kepastian hukum atas sertifikat tanah sebagai bukti hak kepemilikan atas tanah studi kasus atas...

Upload: carnival-white

Post on 30-May-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    1/22

    Bab I

    Pendahuluan

    Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan

    Dasar Pokok-pokok Agraria yang selanjutnya dalam paper ini disingkat dengan

    UUPA -, pada pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum

    Pertanahan, Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Atas tanah yang

    telah didaftarkan selanjutnya diberikan tanda bukti hak atas tanah, yang

    merupakan alat bukti yang kuat mengenai kepemilikan tanah. Dalam pendaftaran

    tanah, girik yaitu tanda bukti pembayaran pajak atas tanah dapat disertakan untuk

    proses administrasi. Girik, dengan demikian bukan merupakan tanda bukti

    kepemilikan hak atas tanah, namun semata-mata hanyalah merupakan bukti

    pembayaran pajak-pajak atas tanah. Dengan demikian, apabila di atas bidang

    tanah yang sama, terdapat klaim dari pemegang girik dengan klaim dari pemegang

    surat tanda bukti hak atas tanah (sertifikat), maka pemegang sertifikat atas tanah

    akan memiliki klaim hak kebendaan yang lebih kuat. Namun demikian, persoalan

    tidak sesederhana itu. Dalam hal proses kepemilikan surat tanda bukti hak atas

    tanah melalui hal-hal yang bertentangan dengan hukum, maka akan ada

    komplikasi.

    Paper ini akan membahas satu kasus kontemporer yang mengemuka dalam

    pemberitaan di media massa di Indonesia, khususnya di ibukota Jakarta, yang

    terkenal dengan kasus tanah Meruya1

    Kasus tersebut bermula dari rencana eksekusi oleh pemilik hak atas tanah

    yaitu PT Portanigra, yang membeli tanah tersebut seluas 44 Ha sekitar tahun 1972

    yang lalu dari Juhri cs sebagai koordinator penjualan tanah Rencana eksekusi

    yang akan dilakukan oleh PT Portanigra mendapatkan perlawanan dari

    masyarakat yang menempati tanah yang telah memiliki tanda bukti kepemilikan

    atas tanah dimaksud. Juhri Cs, ternyata setelah menjual tanah tersebut kepada PT

    Portanigra, menjual lagi tanah itu kepada perorangan, Perusahaan , Pemda dan

    berbagai instansi. Masyarakat dan berbagai instansi yang membeli dari Juhri Cs

    kemudian memiliki berbagai tanda bukti hak (sertifikat) atas tanah itu. Atas

    1

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    2/22

    tindakan Juhri Cs, pengadilan telah menetapkan bahwa tindakan Juhri Cs adalah

    bertentangan dengan hukum, dan mereka telah dipidana pada tahun 1987 1989

    atas perbuatan penipuan, pemalsuan dan penggelapan.

    PT Portanigra, dengan penguatan putusan pidana kepada Juhri Cs,

    kemudian menggugat secara perdata Juhri cs, untuk mengembalikan tanah-tanah

    tersebut sekaligus meminta pengadilan untuk meletakkan sita jaminan atas tanah

    mereka, yang luasnya 44 Hektare. Permohonan sita jaminan dikabulkan oleh

    hakim dengan penetapan sita jaminan No. 161/Pdt/G/1996/PN.Jkt.Bar tanggal 24

    Maret 1997 dimasukkan dalam berita acara sita jaminan tanggal 1 April 1997 dan

    tanggal 7 April 1997. Pengadilan Negeri pada tanggal 24 April 1997 menyatakan

    gugatan PT Portanigra tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard--N/O)

    karena tidak menyertakan para pemilik tanah lainnya di atas tanah sengketa

    tersebut.Hakim juga memerintahkan pengangkatan sita jaminan tersebut.

    Pengadilan Tinggi menolak banding Portanigra dan menguatkan putusan

    Pengadilan Negeri. Namun, di tingkat kasasi, MA membatalkan putusan PN dan

    PT serta memutuskan untuk mengadili sendiri. Berdasarkan putusan Kasasi No.

    570/K/Pdt/1999 jo.No.161/Pdt.G/1996/PN.JKT.BAR, Mahkamah Agung

    menerima kasasi PT Portanigra. Pertimbangannya antara lain ialah bahwa pihak

    ketiga akan dapat melakukan bantahan (verzet) terhadap sita jaminan atau

    pelaksanaan eksekusi bila memiliki bukti untuk mempertahankan haknya.

    Ketika PT Portanigra akan melaksanakan eksekusi atas tanah tersebut,

    setelah mendapat penetapan dari pengadilan Jakarta Barat pada tahun 2007, dia

    memperoleh perlawanan dari masyarakat, dan berbagai institusi pihak ketiga,

    yang memiliki tanda bukti hak atas tanah tersebut. Tanda bukti hak yang dimiliki

    perorangan, maupun institusi beragam mulai dari hak milik, hak pakai, hak guna

    usaha dan sebagian diletakkan dengan hak tanggungan. Perlawanan yang diajukan

    oleh pemegang hak atas tanah (yang sifatnya tidak melalui jalur hukum seperti

    verzet) memperoleh dukungan moral dan politis dari berbagai lapisan masyarakat

    seperti Parlemen, Pemda, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan lain-lain.

