keris spiritual budaya jawa

33
PENATAAN KAMERA PROGRAM DOKUMENTER RAGAM MAKNA “DIBALIK KERIS” PROPOSAL KARYA TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Televisi Fakultas Seni Rupa dan Desain Oleh : SUGITO NIM. 04148110 1

Upload: tono-solo

Post on 13-Jun-2015

1.170 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Keris adalah hasil tempaan besi yang awalnya sebagai senjata klasik budaya jawa

TRANSCRIPT

Page 1: Keris Spiritual Budaya Jawa

PENATAAN KAMERAPROGRAM DOKUMENTER

RAGAM MAKNA“DIBALIK KERIS”

PROPOSAL KARYA TUGAS AKHIRUntuk memenuhi sebagian persyaratan

Guna mencapai derajat Sarjana S-1Program Studi Televisi

Fakultas Seni Rupa dan Desain

Oleh :

SUGITONIM. 04148110

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAININSTITUT SENI INDONESIA

SURAKARTA2009

1

Page 2: Keris Spiritual Budaya Jawa

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Karya Tugas Akhir sebagai Penata Kamera pada Program Dokumenter

dengan judul “Ragam Makna” yang disusun oleh :

SUGITO

NIM 04148110

S-1 Televisi dan Film

Dinyatakan telah memenuhi syarat dan disahkan pada tanggal

Surakarta, 19 Februari 2009

Mengetahui,

Ketua Jurusan Seni Media Rekam Dosen Pembimbing TA

Handriyotopo, M. Sn Andry Prasetyo, M. Sn

NIP. 132296214 NIP. 132300515

Mengetahui,

Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain

Drs. Suyanto, M.Sn.

NIP. 131464330

I. PENDAHULUAN

2

Page 3: Keris Spiritual Budaya Jawa

I.1. Latar Belakang

Perkembangan media komunikasi khususnya media televisi

berpengaruh besar terhadap masyarakat dan budayanya. Televisi adalah

medium, instrumen yang tidak hanya mengarahkan pengetahuan tentang

dunia" (Kompas, 10 September 1996) dalam Dedi Mulyana (1997). Televisi

menawarkan ideologinya sendiri yang khas. Dengan tayangan yang batas-

batasannya begitu cair: berita, fiksi, propaganda, bujukan (iklan), hiburan,

dan pendidikan, Televisi mencampuradukkan berbagai realitas pengalaman

kita yang berlainan: mimpi, khayalan, histeria, kegilaan, halusinasi, ritual,

kenyataan, harapan, dan angan-angan, sehingga kita sendiri sulit

mengidentifikasi pengalaman kita yang sebenarnya. Media televisi pada

hakikatnya melakukan penetrasi yang lebih besar terhadap kehidupan kita dari

pada ideologi-ideologi konvensional yang kita kenal selama ini. Hanya saja

caranya begitu halus sehingga sulit terdeteksi.

Sebagai media komunikasi massa, secara garis besar memiliki dua

fungsi pokok, yaitu fungsi terhadap masyarakat (societal-function) dan fungsi

terhadap individu (individual function). Kedua fungsi ini terkait dan

terjabarkan didalam proses pengiriman, pengolahan dan penerimaan isi pesan

media massa. Isi pesan ini adalah isi berbagai program yang disiarkan atau

ditayangkan. Fungsi televisi sebagai salah satu media informasi dan hiburan

saat ini bisa dikatakan telah melekat dan memenuhi keinginan masyarakat.

Penggabungan kedua fungsi tersebut dalam satu program dan format acara

3

Page 4: Keris Spiritual Budaya Jawa

telah ditampilkan di berbagai tayangan acara televisi. Artinya bahwa saat ini

banyak berbagai tayangan informasi yang kemasanya dibuat sedemikian rupa

sehingga dapat disikapi sebagai hiburan. Sebaliknya tayangan-tayangan yang

bersifat hiburan berusaha untuk mengetengahkan informasi yang dibutuhkan

oleh pemirsa. Ambil contoh tayangan Dorce show “jalan-jalan”. Materi

tayangan ini bisa dikategorikan sebagai soft news yang kemasanya dibuat

sebagai liputan yang menghibur. Contoh lain empat mata yang rating acaranya

pernah menjadi yang tertinggi dalam kategori hiburan. Selain sebagai

tayangan hiburan, acara ini juga tidak terlepas dari informasi yang dibutuhkan

masyarakat.

