kondisi sosial ekonomi keluarga pasca pemutusan …

18
35 KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA * ) (Gunawan dan Sugiyanto ** ) ABSTRACT Economic social condition of the family after employee terminate in textile industry was a research being studied in Bandung district, West Java and Semarang district, Central Java. The aim of this study was to explore the information about the characteristic of the problem and family potency as impact of the employee terminate as well as environmental potency in order to solve the problem. The result of data analysis and information which were collected including: (1) the families were wise enough in facing the economical problem. (2)Potency (industry in community) and natural resources that were available in community were still able to absorb and require the labour. (3) anti poverty program that was specifically intended to the family after employee terminate is not available. However, many programs that were aimed to poor family could be used for the family after employee terminate; these three aspects have been the basic of the setting of empowerment strategy for the family after employee terminate. Keywords: Termination of employment, Poverty Reduction Strategy ABSTRAK Kondisi Sosial - ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja di Industri Tekstil merupakan penelitian kasus di Kabupaten Bandung - Jawa Barat dan Kabupaten Semarang - Propinsi Jawa Tengah yang bertujuan menggali informasi tentang karakteristik permasalahan dan potensi keluarga akibat PHK serta potensi lingkungan untuk pemecahan masalahnya. Analisis terhadap data dan informasi yang terhimpun dapat dikemukakan: (1) Keluarga cukup arif dalam menyikapi permasalahan yang sedang bergejolak ekonomi keluarga. (2) Potensi (Industri yang ada dan kemasyarakatan) dan Sumber daya alam yang tersedia masing memungkinkan untuk menampung dan membutuhkan tenaga. (3) Program anti kemiskinan yang secara khusus menunjuk pada keluarga Pasca PHK belum tampak jelas, tetapi mereka dapat dijadikan sasaran Program yang ditujukan kepada keluarga miskin yang memang sudah cukup banyak; Ketiga aspek tersebut telah mendasari tersusunnya Konsep Model: Strategi Pemberdayaan Keluarga Pasca PHK. Kata-kata kunci: Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) - strategi pengentasan Kemiskinan I. PENDAHULUAN Selama kurun waktu kurang lebih satu dekade, Indonesia telah mengalami dua kali goncangan ekonomi, yakni Krisis Moneter pada akhir tahun 1977 dan Krisis Ekonomi Global pada tahun 2008. Baik secara langsung maupun tidak langsung, kedua bentuk goncangan ekonomi tersebut telah berdampak pada * Makalah ini merupakan sumari dari penelitian Dana Hibah Dikti pada tahun anggaran 2009 ** Gunawan dan Sugiyanto adalah peneliti di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Keasejahteraan Sosial, Kementerian Sosial. Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

Upload: others

Post on 29-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

35

KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGAPASCA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA*)

(Gunawan dan Sugiyanto**)

ABSTRACT

Economic social condition of the family after employee terminate in textile industry was aresearch being studied in Bandung district, West Java and Semarang district, Central Java.The aim of this study was to explore the information about the characteristic of the problemand family potency as impact of the employee terminate as well as environmental potency inorder to solve the problem. The result of data analysis and information which were collectedincluding: (1) the families were wise enough in facing the economical problem. (2)Potency(industry in community) and natural resources that were available in community were still ableto absorb and require the labour. (3) anti poverty program that was specifically intended to thefamily after employee terminate is not available. However, many programs that were aimed topoor family could be used for the family after employee terminate; these three aspects havebeen the basic of the setting of empowerment strategy for the family after employee terminate.

Keywords: Termination of employment, Poverty Reduction Strategy

ABSTRAK

Kondisi Sosial - ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja di Industri Tekstilmerupakan penelitian kasus di Kabupaten Bandung - Jawa Barat dan Kabupaten Semarang- Propinsi Jawa Tengah yang bertujuan menggali informasi tentang karakteristik permasalahandan potensi keluarga akibat PHK serta potensi lingkungan untuk pemecahan masalahnya.Analisis terhadap data dan informasi yang terhimpun dapat dikemukakan: (1) Keluarga cukuparif dalam menyikapi permasalahan yang sedang bergejolak ekonomi keluarga. (2) Potensi(Industri yang ada dan kemasyarakatan) dan Sumber daya alam yang tersedia masingmemungkinkan untuk menampung dan membutuhkan tenaga. (3) Program anti kemiskinanyang secara khusus menunjuk pada keluarga Pasca PHK belum tampak jelas, tetapi merekadapat dijadikan sasaran Program yang ditujukan kepada keluarga miskin yang memangsudah cukup banyak; Ketiga aspek tersebut telah mendasari tersusunnya Konsep Model:Strategi Pemberdayaan Keluarga Pasca PHK.

Kata-kata kunci: Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) - strategi pengentasan Kemiskinan

I. PENDAHULUANSelama kurun waktu kurang lebih satu

dekade, Indonesia telah mengalami dua kaligoncangan ekonomi, yakni Krisis Moneter pada

akhir tahun 1977 dan Krisis Ekonomi Globalpada tahun 2008. Baik secara langsung maupuntidak langsung, kedua bentuk goncanganekonomi tersebut telah berdampak pada

* Makalah ini merupakan sumari dari penelitian Dana Hibah Dikti pada tahun anggaran 2009** Gunawan dan Sugiyanto adalah peneliti di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Keasejahteraan Sosial,

Kementerian Sosial.

Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

Page 2: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

36

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

merosotnya kondisi perekonomian keluarga danmemberikan kontribusi terhadap meningkatnyaangka kemiskinan. Kondisi ini tercermin dari datapada dekade 1976-1996 persentase pendudukmiskin pernah mengalami penurunan yaitu dari40,1% menjadi 11,3%; namun selama kurunwaktu 2 tahun (1996-1998) pada masa krisismoneter, persentase penduduk miskin meningkat24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan InternationalLabour Organization (ILO) memperkirakanjumlah orang miskin di Indonesia mencapai 129,6juta atau sekitar 66,3% (BPS, 1999). Jumlahkeluarga miskin memang sudah banyak yangtelah tertolong dengan berbagai program, namunsecara absolut jumlah penduduk miskin masihtergolong tinggi. BPS (2008) menyebutkan,bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk yangberada dibawah garis kemiskinan) di Indonesiapada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang(15,58 persen). Dibandingkan dengan pendudukmiskin pada bulan Maret 2007 yang berjumlah37,17 juta (BPS 2008). Berarti jumlah pendudukmiskin turun sebanyak 2,21 juta orang.

Dalam kerangka mengatasi permasalahankemiskinan dan pengangguran tersebut,pengembangan industri merupakan salah satualternatif jawaban yang dijadikan pilihan. Di satusisi industri banyak menyerap tenaga kerja dandi sisi lain industri ini telah mampu meningkatkanpendapatan negara yang cukup besar. Industriyang dijadikan prioritas nasional adalah industripadat karya yakni industri tekstil. Industri tekstiladalah industri yang berorientasi ekspor dan telahmenyerap sekitar 1,8 juta pekerja (http://mediadata.co.id Di pasar global, produk tekstilIndonesia masih cukup diperhitungkan. Tahun2006, Indonesia masuk dalam jajaran 10 negarapengekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)terbesar dunia. Indonesia menempati posisikeempat dalam impor TPT di Amerika dengannilai US$ 3,9 miliar. Tahun 2007 kinerja ekspordiperkirakan mencapai US$ 9,9 miliar,peningkatan sekitar 9% dibanding tahunsebelumnya yang US$ 9,2 milyar.Bagaimanapun, industri TPT masih menjadi

penyumbang devisa non-migas terbesar. Dipasar global produk tekstil Indonesia bersaingdengan Vietnam, Cina, dan India.,

Ketika tugas negara dalam mengatasimasalah kemiskinan belum sepenuhnya usaidan keluar dari gelombang krisis moneter,bangsa tersebut telah dihadapkan padagoncangan ekonomi dunia (Krisis EkonomiGlobal). Krisis yang terjadi sejak oktober 2008telah berdampak pada penurunan ekspor nonmigas khususnya ke Amerika dan Eropa.Bambang Prijombodo (2009) mengemukakansejak Oktober 2008 terdapat indikasi sumberpertumbuhan ekonomi mulai melemah. Ekspornon migas pada oktober tahun 2008 turun 8,9persen (m-t-m). Nilai ekspor tesebut menurundrastis mencapai lebih dari 50% pada Januari2009 di angka US$5 miliar, padahal sebelumkrisis terjadi di kuartal IV/2008 RI mampumembukukan rata-rata US$12 miliar perbulan(Rini Widuri Ragillia, 2009).

