggi serat sehingga dapat merangsang peristaltik
usus agar defekasi berjalan normal. Makanan tinggi serat alami lebih
aman dan mengandung zat gizi tinggi serta lebih murah. WHO
menganjurkan asupan serat 25-30 g/hari. Diet serat tinggi menimbulkan
rasa kenyang dan menunda rasa lapar.
Serat larut air yaitu pektin, gum, dan mukilase dapat mengikat
asam empedu sehingga dapat menurunkan absorbsi lemak dan
kolesterol darah, yang nantinya dapat menurunkan resiko terjadinya
penyakit hipertensi dan jantung koroner.
117
Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk pengontrolan
tekanan darah, antara lain : tomat, wortel, seledri (sedikitnya 4 batang
per hari dalam sup atau masakan lain), bawang putih (sedikitnya satu
siung per hari. Bisa juga digunakan bawang merah dan bawang
bombai), kunyit, lada hitam, adas, kemangi, dan rempah lainnya.
Prediktor kuat lain penyakit hipertensi adalah kandungan
kolesterol, LDL, dan atau tingkat HDL yang abnormal. Tampak bahwa
serat yang larut dapat mengurangi penyerapan kolesterol dalam
pencernaan dengan cara mengikatnya dengan empedu (yang
mengandung kolesterol) dan kolesterol diet sehingga dapat dikeluarkan
oleh tubuh. Penelitian eksperimen dengan menggunakan kelompok
rendah lemak dan rendah lemak dengan tinggi serat, menghasilkan
kelompok mengkonsumsi tinggi serat menunjukkan rata-rata
konsentrasi kolesterol total lebih besar (13%) daripada rendah lemak
(9%) dan diet biasa (7%).
3) Diet Rendah Energi dan Lemak
Diet rendah energi dan lemak adalah diet yang kandungan energi
dan lemaknya di bawah kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral,
serta banyak mengandung serat yang bermanfaat untuk menurunkan
berat badan. Diet ini ditujukan untuk menurunkan berat badan yang
pengurangannya dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan
kebiasaan makanan dari segi kualitas maupun kuantitas. Lemak sedang
118
(20-25%) yang berasal dari makanan yang mengandung lemak tidak
jenuh ganda yang kadarnya tinggi. Karbohidrat rendah (55-65% dari
kebutuhan energi total) yang berasal dari makanan sumber karbohidrat
kompleks untuk memberikan rasa kenyang dan mencegah konstipasi.
Sebagai alternatif, bisa digunakan gula buatan sebagai pengganti gula
sederhana (Almatsier, 2003).
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah
tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh
darah. Akumulasi dari endapan kolesterol apabila bertambah akan
menyumbat pembuluh nadi dan menganggu peredaran darah. Dengan
demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung
memperparah (Almatsier, 2003).
B. Konsep Tekanan Darah
1) Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya (atau dororngan) darah ke dinding
arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Tekanan darah
sistolik adalah tekanan di dalam pembuluh darah yang timbul pada saat
jantung memompa darah keluar. Tekanan darah diastolik adalah tekanan di
dalam pembuluh darah saat jantung istirahat.
119
Menurut organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang disebut tekanan darah
normal ialah tekanan darah yang kurang dari 140/90 mmHg (Puspitorini,
2009:9).
2) Fisiologi Sistem Peredaran Darah
Sistem peredaran darah terdiri dari jantung dan serangkaian
pembuluh darah arteri dan vena yang mengangkut darah. Arteri membawa
darah yang kaya oksigen menjauhi jantung. Vena membawa darah yang
teroksigenasi (yang kandungan oksigennya sudah diambil) kembali menuju
jantung. Anda dapat membayangkan peredaran darah seperti jalanan di
Inggris. Jalan raya dan jalan besar mencerminkan arteri dan vena, jalan kecil
mencerminkan pembuluh darah kecil yang memasok organ tubuh dengan
darah. Seperti jalanan, aliran darah di sirkulasi dapat terganggu dan
menyebabkan tekanan meningkat.
Jantung terdiri dari empat ruang yang tertutup oleh lapisan otot.
Empat ruang itu disebut atrium kiri dan kanan, otot jantung berkontraksi dan
keempat dinding ruang jantung ini tertekan seperti tangan yang terkepal. Hal
ini menimbulkan tekanan pada darah dalam ruang jantung. Gaya inilah yang
mendorong darah ke ventrikel dan kemudian dari ventrikel ke sirkulasi tubuh.
Kerja pompa yang sederhana dan hambatan yang dialami pompa tersebut
dalam sistem sirkulasi yang tertutup inilah yang menciptakan tekanan darah.
Secara sederhana, pergerakan darah di dalam tubuh dapat dibagi
menjadi beberapa tahap.
120
1) Oksigen diangkut dari udara ke aliran darah oleh paru. Darah yang kaya
akan oksigen itu disebut dengan “darah teroksigenasi”.
2) Darah teroksigenasi masuk ke atrium kiri jantung yang akan berkontraksi
dan mendorong darah ke ventrikel kiri. Ventrikel kiri-ruang jantung yang
terbesar dan terkuat bertugas memompa darah teroksigenasi dengan kuat
sehingga dapat mencapai seluruh bagian tubuh. Darah dipompa melalui aorta
(arteri terbesar dalam tubuh.
3) Tekanan darah di aorta merupakan tekanan darah tertinggi, untuk
memastikan bahwa oksigen dan nutrisi penting lainnya (seperti gula, lemak
dan vitamin) dapat dihantarkan ke bagian tubuh yang memerlukannya.
4) Jaringan dan organ tubuh kemudian mengambil oksigen dari darah dan
menukarnya dengan zat sisa, yaitu karbon dioksida.
5) Saat ini darah dikatakan dalam keadaan “terdeoksigenasi” dan mengalir
kembali ke atrium kanan melalui vena.
6) Atrium kanan berkontraksi untuk mendorong darah terdeoksigenasi masuk
ke ventrikel kanan yang akan mendorongnya kembali ke paru. Di paru, darah
kembali di isi dengan oksigen.
7) Proses berulang kembali.
121
3) Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut Seventh Report of the Joint National Comittee (JNC VII) on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
dalam Puspitorini (2009:8). Adapun klasifikasi tekanan darah menurut JNC
VII tersebut yakni :
a. Normal : <120/<80 mmHg
b. Pre-Hipertensi : 120-139/80-80 mmHg
c. Hipertensi : >140/>90 mmHg
d. Stadium 1 : 140-159/90-99 mmHg
e. Stadium 2 : 160- > 180/100- > 110 mmHg
4) Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah
menurut Ethel (2003: 238-239) yakni :
a) Curah jantung
Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung (ditentukan
berdasarkaan isi sekuncup dan frekuensi jantungnya).
b) Tekanan perifer terhadap tekanan darah
Tekanan darah berbanding terbalik dengan tahanan dalam
pembuluh. Tahanan perifer memiliki beberapa faktor penentu :
122
1) Viskositas darah
Semakin banyak kandungan protein dan sel darah dalam
plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah. Peningkatan
hematokrit menyebabkan peningkatan viskositas : pada anemia,
kandungan hematokrit dan viskositas berkurang.
