konsep inti bab 5

33
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi sila ke 4 Pancasila mengatakan: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Kalimat ini mengandung 3 kandungan pokok yaitu Pertama, kerakyatan merupakan objek yang bersifat umum. Diharapkan para petinggi negara dan kebijakan atau perundangan yang dibuat dapat berpihak kepada rakyat. Serta memberikan kesempatan yang lebih baik bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan, tanpa mendekatkan mereka dengan (konflik) politik. Kedua, dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, rakyat pada dasarnya terserah dan mengikuti pemimpin. Hikmat adalah sesuatu yang apabila digunakan atau diperhatikan akan menghalangi terjadinya keburukan sehingga mendatangkan kebaikan dan kemudahan. Dan diharapkan pemimpin Negara ini bijaksana. Ketiga, permusyawaratan perwakilan. Permusyawaratan adalah pembeda yang paling mendasar dibandingkan dengan demokrasi karena permusyawaratan merupakan kuasa atau pengganti pembuatan segala keputusan. Maka dalam demokrasi permusyawaratan yang telah dikandung dalam prinsip Negara ini, diharapkan pemerintah dapat

Upload: andywijaya123

Post on 11-Aug-2015

187 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Inti Bab 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunyi sila ke 4 Pancasila mengatakan: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Kalimat ini mengandung 3 kandungan

pokok yaitu Pertama, kerakyatan merupakan objek yang bersifat umum. Diharapkan para

petinggi negara dan kebijakan atau perundangan yang dibuat dapat berpihak kepada rakyat.

Serta memberikan kesempatan yang lebih baik bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses

pembuatan kebijakan, tanpa mendekatkan mereka dengan (konflik) politik.

            Kedua, dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, rakyat pada dasarnya terserah dan

mengikuti pemimpin. Hikmat adalah sesuatu yang apabila digunakan atau diperhatikan akan

menghalangi terjadinya keburukan sehingga mendatangkan kebaikan dan kemudahan. Dan

diharapkan pemimpin Negara ini bijaksana.

            Ketiga, permusyawaratan perwakilan. Permusyawaratan adalah pembeda yang paling

mendasar dibandingkan dengan demokrasi karena permusyawaratan merupakan kuasa atau

pengganti pembuatan segala keputusan.

Maka dalam demokrasi permusyawaratan yang telah dikandung dalam prinsip Negara

ini, diharapkan pemerintah dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang mendasari sikap

demokratisasi sehingga menciptakan suatu Negara yang melibatkan rakyatnya dalam

memajukan Negara Indonesia tercinta ini.

1.2 Tujuan

Tujuan dari mengetahui Demokrasi Permusyawaratan yang juga berhubungan dengan

Pancasila dalam sila yang keempat, yaitu demokrasi permusyawaratan menyediakan wahana

bagi perwujudan semangat kekeluargaan dan keadilan sosial di bawah bimbingan hikmat-

kebijaksanaan. Hal ini juga dipertimbangkan dengan tradisi gotong-royong masyarakat

Indonesia, watak multikultural kebangsaan Indonesia, dan pengalaman keterjajahan yang

Page 2: Konsep Inti Bab 5

ditimbulkan oleh kolonialisme sebagai perpanjangan dari kapitalisme dan individualisme. Itu

semua membuat masyarakat mengetahui cita-cita kerakyatan dan permusyawaratan.

Demokrasi permusyawaratan juga bertujuan agar rakyat mendapatkan kebajikan dan

kesentosaan masa depan. Selain itu demokrasi permusyawaratan dipandang sebagai nostrum,

obat bagi segala masalah kebangsaan.

Demokrasi yang berdasarkan nilai persatuan dan keadilan, dituntut untuk dapat melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas

persatuan dengan mewujudkan keadilan social bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Demokrasi yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan

yang adil dan beradab bertujuan untuk para penyelenggara Negara dalam memelihara budi-

pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.

Page 3: Konsep Inti Bab 5

BAB 2

KONSEP INTI

2. 1 Perspektif Historis

Menurut Hatta, setidaknya ada tiga sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi

dalam kalbu bangsa Indonesia, terutama di lingkungan para pemimpin pergerakan. Pertama,

tradisi kolektivisme dari permusyawaratan desa. Kedua, ajaran Islam menuntut kebenaran

dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antara manusia sebagai makhluk

Tuhan. Ketiga, paham sosialis Barat, yang menarik perhatian para pemimpin pergerakan

kebangsaan karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibelanya dan menjadi tujuannya

(Hatta, 1992: 121).

Stimulus Demokrasi Desa

Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,

memang merupakan fenomena baru di negeri ini, yang muncul sebagai ikutan dari formasi

negara Republik Indonesia Merdeka. Dalam pandangan Tan Malaka, paham kedaulatan

rakyat sebenarnya sudah tumbuh sejak lama di bumi Nusantara. Menurut analisis

Hatta,demokrasi asli Nusantara itu dapat terus bertahan di bawah feodalisme karena di

banyak tempat Nusantara, tanah sebagai faktor produksi yang terpenting bukanlah kepunyaan

raja, melainkan dimiliki bersama oleh masyarakat desa.

Kelima analisir demokrasi asli itu: rapat, mufakat, gotong-royong, hak mengadakan

protes bersama dan hak menyingkir dari daerah kekuasaan raja, dipuja dalam lingkungan

pergerakan nasional sebagai pokok yang kuat bagi demokrasi sosial, yang akan dijadikan

dasar pemerintahan Indonesia merdeka di masa datang.

Stimulus Islam atas Demokrasi

Dalam pandangan Soekarno, pengaruh Islam di Nusantara membawa transformasi

masyarakat feodal menuju masyarakat yang lebih demokratis. Dalam perkembangannya,

Hatta juga memandang stimulus Islam sebagai salah satu sumber yang menghidupkan cita-

cita demokrasi sosial di kalbu para pemimpin pergerakan kebangsaan. Prinsip Tawhid adalah

Page 4: Konsep Inti Bab 5

paham persamaan (kesederajatan) manusia di hadapan Tuhan, yang melarang adanya

perendahan martabat dan pemaksaan kehendak/pandangan antarsesama manusia.

