kekuatan hukum sertifikat hak tanggungan dalam hal
TRANSCRIPT
Vol 5 No 1 Maret 2018
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal...
(Ariel Doni Dharmawan)
167
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal Musnahnya Obyek Hak Tanggungan
Karena Bencana Alam Di Kabupaten Grobogan
Ariel Doni Dharmawan*, Maryanto**
* Mahasiswa Program Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang email :
[email protected] ** Dosen Fakultas Hukum UNISSULA
ABSTRAK
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan dalam hal musnahnya objek Hak Tanggungan karena bencana alam
di Kabupaten Grobogan menjadi menarik untuk dibahas penulis, karena menimbulkan dampak bagi pihak
kreditur. Dimana kreditur kehilangan objek atau benda jaminan yang sedang dibebani hak tanggungan. Dalam
hal ini debitur tidak dapat disalahkan karena musnahnya objek atau benda yang dibebani hak tanggungan
musnah oleh bencana alam, karena kapan terjadi dan dimana terjadinya bencana tidak dapat diduga dan diluar
kekuasaan para pihak, hal ini merupakan keadaan memaksa atau overmacht/ forje majeur. Sehingga penulis
merumuskan beberapa permasalahan, yang pertama adalah bagaimana kekuatan hukum sertifikat hak
tanggungan dalam hal musnahnya objek hak tanggungan karena bencana alam, lalu permasalahan yang kedua
adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak tanggungan yang musnah karena
bencana alam.
Pada penulisan tesis ini, penulis menggunakan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode yuridis sosiologis (socio legal research) yang berarti mengidentifikasi suatu persoalan hukum dari sudut
pandang sosial. Untuk menjawab permasalahan seputar hukum perdata terkait tentang Hak Tanggungan. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh penulis, pertama didapatkan bahwa kekuatan sertifikat hak tanggungan hapus
apabila objek hak tanggungan telah musnah oleh bencana alam walaupun hal ini merupakan keadaan yang tidak
disengaja dan di luar kekuasaan para pihak. Permasalahan kedua bahwa perlindungan hukum terhadap
pemegang hak tanggungan, di dapatkan melalui prosedur pemberian kredit oleh pihak kreditur/ pemegang hak
tanggungan, dengan melaksanakan prinsip kehati-hatian sehingga pihak kreditur dapat memperkecil resiko
debitur cidera janji/ lalai/ wanprestasi. Adanya formulir syarat umum yang diberi stempel Notaris atau PPAT
dibaca dan apabila disetujui oleh debitur, tanda tangan diatas materai. Kemudian, adanya prosedur penerbitan
akta hak tanggungan baik itu SKMHT maupun APHT hingga pendaftaran sertifikat hak tanggungan di BPN hal ini
untuk mendapatkan kekuatan hukum secara otentik dan mutlak sehingga apabila terjadi sesuatu dapat ditangani
berdasarkan dasar hukum dan ketentuan yang telah disetujui oleh para pihak.
Kata kunci :Sertifikat Hak Tanggungan, Objek Hak Tanggungan, Bencana Alam
ABSTRACT
The Legal Strength of the Certificate of Mortgage Right in the event of the disappearance of the object of
Mortality Right due to natural disaster in Grobogan district becomes interesting to be discussed by the author,
because it has an impact for the creditor. Where a creditor loses an object or collateral item that is being
burdened with a mortgage. in this case the debtor can’tbe blamed for the disappearance of objects or objects
burdened by the mortgage is destroyed by natural disasters, because when and where the occurrence of
disasters can’t be expected and beyond the power of the parties, this is a state of coercion or overmacht /
forjemajeur. So the authors formulate some problems, the first is how the legal power of dependent certificates in
the event of loss of mortgage objects due to natural disasters, then the second problem is how the legal
protection of the dependent certificate holder who destroyed by natural disasters.
In writing this thesis, the author uses the approach method used in this study is sociological juridical method
(socio legal research) which means identifying a legal issue from a social point of view. which is a scientific
research that has a function to answer the problems surrounding civil law. In the results, the first problem can be
concluded that the strength of the mortgage certificate is deleted if the object of mortgage rights has been
destroyed by natural disasters even though this is an unintentional situation and outside the power of the parties.
In second case, it can be concluded that the legal protection of the mortgage holders is obtained through credit
lending procedure by the creditor / holder of mortgage, by implementing the prudential principle so that the
creditor can minimize the risk of the default / negligent debtor. The existence of a general terms form to be
Vol 5 No 1 Maret 2018: 167 - 178
168
readed, and stamped by Notary or PPAT and signature by the debtor. Then, the procedure of SKMHT or APHT
until registration of certificate of mortgage right in BPN.
Keywords: Certificate of Mortgage Right, Object of Mortgage Rights, Natural Disaster
PENDAHULUAN
Setiap orang membutuhkan tempat untuk
tinggal untuk berlindung, berteduh, menetap dalam
suatu tempat, namun kebutuhan manusia akan
tempat tinggal sekarang ini semakin sulit dipenuhi
karena berbagai faktor, salah satunya biaya yang
tidak murah untuk membeli lahan/ tanah,
mendirikan/ membangun tempat tinggal (rumah),
lahan yang semakin terbatas. Di sisi lain apabila
masyarakat sudah dapat membeli lahan/tanah yang
diinginkan, maka pemegang hak atas tanah perlu
memberikan perlindungan dan kepastian hukum
terhadap lahan/tanah yang telah dibeli, dengan cara
pengurusan Sertifikat tanah Hak Milik (SHM) sebagai
bukti lahan/tanah tersebut sudah dimiliki secara sah.
Sertifikat Hak atas tanah diperlukan sebagai
bukti kuat dan sah bagi pemegang hak, pada saat
yang sama, hak atas tanah yang diwujudkan dalam
bentuk Sertifikat tanah juga memberikan kekuatan
hukum dan kewenangan kepada pemegang hak
untuk memakai suatu bidang lahan/tanah yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Baik
digunakan untuk pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan, bangunan gedung, jalan, taman, bahkan
pekarangan untuk membangun rumah sebagai
tempat tinggal. Untuk menjamin kepastian hukum
hak atas tanah, dilaksanakan Pendaftaran Tanah.
Pemegang hak atas tanah diberikan kewenangan
untuk menggunakan, memungut hasil dari tanah
tersebut. Pemegang hak atas tanah juga diberikan
kewenangan untuk mempergunakan tubuh bumi, air,
dan ruang yang ada diatasnya untuk kepentingan
yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tanah tersebut. Selain itu, salah satu hak atas tanah
yang dibuktikan dengan kepemilikan Sertifikat oleh
pemegang hak, adalah menjaminkan hak atas tanah,
jaminan dapat berupa surat-surat berharga, atau
sertifikat tanah kepada pihak bank dengan tujuan
pengambilan dana tambahan atau pembiayaan
tertentu, dengan cara dibebani Hak Tanggungan.1
Tentunya apabila pemegang hak atas tanah/
pemohon ingin menjaminkan tanahnya untuk
mendapatkan pinjaman dari bank, maka sertifikat
1 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah,
Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, Hlm. 408
merupakan syarat paling penting selain identitas
pemegang hak/ pemohon. Pihak bank dalam
membebankan hak tanggungan pada pemohon perlu
melihat identitas dan sertifikat yang diajukan sebagai
jaminan lolos atau tidak.