2) Panjang pembuluh
Semakin panjang pembuluh, semakin besar tahanan terhadap
aliran darah.
3) Radius pembuluh
Tahanan perifer berbanding terbalik dengan radius
pembuluh sampai pangkat keempatnya.
Jika radius pembuluh digandakan seperti yang terjadi pada fase
dilatasi, maka aliran darah akan meningkat empat belas kali
lipat. Tekanan darah akan turun.
Jika radius pembuluh dibagi dua, seperti yang terjadi pada
vasokontriksi, maka tahanan terhadap aliran akan meningkat
enam belas kali lipat dan tekanan darah akan naik. Karena
panjang pembuluh dan viskositas darah secara normal konstan,
maka perubahan dalam tekanan darah didapat dari radius
pembuluh darah.
123
5) Pengukuran Tekanan Darah
Sustrani, dkk (2006:20-21) mengemukakan alat pengukur tekanan
darah disebut sphygmomanometer. Tapi pada umumnya orang menyebut alat
pengukur ini dengan istilah tensimeter saja. Ada 3 tipe alat ini dengan variasi
penggunaan air raksa (merkuri), aneroid, dan elektronik.
Tipe air raksa adalah jenis sphygmomanometer yang paling umum
digunakan karena dianggap paling akurat. Alat ini terdiri dari manset yang
bisa digembungkan dengan cara memompanya dengan pompa tangan yang
berbentuk bola karet, dan dihubungkan dengan tabung panjang berisi air raksa
(mmHg) pada tabung, yang akan bergerak ke atas jika dilakukan pemompaan.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan melingkarkan manset
alat pengukur pada lengan bagian atas pasien, dan menempelkan stetoskop
pada arteri tepat di bawah manset tersebut. Pompa manset hingga
menggembung dan memblokade aliran darah melalui arteri. Hingga pulsa
pada lengan yang diukur tidak terasa lagi. Ini adalah indikasi bahwa aliran
darah telah berhenti. Kemudian pompa sedikit lagi hingga bacaan pada
tabung air raksa kurang lebih 20 mmHg lebih tinggi dibandingkan titik pada
saat denyut pulsa berhenti. Lepaskan udara secara perlahan dari manset.
Bunyi detak yang teratur akan terdengar melalui stetoskop. Tingkat bacaan
dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik. Dan
tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik, hal ini
terjadi ketika jantung rileks.
124
Tekanan darah dapat diukur dalam posisi duduk, berdiri, berbaring
atau setelah berolahraga, tetapi yang paling lazim adalah posisi duduk.
Tekanan darah akan meningkat setelah ketegangan jiwa, cemas, atau tegang
(termasuk mengunjungi dokter), setelah makan banyak, minum kopi,
berolahraga, atau merokok.
C. Tinjauan Tentang Lansia
1. Definisi Lansia
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap
ini berbeda, baik secara biologi maupun psikologi. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, contohnya kemunduran fisik yang ditandai dengan
kulit yang mengendur, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak
proporsional (H.Wahjudi Nugroho, 2010).
WHO dan Undang – Undang nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa umur
60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan suatu proses yang berangsur – angsur mengakibatkan perubahan
yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
125
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dalam
kematian.
Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof.Dr.R.Boedhi Darmojo dan Dr.H.
Hadi Martono (1994) mengatakan bahwa “menua” (menjadi tua) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Berdasarkan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1,
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan
memberikn pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya.
Oleh karena itu, kesehatan manusia usia lanjut perlu mendapatkan perhatian
khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat
hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut
serta berperan aktif dalam pembangunan ( dalam Fatimah, 2010).
2. Klasifikasi Lansia
1. Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut :
a) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa virilitas.
b) Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium.
c) Kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) sebagai masa senium.
126
2. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO (dalam Arisman, 2009), usia
lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut ini :
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
2) Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun.
3) Usia tua (old) antara 79-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
3. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (dalam Maryam, 2008), lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehatan).
b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan bio-psiko-sosial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.
c) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia diantaranya :
a) Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain.
b) Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan.
127
c) Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan.
d) Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan.
e) Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut.
f) Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenik.
g) Hasil penelitian profil penyakit lansia di empat kota (Padang, Bandung,
Denpasar, dan Makassar) adalah sebagai berikut (Santoso, 2009):
1) Fungsi tubuh yang dirasakan menurun: penglihatan (76,24 %), daya
ingat (69,3 %), seksual (58,04 %), kelenturan (53,23 %), gigi dan mulut
(51,12 %).
2) Masalah kesehatan yang sering muncul: sakit tulang atau sendi
(69,39 %), sakit kepala (51,5 %), daya ingat menurun (38,51 %), selera
makan menurun (30,08 %), mual atau perut perih (26,66 %), sulit tidur
(24,88 %) dan sesak napas (21,28 %)
3) Penyakit kronis : reumatik (33,14 %), hipertensi (20,66 %), gastritis
(11,34 %) dan penyakit jantung (6,45 %).
4. Teori - Teori Proses Penuaan
Teori – teori yang mendukung terjadinya proses penuaan, antara
lain : teori biologis, teori kejiwaan sosial, teori psikologis, teori kesalahan
genetik, dan teori penuaan akibat metabolisme (Santoso, 2009).
128
1) Teori Biologis
Teori biologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori
instrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik berarti perubahan yang timbul akibat
penyebab di dalam sel sendiri, sedang teori ekstrinsik menjelaskan
bahwa penuaan yang terjadi diakibatkan pengaruh lingkungan.
a) Teori Genetik Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies tertentu. Tiap spesies di dalam inti selnya mempunyai suatu jam
genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu dan akan
menghitung mitosis. Jika jam ini berhenti, maka spesies akan
meninggal dunia.
b) Teori Mutasi Somatik (Error Catastrophe Theory)
Penuaan disebabkan oleh kesalahan yang beruntun dalam jangka
waktu yang lama melalui transkripsi dan translasi. Kesalahan tersebut
menyebabkan terbentuknya enzim yang salah dan berakibat pada
metabolisme yang salah, sehingga mengurangi fungsional sel.
c) Teori Autoimun (Auto Immune Theory)
Menurut teori ini proses metabolisme tubuh suatu saat akan
memproduksi zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap suatu zat, sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
129
d) Teori Radikal Bebas
Menurut teori ini penuaan disebabkan adanya radikal bebas dalam
tubuh.
e) Teori Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel - sel tubuh lelah
(rusak).
f) Teori Virus
Perlahan – perlahan menyerang sistem kekebalan tubuh
(Immunology Slow Virus Theory). Menurut teori ini penuaan terjadi
sebagai akibat dari sistem imun yang kurang efektif seiring dengan
bertambahnya usia.
g) Teori Stres
Menurut teori ini penuaan terjadi akibat hilangya sel - sel yang
biasa digunakan oleh tubuh.
h) Teori Rantai Silang
Menurut teori ini penuaan terjadi sebagai akibat adanya reaksi
kimia sel - sel yang tua atau yang telah usang menghasilkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen.
i) Teori Program
130
Menurut teori ini penuaan terjadi karena kemampuan organisme
untuk menetapkan jumlah sel yang membelah sel - sel tersebut mati.