    Karena kasus ini, telah melebar dan meluas melebihi porsi hukum dan khususnya

    keperdataan, dan mulai mengarah ke hal-hal yang berkaitan dengan stabilitas,

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    3/22

    politik, keamanan dan lain-lain, akhirnya PT Portanigra untuk sementara setuju

    untuk tidak melaksanakan eksekusi.

    Penulis berpendapat, bahwa ternyata persoalan yang semestinya dapat

    diselesaikan secara hukum, ternyata telah melebar ke luar dari koridor hukum,

    yang justru menciptakan ketidak pastian hukum. Berkenaan dengan hal tersebut,

    paper ini akan membahas pokok-pokok sebagai berikut :

    a. Bagaimana perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah

    yang telah memperoleh penguatan putusan dari Mahkamah Agung

    b. Bagaimana perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak

    yang memegang tanda bukti kepemilikan hak atas tanah (sertifikat)

    c. Bagaimana pertanggungjawaban institusi pemerintahan yang

    menerbitkan sertifikat tanah yang ternyata bermasalah

    3

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    4/22

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    5/22

    permukaan bumi saja disebut dengan asas pemisahan horisontal. Asas pemisahan

    horisontal adalah asas dimana pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatu

    yang berada di atas tanah itu adalah terpisah. Asas pemisahan horisontal

    memisahkan tanah dan benda lain yang melekat pada tanah itu.3 Asas pemisahan

    horisontal adalah asas yang didasarkan pada hukum adat4, dan merupakan asas

    yang dianut oleh UUPA.

    Berbeda dengan asas yang dianut oleh UUPA, KUHPerdata menganut asas

    perlekatan, baik yang sifatnya perlekatan horisontal maupun perlekatan vertikal,

    yang menyatakan bahwa benda bergerak yang tertancap atau terpaku pada benda

    tidak bergerak, berdasarkan asas asesi maka benda-benda yang melekat pada

    benda pokok, secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan

    dari benda pokoknya.5

    KUHPerdata pasal 571

    Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya kepemilikan atas

    segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah.

    Sedangkan dalam UUP dibedakan berbagai hak atas tanah sebagai berikut :

    hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak

    membuka tanah dan hak memungut hasil hutan.

    Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

    dipunyai orang atas tanah , memiliki fungsi sosial serta dapat dialihkan dan

    beralih.

    Pasal 20 UUPA menyatakan :

    Dalam pasal ini disebutkan sifat-sifat daripada hak milik yang

    membedakannya dengan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hk yang terkuat

    dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini

    tidak berarti, bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan

    tidak dapat diganggu-gugat sebagai hak eigendom menurut pengertiannya

    yang asli dulu. Sifat yang demikian akan terang bertentangan dengan sifat

    hukum-adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak. Kata-kata terkuat dan

    terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna-usaha,

    hak guna-bangunan, hak pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan,

    5

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn3http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn4http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn5http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn4http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn5http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn3
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    6/22

    bahwa diantara hak- hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah

    yang ter (artinya : paling)-kuat dan terpenuh.

    Sedangkan hak-hak penguasaan atas tanah, menurut Boedi Harsono6,

    dikelompokkan menjadi hak bangsa, hak menguasai dari negara, hak ulayat, hak

    perorangan dan hak tanggungan.

    B. Cara peralihan hak atas tanah

    Hak milik atas tanah mengandung unsur hak kebendaan dan hak perseorangan.

    Sebagai hak kebendaan, hak atas tanah memiliki ciri-ciri bersifat absolut, jangka

    waktunya tidak terbatas, hak mengikuti bendanya (droit de suite), dan memberi

    wewenang yang luas bagi pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan, disewakan

    atau dipergunakan sendiri. Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya adalah bersifat

    relatif, jangka waktunya terbatas, mempunyai kekuatan yang sama tidak

    tergantung saat kelahirannya hak tersebut, memberi wewenang terbatas kepada

    pemiliknya7

    Sementara itu, menurut Aslan Noor8, teori kepemilikan ataupun pengalihan

    kepemilikan secara perdata atas tanah dikenal empat teori, yaitu:

    a. Hukum Kodrat, menyatakan dimanan penguasaan benda-benda yang ada

    di dunia termasuk tanah merupakan hak kodrati yang timbul dari

    kepribadian manusia

    b. Occupation theory, dimana orang yang pertama kali membuka tanah,

    menjadi pemiliknya dan dapat diwariskan

    c. Contract theory, dimana ada persetujuan diam-diam atau terang-terangan

    untuk pengalihan tanah

    d. Creation theory, menyatakan bahwa hak milik privat atas tanah diperoleh

    karena hasil kerja dengan cara membukan dan mengusahakan tanah

    Mengenai pengalihan atau penyerahan hak atas tanah, terdapat dua pendapat

    yaitu yang pertama adalah bahwa jual beli harus dilakukan dengan akta otentik

    yang diikuti dengan pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat sebagai tanda

    bukti hak atas tanah. Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah,

    bukan saja hanya sebagai alat bukti untuk pendaftaran tetapi merupakan syarat

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn6http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn6http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn8http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn6http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn8
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    7/22

    mutlak adanya perjanjian penyerahan. Pendapat ini diwakili oleh Mariam Darus

    Badrulzaman dan Saleh Adiwinata. Pendapat lainnya adalah bahwa perbuatan jual

    beli tanpa diikuti dengan akta otentik adalah sah, sepanjang diikuti dengan

    penyerahan konkret. Pendapat ini diwakili oleh Boedi Harsono dan R.