Masih berkait dengan sifat dan fungsi dari televisi, sebuah program

televisi sangat berpengaruh sekali terhadap masyarakat sebagai subjek

/penerima informasi. Banyak orang berpendapat bahwa televisi telah memberi

andil terhadap penurunan bahkan kepunahan budaya lokal. Betapa minimnya

pengetahuan masyarakat global ini terhadap akar budayanyan sendiri. Dengan

adanya wacana dan pendapat tersebut, sebagai media informasi televisi sudah

seharusnya mulai berbenah diri untuk dapat menempatkan peranya dalam dua

posisi, yaitu sebagai "industri budaya" dan sebagai "institusi bisnis". Artinya

bahwa televisi dengan berbagai program acara yang ditayangkan jangan

kemudian melalaikan kebudayaan yang ada dan televisi mempunyai

kewajiban untuk dapat melestarikan kebudayaan tersebut disamping

kepentingan provide (bisnis).

4

Page 5: Keris Spiritual Budaya Jawa

Program acara televisi selalu diupayakan agar menjadi suguhan yang

menarik dan menyegarkan, sehingga bukan saja menjadikan penonton betah

duduk didepan layar televisi, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah

tontonan yang disaksikan dapat menjadi tuntunan. Satu hal yang perlu

mendapat perhatian, yaitu meneruskan nilai-nilai luhur budaya yang menjadi

identitas dan jati diri bangsa ke generasi berikutnya, sehingga dapat membantu

perkembangan masyarakat agar menjadi maju dan lebih baik.

Berbagai format program serta dengan pengemasan yang

bagaimanapun tidak akan menjadi masalah selama masyarakat dapat

menerimanya, dan tentunya harus sesuai dengan kaidah norma, tata tertib dan

aturan hokum yang berlaku dalam masyarakat.

I.2 Ide Penciptaan / Penyajian

Perpaduan program dan format acara sudah banyak dilakukan di

berbagai stasiun televisi. Saat ini informasi dan hiburan bisa kita nikmati

dalam satu program acara yang tayang di layar televisi. Berdasar hal tersebut,

muncul sebuah ide gagasan untuk membuat sebuah program dokumenter yang

informatif sekaligus menghibur. Tidak berarti sama dengan tayangan-tayangan

televisi yang lain, program dokumenter ini berusaha memberikan, informasi,

penegetahuan serta menghibur pemirsa dengan cara yang berbeda dengan cara

menciptakan moment-moment dramatis melalui konsep visual dan juga gaya

penuturan lebih bermakna.

5

Page 6: Keris Spiritual Budaya Jawa

Ada empat gaya yang digunakan dalam pembuatan sebuah karya

program dokumenter, yaitu : Expository, Refexive, Observational dan

Impressionistik.1 Expository adalah dokumenter dengan tujuan mangajak

pemirsa untuk sepakat dengan ide pembuat program melalui suara narrator

maupun host yang tampil untuk memandu program. Refexive, adalah

dokumenter yang lebih mengutamakan perasaan dan pemikiran kreator

terhadap sebuah tema sehingga gaya dokumenter ini menjadi sangat personal.

Gaya Observational adalah gaya dokumenter yang menuntut

ketidakberpihakan pencipta, karena gaya ini merupakan pencerminan dunia

yang nyata (sesuai fakta). Gaya Impressionistik gaya ini tidak bersifat

argumentatif, tetapi cenderung mengutamakan sisi puitik dan artistikdari

sebuah tema, sehingga gaya ini tidak tepat ketika digunakan untuk membuat

program dokumenter yang mengedepankan fakta dan keakuratan data. Gaya

ini tepat ketika digunakan untuk mendokumentasikan pemikiran dan gaya

hidup seseorang karena akan lebih cenderung menjelaskan pemikiran dan

karakter objek yang digarap tersebut.

Dipilihnya keris sebagai tema pada karya ini, karena keris merupakan

salah satu karya seni budaya adiluhung yang bernilai tinggi. Keris yang

awalnya sebagai senjata tradisional Jawa merupakan perlambang estetika

tinggi, yang memiliki arti seremonial dan teknologi metalurgi unggul, di

samping benda antik yang sangat berharga.