2) Teori Kejiwaan Sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)
Menurut Havigusrst dan Albrecht (1953) berpendapat bahwa
sangat penting bagi lansia untuk tetap beraktifitas dan mencapai
kepuasan.
b) Teori Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Perubahan yang terjadi pada lansia sangat dipengaruhi oleh tipe
kepribadian yang dimiliki.
c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
berangsur - angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
3) Teori Psikologi
Teori – teori psikologi dipengaruhi juga oleh biologi dan sosiologi
salah satu teori yang ada. Teori tugas perkembangan yang diungkapkan
oleh Hanghurst (1972) adalah bahwa setiap tugas perkembangan yang
spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan
bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang spesifik ini bergantung
pada maturasi fisik, penghargaan kultural, masyarakat nilai aspirasi
131
individu. Tugas perkembangan pada dewasa tua meliputi penerimaan
adanya penurunan kekuatan fisik dan kesehatan, penerimaan masa pensiun
dan penurunan pendapatan, respon penerimaan adanya kematian pasangan,
serta mempertahankan kehidupan yang memuaskan.
4) Teori Kesalahan Genetik
Proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan sel genetik DNA
dimana sel genetik memperbanyak diri sehingga mengakibatkan kesalahan
- kesalahan yang berakibat pula pada terhambatnya pembentukan sel
berikutnya, sehingga mengakibatkan kematian sel. Pada saat sel
mengalami kematian orang akan tampak menjadi tua.
5) Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang terjadi secara berulang mengakibatkan kemampuan
sistem imun untuk mengenali dirinya berkurang (self recognition),
sehingga mengakibatkan kelainan pada sel karena dianggap sel asing yang
membuat hancurnya kekebalan tubuh.
5. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Penuaan
Faktor - faktor yang mempengaruhi penuaan dan penyakit yang
sering terjadi pada lansia diantaranya hereditas, atau keturunan genetik,
nutrisi atau makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan
stres (Santoso, 2009).
132
6. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya (Santoso, 2009) :
1. Perubahan Kondisi Fisik
Perubahan pada kondisi fisik pada lansia meliputidari tingkat sel
sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernapasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integumen.
Masalah fisik sehari - hari yang sering ditemukan pada lansia diantaranya
lansia mudah jatuh, mudah lelah, kekacuan mental akut, nyeri pada dada,
berdebar - debar, sesak nafas, pada saat melakukan aktifitas/kerja fisik,
pembengkakan pada kaki bawa, nyeri pinggang atau punggung, nyeri
sendi pinggul, sulit tidur, sering pusing, berat badan menurun, gangguan
pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sulit menahan kencing. Dalam
(Nugroho,2000) diantaranya :
1) Sel
a) Lebih sedikit jumlahnya.
b) Lebih besar ukurannya.
c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler.
d) Menurunnya proporsi protein diotak, otot, darah dan hati.
133
e) Jumlah sel otak menurun.
f) Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
g) Otak menjadi atropis beratnya berkurang 5-10 %.
2) Persyarafan
a) Berat otak menurun 5-10 % ( setiap orang berkurang sel syaraf
otaknya dalam setiap harinya ).
b) Cepatnya menurun hubungan pernafasan.
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stres.
d) Mengecilnya saraf panca indera.
3) Sistem Pendengaran
a) Presbiakusis ( gangguan pada pendengaran ).
b) Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya penggumpalan serumen dapat mengeras karena adanya
peningkatan keratin.
4) Sistem Penglihatan
a) Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
134
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5 Sistem Kardiovaskuler
a) Elastisitas, dinding aorta menurun.
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksinya dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah, ke perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari
tidur terduduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
e) Tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer, sistolis normal 170 mmHg. Diastolis
normal 90 mmHg.
135
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik lebih
kurang 35° C ini akibat metabolisme yang menurun.
b) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7) Sistem Respirasi
a) Otot - otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b) Menurunnya aktifitas silia.
c) Paru - paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu dapat
meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d) alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f) CO2 pada arteri tidak berganti.
g) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Sistem Gastrointestinal
a) Kehilangan gigi.
b) Indera pengecap menurun.
136
c) Esofagus melebar.
d) Lambung, rasa lapar menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f) Fungsi absorpsi melemah.
g) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
9. Sistem Reproduksi
a) Menciutnya ovum dan uterus.
b) Atrofi payudara.
c) Pada laki - laki testis maiz dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur - angsur.
d) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 90 tahun (asal
kondisi kesehatan baik).
e) Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi
menjadi berkurang, reaksi sifatnya alkali dan menjadi perubahan -
perubahan warna.
f) Atrofi vulva.
137
g) Vagina mengalami perubahan yaitu selaput lendir menjadi kering
elastisitas menurun, permukaan menjadi lebih halus, reaksi sifatnya
alkali, terjadi perubahan warna.
10) Sistem Urinaria
a) Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, penyaringan ke glomerulus menurun sampai
50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kemampuan untuk
mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun,
proteinuria (biasanya +1 ), BUN meningkat sampai 21 %, nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
b) Vesika urinaria (kandung kemih) otot - otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun, sampai 20 ml atau menyebabkan frekuensi
buang air seni meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada
pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatkan retensi urine.
c) Pembesaran prostat 75 % dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
11) Sistem Endokrin
a) Produksi dari hampir semua hormon menurun.
b) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
138
c) Pituitari mengalami perubahan yaitu pertumbuhan hormon ada
tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah,
berkurangnya produksi TSH, ACTH, FSH, dan LH.
d) Menurunnya aktifitas tyroid, menurunnya BMR ( Basal Metabolic
Rate) dan menurunnya daya pertukaran zat.
e) Menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya progesteron,
estrogen, dan testeron.
12) Sistem Kulit
a) Mengkerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b) Permukaan kulit kasar dan bersisik.
c) Menurunnya respon terhadap trauma.
d) Mekanisme proteksi kulit menurun.
e) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
f) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
g) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vaskularisai.
h) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
i) Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
j) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
139
k) Kelenjar keringat fungsi dan jumlahnya berkurang.
13) Sistem Muskuloskeletal
a) Tulang menjadi kehilangan densitinya (cairan) dan rapuh.
b) Kifosis.
c) Pinggang, lutut dan jari - jari pergelangan terbatas.
d) Discusintervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya
berkurang).
e) Tendon mengerut dan mengalami scelerosis.
f) Atrofi serabut sehingga seseorang bergerak lamban, otot - otot
keram dan menjadi tremor.
2. Perubahan Kondisi Mental
Dalam (Santoso, 2009), pada umumnya lansia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Perubahan - perubahan
ini erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan,
tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi lingkungan. Dari
segi mental dan emosional sering muncul perasaan pesimis,
timbulnya perasaan tidak aman dan cemas. Adanya kekacuan mental
akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut
ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Hal ini bisa menyebabkan
lansia mengalami depresi.