    Soeprapto.9 Penyerahan yang sifatnya konsensual sebagaimana dianut hukum

    perdata sekaligus dengan penyerahan yang sifatnya konkret sebagaimana dianut

    oleh hukum adat10 pada dasarnya adalah bertentangan dan dapat terjadi dualisme

    dalam penafsiran kepastian hukumnya.

    Mariam Darus Badrulzaman berpendapat, bahwa lembaga pendaftaran, tidak

    semata-mata mengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi

    juga menciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda tanah terjadi

    pada saat pendaftaran dilakukan. Sebelum dilakukan pendaftaran yang ada baru

    milik, belum hak11. Dalam kaitan itulah, maka salah satu asas dari hak atas tanah

    adalah adanya asas publisitas.

    Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, adalah

    bersifat stelsel pasif. Artinya yang didaftar adalah hak, peralihan hak dan

    penghapusannya serta pencatatan beban-beban atas hak dalam daftar buku tanah.

    Hubungan antara pemindahan dengan alas hak adalah bersifat kausal, karena sifat

    peralihan hak tersebut adalah bersifat levering. Stelsel negatif ini berakibat:

    Buku tanah tidak memberikan jaminan yang mutlak

    Peranan yang pasif dari pajak balik nama, artinya pejabat-pejabat

    pendaftaran tanah tidak berkewajiban untuk menyelidiki kebenaran

    dari dokumen-dokumen yang diserahkan kepada mereka.12

    Selanjutnya, Mariam Darus Badrulzaman13 menjelaskan bahwa

    berrdasarkan ajaran KUHPerdata pada pasal 584, dianut ajaran untuk sahnya

    penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu:

    a. Alas hak (rechttitel)

    b. Perjanjian kebendaan yang diikuti dengan perbuatan penyerahan

    (pendaftaran) dan penerbitan sertifikat

    c. Wewenang menguasai (beschikkings bevoegheid)

    Pendapat yang dianut Mariam Darus Badrulzaman di atas, tampaknya

    7

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn9http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn10http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn11http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn12http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn13http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn9http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn10http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn11http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn12http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn13
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    8/22

    sangat dipengaruhi oleh ajaran teori causal, yang memandang bahwa hubungan

    hukum adalah obligatoirnya, sedangkan levering adalah akibatnya. Artinya

    levering baru sah, dan karenanya baru menjadikan yang menerima penyerahan

    sebagai pemilik, kalau rechtstitel yang memindahkan hak milik sah.

    Di sisi lain, ada juga teori abstraksi yang menganut bahwa ada pemisahan

    antara levering dengan rechtstitel. Jadi kalau sekiranya ada suatu penyerahan,

    dimana yang melakukan penyerahan tidak memiliki titel, penyerahan tersebut

    tetap sah. Pemilik asal tidak dapat menuntut hak kebendaan dari pihak ketiga,

    yang membeli dengan itikad baik. Tuntutan pemilik asal adalah tuntutan pribadi

    terhadap orang yang mengalihkan hak kepada pihak ketiga tadi tanpa hak. 14

    Pandangan para pakar di atas sangat menentukan dalam hal ada dua

    kepemilikan atas objek yang sama untuk menentukan pemilik dan pemegan hak

    yang sesungguhnya.

    C. Pencabutan hak-hak atas tanah

    Mengenai hak kepemilikan atas tanah, sifatnya tidak mutlak, artinya apabila

    kepentingan Negara atau kepentingan umum menghendaki, hak kepemilikan

    perorangan atau badan usaha atas sebidang tanah dapat dicabut dengan pemberian

    ganti rugi. Prinsip ini dianut baik dalam KUHPerdata maupun dalam UUPA.

    Pasal 570 KUHPerdata

    Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa

    dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya asalkan

    tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang

    ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak

    orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak

    demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan

    ketentuan-ketentuan perundang-undangan.

    Pasal 16 ayat 4 UUPA

    Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta

    kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan

    memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn14http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn14
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    9/22

    Undang-undang.

    Pengertian kepentingan umum, harus dijaga dengan ketat untuk tidak melebar

    dan terlalu elastis sehingga hal-hal yang tidak seyogianya digolongkan sebagai

    kepentingan umum, tetapi justru memperoleh penguatan dan legitimasi. Batasan

    tentang pengertian kepentingan umum yang abstrak dapat menimbulkan

    penafsiran yang berbeda-beda di masyarakat, dan dapat menjurus kepada

    ketidakpastian yang baru dan menimbulkan konflik di masyarakat. Karena itu

    harus ada pengertian yang konkret akan makna kepentingan umum15.

