kebebasan dan toleransi beragama di indonesia

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti kita ketahui banyak sekali pendapat – pendapat yang mendefinisikan arti dari toleransi dan kebebasan beragama dan banyak pula yang menyalahgunakan. Sebelum kita ketahui arti tersebut ada baiknya kita mengetahui arti dari “agama” itu sendiri. Banyak sekali pendapat tentang definisi dari agama baik dari segi ilmu pengetahuan ataupun ilmu keagamaan itu sendiri. Muhammad Abdullahh Darraz, dari kalangan pemikir muslim berpendapat bahwa agama dapat didefinisikan dari dua aspek. Pertama, dari aspek psikologis (religiusitas), agama adalah kepercayaan atau iman kepada Zat yang bersifat ketuhanan yang patut dita’ati dan disembah. Kedua, dari segi hakikat eksternal, bahwa agama adalah seperangkat panduan teoritik yang mengajarkan konsepsi ketuhanan dan seperangkat aturan praktis yang mengatur aspek ritualnya. Para ahli sejarah sosial berpendapat agama sebagai suatu institusi historis atau suatu pandangan hidup yang institutionalized yang mudah dibedakan antara agama dengan hanya 1

Upload: muhammad-nurhidayat

Post on 13-Dec-2014

354 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti kita ketahui banyak sekali pendapat – pendapat yang

mendefinisikan arti dari toleransi dan kebebasan beragama dan

banyak pula yang menyalahgunakan. Sebelum kita ketahui arti

tersebut ada baiknya kita mengetahui arti dari “agama” itu sendiri.

Banyak sekali pendapat tentang definisi dari agama baik dari segi

ilmu pengetahuan ataupun ilmu keagamaan itu sendiri.

Muhammad Abdullahh Darraz, dari kalangan pemikir muslim

berpendapat bahwa agama dapat didefinisikan dari dua aspek.

Pertama, dari aspek psikologis (religiusitas), agama adalah

kepercayaan atau iman kepada Zat yang bersifat ketuhanan yang

patut dita’ati dan disembah. Kedua, dari segi hakikat eksternal,

bahwa agama adalah seperangkat panduan teoritik yang

mengajarkan konsepsi ketuhanan dan seperangkat aturan praktis

yang mengatur aspek ritualnya. Para ahli sejarah sosial berpendapat

agama sebagai suatu institusi historis atau suatu pandangan hidup

yang institutionalized yang mudah dibedakan antara agama dengan

hanya melihat sisi kesejahteraan yang melatar belakangi keduanya

dan dari perbedaan system kemasyarakatan, keyakinan, ritual dan

etika yang ada dalam ajaran keduanya. Sementara para sosiolog dan

antropolog lebih melihat definesi agama dari sudut fungsi sosialnya,

yaitu suatu system kehidupan yang mengikat manusia dalam satuan

– satuan atau kelompok – kelompok sosial. Sedangkan para pakar

teologi, fenomenologi dan sejarah agama melihat agama dari aspek

substansinya yang asasi atau sakral. Melihat dari berbagai pendapat

berarti seluruh manusia memiliki suatu agama yang dapat dijadikan

sebagai jalan untuk komunikasi dengan Tuhannya. Dengan

1

Page 2: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

demikian, pilihan terhadap suatu agama merupakan hak preogratif

seorang manusia.

Dalam suatu ajaran agama, pengakuan terhadap kebebasan

seseorang untuk memeluk suatu agama merupakan suatu hak setiap

individu karena salah satu pilar dasar dalam mewujudkan

keselamatan individu dan masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada

seorangpun yang berhak menghukumi tentang pilihan keyakinan,

kecuali jika seseorang tersebut dengan sengaja mengproklamirkan

kekufurannya. Jika kebebasan memilih agama diberikan setiap

orang, maka ada beberapa konsekuensi logis dari pemberian

kebebasan tersebut diantaranya :

a. Kebebasan melaksanakan ibadah baik secara terang – terangan

atau tersembunyi, individual maupun kelompok.

b. Kebebasan memilih mode yang selaras dengan kecenderungan

agamanya atau kebebasan melakukan praktek keagamaannya.

c. Kebebasan memakai istilah, tanda dan syi’ar yang berbeda.

d. Kebebasan membangun kebutuhan rumah ibadah dengan tetap

menghormati aturan yang sudah ada.

e. Kebebasan melaksanakan ritual keagamaannya.

f. Kebebasan bagi seseorang untuk merubah dan berpindah

keyakinan.

g. Kebebasan berdakwah untuk memeluk agamanya sesuai dengan

aturan yang ada.

h. Menghargai tempat yang mereka anggap suci.