140
3. Perubahan Psikososial
Lansia yang sehat secara psikososial dapat dilihat dari
kemampuannya beradaptasi terhadap kehilangan fisik, sosial dan
emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian dan kepuasaan
hidup. Ketakutan menjadi tua dan tidak mampu produktif lagi
memunculkan gambaran yang negatif tentang proses menua. Banyak
kultur dan budaya yang ikut menumbuhkan anggapan negatif ini,
dimana lansia dipandang sebagai individu yang tidak mempunyai
sumbangan apapun terhadap masyarakat dan memboroskan sumber
daya ekonomi (Fatimah, 2010 : 14).
4. Perubahan Kognitif
Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya adalah kemunduran
pada tugas - tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang
memerlukan memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak
mengalami kemunduran, dan kemampian verbal akan menetap bila
tidak ada penyakit yang menyertai (Santoso, 2009).
5. Perubahan Spiritual
Menurut Maslow (1970), agama dan kepercayaan makin
terintegrasi dalam kehidupannya.
141
D. Tinjauan Tentang Makanan pada Lansia
1. Definisi Makan dan Makanan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi 2 oleh
Lukman Ali (1991 : 700-701), menjelaskan bahwa makan adalah
memasukkan makanan pokok ke dalam mulut serta mengunyah dan
menelannya sedangkan makanan adalah segala sesuatu yang dapat
dimakan (seperti penganan, lauk-pauk, kue), atau segala bahan yang kita
makan atau masuk ke dalam tubuh yang membentuk atau mengganti
jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam
tubuh.
2. Pola Makan
Pola makan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang
dapat memberikan serta dapat memberikan gambaran mengenai jumlah,
jenis dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh
seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat
tertentu.
Pola makan terdiri dari :
a. Frekuensi Makan
Frekuensi akan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik
kualitatif dan kuantitatif (Persagi, 2003). Secara alamiah makanan diolah
dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus
142
halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan.
Jika dirata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam.
b. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,
dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat
dan seimbang (Persagi, 2003). Menyediakan variasi makanan merupakan
salah satu cara untuk menghilangkan rasa bosan. Seseorang akan merasa
bosan apabila dihidangkan menu yang itu-itu saja, sehingga mengurangi
selera makan. Menyusun hidangan sehat memerlukan keterampilan dan
pengetahuan gizi dengan berorientasi pada pedoman sebelumnya 4 sehat 5
sempurna terdiri dari bahan pokok (nasi, ikan, sayuran, buah dan susu).
Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang
diperhitungkan dengan tepat akan memberikan hidangan sehat baik secara
kualitas maupun kuantitas. Teknik pengolahan makanan adalah guna
memperoleh intake yang baik dan bervariasi. Berikut daftar jenis makanan
yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada pasien hipertensi (Almatsier,
2010) :
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber
Karbohidrat
Beras ditim atau
disaring, roti, mi,
kentang, macaroni,
biskuit, tepung
Ubi, singkong, tape
singkong dan tape ketan.
143
Sumber protein
nabati
Sayuran
Buah – Buahan
Lemak
Kacang kedelai, dan
hasil olahannya seperti
tahu dan tempe.
Bayam, kangkung,
kacang buncis, kacang
panjang, wortel, tomat,
labu siam, dan tauge.
Pisang, papaya, jeruk,
apel, melon, semangka,
dan sawo.
Minyak jagung, minyak
kedelai, margarine,
Mentega dalam jumlah
terbatas, kelapa atau
santan.
Kacang tanah, kacang
mete, dan kacang bogor.
Kol, kembang kol, lobak,
sawi, dan nagka muda.
Durian, dan nangka
matang.
Minyak kelapa dan
minyak kelapa sawit,
santan kental
3. Tingkat Makan
Tingkat makan adalah kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas
hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di
dalam susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain.
Kuantitas menunjukkan kwantum masing-masing zat gizi terhadap
kebutuhan tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik
144
dari sudut kualitas atau kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan kondisi
kesehatan gizi yang sebaik-baiknya (Sodiaoetama, 2004).
4. Kebutuhan Gizi Makanan
Kebutuhan gizi makanan pada lanjut usia spesifik, karena
terjadinya perubahan proses fisiologi dan psikososial sebagai akibat proses
menua. Kebutuhan gizi makanan lanjut usia sangat dipengaruhi oleh faktor
(Kementerian Kesehatan RI dalam Minarto, 2012) :
1) Umur
Pada lanjut usia kebutuhan energi dan lemak menurun. Setelah usia
50 tahun, kebutuhan energi berkurang sebesar 5% untuk setiap 10 tahun.
Kebutuhan protein, vitamin dan mineral tetap yang berfungsi sebagai
regenerasi sel dan antioksidan untuk melindungi sel-sel tubuh dari radikal
bebas yang dapat merusak sel (Kementerian Kesehatan RI dalam Minarto,
2012).
2) Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memerlukan zat gizi makanan lebih banyak
(terutama energi, protein dan lemak) dibandingkan pada wanita, karena
postur, otot dan luas permukaan tubuh laki-laki lebih luas dari wanita.
Namun kebutuhan zat besi (Fe) pada wanita cenderung lebih tinggi, karena
wanita mengalami menstruasi. Pada wanita yang sudah menopause
145
kebutuhan zat besi (Fe) turun kembali (Kementerian Kesehatan RI dalam
Minarto, 2012).
3) Aktivitas Fisik dan Pekerjaan
Lanjut usia mengalami penurunan kemampuan fisik yang
berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan
energinya juga berkurang. Kecukupan zat gizi seseorang juga sangat
tergantung dari pekerjaan sehari-hari : ringan, sedang, berat. Makin berat
pekerjaan seseorang makin besar zat gizi makanan yang dibutuhkan.
Lanjut usia dengan pekerjaan fisik yang berat memerlukan zat gizi yang
lebih banyak (Kementerian Kesehatan RI dalam Minarto, 2012).
4) Postur Tubuh
Postur tubuh yang lebih besar memerlukan energi lebih banyak
dibandingkan postur tubuh yang lebih kecil.
5) Iklim/Suhu Udara
Orang yang tinggal di daerah bersuhu dingin (pegunungan)
memerlukan zat gizi lebih untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
6) Kondisi Kesehatan (stres fisik dan psikososial)
Kebutuhan gizi makanan setiap individu tidak selalu tetap, tetapi
bervariasi sesuai dengan kondisi kesehatan seseorang pada waktu tertentu.
Stres fisik dan stresor psikososial yang kerap terjadi pada lanjut usia juga
146
mempengaruhi kebutuhan gizi. Pada lanjut usia masa rehabilitasi sesudah
sakit memerlukan penyesuaian kebutuhan gizi.
7) Lingkungan
Lanjut usia yang sering terpapar di lingkungan yang rawan polusi
(pabrik, industri, dll), perlu mendapat suplemen tambahan yang
mengandung protein, vitamin dan mineral untuk melindungi sel-sel tubuh
dari efek radiasi.
5. Pesan Makanan Gizi Seimbang pada Lanjut Usia
1. Makanlah aneka ragam makanan
Makanan yang beraneka ragam adalah makanan yang terdiri dari
minimal 4 sumber bahan makanan yaitu bahan makanan pokok, lauk-pauk,
sayuran dan buah. Semakin beraneka ragam dan bervariasi jenis makanan
yang dikonsumsi, semakin baik pula gizi yang diperoleh.
