komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada

7
Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan (2020) 9(3): 457-463 DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan Journal homepage: www.jurnal.unsyiah.ac.id/depik * Corresponding author. Email address: [email protected] Received 20 April 2020; Received in revised from 17 November 2020; Accepted 25 November 2020 Available online 31 December 2020 p-ISSN 2089-7790; e-ISSN 2502-6194 This is an open access article under the CC - BY 4.0 license (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/) Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada perairan pesisir Kronjo, Tangerang Composition of benthic biota harvested using garok fishing gear in Kronjo coastal water, Tangerang Yonvitner Yonvitner 1,2,* , Rokhmin Dahuri 1 , Isdradjad Setyobudi Andi 1 , Mennofatria Boer 1 1 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 2 Pusat Studi Bencana LPPM IPB. IPB University. ARTICLE INFO ABSTRACT Keywords: Garok Composition Demersal Kronjo Coastal Kata kunci: Garok Komposisi Demersal Kronjo Pesisir DOI: 10.13170/depik.9.3.13509 Garok is a fishing gear that operates at the bottom or surface of the substrate that is caught of various benthic species. The garok gear that operates in sediment, even in the long term can cause changes in the composition of the biota. Because exploitative fishing proses, can cause damage, vulnerability and at the long-term impact to the sustainability of the population. The research was carried out in Kronjo Bay, Tangerang from March to May 2011. The samples were collected from the operation, then determined the species, quantity, and weight of each species. Descriptive statistical analysis and ANOVA were used to determine the significance of the composition between stations and observation times. The caught consist of Placuna placenta, Anadara, Murex, Tellina, and crustaceans which belong to the mollusk and crustacean groups. Statistical analysis did not show a significant difference between the research stations, but it was significantly based on the observation time with Fhit 3,1 and Ftab 1,7. It turned out that the abundance of basic biota was found to be high in April then decreased in May. Likewise, the abundance did not show a significant difference in the location and time of observation. The catch composition on the Kronjo coast is dominated by the gastropod group with an average composition of above 50% per operation. ABSTRAK Garok adalah alat tangkap yang dioperasikan di dasar perairan yang menangkap berbagai jenis biota dasar. Alat garok yang dioperasikan dapat menangkap beragam jenis biota dasar dan dalam jangka lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi biota. Alat tangkap yang bersifat eksploitatif dapat menyebabkan kerusakan, kerentanan sehingga menganggu keberlanjutan populasi secara jangka panjang. Penelitian dari praktek penggunaan alat garok ini dilakukan di Teluk Kronjo Tangerang mulai Maret-Mei tahun 2011. Sampel dikumpulkan secara eskploratif dari operasi alat garok, kemudian tentukan jenis, jumlah dan bobotnya dari setiap jenis. Analisis statistik deskriptif dan ANOVA digunakan untuk mengetahui perbedaan komposisi antar stasiun dan antara waktu pengamatan. Hasil tangkapan terdiri dari jenis Placuna placenta, Anadara, Murex, Tellina, dan krustasea yang termasuk kelompok moluska dan krustasea. Analisis statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara stasiun penelitian, namun berbeda nyata berdasarkan waktu pengamatan dengan Fhit 3,1 dan Ftab 1,7. Kelimpahan biota dasar ditemukan tinggi pada bulan April kemudian menurun pada bulan Mei. Begitu juga kelimpahan tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada lokasi dan waktu pengamatan. Komposisi tangkapan di pesisir Kronjo didominasi oleh kelompok gastropoda dengan komposisi rata-rata diatas 50% setiap kali operasi. Pendahuluan Kawasan pesisir Kronjo adalah salah satu pusat penangkapan biota dasar di pesisir utara Tangerang yang menggunakan alat tangkap garok. Von Brandt (1972) menerangkan bahwa alat tangkap garok dimasukkan kedalam kelas dredge gear, yaitu suatu jenis alat tangkap yang cara pengoperasiannya ditarik secara aktif menyusuri suatu area perairan tertentu. Dredge umumnya digunakan untuk mengambil kerang dari dasar perairan dengan cara menarik alat tangkap

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan (2020) 9(3): 457-463

DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan

Journal homepage: www.jurnal.unsyiah.ac.id/depik

* Corresponding author. Email address: [email protected]

Received 20 April 2020; Received in revised from 17 November 2020; Accepted 25 November 2020 Available online 31 December 2020 p-ISSN 2089-7790; e-ISSN 2502-6194 This is an open access article under the CC - BY 4.0 license (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/)

Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada perairan pesisir Kronjo, Tangerang

Composition of benthic biota harvested using garok fishing gear in Kronjo coastal water, Tangerang

Yonvitner Yonvitner1,2,*, Rokhmin Dahuri1, Isdradjad Setyobudi Andi1, Mennofatria Boer1

1 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 2 Pusat Studi Bencana LPPM IPB. IPB University.

