kasus besar
DESCRIPTION
neurologiTRANSCRIPT
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas pasien
Nama : Nn. N
Umur : 19 tahun
Alamat : Jl. HEA Mokodompit
Pekerjaan : Mahasiswi
Pendidikan : Perguruan tinggi
Suku : Toraja
Tanggal masuk: 4 Januari 2016
II. Anamnesis
a. Keluhan utama : Pusing
b. Keluhan penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pusing seperti terputar yang
dirasakan sejak 3hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri
ulu hati, mual, muntah-muntah dan pengelihatannya kabur.
Sebelum masuk ke RS Bahteramas, pasien sempat dirawat di
RSUD Abunawas dengan keluhan yang sama serta mata
hitamnya besar sebelah.
c. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit seperti ini sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang
mengalami sakit seperti ini.
III. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis (Tanggal 4 Januari 2016)
- Ku : sakit sedang
- Tanda vital : TD : 100/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
2
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 36.3° C
b. Status neurologis
- GCS : E4M6V5 = 15 (compos mentis)
- Tanda rangsang menings :
Kaku kuduk : (-)
Laseque sign : -/-
Kernig sign : -/-
Brudzinski 1 : -/-
Brudzinski 2 : -/-
Brudzinski 3 : -/-
Brudzinski 4 : -/-
- Pupil : Bulat, Anisokor, diameter 2.5mm/3.5 mm, RCL +/-,
RCTL +/-
- N. Cranialis
N. I : Normosmia
N. II : Visus kurang baik, pengelihatan kabur, Lapangan
pandang baik
N.III, N.IV, N.VI : Pergerakkan bola mata normal
N. V : Sensibilitas wajah baik
N.VII : Wajah tampak simetris
N. VIII: Ketajaman pendengaran baik
N. IX,X : Kesan baik
N. XI : Kesan baik
N. XII : Kesan baik
Motorik
P K
N N 5 5
N N 5 5
3
T
N N
N N
Refleks Fisiologis
BR + +
TR + +
PL + +
AC + +
Refleks Patologis
Hoffman - -
Tromner - -
Oppenheim - -
Babinski - -
Chaddok - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Bing - -
Sensibilitas : Normal
Saraf otonom : BAB dan BAK baik
Rencana Pemeriksaan : CT-Scan Kepala
Diagnosa klinis : Vertigo + Anisokor Pupil
4
Diagnosa topis : Cerebri
Dianosa Etiologis : Susp. SOL Intrakranial
Diagnosa banding :
Penatalaksanaan :
- IVFD Nacl 0,9 % 20 tpm
- Neurosanbe 1 amp/12 jam/ IV
- Betahistine Mesilate 6mg 3 x 1
- Ranitidine 1 amp/8 jam/IV
- Metoklopramide HCl 5mg 3 x 1
Prognosis
- at vitam : dubia
- at Fungsionam : dubia
- at sanasionam : dubia
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
Kelainan atau penyakit berupa gangguan gerak dan sikap yang sering
disebut dengan istilah gerakan involuntar, adalah gerakkan yang timbul
sebagai akibat dari gangguan sistem ekstrapiramidal, bercirikan terjadinya
diluar kehendak, tidak bertujuan tidak terkoordinasi dan tidak dapat
dikendalikan. Karena itu gerakan involuntar digolongkan sebagai gerakan
abnormal, bisa sebagai gejala ataupun sebagai suatu diagnosa
penyakit/sindrom sendiri1.
Ada tiga komponen yang terlibat dalam sistem motorik (somatomotorik)
yaitu :
1). Sistem piramidal (traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbospinal)
2). Inti-inti basal (nukleus kaudatus, putamen, globus palidus, dan
substansia nigra.
3). Serebelum, sebagai pusat koordinasi gerakan somatomotorik.
Gerakan involuntar menjadi tanda klinik gangguan pada sistem
ekstrapiramidal, berupa hiperkinesia atau hipokinesia, dan disertai perubahan
pada tonus otot dan sikap tubuh. Sementara ituu gangguan pada serebelum
menyebabkan kelainan dalam rentang gerakan, kecepatan, dan daya gerak
(sedangkan kekuatan tidak terganggu)2.
JENIS-JENIS GERAKAN INVOLUNTER
a. Khorea
Gerakan involunter yang cepat,menyentak, pendek dan berulang-
ulang yang dimulai satu bagian tubuh dan bergerak dengan tiba-tiba, tak
terduga, dan seringkali secara terus-menerus sampai bagian tubuh lainnya
yang menghasilkan berbagai pola gerakan. Pertama-tama bagian perifer
6
dari ekstremitas terlibat bagian proksimal akan mengikuti. Sentakan
involunter pada wajah menghasilkan wajah yang menyeringai. Yang
paling penting adalah chorea huntington, suatu penyakit degeneratif
dominan, herediter uang timbul pada usia pertengahan. Gerakan pada
umum nya tidak tersentak-sentak seperti pada chorea minor. Gerakan yang
lebih komplek dan kadang-kadang lambat seperti gerakan athetosis.
Mungkin terdapat puntiran, seperti tenaga putaran, dan serupa seperti
distonia torsi. Ekstremitas proksimal, tubuh dan otot-otot wajah yang
terutama terlibat menyebabkan wajah menyeringai dan retraksi dari lidah.
Bicara dan menelan menjadi sulit1.
Hipertonia yang terjadi dini, kemudian berubar menjadi rigor.
Penemuan paatologis terdiri dari atrofi korpus striata yang berkaitan
dengan hilangnya neuron-neuron kecil. Neuron kortikal juga dapat
berdegenerasi dan penyakit dapat berakhir dengan demensia. Gerakan
chorea dengan perkembangan lambat yang sama mungkin merupakan
keadaan yang simptomatik, yaitu sekunder terhadap penyakit otak lainnya
(ensefaflitis, keracunan karbon monoksida, penyakit vaskuler)1.