Secara ekonomi, menurunnya jumlahpermintaan produk (deman) pengusaha akanmengurangi jumlah produksi (supply) yang akanberimbas pada pengurangan jumlah tenagakerja, baik secara langsung dalam bentukPemutusan Hubungan Kerja (PHK), maupunmerumahkan karyawan dengan konsekuensidunia usaha membayar beberapa persen darigaji karyawan yang dirumahkan. Konsekuensilogis dari pengurangan jumlah produk industri,tenaga kerja yang banyak dikurangi adalahtenaga kerja di level menengah ke bawah(bidang produksi). Dalam Rapat Kerja denganKomisi XI DPR tanggal 5 Februari, MenteriNegara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzettamengungkapkan, bahwa krisis ekonomi globalbisa menimpa 200.000 pekerja, jikapertumbuhan ekonomi pada tahun ini hanyamencapai 4,5 persen, http://groups.yahoo.com/group/nasionallist Berkaitan dengan informasiini, Ketua Komite Tetap Fiskal dan MoneterKamar Dagang dan Industri (Kadin) IndonesiaBambang Susetyo mengemukakan, bahwa

Page 3: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

37

pengusaha terpaksa melakukan PHK bilapermintaan terhadap produk mereka terusmenurun. Kemungkinan besar yang bakalmelakukan PHK adalah industri tekstil danproduk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.Industri itu diperkirakan akan memangkas 10persen dari 2,5 juta pekerjanya. (http://www.matabumi.com).

Secara ekonomi3, jelas bahwa PHK dapatmenghentikan proses pemasukan (incomegenerating) keluarga. Karyawan yang di PHKdan keluarganya pada kondisi ini sering disebutsebagai kemiskinan sementara. MenurutDarwin (2005), kemiskinan sementara(transient poverty) adalah kemiskinan yangdialami oleh orang (keluarga) yang sebelumnyatidak miskin, tetapi karena kondisi eksternaltertentu (perang, konflik horisontal masyarakat,bencana alam, kecelakaan, termasuk PHK dansebagainya).

Permasalahan pertama kali dihadapi olehkeluarga yang terkena PHK adalah keluargadihadapkan pada masalah ketidakpastian kapanpenganggurannya berakhir. Realisasi dariperencanaan keluarga sosial keluarga (misalnya:untuk pendidikan anak, membayar angsuran/kredit, bahkan tertutupnya akses keuangan, dan

tidak jarang permasalahan ini akan memberikantekanan psikologis (stress). Sementara itu,kondisi ini belum didukung dengan jaminan sosial4yang memadai dan pekerja tidak mempunyaiposisi tawar yang seimbang dengan pemiliklapangan kerja/modal. Apabila Kondisi keluargaseperti ini berlangsung dalam kurun waktu yangrelatif lama, maka dikhawatirkan dapat menjadikemiskinan kronis (cronic poverty). DampakKrisis tersebut tidak hanya sebatas padapermasalahan PHK tetapi mempunyaiketerkaitan baik secara langsung terhadap orangorang yang menjadi tanggungan (keluarganya),maupun secara tidak langsung kepada lapangankerja (sektor informal) dan jasa yang berfungsisebagai support (pendukung) dalampengembangan industri, seperti penjaja makananjajanan, transportasi dan lain-lain. Jika kondisiini tidak mendapatkan perhatian dan pelayanansecara memadai, dikhawatirkan dapatberdampak pada meningkatnya permasalahansosial dan lebih kompleks5. Sebagai ilustrasi,Zubaedah Hanum dalam Media Indonesia 4Februari 2009 menyebutkan bahwa Krisiskeuangan global ini telah memicu timbulnyakerawanan sosial di beberapa negara sepertiYunani, Lhituania, dan Perancis.

3 Dalam bahasa sehari-hari, istilah ekonomi mengandung banyak arti. Hal ini tentu akan berimplikasi terhadap pembahasanmengenai ekonomi itu sendiri. Pertama ada yang memaknai ekonomi sebagai “cara” melakukan sesuatu, seperti“ekonomi” atau “kalkulasi ekonomi” yang konotasinya adalah efisiensi. Kedua, ada yang memaknai ekonomi sebagai“aktifitas” yang biasanya ditunjukkan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan. Ketiga ada yang melihat ekonomisebagai “institusi” seperti dalam istilah ekonomi pasar atau ekonomi komando. Caporaso dan Levin (1993) dalamDelliarnov, 2009., Ekonomi Politik, Erlangga Jakarta.

4 Memang tidak ada konsep baku tentang bagaimana sistem jaminan sosial di suatu Negara. Tetapi secara umum, seperti yangdiusulkan oleh Bank Dunia dan ILO, system jaminan social haruslah meliputi 3 lapis (tier) jaminan sosial, yaitu: a) bantuansosial (social assistance) yang berfungsi sebagai jarring pengaman (safety net), untuk semua warga Negara. Bantuan sosialmurni berasal dari pengelolaan pendapatan Negara atau penerimaan pajak, diatur oleh Negara, utamanya berbentuk skemabantuan penghasilan terutama untuk lapis masyarakat yang paling membutuhkan; b) asuransi social (social assurance) yangberasal dari kontribusi dari warga, dan dapat dikelola oleh swasta; dan c) jaminan social sukarela (voluntary), biasanya dalambentuk tunjangan pension yang diadakan oleh warga dengan insentif dari pemerintah. (Michael Raper,2008, Negara TanpaJaminan Sosial, Tiga Pilar Jaminan Sosial di Australia dan Indonesia, TURC, Jakarta, hal 2)

5 Dalam mengatasi masalah individual, disiplin psikologi sosial mengenal apa yang disebut dengan coping techniques(teknik-teknik menanggulangi masalah). David Mechanic menyebutnya istilah coping capabilities (kemampuanmenanggulangi). Salah satu teknik penanggulangan itu adalah escape mechanism (mekanisme pelarian dir i), orangmenderita kemiskinan, menganggur, bodoh dan sebagainya akan melakukan berbagai mekanisme psikologis. Umpamanyaperilakunya akan menjadi agresif, mudah tersinggung, suka menyerang otoritas, malas atau memperbanyak tidur. Semuaitu sebenarnya merupakan mekanisme individu untuk melarikan diri dari persoalan. Rakhmat Jalaludin, 1999.,RekayasaSosial, Reformasi atau Revolusi, Remaja Rosda Kaya, Bandung

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (Gunawan & Sugiyanto)

Page 4: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

38

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

Dalam konteks pekerjaan sosial, keluargaadalah sebagai sebuah jaringan sosial alamiahfungsional dan sebagai sistem interaksionalberdimensi resiprokalitas. Sebagai sebuahjaringan sosial alamiah yang fungsional, keluargamerupakan pusat jejaring yang di dalamnyamengandung potensi, kemampuan, dankekuatan yang dapat digunakan sebagai sumberpemecahan masalah yang dihadapi.Pandangan ini juga menganggap, keluargasebagai sumber keberdayaan dan sumberkekuatan bagi anggotanya. Sedangkan sebagaisistem interaksional berdimensi resiprokalitasmemandang, bahwa keluarga terdiri dariberbagai subsistem berupa anggota keluarga,dan masing-masing anggota keluarga secaraalamiah dan kultural telah diberikan fungsi danperan masing-masing. Untuk menjalankanfungsi dan peran tersebut, setiap anggotakeluarga harus saling berhubugan secaradinamis serta menata hubungan sosial denganlingkungan eksternal. Masalah akan muncul,jika dalam anggota terjadi penyumbatan untukmenjalankan peran sebagai akibat kurangkuatnya hubungan resiprokalitas.

Sebagai sebuah lembaga, keluargamempunyai fungsi yang cukup luas terutamasebagai fungsi pelayanan pada setiap anggota.Idealnya sebuah keluarga dapat menjalakanfungsinya (dalam istilah pekerjaan sosial disebutsebagai keberfungsian keluarga). Suharto dkk(2003) mendefinisikan keberfungsian sosialsebagai kemampuan orang (individu, keluarga,kelompok atau masyarakat) dan sistem sosial(lembaga dan jaringan sosial) dalam memenuhi/merespons kebutuhan dasar, menjalankanperanan sosial, serta menghadapi goncangandan tekanan.

Dalam kerangka pelayanan yangkomprehensif, persoalannya adalah bagaimanastrategi untuk mengatasi permasalahankeluarga pasca PHK. Sebagai langkah awal,penelitian ini bertujuan untuk menggali data daninformasi yang berkaitan dengan: (1)Permasalahan dan Potensi keluarga pascaPHK; (2) Potensi yang dapat dimanfaatkan

untuk mengatasi permasalahan keluarga pascaPHK; (3) Komitmen pemerintah daerahterhadap korban PHK. Ketiga aspek dimaksudakan dijadikan sebagai bahan acuan untukpenyusunan strategi pelayanan keluarga pascaPHK khususnya di lingkungan Industri tekstil.

Lokasi penelitian kasus ini ditentukansecara purposive dengan pertimbangan wilayahindustri tekstil yang terjadi PHK karyawansecara massal yakni 2 wilayah yakni:Kabupaten Bandung - Provinsi Jawa Barat danKabupaten Semarang - Provinsi Jawa Tengah.Kedua Propinsi tersebut merupakan sentraindustri tekstil utama di Indonesia. Issue dandata, sumber informasi dan teknik penggaliandata dapat dilihat pada matrik berikut:

Pendekatan yang dilakukan dalampenelitian ini adalah pendekatan kualitatifdengan metode deskriptif. Menurut HadariNawawi (1983) analisis deskriptif dapatdiartikan sebagai prosedur pemecahan masalahyang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain)pada saat sekarang berdasarkan fakta yangtampak atau sebagaimana adanya. Dalamkerangka ini tidak hanya terbatas padapengumpulan dan penyusunan data, tetapimeliputi analisis dan interpretasi tentang artidata tersebut.