Debitur, selama menerima fasilitas kredit, bukti
kepemilikan tanah yang berupa sertifikat hak atas
tanah akan dibebankan hak tanggungan. Dalam hal
ini yang menjadi permasalahan, apabila obyek
jaminan hak tanggungan tersebut lenyap, akibat
peristiwa alam/ bencana alam yang mengakibatkan
tanah yang dijaminkan musnah seperti tanah
longsor, banjir bandang ataupun gempa, hal ini
menimbulkan permasalahan. Tentunya sertifikat
tanah yang dijaminkan, yang kemudian diterbitkan
Sertifikat Hak Tanggungan menjadi tidak jelas
kedudukannya, karena obyek yang tertera
penjelasan rincinya di dalam sertifikat telah musnah.
Permasalahan ini menimbulkan akibat hukum.
Tentang musnahnya obyek tanah yang dibebani hak
tanggungan tidak diatur dalam Undang-undang
Pokok Agraria maupun dalam Undang-Undang Hak
Tanggungan. Hal ini menjadi permasalahan
tersendiri, dimana kedudukan sertifikat Hak
Tanggungan menjadi tidak jelas secara hukum,
padahal Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai
kekuatan hukum eksekutorial dan menjadi bukti kuat
bagi pemegang Hak Tanggungan.
Kekuatan Sertifikat Hak Tanggungan secara
hukum menjadi sulit untuk dibuktikan, karena bukti
fisik yang telah musnah. Selain itu timbul
permasalahan lain, yaitu perlindungan hukum bagi
pemegang sertifikat Hak Tanggungan dimana obyek
yang dibebani Hak Tanggungan telah musnah. Bagi
pemegang sertifikat Hak Tanggungan akan sulit
mendapatkan perlindungan, karena hal ini belum
diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan,
sehingga menimbulkan kekosongan peraturan.
Tentunya ini sangat vital, karena peraturan hukum
yang menjadi dasar dan landasan pelaksanaan,
dalam hal ini perlindungan bagi pemegang Sertifikat
Hak Tanggungan yang obyeknya musnah karena
bencana alam belum ada. Bagi pemegang Sertifikat
Hak Tanggungan, apabila hal ini terjadi akan
merugikan. Oleh karena itu, seperti yang sudah
dijelaskan di atas, bahwa Sertifikat Hak Tanggungan
jelas memiliki kekuatan eksekutorial dan menjadi
Vol 5 No 1 Maret 2018
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal...
(Ariel Doni Dharmawan)
169
bukti yang kuat. Apabila obyek hak tanggungan
musnah karena bencana alam, menjadi
permasalahan serius. Berdasarkan uraian tersebut,
maka penulis tertarik untuk mengangkat dan meneliti
permasalahan ini dengan memilih judul “Kekuatan
Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal
Musnahnya Obyek Hak Tanggungan Karena Bencana
Alam ”
Metode Penelitian
Mengadakan suatu penelitian ilmiah jelas
harus menggunakan metode. Metode berarti
penyelidikan yang berlangsung menurut suatu
rencana tertentu. Menempuh suatu jalan tertentu
untuk mencapai tujuan, artinya peneliti tidak bekerja
secara acak-acakan. Langkah-langkah yang harus
diambil harus jelas serta ada pembatasan-
pembatasan tertentu untuk menghindari jalan yang
menyesatkan dan tidak terkendalikan.2
Penelitian yang dilakukan penulis mengguna-
kan metode yang dengan cara menguraikan data
secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur,
runtut, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif,
sehingga memudahkan pemahaman dan interpretasi
data3. Metode pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode yuridis sosiologis
(sociolegal research) yang berarti mengidentifikasi
suatu persoalan hukum dari sudut pandang sosial4.
Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis
sosiologis, yang merupakan penelitian ilmiah yang
memiliki fungsi untuk menjawab permasalahan
seputar hukum perdata terkait tentang Hak
Tanggungan, yang bertujuan untuk melihat
kesesuaian hukum dengan keadaan sebenarnya di
lapangan5.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan
dalam hal Musnahnya Objek Hak Tanggungan
karena Bencana Alam.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
warga yang bertempat tinggal di Desa Kunden
Kecamatan Wirosari, terdapat kasus yang terjadi di
2 Johhny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum
Normatif, Bayumedia Publishing, Surabaya, 2011, Hlm. 294 3 Abdukadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2004, Hlm. 172 4 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar
Maju, Bandung, 2008, Hlm. 129-130 5 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan
Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, Hlm. 22
daerah Desa Kunden, Kecamatan Wirosari,
Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah, antara
Salah satu bank pemerintah (BUMN)6 yaitu Bank
Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Wirosari,
sebagai pemegang Hak Tanggungan dengan salah
satu nasabah/debiturnya sebagai penerima Hak
Tanggungan. Penerima Hak Tanggungan
menjaminkan tanah beserta bangunan diatasnya
sebagai objek Hak Tanggungan. Proses dari
pengajuan kredit, prosedur pemberian kredit,
kemudian prosedur diterbitkannya Akta Pembebanan
Hak Tanggungan hingga pendaftaran dan
diterbitkannya Sertifikat Hak Tanggungan oleh Badan
Pertanahan Nasional (BPN) semua berjalan lancar
dan sesuai prosedur. Pada suatu waktu ada kejadian
yang menyebabkan objek yg dibebankan hak
tanggungan menjadi musnah, baik tanah dan
bangunan diatasnya, dikarenakan terkena musibah
tanah longsor. Musibah tanah longsor yang terjadi
menyebabkan seluruh bangunan dan tanah yang
dijadikan objek Hak Tanggungan menjadi musnah,
disisi lain pinjaman yang diberikan kreditur sebagai
pemegang Hak Tanggungan belum lunas.7 Hal ini
membuat rancu, mengenai Sertifikat Hak
Tanggungan yang sudah terbit apakah masih berlaku
dan bagaimana kekuatan hukum Sertifikat Hak
Tanggungan tersebut.
Musnahnya objek hak tanggungan sangat
berdampak pada kekuatan hukum sertifikat hak
tanggungan, hal ini dikarenakan objek (tanah) yang
diikat oleh hak tanggungan telah musnah. Kekuatan
hukum sertifikat hak tanggungan dapat dilihat dari
keabsahan sertifikat hak tanggungan itu sendiri,
dimana sah atau tidaknya sebuah sertifikat hak
tanggungan dapat dilihat dari terpenuhinya syarat-
syarat dan prosedur pemberian hak tanggungan
yang secara jelas sudah diatur dalam Undang-
Undang Hak Tanggungan pemberian hak
tanggungan, dimana disebutkan dalam Bab IV
tentang Tata Cara Pemberian, Pendaftaran,
Peralihan, dan Hapusnya Hak Tanggungan Pasal 10,
11, 12, 13, dan Pasal 15.
a. Proses Pemberian Hak Tanggungan
Tata cara penetapan pemberian hak
tanggungan dalam Undang-Undang Hak
Tanggungan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu yang
6 BUMN singkatan dari Badan Usaha Milik Negara
7Hasil wawancara, pihak warga penerima hak tanggungan
(debitur) asal Desa Kunden, Kecamatan Wirosari, Pada tanggal 4 Oktober 2017
Vol 5 No 1 Maret 2018: 167 - 178
170
pertama pemberian hak tanggungan melalui SKMHT
yang dilanjutkan dengan APHT dan yang kedua
melalui APHT. Penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-
Undang Hak Tanggungan SKMHT digunakan dalam
hal pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir
dihadapan PPAT, diperkenankan penggunaan
SKMHT. Sejalan dengan itu, surat kuasa tersebut
harus diberikan langsung oleh pemberi hak
tanggungan dan harus memenuhi persyaratan.
Untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar, wajib
diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya
1 (satu) bulan sesudah diberikan, sedangkan
terhadap hak atas tanah yang belum terdaftar harus
dipenuhi dalam waktu 3 (tiga) bulan.8 Alasan lain
penggunaan SKMHT adalah sertifikat hak atas tanah
yang akan menjadi jaminan belum melalui proses
cheking pada kantor Badan Pertanahan Nasional
setempat. Sehingga tidak bisa dilakukan pengikatan
dengan APHT langsung. Pemberian hak tanggungan
yang didasarkan oleh SKMHT diatur dalam Pasal 15
Undang-Undang Hak Tanggungan. SKMHT
merupakan kuasa untuk membebankan hak
tanggungan ini meliputi kuasa untuk menghadap
pejabat (dalam hal ini Notaris atau PPAT dan pejabat
di Kantor Badan Pertanahan Nasional) untuk
memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan
dalam proses pemberian dan pendaftaran hak
tanggungan, serta memperlihatkan dan menyerah-
kan surat-surat yang diminta, membuat/minta
dibuatkan serta menandatangani APHT serta surat-
surat lain yang diperlukan. Dalam SKMHT pemberi
kuasa memberi pernyataan bahwa obyek hak
tanggungan benar milik pemberi kuasa, tidak
tersangkut dalam sengketa, bebas dari sitaan dan
dari beban-beban apapun. Selain itu dalam SKMHT
juga mencantumkan janji-janji dari pemberi kuasa
(debitur atau penjamin) dan dari penerima kuasa
(kreditur). Kuasa yang diberikan dengan SKMHT ini
tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa dan
tidak berakhir karena sebab apapun kecuali telah
dilaksanakan pembuatan APHT. Pemberian hak
tanggungan dengan APHT diatur dalam Pasal 10
Undang-Undang Hak Tanggungan.
Undang-Undang Hak Tanggungan menentukan
isi yang sifatnya wajib untuk sahnya APHT.
Ketentuan mengenai isi APHT tersebut yang sifatnya
wajib bagi sahnya pemberian hak tanggungan yang
bersangkutan. Jika tidak dicantumkan secara lengkap
maka APHT yang bersangkutan batal demi
8Adrian Sutedi,Op.cit,Hlm. 62
hukum.9Substansi dari APHT diatur dalam Pasal 11
Undang-Undang Hak Tanggungan Pendaftaran APHT
dirumuskan dalam Pasal 13 hingga Pasal 14 Undang-
Undang Hak Tanggungan. Setelah APHT dibuat oleh
PPAT dan kemudian ditandatangani oleh para pihak,
kemudian APHT tersebut bersama warkah dan
sertifikat tanda bukti hak atas tanah didaftarkan di
kantor pertanahan setempat. Tidak dilakukannya
pencatatan akan mengakibatkan tidak berlakunya
perbuatan hukum yang dikehendaki oleh para pihak
terhadap pihak ketiga. Pihak ketiga boleh percaya
pada publikasi yang telah dilakukan, pencatatan
dalam publikasi tidak dapat dipergunakan untuk
merugikan hak dan kepentingan pihak ketiga yang
beritikad baik.10Hak tersebut berarti publikasi dan
pencatatan diabaikan, maka para pihak tidak dapat
mendalilkan hubungan yang ada diantara para pihak
terhadap pihak ketiga. Berdasarkan pemaparan
diatas maka dapat disampaikan pemberian hak
tanggungan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
pemberian hak tanggungan dengan SKMHT yang
kemudian dilanjutkan dengan APHT, dan yang kedua
dengan APHT. APHT tersebut bersama warkah dan
sertifikat tanda bukti hak atas tanah didaftarkan di
kantor pertanahan setempat paling lambat 7 (tujuh
hari) setelah ditandatangani. Badan Pertanahan
Nasional membuat buku tanah hak tanggungan dan
mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang
menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin
catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang
bersangkutan. Kemudian dikeluarkan sertifikat hak
tanggungan dan sertifikat hak atas tanah yang sudah
dibebani hak tanggungan.
Apabila sudah memenuhi syarat-syarat dan
melalui prosedur dari ketentuan - ketentuan dalam
Pasal diatas. Sertifikat Hak Tanggungan memiliki
kekuatan hukum yang tetap dan eksekutorial dan
sah. Dalam hal ini, Undang-Undang Hak Tanggungan
belum mengatur kedudukan sertifikat hak tanggung-
an yang obyeknya musnah karena bencana alam.
Kondisi ini merupakan kekosongan norma dalam
Undang-Undang Hak Tanggungan. Kekosongan
norma tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum
atas peristiwa musnahnya seluruh obyek hak
tanggungan yang diakibatkan oleh bencana alam.
b. Hapusnya Hak Tanggungan
9 Boedi Harsono, Op.cit, Hlm. 441
10Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Kebendaan Pada
Umumnya, Prenada Media, Jakarta, 2003, Hlm. 67
Vol 5 No 1 Maret 2018
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal...
(Ariel Doni Dharmawan)
171
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat
disampaikan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27,
Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang Pokok
Agraria yang mengatur tentang hapusnya hak milik,
hak guna usaha, dan hak guna bangunan salah
satunya disebabkan oleh faktor yang sama yaitu
musnahnya tanah tersebut. Hal ini menjelaskan
bahwa di dalam KUH Perdata maupun UUPA hak atas
tanah dapat hapus apabila tanah tersebut musnah.
Salah satunya karena terkena bencana alam yang
mengakibatkan tanah tersebut musnah. Namun
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah yang selanjutnya
disebut UUHT tidak menyebutkan secara rinci atau
tidak ada klausula yang menyebutkan bahwa
hapusnya hak atas tanah salah satunya dikarenakan
tanahnya musnah.