    Dalam Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2006 pada pasal 2 dinyatakan

    bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

    oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau

    penyerahan hak atas tanah. Sedangkan pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan

    pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah

    dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati

    secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya pada pasal 5

    diatur secara limitatif bidang-bidang yang termasuk dalam kategori pembangunan

    untuk kepentingan umum.

    Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa yang dimaksudkan untuk

    pembangunan kepentingan umum haruslah yang diselenggarakan oleh

    Pemerintah. Pembebasan tanah yang dilakukan oleh pihak selain Pemerintah,

    berdasarkan aturan PP tersebut di atas tidak dapat digolongkan sebagai

    pembangunan untuk kepentingan umum.

    Bab III

    9

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn15http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn15
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    10/22

    Kepastian dan perlindungan hukum atas hak atas tanah

    A. Duduk perkara sengketa pertanahan tanah Meruya

    Apabila diikhtisarkan dari berbagai pemberitaan dan kutipan-kutipan putusan

    pengadilan, maka sengketa tanah di atas dapat dipetakan sebagai berikut:

    1. Ada klaim kepemilikan ganda atas suatu objek yang sama. Kepemilikan

    PT Portanigra didasarkan pada perjanjian jual beli dengan pemilik tanah

    asal yang dikoordinir oleh Juhri Cs. Bukti kepemilikan tanah dalam rangka

    jual beli itu adalah girik yang diserahkan kepada pembeli. Pembelian tanah

    dikukuhkan dengan akta jual beli. Tahapan lanjut untuk pendaftaran tanah

    dan sertifikasi tanah belum dilaksanakan.

    2. Tanah yang sama oleh Juhri cs, kemudian dijual lagi kepada Perorangan,

    Badan-badan Hukum dan Pemda. Beberapa kali peralihan tanah telah

    terjadi oleh pembeli tingkat kedua, seperti Pemda yang menjual sebagian

    tanah tersebut kepada masyarakat, ataupun perorangan yang memperjual

    belikan tanah itu kembali.

    3. Tanah-tanah yang dibeli oleh perorangan, Badan-badan Hukum, Pemda

    dari Juhri Cs maupun yang kemudian dialihkan oleh para pembeli tersebut

    kepada pihak lain, dilengkapi dengan akta jual beli, serta didaftarkan dan

    memperoleh sertifikat tanah

    4. Pengadilan memutuskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Juhri Cs,

    dalam menjual kembali tanah-tanah tersebut adalah melawan hukum. Girik

    yang digunakan dalam transaksi jual beli adalah palsu, karena girik yang

    asli telah diserahkan kepada PT Portanigra. Pengadilan memutuskan

    pidana penggelapan dan pemalsuan kepada Juhri Cs.

    5. Pengadilan mengabulkan kasasi perdata PT Portanigra kepada Juhri Cs

    6. Juhri Cs merencanakan untuk mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas

    putusan kasasi Mahkamah Agung

    B. Kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    11/22

    1. Kepastian dan perlindungan hukum bagi pembeli pertama (PT Portanigra)

    Berdasarkan landasan teori pada bab sebelumnya, apabila dengan melihat

    kepada transaksi jual beli tanah, dapat diberikan analisis sebagai berikut :

    a. Transaksi jual beli tanah antara PT Portanigra dengan Juhri Cs adalah

    sah

    b. Transaksi jual beli tanah antara PT Portanigra dengan Juhri Cs, yang

    tidak atau belum dilanjutkan dengan pendaftaran tanah untuk

    mendapatkan sertifikat tanah, membawa akibat hukum bahwa bukti

    kepemilikan PT Portanigra atas tanah tersebut belum lengkap

    c. Akta jual beli berdasarkan akta otentik adalah sah, sepanjang

    menyangkut penyerahannya. Dengan demikian, kepemilikan yang

    dipunyai PT Portanigra adalah kepemilikan yang bersifat kebendaan,

    bukan kepemilikan yang bersifat hak perorangan.

    d. Kasasi yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung, sifatnya adalah

    pemulihan hak kebendaan atas tanah tersebut. Untuk mendapatkan hak

    milik, maka PT Portanigra harus melanjutkan dengan prosedur normal

    dengan melakukan pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat

    hak

    Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, menurut penulis terdapat

    beberapa hal yang perlu dikritisi yaitu :

    a. Fakta hukum bahwa PT Portanigra tidak memiliki sertifikat tanah,

    kecuali akta jual beli selama lebih dari 30 tahun mengindikasikan

    bahwa proses perolehan tanah tersebut dari awal adalah bermasalah

    b. Fakta hukum bahwa PT Portanigra menggunakan putusan pidana

    kepada Juhri Cs sebagai alas gugatan perdata dapat dibenarkan.

