digilib.uns.ac.id/konsep... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user kon (haz...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KON(Haz
PRODME
PROGRA
L
NSEP PENzard AnaDUKSI W
ENENGA
Ung
di Faku
AM STUDI
UN
LAPORAN
NGENDAalysis CritWINGKOAH ”JEN
Tntuk memenguna mempeultas Pertani
Jurusa
D III Tekn
RINI
DIPLOMA
FAKULT
NIVERSITA
SU
i
N TUGAS
ALIAN Mtical ConO BABATANG AS
Tugas Akhir nuhi sebagianeroleh gelar Aian Universit
an/Progam S
nologi Hasil P
Oleh :
WULAND
H3109049
A III TEKN
TAS PERTA
AS SEBELA
URAKARTA
2012
S AKHIR
MUTU Dntrol PoinT DI USA
SLI” SUK
n persyaratanAhli Madya tas Sebelas M
Studi
Pertanian
ARI
OLOGI HA
ANIAN
AS MARET
A
DAN HACnt) PROSAHA KEKOHARJ
n
Maret
ASIL PERT
T
CCP SES ECIL JO
TANIAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PROSES PRODUKSI WINGKO BABAT DI USAHA KECIL
MENENGAH ”JENANG ASLI” SUKOHARJO
Oleh :
RINI WULANDARI
H3109049
Telah Dipertanggung Jawabkan Dihadapan Dosen Penguji
Pada Tanggal 22 Juni 2012 Dan Dinyatakan Memenuhi Syarat
Dosen Penguji I Dosen Penguji II Lia Umi Khasanah, ST, MT Dimas Rahadian A.M S.TP., M.Sc NIP. 198007312008012012 NIP. 198602112010121007
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, M.S
NIP. 19560225 198601 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
1. Ibu Bapak yang tidak henti-hentinya mencurahkan kasih sayang dan
senantiasa memanjatkan doa untukku.
2. Semua keluargaku yang selalu memotivasi dan mendukungku.
3. Ibu Lia Umi Khasanah, ST, MT dan Bapak Dimas Rahadian A.M. S.T.P.,
M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbingku dengan ikhlas dan
sabar.
4. Jaelani Anwar yang setia mendukungku dan memberikan semua perhatiannya.
5. Sahabat q Betty (Betong), Ratna (Kang Ratno), Ria (Tomblok), dan KC
(Destian, Fikri, Heri Bul, Nasar Papua) terimakasih untuk kebersamaan
selama ini baik suka maupun duka.
6. Sahabat seperjuanganku Situng (Sita), Lek Yo (Anggazani), Ridho, Ruli,
Bukor (Dwi), Retno Nok, Siwur (Kiswuri), Nobita, Dhenis, Indah Tri, terima
kasih untuk kebersamaannya selama ini dan setia menemani aku uji.
7. Karyawan QC PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk. terimakasih atas
bantuan dan dukungannya.
8. Teman – teman Diploma III Teknologi hasil Pertanian angkatan 2009.
9. Almamater tercinta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
MOTTO
Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia Melipatgandakan
(balasan) untukmu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri, MahaPenyantun.
Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (QS. ATH-THALAQ 17-18)
Dalam bekerja kita harus tuntas jangan sampai pekerjaan
sehari menjadi seminggu By : Jokowi
Hidup yang indah adalah ketika kita bisa melihat seseorang yang ada di dekat kita tersenyum tanpa ada
masalah karna kita hidup di dunia bukan mencari musuh tapi mencari sahabat
Orang yang sukses adalah ketika orang tersebut memulai kesuksesan dari nol, sehingga orang tersebut bisa merasakan
perjuangan akan pahit dan kerasnya hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadhirat Allah SWT segala limpahan
rahmat, hidayah, serta inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir Quality Control (QC) yang berjudul “Konsep Pengendalian Mutu dan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Proses Produksi Wingko Babat
Di Usaha Kecil Menengah ”Jenang Asli” Sukoharjo” dengan baik sesuai dengan
batas waktu yang telah ditentukan.
Dalam pelaksanaan pengamatan dan penulisan laporan hasil penelitian,
penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka
pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah Azza wa Jalla atas segala nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelasaikan Tugas Akhir ini.
2. Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ir. Choiroel Anam, M.P, M.T. selaku Ketua Program Studi D III Teknologi
Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Lia Umi Khasanah, ST, MT dan Dimas Rahadian A.M. S.T.P., M.Sc selaku
Dosen Pembimbing dan penguji Tugas Akhir atas bantuan dan pengarahannya
selama penyusunan laporan ini.
