kondisi jazirah arab bin baz

32

Click here to load reader

Upload: princesshanan

Post on 11-Nov-2015

259 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

sdfghjhg

TRANSCRIPT

A. Latar Belakang HistorisAda asumsi bahwa setiap pemikir merupakan produk zamannya. Artinya, gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh seorang pemikir pada dasarnya adalah hasil interaksi antara si pemikir dan lingkungan sosio-historis yang mengitarinya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran secara utuh tentang sosok seorang tokoh, hemat penulis ada baiknya dipaparkan terlebih dahulu penelusuran sejarah secara singkat tentang muncul dan berkembangnya suatu negara atau daerah di mana ia dilahirkan.1

Saudi Arabia adalah sebuah negara terluas dibandingkan dengan negara- negara tetangga yang berada di Jazirah Arabia. Saudi Arabia tumbuh dan berkembang dari gerakan kesukuan yang dibenarkan secara keagamaan. Islam merupakan faktor utama dalam menyatukan beberapa kelompok klan dan kesukuan yang berbeda-beda menjadi sejumlah konfederasi dan kerajaan regional. Dalam sistem kekerajaan Saudi Arabia, agama dan negara dikaitkan dengan pola yang sangat kuat. Raja dipandang sebagai pemimpin agama yang bertanggung jawab menerapkan nilai-nilai ajaran Islam. Sementara para ulama memainkan

1 Penelusuran kesejarahan ini penting. Sebab, suatu temuan keilmuan oleh seorang tokoh seringkali merupakan hasil dari suatu proses komulasi temuan-temuan sebelumnya. Atau dapat pula dikatakan bahwa kemunculan seorang tokoh tidak terlepas dari pengaruhbetapapun kecilnya lingkungan di sekitar baik pada masanya maupun masa sebelumnya.

22

peran penting sebagai penasehat bagi para penguasa, sebagai pimpinan peradilan, sebagai pimpinan lembaga pendikan Islam, sebagai sumber nasihat moral dan otoritas politik.2Munculnya Kerajaan Saudi Arabia bermula dari gerakan ekspansi yangdilancarkan oleh sebuah pemerintahan kesukuan kecil di Semananjung Arab yang dipimpin oleh Muhammad ibn Saud (w.1765 M). Pada tahun 1157 H/1745 M, Ibn Saud, begitu ia dikenal menjalin hubungan dengan seorang penyebar mazhab Hanbali, Muhammad ibn Abdul Wahhab (1703-1787 M). Penaklukan-penaklukan dilaksanakan terhadap wilayah-wilayah sekitar Nejd, seperti al-Hasa di Arabia Timur yang subur dan kaya. Daerah itu ditaklukan pada tahun 1757 M.3

Ibn Abdul Wahhab adalah tokoh pembaharuan yang cukup terkenal di dunia Islam Modern sejak abad ke-18. Ia lahir di daerah Uyainah, Nejd, Arabia Tengah, tahun 1115 H/1703 M. Ayahnya, Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya, di masa pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar, dan mengajar fikih dan hadits di kota tersebut. Kakeknya, Sulaiman, adalah seorang mufti di Nejd. Ibn Abdul Wahhab mulai belajar dari ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Quran, di samping belajar kitab-kitab agama aliran Hanbali, Ia berkelana mencari ilmu ke Makkah,

2 Ira M. Lapidus, Seja rah Sosia l Umma t Islam, ter. Ghufron A. Masadi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999), jil. III., h. 189-190.3 Ibid., h. 189-190.

Damaskus, dan Bashrah. Ahmad Amin menyebutkan bahwa ia pernah belajar ke Bagdad, Kurdistan, Hamadan, Isfahan, dan Qum.4Walaupun Ia hidup pada abad ke-18, tapi pemikirannya mengilhami gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam pada abad setelahnya, bahkan hingga kini.5 Pemikiran keagamaan yang di bawa oleh Ibn Abdul Wahhab difokuskan pada pemurnian tauhid, oleh karenanya kelompok ini menamakan dirinya dengan muwahiddn. Sebutan Wahhbiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum itu oleh lawan-lawannya, karena pimpinannya bernama Muhammad ibn Abdul Wahhab. Gerakan mereka pertama kali memang bukan bergerak di bidang politik, tetapi di bidang keagamaan. Baru setelah adanya kesepakatan antara Muhammad ibn Abdul Wahhab dengan Muhammad ibn Saud tahun 1745 M, maka gerakannya berubah menjadi gerakan politik, tanpa meninggalkan missi awalnya, yakni dakwah pemurnian Islam.Dengan pemelukan Ibn Saud terhadap seruan Wahhabi, Wahhabisme menjadi ideologi agama yang menyatukan kesukuan. Dengan semangat meneladani kehidupan Nabi Muhammad, Ibn Saud dan para penerusnya melancarkan perang melawan suku-suku di sekitarnya, dan memasukkan mereka pada versi Islam reformatif. Sebagaimana Imam pergerakan Wahhabi, mereka menjadi pimpinan spiritual juga sebagai pimpinan duniawi di Arabia Tengah.

4 Ahmad Amn, Zua m a l-Isl m fi a l-Ashr a l-H dhir, (Kairo: Maktabah an-Nahdhah al- Mishriyah, 1979), cet. IV., h. 10. Lihat pula, H. A. Mukti Ali, Ala m Pikira n Islam Modern di TimurTenga h, (Jakarta: Jdambatan, 1995), h. 5-8, 43-44.5 Salah seorang yang sangat kuat memegang pemikiran dan ajarannya adalah Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz hingga akhir hayatnya pada tahun 1420 H/1999 M. Pemikiran-pemikirann ya- terutama bidang hukumakan dibahas lebih lanjut pada bab IV.