    Namun, gugatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai error in

    persona, maupun error in substantia, karena faktanya Juhri Cs tidak

    pernah berstatus lagi sebagai pemilik tanah, sedangkan transaksi jual

    beli tanah yang dilaksanakannya tanpa hak telah dinyatakan tidak sah

    oleh Pengadilan. Gugatan seharusnya dibuat terhadap pihak-pihak

    yang menduduki tanah tersebut, dan juga kepada Pemerintah c/q BPN

    11

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    12/22

    (Badan Pertanahan Nasional) yang telah menerbitkan berbagai hak di

    atas tanah yang merupakan miliknya kepada orang lain tanpa

    seizinnya.

    c. Menjadi pertanyaan pula, kenapa dalam tenggang waktu yang

    sedemikian lama, PT Portanigra tidak melakukan proses hukum untuk

    perolehan hak atas tanah dengan memohonkan pendaftaran tanah dan

    sertifikasi, tetapi lebih memilih jalur gugatan kepada Juhri Cs yang

    sebenarnya tidak lagi memiliki hubungan hukum dengan tanah tersebut

    2. Kepastian dan perlindungan hukum bagi Juhri cs

    a. Juhri Cs telah menerima hukuman pidana atas perbuatan penggelapan

    dan pemalsuan surat-surat tanah dan surat-surat lainnya dalam rangka

    jual beli tanah kepada pihak lainnya

    b. Juhri Cs telah mengembalikan uang yang timbul dari hasil penjualan

    kembali tanah tersebut melalui negara.

    c. Juhri Cs tidak mempunyai klaim kepemilikan apapun lagi atas tanah

    tersebut.

    d. Juhri Cs berencana akan melakukan perlawanan dengan mengajukan

    Peninjauan Kembali atas putusan kasasi Mahkamah Agung

    Sehubungan dengan hal-hal tersebut, penulis memberikan komentar

    sebagai berikut :

    a. Hukuman pidana dan pengembalian uang yang dilakukan

    oleh Juhri Cs adalah membuktikan bahwa mereka tidak

    dalam kapasitas yang sah untuk melakukan transaksi

    penjualan kembali tanah yang bukan merupakan miliknya

    b. Status uang yang dikembalikan patut dipertanyakan. Uang

    tersebut tidak dikembalikan kepada PT Portanigra, maupun

    kepada masyarakat atau Pemda yang membeli tanah

    melalui Juhri Cs. Uang yang dikembalikan adalah jasa

    untuk urusan memperlancar jual beli yang ternyata tidak

    lancar, bukan uang hasil penjualan tanah.

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    13/22

    c. Upaya hukum Peninjauan Kembali ( PK) yang akan

    ditempuh oleh Juhri Cs juga kehilangan justifikasi dan

    pijakan hukumnya. Atas dasar apa Juhri Cs mengajukan

    PK. Juhri Cs bukan merupakan pemilik tanah. Tanah tidak

    dalam penguasaan Juhri Cs. Bukti-bukti kepemilikan

    tanahpun tidak ada pada Juhri Cs. Sepanjang menyangkut

    enforceability (daya paksa) dari putusan kasasi mahkamah

    agung, tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap Juhri

    Cs.

    3. Kepastian dan perlindungan hukum bagi pembeli dari Juhri Cs

    a. Pembeli tanah dari Juhri Cs, baik perorangan, Badan Hukum maupun

    Pemda telah melakukan transaksi jual beli dengan akte otentik,

    pendaftaran tanah, hingga memperoleh sertifikat tanah

    b. Pengalihan tanah dari para pembeli awal, kepada pembeli kemudian,

    serta para pihak yang saat ini secara nyata menduduki baik secara

    hukum maupun konkret, telah berlangsung sesuai dengan aturan dari

    Pemerintah.

    c. Para pihak yang menduduki dan memiliki hak atas tanah saat ini, di

    atas lahan sengketa, memiliki kepemilikan hak yang beragam seperti

    hak milik, hak pakai, hak guna bangunan, maupun hak tanggungan

    d. Hukum melindungi para pembeli dengan itikad baik16. Dalam hukum

    berlaku satu asas, yaitu bahwa kejujuran itu dianggap ada pada setiap

    orang, sedangkan ketidak jujuran harus dibuktikan.17

    e. Hukum juga memberi perlindungan absolut dan relatif, karena

    kepemilikan pada pihak-pihak yang menduduki tanah tersebut saat ini

    adalah kepemilikan kebendaan maupun kepemilikan perorangan

    4. Tanggungjawab Pemerintah atas terbitnya sertifikat tanah di atas lahan

    sengketa

    Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional harus dapat

    13

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn16http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn17http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn16http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn17
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    14/22

    dimintai pertanggungjawaban atas terbitnya sertifikat di atas lahan

    sengketa.

    Putusan pengadilan perdata dan pengadilan pidana yang tidak

    dijadikan refensi mengakibatkan proses sertifikasi tetap dapat diteruskan.