ARTICLE INFO ABSTRACT

Keywords: Garok Composition Demersal Kronjo Coastal

Kata kunci: Garok Komposisi Demersal Kronjo Pesisir

DOI: 10.13170/depik.9.3.13509

Garok is a fishing gear that operates at the bottom or surface of the substrate that is caught of various benthic species. The garok gear that operates in sediment, even in the long term can cause changes in the composition of the biota. Because exploitative fishing proses, can cause damage, vulnerability and at the long-term impact to the sustainability of the population. The research was carried out in Kronjo Bay, Tangerang from March to May 2011. The samples were collected from the operation, then determined the species, quantity, and weight of each species. Descriptive statistical analysis and ANOVA were used to determine the significance of the composition between stations and observation times. The caught consist of Placuna placenta, Anadara, Murex, Tellina, and crustaceans which belong to the mollusk and crustacean groups. Statistical analysis did not show a significant difference between the research stations, but it was significantly based on the observation time with Fhit 3,1 and Ftab 1,7. It turned out that the abundance of basic biota was found to be high in April then decreased in May. Likewise, the abundance did not show a significant difference in the location and time of observation. The catch composition on the Kronjo coast is dominated by the gastropod group with an average composition of above 50% per operation.

ABSTRAK

Garok adalah alat tangkap yang dioperasikan di dasar perairan yang menangkap berbagai jenis biota dasar. Alat garok yang dioperasikan dapat menangkap beragam jenis biota dasar dan dalam jangka lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi biota. Alat tangkap yang bersifat eksploitatif dapat menyebabkan kerusakan, kerentanan sehingga menganggu keberlanjutan populasi secara jangka panjang. Penelitian dari praktek penggunaan alat garok ini dilakukan di Teluk Kronjo Tangerang mulai Maret-Mei tahun 2011. Sampel dikumpulkan secara eskploratif dari operasi alat garok, kemudian tentukan jenis, jumlah dan bobotnya dari setiap jenis. Analisis statistik deskriptif dan ANOVA digunakan untuk mengetahui perbedaan komposisi antar stasiun dan antara waktu pengamatan. Hasil tangkapan terdiri dari jenis Placuna placenta, Anadara, Murex, Tellina, dan krustasea yang termasuk kelompok moluska dan krustasea. Analisis statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara stasiun penelitian, namun berbeda nyata berdasarkan waktu pengamatan dengan Fhit 3,1 dan Ftab 1,7. Kelimpahan biota dasar ditemukan tinggi pada bulan April kemudian menurun pada bulan Mei. Begitu juga kelimpahan tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada lokasi dan waktu pengamatan. Komposisi tangkapan di pesisir Kronjo didominasi oleh kelompok gastropoda dengan komposisi rata-rata diatas 50% setiap kali operasi.

Pendahuluan

Kawasan pesisir Kronjo adalah salah satu pusat penangkapan biota dasar di pesisir utara Tangerang yang menggunakan alat tangkap garok. Von Brandt (1972) menerangkan bahwa alat tangkap garok

dimasukkan kedalam kelas dredge gear, yaitu suatu jenis alat tangkap yang cara pengoperasiannya ditarik secara aktif menyusuri suatu area perairan tertentu. Dredge umumnya digunakan untuk mengambil kerang dari dasar perairan dengan cara menarik alat tangkap

Page 2: Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada

A

458

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan Volume 9, Number 3, Page 457-463 Yonvitner et al. (2020)

tersebut untuk menggaruk kerang yang nantinya ditampung ke dalam sebuah kantong sebelum diangkat ke perahu untuk diambil hasilnya (Sainsbury, 1986). Operasi penangkapan yang berlangsung terus menerus menimbulkan potensi tekanan terhadap biota dan habitat dikawasan tersebut. Dredge yang mempunyai struktur tali temali juga mengeruk dasar laut lebih dalam untuk mencari moluska, krustasea, ikan, dan lainnya (Fridman, 1986). Proses penangkapan tersebut dipastikan akan menghasilkan hasil tangkapan yang beragam dan juga dapat menimbulkan kerusakan substrat dan biota dasar lainnya (Wardiatno et al., 2008).

Biota dasar perairan beranekaragam dan berbeda pada setiap habitat dan substrat. Habitat dan substrat lumpur biasanya banyak dihuni oleh kelompok moluska, krustasea dan dan jenis ikan-ikan dasar. Substrat batuan atau pecahan karang yang banyak dihuni oleh kelompok pelecypoda besar seperti kima, bulu babi dan sebagainya. Perbedaan substrat tersebut memberikan penciri berupa tingginya keragaman spesies di kawasan pesisir yang memiliki substrat dan habitat beragam. Bahkah pada perairan USA modifikasi dredge untuk menangkap scalop (simping) dilakukan karena banyaknya penyu (turtle) yang tertangkap (Murray, 2011).