Pada tahun 1765 M, Muhammad ibn Saud meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz ibn Muhammad ibn Saud dengan tetap berada di bawah bayang-bayang Wahhabi. Pada tahun 1773 M mereka dapat merebut Riyadh dan menjadikannya sebagai ibukota mereka; dan pada tahun 1788 dapat menundukkan Kuwait. Pada masa Abdul Aziz itulah pembaharu dan pemimpin itu, Muhammad ibn Abdul Wahhab wafat, 1787 M. Selang beberapa tahun kemudian, Abdul Aziz pun meninggal dunia pada tahun 1802 M dan kepemimpinan kerajaan digantikan oleh putra mahkota, Saud ibn Abdul Aziz. Saud II, demikian ia lebih dikenal, memperkuat kerajaan dengan menjalankan ajaran Islam secara konsekuen berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah. Walau kekayaan melimpah, ia tetap saja sebagai penguasa yang sederhana yang tinggal di Dariyah, pusat pemerintahannya. Pada tahun 1803, Saud II dapat menundukkan Makkah, tetapi Muhammad Ali di Mesir mengalahkan kekuatan Bani Saud dan menguasai Makkah dan Madinah pada tahun 1812, dan menghancurkan negara Saudi padatahun 1818.6

Setelah pendudukan Turki Usmani yang diwakili oleh Muhammad Ali Pasya, Gubernur Usmani di Mesir, kerajaan Saudi yang menganut mazhab Hanbali lewat ajaran Ibn Taimiyah yang berusaha menyelamatkan dunia Islam dari doktrin-doktrin yang memecah-belah ini praktis mengalami pasang surut. Dalam abad kesembilanbelassetelah tahun 1818praktis kerajaan yang di

6 Ibid., 190. Lihat juga Ishak M. Husaini, Kebudayaan Islam di Negara-negara Arab dan Afrika, dalam Kenneth W. Morgan, Isla m Ja lan Lurus, ter. Abu Salamah dan Chaidir Anwar, (Jakarta, Pustaka Jaya, 1986), cet. III, h. 258-260.

1

pimpin oleh keluarga Saud ini mengalami masa kemunduran, yang puncaknya terjadi ketika saingannya, yakni Bani Rasyidiyah yang berpusat di Hail menguasai Riyadh, Nejd, Arabia Tengah. Pada waktu itu, wangsa Saudiyah mengungsi dan berlindung di Kuwait.7 Maka tidak mengherankan bila sampai kini pun hubungan antara Saudi Arabia dengan Kuwait selalu baik, saling topang menopang sebagaimana terlihat dalam Perang Teluk tahun 1990-an ketika Kuwait dianeksasi oleh Irak di bawah Presiden Saddam Husain. Saudi Arabia pun secara otomatis memihak kepada Kuwait saat itu.Kerajaan Saudi mulai bangkit pada awal abad ke-20 di bawah kepemimpinan Abdul Aziz ibn Saud yang kembali merebut kekuasaan atas Riyadh, 1319 H/1902 M, kemudian memproklamirkan dirinya sebagai imam kaum Wahhabi, dan menegakkan kembali kerajaan Saudi. Abdul Aziz berhasil menyatukan suku-suku di Arabia Tengah dan Timur, kemudian memproklamirkan diri sebagai Sultan Nejd (1921) dan mengembangkan negara Saudi Arabia modern ke beberapa wilayah sekitarnya melalui sejumlah perjanjian dengan pihak Irak (1922), Yordan (1925), dan Yaman (1934). Pada tahun 1925 ia merebut kekuasaan atas Hijaz dan kota-kota suci Islam.8Rezim Saudi dibangun di atas dasar kombinasi yang kental antara kekuatan agama dan politik. Raja-raja Saudi pada awalnya berasal dari kalangan kepala suku yang berkuasa dengan mempertahankan ikatan persekutuan dan

7 Hassan Ibrahim Hassan, Seja ra h da n Kebuda yaa n Islam, ter. Djahdan Human, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 347-350.8 Ira M. Lapidus, op. cit., 191.

ikatan perkawinan dengan beberapa keluarga kepala-kepala suku. Pasukan militer berasal dari suku-suku yang setia. Pada sisi lain mereka adalah para pemuka agama, yang teguh memberlakukan syariat Islam dan melindungi pelaksanaan haji dan menjaga kota suci Islam. Ulama negeri ini, sebagian besar merupakan keturunan Abdul Wahhab, yang menikahi keluarga penguasa yang secara finansial terdukung oleh negara, dan pengaruhnya sangat besar dalam kalangan pemerintah.Dalam beberapa dekade, gerakan Wahhabisme ini sangat efektif untuk kembali menyatukan pemahaman akidah dan juga efektif untuk menyatukan suku-suku kecil menjadi satu kerajaan yang cukup besar, yaitu kerajaan Saudi Arabia di bawah pimpinan Muhammad ibn Saud. Kerajaan ini dinamakan kerajaan Saudi Arabia (a l-Ma mla kah a l-Arabiyyah a l-Sa diyya h), adalah karena yang mendirikan kerajaan adalah salah satu dari Bani Saud yang berada di wilayah Arab. Namun, perjalanan suatu bangsa seperti telah dikatakan secara sepintas merupakan perjalanan pasang surut dalam siklus tumbuh, berkembang, dan hancur.Kejayaan Kerajaan Saudi Arabia kembali diperoleh setelah Abdul Aziz ibn Saud dapat merebut kembali kota Riyadh, Madinah dan Makkah yang sedang berada di bawah hegemoni Turki Usmani. Berawal dari sini, perubahan besar di mulai; baik dari sistem kenegaraan, kemasyarakatan, ekonomi, maupun pendidikan.

1. Sistem Pemerintahan Saudi ArabiaPerubahan besar dalam bidang politik yang terjadi pada saat itu adalah peralihan sistem kekuasaan dari sistem kepatuhan kepada penguasa atau raja kepada sistem kepatuhan kepada syariat Allah dan penghormatan kepada raja yang menjaga kemaslahatan masyarakat banyak dan mengusahakan kehidupan rakyatnya kepada yang lebih baik, jauh dari pertentangan antar sesama umat Islam.9

Dengan terbentuknya sistem pemerintahan Saudi Arabia yang baru ini sangat berpengaruh bagi kehidupan umat Islam, terutama bagi para ulama di negara itu. Perubahan-perubahan yang sangat mendasar itu terjadi sekitar tahun 1926-an, yaitu pada masa kepemimpinan Abdul Aziz ibn Saud. Perubahan yang dapat dirasakan oleh umat Islam, khususnya para ulamaadalah sebagai berikut:10