II. HASIL PENELITIANDaerah yang dijadikan lokasi penelitian

adalah (1) Kecamatan Dayeuhkolot -

Issue dan data Sumber Pengumpulan data 1. Permasalahan dan

potensi keluarga PHK Keluarga Tokoh masyarakat dan

aparat desa/kelurahan

Wawancara FGD

2. Potensi lingkungan yang dapat dipergunakan untuk penanganan masalah

Tokoh masyarakat dan Aparat desa/kelurahan Intansi sektoral Industri

FGD Wawancara Wawancara

3. Komitmen Pemerintah Daerah dalam penanganan masalah pengangguran (PHK)

Instansi sektoral Tokoh masyarakat dan

Aparat desa kelurahan Industri

Wawancara FGD Wawancara

Page 5: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

39

Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat dan(2) Kecamatan Bawen - Kabupaten SemarangProvinsi Jawa Tengah. Secara prinsip, keduadaerah tersebut mempunyai karakteristik tidakjauh berbeda. Sebelum daerah tersebutditentukan sebagai wilayah pengembanganIndustri, daerah tersebut adalah potensial untukpengembangan pertanian dan baik untukpengembangan industri pertanian. Kondisitopografi tanah di dua wilayah ini sangat subur.Dalam kerangka industrialisasi, produk yangdihasilkan tidak hanya industri yang mengolahbahan baku menjadi barang jadi siap pakai,tetapi juga dibarengi dengan pengembanganindustri kecil dan agroindustri.

Dalam perkembangan industri,Dayeuhkolot termasuk sebagai wilayah yangtelah cukup lama yakni sejak tahun 1947 diwilayah ini berdiri industri yang pertama kali,yaitu Pabrik Tekstil Patal Banjaran. Kehadiranpabrik tekstil ini, kemudian disusul pulamunculnya beberapa pabrik lain, seperti Adetek,yang berdiri pada tahun 1972, sedangkan dikecamatan Bawen telah dibangun Industritekstil berskala internasional pada tahun 1988yakni KANINDOTEX (Kanigoro IndonesiaTekstil) dan telah berganti nama PT APACInti Corpora (AIC) pada tahun 1995.

Di era krisis ekonomi global, beberapaindustri tekstil yang berada di dua daerahtersebut telah mengalami kelesuan ataucenderung kolaps, bahkan beberapa industribesar telah mengalami gulung tikar atau pailit.Karyawan pada Industri yang telah dinyatakanPailit dan masih aktif adalah tenaga keamananyang bertugas menjaga aset yang dimilikiperusahaan. Industri yang dijadikan sasarandalam penelitian ini adalah industri yangmengalami penurunan produksi tetapi masihaktif berproduksi. Dalam penelitian ini industriyang dikunjungi adalah Industri Adeteks danAPAC INTI CORPORA (AIC). Sebagaiilustrasi, Jumlah tenaga kerja secarakeseluruhan sebelum terjadi PHK sebanyak10529 orang. Menurut Manager APAC Inti

jumlah tenaga kerja yang ideal adalah 8000orang. Jumlah tenaga kerja yang masih kerjasebanyak 7068 orang sedangkan yang telah diPHK sebanyak 3461, jumlah tenaga kerja yangrawan sebanyak 250 orang. Rata-rata usiatenaga kerja yang di PHK 35tahun.

Pokok bahasan penelitian ini secara khususlebih terfokus pada 3 aspek yakni: (1)Permasalahan dan potensi keluarga; (2) Potensilingkungan yang dapat dipergunakan untukpenanganan masalah sosial tersebut; (3)Komitmen Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten) dalam penanganan masalah sosial-ekonomi keluarga pasca PHK. Berdasar datadan informasi yang terhimpun dari penelitianini dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Permasalahan dan potensi keluargaAspek yang dijadikan sebagai pokok

bahasan tentang Permasalahan dan PotensiKeluarga Pasca PHK pada dasarnyamempunyai keterkaitan erat dengankemampuan keluarga dalam memenuhi/merespons kebutuhan dasar, menjalankanperanan sosial, serta menghadapi goncangandan tekanan. Berdasar data dan informasi yangterhimpun dari penelitian ini dapat dikemukakansebagai berikut:

1.1. Kemampuan dalam memenuhikebutuhan dasar

Kemampuan keluarga dalam pemenuhankebutuhan dasar berkaitan erat dengan usia,pendidikan, keterampilan, dan relasi sosial.Aspek-aspek dimaksud umumnya telahdijadikan sebagai tuntutan managemenkhususnya untuk pekerjaan di sektor formal.Berdasar data hasil penelitian ini dapatdikemukakan sebagai berikut.

Keluarga yang dapat dijumpai dalampenelitian ini umumnya adalah keluarga muda.Dari aspek usia, umumnya anggota keluargayang terkena PHK berusia 30 tahun ke atas.Dari 60 orang yang dijumpai dalam penelitian

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (Gunawan & Sugiyanto)

Page 6: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

40

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

ini hanya 16 orang (26,7%) yang berusiadibawah 30 tahun. Usia antara 30-40 tahunsebanyak 31 orang (51,7%) dan yang usia 40tahun lebih sebanyak 13 orang atau 21,6%. Dariaspek pendidikan umumnya adalah pendidikanmenengah ke bawah, kondisi ini tercermin dari14 orang berpendidikan SD, 25 orangberpendidikan SLTP dan SLTA/sederajatsebanyak 19 orang, sedangkan yangberpendidikan S1 hanya 1 orang. Kondisi iniberkaitan dengan pekerjaan yang lebih banyakmenggantungkan fisik.Hal tersebut tercermindari sebagian besar (73,3%) responden adalahoperator spin, 7 orang teknisi (11,7%) dansisanya adalah cleaning service, security(keamanan), Supir, dan Dari 60 orang hanyasebagian kecil (5,0%) yang berkaitan denganpengendalian/managemen (2 orang kepalabagian serta 1 orang supervisor).

Ditinjau dari lamanya keluarga berdomisili,pada umumnya keluarga yang terkena PHKtelah berdomisili lebih dari 5 tahun. Sebagianbesar adalah penduduk asli dalam satukabupaten. Mereka adalah orang yang sangatmengenal lingkungan sosial, baik lingkungansosial di daerah tempat tinggal maupunlingkungan tempat kerja. Kondisi ini tentunyasangat menguntungkan. karena mereka tinggaldi satu daerah yang saling berdekatan dengankeluarga besar (kerabat). Di sisi lain selamatinggal di daerah tersebut sudah cukup banyakhubungan dengan komunitas disekitar tempat

tinggal mereka yang dapat dijaring. Kedekatanhubungan, baik hubungan keluarga maupunhubungan dengan tetangga tersebut tercermindari perhatian tokoh masyarakat yang tergerakhatinya untuk ikut mengatasi masalah PHK.Sebagai ilustrasi tindakan Pak Suparjan(sebagai Guru SMP dan tokoh masyarakatDesa Harjosari) yang menghubungi relasi diIndustri Kayu Lapis di Kabupaten Temanggungsetelah mengikuti FGD. Hasilnya, adakesediaan Industri tersebut untuk merekrutbeberapa orang PHK sesuai dengan kriteriayang diajukan.

Uraian di atas menunjukan bahwakeluarga yang terkena PHK mempunyai potensibesar untuk mengakses pekerjaan terutamapekerjaan yang lebih mengandalkan fisikdengan kompensasi rendah. Kebanyakanmereka telah dapat memperoleh pekerjaankembali atau mempunyai kegiatan usaha dalamkurun waktu kurang dari tiga bulan, walaupunpekerjaan yang dilaksanakan ada unsurketerpaksaan / desakan ekonomi. Jenispekerjaan yang dijadikan pilihan keluarga iniumumnya adalah jenis pekerjaan yang relatifcepat didapat, seperti kerja serabutan atau glidig(jawa), yakni jasa fisik (misalnya membersihkanhalaman, menggarap sawah, buruh bangunan)yang dibutuhkan baik secara individu maupunkelembagaan. Pada prinsipnya pekerjaantersebut dianggap halal dan dapat secara cepatmenghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan

Tabel 1Perbedaan Jenis pekerjaan Keluarga

Sumber: data primer

No Sebelum PHK F % Sesudah PHK F % 1 Operator 45 73.3 Kerja serabutan/glidig 17 28,3 2 Teknisi 7 11.7 Dagang/wirausaha 9 15.0 3 Pemimpin bagian 2 3.3 Penjahit 2 3.3 4 cleaning service 2 3.3 Sales marketing 1 1.7 5 Security 1 1.7 Beternak 2 3.3 6 Supir 2 3.3 Guru agama (mengaji) 1 1.7 7 Supervisor 1 1.7 Ikut orgasnisasi SPSI 1 1.7 8 Tidak bekerja 27 45.0

Total 60 100.0 Total 60 100.0

Page 7: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

41

dasar /pokok. Hal ini dapat dilihat dariperbandingan pekerjaan untuk menopangkehidupan keluarga yang dilakukan sebelum dansesudah PHK terjadi.