Namun begitu banyak sekali terjadi penyimpangan atau kreasi baru

terhadap suatu pemahaman keagamaan. Akan tetapi untuk mencari

titik temu kesamaan ajaran pokok suatu agama tidaklah mungkin

karena setiap agama memiliki sebuah konsep yang terdapat dalam

setiap kitab suci masing – masing dan tersimpan suatu kepribadian

agama. Sehingga agama menjadi suatu sistem keyakinan yang

2

Page 3: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

dilandaskan pada sejumlah ajaran – ajaran yang mutlak dan tidak

bisa diubah.

1.2 Rumusan Masalah

Kebebasan beragama telah dijamin oleh Negara, hanya saja

kenyataannya masih sering terjadi pelanggaran atas prinsip

kebebasan beragama di Indonesia. Oleh karena itu prinsip

kebebasan beragama di Indonesia merupakan masalah bersama

yang masih harus diperjuangkan secara terus menerus oleh semua

pihak.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan kebebasan dan toleransi beragama di Indonesia

2. Menjelaskan manfaat dari toleransi kehidupan beragama di

Indonesia

3. Menjelaskan hubungan Negara dan Agama dalam Pancasila dan

UUD 1945

4. Menjelaskan jaminan kebebasan toleransi beragama di

Indonesia

5. Untuk menghindari pelanggaran kebebasan dan toleransi

beragama di Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan yang kami peroleh dalam penulisan

makalah ini, diantaranya sebagai berikut:

1. Memperkokoh tali silaturahmi, dan menerima perbedaan antar

umat beragama serta menghindari terjadinya perpecahan.

2. Membangun keadilan sosial antar umat beragama

3. Mampu mengakomodir nilai-nilai Religius serta tempat-tempat

yang dianggap suci.

3

Page 4: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

4. Mampu menjabarkan nilai-nilai Religius yang terkandung dalam

Pancasila.

5. Membangkitkan rasa Religius antar umat beragama

4

Page 5: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

Dalam era globalisasi sekarang ini, umat beragama

dihadapkan pada serangkaian tantangan baru seperti perbedaan

agama yang ada didalam kehidupan kita dan diperlukan suatu

toleransi antar umat beragama. Menurut bahasa arti toleransi itu

sendiri yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,

membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan,

kepercayaan, kebiasaan dan sebagainya) yang berbeda dan yang

bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi juga berarti batas ukur

untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.

Kebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang seringkali

dipertentangkan dalam kehidupan manusia. Kebebasan beragama

dianggap sebagai sesuatu yang menghambat kerukunan tanpa

adanya toleransi karena dalam pelaksanaannya kebebasan

seseorang mustahil tidak menyentuh kenyamanan orang lain.

Akibatnya pelaksanaan kebebasan menghambat jalannya kerukunan

antar umat beragama.

Kebebasan beragama merupakan dasar bagi terciptanya

kerukunan antar umat beragama karena tanpa kebebasan beragama

tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Toleransi antar

umat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat

terlindungi dengan baik. Namun seringkali terjadi penekanan dari

salah satunya, misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan

toleransi dan usaha untuk memaksakan toleransi dengan

membelenggu kebebasan. Untuk menyatukan keduanya diperlukan

pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan

toleransi antar umat beragama karena merupakan sesuatu yang

penting dalam kehidupan sehari – hari dalam bermasyarakat.

5

Page 6: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

Adapun manfaat dari toleransi kehidupan beragama adalah

sebagai berikut :

a. Menghindari terjadinya perpecahan

Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadinya

perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi

harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan

dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan

beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya

berbagai agama dalam kehidupan umat manusia.

b. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan

Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin

dan memperkokoh tali silaturahmi antar umat beragama dan

menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Pada

hakikatnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara

sesamanya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor

penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia. Oleh

karena itu hendaknya toleransi beragama dapat dijadikan

kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya

perbedaan sehingga akan terwujud perdamaian, ketentraman,

dan kesejahteraan.