    Hal tersebut dapat disimpulkan dari kronologi fakta hukum berikut :

    a. 1985 1987 : Pengadilan Pidana telah menghukum

    Juhri Cs (tiga orang, dengan tiga berkas kasus) , atas

    kejahatan pemalsuan dan penggelapan girik dan

    kuitansi dalam proses jual beli tanah yang telah dijual

    sebelumnya kepada PT Portanigra

    b. Maret 1997 Hakim Pengadilan Perdata mengabulkan

    permohonan sita jaminan atas tanah sengketa

    c. April 1997 Hakim Pengadilan Negeri, menolak

    gugatan perdata PT Portanigra dengan N/O atau tidak

    dapat menerima gugatan, dan meminta agar gugatan

    diperbaiki kembali dengan memperluas pihak tergugat.

    Namun, sekaligus juga memutuskan untuk mengangkat

    atau membatalkan sita jaminan yang sebelumnya telah

    diletakkan pada tanah sengketa.

    d. Oktober 1997, Pengadilan Tinggi memperkuat dan

    sependapat dengan Pengadilan Negeri

    e. Juni 2001, Mahkamah Agung menerima kasasi PT

    Portanigra.

    Menurut penulis, akar persoalan dalam perkara ini adalah dari pengadilan

    dan birokrasi sendiri, sebagai berikut :

    Persoalan yuridis dalam putusan ini ada dua yaitu :

    a. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi pada dasarnya tidak

    memeriksa pokok perkara, namun mengembalikan kepada penggugat

    untuk memperbaiki dan melengkapi gugatan. Namun pada saat yang

    sama, meniadakan sita jaminan yang telah diputuskan sebelumnya. Hal

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    15/22

    ini lah yang membuat Badan Pertanahan Nasional dapat memproses

    lanjut permohonan sertifikasi yang diajukan masyarakat.

    Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi menolak gugatan sudah

    benar, namun tindakan pengadilan negeri yang dikuatkan oleh

    pengadilan tinggi dalam mengangkat sita jaminan yang sebelumnya

    adalah tidak tepat. Bagaimana pengadilan dapat memutuskan untuk

    mengangkat sita jaminan sedangkan pokok perkaranya sendiri tidak

    atau belum diperiksa.

    b. Amar Putusan Kasasi yang mengabulkan permohonan PT Portanigra,

    pada dasarnya menyatakan bahwa sita jaminan dianggap sah dan

    berharga, Juhri Cs melakukan perbuatan melawan hukum sekaligus

    wanprestasi. Selain itu menyatakan Portanigra sebagai pemilik yang

    sah atas tanah sengketa berdasarkan bukti-bukti, serta menghukum

    Juhri Cs dan semua orang yang mendapatkan hak dari mereka untuk

    mengosongkan tanah-tanah milik adat tersebut dan menyerahkannya

    dalam keadaan kosong kepada Portanigra.

    Putusan kasasi yang memperluas akibat putusan kepada orang-

    orang yang tidak merupakan pihak dalam perkara gugatan menurut

    penulis tidak tepat. Dalam konstruksi hukum perdata pada pasal 1340

    dinyatakan bahwa suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada

    pihak-pihak ketiga, dan juga tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat

    manfaat karenanya.

    Putusan kasasi yang menyatakan bahwa sita jaminan adalah sah,

    adalah tepat. Namun memeriksa dan memutuskan gugatan dimana

    gugatan meliputi pihak-pihak yang tidak diikutkan sebagai tergugat

    serta adalah tidak tepat. Benar bahwa pihak ketiga yang

    berkepentingan dapat menempuh upaya hukum perlawanan atau

    verzet. Cara ini dibenarkan apabila akibat suatu putusan membawa

    akibat kepada pihak ketiga yang bukan tergugat, dan dalam pokok

    gugatan tidak menyinggung pihak ketiga tersebut. Dalam kasus PT

    Portanigra, pokok gugatannya telah meliputi pihak-pihak lain di luar

    15

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    16/22

    Juhri Cs, namun tidak diikutkan sebagai tergugat serta.

    Sedangkan persoalan yang terkait dengan birokrasi juga ada dua yaitu:

    a. Dalam perkara pidana, telah diketahui bahwa terdapat pemalsuan

    dan penggelapan atas surat-surat jual beli yang dilakukan oleh

    Juhri Cs. Seyogianya aparat birokrasi di BPN harus menggunakan

    fakta hukum tersebut untuk tidak memproses pendaftaran tanah

    dan sertifikasi.

    b. Birokrasi atau BPN seharusnya, dengan alasan pada bagian a di

    atas, seharusnya tidak memproses lanjut permohonan pendaftaran

    tanah dalam rangka sertifikasi tanah. Pengangkatan sita jaminan

    yang dilakukan oleh pengadilan negeri dan dikuatkan oleh

    pengadilan tinggi tidak berarti bahwa tanah tersebut tidak dalam

    sengketa.

    Di satu sisi, Putusan pengadilan perdata yang belum

    mempunyai kekuatan hukum tetap, karena proses kasasi masih

    berjalan, digunakan oleh BPN untuk memproses lanjut sertifikasi.

    Di sisi lain, fakta hukum yang telah memperoleh kekuatan hukum

    tetap di pengadilan pidana, dikesampingkan oleh BPN.