Dari angka pada tabel tersebut terlihatbahwa keluarga yang belum mendapatpekerjaan cukup banyak (45,0%). Dalamkerangka mengatasi permasalahan dihadapi,mereka lebih banyak menggunakan pendekatanspiritual6. Mereka masih mengharapkan kondisiperekonomian segera pulih dan dapat bekerjakembali di sektor formal. Bagi keluarga yangsudah bekerja, jenis pekerjaan yang merekalakukan adalah pekerjaan dengan upah yangtidak menentu, artinya mereka tergantung padaorang atau lembaga yang memberikanpekerjaan dan berada dalam posisi tawar yanglemah.

Ditinjau dari penghasilan yang di dapat atashasil pekerjaan sesudah PHK, kondisi merekamasih relatif sangat jauh dari harapan.Sementara itu jika dibandingkan penghasilanyang diperoleh sesuai Upah Minimal Kabupaten(UMK)7, maka penghasilan yang merekaperoleh masih banyak yang masih jauh di bawahUMK. Jumlah keluarga yang memperolehpendapatan dibawah UMK mencapai lebih dari30%. Secara normatif, gaji tersebut tidak dapatmemenuhi kebutuhan dasar seperti ketika dalamkondisi normal, terlebih lagi jika yang terkenaPHK adalah keluarga yang suami dan istribekerja dalam satu perusahaan. Sebagai ilustrasikeluarga Margo (suami istri) terkena PHKmengatakan: "kados pundi pak, kolo suami istrinyambut damel kemawon tasih pas-pasan,punopo malih kulo lan rencang istri sak meniko

sampun dipun PHK, lajeng kangge nyekapikebetahan keluargo tasih kirang punopo malihtasih dibebani angsuran kredit koperasi lan biayasekolah lare ingkang kedah dibayar lan mbotensaget dipun semayani..". dalam artian harfiahdapat diterjemahkan: Bagaimana pak, pada saatsuami istri bekerja saja masih pas-pasan, apalagisaya dan istri sekarang sudah di PHK, untukmencukupi kebutuhan keluarga saja masihkurang, apalagi kita .masih dibebani angsurankredit koperasi dan biaya sekolah yang harussegera dibayar dan tidak dapat ditangguhkan.

Untuk sementara waktu, Pak Margosudah dapat pekerjaan sebagai marketingDealer Yamaha. Penghasilannya tergantungdari persentase produk yang dapat terjualmelalui Pak Margo. Sedangkan untukmenunjang kegiatannya Pak Margo hanyamendapat uang bensin Rp.10.000,- . Ilustrasidari penghasilan keluarga pak Margo tersebut,juga dialami oleh beberapa keluarga yang suamiistri terkena PHK.

Khususnya bagi keluarga yang telahmendapat uang pesangon (walaupun dibayarsecara bertahap setiap bulan tergantung masakerja), goncangan ekonomi keluarga belumbegitu terasa. Namun bagi yang belummendapat uang pesangon, goncangan ekonomitersebut sudah mulai dirasakan. Kondisikeluarga yang belum mendapat uang pesangontersebut diperparah dengan cicilan utang Bankkarena kredit motor, barang kebutuhan rumahtangga yang tidak dapat ditundapembayarannya. Penghasilan yang diperolehkeluarga pasca PHK dapat dilihat pada tabelberikut.

6 Salah satu cara yang bisa dipergunakan untuk menanggulangi masalah individual adalah pendekatan religius. Berikut inihanya contoh belaka Ketika orang dipecat dari pekerjaannya, kita katakan kepadanya “Anda sedang diuji oleh Tuhan.Hampir semua orang saleh pernah diuji Allah lewat pelbagai musibah. Dan semua ujian ini untuk mengetahui iman Anda.Makin berat ujian yang Anda terima makin tinggi iman Anda. Rakhmat Jalaludin, 1999.,Rekayasa Sosial, Reformasiatau Revolusi, Remaja Rosda Kaya, Bandung

7 UMK di Bandung pada tahun 2008 sebesar Rp. 950.0000, sedangkan UMK tahun 2009 ada kenaikan sebesar 1.050.000,.UMK di Kabupaten Semarang pada pada tahun 2008 sebesar Rp. 672,000,- tahun 2009 ada kenaikan menjadiRp.759.000,-. Namun realisasi dari UMK yang dipergunakan baik di Bandung maupun di Semarang masih mempergunakanUMK tahun 2008

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (Gunawan & Sugiyanto)

Page 8: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

42

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

Jika dicermati, kondisi keluarga pascaPHK merupakan keluarga rentan8 yang dapatmenimbulkan permasalahan sosial. Keterbatasanpenghasilan ini akan berdampak padapengurangan pemenuhan kebutuhan untukmakan, pendidikan anak, dan membuyarkanrencana keluarga. Kemampuan mereka untukkeluar dari permasalahan relatif sulit. Pada kasusini, pendapatan (hasil), keterampilan danpendidikan yang rendah merupakan suatu matarantai. Keduanya saling berkaitan dan salingberpengaruh.

Dalam kerangka alih profesi, umumnyamereka masih mengantungkan (berharap) agaruang pesangon dapat segera dibayarkan, karenadana tersebut akan dipergunakan sebagai modaldan membayar (menutup kredit) agar jeratanbunga tidak terlalu besar. Sebagian besar

(68,3%) belum menerima jaminan asuransi,sedangkan yang telah mendapat jaminan baru19 orang (31,7%) dari Asuransi Tenaga Kerja9

dan pesangon (kompensasi) dari perusahaan.Bagi yang telah mendapatkan uang pesangondan Astek agak sedikit longgar. Informasi inimengindikasikan bahwa mereka adalah orangyang sulit untuk keluar dari masalah. Uangpesangon yang dibayarkan secara berkala tiapbulan cenderung dimanfaatkan untuk kebutuhanyang sifatnya konsumtif untuk biaya hidupsehari-hari.

Secara ekonomi, perencanaan keluargamenjadi berantakan. Kondisi ini tercermin daribiaya angsuran (kredit) yang terputus, sehinggabarang rumah tangga yang dapat dijadikansebagai aset harus dijual karena tidak mampumembayar angsuran. Keinginan untuk berusaha(buka warung, makanan jajanan) akan tertundadan atau bahkan diurungkan karena dana yangdiharapkan turun secara berkala.

Salah satu fungsi dari keluarga yangberkaitan erat dengan sosial psikologis adalahfungsi ekonomi. Ketidak-berfungsian keluargabidang ekonomi merupakan faktor yangdominan berpengaruh dan tidak menguntungkanterhadap kesejahteraan keluarga khususnyaperkembangan hubungan sosial dalam rumahtangga. Seorang suami yang seharusnya

No Penghasilan perbulan f % 1 < Rp. 200.000 1 1,7 2 Rp. 200.001 - Rp. 400.000 15 25,0 3 Rp. 400.001 - Rp. 600.000 3 5,0 4 p. 600.001 - Rp. 800.000 3 5,0 5 Rp. 800.001 - Rp. 1.000.000 3 5,0 6 > Rp. 1.000.000 2 3,3 7 tak menentu 8 13,3 8 tidak ada 25 47,7

Tabel 2.Penghasilan keluarga pasca PHK

8 Konsep keluarga rentan (vulnerable people) pada dasarnya mengacu pada konsep risiko, yaitu risiko seseorang yang saat initidak miskin dan di kemudian hari akan jatuh menjadi (menurunkan derajat sosial ekonomi) Faktor-faktor risiko yangmempengaruhi seseorang menjadi miskin antara lain (1) hilang atau berkurangnya penghasilan atau pendapatan, baik karenaPHK, rugi atau pailit usahanya, jatuh sakit berat; (2) hilang atau berkurangnya aset yang dimiliki akibat bencana alammaupun bencana sosial; (3) meningkatnya pengeluaran akibat tingginya biaya kesehatan, kecelakaan. Jika seseorang tidaklagi memiliki pendapatan maka dalam jangka waktu tertentu besar kemungkinan akan jatuh miskin, tidak lagi mampumemenuhi kebutuhan dasarnya. Pekerja yang di-PHK dalam jangka waktu tertentu tidak lagi memiliki penghasilan akanberisiko menjadi miskin.