Gambar 1. (Khorea)
(http://www.medicastore.com/med/)
7
b. Athetosis
Aliran gerakan yang lambat, mengalir, menggeliat di luar
kesadaran. Gangguan kinetik ini biasanya disebabkan oleh kerusakan
perinatal dari korpus striata. Kerusakan ini mengambil bentuk hilang nya
sirkulasi neuron-neuron kecil, menimbulkan jaringan parut glial seperti
vena-vena dalam marmer, sehingga di sebut status marmorartus. Gerakan
involunter menjadi lambat dengan kecendrungan untuk ekstensi berlebihan
dari ekstremitas bagian perifer. sebagai tambahan, terdapat peningkatan
spasmodik yang irreguler dari tegangan otot antara agonis dan antagonis,
sehingga gerakan dan sikap tubuh menjadi aneh. Gerakan voluntger
berubah hebat oleh penaampilan secara spontan dari gerakan hiperkinetik
yang mungki melibatkan wajah dan lidah sehingga menyebabkan wajah
menyeringai dengan gerakan lidah yang abnormal. Mungkin terdapat
ledakan spasmodik, tertawa atau menangis. Athetosis mungkin terjadi
bersamaan dengan paresis kontralateral; juga dapat ditemukan bilateral
yang di sebut athetosis ganda, yang biasanya terjadi berkaitan dengan
paraplegia spastik (penyakit little, sindrom vogt)2.
Gambar 2. (Athetosis)
(http://www.medicastore.com/med/)
8
c. Hemiballismus
Sejenis chorea, biasanya menyebabkan gerakan melempar satu
lengan di luar kemauan dengan keras. Penyakit ini disebabkan oleh
beberapa macam proses patologis antara lain gangguan vaskuler (stroke),
infeksi, trauma dan tumor. Kelainan di otak berupa destruksi nukleus
subtalamik. Gerakan ini melibatkan otot-otot proksimal dan dapat
menguras tenaga. Hemiballismus mempengaruhi satu sisi badan. Lengan
terkena lebih sering daripada kaki. Biasanya disebabkan oleh stroke yang
mempengaruhi bidang kecil tepat di bawah basal ganglia yang disebut
nukleus subthalamic. Hemiballismus untuk sementara mungkin
melumpuhkan karena ketika penderita mencoba menggerakkan anggota
badan, mungkin melayang secara tak terkendali2.
Gambar 3. (Hemiballismus)
(http://www.medicastore.com/med/)
d. Distonia
Seperti juga gerakan involunter lainya sering, juga ditemukan pada
berbagai penyakit, baik yang umum sistemik maupun yang terbatas pada
sistem saraf, dan dapat membantu mengidentifikasi penyakit yang
mendasarinya. Semakin disadari bahwa kebanyakan gerakan inovlunter
9
mempunyai dasar organik dan penjelasan psikogenik harus
dipertimbangkan dengan hati-hati1.
Distonia adalah dipertahankanya suatu sikap abnormal yang
berkepanjangan oleh karena kontraksi tonik satu atau sekelompok otot
yang bersifat involuntar, yang disebabkan oleh lesi pada berbagai tingkat
didalam sistem ekstrapiramidal dan mungkin juga pada korteks serebri.
Biasanya yang terkena adalah otot-otot aksial dan pergelangan
bahu. Bila spasme berulang-ulang makan terjadi pergerakan distonik dan
bila berkepanjangan maka sikap distonik dipertahankan. Dikenal distonia
tipe umum (lebih sering dijumpai distonia idiopatik dan somatik) dan
distonia tipe segmental.
Distonia idiopatik diwarisakan secara autosomal resesif atau
autosomal dominan. Termaksud dalam jenis ini adalah distonia
muskulorum deformans. Sementara itu distonia simptomatik biasanya
didasari oleh berbagai penyakit neurologik. Sebagai akibat dari kerusakan
otak atau pengaruh obat-obatan. Distonia tipe segmental terdiri dari
gangguan-gangguan seperti tortikolis, blefarospasmus, distonia fasial
(meige’s dystonia), dan kejang pada penulis (writer’s cramps). dalam
distonia yang nampak secara khas ialah distonia muskulorum deformans
dan tortikolis spasmodik1.
Gambar 4. (Distonia)
(http://www.medicastore.com/med/)
10
e. Tics
Gerakan involuntar yang sifatnya berulang, cepat, singkat, streotipik,
komplsif dan tidak berirama, dapat merupakan bagian dari kepribadian
normal.
Jenis-jenis tics meliputi :
1). Tics sederhana misalnya kedipan mata dan tics fasialis, biasanya
dijumpai pada anak yang cemas atau pada umur yang lebih tua dan
dapat hilang dengan spontan.
2). Tics konvulsif atau tics herediter multipleks (sindrom gilles de la
tourette). Dijumpai pada anak dengan tics sederhana yang kemudian
berkembang menjadi multipleks. Penderita biasanya mengalami
hambatan dalam pergaulan. Gejalanya antara lain dapat berupa :
- Gerakan involunter kompleks :
Tics respiratorik dan vokal
Ekholalia/suka meniru
Suara mengonggong/bersiul
Menggerutu, batuk-batuk.
- Perubahan kepribadian : suka marah/mengomel
- Koprolalia1.
f. Tremor
Tremor adalah suatu gerakan osilasi ritmik, agak teratur, berpabgkal pada
pusat gerakan tetap dan biasanya dalam satu bidang tertentu. Tremor
meliputi tremor fisiologik dan patologik. Tremor patologik meliputi
resting/stastic tremor, ataxic/intention tremor, dan postular/action tremor.
11
- Tremor fisiologik
Tremor pada jari-jari tangan dan kaki yang timbul pada waktu
seseorang mengalami stres.