    Sebenarnya, kalau para pihak yang terkait mempelajari

    dengan cermat, yurisprudensi mengenai hal tersebut telah ada.

    Yurisprudensi tersebut memberi keseimbangan bagi para pihak

    dalam hal memohon proses sertifikasi. Dalam yurisprudensi MA

    no. 1588/K/Pdt/2001 terdapat kaedah hukum yang menyatakan

    sebagai berikut :

    *Sertifikat tanah yang terbit terlebih dulu dari akta jual beli tidak

    berdasarkan hukum dan dinyatakan batal. Penerbitan sertifikat

    tanpa ada pengajuan dari pemilik adalah tidak sah

    BPN seyogianya menunda proses sertifikasi, karena tanah tersebut

    masih dalam status sengketa. BPN juga tahu bahwa girik, petuk

    pajak ataupun Letter C yang diajukan oleh masyarakat dalam

    proses pendaftaran tanah dan sertifikasi bukan merupakan alat

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    17/22

    bukti pemilikan atas tanah.18

    Masyarakat, dan para pihak lainnya yang dalam proses jual

    beli tanah adalah dengan itikad baik, akan dirugikan dengan

    adanya persoalan tersebut. Upaya hukum bagi masyarakat yang

    dirugikan dari kasus ini adalah antara lain:

    a. Melakukan perlawanan (verzet)

    atas putusan mahkamah agung

    b. Melakukan gugatan perdata

    kepada Juhri Cs

    c. Melakukan gugatan tata usaha

    negara kepada Badan

    Pertanahan Nasional

    d. Mencari dengan cara sendiri-

    sendiri upaya perdamaian atau

    upaya lain untuk

    mempertahankan hak-haknya

    C. Aliran post modernisme dalam mencari keadilan

    Cita-cita hukum yang baik adalah untuk mendapatkan keadilan dan kepastian

    hukum. Apabila ada pertentangan antaran kepastian hukum dengan keadilan,

    maka unsur keadilan harus dikedepankan dan dimenangkan. Kepastian hukum

    adalah sebuah falsafah positivisme dimana untuk mendapatkan titik temu antara

    para pihak yang kepentingannya berbeda-beda, maka harus dicari suatu rujukan

    yang telah disepakati, dilegalkan dan diformalitaskan serta enforceable oleh

    aparat hukum sebagai penjelmaan dari kedaulatan birokrasi negara.

    Tetapi mana kala, dengan saluran formal yang mengedepankan kepastian

    hukum tidak mencerminkan adanya keadilan, maka pencari keadilan akan

    menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan keseimbangan antara keadilan

    dan kepastian hukum. Kepastian hukum yang ideal adalah hukum yang memberi

    keadilan. Namun manakala keadilan tersebut tidak ditemukan lewat saluran

    17

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn18http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn18
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    18/22

    formal, akan terjadi apatisme hukum, yang bahkan pada titik ekstrim akan dapat

    menjelma menjadi chaos karena masing-masing pihak akan mencari, menafsirkan

    dan mengenforce keadilan menurut persepsinya masing-masing. Fenomena

    yang demikian ini, sebenarnya telah dikaji dalam satu aliran hukum post

    modernisme yang bernama critical legal studies.

    Munir Fuady19 mencatat, aliran critical legal studies merupakan suatu aliran

    yang bersikap anti liberal, anti objektivisme, anti formalisme, dan anti kemapanan

    dalam teori dan filsafat hukum, yang dengan dipengaruhi oleh pola pikir post

    modern, secara radikal mendobrak dan menggugat kenetralan dan keobjektifan

    peran dari hukum, hakim, dan penegak hukum lainnya terutama dalam hal

    keberpihakan hukum dan penegak hukum terhadap golongan yang kuat/

    mayoritas/ berkuasa/ kaya dalam rangka mempertahankan hegemoninya, serta

    menolak unsur kebenaran objektif dari ilmu pengetahuan hukum, serta menolak

    kepercayaan terhadap unsur keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang

    dihasilkan lembaga-lembaga formal negara.

    Kasus tanah di Meruya Selatan yang menjadi pembahasan paper ini adalah

    contoh nyata. Masyarakat, yang menurut hukum harus dilindungi sebagai pembeli

    beritikad baik, ternyata tidak mendapatkan perlindungan itu. Ketika pengadilan

    negeri yang memperoleh legitimasi formal dari negara akan mengeksekusi suatu

    putusan mahkamah agung, kalangan masyarakat justru tidak menerimanya.

    Bahkan dukungan non legal diperoleh baik dari institusi parlemen, pemda maupun

    badan-badan kenegaraan lainnya seperti komisi-komisi nasional yang bergerak di

    bidang advokasi kepentingan masyarakat. Ini sesungguhnya adalah sebuah ironi

    di negara yang berdasarkan hukum, dimana tidak ada kepercayaan kepada

    lembaga dan pranata hukum yang ada.