9 Kepala bidang Pemasaran PT Jamsostek Cabang Ungaran Sudiono, mengatakan pada Januari 2009 PT Apac Inti Corpora(AIC) melaporkan ke Jamsostek sebanyak 3.023 karyawan yang terkena PHK. Sementara Februari dilaporkan sebanyak325 karyawan yang di-PHK. “Tiap hari rata-rata 200-250 orang yang mengambil dana jaminan hari tua. Dana yangdikeluarkan setiap harinya mencapai Rp 500 juta karena per orang rata-rata menerima Rp 2,5 juta. Jamsostek sudahmembayarkan jaminan hari tua kepada 1.895 orang dengan nominal uang sebesar Rp 4,8 miliar,” ungkapnya, Jumat (6/3).Menurut Sudiono, rata-rata karyawan PT AIC yang terkena PHK memiliki masa kerja diatas 5 tahun. Sehingga mereka sudahbisa mengambil dana jaminan hari tua. Jaminan hari tua mulai dibayarkan Februari kemarin karena masa tunggu pengambilanJHT satu bulan setelah terkena PHK.Masa tunggu pengambilan JHT tersebut, jelas Sudiono, diatur dalam peraturan pemerintah(PP) No 01/2009 perubahan atas PP No 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.Sebelum ada perubahan PP, masa tunggu pengambilan JHT adalah enam bulan setelah PHK.

Page 9: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

43

menjadi pelindung bagi istri dan anaknyaseringkali bertindak kurang arif dalammenyikapi persoalan, bahkan seringkali adakecenderungan bahwa perilakunya mengarahpada tindakan kekerasan atau yang seringdisebut sebagai kekerasan dalam rumah tangga(KDRT). Menurut pandangan Tokohmasyarakat pada saat FGD mengemukakan

"Korban PHK ada yang frustasi, bahkan bagitenaga kerja wanita akibat PHK bisa menjadi salahsatu jenis permasalahan sosial yang disebut menjadiwanita rawan sosial ekonomi, stres, bahkan ada yangmelacurkan diri. Hal tersebut diketahui dari laporanwarga bahwa ada warganya yang menderita penyakitHIV. Penderita tersebut diduga adanya warga ekskorban PHK yang mencari uang untuk memenuhikebutuhan pokok dengan cara melacurkan diri. Selainitu sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga(KDRT), karena mereka tidak siap atau tidak punyakeahlian yang memadai untuk mencari nafkah".

1.2 Kemampuan Keluarga dalamPelaksanaan Peran SosialKemampuan peran sosial yang dimaksud

dalam penelitian ini dapat dilihat dari frekuensikeikutsertaan keluarga dalam berbagai aktivitasyang diselenggarakan di lingkungannya. Daridata yang terhimpun dalam penelitian ini dapatdikemukakan sebagai berikut:

1.2.1. Keterlibatan dalam kegiatanpertemuan rapat RT/RW.

Sebagian besar keluarga (74,4%) pernahmengikuti kegiatan pertemuan RT/RWsedangkan sisanya (26,6%) menyatakan tidakpernah, namun yang selalu mengikuti/hadirdalam setiap pertemuan RT/RW (dari 74,4%)hanya sebesar 21,7%. Kehadiran keluarga

dalam pertemuan RT/RW ini juga tercermin darisebagian besar (65,0%) keluarga yang tidakpernah mengikuti arisan yang diselenggarakanRT/RW. Dalam kehidpan spiritual, sebagianbesar (81,7%) keluarga yang dijumpai masihaktif mengikuti kegiatan keagamaan sepertipengajian, persekutuan doa, dan ikut arisan didalam perkumpulan tersebut. Pelaksanaanperan sosial kemasyarakatan ini juga tercermindari keikutsertaan mereka dalam kepanitiaankegiatan sosial, gotong royong, perayaan haribesar nasional, pertandingan olah raga danberbincang dengan tetangga. Jika ditelusuri,orang yang selalu hadir dalam pertemuantersebut adalah aktivis RT/RW (Ketua RT danseksi). Mereka adalah orang-orang yang sudahterbiasa dengan aktivitas tersebut.

1.3 Strategi Keluarga dalammenghadapi goncangan dan tekanan

Dalam tata kehidupan dan penghidupanmasyarakat, setiap keluarga tidak akan terlepasdari permasalahan (goncangan dan tekanan).Permasalahan yang dimaksud di sini dapatberupa permasalahan ekonmomi maupun sosial.Setiap keluarga pada umumya telah mempunyaipengalaman hidup untuk survive dalamberbagai kondisi. Dalam istilah pekerjaan sosialsering disebut sebagai Coping strategy. Setiapkeluarga sebagai suatu lembaga sosial terkecilpasti mempunyai manajer dengan seperangkataset yang ada di seputar diri danlingkungannya10.

Dalam rangka menanggapi goncangan dantekanan ekonomi, pada dasarnya mereka penuhoptimis dan mempunyai strategi yang cukuphandal. Strategi dalam menghadapi permasalahankeluarga, merupakan salah satu indikator

10 Strategi dalam menghadapi goncangan dan tekanan ekonomi yang dilakukan oleh keluarga dapat dikelompokkandalam dua bentuk yakni strategi yang bersifat pasif dan strategi yang bersifat aktif. Strategi yang bersifat pasiftercermin dari penekanan/pengetatan pengeluaran biaya hidup, yaitu mengurangi pengeluaran kebutuhan hidup keluarga(misalnya pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, biaya sosial, transportasi, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhansehari-hari lainnya). Sedangkan strategi yang bersifat aktif adalah optialisasi potensi diri dan lingkungannya untukmengatasi masalah yang dihadapi.

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (Gunawan & Sugiyanto)

Page 10: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

44

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

variabel potensi mereka. Dalam konteks inimereka tidak hanya dipandang sebagai sesuatuyang statis, tetapi mempunyai dinamika sesuaidengan tantangan dan perubahan sosial.Umumnya dinamika dan mobilitas merekadalam pekerjaan relatif tinggi. Kondisi initercermin dari 66,7% keluarga mengatasipermasalahan tersebut antara lain dalam bentukberdoa dan dan terus berusaha untuk mencaripekerjaan. Perhatian mereka lebih terfokuskepada kegiatan yang berhubungan denganpencarian nafkah

Tingginya dinamika sosial keluarga ini jugatercermin dalam pemanfaatan jaringan sosialyang mereka miliki. Jaringan yang dimaksudadalah relasi sosial mereka, baik secara informalmaupun formal dengan lingkungan sosialnya danlingkungan kelembagaan. Pemanfaatan jaringanini terlihat jelas dalam mengatasi masalahekonomi dengan pinjam uang kepada orangterdekat (terutama pada saudara, tetangga,teman kerja), hutang di warung terdekat, bahkanada yang pinjam uang ke rentenir, sedangkanyang berusaha mencari pinjaman di bank hanya1,7%. Kondisi ini menunjukkan, bahwa di antaramereka mempunyai solidaritas yang kuat dansaling percaya. Tampaknya teman merupakantumpuan untuk memperoleh pertolongan dansebagai tempat pertama yang akan dituju apabilamereka mengalami masalah. Relasi sosialmereka tidak hanya sebatas di bidang ekonomi,tetapi mencakup bidang-bidang yang lain,misalnya dalam peningkatan mental spiritual.Kegiatan ini merupakan strategi yang bersifataktif untuk memperoleh dukungan emosional.

Konsekuensi Logis dari perolehan hasilyang sangat minim tersebut akan memaksakeluarga untuk melakukan pengetatanpengunaan uang terutama untuk untuk kebutuhanhidup. Satu hal yang lebih memprihatinkanadalah, strategi tersebut dapat berdampak padapenurunan kualitas anak sebagai sumber dayamanusia masa depan. Strategi pengetatandimaksud antara lain antara lain:

1.1.1 Pengetatan biaya kebutuhanmakan

Dalam kerangka pengelolaan keuangan,sebagian besar dari keluarga yang dijumpaidalam penelitian ini pernah bahkan sering kalimelakukan pengetatan bahkan penguranganbiaya makan. Penurunan biaya makan baikkualitas maupun kuantitas ini dapat berpengaruhburuk terhadap tingkat kesehatan anggotakeluarga khususnya anak yang sedang dalamkondisi tumbuh dan berkembang. Secarakuantitas, pengetatan makan dilihat dari segifrekuensi makan perhari (umumnya orangmakan sehari 3 kali) tetapi karena kondisiekonomi maka ada kemungkinan makan sehari2 kali. Sedangkan dari segi kualitas, adalahpengurangan atau penurunan menu makanyang biasanya dilakukan adalah mengurangijenis lauk pauk. Dari data yang terhimpun dalampengetatan biaya makan ini dapat dilihat daripenelitian ini umumnya keluarga akanmelakukan pengetatan biaya makan sedangkanyang tidak pernah melakukan biaya pengetatanhanya ada 2 keluarga.