Dalam hal ini umat beragama, khususnya umat Islam dapat

belajar dari Nabi Muhammad SAW ketika mengimplementasikan

pengalaman toleransi, kerukunan antar umat beragama dan

pengakuan akan pluralisme agama yang pernah dialami oleh umat

beragama pada masa tersebut. Pengalaman – pengalaman Nabi

Muhammad SAW memberikan gambaran bahwa keaneka ragaman

agama tidak menghalangi untuk hidup bersama, berdampingan

secara damai dan aman selain itu juga dapat mengayomi dan

menghargai keberadaan agama – agama tersebut. Adanya saling

pengertian dan pemahaman yang dalam akan keberadaan masing –

masing dapat menjadi dasar yang sangat menentukan. Selain itu

6

Page 7: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

terdapat juga dimensi moral dan etis, yaitu sikap saling menghormati

dan menghargai agama atau pemeluk agama lain sehingga

kerukunan, perdamaian dan persaudaraan bisa terwujud.

Inti normatif dari hak asasi manusia kebebasan beragama

atau kepercayaan dapat dirumuskan dalam delapan elemen, yaitu :

1. Kebebasan internal : setiap orang berhak atas kebebasan berfikir,

berkepercayaan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan

untuk setiap orang menganut, menetapkan, merpertahankan atau

pindah agama atau kepercayaan.

2. Kebebasan eksternal : setiap orang mempunyai kebebasan, baik

sendiri atau bersama- sama dengan orang lain, di tempat umum

atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kerpercayaannya

dalam kegiatan pengajaran, pengamalan, ibadah dan pentaatan.

3. Tanpa dipaksa : Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga

terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan

agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.

4. Tanpa diskriminasi : Negara berkewajiban untuk menghormati

dan menjamin hak kebebasan beragama atau berkepercayaan

bagi semua orang yang berada dalam wilayahnya dan tunduk

pada wilayah hukumnya, hak kebebasan beragama atau

berkepercayaan tanpa pembedaan apa pun seperti ras, warna

kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain,

kebangsaan atau asal-usul lainnya, kekayaan, kelahiran atau

status lainnya.

5. Hak orang tua dan wali : Negara berkewajiban untuk

menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali

hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama

dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan

mereka sendiri, dibatasi oleh kewajiban melindungi hak

kebebasan beragama atau berkepercayaan setiap anak sesuai

dengan kemampuan anak yang sedang berkembang.

7

Page 8: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

6. Kebebasan korporat dan kedudukan hukum: komunitas

keagamaan boleh mempunyai kedudukan hukum dan hak

kelembagaan untuk mewakili hak dan kepentingannya sebagai

komunitas. Yaitu, komunitas keagamaan sendiri boleh

mempunyai hak bebebasan beragama atau berkepercayaan,

termasuk hak untuk mandiri dalam urusannya sendiri. Walaupun

komunitas keagamaan mungkin tidak ingin menggunakan

kedudukan hukum formilnya, sekarang sudah diakui secara

umum bahwa komunitas tersebut mempunyai hak untuk

memperoleh kedudukan hukum sebagai bagian dari hak

kebebasan beragama atau berkepercayaan, khususnya pada hak

menjalankan agamanya bersama – sama dengan orang lain.

7. Pembatasan yang diperbolehkan terhadap kebebasan eksternal :

kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan seseorang

hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan hal

tersebut diperlukan untuk melindungi :

a. keamanan,

b. ketertiban,

c. kesehatan, moral masyarakat, atau

d. hak-hak mendasar orang lain.

8. Tidak boleh dikurangi : Negara tidak boleh mengurangi hak

kebebasan beragama atau berkepercayaan, bahkan dalam

keadaan darurat.

