konsep pendekatan rational emotive behavior …
TRANSCRIPT
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
13
KONSEP PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY
(REBT) BERBASIS ISLAM UNTUK MEMBANGUN PERILAKU ETIS
SISWA
Sri Hartati 1)
Imas Kania Rahman 2)
1) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jl. Marsda Adisucipto, 55281,
E-mail : [email protected]
2)Universitas Ibn Khaldun (UIKA), Jl KH Soleh Iskandar Bogor Indah Plaza Km 2, Tanah
Sareal, Kab. Bogor, 16161, E-mail: [email protected]
Abstrak : Artikel ini mendeskripsikan tentang konsep pendekatan Rational Emotive Behavior
Therapy berbasis islam untuk membangun perilaku etis siswa. REBT untuk membantu mengubah cara
berfikir seseorang irasional agar menjadi rasional dan mengubah perilakunya dari yang negative
menjadi positif. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dengan metode dokumentasi.
Hasil analisis menjelaskan bahwa REBT berbasis islam esensinya sebagai upaya membantu
memberdayakan kembali potensi yang ada di dalam diri individu yaitu manusia fitrah berupa aql,
qolbu, nafs, ruh serta kembali mengaktifkan keimanan dan ketakwaan hingga kembali berkembang
dan berfungsi sebagaimana mestinya. Konsep-konsep yang digunakan merujuk pada konsep dasar
yang dikemukakan Ellis, yaitu konsep A-B-C- D-E-G. Proses pelaksanaannya disesuaikan dengan
keadaan subjek dalam membangun perilaku etis siswa yaitu menggunakan teknik kognitif, teknik
imageri, dan teknik behavioristik. Muraqabah dan Muhasabah dihadirkan dalam proses terapi sebagai
bagian dari teknik kognitif. Praktik pendekatan REBT berbasis islam menggunakan strategi
bimbingan kelompok dan konseling individu. Intervensi yang dilakukan secara estafet dalam Rational
Emotive Behavior Therapy berbasis islam yaitu dispute tingkah laku, asesmen perilaku, identifikasi
masalah dan evaluasi. Perilaku etis setiap individu sebagai Abdullah adalah melakukan ibadah kepada
Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, sedangkan sebagai khalifatullah
adalah seseorang yang mampu memakmurkan bumi dan segala isinya serta memberi manfaat bagi
umat manusia disertai amar ma’ruf nahi munkar dengan tujuan untuk memperoleh keselamatan di
dunia dan di akhirat.
Kata Kunci: Rational Emotive Behavior Therapi (REBT) Islam, Perilaku Etis
PENDAHULUAN
Teori REBT dikembangkan oleh
Albert Ellis pertama kalinya pada tahun 1955
yang mulanya dikenal sebagai Terapi Rasional
lalu ia mengubahnya menjadi rational emotive
therapy (RET). Terapi ini memberikan
penekanan terhadap hubungan antara kognisi,
emosi dan tingkah laku yang ketiganya saling
mempengaruhi satu sama lain. Selain itu,
terapi ini juga mengaitkan antara pemikiran
tidak rasional dengan permasalahan emosi
manusia, serta mengetengahkan pendapat
bahwa manusia mempunyai pilihan untuk
terus menyumbang kepada permasalahan yang
dihadapi atau mengambil langkah untuk
menghentikan proses permasalahan itu (Aina
Razlin, 2014).
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
14
Pada 1993, Ellis mengubah nama
rational emotive therapy (RET) menjadi
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT).
Rasional disini memiliki maksud kognisi yang
efektif dalam membantu diri daripada kognisi
yang sekedar valid secara empiris maupun
logis. Kata kognitif yang ia gunakan sejak awal
banyak orang membatasi secara sempit kata
rasional yang mengandung maksud intelektual
atau logis-empiris (dalam Richar Nelson,
2011). Terapi REB sering digunakan oleh para
konselor di Amerika Serikat dalam mengatasi
masalah individu. Sejalan dengan hal itu, studi
lain yang dilakukan oleh Albert Ellis sebagai
penggagas pendekatan ini menunjukkan
keberhasilan dalam mengatasi masalah-
masalah yang dialalmi oleh konselinya.
Masa remaja merupakan masa transisi
dalam rentang kehidupan manusia yang
menghubungkan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa (Hurlock, 2007).
Menurut Monks, dkk (2006) masa remaja
secara umum berlangsung antara usia 12 dan
21 tahun, dengan pembagian 12 – 15 tahun
adalah masa remaja awal, 15 – 18 tahun adalah
masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun
adalah masa remaja akhir. Aspek
perkembangan yang harus dicapai pada usia
remaja ini diantaranya landasan perilaku etis
dan kematangan hubungan dengan teman
sebaya. Kedua aspek tersebut bertujuan untuk
mengenal alasan norma-norma dalam
berperilaku dalam pergaulan dengan teman
sebaya yang beragam latar belakangnya.
Dalam masa perkembangannya remaja
mengalami perkembangan begitu pesat, baik
secara fisik maupun psikologis. Perkembangan
secara fisik ditandai dengan semakin
matangnya organ-organ tubuh termasuk organ
reproduksi. Sedangkan secara psikologis
perkembangan ini nampak pada kematangan
pribadi dan kemandirian. Ciri khas
kematangan psikologis ini ditandai dengan
ketertarikan terhadap lawan jenis yang
biasanya muncul dalam bentuk lebih senang
bergaul dengan lawan jenis dan sampai pada
perilaku yang sudah menjadi konsumsi umum.
Di Indonesia REBT efektif digunakan
dalam menangani permasalahan seperti self
efficacy pada siswa Mts Nurul Huda Demak
(Hermawan, 2015), mengubah perilaku wanita
penyanyi cafe (Ahmud, Thohir; 2013),
peningkatan harga diri pada anak enuresis
(Hirmaningsih, Irna Minauli; 2015), self
esteem (Rosya Linda Hasibuan, Rr. Lita
Hadiati Wulandari; 2015), peningkatan
resiliensi mahasiswa (Esya Anesty Mashudi,
2016), dan masih banyak lagi penelitian
lainnya terkait pendekatan REBT.
Penelitian sebelumnya terkait Rational
Emotive Behavior Therapy berbasis islam
diantaranya telah dilakukan oleh Hermawan
untuk (meningkatkan self efficacy); oleh
Muryani (untuk mengurangi perilaku agresif);
oleh Sismadi (pada siswa yang mengalami
crisis Self Esteem), dan Abdul Kodir (dalam
menanggulangi perilaku bullying), konsep
yang digunakan dengan menggunakan nilai-
nilai islami berupa nafs zakiyyah dan nafs
amarah. Sedangkan pada peneliti Maulida
(untuk meningkatkan regulasi diri)
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
15
menggunakan konsep manusia sebagai
abdillah dan khalifatullah.
Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT) yang akan dituangkan dalam tulisan
ini yaitu konsep konselor membantu siswa
dalam membangun perilaku etis. Sebagai
alasan konkrit menggunakan pendekatan
REBT bahwa pendekatan ini telah merancang
dan menekankan interaksi berpikir rasional,
perasaan, dan tingkah laku efektif dan positif.
Sehingga konsep REBT mampu memberikan
efek terhadap permasalahan yang diangkat
dalam tulisan ini. Dengan demikian, layanan
pendekatan Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) berbasis islam diasumsikan
dapat memberikan pandangan bagi siswa
dalam membangun perilaku etis. Kaitannya
dengan perilaku etis yakni pergaulan remaja
terjadi karena adanya konsep irasional dalam
diri individu yang semestinya mampu
dihilangkan dengan cara mengarahkan
individu agar mengelola emosi sehat, sehingga
perilaku tidak etis dapat ditanggulangi.
Pandangan Ellis menarik perhatian
penulis untuk menggali lebih dalam tentang
terapi rasional emotif perilaku. Konsep REBT
dalam tulisan ini akan dilanjutkan dengan
melakukan penggabungan terhadap konsep
sekaligus praktik terapi REBT menjadi konsep
dalam praktik REBT Islam dalam membangun
perilaku etis siswa.
Konsep Umum Terapi Rasional Emotif
Perilaku Albert Ellis
Pendekatan yang digunakan dalam
REBT adalah psiko-pendidikan, yang pada
asasnya berbentuk aktif-direktif (mengarah
atau membimbing) serta didaktif (mengajar).
Fokus terapi REBT adalah kepada pemikiran,
emosi dan tindakan. la dilihat sebagai proses
pembelajaran (Corey, 2013). Menurut
pandanan Ellis, Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) adalah system psikoterapi
yang mengajari individu bagaimana sistem
keyakinannya menentukan yang dirasakan dan
dilakukannya pada berbagai peristiwa
kehidupan ( Ellis, 1998).
Menurut Ws. Winkel (1991) dalam
bukunya “Bimbingan dan Konseling di
Institusi Pendidikan” mengatakan bahwa terapi
rasional emotif adalah corak konseling yang
menekankan kebersamaan dn interaksi antara
berfikir dengan akal sehat (Rational Thinking),
berperasaan (Emoting), dan berperilaku
(acting), sekaligus menekankan bahwa suatu
perubahan yang mendalam dalam cara berfikir
dan berperasaan dapat mengakibatkan
perubahan yang berarti dalam cara berperasaan
dan berperilaku.
REBT menurut beberapa pengertian di
atas adalah konselor membantu konseli
mengenal secara pasti pandangan atau
kepercayaan yang irasional menjadi rasional,
serta mendorong konseli untuk mengubah
pandangan ke arah yang lebih mendorong dan
membantu diri.
Rational Emotive Behavior Therapy
diciptakan dan dikembangkan oleh Albert Ellis
(1950an), seorang psikoterapis yang
terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia,
Yunani, Romawi dan modern yang lebih
mengarah pada teori belajar kognitif (Ellis,
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
16
1950). Asal-usul terapi rasional-emotif dapat
ditelusuri dengan filosofi dari Stoicisme di
Yunani kuno yang membedakan tindakan dari
interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius
dalam bukunya “The Enchiridion”,
menyatakan bahwa manusia tidak begitu
banyak dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada
dirinya, melainkan bagaimana manusia
memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada
dirinya (People are not disturbed by things,
but by the view they take of them) (Komalasari,
2011).
Manusia lahir dengan potensi untuk
berfikir secara rasional dan tidak rasional.
Tidak ada seorang manusia yang terkecuali
dari pemikiran rasional termasuk terapis (Ellis,
1976 dalam Aina Razlin, 2014). Secara khusus
pendekatan terapi rasional emotif behavior
berasumsi bahwa individu memiliki
karakteristik sebagai berikut: Individu
memiliki potensi yang unik untuk berfikir
rasional dan irasional, pikiran irasional berasal
dari proses belajar yang irasional yang didapat
dari orang tua dan budayanya, manusia adalah
makhluk verbal dan berfikir melalui simbol
dan bahasa, gangguan emosional yang
disebabkan oleh verbalisasi diri (self
verbalizing) yang terus menerus dan persepsi
serta sikap terhadap kejadian merupakan akar
permasalahan, bukan karena kejadian itu
sendiri, individu memiliki potensi untuk
mengubah arah hidup personal dan sosialnya,
serta pikiran dan perasaan yang negatif dan
merusak diri dapat diserang dengan
mengorganisasikan kembali persepsi dan
pemikiran, sehingga menjadi logis dan rasional
(Komalasari, 2011).
Landasan filosofi Terapi Rasional
emotif Behavior tentang manusia tergambar
dalam quotation dari Epictetus yang dikutip
oleh Ellis, yaitu “Manusia terganggu bukan
karena sesuatu tapi karena pandangan tentang
sesuatu”. Landasan filosofi tentang manusia
terdiri dari: Theory of Knowlegde, yaitu
individu diajak mencari cara yang reliable dan
valid untuk mendapatkan pengetahuan dan
menentukan bagaimana kita mengetahui
bahwa sesuatu itu benar. Secara dialektik atau
sistem berfikir berasumsi bahwa logis itu tidak
mudah. Kebanyakan individu cenderung ahli
dalam berfikir tidak logis. Selain itu, di dalam
sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisit yang
dipegang teguh oleh individu namun tidak
sering diverbalkan meliputi nilai untuk
bertahan hidup (survival) dan nilai kesenangan
(enjoyment) (Komalasari, 2011). Prinsip etik
juga menjadi landasan filosofis, manusia
dipandang memiliki tiga tujuan fundamental,
yaitu: untuk bertahan hidup (to survive), untuk
bebas dari kesakitan (to be relatively free from
pain), dan untuk mencapai kepuasan (to be
reasonably satisfied or content) (Ray
Colledge, 2002).
Ellis mengusulkan tiga hipotesis yang
fundamental dalam makalah yang berjudul
“psikoterapi rasional”. Pertama, pikiran dan
emosi saling berkaitan erat. Kedua, pikiran dan
emosi saling berkaitan sehingga biasanya
keduanya saling menyertai satu sama lain, dan
hal-hal tertentu pada dasarnya sama, sehingga
pikiran seseorang menjadi emosinya dan
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
17
emosinya menjadi pikirannya. Ketiga, pikiran
dan emosi cenderung berbentuk self-talk atau
kalimat-kalimat yang diinternalisasikan dan
untuk semua maksud praktis, kalimat yang
selalu dikatakan orang kepada dirinya akan
menjadi pikiran emosinya (Ray Colledge,
2002).
Selanjutnya menurut Ellis menegaskan
bahwa berfikir irasional menjadi masalah bagi
individu karena: menghambat individu dalam
mencapai tujuan-tujuan, menciptakan emosi
yang ekstrim yang mengakibatkan stres dan
menghambat mobilitas dan mengarahkan pada
tingkah laku yang menyakiti diri sendiri. Serta
menyalahkan kenyataan (salah
menginterpretasikan kejadian yang terjadi atau
tidak didukung oleh bukti yang kuat).
Mengandung cara yang tidak logis dalam
mengevaluasi diri, orang lain, dan lingkungan
sekitar (dalam Komalasari, 2011).
Albert Ellis berpendapat “keyakinan-
keyakinan yang irasional akan menghasilkan
reaksi emosional pada individu. Keyakinan
yang irasional akan berakibat pada reaksi
emosional dan perilaku yang salah (Latipun,
2005). Pikiran, emosi dan perilaku jarang bisa
benar-benar dipisahkan. Berpikir dan emosi
berinteraksi dengan perilaku individu biasanya
bertindak atas dasar pemikiran dan emosi.
Selain itu tindakan mereka mempengaruhi
bagaimana mereka berpikir dan berperasaan.
Secara umum, pandangan rational
emotif menfokuskan diri pada cara berpikir
manusia. Hal inilah yang dijadikan acuan bagi
konselor untuk mengubah tingkah lakunya.
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam
Rational Emotive Behavior Therapy adalah
membantu individu menyadari bahwa mereka
dapat hidup dengan lebih rasional dan lebih
produktif, mengajarkan individu untuk
mengoreksi kesalahan berfikir untuk
mereduksi emosi yang tidak diharapkan,
membantu individu mengubah kebiasaan
berfikir dan tingkah laku yang merusak diri,
serta mendukung konseli untuk menjadi lebih
toleran terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya (Komalasari, 2011).
Teori ABC Kepribadian
Untuk memahami dinamika
kepribadian dalam pandangan terapi rasional
emotif perlu memahami konsep-konsep dasar
yang dikemukakan Ellis (1994), ada tiga hal
yang terkait dengan perilaku, yaitu Activating
Event (A), Belief (B), dan Consequence (C),
yang kemudian dikenal dengan konsep A-B-C.
Setelah A-B-C menyusul Disputing (D) dan
Effective new philosophy of life (E) untuk
memasukkan perubahan dan hasil yang
diharapkan dari perubahan. Selain itu, huruf
Goal (G) dapat diletakkan terlebih dahulu
untuk memberikan konteks bagi ABC
seseorang (dalam Richar Nelson, 2011).
Antecedent Event (A) merupakan
segenap peristiwa luar yang dialami atau
memapar individu. Peristiwa pendahulu yang
berupa fakta, kejadian, tingkah laku,atau sikap
orang lain. Pada terapi REBT therapist
mendorong konseli untuk berasumsi bahwa
critical A adalah benar meskipun
kenyataannya dengan itu konseli menderita.
Kondisi ini dimaksudkan agar therapist dapat
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
18
mengidentifikasi penyebab dari konseli
memiliki critical A dan mendorong konseli
untuk merasa ada masalah dengan pikirannya
itu sehingga pemaknaan kembali terhadap
situasi A dapat dilakukan.
Belief (B) adalah keyakinan,
pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu
terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang
ada dua macam, yaitu keyakinan yang
rasional(rational belief atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irrasional belief atau iB).
Keyakinan rasional merupakan cara berfikir
atau sistem yang tepat, masuk akal, bijaksana,
dan produktif. Sedangkan keyakinan yang
irasional merupakan cara berfikir atau sistem
yang salah, tidak masuk akal, emosional dan
karena itu tidak produktif.
Emotional Consequenee (C) adalah
konsekuensi atau reaksi emosional seseorang
sebagai akibat atau reaksi individu dalam
bentuk perasaan senang atau hambatan emosi
dalam hubungannya dengan (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari (A)
tapi disebabkan oleh keyakinan individu (B)
baik yang rasional atau yang irasional. Setelah
ABC menyusul Desputing (D) merupakan
penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk
menentang pikiran yang cenderung
mengalahkan diri sendiri dan mengalahkan
nilai-nilai irasional yang tidak bisa dibuktikan
(Latipun, 2005). Hasil akhir dariproses A-B-C-
D berupa Effect (E) perilaku kognitif dan
emotif. Bilamana A-B-C-D berlangsung dalam
proses berpikir yang rasional maka hasil
akhirnya berupa perilaku positif, sebaliknya
jika proses berpikir yang irasional maka hasil
akhirnya berupa tingkah laku negatif.
Ellis juga menambahkan bahwa
setelah konsep ABC maka menyusul desputing
yang merupakan penerapan metode ilmiah
untuk membantu konseli menantang keyakinan
keyakinan irasionalnya. Desputing merupakan
implementasi dari proses terapi yang
dijalankan oleh konselor dan konseli melalui
proses belajar mengajar, dimana konselor
menunjukkan berbagai prinsip prinsip logika
dan dapat diuji kebenarannya untuk
menyanggah keyakinan irrasional
konseli.(Namora, 2013).
Ellis beranggapan bahwa berbagai
sistem keyakinan yang ada di masyarakat
termasuk di antaranya agama dan mistik
banyak tidak membantu orang menjadi sehat,
tetapi sebaliknya seringkali membahayakan
dan menghentikan terbentuknya kehidupan
yang sehat secara psikologis.Ellis
menunjukkan bahwa banyak jalan yang
digunakan dalam tre yang diarahkan pada satu
tujuan utama yaitu “meminimalkan pandangan
yang mengalahkan diri dari konseli dan
membantu konseli untuk Membangun filsafat
hidup yang realistik” (Corey, 2005).
Perilaku Etis Siswa
Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald
J. Ebert pengertian “etika” merupakan
keyakinan mengenai tindakan yang benar dan
yang salah, atau tindakan yang baik dan yang
buruk, yang mempengaruhi hal lainnya. Nilai-
nilai dan moral pribadi perorangan dan
konteks sosial menentukan apakah suatu
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
19
perilaku tertentu dianggap sebagai perilaku
yang etis atau tidak etis. Menurut Ricky W.
Griffin dan Ronald J. Ebert perilaku etis
adalah perilaku yang sesuai dengan norma-
norma sosial yang diterima secara umum
sehubungan dengan tindakan-tindakan yang
benar dan baik (Arifiyani, dkk., 2012).
Menurut Zubair (1987) etika dan moral lebih
kurang sama pengertiannya, tetapi dalam
kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu
moral untuk penilaian perbuatan yang
dilakukan lebih banyak bersifat praktis,
sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku yang lebih
banyak bersifat teori.
Perilaku etis adalah perilaku yang
sesuai dengan etika-etika yang berlaku, dengan
kata lain perilaku etis adalah sama dengan
moral. perilaku etis merupakan perilaku yang
bermoral, bersusila. Dalam hal ini etis adalah
suatu predikat yang dipergunakan untuk
membedakan dengan perbuatan-perbuatan atau
orang-orang tertentu dengan yang lain. Etis
dalam arti ini sama dengan “susila” (moral)
(Zubair , 1987).
Perilaku etis ini akan menentukan
kualitas individu sebagai siswa yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diperoleh
dari luar yang kemudian menjadi prinsip yang
dijalani dalam bentuk perilaku. Perilaku etis
yang dijadikan fokus dalam tulisan ini yaitu
pergaulan remaja baik laki-laki atau
perempuan dalam menjalin interaksi
Pengertian Siswa (Remaja Berusia 12-15
Tahun)
Singgih D. Gunarsa (1988)
menyebutkan bahwa masa remaja merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
dewasa, meliputi semua perkembangan yang
dialami sebagai persiapan memasuki masa
dewasa. Sedangkan menurut Zakiah Darajat
(1991), usia remaja merupakan bergejolaknya
berbagai macam perasaan yang kadang-kadang
bertentangan satu sama lain. Hurlock (1980)
menyebutkan bahwa fase remaja berada pada
masa puber dengan mempunyai beberapa
tugas perkembangan, yaitu: Mencari hubungan
baru dengan teman sebaya; Mencapai peran
sosialnya; Menerima dan menggunakan
fisiknya secara efektif; Mengharapkan dan
mencapai perilaku sosial yang bertanggung
jawab; Mencapai kemandirian sosial;
Mempersiapkan karier ekonomi;
Mempersiapkan perkawinan; Memperoleh
nilai etis sebagai pegangan untuk berperilaku.
Selanjutnya dalam psikologi islam,
fase perkembangan termasuk dalam fase
baligh dimana usia anak telah sampai pada
masa dewasa. Pada usia ini anak telah
memiliki kesadaran penuh akan dirinya,
sehingga dia diberi beban dan tanggung jawab
(taklif), terutama tanggung jawab agama dan
sosial (Abdul Mujib, 2001). Masa remaja atau
sering dikenal dengan masa pubertas dianggap
sebagai periode sensitif yang memiliki
pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan
individu. Periode ini ditandai dengan adanya
perpindahan dari masa kanak-kanak mejadi
masa dewasa (Hasan, 2006).
Perilaku Etis Remaja
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
20
Menurut Ahmad Mudjab Mahalli
dalam buku Membangun Pribadi Muslim, Tata
aturan dalam proses interaksi antara laki-laki
dengan perempuan yang berumur 15-18 tahun
adalah salah satunya tata tertib yang harus
diterapkan seseorang jika ingin mengunjungi
dan memasuki rumah orang lain. Tata aturan
dalam proses interaksi antara laki-laki dengan
perempuan yang berumur 15-18 tahun yang
lainnya seperti yang disampaikan dalam acara
TOP (Ta’aruf dan orientasi Pesantren) pada
Juli 2013, etika berperilaku Remaja
diantaranya: menutup aurat; menjauhi
perbuatan zina; menundukkan pandangan;
tidak melihat aurat orang lain dan memelihara
kemaluan dari berzina; baik laki-laki dan
perempuan harus betul-betul bertaqwa kepada
Allah SWT; menjauhkan diri dari tempat-
tempat yang subhat; tidak melakukan khalwat
(berdua-duaan di tempat yang sepi); tidak
bersuara mendesah; mengisi waktu luang
dengan kegiatan yang bermanfaat; mengajak
untuk berbuat kebaikan (dalam TOP, 2013)
METODE
Sifat penelitian ini adalah deskripstif-
analisis dengan menguraikan secara teratur
seluruh konsep yang ada relevansinya dengan
pembahasan. Kemudian data yang terkumpul
sebagaimana mestinya, lalu diadakan analisis.
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan
dengan menggunakan studi komparasi
terhadap sistem atau konsep. Sedangkan
metode pengumpulan data yang digunakan
adalah metode dokumentasi dengan
mengumpulkan data yang mendukung
penelitian tentang rational emotive behavior
therapy dan perilaku etis remaja.
Sumber data yang digunakan dalam
penulisan ini diataranya: pertama,
Mukhtashar Ihya` Ulumuddin, karya al-
Ghazali. Kedua, Mastering Counselling
Theory karya Ray Colledge. Ketiga, Ilmu Jiwa
Agama karya Zakiyah Darajat.
Untuk menganalisis data-data yang
diperoleh, peneliti menggunakan metode
content analysis.analisis ini lebih ersifat pada
pembahasan mendalam terhadap isi atau
informasi tertulis atau tercetak dalam media
masa (Arikunto, 1983).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rational Emotive Behavior Therapy
berbasis islam lahir sebagai upaya membantu
memberdayakan kembali potensi yang ada di
dalam diri individu yaitu fitrah manusia yang
telah diberikan aql, qalb, nafs, dan ruh serta
kembali mengaktifkan keimanan dan
ketakwaan hingga kembali berkembang dan
berfungsi sebagaimana mestinya. Pertama, Aql
selalu berkaitan dengan etika memberikan
sebuah makna bahwa dengan berfikir rasional
individu akan menyadari konsekuensi-
konsekuensi perbuatan dan pengaturan
pengontrolan dorongan emosionalnya
dipandang dari sudut tinjauan masa depan
(Amin Abdullah, 2002). Kedua, qalb menurut
Jalaluddin Rumi merupakan potensi berpikir
yang sangat mengagumkan ( Amin Syukur,
2002), sebab qalb berfungsi sebagai penggerak
dan pengontrol anggota tubuh lainnya. Hali ini
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
21
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim yang artinya:
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh terdapat
sepotong daging. Apabila ia baik, maka
baiklah badan itu seluruhnya dan apabila ia
rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya.
Ingatlah sepotong daging itu adalah
hati”(Zumroh, 2011).
Ketiga, nafs merupakan suatu
perasaan halus (lathifah), yaitu jiwa manusia
dan substansinya, tetapi berbeda-beda sesuai
dengan ahwal (kondisi-kondisi ruhani)
masing-masing (Auliya,2005).
Kecenderungan nafs adalah memaksakan
hasrat-hasratnya dalam upaya untuk
memuaskan diri. Sedangkan akal berperan
sebagai kekuatan pembatas sekaligus penasihat
bagi nafs, memberikan pertimbangan
kepada nafs tentang tindakan-tindakan positif
yang seharusnya dilakukan dan tindakan-
tindakan negatif yang harus
dihindari. Keempat, Ruh adalah cahaya halus
pada diri manusia yang dengannya ia dapat
mengetahui dan mengidrak sebagaimana
fungsi kalbu dan ruh inilah merupakan hakikat
hati.
Dari Uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa raga pada setiap individu dikendalikan
oleh aql dan nafs yang keduanya terletak di
dalam qalb yang dapat hidup karena adanya
ruh dengan kuasa Allah SWT. Fitrah manusia
di hadapan Allah SWT ditunjukkan melalui
cara manusia dalam berpikir secara rasional
dan menyadari bahwa ia adalah abdullah
sekaligus khlalifatullah dengan menjalankan
segala perintah yang ditetapkan dalam ajaran
al-Qur`an dan Hadits dan menjauhi segala
bentuk larangan Allah dengan tujuan untuk
memperoleh keselamatan di dunia dan di
akhirat.
Selanjutnya, Al-Ghazali (1997) nilai-
nilai islam yang digunakan dalam konsep
Rational Emotive Behavior Therapy yakni
muraqabah (kontrol diri) dan muhasabah
(koreksi diri), Muraqabah (kontrol diri) adalah
upaya diri untuk senantiasa merasa terawasi
oleh Allah (muraqabatullah). Sedangkan
muhasabah (koreksi diri) adalah usaha seorang
muslim untuk menghitung, mengkalkulasi diri
seberapa banyak dosa yang telah dilakukan
dan kebaikan apa saja yang belum
dilakukannya.
Proses pelaksanaan dalam Rational
Emotive Behavior Therapy berbasis islam
disesuaikan dengan keadaan subjek dalam
membangun perilaku etis siswa yaitu dengan
menggunakan teknik kognitif, teknik imageri,
dan teknik behavioristik (Komalasari, 2011),
dengan tahap-tahap pelaksanaan secara umum
yaitu menggunakan tiga tahap seperti tahap
awal (beginning stage), tahap tengah (middle
stage), dan tahap akhir.
Melalui konsep Rational Emotive
Behavior Therapy berbasis islam model A-B-
C-D-E-G, dalam membangun perilaku etis
siswa dengan penerapan A : mengaktifkan
kembali persoalan perilaku tidak etis dalam
pergaulan remaja yang selama ini dilakukan
oleh siswa. B : menjelaskan pandangan negatif
dan pandangan islam terhadap perilaku tidak
etis dalam pergaulan. C : dengan penjelasan
dari konsep B, maka akan timbul reaksi positif
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
22
dan negatif pada siswa yang berperilaku tidak
etis. D : menjauhkan pola emosi negatif pada
siswa. E : menggantikan dengan pola
pemikiran baru melalui proses penyesalan
yang dilanjutkan dengan pengalihan pola
emosi negatif ke pola emosi positif yaitu nilai-
nilai etis dalam berperilaku siswa. Sementara
G : penetapan tujuan kehidupan individu di
dunia sebagai abd Allah dan Khalifah Allah
(yakni membangun perilaku etis siswa).
Seperti halnya telah dijelaskan dalam surat an-
Naziat ayat 37-41 bahwa
“Adapun orang yang melampaui batas
dan lebih mengutamakan kehidupan duniawi,
neraka adalah tempat tinggalnya, sedangkan
yang takut pada kebesaran Tuhannya dan
mencegah dirinya dari mengikuti hawa nafsu,
sorga adalah tempat tinggalnya”.
Dunia merupakan taman pendidikan
yang mesti dilalui manusia untuk mendapatkan
hasilnya kelak di Akhirat. Jika hasilnyan baik
maka kebaikan dan kebahagiaan surgalah yang
diperolehnya, tetapi jika hasilnya buruk maka
keburukan nerakalah yang menjadi tempat
tinggalnya.
Teknik kognitif yang digunakan dalam
modul REBT yaitu dengan rational role
reversal. Rational role reversal meminta
konseli untuk memainkan peran yang memiliki
keyakinan rasional sementara konselor
memainkan peran menjadi konseli yang
irasional. Konseli melawan keyakinan
irasional konselor dengan keyakinan rasional
yang diverbalisasikan. Dalam hal ini konseli
diharapkan dapat berlatih mengubah atau
menghilangkan pikirannya yang negatif atau
tidak rasional dengan mengaplikasikan konsep
ABC, menentang pikiran negatif tersebut
dengan pertanyaan-pertanyaan yang
menantang (D), dan menggantinya menjadi
pikiran dan pernyataan yang positif atau
rasional, serta melakukan positive self talk
sehingga menghasilkan respon perasaan
maupun perilaku yang lebih positif. Dalam
memunculkan pikiran rasional, konselor
menjelaskan kepada konseli peran individu
sebagai abdi Allah sekaligus khalifah Allah
seperti yang terkandung dalam surat al-
Baqoroh ayat 30 yaitu manusia diberi tugas
dan tanggung jawab untuk menggali potensi-
potensi yang terdapat dibumi sebagai sarana
untuk beribadah kepada Allah.
Teknik selanjutnya menggunakan
teknik imageri yaitu melalui kegiatan proyeksi
waktu (time projection). Kegiatan proyeksi
waktu ini digunakan untuk memvisualisasikan
kejadian yang tidak menyenangkan ketika
kejadian itu terjadi, setelah itu konseli
membayangkan dampak yang terjadi seminggu
kemudian, sebulan kemudian, enam bulan
kemudian, setahun kemudian dan seterusnya
dalam waktu yang berkelanjutan. Penerapan
teknik imageri ini didasarkan pada kandungan
surat al-Imran ayat 119 yaitu tentang hamba
Allah yang mampu menahan emosi negatif
dengan tindakan.
Selain itu, teknik behavioristik yang
diwujudkan melalui kegiatan menyerang rasa
malu (shame attacking). Kegiatan ini
mengajarkan kepada konseli untuk mengelola
dan mengantisipasi perasaan malu dengan
melakukan konfrontasi kekuatan untuk malu
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
23
dengan cara sengaja bertingkah laku yang
memalukan dan mengundang ketidaksetujuan
lingkungan sekitar. Pemberian reward juga
diberikan atas perilaku yang diinginkan dan
pemberian punishment atas perilaku yang tidak
diinginkan. Perilaku yang diharapkan
disesuaikan pada al-Qur`an surat an-Nur ayat
31 yaitu perilaku mu`minah untuk menjaga
pandangan, kemaluan dan menutup auratnya
dari pandangan laki-laki.
Melalui pendekatan REBT islam
diharapkan konseli mampu membangun
perilaku etis sebagai abdi Allah sekaligus
khalifah Allah serta mampu mengevaluasi
perilaku-perilaku yang kurang sesuai
sebelumnya dengan belajar bertanggung jawab
pada apa yang mereka lakukan termasuk di
dalamnya menerima konsekuensi dari pilihan
dan perbuatannya. Strategi yang digunakan
dalam pelaksanaan Konseling Rational
Emotive Behavior Therapy Berbasis Islam
yaitu strategi bimbingan kelompok dan
konseling secara individual.
Tahapan intervensi yang dilakukan
pada praktik REBT berbasis islam ini sama
dengan tahapan pada umumnya menurut Ellis
(dalam Corey, 2005) meliputi: Pertama, Tahap
ini merupakan diawali dengan membangun
hubungan antara konselor dengan konseli dan
antar sesama konseli. Konselor
memperkenalkan dirinya sebagai orang yang
mampu dan bersedia membantu konseli untuk
mencapai tujuan. Selanjutnya merupakan
dispute tingkah laku, proses dimana konseli
diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka
tidak logis dan irrasional. Proses ini
memnbantu klien memahami bagaimana dan
mengapa dapat terjadi irrasional. Pada tahap
ini konseli diajarkan bahwa mereka
mempunyai potensi untuk mengubah hal
tersebut.
Kedua, Pada tahap ini dilakukan
asesmen perilaku untuk mengidentifikasi
pandangan konseli terhadap perilaku
sebelumnya. Selanjutnya konseli dibantu
untuk meyakinkan bahwa pemikiran dan
perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan
diubah. Pada tahap ini konseli mengeksplorasi
ide-ide untuk menentukan goal. Konselor
mendebat pikiran irasional konseli dengan
menggunakan pertanyaan mengenai
pemahaman diri yang disesuaikan pada surat
al-Baqarah ayat 30 tentang potensi manusia.
Pada tahap ini konselor juga menggunakan
teknik rational role reversal untuk membantu
konseli mengembangkan pikiran rasional.
Tidak ketinggalan konseli juga diberikan
pemahaman materi etika perilaku dalam
pandangan islam tentang pergaulan remaja.
Selanjutnya diberikan pemahaman tentang
muraqabah atau cara remaja dalam
mengontrol dirinya serta muhasabah untuk
mengoreksi perilaku apa yang pernah mereka
lakukan sebelumnya.
Ketiga, Pada tahap akhir dilakukan
identifikasi masalah dengan membuat daftar
masalah. Konselor membantu konseli untuk
memperkuat keyakinan rasional lewat
pemberdayaan iman sehingga terhindar dari
krisis perilaku etis, serta mengembangkan
fillosofi hidup yang rasional sehingga konseli
tidak terjebak pada masalah yang disebabkan
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
24
oleh pemikirian irasional. Terakhir dengan
penetapan tujuan (goal) kehidupan individu di
dunia sebagai abd Allah dan Khalifah Allah
(yakni membangun perilaku etis siswa)yang
meyakini akan adanya kehidupan setelah
kematian. Seperti halnya telah dijelaskan
dalam surat an-Naziat ayat 37-41 bahwa
“Adapun orang yang melampaui batas dan
lebih mengutamakan kehidupan duniawi,
neraka adalah tempat tinggalnya, sedangkan
yang takut pada kebesaran Tuhannya dan
mencegah dirinya dari mengikuti hawa nafsu,
sorga adalah tempat tinggalnya”. Dunia
merupakan taman pendidikan yang mesti
dilalui manusia untuk mendapatkan hasilnya
kelak di Akhirat. Jika hasilnya baik maka
kebaikan dan kebahagiaan surgalah yang
diperolehnya, tetapi jika hasilnya buruk maka
keburukan nerakalah yang menjadi tempat
tinggalnya. Selanjutnya dilakukan evaluasi
dari setiap tahapan dan diakhiri dengan doa
bersama.
SIMPULAN
Rational Emotive Behavior Therapy
berbasis islam lahir sebagai upaya membantu
memberdayakan kembali potensi yang ada di
dalam diri individu yaitu manusia fitrah dan
kembali mengaktifkan keimanan dan
ketakwaan hingga kembali berkembang dan
berfungsi sebagaimana mestinya. Konsep-
konsep yang digunakan merujuk pada konsep
dasar yang dikemukakan Ellis (1994) terkait
dengan perilaku yaitu konsep A-B-C. Setelah
A-B-C menyusul Disputing (D) dan Effective
new philosophy of life (E) untuk memasukkan
perubahan dan hasil yang diharapkan dari
perubahan. Selain itu, huruf Goal (G) dapat
diletakkan terlebih dahulu untuk memberikan
konteks bagi ABC. Hal ini bertujuan untuk
mengubah cara berfikir seseorang irasional
agar menjadi rasional dan mengubah
perilakunya dari yang negatif menjadi positif.
Proses pelaksanaannya disesuaikan dengan
keadaan subjek dalam memperoleh nilai etis
perilaku yaitu menggunakan teknik kognitif,
teknik imageri, dan teknik behavioristik.
Praktik pendekatan REBT islam
menggunakan strategi bimbingan kelompok
dan konseling individu. Intervensi yang
dilakukan secara estafet dalam Rational
Emotive Behavior Therapy berbasis islam
model A-B-C-D-E-G untuk membangun
perilaku etis siswa yaitu dispute tingkah laku,
asesmen perilaku, identifikasi masalah dan
evaluasi dengan menerapkan dua nilai
keislaman berupa Muraqabah (kontrol diri)
adalah upaya diri untuk senantiasa merasa
terawasi oleh Allah (muraqabatullah). Serta
muhasabah (koreksi diri) adalah usaha seorang
muslim untuk menghitung, mengkalkulasi diri
seberapa banyak dosa yang telah dilakukan
dan kebaikan apa saja yang belum
dilakukannya.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, M. Amin. (2002). Antara Al-
Ghazali dan Kant: Filsafat Etika
Islam,cet-ke II. Bandung: Mizan.
Al-Ghazali. (1997). Mukhtashar Ihya`
Ulumuddin, terj. Irwan Kurniawan.
Cet ke II. Bandung: Mizan
Arifiyani, dkk., (2012). "Pengaruh
Pengendalian Intern, Kepatuhan Dan
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
25
Kompensasi Manajemen Terhadap
Perilaku Etis Karyawan (Studi Kasus
PT Adi Satria Abadi
Yogyakarta)." Nominal: Barometer
Riset Akuntansi dan Manajemen 1.2
Arikunto, Suharsimi. (1983). Prosedur
PenelitianSuatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Bina Aksara.
Auliya, M. Yaniyullah Delta. (2005).
Melejitkan Kecerdasan Hati dan Otak.
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Colledge, Ray. (2002). Mastering Counselling
Theory. Palgrave Macmillan.
Corey, Gerald. (2005)Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama.
Darajat, Zakiyah. (1991). Ilmu Jiwa Agama.
Jakarta: Bulan Bintang.
Disampaikan dalam acara TOP (Ta’aruf dan
Orientasi Pesantren) di Pesantren
Persis Benda, “Etika Pergaulan
Remaja Muslim dan Muslimah” Juli
2013 dalam “Arena Sahabat.htm
Ellis, Albert dan Maurits Kwee. The Interface
Between Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) and Zen. Journal
Rational Emotive & Cognitif Behavior
Therapy. No. 16. Tahun 1998
Ellis, Albert. (1950). Teknik-teknik Konseling
Jakarta: PT.Merdika.
Gunarsa, Singgih D. (1988). Psikologi Remaja.
Jakarta: Gunung Mulia. (1988).
Hasan, Aliah B. Purwakania. (2006). Psikologi
Perkembangan Islami: Menyingkap
Rentang Kehidupan Manusia dari
Prakelahiran hingga Pascakematian.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih
bahasa: Istiwidayanti). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Kamalasari, Gantina. (2011).Teori dan Teknik
Konseling. Jakarta: PT. Indeks.
Latipun. (2005). Psikologi Konseling. Malang:
UMM Press.
Mahalli, Ahmad Mudjab. (2002). Membangun
Pribadi Muslim. Yogyakarta: Menara
Kudus.
Mappiare, Andi. (2008). Pengantar Konseling
dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Monks, F.J. & Knoers. (2006). Psikologi
Perkembangan: Pengantar Dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakir. (2001).
Nuansa-Nuansa Psikologi Islami.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Namora, L Lumongga. (2013). Memahami
Dasar – Dasar Konseling Dalam
Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Nelson-Jones, Richar. (2011). Teori dan
Praktik Konseling dan Terapi, edisi
ke-4. Terj. Helly Prajitno Soetjipto dan
Sri Mulyantini Soetjipto, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nielsen, Stevan L., W. Brad Johnson, and
Albert Ellis. (2001). Counseling and
psychotherapy with religious persons:
A rational emotive behavior therapy
approach. Routledge.
Roose, Aina Razlin Mohammad. (2014).
Kenali REBT Semudah ABC: Teori &
Konsep Asas Terapi Rasional Emotif
Tingkah Laku. Malaysia: Unimas.
Sugiyanto, Standar Kompetensi Kemandirian
(SKK), Universitas Negeri
Yogyakarta, tidak diterbitkan.
Syukur, Amin dan Masharudin.
(2002).Intelektualisme Tasawuf,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
GENTA MULIA, ISSN: 2301-6671
Volume VIII No. 2, Juli 2017 Page : 13-26
26
Winkel, Ws. (1991). Bimbingan dan Konseling
di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Grasindo.
Zubair, Ahmad. (1987). Pengantar Kuliah
Etika. Jakarta: Pradya Paramita
Zumroh. (2011). Tombo Ati Upaya
Membersihkan Qalbu dari Kuman-
kuman Penyakit. cet. 1. Surabaya :
Bintang Usaha Jaya