Penyejarahan nilai-nilai demokratis sebagai pancaran prinsip Tawhid itu dicontohkan

oleh Nabi Muhammad sejak awal pertumbuhan komunitas politik Islam di Madina, dengan

mengembangkan cetakan dasar dari apa yang kemudian dikenal sebagai “bangsa”. Menurut

Madjid (2003), pengertian “bangsa” (nation) itu dalam bahasa Arab sering diungkapkan

dengan istilah “ummah” (ummatun, umat), sedang konvergensi seluruh komunitas bangsa ke

dalam suatu kesatuan politik dan tatanan hidup bersama disebut “al-Umam al-Muttahidah”

(umat-umat bersatu).

Stimulus Barat atas Demokrasi

Masyarakat Eropa memiliki akar demokrasi yang panjang. Dalam pemahaman yang

lazim berkembang, istilah demokrasi, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu

“demos” yang berarti rakyat dan “kratos/cratein” yang berarti pemerintahan. Pertumbuhan

nasionalisme dan demokrasi di dunia Barat bersahutan dengan perkembangan industrialisasi

dan ekspansi kapitalisme. Konsekuensinya bukan hanya menimbulkan konflik internal

antarkelas dalam suatu negara-bangsa, melainkan juga konflik eksternal antarnegara-bangsa

dalam ekspansi kapitalisme, untuk memperebutkan sumber daya dan pasar. Konflik eksternal

ini pada gilirannya meluber ke luar dunia Barat, melahirkan kolonialisme di Asia, Afrika, dan

Amerika Latin. Kehadiran kolonialisme Eropa, khususnya Belanda, di Indonesia, membawa

dua-sisi dari koin peradaban Barat: sisi represi imperialisme-kapitalisme dan sisi humanisme-

demokratis.

Negosiasi antarsumber Nilai menuju Demokrasi-Sosialistik

Sumber inspirasi dari anasir demokrasi desa, ajaran Islam, dan sosio-demokrasi Barat,

memberikan landasan persatuan dari keragaman, bahwa dengan segala keragaman ideologi-

politik yang dikembangkan, yang bercorak keagamaan maupun sekuler, semuanya memiliki

titik-temu dalam gagasan-gagasan demokrasi sosialistik (kekeluargaan), dan secara umum

menolak individualisme.

Dari perspektif golongan Islam, idealisasi terhadap gagasan demokrasi-sosialistik itu

diwakili oleh pandangan H.O.S. Tjokroaminoto, dari perspektif golongan sekuler, hal ini

diwakili oleh pandangan Tan Malaka, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir.

Page 5: Konsep Inti Bab 5

Pandangan H.O.S. Tjokroaminoto

Dalam Islam dan Sosialisme (1924; 1951) dan juga tulisan-tulisan lainnya, Tjokro

menguraikan kesalinghubungan antara paham sosialisme dengan ajaran Islam. Pertama, dia

mencoba menguraikan dasar-dasar sosialisme yang ada di dalam ajaran Islam, kedua, dia

berusaha menunjukkan bahwa perintah atau anjuran di dalam Islam memiliki ciri yang

bersifat sosial, ketiga, Islam juga mewajibkan para penganutnya untuk selalu memerhatikan

sesama manusia dengan membantu mereka yang lemah dan membutuhkan pertolongan,

keempat, prinsip persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan merupakan prinsip yang

integral di dalam ajaran Islam sejak dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Tjokro

mengidealiskan prinsip-prinsip demokrasi-sosial sebagai dasar perjuangan Islam dan dasar

kehidupan bernegara.

Pandangan Tan Malaka

Dalam pandangannya, bentuk negara yang dicita-citakan bangsa Indonesia bukanlah

sebuah negara monarki, yang kedaulatannya berada di tangan seorang raja. Baginya, bentuk

negara republik adalah cita-cita yang harus diperjuangkan oleh seluruh bangsa Indonesia,

karena dengan bentuk ini, rakyat akan memiliki kedaulatan atas negara. Untuk menjamin

kedaulatan rakyat dalam republik, menurutnya, perlu dijaga keseimbangan kekuasaan dengan

membaginya menjadi tiga: pertama, kekuasaan untuk membuat undang-undang yang

diberikan pada badan legislatif. Kedua, kekuasaan untuk menjalankan undang-undang yang

diberikan pada badan eksekutif. Dan ketiga, kekuasaan untuk mengawasi undang-undang

yang diberikan pada badan yudisial. Dalam gagasan republikanisme Tan Malaka, demokrasi

yang dikembangkan bercorak sosialistik yang menekankan kerjasama. Dalam pemikirannya,

individualisme dan perpanjangannya dalam bentuk kapitalisme secara apriori ditolak.

Pandangan Soekarno

Gagasan demokrasi dengan semangat kekeluargaan (gotong-royong) lebih kuat

diartikulasikan oleh Soekarno. Penekanannya atas semangat kekeluargaan ini terancam

setidaknya sejak dia menerbitkan tulisan pada 1926 yang berjudul “Nasionalisme, Islam, dan

Marxisme”. Tulisan ini mengidealiskan pentingnya pertautan di antara tiga kekuatan

revolusioner yang disebutnya sebagai “Roh Asia” (Spirit of Asia), yang menjadi nyawa

pergerakan rakyat di Indonesia. Ketiga kekuatan tersebut, menurutnya, meskipun maksudnya

sama, mempunyai tiga sifat: Nasionalistis, Islamistis, dan Marxistis. Soekarno menekankan

Page 6: Konsep Inti Bab 5

perlunya bangsa kita memiliki konsepsi nasionalisme dan demokrasinya sendiri, yang dia

namakan sebagai “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”.

Sosio-nasionalisme yang dia maksudkan adalah semanagat kebangsaan yang

menjunjung tinggi perikemanusiaan ke dalam dan keluar, “yang tidak mencari ‘gebyarnya’

atau kilaunya negeri keluar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia”.

Adapun sosio-demokrasi adalah demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial, yang tidak

hanya memedulikan hak-hak sipil dan poilitik, melainkan juga hak ekonomi.