Keris adalah karya agung warisan kebudayaan Indonesia yang sangat

dihargai dan mampu memukau masyarakat dunia. Keris juga diakui sebagai

1 Ilisa Barbash, Cross-Cultural Filmaking, Berkeley, University of California Press, 1997, Hal 17

6

Page 7: Keris Spiritual Budaya Jawa

World Heritage dan memperoleh penghargaan Masterpiece of The Oral and

Intangible Heritage of Huminity dari UNESCO, yang merupakan bukti

pengakuan dunia akan keris sebagai karya agung warisan Indonesia.

Keris yang dikenal sekarang adalah tinggalan budaya masa lalu,

dengan kegunaannya yang berkembang dari masa ke masa. Fungsi keris dapat

dibedakan secara fisik, simbolik, spiritual, dan menurut peran sampingannya.

Berbagai perkembangan itu bukan semata-mata menyangkut bilah kerisnya

saja, melainkan juga pelengkap bilahnya seperti jejeran, mendhak, selut,

warangka, dan pendhok.

Sudah sejak lama pembuatan keris menjadi teka-teki bagi orang awam.

Hal itu terjadi karena pengetahuan itu diperlakukan sebagai kawruh ingkang

sinengker (ilmu yang harus dirahasiakan). Biasanya hanya keluarga dekat para

empu serta bangsawan tinggi di keraton saja yang boleh mempelajarinya.

Maka muncullah berbagai mitos tentang keris dalam masyarakat. Sebagai

contoh, berikut ini kutipan dari buku Sejarah Empu karya Pangeran Wijil III

dari Kadilangu, Demak.

pan dariji kang kinarya supitbrama medal saking tutukiramangka kikir panuduhegarinda jempolipunpepacale kuku kinardisesepuhira lidhahpacobane idupangasah pek-epekirabesalene ana satengahing margidhukuh Medhang Kamulan ... (pupuh Dhandhang Gula)

Dengan jari-jemari sebagai penjepit,nyala api menyembur dari mulutnya,Sebagai kikir adalah jari telunjuknya,

7

Page 8: Keris Spiritual Budaya Jawa

dan ibu jari sebagai gerinda,Dipahat dengan kuku.kemudian disepuh memakai lidah,dan didinginkan dengan air ludah,lalu diasah di telapak tangannya.Tempat kerjanya di jalananwilayah Medang Kamulan ...2

Pada umumnya orang Jawa pada awal abad ke-21 ini sedang berubah

statusnya dari masyarakat peralihan menjadi masyarakat modern. Oleh karena

itu, sikap dan cara hidupnya pun dalam beberapa aspek sudah mengacu ke

cara berpikir modern. Dalam perkerisan sikap peralihan tersebut, antara lain,

tampak bahwa sebagian orang Jawa masih tetap membudayakan keris itu

sebagai kelengkapan busana adat atau pusaka, tetapi sebagian lain sudah mulai

menempatkannya sebaga benda seni, cenderamata, atau bahkan menjadi

incestasi komersial. Namun demikian masih banyak pula kalangan masyarakat

yang masih percaya pada tuah atau isi dari sebilah keris atau yang lebih sering

kita sebut dengan mitos. Hal inilah yang mendasari sebuah karya dokumenter

ini dibuat dengan maksud sebagai bahan pengetahuan kepada masyarakat dan

tidak ada tujuan untuk menjerumuskan ke dalam hal yang merusak akidah

agama dan kemusyrikan. Karena bagaimanapun dan apapun bentuk dan

anggapan dari berbagai kalangan masyarakat mengenai keris, yang jelas keris

adalah sebuah karya budaya yang patut untuk dilestarikan keberadaanya.

Penyajian tayangan dengan format dokumenter gaya expository dirasa

paling tepat dalam pembuatan karya ini. Dengan gaya expository pemirsa

2 http://www.indonesiankeris.com/ 04 Nov ,08---09.15./

8

Page 9: Keris Spiritual Budaya Jawa

hanya diajak untuk sepakat dengan ide pembuat program. Selain itu, variasi

obyek dan seorang penata kamera akan lebih leluasa dalam mengambil dan

memilih gambar yang baik. Sehingga akan tercapai suatu karya audiovisual

program dokumenter yang baik dan dapat dinikmati oleh pemirsa televisi.

I.3. Tujuan dan Manfaat Penciptaan.