Per ta ma , terbentuknya undang-undang (a l-nidzm) yang sepenuhnya bersandarkan pada syariat Islam yang dasar-dasarnya bersumber dari al- Quran dan Hadits Rasulullah. Dengan demikian, tidak ada undang-undang lain yang berlaku pada pemerintahan Saudi Arabia melainkan undang-undang yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits.Suatu prinsip yang harus dipegang dalam pembuatan undang-undang dan pelaksanaannya ialah bahwa suatu undang-undang tidak boleh

9 Ibid.10 Ibid., h. 12-14.

bertentangan dengan syariat Islam yang merupakan undang-undang tertinggi dalam kerajaan. Dengan demikian, pembuatan dan penerapannya tidak dapat keluar dari nilai-nilai syariat Islam.11Kedua , terbentuknya tiga lembaga pemerintahan yang terpisah tetapi memiliki hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya. Tiga lembaga itu adalah lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif.Ketiga , pemerintah memberi kewenangan yang tinggi kepada lembaga peradilan untuk menyelesaikan semua persoalan-persoalan baik yang menyangkut pidana maupun perdata yang terjadi di kerajaan tanpa ada campur tangan dari pihak luar, baik dari lembaga eksekutif maupun legislatif sendiri.Berkaitan dengan itu, dalam penerapan keputusan di lembaga peradilan ini terikat dengan hukum-hukum syariat Islam dan peraturan- peraturan lain yang berlaku. Hal ini terdapat dalam pasal pertama undang- undang peradilan bahwa lembaga peradilan adalah lembaga independen yang tidak ada seorang pun dapat mempengaruhi keputusannya kecuali hukum- hukum syariat itu sendiri dan peraturan-peratuan lain yang berlaku. Jadi, kebebasan para qdh yang duduk di lembaga peradilan ini adalah kebebasan yang benar-benar sempurna tanpa batas. Adapun yang dapat membatasi keputusannya adalah hukum-hukum syariat dan nurani mereka sendiri.

11 Muhammad Abdul Jawad Muhammad, a l-Ta th wur a l-Ta syr f a l-Mamla k t a l-Ara biy t a l-Sa diyah, (Kairo: Muassasah al-Rislah, 1977), h. 25.

Dengan demikian, lembaga peradilan ini sangat erat kaitannya dengan ilmu-ilmu keagamaan, para ulama, dan pakar hukum syariat. Sehingga, orang-orang yang dapat duduk di lembaga ini adalah mereka yang di anggap menguasai ilmu-ilmu agama, terkhusus hukum-hukum syariat. Sebab, lembaga ini adalah lembaga yang sangat penting bagi ummat dalam mencari keadilan.Keempa t, dalam masalah kebijakan secara umum, para ulama juga menempati posisi yang cukup penting untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam berbagai hal, baik dalam bidang hukum maupun administratif.Dengan demikian, ulama juga menjadi rujukan utama dalam mengeluarkan kebijakan secara umum, dan fatwa ulama adalah kata pemutus terhadap semua problematika yang dihadapi oleh masyarakat, baik dalam masalah sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya. Dalam hal ini, para ulama yang memberikan fatwa tidak akan mendapat celaan ataupun ejekan selama mereka bersandar pada dalil-dalil yang kuat dari al-Quran dan Hadits Nabi.Untuk itu, pemerintah Saudi Arabia pun membentuk lembaga-lembaga atau institusi-institusi yang menyatukan mereka guna mengoptimalkan keahlian dan peranan mereka dalam membantu pemakmuran bangsa dan negara. Di antara lembaga-lemabaga itu adalah a l-Ri sa h a l-mah li Idra t a l-Buhus a l-Ilmiyah wa a l-Ift wa a l-Da wa h wa a l-Irsy d dan Ha ia h Kibr a l-Ula m wa a l-Ri sah a l-mah li Ha i t a l-Amr bi a l-Ma rf wa a l-Na hy a n a l-Munka r. Lembaga-lembaga ini ada di seluruh penjuru wilayah bagian dan seluruh lembaga peradilan, lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan.Dalam hal ini, para ulama menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan pemerintahan Saudi Arabia. Artinya, para ulama memiliki peran yang besar dalam menghadapi masalah-masalah sosial, ekonomi, bahkan politik. Juga, memiliki kebebasan dalam menerapkan hukum-hukum Allah di negeri ini maupun di negeri-negeri Arab lainnya, baik yang sifatnya memberi dukungan maupun penolakan terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa. Sikap ini terus dipertahankan meskipun kepemimpinan silih berganti hingga sekarang.

2. Kondisi Sosial Kemasyarakatan dan Ekonomi

Sejak tahun 1902 M, Saudi Arabia mengalami perubahan yang cukup signifikan dari berbagai sisi, terutama dalam bidang kemasyarakatan dan ekonomi. Perubahan tersebut pertama kali dimotori oleh Raja Abdul Aziz ibn Saud. Dengan adanya perubahan ini, Saudi Arabia memiliki wajah baru; yang semula para penduduknya tinggal di pemukiman-pemukiman terpencil dan terbelakang dari segi keahlian dan keilmuan, kini banyak di antara mereka yang ahli dalam ilmu-ilmu pertanian, bangunan, dan agama; yang semula mereka tinggal di pedalaman dengan goa-goa buatan sebagai tempat tinggal, kini mereka dapat tinggal di dalam rumah-rumah permanen yang terbuat dari batu bata.12Transformasi kontemporer Saudi Arabia ini dimulai dengan konsesi eksplorasi minyak kepada Standar Oil Compa ny milik Amerika pada tahun1933 dan 1939, dan dibuatlah perusahan patungan dengan nama Aramco, Arabia n Amer ican Company.13 Hasil minyak inilah yang kemudian digunakan untuk membangun negara, di samping juga untuk dipakai senjata dalam perang Arab Israel, dengan embargo minyak oleh Saudi terhadap negara- negara yang menyokong negeri Yahudi itu.Setelah adanya penetrasi dari negeri luar, Abdul Aziz ibn Saud mulai tidak seketat dalam menerapkan ajaran Islam sebagaimana kaum Wahhabi pada fase pertama sehingga merokok pun tidak dilarang. Namun, bagaimanapun juga Abdul Aziz ibn Saud telah banyak berjasa untuk kemajuan dan perubahan masyarakat Saudi Arabia. Perubahan-perubahan ini sangat dirasakan oleh seluruh masyarakat Saudi Arabia, terutama dari segi peningkatan taraf kehidupan ekonomi dan ketenteraman hidup, jauh dari pertentangan antar sesama umat Islam yang sebelumnya sering terjadi perselisihan karena adanya perbedaan mazhab fikih maupun aliran teologi. Hal ini berkat jasa gerakan Wahhabi yang selalu menopang gerakan pemerintah.