Pandangan Mohammad Hatta

Gagasan demokrasi sosial dalam konteks Indonesia mendapatkan formulasi secara

lebih jelas dari Mohammmad Hatta. Pergulatannya yang intens dengan tradisi demokrasi di

Eropa, penyelidikannya atas praktik sosio-demokrasi, serta penghayatannya atas tradisi

permusyawaratan dan gotong royong dari masyarakat desa (khususnya nagari) di Indonesia,

menjadi latar yang kuat dalam mengkonseptualisasikan model demokrasi yang cocok bgi

masa depan bangsanya. Salah satu proses penting dalam demokrasi menurut Bung Hatta

adalah soal prinsip kedaulatan rakyat. Yang dimaksudkan kedaulatan rakyat adalah bahwa

kekuasaan untuk mengatur negeri berada di tangan rakyat.

Salah satu institusi penting dari demokrasi dalam menjembatani aspirasi rakyat ke

dalam pemerintahan adalah partai politik. Partai politik, menurut Hatta, adalah sarana untuk

mengorganisasikan opini publik agar rakyat bisa belajar dan merasakan tanggungjawab

sebagai warga dari sebuah negara anggota dari sebuah masyarakat. Semakin baik kemampuan

partai dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana aspirasi, semakin tinggi pula rasa

keterlibatan rakyat dalam pemerintahan. Hatta menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia

tidak mengenal paham individualisme sebagaimana yang ada di Barat. Oleh karena itu, model

demokrasi yang dikembangkan hendaknya bukan demokrasi yang sekedar menjiplak budaya

masyarakat Barat secara mentah-mentah, melainkan demokrasi yang cocok dengan karakter

keindonesiaan sendiri, yakni demokrasi kekeluargaan berlandaskan permusyawaratan.

Pandangan Sutan Sjahrir

Sjahrir adalah figur yang paling muda dan sekaligus paling liberal, karena

perhatiannya yang lebih besar pada kebebasan individu. Paham sosialisme yang diusung oleh

Sjahrir adalah paham yang tetap menghormati kemerdekaan dan kebebasan invidu dengan

rasionalitas yang dimiliki namun juga harus peduli pada masalah bersama sebagai makhluk

Page 7: Konsep Inti Bab 5

sosial. Sjahrir mendukung sistem parlementer yang dipandangnya sebagai wujud pengabdian

pada perkembangan kemanusiaan. Sjahrir juga berkeyakinan bahwa sistem demokrasi

parlementer adalah syarat yang harus dipenuhi untuk sampai pada negara kesejahteraan.

Dengan segala variasi pemikirannya, tokoh-tokoh pendiri bangsa tersebut memiliki

persamaan dalam idealisasinya terhadap demokrasi yang bercorak sosialistik. Demokrasi

yang memperjuangkan keseimbangan pencapaian kebebasan, kesetaraan (keadilan) dan

persaudaraan (kekeluargaan), dalam semangat permusyawaratan.

Demokrasi dalam Perumusan Pancasila dan Konstitusi

Kedaulatan rakyat penting dalam semangat kekeluargaan (permusyawaratan).

Ungkapan ini diungkapakan oleh Muhammad Yamin ketika meletakkan dasar kedaulatan

rakyat sebagai tujuan kemerdekaan dan permusyawaratan. Dari ungkapan para anggota

rakyat, intinya adalah asas permusyawaratan penting dan harus adanya kekeluargaan di

negara.

Pengertian Negara Indonesia ialah, teori yang dapat dinamakan teori integralistik.

Negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi

menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Soekarno menyampaikan

pidatonya pada Rapat Besar 1 Juni 1945. Dalam uraiannya mengenai dasar falsafah Negara

Indonesia merdeka (philosofiscche granslag), dia memasukkan prinsip “mufakat atau

demokrasi” sebagai dasar ketiga.

Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu

Negara untuk satu orang, bukan satu Negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya.

Tetapi kita mendirikan Negara “semua untuk semua”, “satu untuk semua”, “semua untuk

satu”. Permusyawaratan diharapkan dapat dibimbing oleh semangat kekeluargaan

berdasarkan hikmah kebijaksanaan agar dapat mencapai sintesis yang bermutu bagi kebaikan

semua. Hasil prinsip demokrasi dalam Pidato Soekarno menempati urutan ke-3, lalu

mengalami pergeseran menjadi prinsip (sila) keempat dari dasar Negara (Pancasila).

Redaksinya disempurnakan menjadi. “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan / perwakilan”.

Pokok yang ketiga yang terkandung dalam ‘Pembukaan’ ialah Negara yang berkedaulatan

rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistem

Negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas Kedaulatan Rakyat

Page 8: Konsep Inti Bab 5

dan berdasarkan permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat

masyarakat Indonesia. Roeslan Abdoelgani menyatakan bahwa toleransi yang dikehendaki

Pancasila adalah suatu kompromi dalam konteks toleransi yang positif karena senantiasa

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Demokrasi dengan semangat musyawarah-mufakat

inilah yang akan mewarnai rancang-bangun ketatanegaraan Indonesia dalam pembahasan

yang terkait dengan Rancangan Undang-Undang Dasar.

Semangat demokrasi musyawarah-mufakat ini selaras dengan arus utama pemikiran

politik Indonesia saat itu yang mengidealisasikan konsepsi Negara kekeluargaan. Konsepsi

Negara kekeluargaan ini tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea terakhir yang

mengandung kehendak untuk “membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Dengan kata

lain, suatu bentuk pemerintah Negara yang mengatasi paham perseorangan dan golongan.

Demokrasi dalam semangat permusyawaratan- kekeluargaan diidealkan sebagai salah satu

prinsip nasional. Demokrasi pada umumnya dipandang sebagai tujuan yang harus dicapai

ketimbang sekadar sebagai sarana. Demokrasi identik dengan kebajikan dan kesentosaan

masyarakat masa depan. Demokrasi dipandang sebagai nostrum, obat bagi segala masalah

kebangsaan. Hal ini berimplikasi bahwa semua tindakan yang mengarah pada ideal-ideal

kehidupan kebangsaan dipandang sebagai ekspresi demokrasi.

2.2 Perspektif Teoretis-Komparatif

Menurut Abraham Lincoln secara sederhana mendefinisikan demokrasi sebagai ”

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” (government of the people, by

people, and for the people). Pemerintahan demokratis itu memerlukan prasyarat yang

mendukung sedikitnya tiga ide pokok sebagai berikut:

1. Kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat yang diperintah (the nation that a

government deriving its powers from the consent of the governed).