A. Tujuan

Penciptaan Tugas Akhir Karya seni ini bertujuan untuk :

1. Mengingat fungsi dan karakter televisi sebagai media massa maka

program ini diharapkan bisa diterima khalayak dengan tidak

meninggalkan orisinalitas data.

2. Menjadikan format alternatif dalam pengemasan program documenter

pada televisi sebagai media massa.

3. Karya Program documenter ini bukan hanya sebagai tontonan semata,

tetapi lebih dari itu sebagai referensi dan pengetahuan bagi pemirsa

lebih khusus kepada para pengamat seni dan budaya.

B. Manfaat

Program ini diharapkan bisa bermanfaat bagi khalayak sebagai subjek

penerima pesan, diantaranya sebagai :

Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai.

Mengembangkan konsep diri khususnya dalam bidang

cinematography dan videography.

Sebagai alternatif dan fungsi hiburan bagi masyarakat.

9

Page 10: Keris Spiritual Budaya Jawa

Selain menjadikan manfaat kepada para pemirsa yang akan memperoleh

pengetahuan, manfaat yang besar akan didapatkan penyaji ataupun produser

acara beserta crew-crew pembuat lainya untuk referensi program yang akan

digunakan untuk pembuatan pengembangan program di kemudian hari.

II. TINJAUAN SUMBER

I.4.1. Sumber Audio Visual

10

Page 11: Keris Spiritual Budaya Jawa

Program acara televisi sebagai sumber penciptaan program penulis

yaitu OASIS yang tayang di Metro TV. Sebagai acuan penyaji dalam hal isi

sebuah program acara yang mengarah pada porogram dokumenter.

Program acara lain yang menjadi acuan antara lain Metro Realita,

sebagai acuan penyaji dalam hal pengambilan gambar, angle camera, ukuran

gambar, dramatisasi cerita, dll.

Program acara Film Dokumenter National Geography yang tayang di

Metro TV juga merupakan sumber inspirasi bagi penyaji dengan kandungan

isi program dan teknik-teknik pengambilan gambarnya.

I. 4.2. Sumber Tulisan

Fajar Nugroho, Cara Pinter Bikin Film Dokumenter (2007). Buku ini

sangat membantu dalam pencarian ide dan pengembangan gagasan serta

sebagai tuntunan praktis dalam pembuatan film documenter. Dimulai dari

pencarian ide, hingga mengeksekusinya menjadi sebuah film dokumenter.

Selain itu, buku juga menjadi motivator untuk membuat karya dokumenter,

karena buku ini berisi contoh langkah demi langkah yang ditulis berdasarkan

pengalaman Fajar Nugroho yang memulai petualangannya di dunia film

dokumenter dengan menggunakan kamera handycam. Hingga pengalamannya

menjadi finalis Documentary Competition/Eagle Award 2005 lewat film

Ksatria Kerajaan.

Fred Wibowo, Dasar-dasar Produksi Program Televisi (1997). Isi

dari buku yang mengetengahkan pemikiran dan pengembangan gagasan-

11

Page 12: Keris Spiritual Budaya Jawa

gagasan mengenai bagaimana menciptakan suatu program televisi yang

bermutu. Pengertian dasar Produksi Program Dokumenter, serta tahapan-

tahapan yang harus dijalani dalam produksi dokumenter. Buku ini sangat

berguna sebgai pijakan dan referensi awal dalam proses pembuatan karya

film dokumenter.

Naratama, dalam buku berjudul Menjadi Sutradara Televisi Dengan

Single dan Multi Camera (2004), sangat membantu dalam menciptakan

program televisi, sehingga menjadi hiburan yang mendidik.

Darwanto Sastro Subroto Multimedia Training Center, Produksi

Acara Televisi (2004). Buku yang memuat tentang dasar-dasar produksi acara

televisi mulai dari pengelolaan produksi program dari pra produksi sampai

dengan pasca produksi serta tata pelaksanaan produksi yang berisi tugas dan

kewenangan crew produksi dan petunjuk praktis yang berhubungan dengan

teknik-teknik yang digunakan dalam proses produksi, lebih khusus dalam hal

teknik pengambilan gambar.

Daniel Arijon, Grammar of the Film Language (1975), pengertian

dasar tentang bahasa-bahasa film yang akan selalu digunakan secara universal,

serta membahas secara detail dan mendalam tentang sinematografi, dalam

menentukan sudut pengambilan yang bervariasi

Peter Ward, Digital Video Camerawork (2000), system kerja Digital

Camcorder, material (cassette DV, DV CAM), lighting diulas secara detail.