Dalam sistem perikanan berkelanjutan, kegiatan perikanan dengan menggunakan garok mempengaruhi dimensi ekosistem (spesies) dan habitat (Auster et al., 1996). Namun dalam kontek riset dan pegujian berbagai teknik terhadap biota yang relatif menetap, seperti Delury technique untuk menduga stok, penggunaan alat garok (dredge) sangat memungkinkan (Gedamke et al., 2004). Walaupun secara kumulatif akan meningkatkan kematian karena penangkapan (fishing mortality) (Gaspar et al., 2002) dan potensial mengurangi stok di perairan. Grabowski et al. (2014) menyatakan dalam waktu panjang alat dredge ini akan meningkatkan kerentanan dari populasi di perairan.

Sebelum dilakukan pengaturan maka penting untuk memastikan tentang status dari populasi yang ada, dan tingkat tekanan yang terjadi. Salah satu informasi penting yang diperlukan sebagai basic management adalah kekayaan jenis, kelimpahan dan biomassa. Kelimpahan dan biomassa populasi dapat berubah dengan adanya perubahan substrat permukaan akibat operasi penangkapan (Barletta, 2016).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi tangkapan alat garok selama waktu pengamatan dan lokasi pemantauan serta arahan untuk pengelolaan yang berkelanjutan.

Bahan dan Metode Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Teluk Kronjo, Kabupaten Tangerang seperti terlihat pada Gambar 1 pada bulan Maret-Mei 2011. Sampel diambil dengan menggunakan alat tangkap garok (Gambar 2) pada 5 lokasi dengan 3 kali ulangan yang diambil secara tegak lurus garis pantai. Kelima lokasi pengambilan sampel dipilih untuk merepresentasikan lokasi yang berbeda karakteristik pesisir. Sedangkan ketiga ulangan kearah tengah merepresentasikan kedalaman perairan.

Gambar 1. Lokasi penelitian (Sumber:www.googlemap.com,

2020). Luasan area penyapuan dalam satu kali operasi

garok mencapai 90-114 m2. Garok ditarik dengan tali dengan kecepatan rata-rata 0,3 m/dt (atau 6 detik per meter). Jeruji garok yang tertancap kedasar perairan berfungsi sebagai penyaring moluska. Moluska yang tertangkap selanjutnya tertampung di kantong jaring. Sampel yang diperoleh diawetkan dengan formalin 10% untuk diidentifikasi menggunakan buku pedoman (Yamaji, 1982; Swenen, 2001) dan dianalisa di Laboratorium Produktivitas Perairan IPB.

Gambar 2. Jenis alat tangkap dasar garok.

Page 3: Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada

A

459

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan Volume 9, Number 3, Page 457-463 Yonvitner et al. (2020)

Acteon sp. Turitella sp Anadara sp. Placuna placenta

Papia textilla Portunus pelagicus Gafrarium

Gambar 3. Hasil tangkapan alat garok di perairan Kronjo Pantai Tangerang.

Tabel 1. Hasil tangkapan alat garok (ind/m2) 1 2 3 4 5

Kelas Bivalvia Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei

Anadara 31 8 8 14 5 22 55 22 12 48 27 19 35 48 16

Dosinia elegan 0 2 0 0 1 3 6 7 0 3 6 2 22 6 0

Gafrarium divaricatum 0 9 0 6 2 3 1 88 0 217

Linatella cingulata 0 0 93 82 20

Paphia textile 0 12 1 0 6 1 0 77 3 0 59 2 0 37 2

Placuna placenta 0 0 3 0 1 13 0 6 5 1 26 2 0 32 13

Pinna bicolor 1

Siliquata japonica 1

Kelas Gastropoda Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei

Acteon tornatilis 16 30 12 8 24 3 9 14 3 2 12 1 7 15 1

Apollon roseus 0 5 0 1 10 1 5 5 4 14 5

Architectonia maxima 1 0 1 0 1 0 1 0 1

Babylonia pallida 0 2 1 1 1 3 4 1 2 1 5

Bursa ranelloides 0 6 0 3 2 9 3 11 3 1 25

Bursa subgranosa 1 0 0 0 1 0

Busycon canaliculata 1 0 2 1 0 0 0 1

Cancellaria cassidioformis 0 1 1 0 0 0 4 5

Murex 0 4 3 0 2 6 5 13 1 4 5 3 4 7 3

Natica livida 0 0 2 1 1 0

Polinices hepaticus 1 0 0 1 0 0

Polinices josephinae 1 0 1 1 0 0 1 0 1

Siphonalia cassidariae formis 0 1 0 11 3 7 3

Syrinx auranus 0 1 1 0 0 0

Turricula javana 0 8 6 4 9 5 69 16 2 83 48 21 62 67 2

Turritella communis 0 24 3 1 13 33 13 51 10 13 25 6 14 57 16

Littorina irronata 0 1

Krustasea Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei

Portunus sp 0 16 29 0 10 20 1 15 17 4 7 10 6 12 10

Pennaes sp 1 3 12 0 2 8 1 3 0 2 1 0

Cephalopoda Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei Maret April Mei