12 Ibid., h. 14.13 Don Peretz, The Middle Ea st Toda y, (New York, Praeger, 1988), h. 3.

Dengan adanya perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi dan kemasyarakatan, kerajaan Saudi Arabia menjadi salah satu kerajaan yang sangat diperhitungkan oleh negara-negara lain, baik oleh negara-negara yang ada di Jazirah Arabia seperti Mesir, Yaman, Jordania, Palestina, Libanon, Syria, Turki, Irak, Iran dan Uni Emirat Arab, juga oleh negara-negara Barat. Dengan demikian, banyak negara-negara yang menggantungkan kebutuhannya pada negara itu, terutama untuk pasokan minyak. Selain itu, dengan tingginya perekonomian dan taraf hidup penduduk Saudi serta proses pembangunan sejumlah infrastruktur membuat masuknya tenaga asing semakin besar. Pada tahun 1975 diperkirakan 43 persen jumlah penduduk adalah para pekerja asing dari yaman, Oman, Mesir, dan Pakistan.14

Proses pembaharuan dalam berbagai sektor ini, tentunya tidak akan terlepas kaitannya dengan kiprah para ulama Saudi. Sebab, dengan semakin pesatnya pembangunan, tentunya akan semakin komplek pula permasalahan baru yang muncul, terutama dalam sosial kemasyarakatan yang banyak berhubungan dengan budaya-budaya Barat, sehingga membutuhkan kerja ekstra dari para ulama untuk mengatasi semua permasalahan yang muncul dengan memunculkan hukum-hukum syarak yang bersumber dari al-Quran dan Hadits untuk menanggapinya. Inilah yang banyak dihadapi oleh para ulama yang menjabat sebagai mufti kerajaan pada masa kepemimpinan Abdul Aziz ibn Saud sampai Fahd ibn Abdul Aziz sekarang.

14 Lihat Hassan Ibrahim Hassan, op. cit., 406-407.

Dari gambaran sekilas perjalanan panjang Saudi Arabia, tampak jelas bahwa hubungan antara pemerintah dengan para ulama terjalin dengan sangat baik dalam bahu membahu melakukan pembangunan di segala bidang. Dengan demikian tidak mengherankan bila sampai saat ini Saudi Arabia, baik pemerintah maupun rakyatnya berkeyakinan bahwa segala kesuksesan dan kemakmuran yang mereka capai dan rasakan adalah berkat keteguhan mereka berpegang kepada syariat Islam. Peranan ulama selalu menentukan dalam segala kebijaksanaan pemerintah. Lewat pemerintah, ulama telah memainkan peranannya dalam usaha menyelaraskan perkembangan sosial dengan nilai- nilai Islam. Dengan itu, nilai-nilai Islam diharapkan mengalir ke segenap sektor pemerintahan dan lapisan masyarakat.

B. Latar Belakang Pemikiran

Para sejarawan Arab mengatakan bahwa sejarah Arab kontemporer benar- benar baru dimulai sejak bersatunya agama dan kekuasaan. Hal ini ditandai dengan bersatunya Abdul Aziz ibn Saud dengan Muhammad ibn Abdul Wahhab. Penggabungan antara agama dan kekuasaan inilah yang menjadi dasar terbentuknya negara Saudi Arabia, di mana pada saat itu banyak negara-negara di Jazirah Arabia yang telah mengalami kemunduran dan kehancuran pemikiran di bawah kekuasaan penjajah Turki Usmani dengan jargon kemajuan, peradaban dan kebebasan. Sehingga, banyak kaum muslimin yang menganggap bahwa ajaran- ajaran Islam tidak sesuai lagi di zaman ini.

Namun, dengan datangnya Abdul Aziz ibn Saud yang bergabung dengan Muhammad ibn Abdul Wahhab penyimpangan-penyimpangan yang terjadi mulai diperbaharui dengan berbagai upaya. Dengan kesuksesan pemurnian kembali ajaran Islam, maka daerah-daerah yang selama ini terlepas dari kekuasaan Bani Saud dapat disatukan kembali di bawah kesatuan ideologi, yaitu akidah Islam. Akidah Islam inilah yang menjadi dasar penyatuan kembali wilayah-wilayah yang telah terceraiberai oleh pemikiran dan kebudayaan Barat yang menyimpang. Perjalanan pembaharuan pemikiran dan kebudayaan Saudi Arabia di bawah kemurnian ajaran Islam ini mencapai puncaknya pada saat Faishal ibn Abdul Aziz memegang tampuk kekuasaan setelah kakaknya, Saud ibn Abdul Aziz yang dirturunkan pada tahun 1964 dengan alasan kurang cakap dalam kepemimpinan. Berbeda dengan kakaknya, Raja Faishal memerintah dengan arif bijaksana, banyak mendermakan harta kekayaannya untuk kepentingan umum umat Islam, dan untuk membiayai perang melawan Israel, ia terkenal dengan embargo minyaknya. Namun sayang, kebijaksanaan dan keberaniannya melakukan manuver-manuver politik terhadap negara luar membuat negara-negara Barat menjadi kurang senang. Akhirnya, dengan perantaraan kemenakannya sendiri, ia dibunuh pada saat sedang menghadiri acara Maulid Nabi saw pada tahun 1975.15Selain proses pemberantasan paham khurafat dan bidah yang dilakukan secara total, penyadaran pemahaman secara dini juga dilakukan melalui majelis- majelis pendidikan yang diselenggarakan di masjid-masjid maupun majelis-