Terutama aplikasi terhadap Digital camcorder baik indoor, maupun outdoor.

Buku yang wajib dipunyai oleh penata kamera maupun kameramen. Bagi

12

Page 13: Keris Spiritual Budaya Jawa

penyaji buku ini sangat penting digunakan karena kamera yang digunakan

oleh penyaji adalah kamera digital video sehingga system yang terdapat pada

kamera dapat dipelajari dari buku ini.

Kris Malkiewcz & M. David Mullen, ASC, Cinematography (2005),

Ulasan tentang kamera film yang sangat lengkap dan mudah dipahami, disertai

aplikasinya terhadap pencahayaan baik indoor maupun outdoor.

John Jackman, Lighting for Digital Video & Televison (2003), jenis

dan sifat pencahayaan baik studio maupun outdoor dibahas secara detail.

Penempatan Lighting, dan filter sebagai pendukung suhu cahaya yang

diperlukan untuk produksi program televisi

Roy Thompson, Grammar of The Shot (2000) buku ini sebagai acuan

tentang bagaimana memaknai shot.

Haryono Haryoguritno, Keris Jawa “antara mistik dan nalar” (2006)

Buku ini membantu penulis dalam mengorek informasi masalah keris mulai

dari sejarah, mistis, pperlengkapan keris, perlakuan keris, dll. Atau bias

dikatakan buku ini merupakan sumber informasi dari dalam hal dunia

perkerisan dari A sampai Z.

Ki Hudoyo Doyodipuro, Occ., dalam bukunya Keris, Daya magic-

manfaat-tuah-misteri (2005). Seluk beluk keris, misteri keris dan mitos keris

dan berbagai hal yang berkait dengan dunia perkerisan dipelajari dari buku ini.

Jakob Sumardjo, Estetika Paradoks (2006) Buku ini mengupas tentang

benda-benda seni yang berasal dari konteks berfikir kolektif pra modern

13

Page 14: Keris Spiritual Budaya Jawa

(tradisi) hubungannya dengan nilai spiritualitas, taransenden dan kekuatan

magis dan daya energi dalam benda-benda seni, termasuk keris.

Sumber-sumber dari internet :

http://kuliahbroadcast.wordpress.com/2008/07/15/sinematografi-part- 1/ --- copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---

Halaman website ini berisi tentang teknik kamera (equipment) dan

pengambilan gambar (motion picture). Berbagai istilah berhubungan dengan

kamera (shutter speed, filter, lensa, dll.) dan teknik pengambilan gambar yamg

meliputi komposisi, angel kamera, focusing, penataan cahaya, dan lain-lain,

dijelaskan secara rinci dalam halaman website .

http://www.blogger.com/postedit.g?blogID=6975135000296667498&postID=7395475807809985542 (komentar) ---copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---

Berisikan penjelasan dan makna makna pertama utamanya unsur

visual (gambar). Pada dasarnya, sebuah shot dilakukan tentunya mengandung

maksud dan motivasi tertentu. Pasti ada pesan yang ingin disampaikan oleh si

pembuat dalam menciptakan rangkaian shot-shot tadi. Shot semestinya tidak

semata urusan teknis mekanis dan estetis,menyampaikan pesan akan

”berurusan” dengan falsafah, the philosophy of the shot.

http://misteridigital.wordpress.com/2007/09/17/riset-dalam-film-dokumenter/ 17 09 2007 --- copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---

Halaman website ini menjadi sumber data tulis dalam pembuatan film

dokumenter ini, khususnya dalam hal riset awal sebelum mulai produksi

dokumenter. Riset sangat diperlukan dalam penciptaan sebuah film

14

Page 15: Keris Spiritual Budaya Jawa

documenter agar karya yang dihasilkan dapat membetuk suatu kenyataan.

Langkah dan metode riset sebagai satu rangkaian kerja dalam pembuatan

karya fil dokumenter dijelaskan secara rinci pada halaman website ini

I.4.3. Sumber Lisan

Sri Christianto Darwijatmo, Praktisi Cinematography, Videography

Tentang Komposisi gambar, Framing gambar dan Penataan kamera pada film

documenter.