2. Kekuasaan itu harus dibatasi (limited government).

3. Pemerintah harus berdaulat (sovereign), artinya harus cukup kuat untuk dapat

menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien.

Page 9: Konsep Inti Bab 5

Dalam perkembangannya, pemerintahan demokratis itu dibentuk dan dijalankan, didekati

secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda di tempat dan waktu yang berbeda. Akibatnya,

muncul berbagai bentuk dan model demokrasi sesuai dengan ruang dan waktunya.

Menurut Charles Tilly, pengertian dari demokrasi dibagi kedalam empat kategori

pendekatan yaitu konstitusional, substantif, procedural, dan berorientasi proses. Pendekatan

konstitusional menekankan pada bagaimana konstitusi dibentuk, diberlakukan, dan diamalkan

oleh suatu pemerintahan sehubungan dengan aktivitas politik. Pendekatan substantive

memberikan perhatian lebih pada bagaimana suatu pemerintah memajukan kondisi kehidupan

dan kehidupan politik. Pendekatan procedural berkisar pada pembahasan bagaimana secara

sederhana, dan tentunya procedural, suatu pemerintahan digolongkan sebagai suatu

demokrasi. Pendekatan berorientasi proses kerap diasosiasikan dengan pemikiran Robert

Dahl. Dahl menggariskan lima kriteria minimum agar suatu Negara bisa dianggap

demokrastis. Kelima kriteria berbentuk proses itu meliputi:

1. Partisipasi efektif (effectif participation)

Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk membuat

pandangan-pandangannya diketahui oleh warga yang lain.

2. Kesetaraan memilih (voting equality)

Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk memilih dan

seluruh pilihan harus dihitung secara setara.

3. Pemahaman tercerahkan (enlightened understanding)

Setiap warga harus memiliki kesempatan yang setara dan efektif untuk mempelajari

alternative kebijakan yang relevan serta kemungkinan akibatnya.

4. Pengendalian agenda (control of the agenda)

Setiap warga harus memiliki kesempatan untuk menentukan bagaimana dan apa saja

yang harus ditempatkan dalam agenda kebijakan.

5. Perlibatan setiap orang dewasa (inclusion of adults)

Setiap warga yang sudah dewasa harus diberi hak secara penuh untuk keempat kriteria

diatas.

Dahl juga menyebutkan 6 prasyarat institusi demokrasi yaitu pejabat terpilih; pemilihan

umum yang bebas, adil, dan berkala; kebebasan berbicara; tersedianya sumber-sumber

informasi alternative; otonomi berserikat; dan kewarganegaraan inklusif. Dimensi kualaitas

Page 10: Konsep Inti Bab 5

menjadi penentu dan pembanding apakah suatu Negara lebih demokratis disbanding dengan

Negara lain.

Robert Putnam dalam bukunya, Making Democracy Work, menekankan dengan tegas

namun lugas, “demokrasi yang efektif berhubungan erat dengan modernitas sosio-ekonomi”.

Alexis de Tocqueville menegaskan bahwa demokrasi merupakan suatu subjek

multidimensional, yang meliputi aspek-aspek politik, moral, sosiologis, ekonomis,

antropologis, dan psikologis. Meskipun ada kesamaan secara prinsipil, demokrasi itu tidaklah

berwajah tunggal, melainkan menampilkan dirinya secara beragam, karena harus disesuaikan

dengan konteks ruang dan waktu agar dapat mengakar dalam beragam jenis masyarakat.

Para pendiri bangsa Indonesia menghayati sepenuhnya dampak buruk represi politik

dan eksploitasi ekonomi yang ditimbulkanoleh kolonialisme dan kapitalisme, oleh karena itu

sangat mengidealiskan keselarasan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, yang

dalam istilah Soekarno disebut “sosio-demokrasi”. Mereka juga enyadari bahwa

kemajemukan Indonesia secara social-budaya dan social-ekonomi memerlukan semangat

kekeluargaan dalam mengatasi berbagai kesenjangan yang ada. Dengan semangat persatuan-

kekeluargaan itulah, mereka berjuang meraih kemerdekaan dan membentuk Negara-nasional,

dan dengan semangat itu pula demokrasi diarahkan untuk mencapai masyarakat yang

merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Pendekatan politik yang difokuskan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dengan

memperbaiki karakteristik dan bentuk partisipasi politik bukan hanya untuk kepentingan

pribadi. Penganut demokrasi deliberative menganggap bahwa demokrasi yang berkembang,

baik langsung maupun representative, cenderung mencerminkan pertempuran kepentingan

pribadi yang tidak membawa perbaikan mutu. Sebagai alternative, demokrasi deliberative

meletakkan keutamaan diskusi dan musyawarah dengan kekuatan argumentasi berlandaskan

daya-daya consensus, diatas keputusan yang berdasarkan voting. Para pendukung demokrasi

deliberative berpendapat bahwa musyawarah meningkatkan kualitas dan akseptabilitas

keputusan kolektif.

Dalam pandangan Arend Lijphart, demokrasi secara garis besar dibedakan kedalam

dua model yaitu “majoratian democracy” (demokrasi yang lebih mengutamakan suara

mayoritas) dan “consensus democracy” (demokrasi yang lebih mengutamakan consensus).

Faktanya bahwa jarang sekali Negara yang menjalankan model “majoratian democracy”

Page 11: Konsep Inti Bab 5

secara murni, hanya United Kingdom, New Zealand, bekas koloni Inggris di wilayah Karibia,

dan dalam taraf yang berbeda, juga Amerika Serikat. Kebanyakn pemerintahan demokratis

lebih menganut model consensus. Lebih dari tiu, Lijphart menilai bahwa “consensus

democracy” bisa dipandang lebih demokratis ketimbang “majoratian democracy” dalam

banyak hal. Berdasarkan dari argument Arthur Lewis, Lijphart menunjukkan bahwa

penekanan model majoratian pada “majority rule” dalam politik ditafsirkan tidak demokratis

karena mengandung prinsip-prinsip pengucilan (exclusion).