15 C. E. Bosworth, Dina sti-Dina sti Isla m, (Bandung: Mizan, 1988), h. 107-109.

majelis taklim. Proses pengajaran ini dilakukan oleh murid-murid Muhammad Abdul Wahhab, yang sebagian besar adalah keturunannya sendiri yang telah menikah dengan keluarga raja.Dalam gerakannya ini, mereka sangat menentang kebiasaan praktik Islam bangsa Arab, termasuk di dalam ritual magis, keyakinan terhadap orang suci dan pemujaan terhadap para wali. Reformisme Wahhabi mengambil posisi yang ekstrem dalam penolakan keyakinan dan pemujaan terhadap para wali atau terhadap setiap manusia sebagai bentuk syirk atu politeisme. Wahhabi juga menolak model teologi Sufi yang bersifat pantheistik. Ibn Abdul Wahhab dan para pengikutnya menegaskan bahwasannya al-Quran dan Nabi Muhammad merupakan satu-satunya otoritas Muslim yang paling valid. Seruannya tersebut pertama kali sarat dengan muatan politik terhadap kecenderungan reformasi yang tengah berkembang di Makkah dan yang tengah berkembang di seluruh penjuruIndia Islam, Indonesia dan Afrika Utara.16

Salah seorang yang gigih dalam melakukan pembaharuan-pembaharuan, sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab dan para muridnya, adalah Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Abdurrhaman ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Baz yang dikenal dengan Abdul Aziz ibn Baz. Ia lahir dan dibesarkan dalam sebuah lingkungan yang sedang dalam masa transisi pada tahun1330 H/1911 M di kota Riyadh, sebuah kota yang hingga sekarang menjadi ibu

16 Ira M. Lapidus., loc. cit.

kota Kerajaan Saudi Arabia.17 Sejak umur tiga tahun ia telah ditinggal oleh ayahnya, Abdullah ibn Baz yang wafat pada tahun 1333 H. Sejak itu, ia hidup bersama ibu dan pamannya yang juga seorang ulama besar pada masa itu, Ibrahim ibn Abdurrahman ibn Saif. Keduanya inilah yang selalu memotivasi Ibn Baz untuk giat menuntut ilmu-ilmu agama. Ibunya, Hayya bint Utsman ibn Abdullah al-Khuzaim, wafat pada tahun 1356 H. Menurut penuturan salah satu keturunankeluarga Baz yang juga pernah menjadi guru Abdul Aziz ibn Baz, Syeikh Abdul Muhsin ibn Ahmad ibn Baz (w. 1342 H), kelurga Baz itu berasal dari Madinah al- Munawarah. Namun, karena keluarga Baz memiliki profesi yang bermacam- macam, maka mereka tersebar di mana-mana. 18 Sedangkan Abdul Aziz ibn Baz sendiri mengatakan bahwa keluarga besarnya berasal dari Riyadh dan sebagian mereka ada yang tinggal di Hasa dan ada juga yang tinggal di Hijaz.19Ibn Baz adalah seorang yang sangat cerdas, sehingga pada usia dini

sebelum akil balig (usia 14 tahun) sudah hafal al-Quran. Ibn Baz sangat beruntung karena ia tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga yang terhormat dan para ulama besar di masa itu, sehingga ia dapat menimba ilmu dari mereka dengan mudah. Al-Quran adalah penerang hidupnya dan sumber dari segala sumber hukum, oleh karenanyasebagaimana kebanyakan para ulama harus dipelajari terlebih dahulu dengan dihafal dan direnungkan secara

17 Ahmad ibn Abdullah al-Furaih, Al-Syeikh Ibn B z wa Muwqifuh a l-Tsbita h, (Kuwait: Maktabah al-Rusyd, 2000), h. 11.18 Abdul Rahman ibn Yusuf ibn Abdul Rahman al-Rahmah, a l-Inj z fi Ta rja mah a l-ImmAbd a l-Azz ibn Ba z, (Riyadh: Dar al-Hijrah, 1421), cet. ke-2., h. 35.19 Al-Ibriziya h f a l-Tisn a l-B riza h, h. 19

mendalam. Setelah itu ia mendalami tafsirnya, baru kemudian beralih ke ilmu- ilmu agama yang lainnya; seperti hadits, bahasa, fikih, ushul fikih, ilmu waris, dan lainnya.20Sebagaimana ulama-ulama terdahulu, Ibn Baz menempuh semua ilmu

yang dipelajari dengan pola-pola sederhana; ia belajar di dalam masjid-masjid dan majelis-majelis ilmu, di mana di dalam masjid atau majelis itu terdapat seorang guru yang mengajarkan kepada para muridnya ilmu-ilmu agama tertentu. Pada saat itu, belum ada pola-pola pengajaran secara klasikal sebagaimana saat sekarang ini. Di antara guru-gurunya adalah Syeikh Muhammad Abdul Lathif ibn Abdurrahman ibn Hasan ibn al-Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab (Qadhi Riyadh), Syeikh Shaleh ibn Abdul Aziz ibn Abdurrahman ibn Hasan ibn Syeikh Muhammad Abdul Wahhab, Syeikh Saad ibn Hamad ibn Atiq (Qadhi Riyadh), Syeikh Hamd ibn Faris (Staf Bait al-Mal Riyadh), Syeikh Muhammad ibn Ibrahim ibn Abdul Lathif ibn Abdul Wahhab (Mufti Kerajaan Saudi Arabia); Ibn Baz ikut dan belajar berbagai bidang ilmu agama kepadanya + sepuluh tahun, sejak tahun 1347-1357 H. Mereka adalah ulama-ulama Nejd. Selain para ulama Riyadh, ia juga menimba ilmu kepada Syeikh Saad Waqash al-Bukhari (UlamaBesar Makkah) pada tahun 1355.21 Mereka ini adalah para ulama ternama yang

dengan tekun mengajari Ibn Baz.