Asteroidea 0 3 2 0 20 0 31 39 0 7 6 1 3 9

Loligo sp 0 0 0 0 1

Keterangan: Nomor 1,2,3,4 dan 5 Stasiun Sampling.

Page 4: Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada

A

460

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan Volume 9, Number 3, Page 457-463 Yonvitner et al. (2020)

Sampel dan analisis data Data yang dikumpulkan adalah jenis spesies,

kelimpahan dan bobot dari setiap jenis yang ditemukan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kelimpahan dan biomassa (Krebs, 1989). Analisa data meliputi analisa keragaman hasil tangkapan menurut waktu dan tempat, kelimpahan, dan biomassa biota makrobentik yang ditemukan. ANOVA dua arah (Two Way Anova, Walpole, 1992) untuk melihat perbedaan hasil tangkapan baik berdasarkan waktu pengamatan maupun lokasi pengambilan sampel. Analisa deskriptif meliputi rata-rata dan deviasi dari jenis yang tertangkap. Interpretasi hasil penelitian dibantu dengan grafik dan tabulasi data yang diperoleh. Hasil Jenis-jenis hasil tangkapan

Hasil tangkapan garok terdiri dari kelas moluska (bivalvia dan gastropoda), krustasea, cephalopoda dan ikan. Kelompok moluska yang dominan tertangkap adalah jenis Anadara sp, Gafrariun divaricatum, Placuna placenta, Turitella communis, Papia textilla, Portunus pelagicus serta bintang Laut. Beberapa jenis hasil tangkapan yang dominan disajikan pada Gambar 3.

Acteon sp. (siput), Turitella sp. (siput jarum) merupakan kelompok gastropoda yang dominan dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Anadara (kerang bulu), Papia (kerang batik), Placuna (simping), dan Grafrarium (kerang putih) kelompok bivalvia yang juga dominan namun memiliki harga jual lebih rendah. Sedangkan Portunus juga tertangkap tetapi dalam jumlah relatif sedikit. Jenis Placuna sp, Anadara sp dan Acteon sp serta Murex sp selalu tertangkap setiap bulannya. Jenis hasil tangkapan alat garok disajikan pada Tabel 1. Komposisi kelimpahan

Berdasarkan kelompok, hasil tangkapan menggunakan garok terdiri dari kelompok bivalvia, gastropoda, krustasea, dan cephalopoda. Pada bulan Maret dan April tangkapan garok didominasi oleh bivalvia yang mencapai 51 % dari total tangkapan, dan bulan Mei terjadi perubahan komposisi dengan penambahan jumlah kelompok cephalopoda dan penurunan gastropoda. Kemudian bulan Juni krustasea dan cephalopoda makin meningkat seperti terlihat pada Gambar 4. Alat tangkap dredge yang beroperasi di Yeongil Bay Korea tercatat komposisi tangkapan terbesar adalah ikan dan krustasea yang mencapai 30% dan 10% kemudian diikuti echinodermata dan gastropoda masing-masing 5% (Hong et al., 2016).

Gambar 4. Komposisi kelimpahan biota total bulan

Maret, April dan Mei. Hasil analisis ANOVA dari kelompok bivalvia,

selama 3 bulan pengamatan pada lima lokasi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dengan Fhit=1,02 Pvalue=0,414. Total tangkapan menurut kelompok jenis untuk bivalvia mencapai 1.251 ind/bln dengan rataan (417±84,98), gastropoda 1.093 ind/bln dengan rataan (347±98,62), krustasea 190 ind/bln dengan rataan (63,3±2362,4) dan cephalopoda 122 ind/bln dengan rataan (40,66±1420,3). Sedangkan tangkapan berdasarkan bulan pengamatan, total tangkapan pada bulan Maret mencapai 816 ind dengan rataan (204+51.865), bulan April 1.367 ind dengan rataan (412±867,2),) dan bulan Mei mencapai 474 ind dengan rataan (416±986,2).