- Resting/stastic tremor
Ditemukan pada sindrom parkinson dengan frekuensi 6-10 kali
perdetik, mengenai sendi pergelangan tangan dan sendi
metakarpofalangeal. Tremor ini timbul pada waktu anggota gerak
dalam keadaan istirahat. Dilengkapi dengan gerakan oposisi
telunjuk dan ibu jari secara ritmik, gerakan ini disebut pill rolling.
- Ataxic/intention tremor
Tremor ini timbul akibat melakukan gerakan, dan tremor akan
terjadi secara maksimal pada saat gerakan tangan mendekati
sasaran. Tremor jenis ini merupakan akibat gangguan dari
serebelum.
- Postural / action tremor
Tremor jenis ini timbul pada waktu anggota gerak melakukan
gerakan dan kemudian mempertahankan posisi tertentu1.
Gambar 5. (Tremor)
(http://www.medicastore.com/med/)
12
g. Mioklonus
Gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekoyog-
koyong, sebentar, aritmik, asinergik, dan tidak terkendali. Otot yang
berkontraksi dapat meliputi sebagian dari satu otot, seluruh otot atau
sekelompok otot-otot tanpa memandang asosiasi fungsional otot dan
badan, tetapi ia sering difus dan meluas, melibatkan otot muka, rahang,
lidah, faring, dan laring. Timbul secara paroksisimal, pada waktu yang
tidak tertentu, baik pada saat istirahat maupun pada waktu sedang aktif.
Namun demikian, dapat menjadi lebih hebat bila ada rangsangan emosi,
mental, taktil, visual, atau rangsanga auditoriar. Dapat berkurang bila ada
gerakan involuntar. Dapat timbul pada saat pasien hendak tertidur, dan
biasanya menghilang bila sudah tertidur.2
Gerakan mioklonus dapat kecil sehingga tidak menyebabkan
gerakan pada persendian, tetapi bila mengenai seluruh otot atau
sekelompok otot, gerakanya dapat kuat sehingga menyebakan gerakan
klonik pada ekstemitas, gerakan dapat demikian hebat, sehingga satu
anggota gerak seolah-olah terlempar dengan tiba-tiba atau dapat
menyebabkan tercampak jauh.2
Gambar 6. (Mioklonus)
(http://www.medicastore.com/med/)
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STROKE ISKEMIK
A. Stroke Iskemik
Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak
dengan tanda dan gejala klinis fokal maupun global yang berlangsung lebih dari
24 jam atau dapat menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.7
1. Patofisiologi stroke
Otak mendapat darah dari 3 arteri besar di leher yaitu 2 arteri karotis
interna kanan dan kiri disebelah anterior dan arteri basilaris di sebelah posterior.
Dari sejumlah darah yang diperlukan otak 80% dibawah melalui arteri karotis
interna sedangkan 20% sisanya oleh arteri basilaris. Ketiganya bersama-sama
membentuk sirkulasi Wilisi yang merupakan sirkulasi kolateral. 6
Bila terjadi sumbatan pembuluh darah maka daerah sentral yang
diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik. Daerah
tersebut bisa membaik dalam beberapa jam secara spontan maupun dengan
terapeutik. 6
Dengan bertambahnya usia, diabetes melitus, hipertensi dan merokok
merupakan faktor terjadinya aterosklerosis. Pada saat aliran darah lambat (saat
tidur) maka dapat terjadi (trombosis). Pada pembuluh darah kecil dan arteriol
terjadi penumpukan lipohialinosis yang dapat menyebabkan mikroinfark.
Emboli berasal dari trombus yang rapuh atau kristal kolestrol dalam
arteri karotis dan arteri vertebralis yang skerotik, bila terlepas dan mengikuti
aliran darah akan menimbulkan emboli arteri intrakanium yang akhirnya
mengakibatkan iskemia otak. Adanya kelainan katub jantung baik kongenital
maupun infeksi, artrial fibrilasi merupakan faktor risiko terjadinya embolisasi.
14
Pendarahan intraserebral dapat terjadi karena kenaikan akut tekanan
darah sistemik, kenaikan akut aliran darah otak secara difus atau fokal setelah
perbaikan obstruksi arterial atau karena kebocoran/kerusakan dinding pembuluh
darah akibat dari perfusi dari jaringan iskemik atau luka. Sedangkan perdarahan
subarachnois biasanya disebabkan suatu aneurisma pada bifurkasio arteri serebri
besar sehingga mengakibatkan kerusakan pada tunika media dan tunika elastiak
interna, dengan adanya hipertensi menyebabkan tekanan intraluminal meningkat
dan terjadi ruptur.
Patofisiologi seluler serangan stroke iskemik berulang tidak jauh berbeda
dengan mekanisme serangan pertama. Sementara area dan mekanisme stroke
iskemik berulang aterosklerosis arteri besar intrakranial, sama dengan serangan
yang pertama. Pada area aterosklerosis arteri ekstrakranial, lokasi dan
mekanismenya sering tidak bisa diprediksi. Maka frekuensi serangan ulang pada
area vaskuler yang berbeda karena oklusi mendadak pada pembuluh darah yang
sebelumnya normal pada serangan pertama menyebabkan manifestasi klinis stroke
semakin memburuk. Hal ini diduga akibatprogresi stenosis/oklusi pembuluh darah
yang meningkatkan resikoperistiwa gangguan vaskuler.6
Kelainan jantung (gambaran EKG abnormal), hipertensi sisitolik dan
diastolik, DM serta hematokrit tinggi sebagai faktor tunggal mempunyai
hubungan kuat sebagai resiko terjadinya stroke non hemoragik ulang. Kadar
kolesterol , trigeliserida , asam urat yang tinggi , usia dan jenis kelamin sebagai
faktor resiko tunggal tidak menunjukkan peran yang bermakna untuk terjadinya
stroke iskemik ulang . Stressor meningkatkan satu setengah kali kejadian stroke
iskemik ulang. 6
2. Klasifikasi stroke (National Institute of Neurological Disorders and Stroke)
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1) Stroke iskemik
a) Trombosis Serebri
Trombus dapat disebabkan secara langsung pada tempat
tersebut (stroke iskemik trombotik). Gejala utama timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului gejala
15
prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih
dari 50 tahun. Pada pungsi lumbal, Liquor Cerebro Spinalis
(LCS) jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.
Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang
menunjukkan infark/iskemik dan edema.
b) Emboli Serebri
Embolus dari sirkulasi yang mengikuti aliran darah
sehingga menyebabkan obstruksi arteri serebri (stroke iskemik
embolik). Stroke ini terjadi pada usia lebih muda, mendadak dan
pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat
yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran
dapat menurun bila embolus cukup besar. Pemeriksaan LCS
normal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan neuroimagin.
2) Stroke hemoragik
a) Perdarahan Intraserebral
Merupakan perdarahan arteri yang menuju parenkim
otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan neuroimaging
b) Perdarahan Subarakhnoid
Merupakan perdarahan arteri di subarachnoid. Gejala khas
yang muncul adalah sakit kepala hebat, onset mendadak dan
biasanya disertai penurunan kesadaran. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan neuroimaging atau lumbal pungsi.
b. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient iscemik attack (TIA) : defisit neurologis akan menhilang
dalam waktu kurang dari 24 jam
2) Reversibel ischemik neurologic deficit (RIND) : defisit neurologis
akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam tapi kurang dari 7
hari.
16
3) Stroke in evolution (SIE) : defisit neurologis berlangsung secara
bertahap dari yang ringan samapi yang berat.
4) Completed Stroke : kelainan neurologis yang sudah menetap dan
tidak dapat berkembang lagi.
3. Faktor resiko
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Usia merupakan faktor penyebab stroke paling kuat. Setelah umur
35-44 tahun resiko stroke meningkat dua kali lipat tiap dekade.
2) Jenis kelamin
Stroke lebih sering terjadi pada pria daripada wanita sampai dekade
kedelapan. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik, sedangkan
wanita lebih sering menderita perdarahan subarachnoid.
3) Ras
Orang Amerika yang berasal dari Afrika mempunyai insiden dan
prevalensi stroke lebih banyak daripada orang kulit putih, meskipun telah
dilakukan kontrol terhadap hipertensi, diabetes melitus dan umur.
4) Genetik
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik pada
resiko stroke . Sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen mana yang
berperan dalam terjadinya stroke.
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi
Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga
timbul perdarahan otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka
aliran darah ke otak terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian.
2) Diabetes Melitus
17
Tingginya kadar glukosa menyebabkan proses aterosklerosis
sehingga mengganggu kelancaran aliran darah, dan memperberat
kerusakan sel otak.
3) Penyakit Jantung
Faktor resiko ini umumnya menimbulkan hambatan/sumbatan
aliran darah ke otak karena jantung melepas embolus.
4) Riwayat TIA / stroke sebelumnya
Makin sering seseorang mengalami gangguan darah otak
sepintas atau TIA maka kemungkinan untuk mengalami gangguan
peredaran otak makin besar.
5) Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen,
peningkatan ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding
pembuluh darah dan peningkatan viskositas darah.
6) Hiperkolesterolemi
Peningkatan LDL merupakan faktor resiko penting terjadinya
aterosklerosis diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah.
7) Hemokonsentrasi
Kadar hematokrit yang tinggi menyebabkan meningkatnya
viskositas darah sehingga berakibat turunnya aliran darah ke otak.
Meskipun peningkatan viskositas darah tidak hanya disebabkan oleh
peningkatan hernatokrit, namun bila kadar hematokrit melampaui 46%
maka viskositas darah akan meningkat dengan tajam. Hematokrit juga
dapat merintangi aliran darah kolateral pada daerah otak yang iskemik
sehingga mengakibatkan lesi infark yang lebih luas.
4. Gejala klinis
18
Manifestasi klinis tergantung pada neurianatomi dan vaskularisasinya.
Fungsi kognitif merupakan kemampuan seseorang dalam belajar, menerima, dan
mengelola informasi dari lingkungan sekitarnya. Kerusakan otak merupakan
faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif, sehingga memunculkan manifestasi
gangguan fungsi kognitif. Kerusakan hemisfer kiri dan kanan memberikan wujud
gejala yang berbeda karena telah terjadi proses lateralisasi dari fungsi-fungsi
tertentu ke salah satu hemisfer (dominasi serebral). Kerusakan hemisfer kiri akan
menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa, membaca, menulis, menghitung,
memori verbal dan gerakan motorik terampil. Kerusakan hemisfer kanan akan
menimbulkan gangguan fungsi visuospasial (persepsi), visuomotor, pengabaian
(neglect), memori visual, dan koordinasi motorik.7
Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa
gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi
intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa,
daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah. Stroke meningkatkan
risiko untuk mengalami penurunan fungsi kognitif sebanyak 3 kali (Dewi, 2004).