20 Ibid., h. 36.21 Al-Furaih, op. cit., h. 12.

Berkat kecerdasannya, dalam rentang sembilan belas tahun dia sudah banyak menguasai ilmu-ilmu agama dari para gurunya. Sayangnya, pada usia duapuluh ia mengalami kebutaan yang tanda-tandanya sudah ia rasakan pada usia enambelas tahun. Meskipun demikian, cobaan ini tidak membuatnya surut untuk menuntut ilmu hingga usia 26 tahun.Sebagaimana dijelaskan, lingkungan dan orang-orang sekitar itu sangat mempengaruhi pola pikir dan kepribadian seseorang. Ibn Baz, sebagai seorang ulama yang hidup di negara Kerajaan Saudi Arabia, sedikit banyak akan terpola dengan pola-pola kehidupan di mana ia berada. Demikian juga terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran para pendahulunya. Apalagi, dilihat dari tahun kelahirannya, dapat dipastikan bahwa Abdul Aziz ibn Baz lahir dan tumbuh berkembang padamasa pemerintahan Abdul Aziz II, (1902-1953 M).22 Pada saat Abdul Aziz ibn Saud sedang gencar-gencarnya melancarkan gerakan pemersatuan kerajaan Saudi Arabia pada pertengahan 1352 H/1934 M, Abdul Aziz ibn Baz sudah berusia 21 tahun.23 Ini berarti Abdul Aziz ibn Baz mengalami pergolakan politik maupun sosial yang terjadi pada saat itu. Sedikit banyaknya, kondisi ini sangat mempengaruhi pola pikir dan kepribadiannnya serta cara pandang terhadap kondisi-kondisi sosial yang akan dihadapinya pada saat dia memegang jabatan penting di lingkungan pemerintahan sebagai seorang mufti kerajaan atau sebagai seorang ulama besar dunia abad ke-19.

22 Ahmad ibn Abdillah al-Furaih, op. cit., h. 11.23 Fahd al-Bukrn dkk, Ibn B z; a l-D iyah a l-Ins n, (Riyadh: Muassasah Ukadz li al- Shahafah wa an-Nasyr, t.th), h. 12.

Salah satu bentuk keterpengaruhannya adalah dalam bidang teologi. Dalam bidang teologi, Ibn Baz banyak terpengaruh oleh pemikiran paham Wahhabi yang dengan keras memerangi paham-paham yang dianggap banyak menyebarluaskan paham khura ft dan bidah.Hal ini tampak dari gerakan-gerakan yang ia lakukan melalui jalur dakwah dengan menanamkan pemahaman sejak dini kepada para generasi muda akan bahaya khura ft dan bida h. Semua bentuk ritual yang tidak dijelaskan dalam sumber utama ajaran Islam, al-Quran dan Sunnah Rasulullah adalah bida h, dan bidah itu adalah kesesatan.24 Dalam kesehariannya, ia selalu mengajak untuk kembali kepada al-Quran dan Hadits sebagai landasan semua amal perbuatan.Hingga dewasa ini, gerakan Wahhabi terus dijalankan oleh para pengikutnya dan mendapat dukungan dari pemerintah. Tentunya, hal ini terkait dengan perjanjian awal yang dilakukan oleh Muhammad Abdul Wahhab dengan Muhammad ibn Saud di awal perjuangan mendirikan Kerajaan Saudi Arabia. Sehingga, paham Wahhabi ini menjadi paham resmi kerajaan Saudi Arabia dalam bidang teologi yang harus diiukuti oleh semua lapisan masyarakat. Adapun motor dari gerakan ini adalah para ulama pengikut Wahhabi, salah satunya adalah Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz sendiri.Selain gerakan tersebut di atas, yang gencar dilakukan adalah menyerang aliran Mutazilah yang juga masih banyak diikuti oleh sebagian penduduk Arab.

24 Sulaiman ibn Abdullah al-Thuraim, Allma h a l-Umma h Ibn B z; Dir sa h f a l-Manha j wa a l-Ama l, (Riyadh: Fahrasah Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah Atsn al-Nasyr, 2002), cet. ke-2, h. 62-64.

Aliran Mutazilah dianggap aliran yang sesat, adapun yang harus diiukuti adalah aliran Ahl a l-Sunna h wa a l-Ja ma a h. Meskipun demikian, banyak para ulama yang memandang bahwa dalam masalah akidah, Ibn Baz tergolong sangat moderat. Artinya, ia bukan orang yang tergolong keras dan berlebihan dengan menghukumi syirik dan kafir pada setiap hal yang kecil maupun besar, namun ia pun bukan orang yang tergolong memudahkan hukum, yang tidak mau menoleh ke perkara-perkara yang dianggap kecil. Akan tetapi, ia tunjukkan masalah yang dianggap kecil atau besar secara proporsional. Ia dudukkan masalah pada tempatyang sebenarnya, yang syirk dikatakan syirk dan yang bidah dikatakan bidah.25

Sebagaimana paham Wahhabi, gerakan yang sangat gencar dilakukan adalah pemurnian tauhid. Hal ini dilakukan karena banyaknya praktek-praktek ritual keagamaan yang sudah menyimpang dari ajaran al-Quran dan Sunnah Rasul dan penuh dengan muatan-muatan megis; seperti kepercayaan kepada benda-benda keramat, kuburan-kuburan orang yang dianggap suci, tukang ramal, dan lain sebagainya.Dalam bidang hukum, pemikiran para pendahulu dan lingkungan pun sangat mempengaruhi pemikiran hukum Ibn Baz. Meskipun para tokoh di Saudi Arabia menganggap bahwa Ibn Baz dalam pemikiran hukum sudah mencapai tingkatan seorang mujtahid, namun dalam prakteknya ia masih banyak mengikuti pendapat para imam mazhab terdahulu yang disebarluaskan para murid dan

25 Atiyah Muhammad Salim dalam pengantar a l-Imm Muhamma d ibn Abdul Wahhb; Da wa tuh wa Sr tuh karya Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz, (Riyadh: Fahrasah Maktabah al- Mamlak al-Wathniyah Atsna al-Nasyr, 2002), h. 20.