5. Bapak Harso mulyono selaku pemilik UKM “Jenang Asli” atas kerjasama dan
bantuannya selama penelitian Tugas Akhir.
6. Ibu dan Bapak tersayang terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
7. Semua keluargaku yang selalu memotivasi dan mendukungku.
8. Jaelani Anwar yang setia mendukungku dan memberikan semua perhatiannya.
9. Sahabat seperjuanganku Betong (Betty), Suto (Tomblok), Situng (Sita), Ratna,
Lek Yo (Anggazani), Bul2 (Heri), Retno Nox, Ridho, Ruli, Bukor (Dwi),
Siwur (Kiswuri), Dhenis, Indah Tri, Fikri, Destian, terima kasih untuk
kebersamaannya selama ini dan menemani aku uji.
10. Karyawan QC PT. Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk. terimakasih atas
bantuan dan dukungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
11. Teman- teman Diploma III Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2009, ada
banyak kisah dibalik kebersamaan kita selama 3 tahun.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulisan Tugas Akhir ini, terimakasih atas semangat, saran dan
dukungannya
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh
dari kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik
dan saran yang bersifat membangun bagi penulis.
Akhir kata penulis penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis pribadi dan pihak lain pada umumnya, selain itu juga
dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
ABSTRAK ......................................................................................................... xiv
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................ 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
A. Deskripsi Wingko Babat ................................................................ 4
B. Bahan Pembuat Wingko Babat ..................................................... 5
C. Proses Pembuatan Wingko Babat .................................................. 19
D. Pengemasan ................................................................................... 20
E. Pengendalian Mutu ........................................................................ 23
F. Hazard Analysis Criticaln Control Point (HACCP) ..................... 25
BAB III : METODOLOGI PELAKSANAAN ............................................... 29
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................... 29
B. Tahapan Pelaksanaan ..................................................................... 29
C. Analisis Produk Akhir ................................................................... 29
D. Metode Penetapan CCP ................................................................. 30
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 32
A. Pengendalian Mutu dan Konsep .................................................... 32
B. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ....................... 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
1. Deskripsi Produk ..................................................................... 84
2. Penyusunan Diagram Alir ........................................................ 84
3. Analisa Bahaya ........................................................................ 85
4. Penentuan (Critical Control Point) CCP ................................. 98
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 105
A. Kesimpulan ..................................................................................... 105
B. Saran ............................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 108
LAMPIRAN ....................................................................................................... 112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Standar Mutu Wingko Babat (SNI Nomor 01-4311-1996) ................ 5
Tabel 2.2 Komposisi Daging Kelapa Pada Berbagai Tingkat Umur.................. 6
Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Ketan Berdasarkan SNI 01-4447-1998 ............ 8
Tabel 2.4 Syarat/Karakteristik Gula Pasir Berkualitas ....................................... 9
Tabel 2.5 Standar Umum Mutu Air untuk Industri Makanan
SNI 01-3553-1994 .............................................................................. 10
Tabel 2.6 Standar Mutu Air Berdasarkan SNI-01-3553-1994 ........................... 11
Tabel 2.7 Syarat Mutu Garam Berdasarkan SNI 01-0476-1992 ........................ 12
Tabel 2.8 Syarat Mutu Vanili Berdasarkan SNI 01-0010-1990 ......................... 13
Tabel 2.9 Syarat Mutu Susu Kental Manis (SNI 01-2971-1998) ....................... 15
Tabel 2. 10 Komposisi Telur Segar (Basis Basah) ............................................. 16
Tabel 2.11 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Telur (SNI 3926:2008) ............. 19
Tabel 2.12 Persyaratan Mutu Margarin Industri (SNI 01-3541-2002)............... 22
Tabel 2.13 Karakteristik dari Berbagai Jenis Bahan Kemasan .......................... 22
Tabel 3.1 Metode Analisis Uji Persyaratan Mutu Wingko Babat ...................... 30
Tabel 4.1 Karakteristik Kelapa yang Digunakan UKM Jenang Asli ................. 33
Tabel 4.2 Spesifikasi dan Pengendalian Kelapa ................................................. 34
Tabel 4.3 Karakterik Beras Ketan yang Digunakan UKM Jenang Asli ............. 36