Subandi, Empu keris. Sebagai nara sumber dan konsultan mengenai

berbagai hal tentang keris dan hal apa yang baik untuk diambil sebagai insert

fil documenter.

III. METODE PENCIPTAAN

III.1 Tahap Pra Produksi

15

Page 16: Keris Spiritual Budaya Jawa

Format tayangan yang berdurasi 24 menit membutuhkan perencanaan yang

mengacu pada struktur program televisi dengan pembagian tiga segment

bahasan. Konsep visual perlu juga ditetapkan, mengingat program variety

show memerlukan dramatisasi yang terarah supaya tidak terjebak dalam

dialog-dialog yang monoton. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap

ini adalah :

1. Penggalian Ide.

Penggalian Ide ini adalah langkah awal yang dilakukan, kemudian

menetapkan konsep visual, riset dalam hal ini termasuk juga menetapkan

nara sumber. Kemudian menuliskan synopsis untuk dokumenternya dan

Rundown untuk talkshow.

2. Perencanaan.

Tahap ini meliputi penetapan disain produksi, time schedule,

menentukan equipment system, penentuan lokasi produksi dan

budgeting.

3. Persiapan

Tahap ini mempersiapkan lokasi shooting, kontak narasumber dan

merekrut crew pendukung.

III.2 Tahap Produksi

Selain berhubungan dengan kamera, seorang Penata kamera juga

berhubungan erat dengan sumber cahaya atau penataan cahaya. Karena

kualitas gambar yang diambil oleh kamera sangat ditentukan oleh

pencahayaan atau sumber cahaya. Sehingga Penataan cahaya secara tidak

16

Page 17: Keris Spiritual Budaya Jawa

langsung juga merupakan tanggung jawab dan satu rangkain tugas dari piñata

kamera, agar mendappatkan gambar yang baik.

Dalam produksi documenter, digunakan beberapa elemen shot antara lain:

komposisi, Motivasi, informasi, sudut pengambilan, serta kesinambungan

gambar dan suara akan sangat diperhatikan untuk menunjang keberhasilan

karya ini, baik dari sisi ukuran gambar, pencahayaan, pewarnaan maupun

pilihan obyeknya, sehingga diharapkan sajian ini akan dapat dinikmati dengan

baik. Pengambilan gambar harus benar dan pasti, harus menggunakan elemen

shot tersebut karena, satu saja elemen tersebut terlewatkan maka gambar bisa

dikatakan gagal.

Penggunaan shot di dalam maupun di luar studio akan dikombinasikan

dengan dinamis sehingga tayangan tidak akan membosankan meski sebagian

besar pengambilan gambar banyak yang di luar ruangan, maka harus dihindari

shot yang membosankan pemirsa. Misalnya shot panjang dengan pergerakan

kamera yang lamban sangat tidak menguntungkan. Variasi dari obyek yang

direkam lebih menentukan, sehingga harus dibuat stock shot yang banyak dan

bervariasi.

A Shot is basic division of a film or TV programme. In the sameway as a

play maybe divided into scenes and acts, or an orchestral piece devided Into

parts and bars, a film or TV programme is devided up into scene and shot”

Menurut Roy Thompson, harus dipahami benar bahwa sebuah shot

hanyalah bagian dasar dari sebuah film dan program televisi. Shot dapat

dipisahkan untuk kepentingan adegan dan acting.

17

Page 18: Keris Spiritual Budaya Jawa

Thompson juga menegaskan bahwa sebuah shot hanya sebagian kecil

dari sebuah proses produksi, namun mempunyai arti yang sangat penting.

Untuk mendukung peran dan makna shot, maka Thompson membedah shot

menjadi beberapa elemen antara lain yang disebut sebagai “The Element of the

Shot”.

Keempat elemen itu adalah motivasi, informasi, komposisi, dan sudut

pengambilan gambar.

a). Motivasi (shot motivation): sebuah shot harus mempunyai

motivasi, jadi shot yang dibuat sangat bergantung pada objek yang dituju.

b). Informasi: sebuah shot harus mengambarkan informasi yang

disampaikan kepada pemirsa.

c). Komposisi (Composition): Bagaimana membuat gambar agar dapat

berbicara dengan sendirinya. Ada empat bagian yang perlu diperhatikan yaitu

framing (pembingkaian gambar), Illusion of depth (kedalaman dalam dimensi

gambar), Subject or object (subyek atau obyek gambar), dan Colour (warna).