2.2 Ruang Lingkup Kebebasan dan Toleransi Beragama

Negara Indonesia yang terdiri dari beribu – ribu pulau yang

melahirkan berbagai macam bahasa daerah, adat istiadat, dan

budaya tetapi sikap toleransi harus tetap menjadi jembatan untuk

menuju Indonesia yang aman dan sejahtera. Sikap yang

mengedepankan toleransi adalah sebuah keniscayaan dalam bingkai

kehidupan masyarakat yang majemuk. Apalagi kita hidup dalam

8

Page 9: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

Negara yang memiliki keragaman baik dari suku, agama maupun

budaya. Supaya bisa hidup damai dan berdampingan tentu

dibutuhkan toleransi satu sama lain sehingga perlu untuk ditanamkan

pada anak – anak sedini mungkin.

Begitu pula dengan lingkungan pendidikan atau sekolah

yang merupakan miniatur atau tempat untuk kehidupan berbangsa

dan bernegara. Dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan

budaya, menjadikan toleransi sebagai elemen penting dan fondasi

pembangunan SDM yang saling menghargai satu sama lain baik itu

kaya – miskin, suku jawa, sunda, batak, Islam, Kristen dan lain – lain

bahkan sampai dengan warna kulit yang berbeda. Dari sinilah kita

dapat bahan pengajaran untuk anak didik supaya saling menerima,

mengerti dan memahami tentang pentingnya sebuah arti sikap

toleransi antar sesama manusia yang beragama.

Contohkanlah untuk saling mengingatkan antar pemeluk

agama dalam melaksanakan ajarannya sesuai dengan waktu dan

tempatnya, bimbinglah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan

benar tanpa melupakan bahasa daerahnya dan arahkanlah untuk

saling menerima serta berbagi ilmu tentang budaya masing – masing

karena secara tidak langsung kita telah mengajarkan sebuah sikap

toleransi, tenggang rasa, saling menerima kekurangan walaupun

pada dasarnya itulah praktik dari nilai – nilai kebhineka tunggal ikaan.

2.3 Hubungan Negara dan Agama Dalam Pancasila dan UUD 1945

“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” [Pasal

29 ayat (1) UUD 1945] serta penempatan “Ketuhanan Yang Maha

Esa” sebagai sila pertama Pancasila, mempunyai beberapa makna,

yaitu :

1. Pancasila lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan

kolonialisme dan imperialisme, sehingga diperlukan persatuan

dan persaudaraan di antara komponen bangsa. Sila pertama

9

Page 10: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

dalam Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi faktor

penting untuk mempererat persatuan dan persaudaraan, karena

sejarah bangsa Indonesia penuh dengan penghormatan

terhadapa nilai – nilai ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2. Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogyakarta

berkesimpulan bahwa sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah

sebab yang pertama atau causa prima dan sila ”Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /

perwakilan” adalah kekuasaan rakyat dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara untuk melaksanakan amanat negara

dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat. Ini

berarti, ”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus menjadi landasan

dalam melaksanakan pengelolaan negara dari rakyat, negara

bagi rakyat, dan negara oleh rakyat.

3. “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” juga harus

dimaknai bahwa negara melarang ajaran atau paham yang

secara terang-terangan menolak Ketuhanan Yang Maha Esa,

seperti komunisme dan atheisme. Karena itu, Ketetapan MPRS

No. XXV Tahun 1966 tentang Larangan Setiap Kegiatan untuk

Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran

Komunis/Marxisme Leninisme masih tetap relevan dan

kontekstual. Pasal 29 ayat 2 UUD bahwa “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing …” bermakna bahwa negara hanya menjamin

kemerdekaan untuk beragama. Sebaliknya, negara tidak

menjamin kebebasan untuk tidak beragama (atheis). Kata “tidak

menjamin” ini sudah sangat dekat dengan pengertian “tidak

membolehkan”, terutama jika atheisme itu hanya tidak dianut

secara personal, melainkan juga didakwahkan kepada orang lain.

10

Page 11: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

2.4 Jaminan Kebebasan Dan Toleransi Beragama di Indonesia

Indonesia adalah Negara yang tidak perlu diragukan lagi

dalam menjamin, menerima dan mengakui kebebasan beragama,

bahkan menempatkannya sebagai sesuatu yang konstitutif dan

mengikat dalam suatu aturan. Hanya saja dalam pembuatan aturan

hukum khususnya aturan mengenai agama diperlukan konsistensi

dan mengacu pada Pancasila yang telah menggariskan empat

kaidah penuntun hukum nasional, diantaranya :

a. Hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin integritas

bangsa baik secara territorial maupun ideologis. Hukum – hukum

di Indonesia tidak boleh memuat isi yang berpotensi

menyebabkan terjadinya disintegrasi wilayah maupun ideologi.

b. Hukum harus bersamaan membangun demokrasi dan nomokrasi.