1.1.2 Pengetatan biaya pendidikananak

Anak sebagai generasi penerus dan pemilikmasa depan yang perlu disiapkan sebaikmungkin. Perhatian terhadap pendidikan danpengembangan anak pada dasarnya telahmenjadi komitmen pemerintah terutama untukmembebaskan biaya pendidikan bagi anakkhhususnya untuk pendidikan di tingkat dasar9 tahun. Sedangkan untuk keperluan sekolahanak (iuran wajib sekolah, seragam,transportasi, dan buku) masih menjadi bebankeluarga. Dalam kerangka penyiapan anaktersebut peran keluarga berpengaruh besar.Namun dalam kondisi perekonomian keluargayang sedang mengalami krisis ada beberapaaspek kebutuhan anak dan kemudahan anakyang kurang dan atau tidak dapat dipenuhi olehorang tua. Dari data yang terhimpun, sebagianbesar (68,3%) keluarga telah melakukan

Page 11: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

45

pengetatan biaya untuk pendidikan anak,sedangkan yang tidak pernah melakukanpengetatan ada 19 orang (31,7%). Pengetatanbiaya yang berkaitan dengan biaya pendidikanini juga dilakukan oleh 87,8% keluarga yangmengurangi biaya transportasi anak.Pengetatan biaya transportasi pendidikan initentunya dapat berpengaruh pada kemampuanfisik anak dalam proses belajar mengajar,karena anak sudah cukup lelah setelahmenempuh perjalanan pergi-pulang sekolah,

Sadar ataupun tidak, seorang anak pastiakan tahu jika orang tuanya terlambat ataubahkan tidak mampu bayar iuran sekolah, uangtransport dikurangi, uang jajan ditiadakan.Secara psikologis, anak mempunyai rasapercaya diri dan bangga atas dirinya jikaseorang anak mempunyai kondisi danperlakuan yang sama dengan anak lainterutama anak yang berada di lingkungannya.Bagi anak dari keluarga yang sedang mengalamikrisis ekonomi, seringkali terjadi hambatan sosialpsikologis untuk peningkatan prestasi belajar,bahkan dapat berakibat pada terputusnyapendidikan anak (dropout).

Strategi dalam menghadapi goncangan dantekanan ekonomi yang ditentukan oleh keluargalebih banyak kerugiannya (beresiko) dari padakeuntungan. Strategi pinjam uang (terlebih lagihutang pada rentener) akan beresiko tinggi bagipenurunan kondisi perekonomian keluarga.Pengetatan biaya makan dan biaya kebutuhanpendidikan anak, dapat berdampak padaprestasi belajar anak. Penekanan biaya makandan transportasi pendidikan anak dapatmenurunkan kualitas fisik dan psikologis anakyang sedang tumbuh dan berkembang serta

dapat mengurangi konsentrasi anak dalamproses belajar anak dan semangat belajar anakdi rumah. Hal yang lebih dikhawatirkan darimenurunnya kualitas fisik anak adalah jika anakmengalami sakit justru pengeluaran biaya untukkesehatan lebih besar. Sadar ataupun tidak,bahaya dari penentuan strategi ini adalahterjadinya Jebakan Kemiskinan Keluarga11.

2. Potensi yang dapat dipergunakanuntuk penanganan masalah PHK

2.1. Industri GarmentKetika terjadi krisis ekonomi global, industri

yang mengalami goncangan paling berat adalahindustri tekstil terutama untuk pangsa pasar diAmerika dan Eropa. Berbeda dengan IndustriProduk Tekstil (IPT) seperti perusahaan dibidang Garment yang mempunyai pangsapasar di kawasan Timur. Pada saat ini IPT justrumengalami peningkatan permintaan hasilproduksi yang cukup besar, sehinggaperusahaan ini membutuhkan tenaga kerjadalam jumlah besar. Dalam kerangkamengatasi masalah PHK di Industri Tekstil,permintaan tenaga kerja di IPT merupakanpeluang besar untuk penyaluran tenaga kerja,karena Garment adalah industri padat karya.Walaupun pekerjaan di Industri Tekstil denganpekerjaan di IPT membutuhkan keterampilanyang berbeda, namun untuk alih profesi padapekerjaan tersebut tidak sulit. Pejabat DinasSosial Tenaga Kerja dan TransmigrasiKabupaten Semarang, Sri Wityastutiningsih,mengemukakan:

mereka adalah orang yang tekun danterbiasa dengan pekerjaan yang membutuhkan

11 Harry Seldadyo Gunardi, (1996: 73) Proses marginalisasi ekonomi rakyat dari circel pengambilan kebijakan dankehidupan ekonomi telah melahirkan pelbagai bentuk kepincangan yang terlihat dalam tiga bentuk, yakni (1) inputyang diakses, (2) output yang dihasilkan, dan (3) kompensasi yang diterima. Jalaludin Rakhmat (1999) dalamRekayasa Sosial, Reformasi atau revolusi mangemukakan, bahwa produktivitas yang rendah menimbulkan pendapatanyang rendah, pendapatan yang rendah menyebabkan pendidikan yang rendah, Pendidikan yang rendah mengakibatkankualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah. Kualitas SDM yang rendah menyebabkan produktivitas yang rendah;dan terus begitu. Rangkaian tersebut sering disebut sebagai vicious circle atau “lingkaran setan” kemiskinan.

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (Gunawan & Sugiyanto)

Page 12: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

46

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

ketelitian, sehingga hanya membutuhkan sedikitsentuhan keterampilan di bidang garment dankami punya program tersebut, namun yangmenjadi persoalan adalah banyak tenaga kerjayang di PHK yang tidak bisa alih profesikarena kriteria usia yang dibutuhkanperusahaan garment adalah tenaga usia muda.

Terkait dengan pelatihan tersebut, Industriyang relatif besar yang tergolong maju umumnyatelah dilengkapi dengan fasilitas untukpengembangan sumber daya manusia. PT AICmempunyai tempat pelatihan yang diberi namaGriya Pelatihan APAC (GRIPAC). Materipelatihan yang disediakan di GRIPAC antara lainVocational Training dan General service. PelatihanVocational Training terdiri dari Tekxtile ProductKnoledge, Spining Operation Training, WeavingOperation Training, Garment Training . Generalservice terdiri dari pelatihan AchievementMotivation Training, Wining Team Building,leadership in Effective Team, SupervisorManagement, Training of Trainer, ComputerTraining, Assessment Centre, Fire and Safety,Export Import Training. Pelatihan untukpengembangan sumber daya manusia yangdikembangkan GRIPAC tersebut telah dipercayaoleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi,sekolah-sekolah kejuruan. Dalam kerangkapemberdayaan, beberapa jenis pelatihan tersebuttelah ditawarkan AIC kepada karyawan yang diPHK, namun penawaran perusahaan mendapattanggapan (tidak ada yang berminat untukmengikuti pelatihan), karena mereka mempunyaipandangan tidak secara langsung menghasilkanuang, sedangkan kebutuhan yang harus segeradipenuhi adalah pekerjaan.

2.2. Kelembagaan di LingkunganIndustri

Di dalam Industri telah dibentuk beberapalembaga yang mengikat anggotanya (antarkaryawan, baik secara vertikal maupunhorizontal). Lembaga dimaksud adalah Koperasi,Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan Ikatankeluarga karyawan, sebagai contoh Ikatan

Keluarga AIC. Tujuan pembentukan Lembagatersebut adalah untuk peningkatan jaringan sosial.Peran lembaga tidak hanya sebatas padapenyelesaian masalah hubungan kerja antarkaryawan dan management, tetapi termasukpermasalahan sosial yang dialami olehkaryawannya. Eksistensi (keberadaan) lembagadi lingkungan industri masih mendua (berperanganda). Di satu sisi keberadaan lembaga harusberpihak atau membela kepentingan/kebutuhankaryawan perusahaan. Di sisi lain, lembaga harusdapat berperan untuk membela kepentinganperusahaan, karena anggota kunci yangmenduduki posisi dalam lembaga adalah orangyang mempunyai posisi di perusahaan cukup baik(misalnya di devisi Human ResourcesDevelopmen/HRD). Lembaga sebagaipengendali untuk meredam gejolak karyawan jikaterjadi permasalahan hubungan antara karyawandengan manajemen (sebagai bumperperusahaan). Itulah sebabnya di Indonesia sulitterjadi gejolak yang luar biasa akibat PHK karenatelah terbentuknya floating mass /massamengambang dari buruh karena lembaga yangdibentuk sebagai wadah organisasi karyawanadalah bentukan perusahaan. Scoot mengatakanbahwa resistensi aktif sangat sulit terjadi karenaharus ada organisasi, ideologi dan pemimpin yangkuat serta terbentuknya kesadaran sejati (trueconciousness). Dan di Indonesia untukmembentuk resistensi pasif saja sulit karena tidakada true conciousness tersebut yang ada adalahfalse conciousness (kesadaran palsu) sehinggaketika ada iming-iming tertentu maka akanlangsung gampang diredam (Oetami Dewi: 2006).