Berakhirnya hak tanggungan tertuang dalam
ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUHT, yang menyatakan
bahwa hak tanggungan berakhir atau hapus karena
beberapa hal sebagai berikut:
(1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai
berikut;
a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan
b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh
Pemegang Hak Tanggungan
c. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan
penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan
Negeri.
d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan
Hal ini menjadi menarik, dimana UUHT sebagai
dasar hukum dalam melakukan pembebanan Hak
Tanggungan baik melalui SKMHT11 maupun APHT12
terhadap objek yang dijaminkan oleh debitur, tidak
secara rinci menyebutkan mengenai akibat
musnahnya tanah objek hak tanggungan terhadap
sertifikat hak tanggungan. Berdasar ketentuan Pasal
18 ayat (1) huruf d UUHT ini, secara mendalam
dapat diartikan bahwa Undang-Undang Hak
Tanggungan merumuskan salah satu faktor yang
dapat menghapuskan hak tanggungan adalah
hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak
tanggungan, jadi musnahnya seluruh tanah yang
menjadi obyek hak tanggungan karena suatu
peristiwa diluar keinginan debitur dan kreditur yaitu
11
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 12
Akta Pembebanan Hak Tanggungan
bencana alam akan mengakibatkan hapusnya/ tidak
berlakunya sertifikat hak tanggungan atas obyek
tersebut atau kembali lagi melihat ketentuan di
dalam KUH Perdata dan UUPA dimana alasan-alasan
hapusnya hak atas tanah disebutkan dengan sangat
jelas. Alasan hapusnya hak tanggungan yang
disebabkan karena hapusnya hak atas tanah yang
dibebani hak tanggungan tidak lain dan tidak bukan
adalah sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat
objektif sahnya perjanjian khususnya yang
berhubungan dengan kewajiban adanya objek
tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan
dari sebidang tanah tertentu yang dijaminkan.
Dengan demikian, berarti setiap pemberian hak
tanggungan harus memperhatikan dengan cermat
hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya hak atas
tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan.
Oleh karena itu, setiap hal yang menyebabkan
hapusnya hak atas tanah tersebut demi hukum juga
akan menghapuskan hak tanggungan yang
dibebankan diatasnya, meskipun bidang tanah
dimana hak atas tanahnya tersebut hapus tetapi
masih tetap ada, dan selanjutnya telah diberikan pula
hak atas tanah yang baru atau yang sama jenisnya.
Dalam hal yang demikian, maka kecuali kepemilikan
hak atas tanah telah berganti, maka perlu dibuatkan
lagi perjanjian pemberian hak tanggungan yang
baru, agar hak kreditor untuk memperoleh pelunasan
dapat dipertahankan. Hak atas tanah dapat hapus
antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut
dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Agraria atau Peraturan Perundang-
undangan lainnya yang mengatur pula tentang hal-
hal yang mengakibatkan hapusnya hak atas tanah.
Dalam hal Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai yang dijadikan objek hak tanggungan
berakhir jangka waktu berlakunya dan diperpanjang
berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum
berakhirnya jangka waktu tersebut, hak tanggungan
dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang
bersangkutan.
Hapusnya Hak Tanggungan karena longsor
membawa dampak administratif, yaitu menghapus
beban hak tanggungan pada buku tanah dan
sertifikat hak atas tanah yang menjadi objek hak
tanggungan oleh Kantor Pertanahan setempat
berdasarkan surat pernyataan tertulis mengenai
dilepaskannya hak tanggungan dari pemegang hak
tanggungan kepada pemberi hak tanggungan
Vol 5 No 1 Maret 2018: 167 - 178
172
sehubungan dengan pelunasan utangnya oleh
debitur.13
Menurut Pasal 22 UUHT setelah hak
tanggungan dihapus, Kantor Pertanahan mencoret
catatan hak tanggungan tersebut pada bukti tanah
hak atas tanah dan sertifikatnya. Adapun sertifikat
hak tanggungan yang bersangkutan ditarik dan
bersama-sama buku hak tanggungan dinyatakan
tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.14
Pencoretan karena ada roya15 dilakukan dengan
mencatat hapusnya hak tanggungan yang
bersangkutan yaitu pada buku tanah dan serttifikat
hak tanggungan yang bersangkutan16
Dalam musnahnya objek hak tanggungan
memiliki konsekuensi bagi kedua belah pihak, bagi
pemegang hak tanggungan/ kreditur maupun bagi
penerima hak tanggungan/ debitur, walaupun tanah
yang dibebani hak tanggungan musnah karena
terkena bencana alam, yang terjadi di luar kekuasaan
atau kekuatan dari kreditur maupun debitur itu
sendiri yang kemudian menimbulkan keadaan
memaksa atau yang disebut overmacht atau dapat
juga disebut force majeur.
Konsekuensinya terhadap debitur, dimana
sudah dijelaskan diatas bahwa walaupun tanah yang
dijaminkan telah musnah karena bencana alam,
debitur tetap harus melunasi kewajibannya terhadap
kreditur hingga selesai. Kondisi ini tidak
menguntungkan debitur karena, selain masih harus
melunasi kewajibannya, tanahnya yang dibebani hak
tanggungan pun telah musnah. Hapusnya hak
tanggungan tidak mengakibatkan hilangnya
kewajiban debitur untuk melunasi kewajibanya
kepada kreditur. Kewajiban tersebut harus tetap
diselesaikan sesuai dengan perjanjian kredit yang
menjadi dasar lahirnya hak tanggungan. Selain itu,
kondisi tidak menguntungkan pun juga dialami oleh
kreditur selaku pemegang hak tanggungan. Dimana
kreditur telah melaksanakan kewajibannya kepada
debitur, tetapi kreditur telah kehilangan objek yang
dijadikan jaminan untuk dibebankan hak
tanggungan, begitu juga mengenai status dari
kreditur tersebut. Dimana pada saat lahirnya hak
13
Mohammad Machfudh Zarqoni, Hak Atas Tanah Perolehan, Asal Dan Turunannya, Serta Kaitannya Dengan Jaminan Kepastian Hukum (Legal Guarantee) Maupun Perlindungan Hak Kepemilikannya (Property Right), Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2015, Hlm.57 14
Ibid, Hlm. 57 15
Roya, adalah Pencoretan catatan 16
Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan jo Pasal 16 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985
tanggungan, status dari kreditor adalah kreditur
preference atau yang diutamakan, tetapi karena
musnahnya objek hak tanggungan yang
mengakibatkan hapusnya sertifikat hak tanggungan
statusnya berubah menjadi kreditor konkuren,
sehingga kreditor tidak memiliki hak jaminan yang
kuat dan kepastian hukum akan dilunasinya hutang
debitur, Hapusnya hak tanggungan ini akan
menimbulkan ketidakpastian hukum bagi bank selaku
kreditur, atas ketidakpastian ini maka diperlukan
pelindungan hukum bagi kreditur. Untuk
menyelesaikan masalah keabsahan sertifikat hak
tanggungan yang obyeknya musnah karena bencana
alam, maka digunakan metode kontruksi
argumentum per analogiam (analogi)17. Analogi yang
digunakan adalah menganalogikan sertifikat hak
tanggungan sebagai sebagai suatu perjanjian. Syarat
sahnya suatu perjanjian telah diatur dalam Pasal
1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata
merumuskan:
Untuk sahnya persetujuan-persetujuan itu diperlukan
empat syarat:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Keempat syarat tersebut mutlak diperlukan agar
suatu perjanjian tersebut sah. Apabila suatu
perjanjian tidak memenuhi syarat kesepakatan dan
kecakapan maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan
sedangkan apabila perjanjian tersebut tidak
memenuhi syarat suatu hal tertentu dan klausa yang
halal maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Berdasarkan syarat-syarat perjanjian maka salah satu
unsur perjanjian yaitu suatu hal tertentu (obyek)
perjanjian yaitu tanah telah musnah diakibatkan oleh
suatu peristiwa bencana alam sehingga termasuk
suatu keadaan overmacht. Tanpa obyek yang jelas,
perjanjian sulit atau bahkan mustahil dilakukan oleh
para pihak. Perjanjian yang tidak jelas obyeknya
bukanlah perjanjian yang sah sehingga batal demi
hukum.18
17
Argumentum Per Analogiam (analogi) merupakan metode penemuan hukum dengan cara hakim mencari esensi yang lebih umum dari sebuah peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa dan perbuatan hukum tersebut baik yang telah diatur oleh undang-undang maupun yang belum ada peraturannya. 18
Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Nasional Legal Reform Program, Jakarta, 2010, Hlm. 9
Vol 5 No 1 Maret 2018
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal...