Tingkat kelimpahan untuk kelompok bivalvia untuk setiap pengambilan antara 2-5 ind/m2 dengan rataan dan deviasi (10,58±6,96), gastropoda antara 3,2-13,6 ind/m2 dengan rataan dan deviasi (9,14±5,29). Kelompok krustasea kelimpahannya antara 0,4-2,2 ind/m2 dengan rataan dan deviasi (1,31±0,90) serta kelimpahan cephalopoda antara 0,02-1,52 ind/m2 dengan rataan dan deviasi (0,81±0,95). Secara umum kelimpahan dari setiap jenis relatif sama selama bulan pengamatan.

Analisa ANOVA untuk kelimpahan berdasarkan bulan pengamatan ditemukan adanya perbedaan pada selang kepercayaan 90% dengan Fhit=3,19 (Pvalue 0,1) dan tidak nyata menurut lokasi dengan F hit=1,71 dan Pvalue 0,24). Variasi tangkapan bulanan juga

413

712

128

390

544

155

13

67

110

1

45

76

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

Maret April Mei

Kelim

pahan

Bulan

Bivalvia Gastropoda Krustase Cephalopoda

Page 5: Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada

A

461

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan Volume 9, Number 3, Page 457-463 Yonvitner et al. (2020)

dapat terjadi karena adanya pengaruh run-off dan pencemaran pada sediment (Kim et al., 2018).

Gambar 5. Biomassa total setiap bulan pengamatan.

Gambar 6. Komposisi biomassa menurut kelompok

pada Maret, April dan Mei. Biomassa

Biomassa yaitu berat hasil tangkapan persatuan area atau volume yang menjadi luas area sampling. Biomassa total pada bulan Maret sebesar 3.834,5 gram (766,9±23830,72), bulan April 849,58 gram (169,9±2879,3), dan bulan Mei sebesar 1.055,35 gram (211,07±3991,1). Hasil analisa ANOVA terlihat adanya perbedaan hasil tangkapan menurut bulan dengan Fhit=73,92 (Pvalue= 0,000006). Artinya hasil tangkapan (biomassa) selalu berubah-ubah tiap bulannya, dan secara umum terjadi peningkatan biomassa sebesar 0,42 gram setiap minggu untuk jenis simping di perairan Kronjo ini (Yonvitner et al., 2011).

Biomassa tangkapan pada lokasi 1 berjumlah 1.031,59 gram dengan rataan (343,8±114061,1), lokasi 2 berjumlah 918 gram dengan rataan (306,3±55053), lokasi 3 berjumlah 1.090,5 gram

dengan rataan (363,5±110654,9), lokasi 4 berjumlah 1.211,9 gram dengan rataan (403,9±111627) dan lokasi 5 berjumlah 1.486 gram dengan rataan (495,4±194538,2). Pola sebaran biomassa dari biota dasar yang tertangkap pada setiap lokasi pengamatan ditampilkan pada Gambar 5.

Daerah yang memiliki biomassa tinggi yaitu di lokasi 5 dan terendah di lokasi 2. Lokasi 5 adalah lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk, sedangkan lokasi 2 dekat dengan pemukiman penduduk. Biomassa berdasarkan kelas spesies, biomassa tangkapan kelompok bivalvia termasuk tinggi bersama gastropoda seperti terlihat pada Gambar 6.

Biomassa bivalvia selama survei mencapai 4.660,36 gram (53,4±2471260), gastropoda sebesar 1.036 gram (345,35 ± 11655,2), krustasea mencapai 211,15 gram (70,38±11469) dan lainnya sebesar 10,13 gram (3,37±25,15). Dari total biomassa yang tertangkap oleh garok, biomassa gastropoda lebih dominan yang mencapai 51-89 % dari total biomass tangkapan. Hasil tangkapan gastropoda bahkan lebih dominan pada bulan Maret. Analisa ANOVA dua arah berdasarkan kelas tidak ditemukan perbedaan biomass yang signifikan dengan Fhit=2,52 dan Pvalue=0,154). Sehingga dapat disimpulkan bahwa biomassa tangkapan garok tidak berbeda antar kelompok populasi.

Pembahasan

Biota-biota dasar yang umum tertangkap oleh garok adalah dari kelompok bivalvia, gatropoda, krustasea, dan cephalopoda. Karena sifat operasi yang aktif (mirip trawl) mencari (mobile) maka potensi jenis tangkapan akan lebih tinggi dari yang pasif (Kaiser et al., 1996). Selain itu, karena memiliki jeruji besi yang menancap ke substrat, maka biota yang hidup pada kedalaman kurang dari 10-15 cm dan bersifat melubang (borrowing) sebagiannya masih tertangkap (Solerio et al., 2008). Dalam jangka panjang intensitas penangkapan alat garok dapat merubah komposisi tangkapan (Kaiser et al., 2006) serta praktek perikanan berbasis ekosistem Eigaard et al. (2016).