2.3. Solidaritas MasyarakatPengejawantahan dari manusia sebagai

makhluk sosial adalah setiap manusia (individu)tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial(masyarakat). Dalam tata kehidupan danpenghidupan masyarakat telah terbangunkonstruk nilai tentang hidup bersama yangbersumber dari agama maupun adat, yakniadanya gotong royong, tolong menolong. Dalamkondisi normal (sebelum di PHK), mereka

Page 13: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

47

adalah orang yang aktif di lingkungan masyarakat,baik di bidang perkumpulan arisan RT,Keagamaan, olahraga. Mereka cukup dikenal dansaling mengenal di lingkungan masyarakat.Sebagai ilustrasi, dalam pencarian sumberinformasi penelitian ini, dengan suka citamasyarakat menunjukkan dan mengantarkebeberapa sumber informasi. Kondisi hubungansosial yang baik diantara warga masyarakat inimerupakan potensi besar dalam penyebarluasaninformasi khususnya yang berkaitan denganpekerjaan atau keterampilan yang dimiliki masing-masing individu. Hasil interaksi di antara anggotamasyarakat ini juga tercermin dari bantuan yangdiberikan dalam bentuk mendengarkan persoalan/kesulitan tetangga, pemberian pinjaman, bahkansampai pada penyaluran tenaga kerja bagikeluarga yang di PHK. Kedekatan hubungan, baikhubungan keluarga maupun hubungan dengantetangga tersebut tercermin dari perhatian tokohmasyarakat yang tergerak hatinya untuk ikutmengatasi masalah PHK. Sebagai ilustrasitindakan Pak Suparjan (sebagai Guru SMP dantokoh masyarakat Desa Harjosari) yangmenghubungi relasi di Industri Kayu Lapis diKabupaten Temanggung setelah mengikuti FocusGroup Discussion (FGD). Hasilnya, ada kesediaanIndustri tersebut untuk merekrut beberapa orangyang diPHK sesuai dengan kriteria yang diajukan.

2.4. Potensi AlamSelama industrialisasi ini berlangsung, banyak

tenaga kerja (muda) yang berada di wilayah iniberalih pekerjaan dari pertanian ke industri,sehingga sektor pertanian semakin banyakberkurang, karena pertanian konvensional(tradisional) tidak segera mendatangkan uang.Ketika industri mengalami krisis bahkan kolap,sektor pertanian dan peternakan dapat dijadikansebagai salah satu alternatif pilihan. Itupun dalamketerpakasaan karena tidak ada alternatif lain,

meskipun adanya kelangkaan lingkungan(environment scarcity) terhadap lahan pertanianjuga merupakan faktor lain banyaknya tenagamuda pertanian yang beralih ke industri.

3. Komitmen pemerintah daerah (kota/kabupaten) dalam penangananmasalah sosial - ekonomi keluargapasca PHK.Penanggulangan masalah Pemutusan

Hubungan Kerja pada dasarnya telah dijadikanagenda dunia. Kondisi ini tercermin darikonsentrasi beberapa agenda tingkat duniayang membahas masalah kemiskinan seperti:World Summit in Social Development yangmenggelar Deklarasi dan Program Aksi untukPembangunan Sosial di Copenhagen padatahun 1995. Konferensi Asia Afrika yangdiselenggarakan 18-24 April 2005 di Bandungjuga menempatkan kemiskinan, pengangguran,dan pengucilan sosial sebagai masalah krusial.

Dalam kerangka penanggulanganmasalah sosial kemiskinan keluarga, banyakkebijakan anti kemiskinan yang telahdiputuskan oleh Pemerintah, baik melaluiprogram yang secara langsung maupun tidaklangsung ditujukan kepada keluarga miskin.Program yang ditujukan secara langsungantara lain, Program Nasional PemberdayaanMasyarakat (PNPM), Bantuan LangsungTunai (BLT), Program Keluarga Harapan(PKH) dan berbagai jenis programpemberdayaan masyarakat. Kebijakan danProgram12 yang secara khusus ditujukankepada keluarga yang terkena PHK padadasarnya telah ada sejak tahun 2004. Programanti kemiskinan khususnya yang ditujukanuntuk keluarga pasca PHK dari pemerintahini dapat dilihat dalam Rencara Strategi(Renstra) Departemen Sosial tahun 2005-2010. Konsentrasi sasaran pemberdayaanadalah kemiskinan kronis dan kemiskinan

12 Dalam model hierarki kebijakan publik ada tiga lapisan kelembagaan yaitu pada (1) level konstitusi (2) level pemerintah,dan (3) level operasional. Sehubungan dengan tiga lapisan kelembagaan dimaksud , juga ada tiga tingkatan kebijakanpublik, yaitu: (1) tingkatan kebijakan, (2) tingkatan organisasi (institusi atau aturan main, dan (3) tingkatan implementasi(untuk evaluasi dan umpan balik). Delliarnov, 2009., Ekonomi Politik, Erlangga Jakarta)

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (Gunawan & Sugiyanto)

Page 14: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

48

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

sementara yang diakibatkan oleh bencanaalam, bencana sosial (konflik), dan PHK.Implementasi Kebijakan pelayanan kepadamasyarakat miskin (kemiskinan sementara) diinstansi sosial (Pusat dan Daerah) masihterkonsentrasi pada kemiskinan sementara yangdisebabkan oleh bencana alam, yaknipemberdayaan keluarga pasca bencana alam,sedangkan program pelayanan yang ditujukansecara khusus untuk korban PHK. Meskipun tidakmenutup kemungkian bahwa sasaran yangterjaring dalam program pemberdayaan adalahkeluarga yang diPHK. Sebagai ilustrasi,Dinsonakertran Kabupaten Semarangmerealisasikan dana pemberdayaan masyarakatyang bersumber dari cukai rokok, yakni pajak yangdibebankan kepada masyarakat perokok.Pemberian stimulan berupa peralatan untukpengembangan usaha keluarga dari DinasPerindustrian.

Penanganan korban PHK di KementerianSosial melekat pada program pemberdayaanfakir miskin. Jika dicermati, program initentunya kurang sesuai. Alasannya, kondisifakir miskin dengan korban PHK tentunyatidak sama. Korban PHK mempunyaipengetahuan dan keterampilan sesuai denganpengalaman dalam bidang pekerjaannya. Jikadilihat dari penghasilannya, baik fakir miskinmaupun korban PHK mungkin tidak adaperbedaan, a tau bahkan korban PHKbeberapa saat memperoleh hasil Nol rupiah.Tetapi aset dan akses yang dimiliki olehKorban PHK pasti akan berbeda.

Dalam kerangka penanganan kasus PHK,Dinas Transmigrasi lebih bersifatmenjembatani dan atau memfasilitasi

perundingan antara Perusahaan danKaryawan selama proses PHK. Programyang ditujukan secara khusus untukpmberdayaan Komitmen Pemerintah DaerahCq Dinas Sosial Tenaga Kerja danTransmigrasi memang belum ada, tetapi adaprogram yang berkaitan dalam pengembanganketrampilan. Di beberapa Daerah Tingkat II(Kabupaten/Kota), Dinas Sosial telahdigabung dengan Dinas Tenaga Kerja danTransmigrasi. Salah satu keuntungan daripenggabungan kedua lembaga tersebut adalahpenanganan masalah sosial keluarga pascaPHK lebih terkonsentrasi dan dapatmenghindari terjadinya overlaping.

Salah satu klausul tentang pesangonperusahaan/industri bagi tenaga kerja yang diPHK dalam Undang Undang No 13 tahun 2003tentang Ketenagakerjaan, telah berdampakpada perekrutan tenaga kerja melalui lembagaOutsourching, bahkan pemanfaatan lembagaini tidak hanya pada pemanfaatan tenaga levelmenengah ke bawah di perindustrian, tetapisudah merambah pada lembaga Perbankan.Di satu sisi, Pemanfaatan tenaga kerja darilembaga outsourcing ini merupakan salahsatu strategi yang ditempuh perusahaan/industri untuk menghindarkan diri dari jeratanuang pesangon yang harus diberikan kepadakaryawan yang di PHK. Di sisi lain, kondisiini akan memperlemah posisi tawar menawartenaga kerja.

Sejak diterbitkannya Undang-Undang No40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT)yang mewajibkan setiap PT untuk melaksanakanCoorporate Social Responcibility (CSR) ataudalam terminologi lokal disebut sebagai TanggungJawab Sosial Dunia Usaha13. Realisasi CSR

13 Pentingnya tanggung jawab sosial tersebut Jorgensen, Gilbert & Harry (1981: 351):” dalam Mujiyadi dkk, mengemukakan Today, Peoplein business, the social work profession, industry, labor an government are beginning to acknowledge that only significantly increasedproductivity will enhandce the nation, ability to provide housing for the poor, jobs for the minorities, medical care for the aged, and abetter standard of living for all”. Sonny Keraf (1991) juga mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial dunia usaha terhadap relasisekunder bertanggung jawab atas operasi dan dampak bisnis terhadap masyarakat pada umumnya, atas masalah-masalah sosial seperti:lapangan pekerjaan, pendidikan, prasarana sosial, pajak dan sebagainya. Dari segi tuntutan bisnis dan tuntutan etis, tanggung jawab sosialperusahaan merupakan suatu tuntutan yang semakin dirasakan relevansinya dalam operasi bisnis modern, hanya saja pelaksanaankonkritnya diserahkan kepada setiap pelaku bisnis sesuai dengan situasi yang dihadapinya.