Keempat bagian ini akan menyatu dalam komposisi shot yang akan dibangun,

bila ada satu saja bagian yang hilang maka shot sudah bisa dikatakan gagal.

d). Sudut pengambilan gambar (Camera Angle): Sudut pengambilan

gambar akan memberikan kekuatan dari sebuah shot itu sendiri karena

penempatan sudut pengambilan dapat menyempurnakan karya.

Dalam pelaksanaan produksi seorang penata kamera dibantu kameramen

dan asisten kamera mewujudkan apa yang menjadi gagasan seorang sutradara

melalui naskah atau treatmen yang telah disiapkan, agar makna yang akan

18

Page 19: Keris Spiritual Budaya Jawa

disampaikan kepada penonton dapat tersampaikan dengan jelas melalui

gambar-gambar yang telah direncanakan sebelumnya.

III.3 Tahap Post Produksi

Tahap Post Produksi yang dilakukan seorang editor tetaplah berdasar pada

time schedule yang sudah ditetapkan, dengan langkah kerja :

1. Editing off line

Editing off line dalam program ini dibuat dua tahap. Yang pertama

menyusun gambar documenter dulu untuk insert dan yang kedua menyusun

gambar talkshow sekaligus menyisipkan Insert sesuai dengan Rundown

program. Setelah urutan kasar (rought cut) selesai kemudian trimming untuk

membuang hal-hal yang kurang perlu. Berdasarkan urutan dalam Rundown

dan berdasarkan screening rough cut dibuatlah naskah editing.

2. Editing on line

Membuat sambungan-sambungan setiap shot dan adegan berdasarkan

naskah editing, Suara pengambilan gambar dimasukkan dengan level yang

sempurna.

3. Mixing

Perpaduan antara gambar, Ilustrasi musik dan Suara Asli Gambar

disesuaikan dengan level-level tertentu. Level suara antar shot juga harus

sama.

4. Mastering

19

Page 20: Keris Spiritual Budaya Jawa

Setelah semuanya fix saatnya perekaman dari media editing ke media kaset

sebagai hasil akhir dari produksi.

20

Page 21: Keris Spiritual Budaya Jawa

IV. DISKRIPSI KARYA

Judul Program : Ragam Makna

Episode : Keris

Format : Dokumenter

Durasi : 24 menit

Tema Episode ini : Mengungkap makna dibalik Keris.

Sasaran program : Dewasa

Maksud dan Tujuan : Memperjelas statement-statement yang dilakukan

oleh seorang tokoh narasumber. Sekaligus

membuat tayangan program televisi lebih

dinamis.

Karakteristik : Ringan, santai, berisi

Segmentasi : Program ini terbagi menjadi tiga segment, yaitu :

21

Page 22: Keris Spiritual Budaya Jawa

V. JADWAL PELAKSANAAN

Time Schedule

KEGIATAN JANUARI FEBRUARI MARET

Penentuan ide

Penususna Proposal

Desain Produksi

Riset

Produksi

Editing

Mastering

22

Page 23: Keris Spiritual Budaya Jawa

Daftar Pustaka

Daniel Arijon 1975 Grammar of the Film Language, Focal Press, Oxford

Fajar Nugroho 2007 Cara Pinter Bikin Film Dokumenter

Fred Wibowo 1997 Dasar-dasar Produksi Program Televisi

Haryono Haryoguritno, 2006 Keris Jawa “antara mistik dan nalar”

John Jackman 2003 Lighting For Digital Video & Televison

Ki Hudoyo Doyodipuro, Occ., 2005 Keris, Daya magic-manfaat-tuah-misteri

Kris Malkiewcz & M. David Mullen, ASC, 2005 Cinematography Fireside, Rockefeller Center, New York

Peter Ward, 2000 Digital Video Camerawork, Focal Press, Oxford Roy Thompson 2000 Grammar of The Shot, Focal Press, Oxford http://www.blogger.com/postedit.g?

blogID=6975135000296667498&postID=7395475807809985542 ---copy : 16

Oktober 2008_15.40 ---

http://kuliahbroadcast.wordpress.com/2008/07/15/sinematografi-part-1/

--- copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---

http://misteridigital.wordpress.com/2007/09/17/riset-dalam-film-dokumenter/ 17

09 2007 --- copy : 16 Oktober 2008_15.40 ---

23