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
Karbohidrat diperlukan guna memenuhi kebutuhan energi. Bagi
lanjut usia, dianjurkan untuk memilih karbohidrat kompleks seperti beras,
beras merah, havermout, jagung, sagu, ubi jalar, ubi kayu dan umbi-
umbian. Karbohidrat yang berasal dari biji-bijian dan kacang-kacangan
utuh berfungsi sebagai sumber energi dan serat. Dianjurkan lanjut usia
mengurangi konsumsi gula sederhana seperti gula pasir dan sirup.
147
3. Batasi konsumsi lemak dan minyak
Bagi lanjut usia, mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak
tinggi tidak dianjurkan, karena akan menambah resiko terjadinya berbagai
penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung, ginjal dan lain-
lain. Sumber lemak yang baik adalah lemak tidak jenuh yang berasal dari
kacang-kacangan, alpukat, minyak jagung, minyak zaitun. Lemak minyak
ikan mengandung omega 3, yang dapat menurunkan kolesterol dan
mencegah arthtritis, sehingga baik dikonsumsi oleh lanjut usia. Lanjut usia
sebaiknya mengkonsumsi lemak tidak lebih dari seperempat kebutuhan
energi.
4. Makanlah makanan sumber zat besi
Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses
pembentukan sel darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari
makanan seperti daging, hati dan sayuran hijau. Kekurangan zat besi yang
dikonsumsi bila berkelanjutan akan menyebabkan penyakit anemia gizi
besi dengan tanda-tanda pucat, lemah, lesu, pusing dan mata berkunang-
kunang. Demikian juga pada lanjut usia, perlu mngkonsumsi makanan zat
sumber besi dalam jumlah cukup.
5. Biasakan makan pagi
Makan pagi secara teratur dalam jumlah cukup dapat memelihara
ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan tubuh dan meningkatkan
148
produktifitas kerja. Lanjut usia sebaiknya membiasakan makan pagi agar
selalu sehat dan produktif.
6. Minumlah air bersih dan aman yang cukup jumlahnya
Air minum yang bersih dan aman adalah air yang tidak berbau,
tidak berwarna, tidak berasa dan telah dididihkan serta disimpan dalam
wadah yang bersih dan tertutup. Air sangat dibutuhkan sebagai media
dalam proses metabolisme tubuh. Apabila terjadi kekurangan air minum
akan mengakibatkan kesadaran menurun.
7. Lakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur
Agar dapat mempertahankan kebugaran, lanjut usia harus tetap
berolahraga. Aktifitas fisik sangat penting peranannya bagi lansia. Dengan
melakukan aktifitas fisik, maka lanjut usia dapat mempertahankan bahkan
meningkatkan derajat kesehatannya. Namun, karena keterbatasan fisik
yang dimilikinya perlu dilakukan penyesuaian dalam melakukan aktifitas
fisik sehari-hari.
8. Pesan lainnya
Tidak minum alkohol dan membaca label makanan.
6. Masalah Gizi dalam Makanan atau Jenis Makanan pada Lansia
Masalah gizi makanan lanjut usia merupakan rangkaian proses
masalah gizi sejak usia muda yang manifestasinya terjadi pada lanjut usia.
149
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi pada lanjut usia
sebagian besar merupakan masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko
timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes
melitus, hipertensi, gout rematik, ginjal, perlemakan hati, dan lain-lain.
Namun, demikian masalah kurang gizi juga banyak terjadi pada lanjut usia
seperti Kurang Energi Kronik (KEK), anemia, dan kekurangan zat gizi mikro
lain.
1. Kegemukan atau Obesitas
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh pola makan yang
berlebihan, banyak mengandung lemak dan jumlah kalori yang melebihi
kebutuhan. Proses metabolisme yang menurun pada lanjut usia, bila tidak
diimbangi dengan peningkatan aktifitas fisik atau penurunan jumlah
makanan, sehingga jumlah kalori yang berlebih akan diubah menjadi
lemak yang dapat mengakibatkan kegemukan. Selain kegemukan secara
keseluruhan, kegemukan pada bagian perut lebih berbahaya karena
kelebihan lemak di perut dihubungkan dengan meningkatnya risiko
menderita penyakit jantung koroner pada bagian lemak lain. Menurut
Monica, 1992, kegemukan atau obesitas akan meningkatkan risiko
menderita penyakit jantung koroner 1-3 kali, penyakit hipertensi 1-5 kali,
diabetes melitus 2-9 kali, dan penyakit empedu 1-6 kali.
150
2. Kurang Energi Kronik (KEK)
Kurang atau hilangnya nafsu makan yang berkepanjangan pada
lanjut usia, dapat menyebabkan penurunan berat badan. Pada lanjut usia
kulit dan jaringan ikat mulai keriput, sehingga makin kelihatan kurus. Di
samping kekurangan zat gizi makro, sering juga disertai kekurangan zat
gizi mikro. Beberapa penyebab KEK pada lansia :
a. makan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa dan
penciuman.
b. gigi-geligi yang tanggal, sehingga menganggu proses mengunyah
makanan.
c. faktor stres/depresi, kesepian, penyakit kronik, efek samping obat,
merokok dan lain-lain.
3. Kekurangan Zat Gizi Mikro Lain
Kekurangan zat gizi mikro dapat juga terjadi pada lanjut usia
dengan status gizi baik. Kurang zat besi, vitamin A, vitamin B,
vitamin C, vitamin D, vitamin E, magnesium, kalsium, seng dan
kurang serat sering terjadi pada lanjut usia. Beberapa penyakit kronik
degeneratif yang berhubungan dengan status gizi pada makanan atau
pun jenis makanannya :
151
a. Penyakit jantung koroner
Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan
dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Penyakit
jantung koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan
lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh
koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses
seperti penimbunan jaringan ikat, pengapuran, pembekuan darah,
dan lain-lain, yang semuanya akan mempersempit atau
menyumbat pembuluh darah tersebut.
b. Hipertensi
Berat badan yang berlebih akan meningkatkan beban
jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya
tekanan darah cenderung menjadi lebih tinggi. Selain itu
pembuluh darah pada lanjut usia sering mengalami aterosklerosis
(lebih tebal dan kaku), sehingga tekanan darah akan meningkat.
Bila terjadi sumbatan di pembuluh darah otak akan memacu
timbulnya stroke. Bila sumbatan terjadi dijantung dapat
menyebabkan serangan jantung berupa nyeri dada atau kematian
otot jantung (angina pektoris atau infark miokard) yang dapat
menyebabkan kematian.
152
c. Diabetes Melitus
adalah suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar
glukosa darah yang melebihi nilai normal (gula darah puasa >126
gr/dl dan atau gula darah sewaktu di atas 200 gr/dl). Diabetes
umumnya disebabkan oleh kerusakan sel beta di pankreas yang
menghasilkan fungsi insulin, sehingga kekurangan insulin atau
dapat juga terjadi karena gangguan fungsi insulin dalam glukosa
ke dalam sel.
d. Osteo Arthritis (pengapuran tulang)
adalah penyakit bagian dari arthtritis, penyakit ini terutama
menyerang sendi terutama pada sendi tangan, lutut dan pinggul.