(Ariel Doni Dharmawan)
173
Pasal 18 ayat (4) Undang-undang Hak
Tanggungan merumuskan tentang hapusnya hak
tanggungan yang dikarenakan hapusnya hak atas
tanah tidak menyebabkan piutang yang dijamin
menjadi hapus. Piutang kredit masih tetap ada, akan
tetapi bukan lagi piutang yang dijamin secara khusus
berdasarkan kedudukan istimewa kreditor. Hapusnya
hak atas tanah tersebut, terjadi karena adanya
overmarcht berupa bencana gempa bumi yang
menyebabkan musnahnya seluruh obyek hak
tanggungan yang menjadi jaminan bank, sehingga
dalam hal ini debitur tidak dapat diminta
pertanggungjawaban atas musnahnya obyek jaminan
yang dibebankan hak tanggungan tersebut.
Apabila dihubungkan dengan kekuatan hukum
sertifikat hak tanggungan yang obyeknya musnah
karena bencana alam, maka berdasarkan ketentuan
syarat perjanjian, yaitu obyek hak tanggungan
berupa tanah yang telah musnah seluruhnya karena
bencana alam, maka sertifikat hak tanggungan
tersebut tidak memenuhi salah satu syarat sahnya
perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu suatu
hal tertentu, sehingga sertifikat hak tanggungan
tersebut batal demi hukum (neitigbaarheid).
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat
disampaikan, jika terjadi suatu peristiwa yang
mengakibatkan musnahnya obyek yang
diperjanjikan, maka perjanjian tersebut batal demi
hukum. Perjanjian yang tidak menentukan jenis
barang, jumlah, atau keadaanya adalah batal demi
hukum. Jika dikaitkan dengan permasalahan
musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena
bencana alam, maka sertifikat hak tanggungan
tersebut batal demi hukum. Sertifikat hak
tanggungan tersebut batal demi hukum karena
obyeknya seluruhnya telah musnah terkena bencana
alam, sehingga tidak memenuhi salah satu syarat
sahnya perjanjian yaitu suatu hal tertentu (obyek)
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata. Kekuatan eksekutorial sertifikat hak
tanggungan yang seluruh obyeknya musnah karena
bencana alam menjadi hapus, sebagaimana yang
dirumuskan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-
Undang Hak Tanggungan yang merumuskan “hak
tanggungan menjadi hapus karena hapusnya hak
atas tanah yang dibebani hak tanggungan”. Dan
apabila UU Hak Tanggungan belum mengatur secara
rinci mengenai kekuatan hukum sertifikat hak
tanggungan apabila objeknya musnah karena
bencana alam, maka berdasarkan pemaparan diatas,
dapat menggunakan ketentuan di dalam UUPA dan/
atau ketentuan di dalam KUH Perdata dimana secara
jelas dituliskan. Dikarenakan UU Hak Tanggungan
merupakan bagian dari KUH Perdata (Lex Specialis).
Perlindungan Hukum Bagi Pemegang
Sertifikat Hak Tanggungan yang Objeknya
Musnah Karena Bencana Alam
Pada kasus musnahnya objek hak tanggungan,
tentunya berdampak bagi kreditur sebagai pemegang
hak tanggungan maupun debitur sebagai penerima
hak tanggungan.untuk itu, tentunya perlu
mendapatkan perlindungan hukum dari ketentuan-
ketentuan yang ada. Melalui ini penulis ingin
membahas mengenai perlindungan hukum bagi
kreditur sebagai pemegang hak tanggungan.
Dalam dunia perbankan, dikenal adanya lembaga
jaminan. Dimana istilah jaminan merupakan secara
umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya
tagihan, disamping pertanggungan jawab umum
debitur terhadap barang-barangnya, fungsi
utamanya adalah untuk memperkecil, mengurangi
resiko yang dapat dialami oleh kreditur atau bank
sebagai penyalur kredit atau dengan kata lain
fungsinya adalah sebagai sarana perlindungan bagi
keamanan kreditur, yaitu mengenai kepastian
pelunasan hutang oleh debitur atau penjamin
debitur, kepastian debitur dalam melaksanakan
segala kewajiban prestasinya.
Dimana objek kajian hukum jaminan dibagi
menjadi 2 macam, yaitu objek materiil dan objek
formal. Objek materiil hukum jaminan adalah
manusia. Objek formal, yaitu sudut pandang tertentu
terhadap objek materiilnya. Jadi objek formal hukum
jaminan adalah bagaimana subjek hukum dapat
membebankan jaminannya pada lembaga perbankan
atau lembaga keuangan nonbank. Kajian hukum
jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan
khusus. Jaminan khusus dibagi menjadi dua (2)
macam, yaitu :
Jaminan perorangan
Hak jaminan perorangan timbul dari perjanjian
jaminan antara kreditur (bank) dan pihak ketiga.
Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak
relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan
terhadap orang tertentu yang terikat dalam
perjanjian.19
Jaminan kebendaan
19
Djuhaendah Hasan dan Salmidjas Salam,Aspek Hukum Hak Jaminan Perorangan dan Kebendaan, Jakarta,2000, Hlm. 210
Vol 5 No 1 Maret 2018: 167 - 178
174
Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak
(absolut) atas suatu benda tertentu yang menjadi
objek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat
diuangkan bagi pelunasan hutang debitur apabila
debitur ingkar janji. Dengan mempunyai berbagai
kelebihan, yaitu sifat-sifat yang dimilikinya, antara
lain sifat absolut dimana setiap orang harus
menghormati hak tersebut, memiliki droit de
preference, droit de suite20, serta asas-asas yang
terkandung padanya, seperti asas spesialitas dan
publisitas telah memberikan kedudukan dan hak
istimewa bagi pemegang hak tersebut/kreditur,
sehingga dalam praktek lebih disukai pihak kreditur
daripada jaminan perorangan.21
Menurut hukum, benda dapat dibedakan dengan
berbagai cara, terdapat di dalam Pasal 503, 504, 505
KUH Perdata. Dimana dalam kasus ini, yang dijamin
dengan benda tidak bergerak yaitu tanah SHM.