Tsikopoulou et al. (2018) menyatakan bahwa diversitas dan kelimpahan biota bentik biasanya tinggi pada area dekat dengan pesisir. Kelompok kepiting dan cumi sedikit tertangkap karena lebih bersifat mobil dan tidak menetap di substrat seperti ikan lidah (Cynoglosus) (Vega, 2009). Perairan Kronjo yang dominan bersubstrat lumpur memiliki kekeruhan antara 7-22 NTU (Yonvitner et al., 2012). Sedangkan untuk populasi krustasea akan lebih baik pada perairan dengan kekeruhan dibawah 5 NTU

0

200

400

600

800

1000

1200

1 2 3 4 5Lokasi

Bio

mass (

gr)

Maret

April

Mei

Maret April Mei

Cephalopoda 15,338 1,69916 105,535

Krustase 23,007 5,09748 158,3025

Gastropoda 383,45 208,99668 348,2655

Bivalvia 892,8124 633,78668 538,2285

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

Bio

mas

s (g

r)

Page 6: Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada

A

462

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan Volume 9, Number 3, Page 457-463 Yonvitner et al. (2020)

karena dapat mempengaruhi feeding habbitnya (Hecht et al., 1992). Perubahan suhu, sedimen, masukan bahan antropogenic dan juga berpengaruh terhadap kelimpahan biota bentik (Leon et al., 2018) dan kedalaman terhadap biomassa (Meng et al., 2018). Kualitas habitat juga turut mempengaruhi proses recovery dan pulihnya stok (Yonvitner et al., 2012) baik itu biomassa dan kelimpahan.

Beberapa spesies merupakan spesies yang dapat beradaptasi dengan masukan air tawar seperti kelompok krustasea (Can, 2004) dan durasi towing untuk pulih (Gaspar et al. 2003). Pada Bulan Mei masukkan air dari run-off cukup tinggi yang diduga berpengaruh terhadap komposisi tangkapan. Biomassa biota bentik yang dekat dengan pemukiman seringkali tinggi karena pengaruh peluang intensitas penangkapan dapat terjadi lebih besar pada area yang berdekatan dengan pemukiman serta karena biodiversitas yang tinggi atau overlapping dengan jenis lainnya (Breine et al., 2018). Analisa Anova dua arah menunjukkan tidak terdapat perbedaan biomass yang signifikan antar lokasi dengan Fhit=2,08 (Pvalue 0,175). Hasil uji lanjutan diketahui hanya gastropoda dan bivalvia yang tidak berbeda dengan thit=1,37 (Pcrit tab=0,151). Sedang terhadap kelompok krustasea dan cephalopoda lainnya, terdapat perbedaan antara bivalvia dan gastropoda dengan thit=4,90 (Pcrit tab=0,019) selaras dengan yang telaah pada jenis simping (Yonvitner et al., 2020). Perbedaan biomass ini selain karena perbedaan jumlah tangkapan juga karena pengaruh pertumbuhan krustasea yang kurang baik pada kondisi perairan dengan kekeruhan melebihi 10 NTU. Berbeda dengan biota bentik di daerah temperate yang menunjukan perbedaan biomass menurut perubahan musim (Zhao et al., 2016), sementara di perairan tropis relatif sama sepanjang tahun. Pengaruh suhu dan faktor lingkungan lain juga berpengaruh terhadap pertumbuhan, pembentukan biomass, walaupun tidak signifikan terhadap kelimpahan.

Perubahan komposisi jenis tangkapan, kelimpahan dan biomass serta substrat dasar umumnya bersifat jangka pendek. Perubahan komposisi dan biomassa jika terjadi terus menerus dalam jangka panjang dapat meningkatkan kerentanan usaha perikanan (stok) dan ekonomi (Yonvitner et al., 2020). Dukungan kajian dampak alat garok terhadap biota yang disampaikan Wardiatno et al. (2008) juga merupakan indikasi tekanan yang tinggi terhadap biota. Untuk itu dalam upaya penerapan prinsip pengelolaan perikanan berkelanjutan pada biota dasar maka teknologi alat

tangkap menjadi pertimbangan yang perlu diperhatikan.