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Organoleptik Tepung Ketan ..................................... 37
Tabel 4.5 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Beras Ketan dan Tepung Ketan 38
Tabel 4.6 Karakterik Gula Pasir yang Digunakan UKM Jenang Asli ................ 40
Tabel 4.7 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Gula Pasir .................................. 41
Tabel 4.8 Karakterik Air yang Digunakan UKM Jenang Asli ........................... 43
Tabel 4.9 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Air ............................................. 44
Tabel 4.10 Karakterik Garam yang Digunakan UKM Jenang Asli.................... 45
Tabel 4.11 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Garam ..................................... 46
Tabel 4.12 Karakterik Vanili yang Digunakan UKM Jenang Asli .................... 47
Tabel 4.13 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Vanili ..................................... 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
Tabel 4.14 Karakterik Jeruk Purut yang Digunakan UKM Jenang Asli ............ 49
Tabel 4.15 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Jeruk Purut .............................. 50
Tabel 4.16 Karakterik Susu Kental Manis yang Digunakan UKM Jenang Asli 51
Tabel 4.17 Spesifikasi dan Pengendalian Susu Kental Manis ............................ 52
Tabel 4.18 Karakterik Telur yang Digunakan UKM Jenang Asli ...................... 53
Tabel 4.19 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Telur ....................................... 54
Tabel 4.20 Karakterik Margarin yang Digunakan UKM Jenang Asli................ 55
Tabel 4.21 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Margarin ................................. 56
Tabel 4.22 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Proses Produksi
Wingko Babat ................................................................................... 71
Tabel 4.23 Hasil Analisis Uji Produk Wingko Babat UKM Jenang Asli .......... 75
Tabel 4.24 Deskripsi Produk Wingko Babat ...................................................... 84
Tabel 4.25. Analisis Bahaya Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pembuat Wingko
Babat ................................................................................................ 86
Tabel 4.26. Analisis Bahaya Proses Produksi Wingko Babat ............................ 94
Tabel 4.27 Penetapan CCP Bahan Baku ............................................................ 98
Tabel 4.28 Penetapan Penentuan CCP Tahap Proses Produksi .......................... 100
Tabel 4.29 Rencana HACCP Pembuatan Wingko Babat ................................... 102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Wingko Babat ............................................................................... 4
Gambar 2.2 Buah Kelapa .................................................................................. 6
Gambar 2.3 Beras Ketan dan Tepung Ketan ..................................................... 8
Gambar 2.4 Gula Pasir ...................................................................................... 9
Gambar 2.5 Garam ............................................................................................ 12
Gambar 2.6 Vanili Bubuk .................................................................................. 14
Gambar 2.7 Jeruk Purut ..................................................................................... 14
Gambar 2.8 Susu Kental Manis ......................................................................... 15
Gambar 2.9 Telur ............................................................................................... 17
Gambar 2.10 Margarin ...................................................................................... 18
Gambar 2.11 Diagram Alir Proses Pembuatan Wingko Babat ......................... 20
Gambar 3.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP ............. 30
Gambar 3.2 Decision Tree untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku ............... 31
Gambar 3.3 Decision Tree untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses .......... 31
Gambar 4.1 Bahan Baku Kelapa (a) Sebelum Dikupas (b) Setelah Dikupas .... 33
Gambar 4.2 Beras Ketan (a) Impor (b) Lokal ................................................... 36
Gambar 4.3 Tepung Ketan ............................................................................... 37
Gambar 4.4 Gula Pasir ...................................................................................... 40
Gambar 4.5 Air Sumur ...................................................................................... 43
Gambar 4.6 Garam ............................................................................................ 45
Gambar 4.7 Bubuk Vanili .................................................................................. 47
Gambar 4. 9 Susu Kental Manis ........................................................................ 51
Gambar 4.10 Telur ............................................................................................. 53