Apabila debitur melaksanakan kewajibannya dengan
baik maka peranan atau fungsi dari benda jaminan
tidak akan terlihat, fungsi benda jaminan akan
tampak pada saat debitur lalai atau tidak
melaksanakan kewajibannya/ (wanprestasi)22, Baik
itu di sengaja maupun tidak disengaja. Pada hasil
wawancara dengan bagian “mantri”/ sales Bank BRI
KCP Wirosari pada tanggal 17 Oktober 2017,
menceritakan secara umum bagaimana proses
pemberian kredit kepada calon debitur yang
mengajukan permohonan/ pengajuan kredit, sebagai
berikut;
Proses Pemberian Kredit
Proses pemberian kredit kepada debitur oleh
Bank Rakyat Indonesia yang selanjutnya disebut BRI
Kantor Cabang Pembantu Wirosari23 memiliki
tahapan-tahapan yang harus dilalui. Dimana dimulai
calon debitur mengajukan permohonan pengajuan
hutang, yang disertai dengan dokumen pendukung,
pemeriksaan keaslian identitas, dokumen-dokumen,
dilakukan cek lapangan, kemudian diadakan analisis
kredit hingga debitur dinyatakan lolos dan kreditur
memberikan kucuran dana kredit. Proses ini sebagai
prosedur pemberian kredit. Dalam tiap tahapannya,
prosedur pemberian kredit dilakukan analisis secara
20
Droit de Suite, adalah Hak kreditur untuk mengambil alih atau menjual/ melelang objek Hak Tanggungan yang dipindahtangankan kepada pihak lain selama menjadi jaminan Hak Tanggungan. 21
Ibid, Hlm. 214 22
Herawati Poesoko,Op.cit, Hlm.185 23
Terletak di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Grobogan, Kecamatan Wirosari.
mendalam24 oleh “mantri”25 kemudian dianalisis oleh
ADK hingga keputusan ada di tangan Kepala Unit/
Kepala Cabang Pembantu.26
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak
Bank BRI KCP Wirosari bagian ADK, pada tanggal 23
November 2017, prosedur pemberian kredit tiap
bank tidak jauh berbeda, baik bank pemerintah
maupun milik swasta. Perbedaan hanya terdapat
pada persyaratan-persyaratan dan penilaian/ analisa-
analisa kredit yang dilakukan. Tahap yang pertama,
pemohon kredit mengajukan permohonan kredit
secara tertulis dalam suatu proposal. Setelah
pengajuan proposal dan persyaratan terpenuhi,
selanjutnya dilakukan penyelidikan berkas. Tujuan
penyelidikan dokumen-dokumen yang diajukan
pemohon kredit adalah untuk mengetahui apakah
berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai
persyaratan yang telah ditetapkan. Jika menurut
pihak perbankan belum lengkap atau belum cukup
maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya
dan apabila sampai batas tertentu nasabah tidak
sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka
sebaliknya permohonan kredit dibatalkan. Dalam
penyelidikan yang perlu diperhatikan adalah
membuktikan kebenaran dan keaslian dari berkas-
berkas yang ada.27 Kemudian dilanjutkan dengan
suatu penilaian kelayakan kredit.
Pembuatan Akta Hak Tanggungan oleh
Notaris PPAT
Selain adanya prosedur pemberian kredit dan
penilaian terhadap debitur guna usaha
mengamankan dan memberikan perlindungan
kreditur, adanya tahapan-tahapan dalam proses
pembuatan Akta Hak Tanggungan oleh PPAT juga
termasuk salah satu usaha untuk memperkecil resiko
dan memberikan perlindungan kepada kreditur.
Menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT, bahwa awal dari
tahap pemberian Hak Tanggungan didahului dengan
janji akan memberikan Hak Tanggungan sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan
didalam perjanjian utang piutang dan merupakan
24
Kasmir, Manajemen Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm.95 25
Sebutan pegawai BRI yang mengurusi perihal kredit ke calon debitur 26
Hasil Wawancara dengan pihak Bank BRI KCP Wirosari, Kab. Grobogan dengan Bagian Sales dan ADK perihal prosedur pemberian kredit pada tanggal 17 Oktober 2017 dan 23 November 2017 27
Hasil wawancara, Bank BRI KCP Wirosari, Bagian ADK, tanggal 23 November 2017
Vol 5 No 1 Maret 2018
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal...
(Ariel Doni Dharmawan)
175
bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang
yang bersangkutan.28 Persiapan pembuatan APHT
oleh PPAT dilakukan dengan cara mengumpulkan
data yuridis yang menyangkut subjek serta data
yuridis dari obyek Hak Tanggungan. Berdasarkan
data yuridis yang dikumpulkan, PPAT dapat
mengetahui berwenang tidaknya para pihak untuk
menerima atau menolak pembuatan APHT tersebut.
Pada dasarnya pemberi Hak Tanggungan wajib hadir
sendiri di hadapan PPAT, namun dalam keadaan
tertentu pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir
sendiri maka ia dapat menguasakan kepada pihak
lain yang berupa Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT). Nyatanya dilapangan yang
lebih sering datang menghadap PPAT adalah kreditor
saja dengan membawa surat kuasa dari debitor
untuk membebankan Hak Tanggungan. Jadi dalam
hal ini penghadap bertindak sebagai kuasa dari
pemberi Hak Tanggungan dan sebagai penerima Hak
Tanggungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
salah satu Notaris PPAT di Kabupaten Grobogan,
Moch. Farchan Ali Imron tanggal 27 Desember 2017,
menurutnya SKMHT yang sudah bersertifikat harus
diikuti segera dengan pembuatan APHT, dimana
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah SKMHT
diberikan, atau batas waktu hingga 3 (tiga) bulan jika
tanah yang dijadikan jaminan belum terdaftar atau
belum bersertifikat29. Hal itu guna mencegah
pembuatan APHT yang terlalu lama. Pembuatan akta
harus disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua)
orang saksi. Sebelum akta ditanda tangani, PPAT
wajib membacakan tentang isi akta, maksud
pembuatan akta dan prosedur pendaftaran di BPN
kepada para pihak. Dalam Pasal 102 ditentukan, akta
PPAT dibuat sebanyak 2 (dua) lembar yang
semuanya asli, satu lembar disimpan di kantor PPAT
dan 1(satu) lembar lagi disimpan kepada Kepala
Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran,
sedangkan kepada pihak-pihak yang bersangkutan
diberi salinannya. Dengan selesai dibuatnya APHT
dihadapan PPAT, baru terpenuhi spesialitas, karena
dalam APHT selain nama, identitas lengkap kreditor
dan pemberi Hak Tanggungan (debitor), wajib
disebut juga secara jelas dan piutang, nilai
tanggungannya juga uraian jelas tentang benda
sebagai obyek Hak Tanggungan. Kemudian timbul
28
Maria Darus Zaman, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit Alumni, Bandung, 1980, Hlm. 121 29
Hasil wawancara dengan Moch.Farchan Ali Imron, Notaris PPAT, di Kabupaten Grobogan, tanggal 27 Desember 2017.
kewajiban PPAT untuk mendaftarkan APHT tersebut
ke Kantor Pertanahan untuk memenuhi syarat
publisitas, karena adanya Hak Tanggungan tersebut,
siapa kreditor pemegangnya, piutang dan berapa
jumlahnya yang dijamin serta benda yang mana
yang dijadikan jaminan, dengan mudah dapat
diketahui oleh pihak-pihak berkepentingan.