Kesimpulan

Alat garok merupakan alat dasar yang dioperasi secara aktif pada substrat berlumpur yang potensial meningkatkan kekeruhan, tersuspensi dan gangguan terhadap komposisi biota. Tangkapan (jumlah maupun biomass) garok di perairan Tangerang yang didominasi moluska terutama bivalvia selanjutnya gastropoda yang signifikan perbedaanya dengan biota lainnya menunjukkan kemampuan adaptasi yang lebih tinggi dari spesies lainya dengan alat tangkap ini. Secara spasial tidak terdapat perbedaan jumlah (kepadatan) dan biomassa, sedangkan secara temporal ditemukan perbedaan kelimpahan. Artinya populasi biota dasar secara tetap mengalami pertumbuhan, walaupun ada tekanan penangkapan. Namun demikian dalam upaya implementasi pengelolaan berbasis ekosistem, maka proses pengaturan terhadap alat tangkap dasar penting diterapkan di masa mendatang. Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih pada saudari Estri, Hedi Ardiansyah, Jamilah, Intan Nuraini, yang telah membantuk dalam kegiatan penelitian baik lapangan maupun di laboratorium.

Referensi Auster, P.J., R.J. Malatesta, R.W. Langton, L. Watting, P. C. Valentine,

C.L.S. Donaldson, W.G. Babb. 1996. The impacts of mobile fishing gear on seafloor habitats in the Gulf of Maine (Northwest Atlantic): implications for conservation of fish populations. Reviews in fisheries Science, 4(2): 185-202.

Barletta, M., F.J.A. Cysneiros, A.R.A. Lima. 2016. Effects of dredging operations on the demersal fish fauna of a South American tropical–subtropical transition estuary. Journal of fish biology, 89(1): 890-920.

Breine, N.T., A.D. Backer, C.V. Colen, T. Moens, K. Hostens, G.V. Hoey. 2018. Structural and functional diversity of soft-bottom macrobenthic communities in the Southern North Sea. Estuarine, Coastal and Shelf Science. S0272-7714(18) 30314-7. 10.1016 /j.ecss.2018.09.012

Can, M., Y. Fatih, A. Mazlum, M. Demirci, Akta. 2004. The catch composition and catch per unit of swept area (CPUE) ofPenaeid Shrimps in the Bottom Trawls from Iskenderun Bay, Turkey. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 4: 87-91.

Eigaard, O.R., F. Bastardie, M. Breen, G.E. Dinesen, N.T. Hintzen, P. Laffargue, H. Polet. 2016. Estimating seabed pressure from demersal trawls, seines, and dredges based on gear design and dimensions. ICES Journal of Marine Science, 73(suppl_1): i27-i43.

Fridman, A.L. 1986. Calculation for fishing gear design. FAO, Roma. Gedamke, T., W.D. DuPaul, J.M. Hoenig. 2004. A spatially explicit

open-ocean DeLury analysis to estimate gear efficiency in the dredge fishery for sea scallop Placopecten magellanicus. North American Journal of Fisheries Management, 24(2): 335-351.

Gaspar, M., M. N. Santos, F. Miguel de Sousa Leitão, L. Chícharo, A. Chícharo, C.C. Monteiro. 2003. Recovery of substrates and macro-benthos after fishing trials with a new Portuguese clam dredge. Journal of the Marine Biological Association of the United Kingdom, 83(4): 713-717.

Page 7: Komposisi biota dasar hasil tangkapan alat garok pada

A

463

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan Volume 9, Number 3, Page 457-463 Yonvitner et al. (2020)

Gaspar, M.B., F. Leitao, M.N. Santos, M. Sobral, L. Chícharo, A. Chícharo, C. C. Monteiro. 2002. Influence of mesh size and tooth spacing on the proportion of damaged organisms in the catches of the Portuguese clam dredge fishery. ICES Journal of Marine Science, 59(6): 1228-1236.

Grabowski, J.H., M. Bachman, C. Demarest, S. Eayrs, B.P. Harris, V. Malkoski, D. Stevenson. 2014. Assessing the vulnerability of marine benthos to fishing gear impacts. Reviews in Fisheries Science and Aquaculture, 22(2): 142-155.

Hecht, T., C.D. Van der Lingen. 1992. Turbidity-induced changes in feeding strategies of fish in estuaries. African Zoology, 27(3): 95-107.

Hong, S.E., J.H. Bae, C.D. Park, J.M. Park, B.S. Yoon, H.C. An. 2016. Species composition and distribution property of dredge fishery in Yeongil Bay, Korea. Journal of the Korean Society of Fisheries and Ocean Technology, 52(1): 48-55.

Kaiser, M.J., A.S. Hill, K. Ramsay, B.E. Spencer, A.R. Brand, L.O. Veale, S.J. Hawkins. 1996. Benthic disturbance by fishing gear in the Irish Sea: a comparison of beam trawling and scallop dredging. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems, 6(4): 269-285.

Kaiser, M.J., K.R. Clarke. H. Hinz, M.C.V. Austen, P.J. Somerfield, I. Karakassis. 2006. Global analysis of response and recovery of benthic biota to fishing. Marine Ecology progress Series, 311: 1- 14.