Gambar 4. 11 Margarin ..................................................................................... 55
Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Produksi Pembuatan Wingko..................... 57
Gambar 4.13 Proses Perendaman Beras Ketan ................................................. 58
Gambar 4.14 Proses Pencucian dan Penirisan Beras Ketan ............................ 59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
Gambar 4.15 Proses Penepungan (a) Beras ketan (b) Penepungan dengan Mesin
(c) Tepung Ketan ......................................................................... 61
Gambar 4.16 Proses Pemarutan (a) Pengupasan Kelapa (b) Penghilangan Testa
(c) Penimbangan Kelapa (d) Pemarutan Kelapa + Jeruk Purut (e)
Kelapa + Jeruk Parut ................................................................... 63
Gambar 4.17 Proses Pengadonan (a) Pencampuran Bahan (b) Pengadonan
Bahan ........................................................................................... 65
Gambar 4.18 Proses Pencetakkan (a) Pengolesan Margarin (b) Penuangan
Adonan (c) Perataan Adonan ....................................................... 67
Gambar 4.19 Proses Pengukusan ...................................................................... 69
Gambar 4.20 Proses Pengovenan ...................................................................... 70
Gambar 4.21 Pengemasan Wingko Babat (a) Pengemasan di UKM (b) Saran
Pengemasan ................................................................................. 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Metode Analisis Kadar Air ........................................................... 113
Lampiran 2. Asam Lemak Bebas (FFA) ........................................................... 115
Lampiran 3. Penentuan Serat Kasar .................................................................. 116
Lampiran 4. Uji Gula sebagai Sakarosa Metode Luff Schoorl .......................... 118
Lampiran 5. Uji Cemaran mikroba ALT (Angka Lempeng Total) ................... 121
Lampiran 6. Desain Kemasan Wingko Babat ................................................... 125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PROSES PRODUKSI WINGKO BABAT DI USAHA KECIL
MENENGAH ”JENANG ASLI” SUKOHARJO
Rini Wulandari1)
Lia Umi Khasanah, ST, MT2) Dimas Rahadian A.M S.TP., M.Sc2)
ABSTRAK Pelaksanaan Praktek Quality Control pembuatan wingko babat di Usaha Kecil
Menengah Jenang Asli bertujuan untuk mengevaluasi konsep pengendalian mutu produk yang meliputi pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu proses produksi dan pengendalian mutu produk akhir. Selain itu untuk merencanakan konsep HACCP yang meliputi deskripsi produk, analisis bahaya dan penetapan CCP. Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan wingko babat adalah kelapa, tepung ketan dan gula. Sedangkan untuk bahan tambahan yang digunakan antara lain air, garam, vanili, jeruk purut, susu kental manis, telur dan margarin. Pembuatan wingko babat melalui beberapa tahapan proses, seperti: perendaman, pencucian dan penirisan, penepungan, pengadonan, pencetakan, pengukusan, pengovenan, serta pengemasan. Pengendalian mutu bahan baku, proses produksi, dan produk akhir yang ada di UKM dievaluasi kemudian dilakukan perancangan konsep pengendalian mutu untuk perbaikan. Selanjutnya untuk meminimalisir potensi bahaya yang mungkin terjadi pada produk serta menjaga keamanan produk maka dilakukan perancangan konsep HACCP. Tahapan proses yang merupakan CCP dan perlu dikontrol adalah tahap pengovenan dan pengemasan.
Kata Kunci : Wingko Babat, Evaluasi Mutu, Pengendalian Mutu, HACCP Keterangan : 1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta. 2. Dosen Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
THE CONCEPT OF QUALITY CONTROL AND HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) WINGKO BABAT PRODUCTION PROCESS IN
SMALL MEDIUM ”JENANG ASLI” SUKOHARJO
Rini Wulandari1)
Lia Umi Khasanah, ST, MT2) Dimas Rahadian A.M S.TP., M.Sc2)
ABSTRACT
Implementation of Quality Control Practices in the manufacture of wingko babat Jenang Asli Small and Medium Enterprises aims to evaluate the concept of quality control of products which include raw material quality control, quality control of production processes and final product quality control. In addition to the HACCP concept plan that includes product descriptions, hazard analysis and CCP determination. The main raw materials used in the manufacturing process wingko babat is coconut, glutinous rice flour and sugar. As for the additional materials used include water, salt, vanilla, lime, sweetened condensed milk, eggs and margarine. Making wingko slash through several stages of the process, such as soaking, washing and draining, penepungan, pengadonan, printing, steaming, oven, and packaging. Quality control of raw materials, production processes and final products in are evaluated and then do the design concept for the improvement of quality control. Furthermore, to minimize the potential hazards that may occur in products as well as maintain the security of the product then do the design concept of HACCP. Stage of the process which is the CCP and needs to be controlled is oven and packaging stages.