Hukum di Indonesia tidak dapat dibuat berdasar menang –

menangan jumlah pendukung semata tetapi juga harus mengalir

dari filosofi Pancasila dan prosedur yang benar.

c. Membangun keadilan sosial. Tidak dibenarkan munculnya hukum

– hukum yang mendorong atau membiarkan terjadinya jurang

sosial ekonomi karena eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang

lemah tanpa perlindungan Negara. Hukum harus mampu

menjaga agar yang lemah tidak dibiarkan menghadapi sendiri

pihak yang kuat yang sudah pasti akan selalu dimenangkan oleh

yang kuat.

d. Membangun toleransi beragama dan berkeadaban. Hukum tidak

boleh mengistimewakan atau mendiskimasi kelompok tertentu

berdasarkan besar atau kecilnya pemelukan agama karena

Indonesia bukan Negara agama dan juga bukan Negara sekuler.

Hukum Negara tidak dapat mewajibkan berlakunya hukum

agama, tetapi Negara harus memfasilitasi, melindungi dan

menjamin keamanannya dalam melaksanakan ajaran agama

karena keyakinan dan kesadarannya sendiri.

11

Page 12: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

Agar lebih menjamin terbentuknya hukum soal agama yang

sesuai dengan kaidah – kaidah Pancasila, maka prinsipnya Negara

boleh membuat pengaturan maupun pembatasan sekalipun terkait

dengan kebebasan bertindak atau freedom to act, tetapi tidak dalam

hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pengaturan Negara

dalam kehidupan beragama semata – mata dalam rangka

memberikan perlindungan kepada warga Negara, bukan bentuk

intervensi terhadap kebebasan berpikir dan berkeyakinan supaya

mencapai pemahaman yang benar dan menghindarkan diri dari

peluang membuat aturan hukum yang justru tidak sejalan dengan

Indonesia sebagai Negara yang berPancasila.

Pada prinsipnya jaminan kebebasan beragama atau

berkeyakinan dapat dilihat sebagai berikut :

a. UUD 1945 Pasal 28 E, ayat (1) : “Setiap orang bebas memeluk

agama dan beribadat menurut agamanya”. Ayat (2) : “Setiap

orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya”.

b. UUD 1945 Pasal 29, ayat (2) : “Negara menjamin kemerdekaan

tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing – masing

dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

c. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan

International Tentang Hak – Hak Sipil Politik Pasal 18 ayat (1) :

“Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan

beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau

menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri,

dan kebebasan baik secara individu maupun bersama – sama

dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup untuk

menjalankan agama atau kepercayaan dalam kegiatan ibadah,

ketaatan, pengamalan dan pengajaran”. Ayat (2) : “Tidak seorang

pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk

12

Page 13: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya

sesuai dengan pilihannya”.

d. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Pasal 22 Ayat (1) : “Setiap

orang bebas memeluk agamanya masing – masing dan beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Ayat (2) : “Negara

menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing

– masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya

itu”.

e. UU No. 1/PNPS/1965, jo. UU No. 5/1969 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, pada penjelasan

Pasal 1 berbunyi : “Agama – agama yang dipeluk oleh penduduk

Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan

Khonghucu (Confucius). Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah

perkembangan agama di Indonesia. Karena 6 macam Agama ini

adalah agama – agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk

Indonesia, maka kecuali mereka mendapat jaminan seperti yang

diberikan oleh pasal 29 ayat 2 UUD juga mereka mendapat

bantuan – bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh

pasal ini”. Namun perlu dicatat bahwa penyebutan ke 6 agama

tersebut tidaklah bersifat pembatasan yang membawa implikasi

pembedaan status hukum tentang agama yang diakui melainkan

bersifat konstatasi tentang agama – agama yang banyak dianut di

Indonesia. Hal ini diperjelas oleh penjelasan UU itu sendiri yang

menyatakan bahwa, “Ini tidak berarti bahwa agama – agama lain

seperti Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoism di larang di

Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang

diberikan pasal 29 ayat (2) dan mereka dibiarkan adanya …..”.