Gangguan fungsi kognitif untuk jangka panjang jika tidak dilakukan penanganan
yang optimal akan meningkatkan insidensi demensia. Menurut penelitian yang
dilakukan di Yogyakarta, gangguan kognitif pada penderita stroke merupakan
prediktor untuk terjadinya demensia.5
Hemisfer kiri mengendalikan bagian kanan tubuh dan dominan untuk
kemampuan komunikasi, sehingga pada stroke hemisfer kiri umumnya akan
dijumpai defisit pada sektor bahasa dengan berbagai macam tipe afasia yang kan
mempengaruhi fungsi dan keterampilan dalam berkomunikasi, sedangkan
hemisfer kanan mengendalikan tubuh bagain kiri serta barbagai faktor integratif
dalam fungsi kognitif dan intelektual, serta dominan untuk aspek tertentu dari
atensi dan kewaspadaan.7
Pada stroke hemisfer kanan defisit yang terjadi adalah pada sektor
nonbahasa dan lebih banyak pada bidang visuospatial yang akan sangat
mempengaruhi segala macam fungsi yang berkaitan dengan tata ruang dan
komunikasi nonverbal. Pasien stroke hemisfer kanan dengan kelumpuhan kiri
19
sering memperlihatkan ketidak mampuan persepsi visuomotor, kehilangan
memori visual dan acuh sisi kiri. Jika hemisfer kanan terganggu dapat dijumpai
unilateral spatial neglect, gangguan atensi, anosognosia, unilateral apraksia pada
sisi kiri, gangguan pertimbangan atau insight, gangguan dalam tingka laku dan
langkah-langkah dalam suatu aktivitas sehingga penderita akan lebih lambat
dalam mempelajari aks daripada penderita stoke hemisfer kiri. 1
Unilateral spatial neglect adalah kelainan dimana penderita mengabaikan
atau tidak merespon atau berorientasi terhadap stimulasi pada sisi kontralateral
dari lesi walaupun tidak ada gangguan kapasitas motorik dan sensorik. Unilateral
spatial neglect dapat mengurangi kemampuan untuk melihat atau melakukan
gerakan ke satu sisi.1
Gejala klinis dan defisit neurologik yang ditemukan berguna untuk
menilai lokasi iskemik.7
a. Gejala- gejala penyumbatan sistem karotis
1) Karotis interna
a) Buta mendadak (amaurosis fugaks)
b) Disfasia
c) Hemiparese kontralateral pada sisi sumbatan
2) Arteri cerebri anterior
a. Hemiparese kontralateraldengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol
b. Gangguan mental (lesi frontal)
c. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
d. Inkontininsia
e. Bisa kejang- kejang
3) Arteri cerebri media
a. Bila sumbatan pangkal arteriterjadi hemiparese yang sama, bila
tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
b. Hemihipestesi
c. Gangguan fungsi luhur pada kortes hemisfer dominan yang
terserang, antar lain afasia motorik/ sensorik
20
4) Kedua sisi
Karena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat
terjadi pada kedua sisi. Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya
pada vaskular dengan gejala-gejala;
a. Hemiplegia dupleks
b. Sulit menelan
c. Gangguan emosiaonal ,mudah menangis
b. Gejala- gejala penyumbatan sistem vertebro-basiler
1. Arteri cerebri posterior
a. Hemi anopsia homonin kontralateral dari sisi lesi
b. Hemiparesis kontralateral
c. Hilangnya rasa sakit,suhu, sensorik proprioseptif (termasuk
rasa getar) kontralateral (hemianastes) Bila salah satu cabang
ke talamus tersumbat timbullah simdrom talamikus yakni:
a. Nyeri talamik , suatu nyeri yang terus menerus dan sukar
dihilangkan pada pemeriksaan rasa terdapat anestesi tetapi pada
tusukan tinbul rasa nyeri (anastesia dolorosa)
b. Hemikhorea, disertai hemiparesis disebut simdrom dejerine
marie
2. Arteri vertebralis
Bila adanya sumbatan dapat terjadi simdrom wallenberg.
3. Arteri cerebri posterior inferiaor
Simrom wellberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai
disis yang sama, selain itu dapat terjadi :
a. Sindrom horner sesisi dengan lesi
b. Disfagia, apabila infark mengenai nucleus ambigus ipsilateral
c. Hemihipertesi alternans
4. Arteri basilaris ialah parastesi nervi kranial yang necleusnya
terletak ditengah- tengah N.III, N.IV, N.XII desertai hemiparesis
kontralateral.
21
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium,
pemerikasaan neurokardiologi, pemeriksaan radiologi :
a. Laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan kimia darah lengkap6
Gula darah sewaktu : stroke akut terjadi hiperglikemi reaktif. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur –
angsur turun
Kolestero,. Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim ,
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserida, LDH-HDL,
Kolestero; serta total lipid)
3. Pemeriksaan hemoestasis6
a. Waktu protrombin
b. Kadar fibrinogen
c. Viskositas plasma
b. Pemeriksaan elektrokardiografi
Sebagian kecil penderita stoke terdapat perubahan
elektrokardiagrafi. Perubahan ini dapat terjadi serangan infark jantung,
atau pada stroke dapt terjadi perubahan-perubahan elektrokardiografi
sebagai akibat perdarahan otak yang menyurupai suatu infark miokard.
Pemeriksaan khusus atas pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik
mengarah kepada kemunkinan adanya potensial source of cardiak emboli
(PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagia
echocardiografi(TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
c. Pemeriksaan radiologi
a. CT Scan
Perdarahan intarcerebri dapat terlihat segera dan
pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen otak
22
dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT Scan munkin
tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-
hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika
ukuran infarck cukup besar dan hemisferik. Perdarahan /infark di
batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karen itu perlu
dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di
batang otak.7
b. Pemeriksaan foto thoraks
1. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan
lain pada jantung
2. Dapat mengindentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk
prognosis. 7
7. Penatalaksanaan
Letakkan kepala pada posisi 300 , kepala dan dada pada satu bidang.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid, atau koloid 1500-2000 ml.
Tindakan dan obat yang diberikan harus menjamin perfusi darah keotak tetap
cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal : 9
1. Respirasi :jalan napas harus bersih dan longgar
2. Jantung : harus berfungsi dengan baik, bila perlu pantau EKG
3. Tekanan darah : diperlihatkan pada tinkat optimal , dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak
4. Kadar gula yang tinggi pda fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita dengan diabetes melitus lama. Bila gawat
atau koma, balans cairan, eletrolit, dan asam basa darah harus
dipantau.