Demokrasi di Indonesia tidak sejalan dengan model “demokrasi elitis”. Demokrasi

elitis adalah suatu konsep yang disodorkan oleh Joseph Schumpeter sehingga dikenal pula

sebagai Demokrasi Schumpeterian. Demokrasi didefinisikan sebagai suatu metode atas

pengaturan institusi guna mendapatkan keputusan politik di mana individu mempunyai

kekuasaan untuk memutuskan melalui cara perjuangan kompetisi demi suara pemilih.

Demokrasi adalah persaingan antar elite. Demokrtasi elitis ini dikenal juga sebagai demokrasi

procedural minimalism.

Teori kedaulatan dari Bodin menekankan perlunya Negara memiliki rumusan “kedaulatan

tertinggi” sebagai ekspresi tertinggi rakyat secara keseluruhan, bukan ekspresi sebagian dari

kekuatan rakyat. Robyn Eckersley mengambil kesimpulan bahwa kunci transformasi politik

hijau ialah penyebarluasan dan penghayatan budaya ekosentris (berporos pada ekologi),

diatas struktur politik yang sudah hijau.

Demokrasi musyawarah dibangun berlandaskan akal-kearifan ketimbang kuasa, serta

bersandar pada prosedur musyawarah sebagai cita-cita kebenaran politik. Demokrasi

musyawarah menempatkan esensi demokrasi bukan pada voting tetapi didasarkan pada

musyawarah kolektif dan prosedur pengambilan keputusan yang terbuka. Sifat terbuka dari

prosedur demokrasi musyawarah yang lebih mementingkan rasionalitas argument dan

kearifan menempatkan kemungkinan lebih besar diterimanya nilai-nilai dan pemikiran

ekologis. Apabila demokrasi benar-benar ingin memasukkan pertimbangan lingkungan, ia

harus memastikan bahwa musyawarah (dan bukan kompetisi) yang menjadi penentu dalam

struktur ataupun proses pengambilan keputusan dalam berdemokrasi. Krisis demokrasi

merupakan konsekuensi dari apa yang disebutnya sebagai “superkapitalisme”.

Superkapitalisme adalah suatu konsep yang menggambarkan semakin menguatnya kompetisi

di dunia bisnis dalam memperebutkan konsumen dan investor, dan kini telah merambah

dunia politik.

Page 12: Konsep Inti Bab 5

Dalam pandangan Carol C. Gould pada tataran internasional, masalah normative yang

ditimbulkan kapitalisme global setidaknya menyangkut dua hal yaitu deficit keadilan global

dan deficit demokrasi global. Salah satu dampak utama dari penetrasi kapitalisme ke dalam

kehidupan berdemokrasi adalah meredupnya kekuatan kewargaan.

Menurut Barber, ekonomi kapitalis sekarang, selain membagi dunia ke dalam kubu berada

dan tidak berada, juga menumbuhkan etos baru. Inti dari uraian para teorikus demokrasi

tersebut adalah bahwa kondisi demokrasi politik terkait erat dengan kondisi perekonomian.

Benar bahwa demokrasi dan kewarganegaraan tetap bisa bertahan walaupun terjadi

ketimpangan ekonomi. Akan tetapi, semakin besar ketimpangan itu, semakin besar pula

tenaga yang diperlukan untuk mempertahankan kesinambungan kehidupan demokrasi.

Membumikan Demokrasi Permusyawaratan dalam Kerangka Pancasila

Gagasan “demokrasi pemusyawaratan” berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila

merupakan usaha sadar dari para pendiri bangsa untuk melakukan apa yang disebut Putnam

“making democracy work”, atau apa yang disebut Saward “mengakar” (to take root), dalam

konteks keindonesiaan. Dalam ungkapan Soekarno; “Demokrasi yang harus kita jalankan

adalah demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia sendiri. Jika tidak bisa berpikir

demikian itu, kita nanti tidak dapat menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan

dari rakyat itu”.

Demokrasi dalam alam pikiran Indonesia bukan sekadar alat teknis, melainkan juga

cerminan alam kejiwaan, kepribadian, dan cita-cita nasional. Tetapi di dalam cara pemikiran

kita, atau lebih tegas lagi di dalam cara keyakinan dan kepercayaan kita, kedaulatan rakyat

bukan sekadar alat saja. Kita berpikir dan berasa bukan sekadar hanya secara teknis, tetapi

juga secara kejiwaan, secara psikologis nasional, secara kekeluargaan.

Sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan” mengandung beberapa ciri dari alam pemikiran demokrasi di

Indonesia. Dalam pokok pikiran ketiga dari Pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa

kedaulatan itu berdasar atas “kerakyatan” dan “pemusyawaratan”. Dengan kata lain,

demokrasi itu hendaknya mengandung ciri kerakyatan (daulat rakyat) dan pemusyawaratan

(kekeluargaan). Selain kedua cirri tersebut, demokrasi Indonesia juga mengandung cirri

“hikmat kebijaksanaan”. Cita hikmat kebijaksanaan merefleksikan orientasi etis, sebagaimana

dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang

Page 13: Konsep Inti Bab 5

berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan,

persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.

Dalam demokrasi permusyawaratan ,suatu keputusan politik dikatakan benar jika

memenuhi setidaknya empat prasyarat.

1. Harus didasarkan pada asasn rasionalitas dan keadilan bukan hanya berdasarkan

subjektivitas ideologis dan kepentingan.

2. Didedikasikan bagi kepentingan orang banyak, bukan demi kepentingan perseorangan

atau golongan.

3. Berorientasi jauh kedepan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui

akomodasi transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negative).

4. Bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak

(minoritas kecil sekalipun) secara inklusif, yang dapat menangkal dikte-dikte

minoritas elite penguasa dan pengusaha serta klaim mayoritas.

Demokrasi Indonesia menganut konsepsi kedaulatan yang menyerupai teori Jean

Bodin, dengan mengakui adanya lembaga permusyawaratan tertinggi (MPR) sebagai

penjelmaan dari ekspresi kedaulatan rakyat tertinggi (locus of sovereignty). Sebagai

ekspresi dari demokrasi yang bersemangat keadilan, demokrasi Indonesia

mengembangkan sistem pemerintahan yang member peran penting pada Negara dalam

mengembangkan kesejahteraan rakyat. Basis legitimasi Negara-pengurus (Negara

kesejahteraan ala Indonesia) ini bersumber pada empat jenis tanggung jawab yaitu

perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan, dan keadilan-perdamaian.