Berdasarkan temuan di lapangan, maka dapat
disimpulkan bahwa pemberian Hak Tanggungan
dilakukan di kantor PPAT dengan dibuatnya akta
Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat tersebut,
yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1996. Fomulirnya disediakan Badan Pertanahan
Nasional.
Perlindungan Asuransi Terhadap Objek Hak
Tanggungan
Dalam kasus musnahnya objek Hak
Tanggungan, ternyata dalam melakukan wawancara
terhadap Bank BRI KCP Wirosari, ada tindakan
pencegahan yang dilakukan oleh pihak bank/
kreditur, selain melakukan seleksi dengan berbagai
tahapan prosedur pemberian kredit hingga tahapan
pembuatan akta di kantor Notaris dan atau PPAT
hingga penerbitan sertifikat Hak Tanggugan oleh
BPN. Pihak kreditur memiliki cara lain yaitu dengan
mengusulkan objek tanah yang dibebani hak
tanggungan diasuransikan dengan pihak asuransi
yang bekerja sama dengan pihak kreditur. Untuk
dapat memberikan hak tanggungan didahului dengan
perjanjian utang piutang yang didalamnya terdapat
klausula tentang pemberian hak tanggungan sebagai
jaminan pelunasan hutang, dan dituangkan dalam
akta yaitu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
yang dibuat oleh PPAT (Pasal 10 ayat (2) UU Hak
Tanggungan). Dalam APHT wajib memenuhi Asas
Spesialiteit dan Asas Publisiteit. Pada APHT juga
diperkenankan mencantumkan janji-janji yaitu janji
asuransi (Pasal 11 ayat (2) huruh i UUHT). sebagai
pelaksanaannya, kreditor meminta agar debitor
mengasuransikan obyek hak tanggungan. Untuk
mengasuransikan obyek hak tanggungan, dibuatkan
suatu perjanjian pertanggungan kerugian yang
termuat dalam suatu akta yaitu polis.Polis tersebut
secara hukum menimbulkan kewajiban bagi
penjamin kepada kreditor apabila terjadi peristiwa
Vol 5 No 1 Maret 2018: 167 - 178
176
yang dapat mengakibatkan musnah/rusaknya obyek
hak tanggungan sebagai pelunasan utang debitor.30
Dalam APHT dapat dicantumkan janji untuk
mengasuransikan obyek hak tanggungan, maka
sebagai tindak lanjut diadakannya perjanjian
pertanggungan kerugian. Jika terjadi musnahnya
obyek hak tanggungan kreditor dapat mengajukan
klaim kepada perusahaan asuransi atas nama debitor
yaitu sebagai penerima kuasa dari debitor untuk
menerima uang ganti rugi sebagai pelunasan utang
debitor. Apabila terjadi kredit macet, obyek hak
tanggungan musnah jika obyek hak tanggungan
diasuransikan, kreditor dapat meminta ganti kerugian
kepada penanggung dengan mengajukan klaim atas
nama penerima kuasa dari debitor terhadap obyek
hak tanggungan yang diasuransikan. Sedangkan bila
obyek hak tanggungan tidak diasuransikan, untuk
mengambil pelunasan piutang debitor maka jaminan
khusus akan berubah menjadi jaminan umum yaitu
tunduk pada Pasal 1131 KUHPerdata. Dalam
pemberian kredit, bank selalu menggunakan prinsip
kehati-hatian maka untuk menghindari risiko
terjadinya kredit macet oleh debitor, bank dapat
mencantumkan janji agar debitor mengasuransikan
benda jaminan sebagai pelunasan utang apabila
benda jaminan rusak atau musnah.31
Penambahan Klausula / Janji
Dalam hal debitur mengajukan permohonan
kredit pada pihak Bank, khususnya pada Bank BRI
KCP Wirosari ada tahapan dimana debitur dibacakan
atau dipersilakan untuk membaca persyaratan dan
kemudian apabila setuju dan mengerti, diminta untuk
tanda tangan dan memberikan nama terang pada
formulir Syarat Umum atau Formulir SU yang
dbubuhi materai dan stempel oleh Notaris atau PPAT.
Formulir ini berisi tentang persyaratan, dan
peraturan dari pihak Bank dalam proses Hak
Tanggungan. Adanya formulir ini juga salah satu
bentuk pencegahan dan perlindungan bagi pihak
kreditur. Dengan debitur tanda tangan di atas
formulir Syarat Umum yang dibubuhi materai dan
stempel Notaris atau PPAT di tiap halamannya maka
pihak debitur dianggap mengerti dan setuju dengan
semua persyaratan dan peraturan pihak kreditur.
30
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/13936 /ASPEK HUKUM JANJI MENGASURANSIKAN OBYEK HAK
TANGGUNGAN DALAM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT)/ BALKIS SAKINA, diakses pada tanggal 30 januari 2018 jam 13.25 Wib 31
Hasil wawancara, Bank BRI KCP Wirosari Cabang Grobogan, Pada Tanggal 17 Oktober 2017
Sehingga berdasarkan hasil wawancara perlu adanya
penambahan klausula tentang musnahnya objek hak
tanggungan karena bencana alam dan bagaimana
prosedurnya. Sehingga apabila di dalam prakteknya
terdapat kasus seperti musnahnya objek yang
dibebani hak tanggungan ada perlindungan yang
lebih, salah satunya, adalah solusi yang terdapat
dalam formulir SU dimana debitur juga telah
membaca atau dibacakan dan bersedia setuju tanpa
adanya paksaan dari pihak manapun. Sehingga
timbul kekuatan hukum yang cukup kuat dalam
penandatanganan di atas materai dalam formulir
tersebut. Dan debitur tahu, paham dan dianggap
setuju terhadap kondisi-kondisi tersebut dari awal.
Dengan banyaknya tahapan yang harus dilalui
untuk melakukan permohonan pengajuan kredit baik
tahapan dari pihak kreditur hingga tahapan
pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan di
Notaris dan atau PPAT, hal ini berguna untuk menilai
apakah seorang calon debitur layak untuk diberikan
bantuan kredit dari pihak kreditur, kemudian dapat
memperkecil resiko terjadinya kredit macet atau
debitur cidera janji dalam melaksanakan
kewajibannya, walaupun dalam prakteknya masih
ada kasus debitur melakukan wanprestasi. Dengan
melaksanakan prinsip kehati-hatian, pihak kreditur
dapat meminimalisir kerugian yang ada, karena
dengan melalui banyak tahapan prosedur dan debitur
dinyatakan layak oleh kreditur, maka seorang debitur
dianggap mampu dalam melaksanakan
kewajibannya.