Keywords: Wingko Tripe, Quality Evaluation, Quality Control, HACCP Description: 1. Student / Program D-III Study of Agricultural Technology Faculty Agriculture, University Sebelas Maret
Surakarta. 2. Lecturer Department / Program D-III Study of Agricultural Technology Faculty Agriculture, University
Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelapa merupakan tanaman tropis yang penting bagi negara-negara
Asia dan Pasifik. Kelapa di samping dapat memberikan devisa bagi negara
juga merupakan mata pencaharian jutaan petani, yang mampu memberikan
penghidupan puluhan juta keluarga. Untuk meningkatkan nilai ekonomi
komoditas buah kelapa serta mendukung ketahanan pangan dan kecukupan
gizi penduduk diperlukan alternatif penganekaragaman makanan. Alternatif
untuk meningkatkan nilai ekonomi komoditas kelapa adalah usaha
penganekaragaman produk pangan olahan kelapa melalui pengembangan
teknologi pengolahan hasil skala industri rumah tangga dan industri pabrik,
sehingga peluang bisnis kelapa makin terbuka luas. Diversifikasi produk
kelapa dalam skala industri belum sepenuhnya diterapkan di Indonesia.
Adanya potensi bahan baku yang cukup besar dan teknologi pengelolaan
produk kelapa yang makin dikuasai memberi peluang bagi diversifikasi
produk melalui proses agroindustri (Wirakartakusumah dkk, 1993).
Menurut Anonima (2012), Indonesia memiliki lahan perkebunan
kelapa terluas di dunia, dengan luas areal mencapai 3,86 juta hektare (ha) atau
31,2 persen dari total areal dunia sekitar 12 juta ha. Bila dilihat menurut
propinsi, kebun kelapa terluas berada di propinsi Riau (15,28%), disusul Jawa
Tengah (7,68%), Jawa Timur (7,67%), Sulawesi Utara (7,27%), Sulawesi
Tengah (4,78%), dan Jawa Barat (4,60%), serta beberapa daerah lainnya.
Total produksi kelapa tahun 2007 mencapai 3,3 juta ton setara kopra, atau
sebesar 29,8% dari total produksi dunia sebesar 10,3 juta ton. Produksi kelapa
terbesar kedua adalah Philipina 2,10 juta ton (18%), India 1,85 juta ton
(17,1%), Srilangka 0,51 juta ton (5,0%), Papua Nueginea 0,17 juta ton
(2,0%), dan negara lainnya 2,39 juta ton (28,1%).
Berkembangnya agroindustri kelapa, baik industri besar maupun kecil
mengakibatkan permintaan terhadap bahan baku kelapa semakin meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Salah satu produk hasil olahan kelapa yang sudah cukup populer adalah
wingko babat. Wingko babat merupakan makanan tradisional jenis semi
basah asal Jawa Tengah, yang terbuat dari kelapa parut, tepung beras ketan,
gula, dan bahan tambahan lain untuk membentuk aroma yang khas. Standar
mutu wingko babat sudah diatur dalam SNI 01-4311-1996 sebagai acuan
yang dijadikan standar wingko babat yang berkualitas baik.
Produksi wingko babat kebanyakan dilakukan oleh industri kecil
menengah atau rumah tangga yang proses pembuatannya masih tradisional.
Salah satu industri rumah tangga yang memproduksi wingko babat adalah
UKM Jenang Asli yang berada di Sukoharjo. Industri kecil rumah tangga
biasanya belum menerapkan pengendalian mutu yang baik. Pengendalian
mutu akan membantu tujuan dan cita-cita mutu unit usaha dapat dicapai
dengan lebih cepat dan lebih efesien. Untuk hubungan eksternal, pemahaman
ini diperlukan dalam rangka memenuhi persyaratan mutu yang diminta oleh
konsumen.
Pembuatan wingko babat dengan cara tradisional berpotensi besar
untuk tercemar bahaya, sehingga keamanannya belum terjamin. Padahal
makanan erat kaitannya dengan kesehatan manusia. Apabila makanan yang
dikonsumsi membahayakan maka dapat menimbulkan penyakit bahkan
kematian bagi yang mengkonsumsinya. Untuk itu diperlukan adanya
pengawasan mutu produk pangan mulai dari bahan baku, proses, produk jadi
setelah dikemas hingga pemasarannya. Untuk menganalisis adanya resiko
dari bahaya yang ditimbulkam maka diterapkan sistem Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP). Sistem ini digunakan untuk menilai bahaya
dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan.
HACCP menekankan pentingnya mutu keamanan pangan. Karena itu sebagai
suatu sistem jaminan mutu keamanan pangan, HACCP dapat diterapkan pada
seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan (dari bahan baku
sampai produk dikonsumsi). Berdasarkan latar belakang di atas dilakukan
analisis tentang Pengendalian Mutu dan HACCP pada proses pembuatan
wingko babat di Usaha Kecil Menengah Jenang Asli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pengendalian mutu yang dapat diterapkan pada produk
wingko babat di Usaha Kecil Menengah Jenang Asli mulai dari bahan
baku, proses pembuatan hingga menjadi produk akhir ?