Orang yang terserang osteoarthtritis biasanya susah menggerakan
sendi-sendi dan pergerakannya menjadi terbatas karena turunnya
fungsi tulang rawan untuk menopang badan.
e. Osteoporosis (keropos tulang)
Massa tulang mencapai maksimum pada usia sekitar 35
tahun untuk wanita dan usia 45 tahun untuk pria. Bila konsumsi
kalsium kurang dalam jangka waktu lama akan timbul keropos
tulang (osteoporosis), dan pada wanita menopause akan lebih
rentan karena pengaruh penurunan hormon estrogen. Akibatnya
tulang menjadi rapuh dan mudah patah apabila terjatuh atau terkena
trauma.
153
f. Arthtritis Gout
Kelainan metabolisme protein menyebabkan kadar asam
urat dalam darah meningkat. Kristal asam urat akan menumpuk di
persendian yang menyebabkan rasa nyeri dan bengkak sendi. Pada
penderita gout perlu pembatasan konsumsi lemak, protein, purin,
untuk penurunan kadar asam urat. Disarankan banyak minum air
putih minimal 8 gelas sehari.
154
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Salah satu masalah kesehatan yang dialami lansia adalah penyakit
degeneratif yaitu hipertensi. Faktor penyebab terjadinya hipertensi pada lansia
sangat beraneka ragam, dan salah satunya adalah jenis makanan yang di
konsumsi dan peningkatan tekanan darah yang terjadi secara statis. Oleh
karena itu, perlu untuk memperhatikan jenis makanan yang sehat dan
seimbang serta pengecekan tekanan darah secara berkala pada lansia yang
mengalami hipertensi untuk memberikan solusi pada lansia agar dapat
mengontrol dan mencegah terjadinya hipertensi sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan Umur Harapan Hidup pada Lansia.
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang
dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan.
(Sustrani, 2004). Sedangkan tekanan darah adalah gaya (atau dororngan)
darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh
tubuh. Dan jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,
dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat
dan seimbang (Persagi, 2003).
155
B. Kerangka Konsep
Identifikasi
Keterangan :
= Variabel yang diteliti.
Lansia Yang Mengalami
Hipertensi
Tekanan darah di atas
normal dari biasanya
Jenis Makanan
156
C. Variabel Penelitian
Variabel merupakan sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau
ukuran yang dimiliki anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan
yang dimilki oleh kelompok yang lain (Notoadmojo, 2005).
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
a. Lansia dalam penelitian ini adalah lansia yang berumur 60 sampai dengan
diatas 90 tahun dan mengalami hipertensi yang di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara.
b. Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah,
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Klasifikasi
hipertensi menurut WHO pada penelitian adalah hipertensi ringan (130-
135/85-90 mmHg), Hipertensi Stadium 1 (140-159/90-99 mmHg),
Hipertensi Stadium 2 (160-179/100-109 mmHg) dan Hipertensi Stadium 3
(> 180/ > 110 mmHg).
c. Jenis makanan yang akan diidentifikasi pada lansia yang mengalami
hipertensi pada penelitian ini yaitu jenis makanan yang mengandung tinggi
karbohidrat (Ubi atau Singkong), tinggi lemak (Daging Ayam, Sapi, dan
Kambing), rendah serat (kol, sawi, nangka matang) tinggi natrium (Ikan
Asin, Gorengan) , dan sumber protein nabati (Kacang tanah dan mete) dan
lain-lain, di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari, Kecamatan
157
Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Metode atau
cara yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis makanan yang
dikonsumsi bagi lansia yang mengalami hipertensi yaitu dengan
menggunakan penilaian skala likert yaitu bila jawaban setaip hari diberi
skor 3, 2-3 x dalam seminggu diberi skor 2, dan tidak pernah dalam 1
minggu diberi skor 1. Dengan kriteria objektif:
Faktor Pencetus (Tidak Sesuai) : Apabila responden mengonsumsi jenis
makanan yang mengandung tinggi
karbohidrat, tinggi lemak, rendah serat,
tinggi natrium, sumber protein nabati
dan bila jawaban responden ≥60 %.
Bukan Faktor Pencetus (Sesuai) : Apabila responden tidak mengonsumsi
jenis makanan yang mengandung tinggi
karbohidrat, tinggi lemak, rendah serat,
tinggi natrium, sumber protein nabati
dan bila jawaban responden mencapai
<60 %.
158
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan observasi langsung dan wawancara, yaitu suatu metode penelitian
yang dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi
tentang suatu keadaan secara objektif.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan mulai pada tanggal 10 Juni – 13
Juni 2016.
2. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi
Tenggara.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek yang diteliti tersebut
(Notoadmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang
159
mengalami hipertensi yang berjumlah 43 orang, di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe
Selatan, Sulawesi Tenggara.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Nursalam, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang
mengalami hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari.
Populasi pada penelitian ini < 100, maka sampel yang diambil adalah secara
keseluruhan dari populasi yang ada yaitu berjumlah 43 orang (Arikunto
2006:134).
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik pengambilan sampel secara total sampling, yaitu populasi yang ada,
seluruhnya dijadikan sampel yang berjumlah 43 orang lansia yang mengalami
hipertensi. Adapun kriteria inklusi dalam memilih sampel pada penelitian ini
adalah :
1. Klien atau lansia yang berada di Panti Tresna Werdha Minaula Kendari
yang mengalami hipertensi yang berjumlah 43 orang.
2. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.
3. Tidak mengalami penurunan kesadaran, ingatan dan gangguan fisik.
4. Dapat atau tidak dapat membaca dan menulis.
160
D. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat ukur untuk mengumpulkan data, dan
alat ukur tersebut perlu dilihat dan diteliti agar memperkuat hasil penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar kuesioner atau angket yang digunakan untuk mengetahui jenis
makanan yang dikonsumsi lansia yang mengalami hipertensi serta lembar
observasi yang digunakan untuk mengobservasi dalam melakukan
pengukuran tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi.
E. Jenis dan Cara Pengambilan Data
1. Data primer adalah data yang langsung diambil pada responden. Data yang
diambil melalui wawancara lansung atau observasi langsung dengan
responden mengenai jenis makanan yang dikonsumsi dan tekanan darah pada
lansia yang mengalami hipertensi.
2. Data sekunder adalah data yang sudah ada dan diambil dari instansi terkait
yaitu data tentang jumlah lansia yang menghuni Panti Tresna Werdha
Minaula Kendari, jumlah lansia yang mengalami hipertensi, daftar menu
permakanan pada keseluruhan lansia, dan lain-lain.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilakukan dengan menggunakan
komputerisasi. Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai
berikut :
161
1. Coding (Pengkodean) yaitu memberikan kode pada setiap jawaban
yang ada dengan maksud memudahkan untuk analisa.
2. Editing (Pengeditan) yaitu dilakukan untuk mengisi setiap daftar
pertanyaan yang sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan
pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pada setiap
jawaban.
3. Scoring (pemberian skor) yaitu perhitungan secara manual dengan
menggunakan komputer untuk mengetahui presentase setiap
variabel yang diteliti.