pengikutnya. Saudi Arabia adalah negara yang menerapkan mazhab Hanbali sebagai mazhab resmi. Mazhab ini dapat berkembang luas di Saudi Arabia berkat Muhammad ibn Abdul Wahhab yang mendapat dukungan dari penguasa pada waktu itu. Di antara para pengikut mazhab Hanbali yang cukup diperhitungkan dan pendapat-pendapatnya banyak dijadikan rujukan dalam masalah-masalahhukum adalah Ibn Taimiyah dan muridnya, Ibn Qayyim al-Jauziyah.26 Di antara

karya monumental Ibn Taimiyah yang dijadikan rujukan dalam memecahkan permasalahan hukum oleh para ulama adalah Ma jm Fa t w Ibn Ta imiyah. Sedangkan karya Ibn Qayyim adalah. Il m a l-Muw qqin an Rabb a l-la min.Sebagai konsekuensi logis bahwa kerajaan Saudi Arabia menerapkan mazhab Hanbali sebagai mazhab resminya, maka dalam tata prilaku pemerintahan dan masyarakat harus mensejajarkan dengan syariat Islam yang dalam hukum telah ditegaskan menurut mazhab Hanbali. Logisnya pula adalah bahwa dalam usaha pemecahan hukum pun mereka terikat dan memakai metode pemecahan hukum atau sumber hukum yang digunakan oleh mazhab Hanbali. Sumber hukum yang digunakan oleh mazhab Hanbali, selain prinsip berpegang kepada urutan al- Quran, Sunnah Rasulullah, ijm para sahabat, tar jh antara a qwl sahabat yang berbeda, hadts mur sa l dan hadts dha f selama ke-dha f-annya tidak disebabkankebohongan dan kefasikan perawinya, dan metode qiys, juga ada beberapa

26 Tadinya, pengikut madzhab Hanbali tidak begitu banyak. Setelah dikembangkan oleh kedua tokoh ini maka madzhab Hanbali menjadi semarak, terlebih, setelah dikembangkan lagi oleh Muhammab Ibn Abdul Wahhab. Lihat Dr. Muh. Zuhri, Hukum Isla m da lam Linta san Seja rah, (Jakarta; Rajawali Press, 1997). Cet. ke-2, h. 125-126.

sumber hukum yang selalu difungsikan dalam pemecahan hukum di Saudi Arabia. Antara lain:27Per ta ma, pintu ijtihad selalu terbuka bagi siapa saja yang mampu. Tokoh Ibnu Taimiyah yang menjadi panutan mazhab Hanbali dan gerakan Wahhabi, di samping ajakannya agar kembali kepada sumber utama al-Quran dan Sunnah Rasulullah, dengan tegas pula menyatakan bahwa pintu ijtihad selalu dan bahkan harus di buka; meskipun pada prakteknya Ia memperketat dalam penerapannya dengan berbagai syarat.Pinsip ini selalu dikembangkan di Saudi Arabia, sehingga prinsip-prinsip al-Quran dan Sunnah, melalui ijtihad selalu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang. Ijtihad di sini selalu dilaksanakan dalam bentuk bersama, di mana tergabung di dalamnya bermacam-macam disiplin ilmu sesuai dengan macam hukum yang hendak ditemukan.Kedua, pengertian ijm yang terbatas. Sesuai dengan prinsip Ahmad ibn Hanbal bahwa ijm yang harus dipegang hanyalah ijm para sahabat. Adapun ijm pada periode sesudahnya, tidaklah dianggap mengikat untuk menerima perubahan penafsiran. Dengan demikian menjadi lebih luas lapangan ijtihad mereka yang sangat banyak membantu dalam usaha-usaha memperbaharui penafiran-penafsiran hukum.

27 Abdul Majid Muhammad al-Haffawi, Ushl a l-Ta syr f a l-Ma mla k t a l-Ara biya h a l- Sa diya h, (Kairo: Muassasah ar-Rislah, 1997), h. 96.

Urf selalu menjadi pertimbangan. Urf di bidang muamalah negeri itu, selau dijadikan bahan pertimbangan dalam pemecahan hukum. Artinya bahwaurf selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam dapat diterima dan dijadikan pertimbangan dalam kebijaksanaan pemerintah. Prinsip ini banyak diterapkan terutama dalam peraturan jual beli, pinjam-meminjam, dan sewa menyewa.Empa t, segala sesuatu di bidang keduniaan pada dasarnya adalah boleh (sah) sampai terbukti keharamannya. Umumnya dunia Islam menilai bahwa ulama-ulama Saudi Arabia secara ketat dan hati-hati dalam mengambil keputusan, dan secara ketat berpegang kepada al-Quran dan Sunnh, sehingga sebagain orang mengangap bahwa sikap kehati-hatian itu menimbulkan suatu kekakuan. Akan tetapi apabila dilihat dari dekat, kenyataannya adalah sebaliknya. Dengan suatu prinsip yang selalu menjadi pegangan ulamanya yaitu bahwa segala sesuatu di bidang keduniaan pada dasarnya adalah boleh sampai terbukti keharamannya, telah membuat para ulamanya berpadangan luas dalam bidang keduniaan. Prinsip ini selalu difungsikan dalam setiap perkembangan sosial, sehingga tak satu pun perkembangan baru yang terlepas dari jaringan prinsip tersebut. Dengan demikian mudah sekali bagi mereka menggabungkan setiap perkembangan dan perubahan sosial dengan nilai-nilai Islam.Prinsip-prinsip dasar di atas, tentunya dipegang teguh dan diterapkan oleh oleh Ibn Baz sebagai seorang ulama yang juga menjabat sebagai seorang Mufti

Agung yang banyak menghadapi berbagai pertanyaan maupun kasus di tengah- tengah masyarakat yang sudah modern.Meskipun Ibn Baz mengakui bahwa mazhab fikihnya adalah mazhab Hanbali, namun dalam mengambil keputusan hukum tidak melulu merujuk pada fikih mazhab Hanbali. Hal ini dilakukan bila dalam kasus tertentu, ternyata pendapat ulama mazhab lain lebih kuat dari segi dalil dan lebih rasional untuk diterima. Prinsip yang Ia pegang adalah bahwa ta ashub atau fanatik terhadapsalah satu mazhab itu tidak dibenarkan.28 Hal ini akan terlihat dalam beberapa

contoh pemikirannya yang akan penulis paparkan pada bab IV.