23
Pengunaan obat dalam memulihkan aliran darah dan metabolik otak
yang memderita di daerah iskemik masih menimbulkan perbedaan
pendapat ,obat itu antara lain:
1. Anti agregasi trombosit
Yang umum dipakai adalah asam asetil salisilat (ASA),
seperti :aspirin, aspilet dall, dengan dosis rendah 80-30 mg /hari
2. Antagonis kalsium
Minodipin merupakan sal satu jenis antagonis kalsium yang
diharapkan dapat mencengah membanjrnya kalsium di dalam sel
(calsium influx). Pada awalnya minodipin diberikan secara ko
infus dengan dosis rendah yaitu 2-2,5 ml/ jam selama 5 hari .
minodipi dapat diteruskan secara peroral dengan dosis 120-180
mg/ hari.
3. Neuroprotektor
Citicolin untuk meninkatkan pembentukan colin dan menhambat
perusakan phosphatydicholine (menhambat phospolipase), pada
metabolisme asam laktat, mnempercapat pembentukan acetilkolin
dan menhambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemik,
dan meningkatkan biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin.
Bias diberikan dalam 24 jam sejak awal stroke . untuk troke
iskemik 250-1000 mg/ hari iv terbagi dalam 2-3 kali/ hari selama
2-15 hari.
4. Neuroboransia (vitamin B kompleks)
5. Rehabilitas : gangguan pembulu darah otak merupakan penyebab
utama kecatatan pada usia diatas 45 tahun, maka yang paling
penting pada masa ini adalah upanya membatasi sejauh munkin
kecacatan, fisik dan mental dengan fisioterapi, dan pisikoterapi.
6. Terapi preventif: tujuan utama mencengah terulangannya dan tim
bulnya serangan baru, dengan jalan mengobati dan menhindari
faktor resiko stroke :
a. Pengobatan hipertensi
24
b. Mengobati diabetes melitus
c. Menhindari rokok, obesitas, stress dll
d. Berolahraga teratur 9
B. HEMIBALISMUS
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ganglia basalis, seperti serebellum membentuk system asesori motorik lain
yang biasanya berfungsi tidak sendirinya tetapi berkaitan erat dengan korteks
serebri dan system pengatur motorik kortikospinal. Pada kenyataannya
sebenarnya ganglia basalis menerima sebagian besar input dari korteks serebri itu
sendiri dan juga mengembalikan hamper seluruh sinyal outputnya ke korteks juga.
Ganglia basalis merupakan pengatur motorik penting yang seluruhnya
berbeda dengan yang terdapat pada serebellum. Sebagian besar fungsi yang
penting adalah (1) membantu korteks melakukan pola gerakan-gerakan bawah
sadar tetapi yang telah dipelajari dan (2) membantu merencanakan pola gerakan
yang parallel dan berurutan ketika pikiran harus melakukannya bersama-sama
untuk menyempurnakan kerja yang bertujuan penuh.
Gambar 7. (Ganglia basalis)
(http://www.medicastore.com/med/)
Pada setiap sisi otak, ganglia ini terdiri dari nucleus kaudatus, putamen,
glogus palidus, substansia nigra dan nucleus subtalamikus. Semuanya ini terutama
terletak di sebelah lateral mengelilingi thalamus, menempati daerah yang luas
dari regio inferior pada kedua hemisfer serebri. Hampir semua serabut saraf
25
motorik dan sensorik yang menghubungkan korteks serebri dan medulla spinalis
berjalan melalui ruang yang terletak di antara bagian utama ganglia basalis yakni
nucleus kaudatus dan putamen. Ruang ini disebut kapsula interna dari otak3.
Hubungan anatomis antara ganglia basalis dan elemen-elemen otak lain
yang menyediakan pengaturan motorik bersifat kompleks. Ada dua sirkuit utama
pada ganglia basalis yaitu sirkuit putamen dan sirkuit kaudatus3.
Nucleus kaudatus meluas ke seluruh lobus pada serebrum mulai dari
anterior lobus frontalis kemudian berjalan di sebelah posterior melalui lobus
parietal dan oksipitalis setelah itu akhirnya berbelok ke depan ke dalam lobus
temporalis. Selanjutnya nucleus kaudatus menerima sejumlah besar input dari area
asosiasi korteks serebri yang menutupi nucleus kaudatus terutama area yang juga
mengintegrasikan berbagai jenis informasi sensorik maupun motorik ke dalam
pola pikir yang dapat digunakan3.
Setelah sinyal berjalan dari korteks serebri ke nucleus kaudatus sinyal
tersebut kemudian dijalarkan ke thalamus ventroanterior dan ventrolateral, dan
akhirnya kembali ke area motorik prefrontal, premotorik dan suplementer korteks
serebri, tetapi hampir tidak ada sinyal kembali yang berjalan secara langsung ke
korteks motorik primer. Sebaliknya sinyal kembali tersebut berjlan ke regio
motorik asesoris dalam area premotor dan motorik suplementer3.
2. DEFINISI
Hemibalismus merupakan gerakan lebih kasar dan menyentak, terbatas
pada satu sisi tubuh, terjadi akibat kerusakan nucleus (inti) subtalamus
kontralateral. Subtalamus merupakan nucleus ekstrapiramidal diencephalons yang
penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan nucleus rubber, substansia
nigra, dan globus palibus dari ganglia basalis. Funsinya belum jelas diketahui,
tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut
hemibalismus5.
Hemibalismus merupakan keadaan yang jarang ditemukan, biasanya
ditandai oleh gerak ayun mendadak dan kuat daripada ekstremitas, kuduk dan
26
badan, sering mengenai satu sisi dari tubuh (hemibalismus) atau melibatkan satu
ekstremitas (monobalismus)3.
3. ETIOLOGI
Sebagian besar kasus disebabkan oleh lesi yang melibatkan nukleus
subtalamus kontralateral, atau hubungan subtalamopalidum aferen dan eferen.
Ada contoh yang jarang di mana lesi berada di globus pallidus, putamen, kaudatus
kontralateral, atau thalamus. Mayoritas kasus berasosiasi dengan okulasi arteri
kecil yang mengakibatkan infark kecil4.