4. Tabulating (tabulasi) yaitu kelanjutan dari proses pengolahan
dalam hal ini setelah data tersebut dikoding dan kemudian
ditabulasi agar dapat mempermudah penyajian data dalam bentuk
distribusi frekuensi.
G. Analisa Data
Data yang diperoleh melalui hasil pengolahan data, selanjutnya
dianalisis. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan
mempresentasikan hasil observasi dari setiap variabel penelitian dengan
menggunakan rumus :
X=𝑓
𝑁 x k
162
Keterangan :
f = Variabel yang diteliti/frekuensi skor jawaban benar
N = Jumlah skor tertinggi
k = Konstanta (100%)
X = Presentase hasil yang dicapai (Arikunto S, 2006:34)
H. Penyajian Data
Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan secara deskriptif.
I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi
dari Politeknik kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan, dan
persetujuan judul penelitian dari pembimbing 1 dan 2 untuk melakukan
pengambilan data awal penelitian dimana untuk mencapai hal tersebut,
peneliti mengajukan surat permohonan untuk menjadi responden dan untuk
memperoleh data awal penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dengan
menekankan masalah etika yang meliputi (Nursalam, 2011) :
1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada subjek sebelum riset
dilaksanakan. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset dilakukan.
Bila subjek bersedia diteliti maka lembar persetujuan ditanda tangani
163
dan bila menolak peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati
hak-hak responden (lampiran 2).
2. Tanpa Nama (Anonymity)
Untuk menjaga kerahasiaan subjek peneliti tidak akan mencantumkan
nama subjek pada lembar kuesioner atau observasi yang diisi oleh
subjek tetapi hanya memberi kode.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari subjek.
164
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Minaula
Kendari
a. Sejarah Singkat
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Minaula diresmikan oleh
Menteri Sosial Republik Indonesia pada tanggal 7 Desember 1981.
Pada awal berdirinya, panti menyantuni lanjut usia sebanyak 20 orang
dan jumlah ini berkembang terus menjadi 100 orang pada tahun 1983.
PSTW Minaula didirikan di atas areal seluas kurang lebih 3 Ha.
Sebagian besar kurang lebih 2 Ha telah dipergunakan bagi
pembanguan fasilitas perkantoran, rumah ibadah dan fasilitas lain yang
menunjang pelaksanaan program pembinaan lanjut usia terlantar dalam
panti, sedangkan sisanya 1 Ha dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan
rekreasi dan ekonomi produktif berupa perkebunan sayur – sayuran
dan palawija, pemeliharaan ternak ayam dan itik, usaha keterampilan
seperti atap rumbia, serta pemeliharaan ikan air tawar.
Sejak berdirinya, panti ini telah mendapat sambutan dan dukungan
yang positif dikalangan masyarakat luas.
165
b. Letak
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari terletak di desa
Ranooha Kecamatan Ranoomeeto Kabupaten Konawe Selatan, lebih
kurang 24 KM dari kota Kendari.
c. Sarana dan Prasarana
Tabel 5.1 Distribusi Tempat Tinggal (Wisma) Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto Tahun
2016
No. Wisma Frekuensi Persentase (%)
1. Flamboyan 9 10
2. Damai 5 6
3. Sejahtera 8 8
4. Makmur 9 10
5. Abadi 9 10
6. Ramai 10 11
7. Adil 6 6
8. Bougenville 2 2
9. Perawatan Khusus 9 10
10. Aman 6 6
11. Sentosa 7 7
12. Segar 8 8
13. Bahagia 6 6
Jumlah 94 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016
166
2. Data Hasil Penelitian
a. Karakteristik Responden
1.) Lanjut Usia Menurut Jenis Kelamin
Tabel : 5.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kecamatan
Ranomeeto Tahun 2016
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. Laki - laki 49 52
2. Perempuan 45 48
Jumlah 94 100
Sumber : Data Primer, Diolah Juni 2016
2.) Lanjut Usia Menurut Kelompok Umur
Tabel: 5.3 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur di
Panti Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto
Tahun 2016
No. Kelompok Umur Frekuensi Persentase
1. 60-74 29 31
2. 79-90 39 41
3. > 90 26 28
Jumlah 94 100
Sumber: Data Primer Diolah Juni 2016
167
3.) Lanjut Usia Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel: 5.4 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan di
Panti Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto
Tahun 2016
No. Pendidikan Frekuensi Persentase
1. Tidak Sekolah 42 45
2. Pendidikan Dasar 44 47
3. SMA 8 8
Jumlah 94 100
Sumber: Data Primer Diolah Juni 2016
b. Variabel Penelitian
1.) Jenis Makanan Faktor Pencetus Pada Lanjut Usia Yang
Mengalami Hipertensi
Tabel : 5.5 Karakteristik Variabel Penelitian Jenis Makanan Faktor
Pencetus Hipertensi Pada Lanjut Usia di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto Tahun
2016.
No. Jenis Makanan Frekuensi Persentase (%)
1.
Faktor Pencetus
26
60
2.
Bukan Faktor Pencetus
17
40
Jumlah 43 100
Sumber : Data Primer diolah Juni 2016
168
2.) Lanjut Usia Yang Mengalami Hipertensi
Tabel : 5.6 Karakteristik Variabel Penelitian Lanjut Usia Yang
Mengalami Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kecamatan Ranomeeto Tahun 2016.
No. Kategori Hipertensi Frekuensi Persentase (%)
1. Hipertensi Ringan 13 30
2. Hipertensi Stadium 1 21 49
3. Hipertensi Stadium 2 6 14
4. Hipertensi Stadium 3 3 7
Jumlah 43 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016
B. Pembahasan
1. Jenis Makanan Pada Lansia Yang Mengalami Hipertensi di Panti
Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto
Berdasarkan hasil penelitian terhadap jenis makanan yang tidak
dianjurkan pada lanjut usia yang mengalami hipertensi menunjukkan bahwa
dari 43 responden yang mengalami hipertensi, lansia yang mengonsumsi jenis
makanan yang tidak sesuai atau sebagai faktor pencetus sebanyak 26 lansia (60
%), sedangkan lansia yang mengonsumsi jenis makanan yang sesuai atau atau
bukan sebagai faktor pencetus pada pasien hipertensi sebanyak 17 lansia
(40%). Hal ini di dukung oleh teori bahwa lansia yang mengalami hipertensi
dengan pengukuran tekanan darah diatas 130/90 mmHg masih mengonsumsi
jenis makanan yang tidak dianjurkan yang dapat memberikan perubahan atau
dampak buruk bagi kesehatannya ini sesuai dengan pendapat bahwa faktor -
169
faktor yang mempengaruhi penuaan dan penyakit yang sering terjadi pada
lansia diantaranya hereditas, atau keturunan genetik, nutrisi atau makanan,
status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stres (Santoso, 2009).