Selain itu masih banyak lagi peraturan – peraturan atau

perundang – undangan yang mengatur kebebasan dan toleransi

beragama di Indonesia, maka pemerintah dapat mengatur /

13

Page 14: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

membatasi kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan

melalui Undang – Undang

2.5 Pelanggaran Kebebasan Dan Toleransi Beragama di Indonesia

Dengan beraneka ragamnya agama yang ada di Indonesia

dapat berpotensi konflik antar mereka yang tidak bisa dihindari.

Walaupun sudah banyak produk hukum yang dibuat untuk

kerukunan beragama tetapi masih banyak saja pelanggaran yang

terjadi di Indonesia. Ketegangan hubungan antara agama dan

negara terjadi manakala di antara keduanya tidak terjadi hubungan

yang simbiosis-mutualistis dan saling checks and balances. Dalam

hubungan seperti itu dimisalkan ketika negara tidak memberikan

kemerdekaan kepada warganya untuk beribadat sesuai dengan

agamanya masing-masing, atau sebaliknya agama menganggap

negara menutup diri terhadap nilai-nilai keagamaan sehingga

tatanan kenegaraan berjalan secara bertentangan dengan nilai-nilai

keagamaan. Dalam situasi seperti itu, terbuka peluang agama

cenderung berupaya mempengaruhi instrumen kenegaraan tanpa

memperhatikan asas-asas demokrasi atau negara melakukan represi

terhadap warga negaranya tanpa memperhatikan ajaran agama

berkaitan dengan keadilan dan persamaan hak asasi manusia. Hal

itulah yang terjadi di banyak negara di dunia ketika negara tidak

mampu mengakomodir nilai-nilai religus agama. James M. Lutz dan

Brenda J. Lutz mengemukan ketegangan yang berkaitan dengan

keagamaan dalam buku berjudul Global Terrorism. Buku itu

mengupas bagaimana seluruh nilai-nilai agama, dari Yahudi, Kristen

hingga Islam, dapat disimpangkan menjadi kekuatan teror yang

menghancurkan tatanan bernegara. Bahkan konflik itu sudah

berlangsung ribuan tahun lamanya. Kasus komunitas Yahudi di

Provinsi Judea pada masa kerajaan Roma yang terjadi pada 66

sampai 71 Sebelum Masehi. Komunitas tersebut mencoba

14

Page 15: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

melakukan pembangkangan berdasarkan agama terhadap kerajaan

Roma. Konflik di India yang digerakkan oleh komunitas agama Sikh

pada 1970 di India. Aum Shinrikyo di Jepang, Islam di Aljazair (1950-

1960an), dan banyak agama lainnya di dunia. Bahkan ketegangan

antarnegara dapat ditimbulkan oleh agama dan menjadi krisis yang

sulit dihentikan sebagaimana yang terjadi antara Palestina dan

Israel.

Selain itu juga terjadi dimana organisasi keagamaan asing

harus mendapatkan ijin dari Departemen Agama untuk memberikan

jenis bantuan apapun (baik dalam bentuk bantuan itu sendiri,

personil, maupun keuangan) kepada kelompok-kelompok

keagamaan di dalam negeri. Walaupun pada umumnya pemerintah

tidak melaksanakan persyaratan ini, beberapa kelompok Kristen

menyatakan bahwa pemerintah menerapkannya lebih sering kepada

kelompok minoritas daripada kepada kelompok mayoritas Muslim.

Itulah beberapa contoh kejadian yang terjadi, walaupun

masih banyak kejadian lainnya yang terjadi tentang kebebasan dan

toleransi kehidupan beragama di Indonesia. Agar ketegangan di atas

tidak terjadi di Indonesia, maka aparatus negara harus menyadari

bahwa dalam mengelola negara harus memperhatikan nilai-nilai

keagamaan, sementara itu tokoh agama harus menyadari bahwa

dalam melakukan internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara harus memperhatikan nilai –

nilai demokrasi, persatuan dan persaudaraan. Oleh karena itu, untuk

mengantisipasi pecahnya konflik antar umat beragama maka perlu

dikembangkan upaya – upaya dialog untuk mengeliminir perbedaan

– perbedaan tentang keagamaan.