C. Kegiatan dan KarirnyaSetelah sekian lama malang-melintang menuntut ilmu dan berjuang memberantas paham khura ft dan bidah bersama-sama dengan pemerintah, dan berkat kepandaian dan kepiawaiannya, ia diangkat oleh Raja Abdul Aziz menjadi seorang qdh di daerah al-Kharaj berkat rekomendasi dari Syeikh Muhammad ibn Ibrahim ibn Abdul Wahhab, selama + 14 tahun (1357-1371 H).29 Ini adalah jabatan yang pertama kali ia sandang. Meskipun Ia sibuk dengan segudang tugas jabatannya, kiprahnya sebagai seorang ulama tidak berhenti. Perannya sebagai seorang pengajar dan juru dakwah untuk memerangi khur fa t dan bida h terus Ia

28 Nashir ibn Musfir az-Zahrani, Im m a l-Ashr Samhah a sy-Syeikh a l-All mah Abdul Azz ibn Abdullah ibn B z, (Riyadh: Muassasah al-Jurais, 1421 H), h. 52. Prinsip-prinsip inilah yang akan ditelusuri dalam pembahasan inti thesis ini.29 Ibid., h. 14-15.

jalankan. Di sela-sela kesibukannya, ia sempatkan untuk mengajarkan berbagai ilmu keagamaan yang ia kuasai kepada penduduk sekitar.Pada tahun 1372 H, ia pindah ke kota Riyadh dan menjadi salah satu pengajar di Ma had a r-Riydh a l-Ilm (Institut Riyadh) dan juga mengajar ilmu fikih, Hadits, dan tauhid pada Fakultas Syariah yang telah ia dirikan pada tahun1373 H. Setelah itu, ia menjabat sebagai Wakil Rektor Universitas Islam Madinah al-Munawarah pada tahun 1381 H. Meskipun kesibukannya yang padat, halaqah- halaqah yang telah ia dirikan sebelumnya masih tetap berjalan sebagaimana biasa, meskipun tidak serutin tahun 1357-an. Pada tahun 1390 H ia menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Madinah al-Munawarah sampai tahun 1395 H. Sejak ia berada di Madinah, ia menyempatkan juga membentuk halaqah-halqah di masjid Nabawi sebagaimana ia juga telah mendirikannya di masjid-masjid di Riyadh.Halaqah-halaqah ini terus belanjut hingga sekarang ini.30

Dengan kegigihannya ini banyak orang yang simpati dan kagum kepadanya. Sebab, meskipun ia tidak dapat melihat tetapi semangat untuk menyebarkan dakwah memerangi khura ft dan memerangi peradaban Barat yang menyesatkan tidak pernah padam. Dengan kecemerlangannya, ia pun banyak menempati posisi-posisi penting di negeri ini. Pada tahun 1395 ia di angkat oleh Raja Khalid menjadi Ketua Umum Id r t a l-Buhts a l-Ilmiya h wa a l-Ifta wa a d-Da wa h wa a l-Irsyad. Kemudian, setelah terbentuknya Kementrian Urusan Keagamaan Islam, Wakaf, Dakwah, dan Bimbingan Islampada masa30 Ibid.

pemerintahan Khalidia diangkat sebagai seorang Mufti Agung Kerajaan yang kedudukannya setingkat dengan menteri, dan inilah posisi puncak yang Ia pegang hingga akhir hayatnya (1420 H/1999 M).31Sebagai seorang mufti, tentunya ia memiliki banyak hasil karya pemikiran

yang dibukukan maupun tidak. Hasil-hasil pemikirannya juga banyak dimuat dalam berbagai majalah. Berbagai karya ilmiah yang ia hasilkan itu terbagi dalam beberapa bidang, akidah, ibadah, fikih, dan politik.Di antara karya-karyanya adalah, a l-Fa w id al-Jaliyya h f a l-Mabhis a l- Fa rdiyya h, a l-Tahqq wa a l-Idh h li Katsr min Ma s il a l-Ha jj wa a l-Umr ah wa a z-Ziyrah, a l-Ta khdr min a l-Bida , Ris la tni Mujiztni fi a l-Za kah wa a l- Shiy m, al-Aqdah a l-Shahha h wa m Yudhadhuh , a l-Da wa h il Allah wa a khl q a l-Duh, Wujb Tahkm Syar Alla h wa Nubdz m Kh lafuh, a l-Ja w b a l-Mufd f Hukm a t-Ta shwr, dan masih banyak yang lainnya yang terbagi menjadi dua; yaitu risalah besar atau sedang dan risalah kecil (kuta ib).Karya-karya di atas adalah hasil dari fatwa-fatwa yang ia keluarkan berkaitan dengan adanya pertanyaan maupun kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Islam, terutama di wilayah Saudi Arabiah.Sebagai seorang ulama besar, tentunya banyak orang-orang yang senang menimba ilmu darinya. Tidak sedikit orang yang telah berhasil menjadi seorang pejabat pemerintahan, seorang hakim maupun menjadi seorang ulama besar setelah sekian lama menimba ilmu darinya; baik pada waktu berada di Madinah31 Ibid.

maupun di Riyadh. Tercatat ada sekitar lima puluh lima orang muridnya yang berhasil menjadi seorang pejabat dipemerintahan dan peradilan, maupun menjadi seorang ulama yang duduk di lembaga-lembaga fatwa maupun lembaga penelitian Islam. Namun, di antara sekian banyak murid-muridnya, yang sangat menonjol dan memiliki kelebihan tersendiri di mata Ibn Baz adalah; Syeikh Shaleh ibn Abdul Aziz ibn Abdul Wahhab, Muhammad ibn Saad asy-Syuwair,Abdurrahman ibn Saud al-Kabir, Abdullah ibn Muhammad al-Majalli.32

Di mata para ulama dan umat, Ibn Baz tergolong seorang ulama yang istimewa, terutama karena keilmuwannya dalam bidang keislaman serta kewaraannya. Ia adalah orang yang selalu menyeimbangkan antara teori dan praktek, ucapan dan perbutan. Sehingga, pada saat ia wafat, 1420 H, banyak orang yang merasa kehilangan. Dari sederetan panjang karya dan kiprahnya di berbagai forum keagamaan, maka tidak salah bila menempatkan Ibn Baz sebagai salah seorang yang sangat produktif dalam mengeluarkan fatwa-fatwa untuk menjawab berbagai persoalan umat kekiniaan. Bila melihat latar belakang pemikiran, maka tidak diragukan lagi bahwa ia termasuk garda depan pembaharuan hukum yang tetap mengedepankan na sh sebagai landasan utamatanpa mengabaikan kemaslahatan umat.33

32 Abdul Rahman ibn Yusuf ibn Abdul Rahman al-Rahmah, op. cit., h. 163-166.33 Contoh yang menunjukkan bahwa Ibn Baz adalah seorang pembaharu hukum yang lebih mengedapankan na sh dapat dilihat pada contoh-contoh pemikirannya pada bab IV.