Selain itu, sistem pemerintahan Negara Indonesia tidak mengenal pemisahan

kekuasaan yang ketat seperti dalam paham Trias Politica. Asas yang digunakan dalam

sistem pemerintah Negara Indonesia adalah “pembagian kekuasaan secara tidak ketat”

(partial separation of powers). Hal ini berbeda dengan asas “pure separation of powers”

seperti di Amerika Serikat, yang konsepsi kedaulatannya mengikuti teori James Madison

yang menganut paham “pemisahan kekuasaan”. Dengan tidak menganut sistem

pemisahan kekuasaan secara ketat (trias politica), tidak berarti bahwa sistem pemerintah

Negara Indonesia tidak mengandung mekanisme “pengecekan dan keseimbangan” (check

and balances).

Page 14: Konsep Inti Bab 5

Demokrasi dalam alam Pancasila dilandasi oleh nilai-nilai teosentris yang

mengangkat kehidupan politik dari tingkat sekuler ke tingkat moral spiritual dan nilai

aposentris yang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, yang menghargai perbedaan

berlandaskan semangat kesetaraan dan persaudaraan, dengan mewujudkan suatu keadilan

social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimuliakannya aspirasi rakyat dalam proses

demokrasi politik di lembaga perwakilan, rakyat juga dituntut untuk menjadi warga

Negara yang bijaksana, yang memahami hak dan kewajibannya, serta bertanggung jawab

dalam menjalankan partisipasi politiknya.

Page 15: Konsep Inti Bab 5

BAB 3

ANALISIS

1. Perspektif Hisotris

Menurut Hatta, setidaknya ada 3 sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi

dalam bangsa Indonesia, terutama di lingkungan para pemimpin pergerakan.Pertama,

tradisi kolektivitasdari permusyawaratan desa. Kedua, ajaran Islam yang menuntut

kebenaran dan keadilan Ilahi sebagai makhluk Tuhan dan yang Ketiga adalah paham

sosialis Barat yang menarik perhatian para pemimpin pergerakan kebangsaaan. Dari

perspektif historis dapat dilihat juga pengalaman Bangsa Indonesia yang dijajah oleah

bangsa lain dimana Bangsa Indonesia tidak bisa memberikan pendapatnya dan

kebanyakan dibodohi oleh penjajah, dari pengalaman ini bisa menjadi sumber ke

masa depan agar bangsa Indonesia sendiri tidak menjajah Bangsanya sendiri maupun

dijajah oleh bangsa lain.

Pada Stimulus Demokrasi Desa, demokrasi merupakan suatu bentuk aspirasi

rakyat kepada Negara ini sehingga kata-kata “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat

dan untuk rakyat” merupakan suatu fenomena di negri ini. Demokrasi memiliki 5

anilisir yaitu: rapat, mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes dan hak

menyingkir dari daerah kekuasaaan raja, dan dipuja di pergerakan nasional sebagai

pokok demokrasi social. Kelima analisir itu mengandung arti yang sangat mendalam

bagi kelangsungan pemerintahan Indonesia di masa yang akan datang. Namun, dalam

kenyataannya sekarang kebanyakan mengadakan hak protes bersama sangatlah minim

karena aspirasi rakyat sangatlah minim didengarkan oleh pemerintahan, sehingga

diperlukan analisir satu lagi yaitu moral. Karena dengan adanya moral yang baik

pasti akan terjadi suatu hubungan yang baik antara rakyat dan pemerintah sehinnga

terjalin komunikasi yang serasi dan aspirasi rakyat di dengarkan demi menjunjung

tinggi suatu demokrasi di Indonesia.

Pada Stimulus Islam atas demokrasi, , pada awalnya stimulus ini sangatlah

baik , jika dipikirkan dampak nya di masa depan akan menimbulkan suatu

pertentangan. Stimulus Islam yang dijadikan suatu stimulus demokrasi akan

mengarah ke beberapa bidang , yaitu social , politik.

Contohnya Piagam Jakarta, di sana tertulis “Ketuhanan dengan kewajiban

menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” , hal tersebut dapat

Page 16: Konsep Inti Bab 5

menimbulkan suatu dominasi di berbagai bidang , sperti bidang politik yang sekarang

lagi marak-maraknya.dapat dilihat juga contoh, pemilihan presiden,semua presiden di

Indonesia merupakan penganut agama Islam, bagaimana jika pada pemilu nanti

presiden penganut agama lain menjadi presiden? Bila piagam Jakarta tidak diubah

maka akan terjadi sebuah pertentangan di Negara ini pasti akan banyak kontroversial

Karena di Indonesia kebanyakan penganut Islam, maka pasti terjadi suatu pemaksaan

penurunan presiden .Sehingga sangatlah baik ketiga isi pertama piagam Jakarta

diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa” di sila 1 Pancasila sehingga adanya

hak-hak agama lain untuk memiliki jabatan di negri ini dan terwujudnya demokrasi

pada semua ras,suku dan agamadi negri ini.

Pada Stimulus Barat atas demokrasi , kebanyakan merupakan sumber

demokrasi di berbagai negara termasuk Indonesia,namun demokrasi stimulus Barat ini

kecenderungan bersifat saing dalam memperebutkan sumber daya dan pasar.

Negosiasi antarsumber Nilai menuju Demokrasi-Sosialistik

Suatu titik temu adalah suatu tujuan dari persatuan keragaman yang becorak agama

maupun sekuler demi terwujudnya suatu demokrasi dan menjunung tinggi

kekeluargaan.

Terdapat idelisasai terhadap demokrasi-sosialistik:

1. Perspektif golongan Islam , menurut H.O.S Tjokroaminoto

Dasar perjuangan Islam dan dasar kehidupan bernegara sebaiknya hanyalah

dijadikan suatu inspirasi , karena bila dijadikan suatu prinsip maka agama tersebut

bisa menjadi suatu dominasi . Padahal pada kenyataannya urusan Negara dan

Agama harus dipisahkan karena memiliki suatu pertentangan .