Hasil penelitian Mujiyadi dkk. Menunjukkan bahwa Bentuk-bentuk tanggung jawab tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa jenissecara bertingkat sebagai berikut: (1) Pengalokasian dana untuk kegiatan sosial yang bersifat insidental (2) Kegiatan sosial dan dukungandana yang berifat insidental (3) Penganggaran dana untuk kegiatan sosial yang bersifat rutin (dimasukkan dalam bagian manajemenindustri); (4) Kegiatan sosial dan dukungan dana yang bersifat rutin (masuk dalam bagian manajemen industri) (5) Membentuk lembagayang secara khusus untuk melaksanakan pembangunan sosial yang mereka beri nama Community Development (CD).

Page 15: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

49

mempunyai keterkaitan dengan realisasikewajiban dari penyisihan dana 1%keuntungan perusahaan/industr i untukpembanguan sosial. Dalam kerangkapelaksanaan CSR tersebut, beberapaperusahaan/industri besar telah membentukUnit yang secara khusus disebut UnitCommunity Developmet (Unit CD).Umumnya, pengelola CD adalah karyawan,sehingga realisasi dari kegiatan CD lebih banyakbersifat karitatif.

III. PENUTUP

1.1 KesimpulanKeluarga cukup arif dalam menyikapi

permasalahan ekonomi keluarga yang sedangbergejolak. Walaupun satu peran (ekonomi)sedang terganggu, dan secara psikologismendapat tekanan, tetapi mereka masihmenjalankan fungsi-fungsi keluarga secarawajar. Mereka masih mampu meredam gejolakdan tekanan dalam diri seorang ayah maupunibu. Apapun keputusan yang ditentukan olehkeluarga akan selalu dihadapkan padakonsekuensi dan resiko. Kemampuan merekadalam menghadapi gejolak ekonomi tersebuttidak terlepas dari harmoni lingkungan sosialyang telah mereka bangun (keluarga besar/kerabat, masyarakat di permukimannya, danlingkungan teman sekerja). Lingkungan sosialtelah memberikan kontribusi yang cukup besardalam mengatasi masalah keluarga, namunpertanyaannya adalah sampai kapan merekaterus mensuport keluarga yang di PHK.

Potensi untuk penanganan masalah sosialekonomi keluarga pasca PHK (baik alam,Industri dan kemasyarakatan) masih tersediacukup besar. Sumber daya alam yang tersediamasih memungkinkan untuk menampung danmembutuhkan tenaga. Di setiap daerah yangdijadikan sebagai sentra dan Zona industri,umumnya tidak terbatas pada satu industri yangmemproduksi satu produk, tetapi di wilayahtersebut juga dikembangkan industri yang

produksinya cukup variatif. Hubungan baik(hasil interaksi) di antara anggota masyarakatmerupakan modal sosial dalam mengatasipermasalahan keluarga.

Program anti kemiskinan di lingkunganinstansi sektor di daerah (baik Provinsi maupunKabupaten/Kota) yang secara khususmenunjuk pada keluarga Pasca PHK belumtampak jelas. Program yang ditujukan kepadakeluarga miskin memang sudah cukup banyakdan sasaran program tersebut dapat berasal darikeluarga yang di PHK. Jika pelayanan kepadamasyarakat dengan program yang tidakdiperuntukkan secara khusus pada masalahmasyarakat tersebut, maka jumlah sasaranyang terjaring sangat sedikit dibanding denganjumlah peyandang masalah (tidak efisien).Sementara itu Program anti kemiskinan baikdari pemerintah maupun berasal dari Industri(CSR) masih berjalan sendiri sesuai dengankepentingan masing-masing pihak.

1.2 RekomendasiTenaga kerja yang di PHK merupakan

sumber daya manusia yang potensial. Merekaadalah orang yang mempunyai pengetahuandan keterampilan dan pengalaman kerja yangcukup. Program pelayanan yang seharusnyadiperlukan adalah program pemberdayaansosial bagi keluarga pasca PHK. Oleh karenaitu, pelayanan kepada korban PHK sebaiknyadiberikan tempat tersendiri dan terpisah denganprogram penanganan Fakir Miskin.

Dalam kerangka penangananpermasalahan sosial keluarga pasca PHK adatiga kekuatan besar yang terdiri dari Pemerintah(public sector), Dunia Usaha/industri (privatsector), dan kelompok dalam masyarakat(collective action sector). Ketiga sektortersebut pada dasarnya telah mempunyaiprogram yang berkaitan dengan penangananmasalah pengangguran atau peningkatantenaga potensial, namun ketiga sektor tersebutmasih berjalan secara terpisah (ego sektoral)

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (Gunawan & Sugiyanto)

Page 16: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

50

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

sesuai dengan kepentingan masing-masingsektor. Dalam kerangka optimalisasi hasilpelayanan, maka langkah awal yang diperlukanadalah membangun kesamaan persepsi masing-masing sektor, siapa melakukan apa, kapanpelaksanaannya, di mana dilaksanakan sesuaiperan dan fungsi masing-masing sektor.

STRATEGI PEMBERDAYAANKELUARGA PASCA PHK

Keterangan:1. Persamaan persepsi: Public sector, Privat

sector dan Collectif action sectormerupakan tiga serangkai (threepartide)dalam menghadapi berbagai permasalahan.Ketiga unsur tersebut harus mempunyai (1)kesamaan persepsi tentang PHK dan upayapenanggulangannya, (2) kesadaranterhadap peran dan fungsi masing masingsektor.

2. Penguatan Potensi kepada masyarakat(keluarga) agar lebih mampu dalammenghadapi goncangan ekonomi.

3. Pengorganisasian masyarakat.4. Kemitraan dari ketiga unsur akan menjadi

suatu kekuatan besar dalam peningkatankeberdayaan keluarga

***

Page 17: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

51

DAFTAR BACAAN

Badan Pusat Statistik, 2008., Profil Kemiskinan di Indonesia 2008. Jakarta.

Darwin, M. Muhadjir (2005); Memanusiakan Rakyat: Penanggulangan Kemiskinan SebagaiArus Utama Pembangunan, Benang Merah, Yogyakarta.

Delliarnov, 2009., Ekonomi Politik, Erlangga Jakarta.

Departemen Sosial RI, 2005., Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan: ProgramPemberdayaan Fakir Miskin Tahun 2006-2010. Jakarta.

Dewi Oetami, 2006, Resistensi Monografi, Sosiologi UI Press, Jakarta.

Effendi Nur Tajudin (2000), Pembangunan, Krisis, dan Arah Reformasi , MuhammadiyahUnivercity Press, Yogyakarta.

Harahap Khomarudin (1985) Sosiologi Keluarga, Nur Cahaya Jakarta.

Horton, B. Paul & Chester, Hunt. L.,1984, Sosiologi: Jilid I, edisi ke 6; Terjemahan: AminuddinRam dan Tita Sobar; Erlangga, Jakarta.

Jalaludin, Rakhmat, 1999.,Rekayasa Sosial, Reformasi atau Revolusi, Remaja Rosda Kaya,Bandung

Keraf, Sonny (1991). Etika Bisnis, Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, Kanisius,Yogyakarta.

Mujiadi, B dan Gunawan (2002). Pengaruh Tanggung Jawab Industri Terhadap SikapMasyarakat Atas Keberadaan Industri, Departemen Sosial Jakarta.

Soekanto, S. (1995), Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta.

Soetomo, 2006.,Strategi Strategi Pembangunan masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Suharto, Edi. (1997). Pembangunan, Kebijakan Sosial & Kebijakan Sosial: Spektrumpemikiran, LSP-STKS, Bandung.

Sumodiningrat, Gunawan (2007) Pemberdayaan Sosial: Kajian Ringkas TentangPembangunan Manusia Indonesia, Kompas Media Nusantara, Jakarta

Prijombodo, Bambang, 2009, Perlu Langkah Cepat dan Terarah, Kompas Jumat 6 Februari2009

Goode, J. William, 1985. Sosiologi Keluarga, Bina Aksara Jakarta

Heni Rahayu, 2009., Malaysia Memulangkan 100 ribu TKI Tahun Ini, dalam Media Indonesia 5Februari 2009

Rini Widuri Ragillia, 2009, Proteksi Pasar Jangan Setengah Hati, Media Indonesia, Kamis 19Februari 2009.

Zubaedah Hanum, 2009. Krisis Picu Kerawanan Sosial, Dana Stimulus Capai Rp 500 Triliun,dalam Media Indonesia 4 Februari 2009

Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Pasca Pemutusan Hubungan Kerja (Gunawan & Sugiyanto)

Page 18: KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA PASCA PEMUTUSAN …

52

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

Yuni Suwarto dan Aris Santoso (1995), Ekonomi Rakyat Antara Gagasan dan Realita,Sekretariat Bina Desa/INDRRA, Jakarta.

http://BPS.go.id.

http://www.kontan.co.id.

http://mediadata.co.id.

http://groups.yahoo.com/group/nasional-list/message

http://www.matabumi.com.

http://detikislam.com

http://mediadata.co.id.

http://www.portalhr.co.

http://www.kapanlagi.com.

http://bandungkab.go.id