Krebs, C.J. 1989. Ecological methodology. New York, Harper & Row. Kim, P.J., J.H. Lee, I.A. Huh, D.S. Kong. 2018. Development of

benthic macroinvertebrates sediment index (BSI) for bioassessment of freshwater sediment. International Journal of Sediment Research, 34(4): 368-378.

León, A.G., G.M. Rodríguez-Figueroa, E. Shumilin, A.L. Carreño, A. Sánchez. 2018. Abundance and distribution of benthic foraminifera as indicators of the quality of the sedimentary environment in a subtropical lagoon, Gulf of California. Marine Pollution Bulletin, 130: 31-39. https://doi.org/10.1016/ j.marpolbul.2018.03.013

Meng. Z., K. Xu, R. Dai, A. Warren. 2018. Benthic ciliate diversity and community composition along water depth gradients: a comparison between the intertidal and offshore areas. European Journal of Protistology, 65: 31-41. https://doi.org/10.1016/j.ejop.2018.04.004

Murray, K.T. 2011. Interactions between sea turtles and dredge gear in the US sea scallop (Placopecten magellanicus) fishery, 2001–2008. Fisheries Research, 107(1-3): 137-146.

Sainsbury, J.C. 1986. Commercial fishing methods: an introduction to vessel and gear. 2nd ed. farnham, Surrey. Fishing News Books Ltd., Inggris.

Solario, C.M., R.P. Babarian, K. Anraku. 2008. Catch composition and discard of stationary lifnet fishery in Panay Gulf, Philipina. Colleg of Fisheries Science. Philipina. 56-59p.

Swennen, C.R.D. 2001. The Molluscs of the Southern Gulf of Thailand. Thai Studies in Biodiversity. Bangkok, Thailand. xiii+210p.

Tsikopoulou, I.M.L., A. Moraitis, K.N. Geropoulos, N. Papadopoulou, W. Papageorgiou, C.J. Plaiti, I. Smith, A. Karakassis, A. Eleftheriou. 2018. Long-term changes in the structure of benthic communities: revisiting a sampling transect in Crete after 24 years. Marine Environmental Research, 144: 9-19. https://doi.org/10.1016/j.marenvres.2018.11.008

Von Brandt, A. 1972. Fish catching methods of the world. Fishing news Book Ltd., London. 418p.

Vega, R., R. Licandeo, G. Rosson, E. Yáñez. 2009. Species catch composition, length structure and reproductive indices of swordfish (Xiphias gladius) at Easter Island zone. Latin American Journal of Aquatic Research, 37(1): 83-95.

Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Terjemahan : B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 331-338p.

Wardiatno, Y., Yonvitner, E.O. Farmelia. 2008. Penggunaan mean damage index (mdi) dalam mengkaji kerusakan morfologi benthos yang tertangkap dengan alat tangkap garok. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 15(2): 165-169.

Yamaji, I. 1982. Illustration of the marine plankton of Japan. Hoikhusa Publishing Co. Ltd. Osaka, Japan. xi -537p.

Yonvitner, M. Boer, I. Setyobudiandi, R. Dahuri, K. P. Kardiyo. 2011. Kelimpahan Dan Biomassa Populasi Simping (Placuna Placenta, Linn, 1768) di Teluk Kronjo, Kabupaten Tangerang. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 17(1), 237-244.

Yonvitner, Y., I. Setyobudiandi, R. Dahuri, J. Jamilah. 2020. Gonad maturity of simping Placuna placenta, Linn 1758 (Bivalve: Placunidae) harvested from Kronjo Coastal, Indonesia. Aceh Journal of Animal Science, 5(1): 26-37.

Yonvitner, Y., J. Lioret, M. Boer, R. Kurnia, S.G. Akmal, E. Yuliana,

L.E. Setijorini. 2020. Vulnerability of marine resources to small‐scale fishing in a tropical area: The example of Sunda Strait in Indonesia. Fisheries Management and Ecology, 27(5): 472-480.

Yonvitner, Y., R. Dahuri, I. Setyobudiandi, K. Praptokardiyo, M. Boer. 2012. Kualitas habitat populasi simping (Placuna placenta) di Perairan Teluk Kronjo, Tangerang. Aqua Hayati, 9(1): 217713.

Zhao. F., N. Xu, R. Zhou, M. Ma, H. Luo, H. Wang. 2016. Community structure and species diversity of intertidal benthic macroalgae in Fengming Island, Dalian. Acta Ecologica Sinica, 36: 77-84. http://dx.doi.org/10.1016/j.chnaes.2016.01.004

How to cite this paper: Yonvitner, Y., R. Dahuri, I.S Andi, M. Boer. 2020. Komposisi Biota dasar tangkapan alat garok pada perairan pesisir Kronjo, Tangerang. Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 9(3): 457-463.