15

Page 16: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebebasan Beragama Dan Toleransi Antar Umat Beragama

Di Indonesia, menjadi tema seluruh isi makalah ini. Dasar dari

kebebasan beragama adalah martabat pribadi manusia. Keagungan

pribadi manusia adalah nilai tertinggi dari setiap pribadi manusia

termasuk dalam hal beragama. Pribadi manusia memiliki secara

intrinsik dalam dirinya kebebasan beragama. Kebebasan beragama

adalah keutamaan dan keabsahan dari hak yang berakar dalam

kodrat pribadi manusia. Hak itu adalah wewenang setiap pribadi

manusia untuk bebas berbuat atau tidak, untuk menerima atau

menolak kebenaran yang dicari oleh manusia yang menyangkut

agama. Mereka wajib berpegang pada kebenaran (agama) yang

diakuinya, sesuai dengan kodrat mereka. Jadi hak atas kebebasan

beragama didasarkan pada kodrat dan martabat pribadi manusia.

Toleransi antar umat beragama sangat diwajibkan, karna untuk

menghindari perselisihan dan perpecahan antar umat beragama.

Maka dari itu, kita sebagai umat yang beragama wajib melakukan

dan menjalankan dua hubungan dalam kehidupan. Yakni, hubungan

secara vertikal yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan

hubungan secara horizontal yaitu hubungan manusia dengan

manusia.

Rasa toleransi beragama dalam arti saling menghormati,

saling pengertian, saling menghargai dan saling menjaga kerjasama

antar umat beragama menjadi dasar terwujudnya kerukunan hidup

yang tenteraman, tertib dan damai dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Untuk itu, agama-agama di Indonesia

harus memanfaatkan rumusan konstitusi itu untuk memasukkan

16

Page 17: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

prinsip-prinsip keagamaan terutama prinsip Ketuhanan Yang Maha

Esa dalam kehidupan berbangsa dan negara. Dengan berdasar

Ketuhanan Yang Maha Esa, persatuan dan persaudaraan antar

komponen bangsa akan tetap terjaga, sehingga memantapkan posisi

agama-agama di Indonesia sebagai ”kerohanian yang dalam” yang

menopang kohesi sosial, daya tahan, dan keutuhan NKRI.

3.2 Saran

Sebagai generasi penerus bangsa, kita patut menyadari

akan pentingnya kebebasan dan toleransi untuk meningkatkan rasa

saling menghargai antar umat beragama. Sebaiknya pula kita perlu

meningkatkan rasa Religius dan mengamalkan nilai-nilai yang

terkandung didalamnya termasuk didalam Pancasila.

17

Page 18: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Chandra Setiawan dan Asep Mulyana (ed), Kebebasan Beragama atau

Berkepercayaan di Indonesia, (Jakarta; Komnas HAM, 2006)

http://tafany.wordpress.com/

Ahmad Suaedy, et.al., Islam, konstitusi, dan Hak Asasi Manusia :

Problematika Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia,

Wahid Institute, Jakarta, 2009.

Siti Musdah Mulia, Potret Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Era

Reformasi, Makalah yang disajikan pada Lokakarya Nasional Komnas

HAM “Penegakan HAM dalam 10 Tahun Reformasi”, di Hotel Borobudur

Jakarta, 8 -11 Juli 2008.

Laporan Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di

Indonesia   2008 yang dipublikasikan SETARA Institute.

Laporan Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di

Indonesia   2008 yang dipublikasikan SETARA Institute.

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,

LP3ES, Jakarta, 2006.

http://www.icrp-online.org/wmprint.php?ArtID=240, diakses pada 2 Juli

2008

18

Page 19: Kebebasan Dan Toleransi Beragama Di Indonesia

NAMA-NAMA KELOMPOK VIII

No. NAMA NPM

1. MUHAMMAD NURHIDAYAT 115 010 227

2. NOFRIANA ADJALIM 115 010 245

3. NINING WIRANTI 115 010 242

4. MASNIM L. KONO 115 010 195

5. MUNAWIR NASIR B. 115 010 229

6. KRISTIANO OMEGA SAMBOUW 115 010 182

7. JOHNSON SUNDA ROPO KUMBILE 115 010 165

19