Kasus yang jarang di jumpai mencakup hemoragi fokal dari malformasi
arterivena, emboli, metastasis tumor, asbes, tuberkuloma, ensefalitis , sklerosis
multiple, intoksikasi fenitoin, hipoglikemia2.
- Beberapa penyebab hemibalismus:
a. Penyebab vaskuler
Infark yang menyebabkan nukleus subtalamus atau hubungannya atau
striatum, insufisiensi vaskuler sepintas melibatkan sirkulasi anterior atau
sirkulasi posterior, malformasi arteri vena, angioma vena, hematoma
subdural.
b. Tumor otak
Primer (misalnya glikoma kistik dan kista lainnya), metastasis tumor.
c. Infeksi dan pasca infeksi
Meningitis tuberculosis, dengan atau tanpa tuberkuloma, korea
syndenham, AIDS dengan toksoplasmosis serebral, cysticerosis.
d. Kelainan Autoimun
Systemic lupus erytematosus.
e. Iatrogenik
Kontrasepsi oral, komplikasi surgical talamotomi dan palidotomi, sepintas
pada stimulasi otak dalam di daerah subthalamus pada penyakit Parkinson.
f. Penyebab metabolic
27
Hiperglikemia
g. Penyakit degenerative
Atrofi sistem multiple, tuberous sklerosis.
h. Lain-lain
Sklerosis multipleks, trauma kepala10.
- Penyebab hemibalismus bilateral:
a) Infark hemoragik bilateral striatal
b) Sklerosis multiple
c) Intoksikasi fenitoin
d) Kontrasepsi oral
e) Diseminasi keganasan intravaskuler
f) Systemic lupus erytematosus
g) Shunt ventrikulo-peritoneal
h) Hiperglikemia nonketotik
i) Obat deparminegik-diskinesia yang dicetus pada penyakit Parkinson3
.
4. PATOFISIOLOGI
Hemiballismus berawal karena beberapa penyebab diantaranya,
Keganasan vaskuler, Stroke, Tumor Otak, Infeksi dan pasca Infeksi,Kelainan
Autoimun, Latrogenik, Penyebab metabolic, Penyebab degeneratif, Infark
hemoragik dan Sklerosis Multipel. Ilmuwan menyebutkan bahwa 0,45 %
disebabkan karena stroke. Stroke menyebabkan arteri pecah dan terjadi okulasi
arteri. Hal itu, menyebabkan terjadinya infark. Lesi tersebut mengenai talamus,
dan jika menjalar ke nucleus subtalamus, hal itu mempengaruhi substansia nigra,
globus palibus dan ganglia basalis1.
Jika hal itu terjadi maka dopamin menipis dalam substansia nigra dan
korpus. Hal itu menyebabkan keseimangan hormon terganggu. Lalu globus
palidus mengeluarkan impuls yang abnormal. Impuls globus palidus tidak
melakukan inhibisi terhadap kortek ekstrapiramidal. Kerusakan kontrol gerakan
28
volunter yang memiliki ketangkasan sesuai dengan gerakan otomatis terjadi
karena hal itu. Aliran darah serebral juga terganggu1.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif). CT Scan kepala
(biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulkus melebar)5.
6. MANIFESTASI KLINIS
Mulanya penyakit biasanya mendadak dan pasien mengalami gerak ayun,
ekspolif yang kuat, hamper kontinu melibatkan otot proksimal bahu, lengan,
pelvis dan paha. Mungkin di jumpai kontraksi otot leher mengakibatkan gerak
kuat daripada kepala dan gerakan menyeringis wajah.
Gerakan ekstremitas menunjukkan kontraksi agonis dan antagonis yang
tidak terkoordinasi. Gerakan berhenti selama waktu tidur. Gerakan sangat
melelahkan dan banyak pasien usia lanjut meninggal karena kecapaianberat, dan
infeksi seperti pneumonia. Pada beberapa kasus terjadi remisi spontan setelah
kira-kira 6 minggu munculnya gerakan2.
7. PENATALAKSANAAN
Pada sebagian besar kasus dapat dicapai control dengan memberikan
diazepam. Klozapin sangat efektif, dan mungkin merupakan terapi pilihan, karena
efek sampingnya sedikit.Neuroleptik seperti haloperidrol diberikan pada kasus
yang sulit diatasi, karena efek sampingnya seperti diskinesia Tardif dan
parkinsonisme yang lebih mudah terjadi pada usia lanjut1.
- Penatalaksanaan Medis
a. Pemblokiran Dopamin
29
Ketika pengobatan farmakologi diperlukan, tipe paling standar obat yang
digunakan adalah obat antidopamin. Antidopamin efektif pada sekitar sembilan
puluh persen pasien. Perphenazine , pimozide , haloperidol dan
chlorpromazine adalah pilihan standar untuk pengobatan4.
b. Antikonvulsan
Antikonvulsi misalnya topiramate atau karbamazepin 200-400 mg/hari3.
c. ITB terapi
Baclofen intratekal (ITB) terapi digunakan untuk mengobati berbagai
gangguan gerak seperti cerebral palsy dan multiple sclerosis. Ini juga bisa
menjadi kemungkinan untuk membantu mengobati hemiballismus. Dalam satu
kasus, sebelum ITB pasien memiliki rata-rata 10-12 episode gerak ekstremitas
kanan bawah per jam. Selama episode, paha kanan akan fleksi hingga sekitar 90
derajat, dengan lutut penuh diperpanjang5.
Setelah ITB ini diberikan dengan dosis benar, frekuensi gerakan abnormal
Paha kanan fleksi hanya 30 derajat. Pasien juga dapat mengisolasi gerakan
individu yang lebih baik bersama distal pada ekstremitas kanan bawah.Pasien saat
ini menerima 202,4 mg / hari terus ITB5.
d. Suntikan botulinum
Toksin botulinum merupakan pengobatan baru hemiballismus. Namun, ini
masih dalam tahap awal pengujian. Perawatan ini berkaitan dengan manifestasi
otot hemiballismus sebagai lawan dari penyebab neurologis4.
e. Penghambat reseptor dopamin
Tetrabenazine telah digunakan untuk mengobati gangguan gerak lain,
tetapi sekarang banyak digunakan untuk mengobati hemiballismus. Namun,
menurunkan dosis menyebabkan gejala kembalinya penyakit. Obat ini bekerja
dengan menekan dopamin4.
f. Antipsikotik
30
Dalam satu kasus, seorang pasien tidak menanggapi haloperidol, sehingga
dokter mencoba olanzapine. Pasien melakukan pemulihan yang signifikan.
Penelitian lebih lanjut sedang dilakukan pada penggunaan jenis obat di
hemiballismus3.
- Penatalaksanaan Pembedahan
Meskipun banyak pendekatan yang berbeda saat ini, penatalaksanaan
pembedahan terhadap penyakit hemibalismus masih menjadi bahan penelitian dan
controversial. Pada beberapa penderita yang cacat tremor atau diskinesia akibat
levodopa berat, pembedahan dapat dilakukan. Walaupun pembedahan dapat
mengurangi gejala pada penderita tertentu, namun hal ini tidak menunjukkan
adanya perubahan perjalanan penyakit atau perkembangan kearah permanen.
Prosedur pembedahan stereotaktik dapat dilakukan berupa subtalamotomi dan
palidotomi. Pendekatan lain mencakup transplantasi jaringan saraf ke dalam basal
ganglia dalam upaya membuat pelepasan kembali dopamine normal. Transplantasi
saraf pada medulla adrenal penderita ke dalam basal ganglia efektif mengurangi
gejala pada sebagian kecil pasien. Transplantasi sel-sel saraf menggunakan
jaringan fetus telah dicoba; bagaimanapun prosedur ini masih diperdebatkan.
Penelitian tentang hal ini dan pembedahan lain serta pendekatan yang tidak
melalui pembedahan masih terus dilakukan10.
8. PROGNOSIS
Prognosis untuk pasien dengan penyakit ini telah sangat sedikit; dengan
banyak pasien menderita cacat parah atau kematian. Sekarang, pasien menanggapi
sangat baik untuk pengobatan ini. Bagi mereka yang sakit, gejala hemiballismus
umumnya dapat dikontrol dengan baik dengan obat-obatan. Gerak ballismus dapat
dikontrol dengan berdasar penyakit dasarnya.4
BAB III
RESUME DAN ANALISIS KASUS
31
A. Resume
Pasien Tn. L, 58 tahun dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSU
Bahteramas dengan keluhan gerakan tidak terkontrol pada tangan sebelah
kanan yang dirasakan sejak 6 hari yang lalu.
Gerakan tidak terkontrol dirasakan sejak 6 hari yang lalu bergerak
cepat, menyentak, dan berulang-ulang disertai kelemahan ekstremitas kanan.
Gerakanya hilang timbul tanpa dikehendaki oleh pasien, gerakan tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan faktor emosional. Awalnya gejala muncul
pada saat pasien sedang makan. Pasien tidak pernah mengalami gejala
seperti ini sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit sedang,
kesadaran compos mentis, GCS 15, tanda vital saat masuk TD : 120 / 80
mmHg, nadi 100 X/menit, suhu 36,8ºC, pernapasan 24 X/menit. Pada
pemeriksaan neurologis didapatkan kelemahan pada ekstremitas kanan
pasien.
Diagnosis kerja hemibalismus dextra e.c stroke iskemik dengan
pengobatan rehidrasi, vitamin, dan benzodiazepine. Prognosis at vitam
dubia, at fungsionam dubia, at sanasionam dubia.
B. Analisa Kasus
Dari hasil anamnesis didapatkan kecurigaan adanya hemibalismus
dextra, ini ditandai dengan adanya gerakan yang tidak dikehendaki atau
tidak terkontrol, gerakan lebih kasar dan menyentak, terbatas pada satu sisi
tubuh. Adanya suspek stroke iskemik yang ditandai dengan kelemahan
ekstremitas kanan pasien. Diagnosa banding pada hemikhorea dextra
gerakan involunter yang cepat,menyentak, pendek dan berulang-ulang yang
dimulai satu bagian tubuh dan bergerak dengan tiba-tiba, tak terduga, dan
seringkali secara terus-menerus sampai bagian tubuh lainnya yang
menghasilkan berbagai pola gerakan.
32
Rencana pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan CT-scan, EEG,
EKG, biasanya terjadi perlambatan yang progresif. CT Scan kepala
(biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar).
Rencana tatalaksana yang diberikan yaitu IVFD Nacl 0,9% untuk
menyediakan kecukupan air dan elektrolit, pemberian vitamin, obat
golongan benzodiazepine, fisioterapi.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University.
Yogyakarta.
2. Mahlon R Delong. 1989. The functional anatomy of basal ganglia
disorders. Trends Neurosci 12:366–375.
3. Victor W Mark. 2005. Ballism After Stroke Responds to Standar Phusical
Therapeutic Interventions. Original Article.
4. Alfonso Ciccone, M.D. 2013. Endovascular Treatment for Acute Ischemic
Stroke. Journal of Medicine. The New England.
5. Werner Hacke M.D. 2008. Thrombolysis With Alteplase 3 to 4-5 Hours
After Acute Ischemic Stroke. The New England Journal of Medicine. Vol
359 No. 13.
6. Russell Meyers, 2014. Hemiballismus Etiology And Surgical Treatment.
From the Division of Neurosurgery, State University of Iowa, College of
Medicine,Iowa City, Iowa
7. Ruth H Walker. 2011. Differential Diagnosa of Chorea. Departement of
Neurology. James J Peters Veterans Affairs Medical Center.
8. Lawrence R. Wechsler M D. 2011. Intravenous Thrombolytic Therapy for
Acute Ischemic Stroke. Journal of Medicine. The New England.
9. Lumbantobing. 2000. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.