Sesuai dengan teori bahwa faktor jenis makanan berperan penting
terjadinya hipertensi. Adapun jenis makanan faktor pencetus hipertensi
diantaranya adalah ubi, singkong, (tinggi karbohidrat). Kacang tanah, kacang
mete (tinggi protein nabati). Kol, sawi, dan nangka muda, nangka matang
(rendah serat). Minyak kelapa dan daging (tinggi lemak). Dan tinggi natrium
yaitu daging ayam, sapi dan ikan asin (Almatsier: 2010), yang telah
disesuaikan dengan daftar menu permakanan di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kecamatan Ranomeeto
Banyaknya lansia yang masih mengonsumsi jenis makanan yang tidak
sesuai tentunya memberikan permasalah gizi dan sebagai faktor pencetus
menimbulkan berbagai penyakit salah satunya hipertensi. Berbagai penelitian
yang menunjukkan bahwa masalah gizi pada lanjut usia sebagian besar
merupakan masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko timbulnya
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus,
hipertensi, gout rematik, ginjal, perlemakan hati, dan lain-lain.
Hal ini dapat diasumsikan bahwa banyaknya lansia hipertensi yang
mengonsumsi jenis makanan tidak sesuai atau pencetus hipertensi yaitu 26
orang (60%) dapat diakibatkan karena faktor pola makan yang tidak teratur,
kebiasaan makan yang tidak teratur, tidak disiplin dalam mengonsumsi jenis
170
makanan yang sesuai, karakteristik lansia itu sendiri berupa usia yang
semakin tua, latar belakang pendidikan yang rendah atau sarana prasaran
tempat tinggal yang tidak mendukung. Sedangkan 17 lansia (40%) yang
mengonsumsi jenis makanan yang sesuai atau bukan faktor pencetus dapat
diasumsikan bahwa mereka memiliki pola makan yang teratur, disiplin dalam
memilih dan mengonsumsi jenis makanan yang sesuai, dan mungkin
memiliki karakteristik lansia seperti usia yang masih dapat mengerti dalam
mengonsumsi jenis makanan yang sesuai atau mempunyai latar belakang
pendidikan yang tinggi.
2. Lanjut Usia Yang Mengalami Hipertensi Yang Dilaksanakan di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranoomeeto.
Berdasarkan hasil penelitian lanjut usia yang mengalami hipertensi
yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kecamatan
Ranomeeto menunjukkan bahwa dari 43 responden yang mengalami
hipertensi, sebanyak 13 responden (30%) berada dalam kategori hipertensi
ringan (130-135/85-90 mmHg), 21 responden (49%) berada dalam kategori
hipertensi stadium I (140-159/90-99 mmHg), 6 responden (14%) berada
dalam kategori hipertensi stadium II (160-179/100-109 mmHg), 3 responden
(7%) dalam kategori hipertensi stadium III (>180/>100 mmHg.
Dari hasil pengukuran banyak responden yang masuk dalam kategori
hipertensi stadium ringan, I dan II. Ini menunjukkan bahwa peningkatan
tekanan darah pada lansia begitu progresif sehingga dapat berdampak buruk
pada komplikasi yang dirasakan.
171
Kemudian dari hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan bahwa
dari 26 lansia yang mengonsumsi jenis makanan faktor pencetus, 8 lansia
berada pada hipertensi ringan, 12 lansia hipertensi stadium I, 4 lansia
hipertensi stadium II, dan 2 lansia hipertensi stadium III. Sedangkan dari 17
lansia yang mengonsumsi jenis makanan sebagai bukan faktor pencetus, 5
lansia berada pada hipertensi ringan, 8 lansia hipertensi stadium I, 3 orang
hipertensi stadium II, dan 1 lansia hipertensi stadium III. Ini sesuai teori
bahwa hipertensi dikaitkan dengan risiko lebih tinggi mengalami serangan
sakit jantung. Umurnya seseorang yang berisiko menderita hipertensi adalah
usia di atas 45 tahun dan serangan darah tinggi baru muncul sekitar usia 40
walaupun dapat terjadi pada usia muda (Kumar, 2005). Sebagai suatu proses
degeneratif, hipertensi tentu hanya ditemukan pada golongan dewasa (Bustan,
2007). Ditemukan kecenderungan peningkatan prevalensi menurut
peningkatan usia dan biasanya pada usia > 40 tahun. Umur mempengaruhi
terjadinya hipertensi. Bertambahnya umur maka risiko terkena hipertensi
menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi, yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar di atas 65 tahun.
Sehingga diasumsikan bahwa banyaknya lansia yang mengalami
hipertensi yaitu 43 orang di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kecamatan
Ranomeeto, 26 orang diantaranya dapat diakibatkan karena faktor terbesar
adalah jenis makanan yang dikonsumsi, kemudian 17 orang sisanya bukan
karena jenis makanan yang dikonsumsi melainkan faktor herediter,
lingkungan, stress atau bahkan usia dan pendidikan yang kurang.
172
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Panti Tresna
Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto terhadap 43 responden, terdapat
faktor – faktor pencetus terjadinya hipertensi dengan frekuensi tertinggi
sebanyak 60 % mengonsumsi jenis makanan faktor pencetus hipertensi
dan sebanyak 49 % mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi
stadium 2, yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jenis makanan pencetus hipertensi pada 43 lansia yang mengalami
hipertensi di Panti Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto, 26
lansia (60%) mengonsumsi jenis makanan yang tidak dianjurkan atau
sebagai faktor pencetus yaitu mengandung tinggi karbohidrat, tinggi
natrium, lemak, sumber protein nabati dan rendah serat sedangkan
sisanya yaitu 17 lansia (40%) tidak mengonsumsi jenis makanan yang
tidak dianjurkan atau bukan sebagai faktor pencetus hipertensi.
2. Lanjut usia yang mengalami hipertensi di Panti Tresna Werdha
Minaula Kecamatan Ranomeeto, dari 43 responden hipertensi, lansia
yang mengalami hipertensi ringan sebanyak 13 lansia (30%),
hipertensi stadium I sebanyak 21 lansia (49%), hipertensi stadium II
sebanyak 6 orang (14%), hipertensi stadium III sebanyak 3 lansia
(7%).
173
B. Saran
Sesuai kesimpulan di atas, maka saran yang dapat kami sampaikan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi pihak Panti Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto,
diharapkan sebagai informasi bagi petugas panti sehingga dapat
meningkatkan pelayanan bagi lansia salah satunya dalam memberikan
jenis makanan yang tepat untuk di konsumsi oleh lansia yang
hipertensi dan juga selalu melakukan pengecekan tekanan darah secara
berkala agar peningkatan tekanan darah secara mendadak atau tiba-tiba
dapat diantipasi segera.
2. Bagi institusi, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
institusiku tercinta Politeknik Kesehatan Kendari khususnya jurusan
keperawatan dalam pen gembangan pendidikan dibidang penelitian
ilmu keperawatan.
3. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
peneliti dalam memberikan asuhan dan pelayanan keperawatan lansia
secara menyeluruh salah satunya dalam mengidentifikasi dan
menentukan jenis makanan yang tepat, sehat dan seimbang serta
tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi.
4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat bermanfaat bagi adik-adik
saya ke depan dalam melakukan penelitian selanjutnya atau dapat
dijadikan sebagai bahan referensi dalam penulisan karya ilmiah yang
berhubungan dengan penelitian ini.
174
175
176
177
178