PENUTUP
Simpulan
Melihat hasil pembahasan dan pemaparan di
atas penulis memiliki kesimpulan sebagai berikut:
1. Kekuatan hukum Sertifikat Hak Tanggungan
memiliki kekuatan hukum yang tetap dan
eksekutorial dan sah. mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte
hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
Apabila objek tanah yang dibebani hak
tanggungan musnah oleh bencana alam maka
berdampak dengan kekuatan hukum Sertifikat
Hak Tanggungan. maka berdasarkan ketentuan
syarat perjanjian, yaitu obyek hak tanggungan
berupa tanah yang telah musnah seluruhnya
karena bencana alam, maka sertifikat hak
tanggungan tersebut tidak memenuhi salah satu
Vol 5 No 1 Maret 2018
Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Hal...
(Ariel Doni Dharmawan)
177
syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH
Perdata yaitu suatu hal tertentu, sehingga
sertifikat hak tanggungan tersebut batal demi
hukum (neitigbaarheid). Berdasarkan pemaparan
diatas maka dapat disampaikan, jika terjadi suatu
peristiwa yang mengakibatkan musnahnya obyek
yang diperjanjikan, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Perjanjian yang tidak
menentukan jenis barang, jumlah, atau
keadaanya adalah batal demi hukum. Jika
dikaitkan dengan permasalahan musnahnya
seluruh obyek hak tanggungan karena bencana
alam, maka sertifikat hak tanggungan tersebut
batal demi hukum. Sertifikat hak tanggungan
tersebut batal demi hukum karena obyeknya
seluruhnya telah musnah terkena bencana alam,
sehingga tidak memenuhi salah satu syarat
sahnya perjanjian yaitu suatu hal tertentu (obyek)
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata.
2. Perlindungan Hukum terhadap pemegang
sertifikat hak tanggungan, khususnya di Bank BRI
KCP Wirosari,Kecamatan Wirosari,Kabupaten
Grobogan, untuk mengamankan kredit yang
dijaminkan kepada debitor telah mendapatkan
perlindungan hukum yaitu droit de preference
(mempunyai hak mendahulu) daripada kreditor
lain, droit de suite, mudah pelaksanaan dalam
lelang, obyek Hak Tanggungan lepas dari
kepailitan, tidak dapat dibagi-bagi obyek Hak
Tanggungan, dan pasti hari lahirnya Hak
Tanggungan. Perlindungan yang lainnya, adanya
prosedur pemberian kredit, dimana memiliki
tahapan-tahapan yang setiap tahapan calon
debitur dinilai secara mendalam untuk dinyatakan
layak atau tidak untuk mendapatkan kredit dari
kreditur.
Saran
Dalam penelitian dan pembahasan tesis ini
yang ditulis oleh penulis, penulis sedikit memberikan
saran dalam perihal kekuatan hukum sertifikat hak
tanggungan dalam hal musnahnya objek hak
tanggungan karena bencana alam;
1. Menambahkan klausula di dalam akta pemberian
hak tanggungan maupun pada surat kuasa
membebankan hak tanggungan perihal
musnahnya objek hak tanggungan karena
bencana alam. Sertifikat hak tanggungan dan
APHT, tidak ada klausula yang mengatur tentang
kekuatan hukum sertifikat hak tanggungan yang
obyeknya musnah karena bencana alam.
Seharusnya terdapat suatu klausula dalam APHT
dan sertifikat hak tanggungan yang mengatur
tentang kekuatan hukum sertifikat hak
tanggungan yang obyeknya musnah karena
bencana alam adalah hapus. Selain itu juga dapat
dimasukan alasan-alasan lain yang dapat
menghapuskan kekuatan hukum sertifikat hak
tanggungan yaitu hutang yang dijamin dengan
hak tanggungan telah dilunasi oleh debitur,
dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang
hak tanggungan, dan pembersihan hak
tanggungan berdasarkan penetapan oleh Ketua
Pengadilan Negeri. Klausula ini diharapkan akan
memberikan kepastian hukum bagi debitur dan
kreditur lain yang mengalami peristiwa
musnahnya seluruh obyek hak tanggungan
karena bencana alam.
2. Seringkali pada debitur yang sudah memiliki
rekam jejak bagus dan pihak kreditur sudah
merasa mengenal atau dekat dengan debitur,
pihak kreditur/ bank menaruh kepercayaan yang
berlebih, sehingga dalam prosedur pemberian
kredit, melewati beberapa tahapan yang dirasa
tidak perlu lagi dilakukan. Menurut penulis,
memang diperlukan kedekatan secara sosial
antara kreditur dan debitur, tidak sebatas dalam
perjanjian kredit saja antara pihak kreditur dan
debitur, namun kedekatan/ rasa kekeluargaan
seharusnya tidak mempengaruhi tahapan–
tahapan dari prosedur pemberian kredit, karena
dalam setiap tahapan perlu adanya penilaian yang
mendalam yang dapat memberikan perlindungan
bagi kreditur. Penulis juga melihat pihak Notaris
PPAT juga perlu menjalin secara kekeluargaan
dengan kliennya (debitur) agar mendapatkan
kepercayaan penuh dari seorang klien, mengenal
klien secara dekat tidak meninggalkan sikap atau
etos kerja secara professional sehingga tidak
mempengaruhi tahapan-tahapan dalam prosedur
penerbitan akta hingga proses sertifikat hak
tanggungan rampung dan diterbitkan dan tetap
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian
Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.
Vol 5 No 1 Maret 2018: 167 - 178
178
Johan Nasution, Bahder, Metode Penelitian Hukum,
Mandar Maju, Bandung, 2008.
Harsono, Boedi, HukumAgraria Indonesia / Sejarah
Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,
Djambatan, Jakarta, 1997
Ibrahim, Johhny, Teori dan Metodologi Penelitian
Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,
Surabaya,2011.
Hanitijo Soemitro, Ronny.Metodologi Penelitian
Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1998.
Santoso, Urip. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas
Tanah, Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2010.
Sutedi, Adrian, Hukum Hak Tanggungan, Sinar
Grafika, Jakarta,2010
Erawati, Elly dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian, Nasional Legal
Reform Program, Jakarta, 2010
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Kebendaan Pada Umumnya, Prenada Media, Jakarta, 2003
Zarqoni, Mohammad Machfudh, Hak Atas Tanah Perolehan, Asal Dan Turunannya, Serta Kaitannya Dengan Jaminan Kepastian Hukum (Legal Guarantee) Maupun Perlindungan Hak Kepemilikannya (Property Right), Prestasi
Pustaka Publisher, Jakarta, 2015.
Poesoko, Herawati, Parate Executie Obyek Hak
Tanggungan (Inkonsistensi,Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dlam UUHT) Catatan I, Laks Bang PRESS indo, Yogyakarta, 2007
Hasan, Djuhaendah dan Salmidjas Salam, Aspek
Hukum Hak Jaminan Perorangandan Kebendaan, Jakarta, 2000
Kasmir, Manajemen Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Zaman, Maria Darus, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit
Alumni, Bandung, 1980
INTERNET
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/13936
/Aspek Hukum Janji Mengasuransikan Obyek Hak Tanggungan
Dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan (Apht)/ Balkis Sakina, diakses pada tanggal 30 januari
2018 jam 13.25 Wib
NARASUMBER
Warga Lokal Desa Kunden, Kecamatan Wirosari,
Kabupaten Grobogan Moch. Farchan Ali Imron, Notaris PPAT, di Kabupaten
Grobogan
Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan