konsep pendidikan islam perspektif h. m. arifine-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1914/1/skripsi...
TRANSCRIPT
Konsep Pendidikan Islam Perspektif H. M. Arifin
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ANA BI’AUNIKA
NIM: 11113048
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
i
ii
Konsep Pendidikan Islam Perspektif H. M. Arifin
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ANA BI’AUNIKA
NIM: 11113048
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
iii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI
Hal : Naskah Skripsi Saudari Ana Bi’aunika
Lamp : 4 Eksemplar
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka
naskah skripsi mahasiswi:
Nama : Ana Bi’aunika
NIM : 11113048
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Judul skripsi : Konsep Pendidikan Islam Perspekif H.M. Arifin
Dapat diajukan kepada fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga
untuk diajukan dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan
sebagaiman mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 23 Agustus 2017
Pembimbing
Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag.
NIP. 19680613 199403 1004
iv
v
vi
MOTTO
م و ق ا ب ير م غ ن الل ال ي إ
ى ت م ح ه س ف ن أ ا ب وا م ير غ ي
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri”
(Q.S. Ar-Ra’du ayat 11)
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah dengan izin Allah SWT, skripsi ini dapat terselenggara dengan
baik. Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang telah membantu
mewujudkan mimpiku:
1. Ayahanda Sudarsono dan ibunda Mutiah yang telah memberikan mahkota
kasih sayangnya kepadaku sejak diriku kecil tidak mengerti apa-apa hingga
kini aku mengerti makna hidup. Semoga kalian selalu diberi kesehatan,
keberkahan rizqi dan keberkahan usia untuk bekal ibadah, amin.
2. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag., dan Bapak Sutrisno, M.Pd., selaku
pembimbing dan sekaligus sebagai motivator serta pengarah sampai selesainya
penulisan skripsi ini.
3. Kakak dan adik-adikku tercinta Ifa Da’waty, M. Bariq Firizqina, Tuba Nazlul
Huda, yang senantiasa mendukung dan memberi semangat, semoga apa yang
kalian cita-citakan dalam kehidupan ini segera terwujud, amin.
4. Guru-guruku yang telah memberikan dan membagikan ilmunya kepadaku
sehingga aku menjadi manusia pembelajar dan semakin mengerti banyak hal.
5. Sahabat-sahabat PAI Angkatan 2013, terima kasih untuk semua kisah yang
telah kita bagi bersama selama 4 tahun ini. Semoga di manapun kalian berada,
selalu mengamalkan ilmu yang kalian punya dengan hati yang tulus dan ikhlas.
6. Teman-teman PPL SMA N 1 Suruh, teman-teman KKN Desa Papringan Dusun
Kadirojo, terimakasih atas berbagai pengalaman lapangan yang telah kalian
bagi bersama saya.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin peneliti ucapkan sebagai rasa syukur kehadirat
Allah SWT atas segala nikmat yang tak terhitung dan rahmat-Nya yang tiada
henti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada jujungan kita Nabi
Muhammad SAW, beliaulah suri tauladan bagi seluruh umat manusia,
penyempurna akhlak mulia, dan pemimpin yang bijaksana bagi seluruh alam
semesta.
Penulisan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada
bantuan, dorongan, serta bimbingan dari pihak-pihak tertentu yang terkait, yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan informasi-informasi yang
dibutuhkan.
Terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga
3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga
4. Bapak Prof. H. Dr. Mansur, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa memberikan arahan, bimbingan dan motivasi selama pengerjaan
penyesesaian skripsi.
5. Bapak Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan nasehat selama peneliti menjadi mahasiswanya.
ix
6. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen IAIN Salatiga yang tidak bisa saya sebutkan
satu-satu yang telah memberikan ilmunya kepada peneliti selama menjadi
mahasiswanya.
7. Keluarga tercinta yang telah membesarkan peneliti dengan penuh kasih sayang
dan memberikan bantuan moril dan materil maupun spiritual.
8. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan, semoga segala bantuan yang
diberikan mendapat balasan dan Ridho Allah SWT, serta tercatat dalam bentuk
amalan ibadah, amin.
Semoga semua jasa baik yang diberikan kepada peneliti mendapatkan balasan
yang lebih berarti dari Allah SWT, peneliti menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, karenanya kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
kalangan terutama bagi peneliti sendiri. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Salatiga, 23 Agustus 2017
Ana Bi’aunika
NIM. 11113048
x
ABSTRAK
Ana Bi’aunika. 2017. Konsep Pendidikan Islam Perspektif H. M. Arifin.
Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah Dan
Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. H. Mansur, M. Ag.
Kata Kunci: Pendidikan Islam, H. M. Arifin.
Saat ini dikalangan dunia Islam berkembang kesadaran urgensi rekonstruksi
peradaban Islam melalui penguasaan sains dan teknologi, maka perlu dirumuskan
lagi pendidikan Islam yang sesuai tuntutan di masa sekarang.Peneliti tertarik
mengkaji tentang konsep pendidikan Islam perspektif H. M. Arifn sebagai
alternatif pemikiran intelektual untuk menjawab permasalahan pendidikan Islam.
Fokus masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana konsep pendidikan
Islam perspektif H. M. Arifin (2) Bagaimana konsep pendidikan Islam
kontemporer (3) Sejauh mana relevansi konsep pendidikan Islam perspektif H.
M. Arifin terhadap pendidikan Islam kontemporer.
Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research).
Sumber data primer dari buku-buku karangan H. M. Arifin yang berkaitan dengan
pendidikan Islam. Sumber data sekundernya, dari buku lain yang berhubungan
dengan penelitian. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis deduktif,
analisis induktif, analisis deskriptif dan analisis interpretasi.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah sistem
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai Islam. Tujuannya adalah realisasi
dari cita-cita ajaran Islam yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia
sebagai hamba Allah lahir dan batin, di dunia dan akhirat. Kurikulum yang
dipandang baik adalah yang besifat integrated dan komprehensif, mencerminkan
idealitas Al-Qur’an yang tidak memilih jenis disiplin ilmu secara taksonomis
dikotomik. Metode pendidikan mengarahkan tugasnya kepada proses
mempengaruhi dan membentuk kemampuan kognitif, afektif, psikomotor dalam
diri manusia. Sistem pengelolaan pendidikan dalam bentuk formal adalah sekolah
atau madrasah, yang bersifat informal ialah organisasi atau kelompok-kelompok
dalam masyarakat termasuk keluarga. Evaluasi adalah teknik penilaian tingkah
laku anak didik berdasarkan standar perhitungan komprehensif dari seluruh aspek
kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO ........................................................................... i
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................ vi
KATA PERSEMBAHAN .......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
ABSTRAK .................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
E. Penegasan Istilah ......................................................................... 5
F. Metode Penelitian ........................................................................ 8
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 13
BAB II Konsep Pendidikan Islam Perspektif Muzayin Arifin
A. Biografi H. M. Arifin .................................................................. 15
B. Konsep Pendidikan Islam Perspektif H. M. Arifin ..................... 17
xii
BAB III Konsep Pendidikan Islam Kontemporer
A. Pengertian Pendidikan Islam Kontemporer ................................. 38
B. Konsep Pendidikan Islam Kontemporer ...................................... 39
C. Kelebihan Pendidikan Islam Kontemporer ................................. 56
BAB IV Relevansi Konsep Pendidikan Islam Perspektif H. M.
Arifin Terhadap Pendidikan Islam Kontemporer
A. Analisis ........................................................................................ 60
B. Relevansi Konsep Pendidikan Islam Perspektif
H. M. Arifin Terhadap Pendidikan Islam Kontemporer ............. 63
BAB V Penutup
A. Kesimpulan .................................................................................. 75
B. Saran ............................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA
DAFTARLAMPIRAN
Daftar Riwayat Hidup Peneliti
Nota Pembimbing Skirpsi
Lembar Konsultasi
SKK
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Di era sekarang dunia telah dilanda perubahan nilai yang cenderung untuk
meninggalkan sistem tradisional. Apakah hal ini disebabkan oleh naluri manusia
yang cenderung untuk meninggalkan sistem nilai tradisional ataukah memang naluri
manusia yang cenderung untuk menyukai hal-hal yang baru dan ada pressure power
dari luar (Arifin, 2016: 44).
Arifin (1991: 139) berpendapat bahwa semakin meningkatnya rising demands
suatu masyarakat atau seseorang, semakin kompleks pula kehidupan jiwanya. Dan
semakin kompleks jiwa seseorang, semakin rigid terhadap penerimaan ajaran agama
yang dibawakan oleh juru dakwah/ penerang agama/ penyuluh agama. Asumsi
demikian berlaku bagi semua orang dewasa yang hidup dalam masyarakat modern
yang disebut masyarakat beradab.
Berangkat dari firman Allah SWT:
روا ما بأن فسهم ر ما بقوم حتى ي غي إن الله ال ي غي
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’du ayat 11).
Ayat ini mengingatkan bahwa manusia sebagai anggota masyarakat janganlah statis
dan jumud dalam hidupnya, melainkan harus dinamis dan konstruktif dalam
melakukan perubahan. Tingkah laku dan usaha perubahan yang dilakukan
hendaknya jangan latah mengikuti ide orang lain yang tidak diketahui arah
tujuannya (Arifin, 1987: 45-46).
2
Menurut Arifin (1994: 36), Masyarakat Indonesia yang berfalsafah Pancasila
mengambil sikap dan pendirian “tetap mempertahankan sistem nilai lama yang
terbukti baik dan mengambil sistem nilai baru yang paling baik”. Dengan sikap
keterbukaan inilah, peserta didik akan memperoleh kesempatan luas untuk
mengembangkan bakat dan kemampuannya dalam upaya memilih alternatif-
alternatif kehidupan dalam bidang yang dianggap sesuai dengan bakat dan
kemampuannya dan menuntut kepada kemandirian tanggung jawab pribadi dan
ketergantungan kepada diri sendiri (self dependancy).
Tantangan masyarakat muslim di berbagai belahan dunia mengembangkan sains
dan teknologi dimasa mendatang akan semakin berat. Pada dasawarsa terakhir
dikalangan dunia Islam mucul dan berkembang kesadaran tentang urgensi
rekonstruksi peradaban Islam melalui penguasaan sains dan teknologi, masyarakat
muslim tidak hanya berhadapan dengan hambatan internal, tetapi juga eksternal
yang saling berkaitan (Azra, 2012: 11).
Pendidikan Islam khususnya di Indonesia, dewasa ini dihadapkan pada problematika
yang tak kunjung usai. Berbagai wacana dan tawaran yang muncul, baik dari
kalangan pendidik maupun pemerhati dan peneliti pendidikan Islam, dimaksudkan
untuk menyelesaikan masalah krusial ini. Berbagai tawaran tentang proses, prosedur,
metodologi dan pendekatan diajukan dan diwacanakan oleh para pakar guna
membangun suatu kerangka pendidikan Islam yang kokoh, dari yang normatif hingga
yang historis ( Idi dan Suharto,2006: xv). Untuk itulah perlu dirumuskan lagi
pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan di masa sekarang.
3
Pandangan dasar tentang keberhasilan suatu pendidikan Islam merupakan prasyarat
yang perlu dipenuhi melalui berbagai daya dan upaya ilmiah. Prasyarat demikian
perlu diwujudkan dalam bentuk pemikiran-pemikiran teoritis dan praktis yang harus
ditindak lanjuti dengan pembentukan sistem keilmuan kependidikan Islam yang bulat
(Arifin, 2014: 7). Pendidikan Islam sendiri perlu memiliki pandangan yang sesuai
dalam praktik dan kelenturan dalam teori-teori kependidikan, ia juga merupakan
eksperimentasi teori pendidikan Islam yang bertugas memfungsionalkan ide-ide
kependidikan dalam proses pelaksanaan baik dalam bentuk formal maupun non
formal.
Inilah yang menjadikan peneliti tertarik untuk mengkaji dan menelaah tentang konsep
pendidikan Islam perspektif H. M. Arifn baik secara teoritis maupun secara praktis,
untuk dijadikan alternatif pemikiran intelektual dan nilai-nilai yang berbeda untuk
menjawab permasalahan pendidikan Islam, mengkritisi dan memahami ulang serta
mengimplementasikan ajaran Islam yang menyejarah di dalam pendidikan agama
Islam.
Sasaran pendidikan Islam secara teori maupun praktik harus mampu memberikan
pandangan yang tepat dan terarah tentang kemungkinan yang objektif dari proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Diharapkan pendidikan Islam perspektif
H.M. Arifin baik teoritis maupun praktis dapat menetapkan kaidah atau pedoman
konsepsional dan operasional yang dapat menunjukan alternatif-alternatif dalam
proses mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan manusia menuju ke arah
pendewasaan individualitas,sosialitas, dan moralitas (Arifin, 2014: 13-14).
Aspek inilah yang ingin ditonjolkan peneliti dalam skripsi yang berkaitan dengan
pendidikan Islam. Dengan kata lain, sejauh mana posisi, sikap, dan peran pemikiran
H.M. Arifin tentang konsep pendidikan Islam. Dan bagaimana relevansi konsep
4
pendidikan Islam perspektif H.M. Arifin terhadap pendidikan Islam kontemporer.
Oleh karena itu skripsi ini peneliti beri judulKONSEP PENDIDIKAN ISLAM
PERSPEKTIF H. M. ARIFIN.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan Islam perspektif H.M. Arifin?
2. Bagaimana konsep pendidikan Islam kontemporer?
3. Sejauh mana relevansi konsep pendidikan Islam perspektif H.M. Arifin terhadap
pendidikan Islam kontemporer?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam perspektif H.M. Arifin.
2. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam kontemporer.
3. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam perspektif H.M. Arifin dan relevansi
terhadap pendidikan Islam kontemporer.
5
D. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah teori tentang konsep pemikiran H. M. Arifin untuk dijadikan
referensi dan acuan bagi para peneliti atau pembaca.
b. Menambah perbendaharaan yang menggunakan metode penelitian libary
researchmengenai pemikiran tokoh pendidikan H.M. Arifin yang dapat
dijadikan solusi bagi permasalahan pendidikan saat ini.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi
fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK) IAIN Salatiga pada
khususnya dan kepada fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK)
kampus lain pada umunya mengenai konsep pendidikan Islam perspektif
H.M. Arifin.
b. Memberikan pembahasan yang mendalam bagi peneliti untuk
diimplementasikan dalam dunia pendidikan secara riil.
E. Penegasan Istilah
Penegasan dimaksudkan untuk menghindari kekurang jelasan atau pemahaman
yang berbeda antara pembaca dengan peneliti mengenai istilah-istilah yang terdapat
dalam judul penelitian. Istilah yang perlu diberi penegasan adalah istilah-istilah yang
berhubungan dengan kosep-konsep pokok yang terdapat di dalam skripsi.
Kriteria bahwa suatu istilah mengandung konsep pokok adalah jika istilah
tersebut terkait erat dengan masalah yang diteliti atau variabel penelitian. Definisi
6
istilah disampaikan secara langsung, dalam arti tidak diuraikan asal-usulnya.
Beberapa istilah yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut:
1. Konsep
Konsep adalah ide umum, pengertian, pemikiran, renungan, dan rencana dasar
(Jumali, 2004: 132). Konsep adalah ide abstrak dari peristiwa konkret yang
dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada
umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (KBBI, 2007:
588).
Dari pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa konsep merupakan
abstraksi dari realita yang menggambarkan tentang intisari atau kesimpulan
suatu hal dan memiliki fungsi sebagai penyederhana tentang suatu hal sehingga
timbul keteraturan dan kemudahan komunikasi.
2. Pendidikan Islam
Menurut UU no. 20 th. 2003. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan diartikan juga sebagai proses timbal
balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian diri dengan alam, dengan
teman dan keluarga (Jumali, 2004: 18).
Menurut Uyoh Sadulloh (2014: 5), prinsip dasar pendidikan dari arti luas yaitu:
pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Kedua, bahwa tanggung
jawab pendidikan merupakan tanggung jawab semua manusia; tanggung jawab
orang tua, tanggung jawab masyarakat dan tanggung jawab pemerintah.
7
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan
kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita
dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya
(Arifin, 2014: 7).
Menurut Tafsir (2014: 32) pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan
oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam. Bila disingkat, pendidikan Islam ialah bimbingan belajar
terhadap seseorang agar ia menjadi Muslim semaksimal mungkin.
Dr. Mohd. Fadli Al-Djamaly mengungkapkan pendidikan Islam adalah proses
yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat
derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan
kemampuan ajarnya (pengauh dari luar) (Arifin, 1987 : 16).
Jadi pendidikan Islam adalah, proses memberikan, mengarahkan dan
membimbing kemampuan manusia berdasarkan syariat Islam untuk menjadi
muslim semaksimal mungkin sesuai dengan fitrahnya.
3. Kontemporer
Kontemporer artinya pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini;
dewasa ini (KBBI, 2007:591).
Dari pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa kontemporer adalah masa
kini atau masa sekarang.
8
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research). Studi
pustaka di sini adalah studi teks yang seluruh substansinya diolah secara
filosofis dan teoritis (Muhadjir, 1992: 158-159).
Data-data yang digunakan peneliti dalam skripsi ini adalah berbagai
tulisan yang temanya sama dengan judul yang diangkat. Dengan
mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik sumber buku primer maupun
sumber buku sekunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan (Kuswaya,
2011: 11).
2. Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka (library
research) Mengumpulkan berbagai sumber data dengan mencari data mengenai
hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan
sebagainya (Arikunto, 2010: 274) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian
permasalahan. Dalam hal ini penulis mengumpulkan buku-buku maupun
data mengenai H. M. Arifin dan konsep pendidikan Islam perspektif H.M.
Arifin.
b. Mengidentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan penelitian.
Setelah diperoleh data mengenai pendidikan kontemporer dan konsep
pendidikan Islam perspektif H.M. Arifin kemudian diidentifikasi berasarkan
rumusan masalah yang ingin dijawab oleh peneliti.
c. Menarik suatu kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian tentang pokok
permasalahan (Komarudin, 1988: 145). Dari data yang telah diidentifikasi,
9
maka peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai konsep pendidikan
Islam perspektif H.M. Arifin dan relevansi terhadap pendidikan Islam
kontemporer.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh
(Arikunto, 2006: 129). Dalam penulisan skripsi ini sumber data yang
digunakan adalah sumber yang relevan dengan pembahasan skripsi. Adapun
sumber data terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Buku-buku karya H.M. Arifin:
1. Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner) (Bumi Aksara; 2016).
2. Filsafat Pendidikan Islam (Bumi Aksara; 2010)
3. Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum)(Bumi Aksara; 2014).
4. Ilmu Perbandingan Pendidikan (Golden Terayon Press; 2003).
5. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkungan Sekolah
Dan Keluarga (Sebagai Pola Pengembangan Metodologi) (Bulan
Bintang; 1977).
6. Teori-Teori Counseling Umum Agama Dan (Golden Terayon Press;
1994).
7. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi (Bumi Aksara; 1991).
8. Pendidikan Dalam Arus Dinamika Masyarakat (Golden Terayon
Press;1991).
9. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar
10
10. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama(Golden
Terayo Press; 1994).
11. Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia
12. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama
(Bulan Bintang; 1979).
Dari semua buku karya-karya H. M. Arifin, peneliti memfokuskan pada
lima sumber buku saja yang dijadikan sebagai sumber data primer, karena
dianggap paling banyak membahas materi-materi sesuai dengan penelitian.
Maka yang dijadikan sebagai sumber data primer dalam penelitian skripsi
ini adalah:
1. Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner) (Bumi Aksara; 2016).
2. Filsafat Pendidikan Islam (Bumi Aksara; 2010).
3. Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum)(Bumi Aksara; 2014).
4. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkungan Sekolah
Dan Keluarga (Sebagai Pola Pengembangan Metodologi) (Bulan
Bintang; 1977).
5. Pendidikan Dalam Arus Dinamika Masyarakat (Golden Terayon
Press;1991).
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu berbagai literatur yang berhubungan dan
relevan dengan objek penelitian, baik berupa buku maupun website.
Beberapa diantaranya yaitu:
1. Revitalisasi Pendidikan Islam: buku karya Abdullah Idi Dan Toto
Suharto (Tiara Wacana; 2006).
11
2. Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan
Milenium III: buku karya Azyumardi Azra (Kencana; 2012).
3. Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke 21: buku karya Hasan
Langgung (Pustaka Al Husna; 1988).
4. Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern: buku
karya Umiarso dan Haris Fathoni Makmur (IRCiSoD; 2010).
4. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan beberapa metode yaitu:
a. Metode Analisis Deduktif
Metode analisis deduktif adalah metode berfikir yang didasarkan pada
pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus
(Hadi, 1990: 42). Dalam penelitian ini metode analisis deduktif digunakan
untuk menjelaskan pengertian dan konsep pendidikan Islam kontemporer.
b. Metode Analisis Induktif
Metode analisis induktif adalah metode berfikir yang berangat dari fakta-fakta
peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang
bersifat umum (Hadi, 1990: 42). Metode ini digunakan untuk mengkaji data
yang telah didapat dan terkait dengan konsep pendidikan Islam yang telah
dipaparkan oleh H.M. Arifin dan dikaitkan dengan relevansi kekinian, atau
pendidikan Islam kontemporer.
c. Metode Analisis Deskriptif
Metode Analisis Deskriptif, yaitu suatu metode yang menguraikan secara
teratur seluruh konsepsi dari tokoh yang dibahas dengan lengkap tetapi ketat
(Sudarto, 1997: 100). Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk
12
mendeskripsikan pemikiran pendidikan H.M. Arifin dalam konteks pendidikan
Islam dan relevansinya terhadap pendidikan Islam kontemporer.
d. Metode Analisis Interpretasi
Metode Analisis Interpretasi, yaitu cara berfikir dengan menggunakan cara
menyelami karya tokoh, agar dapat menangkap arti dan nuansa yang dimaksud
tokoh secara khas (Bakker dan Zubair, 1990: 64). Metode ini digunakan untuk
menganalisis pemikiran tokoh yaitu H.M. Arifin tentang konsep pendidikan
Islam.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi yang disusun terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian
isi dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul,
halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman
pernyataan orisinalitas, halaman moto, halamankata persembahan, halaman kata
pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi.
Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam lima bab
yang rinciannya sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, pada bab ini akan dibahas mengenai: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Konsep Pendidikan Islam Perspektif Muzayyin Arifin, Pada bab ini akan
diuraikan biografi H.M. Arifin, dan konsep pendidikan Islam perspekif H. M. Arifin
BAB III Konsep Pendidikan Islam Konemporer, Pada bab ini akan diuraikan
tentang pengertian pendidikan Islam kontemporer, konsep pendidikan Islam
kontemporer, dan kelebihan pendidikan Islam kontemporer.
13
BAB IV relevansi konsep pendidikan Islam perspektif H.M. Arifin terhadap
pendidikan Islam kontemporer, pada bab ini akan dibahas tentang analsis dan
relevansi konsep pendidikan Islam perspektif H.M. Arifin terhadap pendidikan Islam
kontemporer.
BAB V Penutup, pada bab ini akan dibahas kesimpulan peneliti dari pembahasan
skripsi, saran-saran, kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting dan daftar
pustaka.
Bagian akhir yaitu daftar lampiran yang terdiri dari daftar riwayat hidup peneliti,
nota pembimbing skripsi, lembar konsultasi dan SKK.
14
BAB II
Konsep Pendidikan Islam Perspektif Muzayyin Arifin
A. Biografi H.M. Arifin
Prof. Dr. H. M. Arifin, M.ed., lahir di Bogor pada tanggal 2 Agustus 1954.
Sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Wajib Belajar di Nagrog, Ciampea Bogor
tahun 1968. Kemudian melanjutkan pendidikannya di sekolah Pendidikan
Guru Agama (PGA) 4 tahun. Sambil bersekolah beliau tinggal dan menginap
(mondok) di Pondok Pesantren Nurul Ummah dan lulus tahun 1972.
H. M. Arifin melanjutkan pendidikannya pada sekolah Pendidikan Guru
Agama tingkat Atas (PGA A) 6 tahun. Sambil mondok di Pesantren
Jauharatun Naqiyah Cibeber Cilegon Serang Jawa Barat, dan tamat tahun
1974. Setelah itu beliau memperoleh gelar Sarjana Muda (BA) pada tahun
1979, dan Sarjana Lengkap (baca: Drs) pada Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta (sekarang bernama Universitas Islam Negeri Jakarta),
dan tamat tahun 1981. Gelar Magister bidang Studi Islam diperolehnya tahun
1991, sedangkan gelar Doktor bidang Studi Islam diperoleh pada tahun 1993
masing-masing dari Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Karir H.M. Arifin dimulai sebagai tenaga peneliti lepas pada Lembaga Studi
Pembangunan (LSP) di Jakarta 1981-1982; pada tahun yang sama menjadi
Direktur Koperasi Pelajar Kerja Sama Pemerintah Jepang dengan Indonesia
15
pada Himpunan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (HP2M). Kemudian
menjadi instruktur pada Lembaga Bahasa dan Ilmu Al Qur’an (LBIQ) Daerah
Khusus Ibukota Jakarta pada tahun 1982-1985.
Setelah itu akhirnya bertugas sebagai dosen Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Islam pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mulai tahun
1985. Tahun 1990 bertugas pula sebagai dosen Fakultas Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada bidang mata kuliah Sejarah Sosial dan
Filsafat Pendidikan Islam. Namun, H.M. Arifin wafat pada tahun 2003.
Meski beliau sudah wafat, pemikiran serta peran dan perjuangan beliau bisa
kita ambil hikmah dan nilai-nilainya(http:// ejournal. kopertais4. or. id/
pantura/ index. php/ qura/ article/ view/ 2047. Di akses pada 05 Juni 2017).
H. M. Arifin, di kalangan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dikenal sebagai salah seorang yang concern dengan persoalan pendidikan,
terutama pendidikan Islam. Hidupnya diabdikan sepenuhnya untuk kemajuan
lembaga yang menjadi pilar utama kemajuan peradaban umat manusia. Hal
ini bukan hanya terlihat dari berbagai karya tulis di bidang pendidikan,
melainkan juga keterlibatannya secara langsung dalam mengelola berbagai
lembaga pendidikan.
Adapun karya-karya beliau yaitu:
13. Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner)
14. Filsafat Pendidikan Islam
16
15. Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum)
16. Ilmu Perbandingan Pendidikan
17. Pendidikan Dalam Arus Dinamika Masyarakat
18. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkungan Sekolah Dan
Keluarga (Sebagai Pola Pengembangan Metodologi)
19. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar
20. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama
21. Teori-Teori Counseling Agama Dan Umum
22. Psikologi Dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia
23. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Filsafat Pendidikan Islam
24. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama
B. Konsep Pendidikan Islam Perspektif H.M. Arifin
1. Pengertian Pendidikan Islam
Lapangan pendidikan merupakan wilayah yang sangat luas. Ruang
lingkupnya mencakup seluruh pengalaman dan pemikiran manusia
tentang pendidikan. Setiap orang pernah mendengar tentang perkataan
pendidikan, dan setiap orang waktu kecilnya pernah mengalami
pendidikan. Namun tidak setiap orang mengerti dalam arti yang
sebenarnya apa pendidikan itu, dan tidak setiap orang mengalami
pendidikan ataupun menjalankan pendidikan sebagaimana mestinya
(Sadulloh, 2014: 1).
Tujuan dan sasaran pendidikan berbeda-beda menurut pandangan hidup
masing-masing pendidik atau lembaga pendidikan. Oleh karenanya perlu
17
dirumuskan pandangan hidup Islam yang mengarahkan tujuan dan
sasaran pendidikan Islam (Arifin, 2016: 7).
Jika Islam disebut agama yang benar di sisi Allah, maka bila manusia
berpredikat muslim, dia harus menjadi penganut agama yang baik,
menaati ajaran Islam, menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada
dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajarannya sesuai iman dan akidah islamiah (Arifin, 2016: 7).
Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan
Islam. Berdasarkan pandangan tersebut, pendidikan Islam berarti sistem
pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam
yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya (Arifin, 2016:
7).
Dengan kata lain, manusia yang mendapatkan pedidikan Islam harus
mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana
diharapkan oleh cita-cita Islam. Maka pengertian pendidikan Islam adalah
suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman
bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi
(Arifin, 2016: 8).
Mengingat luasnya jangkauan yang harus digarap oleh pendidikan Islam,
maka pendidikan Islam tetap terbuka terhadap tuntutan kesejahteraan
umat manusia, baik tuntutan di bidang ilmu pengetahuan teknologi
18
maupun tuntunan pemenuhan kebutuhan hidup rohaniah. Kebutuhan itu
semakin meluas sejalan dengan melauasnya tuntutan hidup manusia itu
sendiri. Oleh karena itu, dilihat dari pengalamannya, pendidikan Islam
berwatak akomodatif terhadap tuntutan kemajuan zaman sesuai acuan
norma-norma kehidupan Islam (Arifin, 2016: 8).
2. Tujuan Pendidikan Islam
Meskipun seorang manusia telah diberi fitrah, bila tanpa memperoleh
kesempatan pendidikan, atau bimbingan/penyuluhan yang cukup
memadai maka ia tidak akan mampu mencapai titik optimal
perkembangan hidupnya yang positif dan konstruktif (Arifin, 1994: 39).
Tatkala orang mendesain pendidikan, maka ia harus memulai dengan
merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan dasar pendidikan
yang menjadi pandangan hidup pendesain itu ia merumuskan tujuan
pendidikan. Jadi tujuan pendidikan pada dasarnya ditentukan oleh
pandangan hidup (way of life) orang yang mendesain pendidikan itu.
Pikiran inilah yang menyebabkan berbeda-bedanya desain pendidikan
(Tafsir, 2010: 75).
Demikian pula yang terjadi dalam proses kependidikan Islam, bahwa
penetapan tujuan akhir itu mutlak diperlukan dalam rangka mengarahkan
segala proses, sejak dari perencanaan program sampai dengan
pelaksanaanya, agar tetap konsisten dan tidak menngalami deviasi-deviasi
(penyimpangan). Adapun tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya
adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi
19
bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah lahir dan batin, di
dunia dan akhirat (Arifin, 1994: 39-40).
Pendidikan Islam bertujuan untuk menumbuhkan pola kepribadian
manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran,
perasaan dan indera. Pendidikan ini harus melayani pertumbuhan manusia
dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi,
jasmaniah, ilmiah, maupun bahasanya. Dan pendidikan itu mendorong
semua aspek tersebut kearah keutamaan serta pencapaian kesempurnaan
hidup (Arifin, 1994: 40-41).
Tujuan memiliki peran strategis dalam menentukan kebijakan
kurikulum. Tujuan dalam pendidikan berfungsi sebagai penentu arah,
standar yang hendak dicapai, serta pedoman yang harus dipakai tatkala
pendidik akan melakukan evaluasi tentang keberhasilan proses
pendidikan yang dilakukan. Dengan demikian tujuan menjadi sentra
pengembangan kurikulum (Roqib, 2009: 78-79).
Arifin (1994: 115) berpendapat bahwa manusia baru Indonesia yang
dikehendaki adalah manusia yang serba utuh lahir dan batin. Hidup
duniawi dan uhkrowi, yang mampu membangun diri, masyarakat, dan
negara dengan berbekal ilmu dan ketrampilan yang dijiwai oleh nilai-nilai
agama. Tujuan terakhir dari pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi
sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan,
masyarakat, maupun sebagai umat manusia keseluruannya (Arifin, 1994:
41).
20
Sifat yang demikian membuat pendidikan Islam benar-benar berbeda dari
pendidikan lainnya, baik dari segi tujuan, watak, isi, karakteristik maupun
pengaruh praktisnya. Sifat itu pula yang membuat proses pendidikan
Islam berjalan di atas jalur yang telah digariskan agama Islam dalam arti
luas seperti yang dijelaskan di atas yaitu sebagai agama bagi kehidupan di
dunia dan di akhirat yang meliputi segala persoalan hidup, berbagai hajat
individu, masyarakat, dan seluruh umat manusia (Aly, 2003: 141).
3. Kurikulum dan Materi Pendidikan Islam
Kurikulum pada mulanya diartikan sebagai bahan-bahan pelajaran apa
saja yang harus disajikan dalam proses pembelajaran di dalam suatu
sistem instruksional pendidikan (Arifin, 1994: 183). Dalam ilmu
pendidikan Islam, ia juga menjadi salah satu bahan masukan yang
mengandung fungsi sebagai alat pencapai tujuan pendidikan Islam.
Menurut sifatnya, kurikulum pendidikan Islam dipandang sebagai cermin
idealitas Islam yang tersusun dalam bentuk serangkaian program dan
konsep dalam mencapai tujuan pendidikan. dengan memperhatikan
program-program yang berbentuk kurikulum, kita dapat mengetahui cita-
cita apakah yang hendak diwujudkan oleh proses kependidikan itu
(Arifin, 2016: 136).
Dalam perspektif Islam, keharusan mengitegrasikan unsur religius yang
transendental dengan setiap cabang ilmu menjadi hal yang tak terelakkan.
Sebab jika kedua hal tersebut tidak terintegrasi dengan baik, maka akan
21
menimbulkan bias pemikiran yang pada gilirannya akan mengakibatkan
rasa kebingungan pada peserta didik (Roqib, 2009: 78).
Dengan demikian, kurikulum yang dapat dipandang baik untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam menurut H.M. Arifin (2010: 86) adalah yang
besifat integrated dan komprehensif, mencakup ilmu agama, dan umum.
Oleh karena itu, kurikulum harus besifat dinamis dan konstruktif dalam
arus proses perkembangan masyarakat manusia yang arahnya tidak sama.
Yang dimaksud integratif di sini adalah keterpaduan kebenaran wahyu
dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta. Dikatakan struktur
keilmuan integratif di sini bukanlah berarti antara berbagai ilmu tersebut
dilebur menjadi satu bentuk ilmu yang identik, melainkan karakter, corak
dan hakikat antara ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi material
spiritual, akal wahyu, ilmu umum dan ilmu agama, jasmani rohani, dan
dunia akhirat (Muliawan, 2005: xii).
Apalagi bila dilihat bahwa bersamaan dengan pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat ini yang membawa dampak negatif dan
positif itu, peserta didik yang berupa generasi muda kita tergolong
kelompok usia yang rawan dan peka terhadap pengaruh tersebut, semakin
memerlukan ketahanan dan ketangguhan mental spiritual berdasarkan
nilai-nilai keimanan dan takwanya yang berfungsi sebagai benteng
mental, sekaligus filter dalam menghadapi tantangan atau kesulitan yang
mungkin terjadi, justru mereka termasuk generasi muda yang harus
dididik atau dibimbing menjadi kader perjuangan Bangsa di masa depan
22
jelas menduduki tempat strategis dalam perjuangan tersebut (Arifin,
1994: 116).
Unsur-unsur pengetahuan dan ketrampilan yang harus dimasukkan ke
dalam content (isi) kurikulum yang didasarkan atas tabiat manusia
sebagai makluk berpikir, merasa, dan menghendaki (unsur kemampuan
kognitif, afektif, dan konatif), diwujudkan dalam bentuk-bentuk: ilmu
pengetahuan akademis, seni budaya, dan ketrampilan bekerja (practical
arts). Dengan ilmu pengetahuan, peserta didik dapat mengetahui sesuatu
dan dengan seni budaya itulah mereka dididik untuk berbuat sesuatu
untuk dirinya sendiri, masyarakat, dan lingkungan hidupnya (Arifin,
2010: 79).
Dari kurikulum pendidikan Islam harus tercermin idealitas Al-Qur’an
yang tidak memilih-milih jenis disiplin ilmu secara taksonomis
dikotomik (Arifin, 2016: 137). Materi yang diuraikan dalam Al Qur’an
menjadi bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan
Islam, formal maupun nonformal. Oleh karena itu, materi pendidikan
yang bersumber dari Al Qur’an harus dipahami, dihayati, diyakini, dan
diamalkan dalam kehidupan umat Islam.
Prinsip penyusunan kurikulum menurut H.M. Arifin (2016: 141):
a. Kurikulum mengandung materi (bahan) ilmu pengetahuan yang
mampu berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup islami.
b. Kurikulum mengandung tata nilai islami yang intrinsik dan ekstrinsik
yang mampu merealisasikan tujuan pendidikan Islam.
23
c. Kurikulum diproses melalui metode yang sesuai tujuan pendidikan.
d. Kurikulum, metode, dan tujuan pendidikan Islam harus saling
menjiwai dalam proses mencapai produk yang dicita-citakan menurut
agama Islam.
Kategori kurikulum menurut H. M. Arifin (2016: 141):
a. Ilmu pengetahuan dasar yang esensial adalah ilmu-ilmu yang
membahas Al Qur’an dan Hadis.
b. Ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia sebagai individu dan
sebagai anggota masyarakat antara lain: antropologi, pedagogik,
psikologi, sosiologi, sejarah, ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
c. Ilmu pengetahuan tentang alam atau disebut al-ulum al-kauniah antara
lain ilmu biologi, botani, fisika, dan astonomi.
Kandungan dalam Al-Qur’an tidak terdapat kontradiksi atau
pemisahan ilmu-ilmu karena semuanya merupakan refleksi dari
kekuasaan Allah atas nama semesta (Arifin, 2016: 142).
4. Metode Dalam Proses Pendidikan Islam
Dalam pengertian letterjik, kata “metode” berasal dari bahasa Greek yang
terdiri dari meta yang berarti “melalui” dan hodos yang berarti jalan, jadi,
metode berarti “jalan yang dilalui”. Dengan demikian, metode dapat
berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan
(Arifin, 1994: 43).
Dalam sejarah pendidikan Islam dapat diketahui bahwa para pendidik
muslim dalam berbagai situasi dan kondisi yang berbeda, telah
24
menerapkan berbagai metode pendidikan atau pengajaran. Metode-
metode yang dipergunakan tidak hanya metode mendidik atau mengajar
dari para pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus digunakan
oleh anak didik (Arifin, 2010: 89-90).
Metode pendidikan yang disampaikan Arifin (2010: 91) lebih
mengarahkan tugasnya kepada pembinaan atau pembentukan sikap dan
kepribadian manusia yang beruang lingkup pada proses mempengaruhi
dan membentuk kemampuan kognitif, kognatif, afektif serta psikomotor
dalam diri manusia.
Metode merupakan cara-cara untuk menyampaikan materi pembelajaran
secara efektif dan efisien, juga untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Dengan metode ini diharapkan akan muncul berbagai kegiatan belajar
peserta didik, sehubungan dengan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh
guru. Dengan kata lain, terciptanya suatu hubungan atau interaksi
edukatif (Gunawan, 2014: 257).
Metode pendidikan yang digunakan H.M. Arifin yang dikutip oleh
Rosyadi, (2004: 214) lebih menekankan pada penelusuran analitis dari
dalam kandungan Al-Qur’an pada hubungan antara pendidik dan peserta
didik dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pendidikan Islam mengakui adanya fitrah dalam diri manusia yang
dapat dikembangkan melalui proses kependidikan dengan metode
yang tepat.
25
b. Keyakinan potensi fitrah itu mendorong guru berikhtiar sebaik
mungkin dengan pemilihan metode kependidikan yang efektif dan
efisien.
c. Guru berikhtiar terhadap perkembangan fitrah malalui program
kegiatan kependidikan yang terarah kepada cita-cita Islam.
d. Pendidikan Islam mengupayakan harmonisasi dalam proses mencapai
tujuan, sehingga produk pendidikan sesuai dengan cita-cita Islam.
e. Terciptanya model-model proses belajar mengajar yang fleksibel
terhadap tuntutan kebutuhan kehidupan anak didik sebagai hamba
Allah dan anggota masyarakat.
f. Pendidikan Islam dengan segala ikhtiarnya senantiasa berpegang pada
pengembangan hidup manusia yang berorientasi kepada potensi
keimanan dan ilmu pengetahuan pribadi manusia Muslim.
Adapun prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis menurut
H. M. Arifin (Rosyadi, 2004: 215) adalah sebagai berikut:
a. Prinsip memberikan suasana kegembiraan.
b. Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut.
c. Prinsip kebermaknaan bagi anak didik.
d. Prinsip pra-syarat.
e. Prinsip komunikasi terbuka.
f. Prinsip pemberian pengetahuan yang baru.
g. Prinsip memberikan perilaku yang baik.
h. Prinsip praktek secara aktif.
26
i. Prinsip kasih sayang dan pembinaan kepada anak didik dan lain
sebagainya.
5. Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu sistem yang memungkinkan proses kependidikan Islam
berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka
mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan Islam
(Arifin, 2016: 80). Tujuan akan lebih mudah dicapai melalui proses
kependidikan jika ditransformasikan melalui institusi kependidikan,
karena institusi menjadi wadah pengorganisasian dan pelaksanaan
program untuk mencapai tujuan pendidikan (Arifin, 2016: 120).
Dalam sejarah pendidikan Islam, sejak Nabi melaksanakan tugas dakwah
agama secara aktif, di kota Mekah telah didirikan lembaga di mana Nabi
memberikan pelajaran tentang agama Islam secara menyeluruh di rumah-
rumah dan di masjid-masjid, di dalam masjid inilah berlangsung proses
belajar mengajar berkelompok dalam halaqah dengan masing-masing
gurunya yang terdiri dari para sahabat Nabi (Arifin, 2016: 80). Kemudian
berdiri lembaga pendidikan yang bernama kuttab, satu lembaga
pendidikan dasar yang di dalamnya diajarkan cara membaca dan menulis
huruf Al-Qur’an serta pengajaran ilmu agama dan ilmu Al-Qur’an (Arifin,
2016: 80).
Sistem pengelolaan pendidikan dalam bentuk formal adalah yang disebut
sekolah atau madrasah, sedangkan yang bersifat informal ialah berupa
organisasi atau kelompok-kelompok dalam masyarakat termasuk juga
27
keluarga, di mana pendidikan berproses lebih banyak melalui sistem
penerangan atau mass educative dari pada individual educative dalam
kelas-kelas sekolah (Arifin, 1977: 24).
Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang menjadi cermin
sebagai umat Islam. Fungsi dan tugasnya adalah merealisasikan cita-cita
umat Islam yang menginginkan agar anak-anaknya dididik menjadi
manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan. Dalam rangka upaya
meraih hidup sejahtera duniawi dan kkebahagiaan hidup di akhirat
(Arifin, 2014: 159).
Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah sudah ada sejak Islam
berkembang di Indonesia. Madrasah itu tumbuh dan berkembang dari
bawah dalam arti masyarakat (umat) yang didasari rasa tanggung jawab
untuk menyampaikan ajaran Islam kepada generasi penerus. Sehingga
madrasah pada waktu itu lebih menekankan pada pendalaman ilmu-ilmu
Islam (Arifin, 2016: 160).
Madrasah dalam bentuk tersebut tercatat dalam sejarah bahwa
keberadaanya telah berperan serta dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah
mengambil langkah-langkah untuk mengadakan penyempurnaan dan
peningkatan mutu masyarakat yang sejalan dengan laju perkembangan
dan aspirasi madrasah itu meliputi: penataan kelembagaan, peningkatan
sarana dan prasarana, kurikulum dan tenaga guru (Arifin, 2016: 160).
28
Arifin (1987: 41-45) memaparkan beberapa tantangan yang dihadapi
lembaga-lembaga pendidikan Islam saat ini meliputi:
a. Politik
Lembaga pendidikan yang berada dalam suatu wilayah negara
merupakan sektor kehidupan budaya bangsa yang terikat dengan
tujuan perjuangan nasional yang berlandaskan falsafah negaranya.
Maka suatu lembaga pendidikan yang tidak bersedia mengikuti politik
negaranya (khususnya dalam bidang pendidikan) akan merasakan
bahwa politik tersebut menjadi tekanan terhadap cita kelembagaan
tersebut.
b. Kebudayaan
Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad modern saat ini tidak
dapat terhindar dari pengaruh akulturasi, di mana faktor nilai yang
mendasari kebudayaannya sendiri sangat menentukan survivenya, bila
nilai-nilai kultural suatu bangsa itu melemah, maka bangsa tersebut
akan mudah terperangkap oleh kebudayaan lain sehingga identitas
kebudayaannya sendiri lenyap. Sikap selektif dalam menerima atau
menolak kebudayaan asing perlu dilandasi dengan menganalisa secara
mendalam bersumber pandangan hidup sendiri baik sebagai institusi
ataupun sebagai bangsa. Sikap selektif pada hakikatnya bukanlah
sikap menyerah ataupun netral. Melainkan sikap kreatif selektif. Oleh
karena itu perlu pengetahuan dan wawasan mendalam yang mampu
menjangkau jauh ke masa depan bagi eksistensi hidupnya.
29
c. IPTEK
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu bagian dari peradaban
dan kebudayaan manusia, sebagai suatu ciri khas dari zaman modern
saat ini di mana perkembangannya lebih cepat menjalar ke jantung
masyarakat. Teknologi sebagai ilmu pengetahuan terapan adalah hasil
kemajuan budaya manusia yang banyak bergantung kepada manusia
yang menggunakannya. Dengan kata lain, teknologi dapat dijadikan
kekuatan kebudayaan yang bersifat netral dalam tugas dan fungsinya
dan tergantung oleh pribadi manusia dalam pengelolaan dan
pemanfaatannya. Inilah tantangan mutakhir manusia abad ini yang
perlu diberi jawaban oleh lembaga pendidikan Islam di mana norma-
norma agama senantiasa dijadikan sumber pegangan.
d. Ekonomi
Pengaruh kehidupan ekonomi banyak mewarnai corak perkembangan
sistem kependidikan dalam masyarakat bangsa. Oleh karena itu
kehidupan ekonomi suatu bangsa banyak mempengaruhi pertumbuhan
lembaga kependidikan. Bahkan juga mempengaruhi sistem
kependidikan yang diberlakukan serta kelembagaan kependidikan
yang dapat menunjang atau mengembangkan sistem ekonomi yang
diinginkan. Maka dari itu timbullah suatu perencanaan kependidikan
dilihat dari aspek kehidupan ekonomi yang dikenal dengan “ekonomi
pendidikan”. sehingga pendidikan yang diselenggarakan dalam
30
masyarakat selalu diukur sejauh mana dapat menunjang kehidupan
dan pembangunan di bidang ekonomi tersebut.
Bila dilihat dari sektor ini, maka problem-problem kehidupan
ekonomi perlu dijawab oleh lembaga-lembaga pendidikan, apalagi
bila diingat bahwa hasil pendidikan adalah sama prosesnya dengan
hasil produksi, karena pendidikan bagaikan suatu perusahaan yang
memproduksi tenaga ahli. Ukuran ekonomi bagi suatu lembaga
pendidikan yang demikian itu adalah suatu hal yang terlalu realistis
dan pragmatis. Namun dalam bidang inilah saat ini banyak
memberikan tantangan kepada lembaga pendidikan kita. Jawaban
yang diberikan oleh lembaga pendidikan antara lain tercermin dalam
sistem pendidikan serta kurikulum atau program pendidikan yang
ditetapkan.
e. Kemasyarakatan
Kemasyarakatan adalah suatu lapangan hidup manusia yang
mengandung ide-ide yang sangat laten terhadap pengaruh kebudayaan,
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai suatu sistem kehidupan,
kemasyarakatan tidak statis dan beku, melainkan berkecenderungan ke
arah perkembangan dinamis yang mengandung implikasi perubahan-
perubahan yang biasa kita kenal sebagai social change. Problem-
problem sosial yang menuntut pemecahan kepada lembaga pendidikan
justru menghidupkan tugas dan fungsi lembaga kependidikan itu
sendiri, mengingat lembaga itu merupakan lembaga kemasyarakatan
31
yang berfungsi sebagai agent of social change. Maka tantangan dalam
kaitannya dengan social change menuntut jawaban dari lembaga
kependidikan.
f. Sistem nilai
Di era sekarang dunia telah dilanda perubahan nilai yang cenderung
untuk meninggalkan sistem tradisional. Apakah hal ini disebabkan
oleh naluri manusia yang cenderung untuk meninggalkan sistem nilai
tradisional ataukah memang naluri manusia yang cenderung untuk
menyukai hal-hal yang baru dan ada pressure power dari luar. Hal
inilah yang menjadi titik sentral problem yang melahirkan tantangan
terhadap lembaga pendidikan yang salah satu fungsinya adalah
mengawetkan sitem nilai yang telah berkembang di masyarakat.
Dengan demikian peranan lembaga pendidikan dalam perubahan sosial
itu seharusnya semakin diperkokoh dengan sistem dan metode
pengelolaan berdasarkan nilai-nilai yang dapat mempertahankan corak
dan identitas kebudayaannya (Arifin, 2003: 57).
Dari berbagai permasalahan lembaga pendidikan yang disampaikan di
atas, maka H.M. Arifin (2014: 154-155) menyimpulkan pola pemecahan
problema pendidikan Islam yang diharapkan mampu menjawab
permasalahan pendidikan yaitu:
a. Faktor idiil yang melandasi pelaksanaan pendidikan Islam yaitu Al-
Qur’an dan Hadis memerlukan interpretasi baru dari para pakar
muslim yang berfokus pada kemajuan kependidikan Islam. Suatu
32
interpretasi baru yang berfokus kepada tiga kemampuan dasar
manusia yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik atau Arifin
menyebut ketiganya kemampuan yang bermukim di kepala (head), di
dada (heart), dan di tangan (hand).
b. Faktor struktural kelembagaan pendidikan Islam yang telah eksis
dalam masyarakat, perlu dilakukan inovasi yang benar-benar dapat
mendukung tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan, metode
dan content diperbaiki sedemikian rupa, sehingga mampu menarik
minat peserta didik tanpa mengurangi prinsip-prinsip ajaran dari
sumber pokok Islam. Seperti pesantren atau madrasah sebagai ciri
khas Indonesia, memiliki orientasi ke arah faktor idiil tersebut di atas.
Bukan hanya pesantren plus sekolah umum atau madrasah plus
pengetahuan umum seperti yang telah dianut oleh umat Islam di
beberapa lingkungan masyarakat. Suatu model pesantren yang
berfungsi ganda. Ia merupakan lembaga sosial keagamaan Islam yang
berfungsi sebagai pusat pembinaan mental agama masyarakat sekitar
yang berorientasi kepada modernisasi umat, dan di sisi lain sebagai
lembaga pendidikan agama Islam di lingkungannya yang dinamis dan
aspiratif terhadap tuntutan kemajuan lahiriyah dan batiniyah.
c. Faktor teknis operasional agama di semua jenjang pendidikan umum
perlu lebih diaktualisasikan ke dalam proses yang integralistik dengan
pendidikan intelektual dan ketrampilan sehingga terwujud keserasian
dan keselarasan dalam pencapaian tujuan pendidikan Internasional.
33
Untuk itu kerja sama antara pelaksana pendidikan di sekolah perlu
ditingkatkan lagi, terutama dalam kegiatan belajar mengajar. Strategi
pendidikan di sekolah-sekolah teknologi yang programnya lebih
teknologis dan eksak perlu lebih intensif diimbangi dengan program
pendidikan yang lebih moralis dan sosialistis-agamis tanpa menghilangkan
ciri-ciri kejuruannya.
Lembaga pendidikan di masa sekarang harus lebih kritis dan dinamis,
berorientasi kekinian sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi
modern selaras dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat masa kini
tanpa meninggalkan nilai fitah yang ada dalam diri setiap manusia.
Sesuai dengan apa yang telah dipaparkan oleh H. M. Arifin mengenai
lembaga pendidikan Islam perspektif beliau, diharapkan mampu
menjawab problema dan menjadi rujukan dalam mengembangkan
lembaga pendidikan Islam ke depan.
6. Evaluasi Dalam Pendidikan Islam
Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian
terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang
bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-
psikologis dan spiritual-religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi
yang tidak hanya bersikap religius, melainkan juga berilmu dan
berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan
masyarakatnya (Arifin, 2016: 162).
34
Menurut Arifin (2016: 162) sasaran evaluasi pendidikan Islam secara
garis besar meliputi empat kemampuan dasar anak didik, yaitu:
a. Sikap dan pengalaman pribadi, hubungan dengan Tuhan.
b. Sikap dan pengalaman dirinya, hubungan dengan masyarakat.
c. Sikap dan pengalaman kehidupannya, hubungannya dengan alam
sekitar.
d. Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah
dan selaku anggota masyarakatnya, serta selaku khalifah di muka
bumi.
Keempat kemampuan dasar tersebut dijabarkan dalam klasifikasi
kemampuan teknis masing-masing sebagai berikut (Arifin, 2016: 162):
a. Sejauh mana loyalitas dan kesungguhan untuk mengabdikan dirinya
kepada Tuhan dengan indikasi-indikasi lahiriyah berupa tingkah laku
yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Aspek ini berwujud dalam bentuk tingkah laku yang merujuk kepada
keimanan, ketekunan ibadah, kemampuan praktis dalam mengerjakan
syariat Islam dan cara menanggapi atau melakukan responsi terhadap
permasalahan hidup seperti tawakal, sabar, dan ketenangan batin serta
menahan amarah.
b. Sejauh mana menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup
bermasyarakat, seperti berakhlak mulia dalam pergaulan, disiplin
dalam menjalankan norma-norma agama dalam kaitannya dengan
35
orang lain, misalnya ketepatan memenuhi janji, menunaikan amanat,
tidak berdusta, egoisme, anti sosial dan lain-lain.
c. Bagaimana ia berusaha mengelola dan memelihara serta
menyesuaikan dirinya dengan alam sekitar, apakah ia merusak
lingkungan hidup, apakah ia mampu mengubah lingkungan sekitar
menjadi lebih bermakna bagi kehidupan diri dan masyarakat.
d. Bagaimana dan sejauh mana ia sebagai seorang muslim memandang
dirinya sendiri (self-concept) dalam berperan sebagai hamba Allah
dalam menghadapi kenyataan bermasyarakat yang beraneka macam
budaya dan suku serta agama. Bagaimana seharusnya ia mengelola
dan memanfaatkan serta memelihara kelangsungan hidup dalam
lingkungan sekitar sebagai anugerah Allah. Apakah ia memiliki self-
concept negatif atau positif, memandang dirinya memiliki
kesanggupan untuk berperan posistif dan partisipatif dalam
pembangunan masyarakat; apakah ia mempunyai pendirian dan
pandangan yang tetap, tak berubah-ubah, ataukah ia hanya berperan
sebagai pengikut, bersikap lemah dan tak peduli terhadap
permasalahan hidup lingkungannya.
Al-Qur’an menginspirasi bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia
didik merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan
yang telah dilaksanakan oleh pendidik. Ada tiga tujuan pedagogis dari
sistem evaluasi Tuhan terhadap perbuatan manusia yaitu (Arifin, 2016:
163):
36
a. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai
macam problema kehidupan yang dialaminya.
b. Untuk mengetahui sampaimana dan sejauhmana hasil pendidikan
wahyu yang telah diterapkan Rasulullah terhadap umatnya.
c. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman
atau keimanan manusia, sehingga diketahui manusia yang paling
mulia di sisi Allah yaitu paling bertakwa kepada-Nya, manusia yang
sedang dalam iman dan ketakwaanya, manusia yang ingkar kepada
ajaran Islam.
Dengan menggunakan sistem evaluasi yang tepat sasaran maka seorang
pendidik akan dapat mengetahui dengan pasti tentang kemajuan,
kelemahan, dan hambatan peserta didik dalam pelaksanaan tugasnya, yang
pada gilirannya akan dijadikan bahan perbaikan program atau secara
langsung dilakukan remedial teaching, atau bila dipandang perlu peseta
didik diberi bimbingan belajar secara lebih intensif (Arifin, 2016: 167).
BAB III
Konsep Pendidikan Islam Kontemporer
37
A. Pengertian Pendidikan Islam Kontemporer
Menurut UU no. 20 th. 2003. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan diartikan juga sebagai
proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian diri dengan
alam, dengan teman dan keluarga (Jumali, 2004: 18).
Menurut Uyoh Sadulloh (2014: 5), prinsip dasar pendidikan dari arti luas
yaitu: pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Kedua, bahwa
tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab semua manusia;
tanggung jawab orang tua, tanggung jawab masyarakat dan tanggung jawab
pemerintah.
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan
kemampuan seseoarang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-
cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadiannya (Arifin, 2014: 7).
Menurut Tafsir (2014: 32) pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan
oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam. Bila disingkat, pendidikan Islam ialah bimbingan belajar
terhadap seseorang agar ia menjadi Muslim semaksimal mungkin.
Dr. Mohd. Fadli Al-Djamaly mengungkapkan pendidikan Islam adalah proses
yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat
38
derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan
kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar) (Arifin, 1987 : 16).
Jadi pendidikan Islam adalah, proses memberikan, mengarahkan dan
membimbing kemampuan manusia berdasarkan syariat Islam untuk menjadi
muslim semaksimal mungkin sesuai dengan fitrahnya.
Sedangkan kontemporer artinya pada waktu yang sama; semasa; sewaktu;
pada masa kini; dewasa ini (KBBI, 2007:591).
Dari pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa kontemporer adalah
masa kini atau masa sekarang.
Jadi dapat di simpulkan bahwa pendidikan Islam kontemporer adalah
proses memberikan, mengarahkan dan membimbing kemampuan manusia
berdasarkan syariat Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis untuk menjadi muslim
semaksimal mungkin sesuai dengan fitrahnya yang berorientasi kekinian
sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi modern selaras dengan
kebutuhan atau tuntutan masyarakat masa kini.
B. Konsep Pendidikan Islam Kontemporer
1. Tujuan
Pembaharuan dan moderinsasi pendidikan Islam adalah suatu upaya
melakukan proses perubahan kurikulum, cara, metodologi, situasi dan
kondisi pendidikan Islam dari yang tradisional (ortodox) ke arah yang
lebih rasional, dan profesional sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat itu(Suwito, 2005: 162).
39
Tujuan pendidikan Islam perlu dirumuskan secara tepat karena
menentukan arah, isi, langkah, motivasi, dan tolok ukur keberhasilannya.
Tujuan dirumuskan berdasarkan prinsip menyeluruh, serasi, jelas,
efisisensi, dan efektivitas, bersifat moral dan agama, dinamis dan
mencakup perkembangan sesuai dengan sifat dasar hakikat kemanusiaan
dan tugas kehidupannya. Dalam kerangka ini pendidikan Islam pada
intinya berupaya membangun manusia dan masyarakat secara utuh dan
menyeluruh dalam semua aspek kehidupan yang membawanya kepada
kehidupan yang memiliki budaya dan peradaban tercermin dalam
kehidupan berilmu, beriman, berkepribadian, beretos kerja, profesional,
beramal saleh dan bermoral dalam rangka memperoleh keselamatan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Di sini
tujuan meliputi aspek fisik, intelektual, mental, moral, profesional,
beramal saleh dan sosial dan seluruh kehidupannya dalam mewujudkan
manusia dan masyarakat yang berkualitas, dinamis, kreatif, dan sempurna
dalam kehidupannya (Abdullah, 2001: 258).
Tujuan pendidikan Islam merupakan kelanjutan misi besar yang
terkandung dalam Ilahi dan Sunnah nabi Muhammad SAW. Merujuk
pada dua sumber itulah pendidikan harus bersentuhan dengan segala
dimensi kehidupan. Tidak hanya seputar pendidikan agama, melainkan
juga menyentuh persoalan-persoalan sosial, kultural, ekonomi, politik dan
sebagainya. Pendidikan tidak ingin melahirkan generasi yang berat
sebelah (Mujtahid, 2011: 26).
40
Untuk menghindari model formulasi dikotomik tersebut, pendidikan
Islam harus kontekstual sesuai dengan persoalan hidup seperti yang
diajarkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Kontekstualisasi pendidikan
Islam dengan persoalan zaman adalah pilihan strategis dan rasional yang
relevan dengan semangat dan spirit doktrin Islam. Pendidikan Islam harus
mengambil pola-pola modern, tetapi tidak mengesampingkan nilai-nilai
spiritual dan akhlakul karimah (Mujtahid, 2011: 26).
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk menjadikan manusia. Sejalan
dengan misi Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Pendidikan Islam
bertujuan untuk menerjemahkan misi besar kitab suci ke dalam realita
kehidupan manusia yang tidak tebatas oleh ruang dan waktu. Pendidikan
Islam juga melahirkan serta mengembangkan semua jenis ilmu
pengetahuan yang senantiasa senafas dengan misi ajaran Al-Qur’an.
Bahkan sesungguhnya ilmu pengetahuan dan Al-Qur’an harus paralel
sebanding lurus dengan tujuan utama hidup manusia (Mujtahid, 2011: 26-
27).
Maka dapat disimpulkan bahwa dasar tujuan dari pendidikan Islam
kontemporer adalah upaya untuk menumbuh-kembangkan kepribadian
wahiyah, yaitu kepribadian yang berstruktur pada sudut pandang bahwa
Allah adalah Tuhan, Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, dan Sunnah
Rasul sebagai uswah. Manusia yang berkepribadian Qur’ani adalah insan
yang hidupnya memerankan ajaran Allah dengan pola mencontoh
Rasulullah. Dengan demikian dasar dalam pendidikan Islam adalah
41
fungsionalisasi niai-nilai ilahiyah dalam kehidupan manusia. Adapun
tujuannya adalah terbinanya manusia yang berkesadaran hidup menurut
Allah sehingga sikap dan perilakunya di alam berpedoman dengan ajaran-
Nya yakni Al-Qur’an sebagaimana yang di contohkan Rasulullah (https: //
fahdamjad. files. wordpress. com/ 2007/ 09/ pendidikan- islam-.
kontemporer. pdf. diunduh pada 27 Juni 2017).
2. Kurikulum
Menurut Darajat (2011: 122) kurikulum adalah suatu program pendidikan
yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan tertentu.
Menurut padangan modern, kurikulum lebih dari sekadar rencana
pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah
semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang aktual dan nyata yaitu di
sekolah dalam proses belajar. Di dalam pendidikan, kegiatan yang
dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar atau dapat
dianggap sebagai pengalaman belajar seperti berkebun, olah raga,
pramuka dan pergaulan selain mempelajari bidang studi. Semuanya itu
merupakan pengalaman belajar yang bermanfaat dan pandangan modern
beranggapan bahwa semua pengalaman belajar itulah kurikulum yang
banyak pengaruhnya dalam pendewasaan anak (Tafsir, 2014: 53).
Menurut darajat (2011: 122) ada dua jenis tujuan yang terkandug di dalam
kurikulum:
42
a. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Sebagai lembaga, setiap sekolah pasti memiliki sejumlah tujuan yang
ingin dicapai. Tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diharapkan dapat dimiliki
peserta didik setelah mereka menyelesaikan seluruh program
pendidikan dari sekolah tersebut.
b. Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi.
Setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai
sejumlah tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan ini digambarkan dalam
bentuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diharapkan dapat
dimiliki peserta didik setelah mempelajari suatu bidang studi tertentu.
Materi pendidikan adalah seperangkat bahan yang dijadikan sajian dalam
aktivitas pendidikan. Perumusan tentang materi pendidikan didasarkan
atas konsep dasar dan tujuan pendidikan. Terbentuknya kepribadian yang
Qur’ani sebagaimana dikemukakan di atas adalah tujuan dalam
pendidikan Islam (https: // fahdamjad. files. wordpress. com/ 2007/ 09/
pendidikan- islam-. kontemporer. pdf. diunduh pada 27 Juni 2017).
Sumber materi pendidikan Islam yang diajukan Darajat (2011: 19) yang
dianggap tepat untuk pendidikan Islam di masa modern ini adalah:
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah firman Allah yang berupa wahyu yang
disampaikan oleh Jibril kepada Nabi muhamad SAW. Di
dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan
43
untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran
yang terkandung dalam Al-Qur’an terdiri dari dua prinsip yaitu
aqidah (berhubungan dengan keimanan) dan syariah
(berhubungan dengan amal) (Darajat, 2011: 19).
Membaca Al-Qur’an berarti memindahkan isinya, sehingga
menjadi kesadaran pembacanya. Belajar membaca Al-Qur’an juga
berarti menginformasikan suatu ilmu kepada penggemarnya.
Telah disepakati umat Islam bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah
yang berarti bahasa Allah. Karena pada hakikatnya Al-Qur’an
adalah bahasa yang dipakai Allah dalam mengemukakan
petunjuk-petunjuk kepada umat-Nya. Tanpa menguasai bahasa Al-
Qur’an manusia tidak akan mengetahui petunjuk yang diberikan
oleh Allah. Karena itu bahasa Al-Qur’an merupakan materi dalam
pendidikan Islam, dengan tujuan peserta didik dapat memahami
makna yang terkandung di dalamnya (https: // fahdamjad. files.
wordpress. com/ 2007/ 09/ pendidikan- islam-. kontemporer. pdf.
diunduh pada 27 Juni 2017).
b. Sunnah Rasul
Para Rasul adalah figur objektif dalam mengembangkan konsepsi
ilahiyah. Sunnah mereka dalam arti sikap dan tingkah laku dalam
pola konkret dalam operasionalisasi misi ilahiyah yang tepat dan
telah terbukti dalam pentas sejarah. Karena itu dalam upaya
menumbuh kembangkan sumber daya ilahiyah di muka bumi,
44
Sunnah para Rasul sampai kapanpun akan tetap menjadi landasan
operasional yang sekaligus menjadi mukmin dalam melakukan
aktivitasnya, baik yang berkaitan dengan pembinaan pandangan
maupun pembinaan dan penataan sikap (https: // fahdamjad. files.
wordpress.com /2007/09/ pendidikan-islam-.kontemporer.pdf.
diunduh pada 27 Juni 2017).
Hadis Rasul adalah perkataan, perbuatan atau diamnya Rasul
Allah. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua setelah Al-
Qur’an. Sepeti Al-Qur’an Sunnah juga berisi aqidah dan syariah.
Sunnah berisi petunjuk atau pedoman untuk kemaslahatan hidup
manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi
manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul
Allah menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik
pertama menggunakan rumah Al Arqam ibn Abi Al Arqam,
kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar
membaca dan menulis dan ketiga dengan mengirim para sahabat
ke daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah
pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan
masyarakat Islam (Langgung, 1980: 20-21).
Yang penting dalam Sunnah ini adalah bagaimana Sunnah dapat
berkaitan dengan pendidikan, bahwa ia mencerminkan segala
tingkah laku Rasulullah yang patut diikuti oleh setiap muslim.
Selain sebagai wujud pengimanan, mencontoh Rasul sebagai suri
45
tauladan sangat berpengaruh dalam pembentukan watak dan
karakter (Langgung, 1980: 38).
c. Ijtihad
Berakhirnya kenabian dan turunnya wahyu dengan wafatnya Nabi
Muhammad SAW sebagai Rasulullah pada hakikatnya
mengandung nilai yang sangat penting. Manusia, dengan demikian
harus kembali kepada kemampuannya sendiri dengan Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul sebagai teladan, untuk berikhtiar menghadapi
dan menyelesaikan persoalannya sendiri di muka bumi ini. Ijtihad
sebagai langkah untuk memperbaharui interpretasi dan
pelembagaan ajaran Islam dalam kehidupan yang berkembang
merupakan semangat kebudayaan Islami (Saefuddin, 1991: 13).
Ijtihad yang dimaksud di sini adalah pengertian yang luas, bukan
ijtihad yang oleh sementara para ulama disebut sebagai ijtihad
fardhi dan jama’i.
Ijtihad yang diarahkan kepada interpretasi waktu al-kaun akan
menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab
interpretasi manusia atas wahyu akan menghasilkan pemahaman
keagamaan atau agama yang aktual. Sedangkan interpretasi
terhadap al-kaun akan menghasilkan ilmu pengetahuan (Soebahar,
1992: 22).
46
Untuk dapat mengorganisasikan materi secara tepat, kita dapat melihat
pola organisasi (design) dari kurikulum, salah satunya adalah usulan dari
Nasution (1982: 144-162) berikut:
a. Separate suject curriculum
Kurikulum ini disebut demikian karena semua bahan pelajaran
disajikan dalam subject atau mata pelajaran yang terpisah-pisah
satu dengan yang lain.
b. Correlated curriculum
Kurikulum ini berikhtiar untuk memberikan kepada peserta didik
pengalaman-pengalaman yang ada hubungannya antara pelajaran
satu dengan yang lainnya. Ada yang menghubungkan mata
pelajaran satu dengan yang lain dengan memelihara identitas
pelajaran, ada pula yang menyatukan mata pelajaran dengan
menghilangkan identitas mata pelajaran dalam bidang studi
tertentu.
c. Integrated curriculum
Kurikulum ini meniadakan batas-batas antara berbagai mata
pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau
keseluruhan. Suatu unit mempunyai tujuan yang bermakna bagi
anak dan biasanya dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk
memecahkan masalah ini peserta didik melakukan serangkaian
aktivitas yang saling bekaitan. Menghadapkan peserta didik
47
kepada masalah berati merangsangnya untuk berpikir dan ia tidak
akan merasa puas sebelum ia memecahkan masalah itu.
3. Metode
Yang dimaksud dengan metode pendidikan di sini adalah semua cara
yang digunakan dalam upaya mendidik. Kata “metode” di sini diartikan
secara luas. Karena mengajar adalah salah satu bentuk upaya mendidik,
maka metode yang dimaksud di sini mencakup juga metode mengajar
(Tafsir, 2014: 131).
Metode artinya jalan untuk mencapai tujuan, jalan untuk mencapai tujuan
itu bermacam-macam, begitu juga dengan metode. Tidak ada metode
yang terbaik untuk segala mata pelajaran. Mungkin ada metode yang baik
untuk pelajaran tertentu atau oleh guru tertentu (Langgung, 1980: 183).
Jika metode dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat diartikan bahwa
metode adalah jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri
seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran yaitu pribadi
Islami. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk
memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman (Nata, 1997: 91-92).
Dasar-dasar penggunaan metode pendidikan Islam yang penting untuk
diperhatikan adalah dasar agamis, biologis, dan psikologis (Roqib, 2009:
94) yang terdiri dari:
a. Tujuan pendidikan dan pembelajaran yang akan disampaikan yang
mencakup domain kognitif (pikir), afektif (dzkikir), dan psikomotorik
48
(amal) guna mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup dunia
akhirat.
b. Peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi dan sekaligus
kelemahan individual dan kolektif sesuai dengan kondisi fisik, psikis
dan usianya. Kompleksitas bakat dan minat masing-masing peserta
didik harus dilihat dan diperlakukan secara humanistis dengan cara
yang bijak.
c. Situasi dan kondisi lingkungan pembelajaran, baik dari aspek fisik-
materiil, sosial, dan psikis emosional.
d. Fasilitas dan media pembelajaran yang tersedia beserta kualitasnya.
e. Kompetensi pendidikan (baik profesional, pedagogis, sosial maupun
kepribadiannya).
Dinamika ini menuntut pendidik untuk bersikap kreatif dengan
senantiasa melakukan pembacaan terhadap dinamika kelima faktor
tersebut dan pendidik secara berkala juga diharapkan melakukan
penelitian tindakan kelas (classroom action research) untuk
mendapatkan reliabilitas dan validitas data yang akan dijadikan dasar
diagnosis terhadap kelemahan pembelajaran yang sedang berlangsung
dan mencari alternatif emenggali metode yang lebih baik (Roqib, 2009:
95).
Kegiatan belajar-mengajar juga harus memadukan secara utuh antara
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dalam seluruh aktivitas belajar.
Kegiatan belajar harus menstimulasi ketiga ranah tersebut dengan
49
berbagai pendekatan dan metode. Penggunaan pendekatan tidak terpaku
pada satu bentuk saja, tetapi senantiasa dikembangkan dan dimodifikasi
sesuai dengan kebutuhan. Belajar bukan saja pembahasan konsep dan
teori, tetapi juga harus mengarahkan siswa pada dunia aplikasinya.
Pendekatan langsung pada praktik yang memberikan pengalaman nyata,
akan menumbuhkan semangat dan motivasi belajar yang tinggi pada
peserta didik (Zainuddin, 2008: 58).
Metode yang digunakan bersifat dialektis disesuaikan dengan materi,
tujuan, situasi dan kondisi. Macam-macam metode yang ada bisa
menyentuh seluruh dimensi dan potensi peserta didik untuk menjadi
kreatif, aktif, dan dapat berfikir kritis. Penggunaan metode dan
pendekatan tersebut harus didasarkan pada basis berpusat pada siswa
(student active learning). Posisi guru lebih berfungsi sebagai fasilitator,
serta merangsng siwa untuk aktif dan bisa berfikit kritis (Zainuddin,
2008: 58).
4. Lembaga
Lembaga pendidikan merupakan suatu institusi, media, forum, atau situasi
dan kondisi tertentu yang memungkinkan terselenggaranya proses
pembelajaran, baik secara terstruktur maupun secara tradisi yang telah
diciptakan sebelumnya. Pengertian tersebut didasarkan pada pemahaman
bahwa seluruh proses kehidupan manusia pada dasarnya merupakan
kegiatan belajar mengajar atau pendidikan (Roqib, 2009: 121).
50
Lembaga pendidikan juga dapat berarti sebuah institusi yang memang
sengaja dibentuk untuk keperluan khusus kependidikan dan ada pula
lembaga yang memang tanpa disadari telah berfungsi sebagai sarana
pendidikan dan pembelajaran. Pengertian ini berimplikasi pada
pemahaman yang luas tentang lembaga pendidikan sehingga bisa
memasukkan segala hal yang bisa mendatangkan nilai positif dalam
proses kependidikan dan penyelenggaraannya dikategorikan sebagai
lembaga pendidikan. Jamaah pengajian, aktivitas remaja masjid, dan
contoh keteladanan seorang ibu dalam keluarga termasuk dalam kategori
tersebut (Roqib, 2009: 122).
Lembaga pendidikan Islam di era global ini menghadapi tantangan yang
berat untuk mencetak manusia-manusia yang memiliki keseimbangan
dalam pandangan hidupnya serta memiliki penguasaan atau pengetahuan
agama tetapi sekaligus memiliki pengetahuan umum dan juga memiliki
skill atau kompetensi yang bermanfaat bagi kehidupan di masa ini.
Kehidupan manusia saat ini dtandai oleh kemajuan sains dan teknologi,
seperti penggunaan komputer atau alat teknologi lain, karena bagi lulusan
pendidikan Islam diharapkan hal itu bukan merupakan sesuatu yang asing.
Sehingga dengan penguasaan terhadap alat teknologi itu mereka dapat
berkiprah secara optimal di tengah-tengah masyarakat. Bahkan bukan saja
dapat menggunakan, menguasai, tetapi dapat mengembangkannya (Indra,
2005: 192).
Kerangka manajemen sistem pendidikan Islam kontemporer yaitu:
51
1. Visi
Dalam kurun waktu tertentu mampu menciptakan sistem pendidikan
Islam yang ungul dan paripurna dalam segala aspek hidup dan
kehidupan berpribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
2. Misi
a. Menyelenggarakan sisem pendidikan Islam yang up to date.
b. Membangun lembaga pendidikan Islam yang representatif Islami.
c. Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas,
berketrampilan, berwawasan daerah regional, nasional dan
internasional yang berkepribadian muslim muttaqien paripurna.
d. Menghasilkan out come yang siap pakai, memiliki daya saing
yang hebat, berwawasan luas dan berkepribadian muslim
muttaqien paripurna.
3. Strategi
Menciptakan sistem pendidikan Islam kontemporer yang mampu
menjawab segala tantangan dan mengantisispasi segala dampak
negatif dari era globalisasi dan akselerasi ilmu pengetahuan dan
teknologi modern (http:// journal. Iainbengkulu. ac. id. Di akses pada
11 Juli 2017).
Berkaitan dengan semakin meningkatnya tuntutan kualitas pendidikan,
maka pemaknaan pendidikan tidak cukup hanya meletakkannya dalam
pengertian schooling, tuntutan kualitas tidak memungkinkan peserta didik
52
melakukan kegiatan pendidikan formal saja, tetapi mesti serentak dan
bersamaan dengan perlunya kebersamaan antara pendidikan formal,
nonformal dan informal. Karenanya memberdayakan semua lembaga
pendidikan ini serta mengaturnya menjadi satu kesatuan adalah suatu
upaya untuk lebih memberdayakan pendidikan (Daulay, 2007: 211).
5. Evaluasi
Pengertian evaluasi yaitu: 1.) Sebagai suatu tindakan atau proses untuk
menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala
sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan, 2.) Sebagai
kegiatan penilaian yang terjadi dalam kegiatan pendidikan , dan 3.)
Sebagai alat untuk mengukur sampai di mana penguasaan anak terhadap
bahan pendidikan yang telah diberikan (Rosyadi, 2004: 283-294).
Penilaian atau evaluasi dalam pendidikan sebenarnya ada dua fungsi
yaitu sebagai pengertian (feed back) dan sebagai peneguhan
(reinforcement). Sebagai pengertian ia memberi pedoman bagi pendidik
untuk mengetahui tolak ukur keberhasilan suatu pengajaran. Sebagai
peneguhan ia bertugas mengekalkan tingkah laku yang diingini dan
menghilangkan yang tidak diingikan. Suatu tingkah laku boleh kekal sebab
ia diteguhkan. Jika akhlak yang diharapkan itu adalah akhlak yang baik
sesuai dengan ajaran Al-Qur’an maka ia harus di teguhkan agar kekal
dalam diri peserta didik. Salah satu caranya yaitu dengan melalui
penilaian, dengan ganjaran atau pujian, atau mungkin dengan angka.
53
Karena apabila tidak dikuatkan akhlak akan hilang dan pendidikan dinilai
tidak berhasil (Langgung, 1980: 185).
Evaluasi yang digunakan harus secara terpadu antara ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik. Ukuran keberhasilan pendidikan tidak terpaku
pada aspek kognitif yang ditunjukkan dengan angka-angka nlai ujian
nasional (UN) atau indeks prestasi (IP) yang tertinggi saja, tetapi juga
harus berorientasi kepada kematangan emosi (EQ) dan intelekual (IQ)
kematangan spiritual (SQ) dan ketrampilan kerja yang tercermin secara
total dalam diri seseorang (Djohar, 2003: 46).
Diantara sistem evaluasi yang mendasari pendidikan Islam kontemporer
adalah:
a. Nilai physical values yaitu yang bersifat fisik/ jasmaniah yang perlu
menjadi standarisasi pertumbuhan fisik sesuai dengan pertumbuhan
jasmaniah manusia.
b. Nilai etika yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan moral budi pekerti
atau akhlakul karimah sebagai dasar-dasar berperilaku secara standar
normatif Islam baik kepada dirinya, kepada orang lain, terhadap alam,
maupun terhadap sang pencipta.
c. Nilai logikal yaitu kemampuan daya nalar yang harus dikuasai oleh
seorang manusia dari mulai mumayyiz baligh sampai dewasa yang
meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan
sosial, kecerdasan oral, kecerdasan kultural dan kecerdasan berpolitik.
54
1.) Nilai estetika yaitu nilai yang berhubungan dengan mengapresiasikan
keindahan baik dalam pemeliharaan lingkungan, kebersihan,
keindahan, sampai mengekspresikan nilai-nilai seni budaya yang
Islami.
2.) Teological instrumental yaitu nilai asas manfaat merupakan suatu
kemampuan dalam memanfaatkan segala fasilitas hidup dan
kehidupan baik langsung mapun tidak langsung, baik sederhana
maupun yang kompleks sehingga dapat menjadikan kehidupan yang
lebih sejahtera dan bermakna.
3.) Teological values yaitu nilai yang berkaitan dengan masalah-masalah
keagamaan artinya perkembangan kehidupan beragama dari mulai
mengenal agama secara verbalistis, kepada tingkatan kritis sampai
kesadaran beragama dengan penuh tanggung jawab dalam kerangka
menjunjung tinggi agama Allah (Islam) sesuai dengan peran dan
fungsi dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara (http:// journal. Iainbengkulu. ac. id. Di akses pada 11
Juli 2017).
Pedoman evaluasi pendidikan Islam disusun secara terpadu, yaitu
terdiri dari keberhasilan akademik, watak dan pribadi, keimanan dan
ketakwaan dengan menggunakan pengumpulan data secara terpadu.
Evaluasi tidak hanya dilakukan di sekolah (kelas) oleh guru, tetapi juga
dalam perilaku kehidupan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Pedoman evaluasi keberhasilan pendidikan yang disusun dengan berbagai
55
macam bentuk itu dilaksanakan secara terpadu, dengan prinsip
kesinambungan komprehensif, objektivitas dan transparan, serta
disesuaikan dengan tingkat kematangan, jenjang pendidikan dan
kemampuan siswa (Zainuddin, 2008: 59).
C. Kelebihan Pendidikan Islam Kontemporer
Islam adalah agama paripurna. Dalam pendidikan pun, Islam sungguh unggul
dan tidak ada yang dapat mengunggulinya. Siapapun yang menelaah sistem
pendidikan didalam Islam akan melihat banyak keunggulan. Dibawah ini
akan dijelaskan beberapa kelebihan pendidikan Islam kontemporer:
1. Pendidikan Islam dasarnya adalah akidah islamiyah (iman). Islam
menjadikan akidah sebagai landasan didalam pendidikan. Sejak awal,
kaum Muslim saat menuntut ilmu baik yang fardhu kifayah maupun
fardhu ’ain dasarnya adalah keimanan kepada Allah. Yakni, menuntut
ilmu adalah perintah Allah dan dalam rangka beribadah kepada-Nya. Ilmu
yang diajarkan akan menjadi ilmu yang bermanfaat, bukan hanya di dunia,
melainkan pahalanya mengalir hingga akhirat. Dari sini saja, baik
pendidik maupun peserta didik melakukan proses kegiatan mengajar
belajar dengan dorongan iman dan ibadah. (https:// muhammadsugiono.
wordpress. com/ 2009/ 05/ 02/ keunggulan- pendidikan- islam/. Di akses
pada 11 Juli 2017.)
Bukan sekedar itu, pengaruh akidah ini nampak didalam tujuan dan arah
pendidikan. Perwujudannya muncul di dalam kurikulum dan metode
pendidikan. Dengan kata lain, dalam pendidikan Islam, akidah Islam
56
harus menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan
kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar
mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah yang
akan dikembangkan.
2. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam dan
memberikan keterampilan dalam ilmu kehidupan. Ada dua hal yang
hendak diraih dalam pendidikan Islam. Pertama adalah terbentuknya
kepribadian Islam. Untuk dapat memiliki kepribadian Islam seseorang
harus memiliki pola berpikir islami (aqliyyah islamiyyah) dan pola jiwa
islami (nafsiyah islamiyyah). Pola berpikir islami dibentuk melalui
pengkajian dan pemahaman Islam. Disinilah peserta didik diberikan
kemampuan dasar ilmu-ilmu keislaman seperti al-Qur’an, bahasa Arab,
Hadits, Akhlak, dll. Sistem pembelajarannya pun dilakukan sedemikian
rupa sehingga peserta didik bukan sekedar hafal melainkan juga mengerti
dan paham. Dengan ’aqliyah islamiyah mereka menilai dan menghukumi
segala hal berdasarkan akidah dan syariat Islam.
Kedua adalah ilmu kehidupan. Islam tidak mencukupkan pada
pembelajaran yang membentuk kepribadian Islam, melainkan juga
mengajari ilmu kehidupan. Ilmu kehidupan tersebut mencakup
professional skill (keahlian profesional) dengan mengajarkan matematika,
IPA, dll. Juga, ilmu kehidupan mencakup life skill (keahlian hidup)
dengan mengajarkan kemandirian, kemampuan komunikasi, bekerja sama
dalam kelompok, siap memimpin dan dipimpin, dll.
57
Peserta didik juga diarahkan untuk menjadi orang-orang yang
berkompeten dalam bidangnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi pun
diberikan. Jadi, peserta didik dibina kepribadian Islamnya sekaligus diberi
keahlian dalam sains dan teknologi. Dengan demikian, peserta didik
bukan hanya pintar dan dapat menyelesaikan persoalan berdasarkan Islam,
merekapun akan taat kepada Allah SWT dan memiliki perhatian dan
keberpihakan kepada diri sendiri, keluarga, bahkan masyarakat. Peserta
didik seperti ini bukan hanya akan menjadi buah hati orang tua, melainkan
juga akan menjadi generasi cerdas bertakwa calon pemimpin umat.
Mereka paham ilmu agama sekaligus punya keahlian dalam sains dan
teknologi.
3. Tolok ukur bukan sekedar nilai. Konsekuensi dari tujuan di atas, penilaian
bukan hanya didasarkan pada nilai melainkan juga ketaatan kepada Allah
SWT. Disinilah kelulusan ditentukan oleh pendidik/ guru yang
mengetahui gerak-gerik sehari-hari peserta didik.
4. Pendidikan terpadu. Dilihat dari materi yang diberikan, keterpaduan berarti
memadukan antara kepribadian Islam, ilmu keislaman (tsaqofah
islamiyah) dan ilmu kehidupan. Orientasi keluaran (output) dari
pendidikan Islamnya tercermin dari keseimbang pada ketiga unsurnya,
yakni: pembentukan kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah),
penguasaan tsaqofah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan (IPTEK dan
keterampilan). Bila dalam orientasi keluaran dari pendidikan yang
sekuleristik ketiga unsur tersebut terpisah satu sama lain dan diposisikan
58
berbeda dimensi (agama – non agama) dengan proporsi sangat tidak
seimbang yang menyebabkan kegagalan pembentukan karakter dan
kepribadian siswa selama ini, dalam keterpaduan pendidikan Islam ketiga
unsur tersebut harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Tanggung
jawab pembinaan kepribadian Islam terhadap peserta didikpun bukan
hanya tugas guru agama, melainkan tugas semua guru. Konsekuensinya
semua guru harus paham ajaran Islam.
Dalam konteks kekinian perlu ada internalisasi nilai-nilai Islam kedalam
mata pelajaran sains. Misalnya, ketika sedang membahas tentang bahan
energi (minyak, batu bara, bensin, dll) ditegaskan bahwa itu semua adalah
nikmat dari Allah SWT.
Ditinjau dari pelakunya, keterpaduan pendidikan berarti memadukan
antara peran guru (sekolah), orang tua, dan lingkungan. Karenanya, perlu
keterpaduan dan kerjasama antara ketiganya. Komunikasi dan peran serta
dari ketiganya perlu searah, harmonis, dan saling berkesinambungan.
BAB IV
Relevansi Konsep Pendidikan Islam Perspektif H. M. Arifin Terhadap
Pendidikan Islam Kontemporer
A. Analisis
1. Persamaan
59
Dari konsep pendidikan Islam H. M. Arifin dan konsep pendidikan Islam
kontemporer yang telah dibahas, maka dapat ditemukan beberapa
persamaan yaitu:
a. Pengertian pendidikan Islam H. M. Arifin dengan pengertian
pendidikan Islam kontemporer ditemukan persamaan. Yaitu
membimbing manusia berdasarkan syariat Islam (Al-Qur’an dan Hadis)
untuk menjadi manusia semaksimal mungkin untuk memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya yang berorientasi
kekinian sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi modern.
b. Tujuan pendidikan Islam antara H. M. Arifin dengan pengertian
pendidikan Islam kontemporer ditemukan korelasi dan persamaan, yaitu
membawa misi kesejahteraan bagi umat manusia yang kepribadiannya
berstruktur pada Allah sebagai Tuhan, Al-Qur’an sebagai pedoman
hidup dan Hadis sebagai uswahsehingga tercipta manusia yang utuh
lahir batin, hidup duniawi dan ukhrawi, mampu membagun diri,
masyarakat dan negara dengan ilmu yang dijiwai dengan nilai agama.
c. Kandungan kurikulum dan materi antara H. M. Arifin dengan
pendidikan Islam kontemporer adalah sama, yaitu difokuskan kepada
Al-Qur’an sebagai sumber utama ilmu dan pedoman hidup yang
dikemas secara modern yang tidak ada pemisahan antara ilmu agama
dan ilmu umum secara taksonomik dikotomik di dalamnya.
60
d. Ditemukan persamaan dalam hal metode yaitu dari segi pengertian,
yaitu jalan untuk mencapai tujuan atau dapat disebut jalan utuk
menanamkan nilai Islam jika kaitannya dengan pendidikan Islam. Dan
persamaan dari dasar penggunaan atau penerapan metode. Bahwa
metode haruslah fleksibel disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan
kemampuan pendidik, yang bertujuan untuk mengembangkan fitrah
yang sudah ada pada diri setiap peserta didik yang mencakup ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik guna memenuhi tuntutan kehidupan
peserta didik sebagai hamba Allah dan anggota masyarakat.
e. Lembaga pendidikan yang dimaksud H. M. Arifin dan yang dibahas
dalam pendidikan Islam kontemporer ada dua yaitu lembaga formal
yang berupa sekolah, madrasah atau pesantren, sedangkan lembaga non
formal yang bermakna luas yaitu semua hal yang dapat mendatangkan
nilai positif dalam proses kependidikan dan penyelenggaraanya
dikategorikan sebagai lembaga pendidikan. Di mana tantangan lembaga
pendidikan Islam saat ini lebih kompleks yaitu untuk mencetak manusia
yang memiliki keseimbangan dalam pandangan hidup, memiliki
penguasaan ilmu agama, ilmu umum dan skill atau kompetensi yang
bermanfaat bagi kehidupan dan senantiasa bersikap dinamis terhadap
perubahan dan kemajuan. Sehingga lembaga pendidikan harus lebih
kritis berorientasi kekinian sejalan dengan kemajuan ilmu dan
teknologi tanpa meninggalkan nilai fitrah keagamaan dan kebudayaan
yang ada di dalam kehidupan masyarakat.
61
2. Perbedaan
Dari konsep pendidikan Islam H. M. Arifin dan konsep pendidikan Islam
kontemporer yang telah dibahas, maka dapat ditemukan beberapa
perbedaan yaitu:
a. Pengertian kurikulum menurut H. M. Arifin lebih singkat dan terbatas,
yaitu hanya menyatakan bahwa kurikulum adalah sebagai bahan
pelajaran apa saja yang harus disajikan dalam proses pembelajaran
formal. Sedangkan kurikulum menurut pendidikan Islam kotemporer
menunjukkan bahwa kurikulum pendidikan bukan hanya terbatas pada
perencanaan dalam pembelajaran klasikal saja, tetapi semua
pengalaman belajar yang bermanfaat dan banyak memberi pengaruh
pendewasaan peserta didik dalam pandangan modern adalah termasuk
dalam bagian kurikulum.
b. Sasaran evaluasi antara H. M. Arifin dengan pendidikan Islam
kontemporer ditemukan perbedaan. Dalam pendidikan Islam
kontemporer, sistem evaluasi didasarkan kepada tiga nilai yaitu nilai
fisik, nilai etika (kepada diri sendiri, orang lain, alam dan Tuhan) dan
nilai logika. Sedangkan sasaran evaluasi H. M. Arifin terdiri dari empat
sikap yang dalam pendidikan Islam kontemporer dapat dimasukkan ke
dalam satu poin yaitu poin nilai etika.
B. Relevansi
1. Relevansi Pengertian Dan Tujuan
62
Di sini peneliti mencoba memahami hakikat dari pendidikan Islam
perspektif H. M. Arifin. Hal ini menarik untuk dikaji karena tidak sedikit
tulisannya yang telah diterbitkan, baik media cetak maupun media
elektronik yang membahas pendidikan Islam. Apalagi kehadirannya dalam
keilmuwan Islam, menambah dari sekian rentetan cendikiawan Muslim
yang ada di Indonesia.
Baginya, pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai
dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai
corak kepribadiannya (Arifin, 2016: 7). Hal tersebut mencakup seluruh
aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam
telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik
duniawi maupun ukhrawi. Menurutnya pendidikan Islam berwatak
akomodatif terhadap tuntutan kemajuan zaman sesuai acuan norma-norma
kehidupan Islam (Arifin 2016: 8).
Pengertian pendidikan Islam yang disampaikan H. M. Arifin tersebut
senada dengan pengertian pendidikan Islam kontemporer. Bahwa
pendidikan Islam kontemporer adalah proses memberikan, mengarahkan
dan membimbing kemampuan manusia berdasarkan syariat Islam yaitu Al-
Qur’an dan Hadis untuk menjadi muslim semaksimal mungkin sesuai
dengan fitrahnya yang berorientasi kekinian sejalan dengan kemajuan ilmu
dan teknologi modern selaras dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat
masa kini.
63
Arifin (1994: 115) berpendapat bahwa manusia baru Indonesia yang kita
kehendaki adalah manusia yang serba utuh lahir dan batin. Hidup duniawi
dan uhkrowi, yang mampu membangun diri, masyarakat, dan negara
dengan berbekal ilmu dan ketrampilan yang dijiwai oleh nilai-nilai
agama. Tujuan terakhir dari pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi
sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan,
masyarakat, maupun sebagai umat manusia keseluruannya (Arifin, 1994:
41).
Tujuan dari pendidikan Islam kontemporer adalah upaya untuk
menumbuh-kembangkan kepribadian wahiyah, yaitu kepribadian yang
berstruktur pada sudut pandang bahwa Allah adalah Tuhan, Al-Qur’an
sebagai pedoman hidup, dan Sunnah Rasul sebagai uswah (https: //
fahdamjad. files. wordpress. com/ 2007/ 09/ pendidikan- islam-.
kontemporer. pdf. diunduh pada 27 Juni 2017).
Maka ditemukan relevansi dari kedua konsep tersebut yaitu, bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk menumbuh kembangkan manusia yang
berkepribadian yang berstruktur pada sudut pandang bahwa Allah adalah
Tuhan, Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, dan Sunnah Rasul sebagai
uswah. Dan realisasi dari kepribadian tersebut adalah sikap penyerahan
diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan, masyarakat,
maupun sebagai umat manusia keseluruannya.
2. Relevansi Kurikulum Dan Materi
64
Menurut sifatnya, kurikulum pendidikan Islam dipandang sebagai cermin
idealitas Islam yang tersusun dalam bentuk serangkaian program dan
konsep dalam mencapai tujuan pendidikan (Arifin, 2016: 136). Dengan
demikian, kurikulum yang dapat dipandang baik untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam menurut H.M. Arifin (2010: 86) adalah yang besifat
integrated dan komprehensif, mencakup ilmu agama, dan umum. Oleh
karena itu, kurikulum harus bersifat dinamis dan konstruktif dalam arus
proses perkembangan masyarakat manusia.
Dari kurikulum pendidikan Islam harus tercermin idealitas Al-Qur’an yang
tidak memilih-milih jenis disiplin ilmu secara taksonomis dikotomik
(Arifin, 2016: 137). Materi pendidikan adalah seperangkat bahan yang
dijadikan sajian dalam aktivitas pendidikan. Perumusan tentang materi
pendidikan didasarkan atas konsep dasar dan tujuan pendidikan. Sumber
materi pendidikan Islam yang diajukan Darajat (2011: 19) yang dianggap
tepat untuk pendidikan Islam di masa modern ini adalah; Al-Qur’an, Hadis
dan ijtihad. Hal ini berhubungan dan keduanya sama-sama setuju bahwa
Al-Qur’an sebagai sumber ilmu yang ideal dan sesuai dengan modernisasi.
Prinsip penyusunan kurikulum menurut H. M. Arifin (2016: 141):
e. Kurikulum mengandung materi (bahan) ilmu pengetahuan yang
berfungsi sebagai alat mencapai tujuan hidup islami.
f. Kurikulum mengandung tata nilai islami intrinsik dan ekstrinsik yang
mampu merealisasikan tujuan pendidikan Islam.
g. Kurikulum diproses melalui metode yang sesuai tujuan pendidikan.
65
h. Kurikulum, metode, dan tujuan pendidikan Islam harus saling menjiwai
dalam proses mencapai produk yang dicita-citakan menurut agama
Islam.
Kategori kurikulum menurut H. M. Arifin (2016: 141):
d. Ilmu pengetahuan dasar yang esensial adalah ilmu-ilmu yang
membahas Al-Qur’an dan Hadis.
e. Ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia sebagai individu dan
sebagai anggota masyarakat antara lain: Antropologi, pedagogik,
psikologi, soisologi, sejarah, ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
f. Ilmu pengetahuan tentang alam disebut al-ulum al-kauniah antara lain
ilmu biologi, botani, fisika, dan astonomi.
Kandungan dalam Al-Qur’an tidak terdapat kontradiksi atau pemisahan
ilmu-ilmu karena semuanya merupakan refleksi dari kekuasaan Allah atas
nama semesta (Arifin, 2016: 142). Sehingga dikotomi ilmu akan hilang
dengan sendirinya karena penekanan kurikulum yang dijalankan
berdasarkan kepada nilai agama, penguasaan ilmu dan teknologi.
Pendidikan Islam sebagai ilmu dalam pengembangannya perlu
diorientasikan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena
kemampuan manusia untuk berpikir rasional, juga kitab suci Al-Qur’an
telah memberikan ruang gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sejauh kemampuan rasio dapat mencapainya (Arifin, 2016: 88).
Dalam kurikulum pendidikan Islam H. M. Arifin tidak mengenal istilah
dikotomik ilmu. Istilah tersebut muncul dari hasil warisan penjajah
66
Belanda yang berusaha utuk memisahkan secara tegas antara ilmu agama
dan ilmu modern (umum). Seperti yang disampaikan Ahmad Tafsir (1994:
98-99) bahwa kurikulum pendidikan Islam harus mencakup seluruh
dimensi manusia. tidak hanya memperhatikan akidah, ibadah, maupun
akhlak saja. Akan tetapi termasuk semua aspek kehidupan yang ada.
3. Relevansi Metode
Jika metode dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat diartikan bahwa
metode adalah jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri
seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran yaitu pribadi
Islami. Selain itu metode dapat pula membawa arti sebagai cara untuk
memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman (Nata, 1997: 91-92).
Sedangkan pengertian metode menurut H. M. Arifin secara hakiki adalah
segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, baik sarana tersebut bersifat fisik maupun non fisik (Arifin,
1994: 43).
Masalah pendidikan yang begitu kompleks menghendaki perlunya
pembaharuan dan modernisasi dalam metode pendidikan Islam. Metode
pendidikan yang disampaikan Arifin (2010: 91) lebih mengarahkan
tugasnya kepada pembinaan atau pembentukan sikap dan kepribadian
manusia yang beruang lingkup pada proses mempengaruhi dan
membentuk kemampuan kognitif, kognatif, afektif serta psikomotor dalam
diri manusia.
67
Hal ini selaras dengan metode yang digunakan dalam pendidikan Islam
kontemporer bersifat dialektis disesuaikan dengan materi, tujuan, situasi
dan kondisi. Macam-macam metode yang ada bisa menyentuh seluruh
dimensi dan potensi peserta didik untuk menjadi kreatif, aktif, dan dapat
berfikir kritis. Penggunaan metode dan pendekatan tersebut harus
didasarkan pada basis berpusat pada siswa (student active learning). Posisi
guru lebih berfungsi sebagai fasilitator, serta merangsng siwa untuk aktif
dan bisa berfikit kritis (Zainuddin, 2008: 58).
Khusus megenai metode pendidikan Islam, sasaran prosesnya tidak hanya
terbatas pada masalah internalisasi dan transformasi nilai-nilai agama
tetapi juga ilmu dan teknologi. Metode pendidikan Islam adalah jalan yang
harus dilalui di mana faktor iman dan kemampuan bertakwa dalam
perilaku pribadi dan sosial, dijadikan pusat program kurikuler baik di
lembaga pendidikan umum maupun keagamaan (Arifin, 2014: 75-77).
Metode pendidikan yang digunakan H. M. Arifin yang dikutip oleh
Rosyadi, (2004: 214) lebih menekankan pada penelusuran analitis dari
dalam kandungan Al-Qur’an pada hubungan antara pendidik dan peserta
didik dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
g. Pendidikan Islam mengakui adanya fitrah dalam diri manusia yang
dapat dikembangkan melalui pendidikan dengan metode yang tepat.
h. Keyakinan potensi fitrah itu mendorong guru berikhtiar sebaik mungkin
dengan pemilihan metode kependidikan yang efektif dan efisien.
68
i. Guru berikhtiar terhadap perkembangan fitrah malalui program
kegiatan kependidikan yang terarah kepada cita-cita Islam.
j. Pendidikan Islam mengupayakan harmonisasi dalam proses mencapai
tujuan, sehingga produk pendidikan sesuai dengan cita-cita Islam.
k. Terciptanya model-model proses belajar mengajar yang fleksibel
terhadap tuntutan kebutuhan kehidupan anak didik sebagai hamba Allah
dan anggota masyarakat.
l. Pendidikan berfokus pada pengembangan manusia yang berorientasi
pada potensi keimanan dan ilmu pengetahuan pribadi manusia Muslim.
Tidak ada satu metode apa pun yang dapat dipandang paling efektif tanpa
dikaitkan dengan kemampuan pendidikan dalam penerapannya. Pada era
kehidupan umat manusia saat ini, masyarakat hanya menyerahkan
pendidikan anak-anaknya kepada sekolah. padahal saat ini banyak terjadi
krisis kependidikan yang dikaitkan dengan faktor moralitas (akhlak) dan
ketrampilan yang kurang siap pakai dalam dunia kerja. Umat Islam
Indonesia perlu berani melakukan terobosan-terobosan baru dalam
menerapkan sistem dan metode yang mampu mengintegrasikan antara
iman dan ilmu serta teknologi modern. Bagaimana agar iman dan takwa
anak didik kita menjadi teladan yang lain (Arifin, 2014: 77-78).
Maka ditemukan relevansi dalam pengertian motode sebagai sarana
untuk mencapai tujuan, yaitu menanamkan pengetahuan agama sesuai
dengan perkembangan zaman. Sehingga sasaran metode yang di
sampaikan H. M. Arifin relevan dengan pendidikan Islam kontemporer
69
dan pendidikan Islam di Indonesia yaitu tidak hanya pada masalah
iternalisasi pengetahuan saja tetapi juga ilmu dan teknologi, nilai-nilai
agama dan kehidupan. Untuk membentuk kemampuan kognitif, kognatif,
afektif dan psikomotor.
4. Relevansi Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam saat ini menghadapi tantangan yang berat
untuk mencetak manusia yang memiliki keseimbangan pandangan hidup,
memiliki penguasaan agama sekaligus memiliki pengetahuan umum dan
juga memiliki skill atau kompetensi yang bermanfaat bagi kehidupan di
masa ini. Kehidupan saat ini ditandai oleh kemajuan sains dan teknologi,
seperti penggunaan komputer atau alat teknologi lain, karena bagi lulusan
pendidikan Islam diharapkan hal itu bukan merupakan sesuatu yang asing.
Sehingga dengan penguasaan terhadap alat teknologi itu mereka dapat
berkiprah secara optimal di tengah-tengah masyarakat. Bahkan bukan saja
dapat menggunakan, menguasai, tetapi dapat mengembangkannya (Indra,
2005: 192).
Lembaga pendidikan merupakan suatu institusi, media, forum, atau situasi
dan kondisi tertentu yang memungkinkan terselenggaranya proses
pembelajaran, baik secara terstruktur maupun secara tradisi yang telah
diciptakan sebelumnya. Pengertian tersebut didasarkan pada pemahaman
bahwa seluruh proses kehidupan manusia pada dasarnya merupakan
kegiatan belajar mengajar atau pendidikan (Roqib, 2009: 121).
70
Sistem pengelolaan pendidikan dalam bentuk formal adalah yang disebut
sekolah atau madrasah, sedangkan yang bersifat informal ialah berupa
organisasi atau kelompok-kelompok dalam masyarakat termasuk juga
keluarga (Arifin, 1977: 24).
Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang menjadi cermin
umat Islam. Fungsi dan tugasnya adalah merealisasikan cita-cita umat
Islam agar anaknya dididik menjadi manusia yang beriman dan berilmu
pengetahuan. Dalam rangka upaya meraih hidup sejahtera duniawi dan
kebahagiaan hidup di akhirat (Arifin, 2014: 159).
H. M. Arifin (2014: 154-155) mengatakan pola pemecahan problema
pendidikan Islam yang diharapkan mampu menjawab permasalahan
pendidikan Islam yaitu:
1. Faktor idiil yang melandasi pelaksanaan pendidikan Islam yaitu Al-
Qur’an dan Hadis memerlukan interpretasi baru yang berfokus kepada
tiga kemampuan dasar manusia yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik
atau Arifin menyebut ketiganya kemampuan yang bermukim di kepala
(head), di dada (heart), dan di tangan (hand).
2. Faktor struktural kelembagaan pendidikan Islam yang telah eksis dalam
masyarakat, perlu dilakukan inovasi yang benar-benar dapat
mendukung tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan, metode dan
content diperbaiki sedemikian rupa, sehingga mampu menarik minat
peserta didik tanpa mengurangi prinsip-prinsip ajaran dari sumber
pokok Islam. Seperti pesantren atau madrasah sebagai ciri khas
71
Indonesia, memiliki orientasi ke arah faktor idiil tersebut di atas. Ia
merupakan lembaga sosial keagamaan Islam yang berfungsi sebagai
pusat pembinaan mental agama masyarakat sekitar yang berorientasi
kepada modernisasi umat, dan di sisi lain sebagai lembaga pendidikan
agama Islam di lingkungannya yang dinamis dan aspiratif terhadap
tuntutan kemajuan lahiriyah dan batiniyah.
3. Faktor teknis operasional agama di semua jenjang pendidikan umum
perlu lebih diaktualisasikan ke dalam proses yang integralistik dengan
pendidikan intelektual dan ketrampilan sehingga terwujud keserasian
dan keselarasan dalam pencapaian tujuan pendidikan Internasional.
Tuntutan kualitas pendidikan tidak memungkinkan peserta didik hanya
melakukan kegiatan di pendidikan formal saja, tetapi mesti serentak dan
bersamaan dengan perlunya kebersamaan antara pendidikan formal,
nonformal dan informal. Karenanya memberdayakan semua lembaga
pendidikan ini serta mengaturnya menjadi satu kesatuan adalah suatu
upaya untuk lebih memberdayakan pendidikan (Daulay, 2007: 211).
Pendidikan Islam kontemporer yang beranggapan bahwa tuntutan
kualitas pendidikan saat ini semakin kompleks dan tinggi senada dengan
apa yang disampaikan H. M. Arifin. Konsep lembaga pendidikan Islam
yang disampaikan H. M. Arifin menekankan kepada mempersiapkan
peserta didik dalam menghadapi tantangan modenisasi zaman, baik dari
segi penguasaan teknologi, maupun dari segi persiapan mentalnya. Hal ini
relevan dengan pendidikan di Indonesia bahwa saat ini modernisasi telah
72
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masayrakat, sehingga
diharapkan lembaga pendidikan sebagai tempat dilaksanakannya proses
pendidikan baik formal maupun non formal untuk lebih berinovasi dan
saling bersinergi dalam mempersiapkan perserta didik untuk kehidupan
mereka dimasa mendatang.
5. Relevansi Evaluasi
Pengertian evaluasi yaitu: 1.) Sebagai suatu tindakan atau proses untuk
menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala
sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan, 2.) Sebagai
kegiatan penilaian yang terjadi dalam kegiatan pendidikan , dan 3.)
Sebagai alat untuk mengukur sampai di mana penguasaan anak terhadap
bahan pendidikan yang telah diberikan (Rosyadi, 2004: 283-294).
Sedangkan menurut H. M. Arifin evaluasi dalam pendidikan Islam
merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik
berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh
aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius, karena
manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius,
melainkan juga berilmu dan berketrampilan yang sanggup beramal dan
berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya (Arifin, 2016: 162).
Maka ditemukan persamaan dari pengertian evalusi yaitu sebagai
teknik penilaian dalam dunia pendidikan yaitu pada penguasaan peserta
didik terhadap berbagai aspek pendidikan yang telah diajarkan.
73
Untuk mengetahui keberhasilan proses kependidikan Islam diperlukan
sistem evaluasi pendidikan Islam yang tepat sasaran dan tepat guna
(Arifin, 2016: 171), yaitu menyangkut gejala-gejala batiniah dan gejala
lahiriah yang dimanifestasikan oleh tingkah laku manusia muslim
paripurna, yaitu sosok probadi yang bernafaskan Islam, beriman, dan
bertakwa serta berilmu pengetahuan yang mampu mengamalkan dalam
perilaku akhlak al-karimah.
Sedangkan menurut pendidikan Islam kontemporer, evaluasi yang
digunakan harus secara terpadu antara ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Ukuran keberhasilan pendidikan tidak terpaku pada aspek
kognitif yang ditunjukkan dengan angka-angka nlai ujian nasional (UN)
atau indeks prestasi (IP) yang tertinggi saja, tetapi juga harus berorientasi
kepada kematangan emosi (EQ) dan intelekual (IQ) kematangan spiritual
(SQ) dan ketrampilan kerja yang tercermin secara total dalam diri
seseorang (Djohar, 2003: 46). Maka konsep evaluasi pendidikan H. M.
Arifin dengan pendidikan Islam kontemporer ditemukan persamaan yaitu
tidak boleh hanya terpaku pada satu aspek ranah kognitif saja tetapi juga
ranah afektif dan spikomotor sebagai manifestasi ilmu dalam segi tingkah
laku dan ketrampilan.
BAB V
Penutup
A. Kesimpulan
74
Berdasarkan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan:
1. Konsep pendidikan Islam perspektif H. M. Arifin: (1) Pendidikan
Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan
seseorang memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai
Islam. (2) Tujuan pendidikan Islam adalah realisasi dari cita-cita ajaran
Islam yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai
hamba Allah lahir dan batin, di dunia dan akhirat. (3) Kurikulum yang
dipandang baik adalah besifat integrated dan komprehensif,
mencerminkan idealitas Al-Qur’an yang tidak memilih jenis disiplin
ilmu secara taksonomis dikotomik (4) Metode pendidikan
mengarahkan tugasnya kepada proses mempengaruhi dan membentuk
kemampuan kognitif, , afektif, psikomotor dalam diri manusia. (5)
Sistem pengelolaan pendidikan dalam bentuk formal adalah sekolah
atau madrasah, yang bersifat informal ialah organisasi atau kelompok
dalam masyarakat termasuk keluarga. (6) Evaluasi adalah teknik
penilaian tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan
komprehensif dari seluruh aspek kehidupan mental-psikologis dan
spiritual-religius. sasarannya yaitu: (a) Sikap dan pengalaman pribadi,
hubungan dengan Tuhan (b) Sikap dan pengalaman dirinya, hubungan
dengan masyarakat (c) Sikap dan pengalaman kehidupannya,
hubungannya dengan alam sekitar (d) Sikap dan pandangan terhadap
diri sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakatnya,
serta selaku khalifah di muka bumi.
75
2. Konsep pendidikan Islam kontemporer: (1) Pendidikan Islam
kontemporer adalah proses memberikan, mengarahkan dan
membimbing kemampuan manusia berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
untuk menjadi muslim semaksimal mungkin sesuai dengan fitrahnya
yang berorientasi kekinian sejalan dengan kemajuan ilmu dan
teknologi modern selaras dengan kebutuhan atau tuntutan masyarakat
masa kini (2) Tujuannya adalah menumbuh-kembangkan kepribadian
wahiyah (3). Kurikulum ialah semua yang secara nyata terjadi dalam
proses pendidikan di sekolah (4) Metode memadukan secara utuh
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dalam seluruh aktivitas belajar
bersifat dialektis disesuaikan dengan materi, tujuan, situasi dan
kondisi. (5) Lembaga pendidikan sebagai institusi yang
memungkinkan terselenggaranya proses pembelajaran, baik secara
terstruktur maupun secara tradisi yang telah diciptakan sebelumnya.
Lembaga pendidikan Islam di era global ini menghadapi tantangan
yang berat untuk mencetak manusia yang memiliki keseimbangan
dalam pandangan hidupnya serta memiliki penguasaan atau
pengetahuan agama sekaligus memiliki pengetahuan umum dan juga
memiliki skill atau kompetensi yang bermanfaat bagi kehidupan di
masa ini (6) Evaluasi yang digunakan harus secara terpadu antara
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
3. Relevansi konsep pendidikan Islam perspektif H. M. Arifin terhadap
pendidikan Islam kontemporer: jika dikaitkan keduanya memiliki
76
korelasi karena saling menekankan aspek kecerdasan intelektual dan
pengembangan manusia seutuhnya disertai internalisasi nilai-nilai
spiritual. Pendidikan Islam perspektif H. M. Arifin sangat relevan
dengan pendidikan Islam kontemporer yaitu terhadap kondisi
pendidikan di Indonesia supaya tidak ada lagi dikotomi ilmu,
terfokusnya sumber pendidikan kepada Al-Qur’an dengan tetap
mengikuti perkembagan sains dan teknologi, tercapainya akhlakul
karimah, terbentuknya kurikulum dan metode yang ideal.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas, perlu kiranya peneliti memberikan saran:
1. Bagi Pendidik
Berusaha semaksimal mungkin untuk selalu kreatif dan berinovasi
dalam proses pembelajaran dengan berbagai metode, sehingga peserta
didik dapat menerima pelajaran dengan baik dan maksimal.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat lebih mempercayakan sekolah
berasaskan Islam kepada anaknya selain pengetahuan umum, sehingga
anak dapat menerapkan pengetahuan umum yang baik dengan cara
yang ma’ruf sesuai ajaran pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abudullah, Rahman. 2001. Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam
Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam.
Yoyakarta: UII Press.
Aly, Hery Noer dan Munzier. 2003. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska
Agung Insani.
77
Arifin, H.M.. 1977. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkunagn
Sekolah Dan Agama (Sebagai Pengembangan Metodologi). Jakarta: Bumi
Aksara.
Arifin, H.M.. 1987. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, H.M.. 1991. Pendidikan Islam Dalam Arus Dinamika Masyarakat Suatu
Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikologis Dan kontekstual. Jakarta:
Golden Terayon Press.
Arifin, H.M.. 1991. Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arifin, H.M.. 1994. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin H.M.. 1994. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama.
Jakarta: Golden Terayon Press.
Arifin, H.M.. 1994. Teori-Teori Counseling Umum Dan Agama. Jakarta: Golden
Terayon Press.
Arifin, H.M..2003. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden Terayon
Press.
Arifin, H.M.. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, H.M.. 2014. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, H.M.. 2014. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, H.M.. 2016. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azizy, Qodri. 2004. Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (
Persiapan Sdm Dan Terciptanya Masayrakat Madani). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Azra, Azyumardi. 2012. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah
Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana.
Bakker, Anton Dan Ahmad Chairis Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
Darajat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
78
Daulay, Haidar Putra. 2007. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional
Di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Djohar. 2003. Pendidikan Strategik: Alternatif Pendidikan Masa Depan.
Yogyakarta: Lesfi.
Gunawan, Hari. 2014. Pendidikan Islam Kajian Teoritis Dan Pemikiran Tokoh.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Haris, Muhammad. Pendidikan Islam Dalam Perspektif Prof. H.M. Arifin. Dalam
Jurnal Ummul Qura Vol VI No 2 September 2015.
http://ejournal.kopertais4.or.id/pantura/index.php/qura/article/view/2047.
https://fahdamjad.files.wordpress.com/2007/09/pendidikan-islam-
kontemporer.pdf.
http://journal.iainbengkulu.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/14-SUPARNIS-
PENDIDIKAN-ISLAM-KONTEMPORER.pdf.
https://muhammadsugiono.wordpress.com/2009/05/02/keunggulan-pendidikan-
islam/.
Idi, Abdullah, Toto Suharto. 2006. Revitalisasi Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Indra, Hasbi. 2005. Pendidikan Islam Melawan Gobalisasi. Jakarta: Ridamulia.
Jumali. 2004. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Kuswaya, Adang. 2011. Metode Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: Orbittust Corp.
Langgung, Hasan. 1980. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam.
Bandung: Al Ma’arif.
Muhadjir, Noeng. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakata: Rake
Sarasin.
Mujtahid. 2011. Reformasi Pendidikan Islam Meretas Mindet Baru, Meraih
Peradaban Unggul. Malang: UIN Maliki Press.
Muliawan, Jasa Ungguh. 2005. Pendidikan Islam Integratif Upaya
Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution, S.. 1982. Asas-Asas Mengajar. Bandung: Jemmars.
Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
79
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif
Di Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS Printing
Cemerlang.
Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Sadulloh, Uyoh. 2014. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Saefuddin, A.M.. 1991. Desekularisasi Tentang Pembangunan Pemikiran Islam
Di Indonesia. Bandung: Mizan.
Soebahar, Abdul Halim. 1992. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Pasuruan:
Garoeda Buana Indah.
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Sudarto. 1997. Metode Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Tafsir, Ahmad. 2014. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani, dan
Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI
A. Identitas Diri
1. Nama : Ana Bi’aunika
2. NIM : 111-13-048
3. Fakutas/ Jurusan : FTIK / PAI
4. Tempat, Tanggal Lahir : Salatiga, 14 Desember 1994
5. Alamat : Payaman RT. 01 RW. 02 Kel. Tingkir
Tengah, Kec. Tingkir Kota Salatiga
6. Nama Ayah : Sudarsono
7. Nama Ibu : Mutiah
8. Agama : Islam
B. Pendidikan
1. TK Roudhotul Athfal Sudirman lulus tahun 2001
2. SD N Tingkir Tengah 02 lulus tahun 2007
3. SMP N 3 Salatiga lulus tahun 2010
4. SMA N 1 Tengaran lulus tahun 2013
Demikian daftar riwayat hidup ini peneliti buat dengan sebenar-benanrya.
Salatiga, 23 Agustus 2017
Peneliti,
Ana Bi’aunika
DAFTAR NILAI
SATUAN KREDIT KEGIATAN
Nama : Ana Bi’aunika
NIM : 111-13-048
Jurusan : PAI
Dosen pembimbing : Prof. Dr. Mansur, M. Ag.
No.
Nama Kegiatan
Pelaksanaan
Sebagai
Nilai
1.
OPAK STAIN SALATIGA
2013” Rekontruksi
Paradigma Mahasiswa Yang
Cerdas, Peka dan Peduli”
26-27 Agustus 2013 Peserta 3
2.
OPAK TARBIYAH 2013”
Menjunjung Tinggi Nilai-
Nilai Kearifan Lokal Sebagai
Identitas Pendidikan
Indonesia”
29 Agustus 2013 Peserta 3
3.
UPT PERPUSTAKAAN
STAIN Salatiga ” Library
User Education (Pendidikan
Pemakai Perpustakaan)
16 September 2013
Peserta 2
4.
MASA TA’ARUF (MASTA)
“Making An Incredible Youth
Generation”
06 September 2013 Peserta 2
5.
TRAINING PEMBUATAN
MAKALAH LDK DARUL
AMAL STAIN SALATIGA
18 September 2013 Peserta 2
6.
SEMINAR NASIONAL
BAHASA ARAB “Upaya
Menjaga Eksistensi Dan Masa
Depan Pembelajaran Bahasa
Arab”
09 Oktober 2013 Peserta 8
7. SIBA-SIBI TRAINING UAS SEMESTER GANJIL 2013-
2014
10-11 Januari 2014 Peserta 2
8.
TALK SHOW “How To Be A
Successfull Creative To Face
Asean Economic Comunity
2015”
07 April 2014 Peserta 1
9.
SIBA-SIBI TRAINING UTS
SEMESTER GENAP TAHUN
2014
02-03 Mei 2014 Peserta 2
10. PENDIDIKAN PERS
MAHASISWA TINGKAT 16 November 2014 Peserta 2
DASAR “Membangun
Profesionalitas Pers
Mahasiswa LPM DinamikA”
11.
SEMINAR INTERNET
MARKETING “Membangun
Bisnis Online”
05 April 2015 Panitia 3
12.
PELATIHAN JURNALISTIK
TINGKAT LANJUT
“Implementasi Pers
Mahasiswa Terhadap
Dinamika Kampus”
08-10 Mei 2015 Peserta 2
13.
WORKSHOP SEMATHIC
(Sempoa Mathematic)
“Berhitung Cepat & Akurat”
09-10 Juni 2015 Panitia 3
14.
TRAINING MAKALAH
DAN MOTIVASI LDK
FATHIR AR-RASYID
12 September 2015 Peserta 2
15.
SEMINAR NASIONAL
“Wacana Islam Nusantara
Dalam Menjaga Kebhinekaan
Dan Keutuhan NKRI”
31 Oktober 2015 Peserta 8
16.
SEMINAR NASIONAL
“Memandang Jurnalisme Dari
Perspektif Gender”
24 September 2016 Peserta 8
17.
SEMINAR NASIONAL
“Revitalisasi Budaya Filsafat
Dalam Pemikiran Islam
Kontemporer”
03 November 2016 Peseta 8
18.
TALKSHOW”Satu Jam Lebih
Dekat Bersama Kandidat
Walikota dan Wakil Walikota
Salatiga Periode 2017-2022”
05 November 2016 Peserta 2
19.
SEMINAR
NASIONAL”Bersama
Merajut Asa Memberantas
Korupsi di Indonesia”
10 November 2016 Peserta 8
20.
SEMINAR NASIONAL
EDUPRENEUSHIP”Strategi
Marketing Kunci Sukses
Wirausaha”
13 November 2016 Panitia 8
21.
PUBLIC HEARING SEMA &
Sivitas Akademika IAIN
Salatiga “ Suara Hati
Mahasiswa IAIN Salatiga)
17 November 2017 Peserta 2