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn19http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftn19
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    19/22

    Bab IV

    Simpulan

    Sehubungan dengan pembahasan pada paper ini dalam kaitannya dengan

    sengketa tanah di Meruya Selatan, Jakarta Barat antara PT Portanigra dengan

    Juhri Cs dapat disimpulkan sebagai berikut :

    1. Perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang telah

    memperoleh penguatan putusan dari Mahkamah Agung, tampaknya

    tidak dapat diperoleh secara utuh, karena:

    a. Beberapa upaya hukum yang lain, seperti verzet maupun

    peninjauan kembali masih terbuka

    b. Sebagian terbesar kalangan di masyarakat mempunyai persepsi

    berbeda dan menganggap bahwa putusan pengadilan tersebut tidak

    mencerminkan asas keadilan

    2. Perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak yang

    memegang tanda bukti kepemilikan hak atas tanah (sertifikat), juga

    tidak utuh, karena :

    a. Pemegang sertifikat hak milik, diabaikan haknya untuk diikutkan

    sebagai pihak turut tergugat, dan hanya dibuka upaya hukum

    melalui verzet

    b. Proses perolehan sertifikat yang bermasalah menimbulkan potensi

    gugatan di kemudian hari

    3. Institusi pemerintahan yang menerbitkan sertifikat tanah yang ternyata

    19

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    20/22

    bermasalah seyogianya dapat dimintakan pertanggungjawaban perdata,

    dan tuntutan ganti rugi. Namun mengingat sistem pendaftaran tanah

    yang stelsel pasif, akan dapat membebaskan institusi pemerintahan dari

    tanggungjawab yuridis keperdataannya.

    Daftar Pustaka

    Buku

    Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan

    Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007

    Aslan Noor,Konsep Hak Milik atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia,Mandar Maju, Bandung, 2006

    Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Penerbit

    Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta, 2007

    Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lainyang

    Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan

    Horisontal,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996

    J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Hutang,

    PT Alumni Bandung, 1999

    John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum,

    Sinar Grafika, Jakarta, 1994

    Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,PT. Alumni, Bandung, 1997

    Munir Fuady,Filsafat dan Teori Hukum Post Modern, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 2005

    Subekti,Pokok-pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, cet. 32, Jakarta, 2005

    Perundang-undangan

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    Undang-Undang no. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria

    Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah

    Peraturan Presiden no. 65 tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan no. 36 tahun

    2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

    Kepentingan Umum

  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    21/22

    ENDNOTE:

    [1] Diikhtisarkan dan diakses dari www.hukumonline.com[2] Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional,Penerbit Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta, 2007, hal. 63[3] Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah danBenda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan AsasPemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 76[4] Dalam implementasi asas pemisahan horisontal, atas tanah adat ditanah batak berlaku ungkapan Habang Lali ndang habang tungko,yang secara harfiah berarti Elang boleh terbang dari tungkulperhinggapannya, namun tungkul itu tetap tinggal. Pengertianungkapan ini adalah bahwa apabila anggota masyarakat adatmembangun rumah di atas tanah ulayat adat, kepemilikannya hanyaterbatas pada rumahnya itu saja. Apabila dia meninggalkan tanahnya,dia boleh mengangkat bangunan rumahnya, namun tanahnya kembalimenjadi milik masyarakat ulayat adat.[5] Djuhaendah Hasan, ibid, hal. 70[6] Boedi Harsono, op.cit, hal. 40 - 41[7]Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,PT. Alumni, Bandung, 1997, hal. 31[8] Aslan Noor, Konsep Hak Milik atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia,Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 28-29[9] John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era PembangunanHukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 34-35

    [10] Asas asas hukum adat tidak mendapatkan penjelasan dalamUUPA. Djuhaendah Hasan menyatakan asas hukum adat antara lainadalah asas kontan konkret, asas kekeluargaan dan asas kepentinganumum di atas kepentingan pribadi. Cf. Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal.114[11] Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, hal. 37[12] Ibid, hal. 59[13] Ibid, hal. 36[14] J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie &Percampuran Hutang, PT Alumni Bandung, 1999, hal. 12-13[15] Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalamPengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,

    hal. 290

    21

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref1http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref2http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref3http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref4http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref5http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref6http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref7http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref8http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref9http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref10http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref11http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref12http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref13http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref14http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref15http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref1http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref2http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref3http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref4http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref5http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref6http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref7http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref8http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref9http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref10http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref11http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref12http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref13http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref14http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref15
  • 8/9/2019 Kepastian Hukum Atas Sertifikat Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Atas Tanah Studi Kasus Atas Sengketa Tana

    22/22

    [16] Pasal 1965 KUHPerdata : Itikad baik selamanya harus dianggaptetap ada, sedangkan siapa yang menunjuk kepada suatu itikada buruk

    diwajibkan membuktikannya[17] Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, cet. 32,Jakarta, 2005, hal. 64[18] Djuhaendah Hasan, op.cit, hal. 211[19] Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Post Modern, PT. CitraAditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 7

    http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref16http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref17http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref18http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref19http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref16http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref17http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref18http://maspurba.wordpress.com/wp-admin/#_ftnref19