2. Golongan sekuler, Tan malaka

Keseimbangan kekuasaaan di negara sangatlah diperlukan , yaitu dengan cara

Membagi kekuasaan legislatif, yudisial, dan eksekutif untuk menjamin

kedaulatan rakyat .

3. Pandangan Soekarno

Inti dari demokrasi adalah menjunjung tinggi keadilan social dan perikemanusiaan

4. Pandangan Moh. Hatta

Pandangan Moh. Hatta merupakan pandangan paling baik karena dia melihat

pemegang penuh dalam neagra ini adalah kedaulatan rakyat. Namun, hal itu

Page 17: Konsep Inti Bab 5

hanyalah menjadi kata mutiara di jaman sekarang . Meskipun hal tersebut telah di

tuliskan di pasal 1 ayat 2 UUD 1945, dalam prakteknya sekarang , justru

pemerintahlah yang mendominasi, sehingga diperlukan suatu rombakan pola pikir

di negri dengan kembali ke UUD sehingga demokrasi akan berjalan sbeagaimana

fungsinya.

5. Sutan Syahrir

Menurut Sutan Syahrir, adalah paham yang tetap menghormati kemerdekaan dan

kebebasan invidu dengan rasionalitas yang dimiliki namun juga harus peduli pada

masalah bersama sebagai makhluk social. Pandangan Sutan Syahrir memiliki

suatu kekuatan untuk membentuk suatu Negara yang sejahtera , namun dalam

membentuk Negara demokrasi yang diperlukan adalah suatu kerjasama dalam

membangun Negara.

Demokrasi yang memperjuangkan keseimbangan pencapaian kebebasan

kesetaraan (keadilan) dan persaudaraan (kekeluargaan), dalam semangat

permusyawaratan.

Demokrasi dalam Perumusan Pancasila dan Konstitusi

Kedaulatan rakyat penting dalam semangat kekeluargaan (permusyawaratan). suatu

bentuk pemerintah Negara yang mengatasi paham perseorangan dan golongan.

Demokrasi dalam semangat permusyawaratan- kekeluargaan diidealkan sebagai salah

satu prinsip nasional. Demokrasi pada umumnya dipandang sebagai tujuan yang harus

dicapai ketimbang sekadar sebagai sarana. Demokrasi identik dengan kebajikan,

kebijaksanaan dan kesentosaan masyarakat masa depan. Demokrasi dipandang

sebagai nostrum, obat bagi segala masalah kebangsaan. Hal ini berimplikasi bahwa

semua tindakan yang mengarah pada ideal-ideal kehidupan kebangsaan dipandang

sebagai ekspresi demokrasi. Di Indonesia maka dibentuklah sila ke-4 “Kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, dimana

di sila ke-4 memiliki arti yaitu nilai moral terdapat pada kata “Kebijaksanaan” dan

“permusyawaratn/perwakilan” adalah teknis.

2. Perspektif Teoretis-Komparatif

Menurut Abraham Lincoln secara sederhana mendefinisikan demokrasi sebagai ”

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” (government of the people,

Page 18: Konsep Inti Bab 5

by people, and for the people). Pemerintahan demokratis itu memerlukan prasyarat

yang mendukung sedikitnya tiga ide pokok sebagai berikut:

1. Kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat yang diperintah (the nation that a

government deriving its powers from the consent of the governed).

2. Kekuasaan itu harus dibatasi (limited government).

3. Pemerintah harus berdaulat (sovereign), artinya harus cukup kuat untuk dapat

menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien.

Ide pokok yang sangat penting adalah suatu sikap kebijaksanaan dari pemerintah

untuk mendengarkan aspirasi rakyat untuk menjalankan pemerintahan demokratis.

Dengan adanya suatu teori demokrasi , maka pembentukan demokrasi di Indonesia di

buat berdasarkan teori tokoh, pengalaman hidup di masyarkat, dan keragaman di

Indonesia. Menurut Robert Dahl terdapat 5 kriteria bentuk proses demokratis yaitu:

Partisipasi efektif (effectif participation), Kesetaraan memilih (voting equality),

Pemahaman tercerahkan (enlightened understanding), Pengendalian agenda (control

of the agenda), Perlibatan setiap orang dewasa (inclusion of adults).Di Indonesia juga

menerapkan proses demokratis tersebut di pemilihan umum namun banyak terjadi

penyelewengan yang terjadi maka dari itu di perlukan 6 prasyarat instusi demokrasi

yaitu pejabat terpilih; pemilihan umum yang bebas, adil, dan berkala; kebebasan

berbicara; tersedianya sumber-sumber informasi alternative; otonomi berserikat; dan

kewarganegaraan inklusif agar tidak terjadi penyelewengan atau adanya uang suap

untuk memilih suatu parpol itu sendiri.

Menurut Alexis de Tocqueville, demokrasi adalah suatu objek

multidimensional yang meliputi aspek-aspek politik, moral, sosiologis , ekonomi ,

antropologis dan psikologis. Di Indonesia kecenderungan pada aspek politik,

ekonomi, moral dan social. Namun yang benar-benar condong adalah bidang politik,

dapat dilihat sekarang banak partai-partai politik yang berlomba-lomba untuk

mendapatkan jabtan di negri tanpa adanya suatu demokrasi yang adil, Karena itu,

setidaknya para-para pelaku demokrasi haruslah kembali melihat masa lalu ketika

para pendiri bangsa Indonesia menghayati sepenuhnya dampak buruk represi politik

dan eksploitasi ekonomi yang ditimbulkanoleh kolonialisme dan kapitalisme, oleh

karena itu sangat mengidealiskan keselarasan antara demokrasi politik dan demokrasi

ekonomi, yang dalam istilah Soekarno disebut “sosio-demokrasi”. Mereka juga

Page 19: Konsep Inti Bab 5

menyadari bahwa kemajemukan Indonesia secara social-budaya dan social-ekonomi

memerlukan semangat kekeluargaan dalam mengatasi berbagai kesenjangan yang ada.

Dengan semangat persatuan-kekeluargaan itulah, mereka berjuang meraih

kemerdekaan dan membentuk Negara-nasional, dan dengan semangat itu pula

demokrasi diarahkan untuk mencapai masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat,

adil, dan makmur.

Demokrasi di Indonesia seharusnya sejalan dengan model “demokrasi elitis”.

Demokrasi elitis adalah suatu konsep yang disodorkan oleh Joseph Schumpeter

sehingga dikenal pula sebagai Demokrasi Schumpeterian. Demokrasi didefinisikan

sebagai suatu metode atas pengaturan institusi guna mendapatkan keputusan politik di

mana individu mempunyai kekuasaan untuk memutuskan melalui cara perjuangan

kompetisi demi suara pemilih. Demokrasi adalah persaingan antar elite. Namun yang

terjadi di Indonesia terjadi penyeleweangan terjadi persaingan yang tak sehat sehingga

membuat Indonesia secara teoritis tidak sejalan dengan Demokrasi Schumpeterian.

Demokrasi musyawarah yang baik adalah demokrasi yang mendengarkan aspirasi

masyarakat dengan cara votting, dan dibangun berlandaskan akal-kearifan, serta sifat

pengambilan keputusan yang terbuka.

Membumikan Demokrasi Permusyawaratan dalam Kerangka Pancasila

Dalam ungkapan Soekarno; “Demokrasi yang harus kita jalankan adalah

demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia sendiri. Jika tidak bisa

berpikir demikian itu, kita nanti tidak dapat menyelenggarakan apa yang menjadi

amanat penderitaan dari rakyat itu”. Gagasan demokrasi permusyawaratn haruslah

berdasarkan prinsip-prinsp pancasila Karena merupakan suatu usaha sadar dan

bangkit dari pendiri bangsa.

Demokrasi adalah suatu kesadaran bagi masyarakat Indonesia yang bersifat

terbuka, kekeluargaan ,dan psikologis nasional. Sila keempat Pancasila, “Kerakyatan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”

mengandung beberapa ciri dari alam pemikiran demokrasi di Indonesia. Dalam pokok

pikiran ketiga dari Pembukaan UUD 1945, disebutkan bahwa kedaulatan itu berdasar

atas “kerakyatan” dan “pemusyawaratan”. Dengan kata lain, demokrasi itu hendaknya

mengandung ciri kerakyatan (daulat rakyat) dan pemusyawaratan (kekeluargaan).

Page 20: Konsep Inti Bab 5

Selain kedua cirri tersebut, demokrasi Indonesia juga mengandung cirri “hikmat

kebijaksanaan”. hikmat kebijaksanaan merefleksikan orientasi etis dan nilai moral,

sebagaimana dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 bahwa susunan Negara

Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-

nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.

Dalam Demokrasi di Indonesia tidak mengenal trias politica, namun di Indonesia

mengenal check and balances. Demokrasi Indonesia menganut konsepsi Jean Bodin ,

dengan mengakui adanya MPR sebagai oragnisasi dari ekspresi keadulaatan rakyat

tertinggi sebagai ekspresi dari demokrasi yang bersifat bersemangat keadilan ,

demokrasi Indonesia mengembangkan sistem pemerintahan yang member peran

penting pada Negara dalam mengembangkan kesejahteraan rakyat. Basis legitimasi

Negara-pengurus (Negara kesejahteraan ala Indonesia) ini bersumber pada empat

jenis tanggung jawab yaitu perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan, dan keadilan-

perdamaian. Tetapi, bila organisasi tersebut tidak memiliki nilai moral yang baik dan

diakui, maka yang terjadi adalah suatu kebohongan pada aspirasi masyarakat Karena

banyak kemungkinan terjadi penyelewengan dan badan MPR/DPR yang hanya

melakukan hal “Gaji Buta” yaitu bekerja tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat

serta menghilangkan kepercayaan masyarakt terhadap DPR/MPR tersebut sehingga

demokrasi yang dijunjung tinggi hanya menjadi suatu kebohongan belaka. Karen itu

di perlukan / ditanamkan suatu sikap “Kebijkasaan” terhadap masyarakat Indonesia

secara dini. Demokrasi di Pancasila dilandasi oleh nilai-nilai teosentris yang

mengangkat kehidupan politik dari tingkat sekuler ke tingkat moral spiritual dan nilai

aposentris yang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, yang menghargai perbedaan

berlandaskan semangat kesetaraan dan persaudaraan, dengan mewujudkan suatu

keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimuliakannya aspirasi rakyat

dalam proses demokrasi politik di lembaga perwakilan, rakyat juga dituntut untuk

menjadi warga Negara yang bijaksana, yang memahami hak dan kewajibannya, serta

bertanggung jawab dalam menjalankan partisipasi politik, social, dan ekonominya

demi kelangsungan Pancasila dan Negara Indonesia yang sejahtera ini.

Page 21: Konsep Inti Bab 5

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam praktiknya permusyawaratan sulit menghindari kecenderungan elitisme,

Mendorong warganegara untuk selalu memiliki kesadaran politik yang tinggi dan selalu

memperkaya diri dengan pengetahuan tentang perkembangan masyarakatnya, Sulit

mengharapkan setiap warganegara memiliki kepedulian politik yang sama dan setara,

Mendorong warganegara untuk selalu memikirkan kepentingan bersama, Memerlukan

masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan sarana komunikasi yang modern

4. 2 Relevansi

Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai

kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Sampai saat ini gagasan tersebut tentu saja masih

relevan dan mempunyai kedudukan yang tinggi di masyarakat Indonesia. Sebagai Negara

demokrasi Indonesia menjunjung kebebasan atas mengemukakan pendapat. Semua hal

tersebut dilandaskan oleh sila keempat Pancasila. Tak dapat dipungkiri bahkan kemerdekaan

66 tahun silam tak lepas dari peran musyawarah dari pejuang bangsa.

Kehadiran sila keempat sampai jaman modern ini tetap saja diperlukan bahkan dari hal sepele

seperti menentukan makan bersama pun kita tetap menggunakan musyawarah. Tentu saja

dalam kehidupan bernegara yang jauh lebih luas dari contoh kecil yang di atas musyawarah

tidak mudah diterapkan. Sering timbul rasa ingin melakukan ‘oposisi’ namun agar bangsa ini

tetap utuh diperlukan penerapan yang baik dan harmonis pada sila keempat.