2. Bagaimana konsep HACCP yang dapat diterapkan pada produk wingko
babat di dalam Usaha Kecil Menengah Jenang Asli yang meliputi deskripsi
produk, analisis bahaya dan penetapan CCP ?
C. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Quality Control pembuatan wingko
babat di Usaha Kecil Menengah Jenang Asli ini adalah :
1. Mengevaluasi konsep pengendalian mutu produk yang meliputi
pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu proses produksi dan
pengendalian mutu produk akhir.
2. Merencanakan konsep HACCP yang meliputi deskripsi produk, analisis
bahaya dan penetapan CCP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Wingko Babat
Wingko babat adalah makanan tradisional daerah Jawa Tengah, yang
dibuat dari kelapa parut, tepung beras ketan, gula, dan bahan tambahan lain
untuk membentuk aroma yang khas (Pertiwi dkk, 2009). Penggunaan kelapa
parut dalam proses pembutaan wingko melalui proses pemanasan tradisional
(oven dengan bahan bakar kayu) memberikan rasa dan aroma yang khas serta
memberikan rasa gurih pada wingko yang dihasilkan (Palungkun, 1993).
Makanan semi basah dengan kadar air 10-40% dan Aw 0,6-0,9 pada
umumnya merupakan makanan yang awet (Soekarto, 1979). Akan tetapi
wingko babat (Gambar 2.1) memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi,
yaitu sekitar 10% yang berasal dari kelapa dan margarin yang digunakan
dalam formula, sehingga wingko babat mudah mengalami ketengikan. Bahan
baku kelapa setengah tua (sekitar 9-10 bulan) memiliki kandungan zat gizi
relatif cukup tinggi (Palungkun, 1992; DepKes R.I., 1981), sehingga setelah
dikupas dan diparut, kelapa cepat mengalami kerusakan baik secara kimiawi,
enzimatis maupun mikrobiologis.
SNI 01-4311-1996 mengatur tentang standar mutu wingko babat atau
kue wingko yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Di dalamnya berisi tentang
persyaratan mengenai keadaan organoleptik wingko babat, kadar air, jumlah
sakarosa, asam lemak bebas, serat kasar, bahan tambahan makanan, bahan
pengawet, pemanis buatan, cemaran logam, arsen dan cemaran mikroba.
Gambar 2.1 Wingko Babat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Tabel 2.1 Standar Mutu Wingko Babat (SNI Nomor 01-4311-1996) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bau Normal, khas 1.2 Rasa Normal, khas 1.3 Warna Normal 2 Air, o/o, b/b Maks. 30 3 Jumlah gula dihitung sebagai
sakarosa, o/o, b/b Min. 24
4 Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat), %, b/b
Maks. 1,0
5 Serat kasar, o/o, b/b Maks. 3,0 6 Bahan tambahan makanan : 6.1 Bahan pengawet Sesuai SNI 01-0222-1995 dan
peraturan Menteri Kesehatan RI yang berlaku
6.2 Pemanis buatan Negatif 7 Cemaran logam : 7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0 7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 7.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05 8 Arsen mg/kg Maks. 0,5 9 Cemaran mikroba : 9.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 1x104 9.2 E. Coli APM/g Negatif 9.3 Kapang dan khamir koloni/g Maks. 1x103
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1996.
B. Bahan Pembuat Wingko Babat
1. Bahan Baku Utama
a. Kelapa
Kelapa merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon
batang lurus dari famili Palmae. Untuk dapat tumbuh berkembang dan
berproduksi dengan baik, kelapa (Gambar 2.2) memerlukan
lingkungan hidup yang sesuai. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan produksi kelapa antara lain, faktor
yang berasal dari udara, terutama sinar matahari, temperatur, curah
hujan dan kelembaban. Di samping itu juga faktor yang berasal dari
dalam tanah, jenis tanah dan tersedianya unsur hara di dalam tanah
(Suhardiyono, 1988).
Umur buah menunjukkan tingkat pertumbuhan buah kelapa,
Daging buah mulai terlihat pada bulan ketujuh dan mencapai berat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
maksimum pada bulan ke dua belas (Rindengan et al, 1995). Daging
buah adalah komponen utama yang dapat diolah menjadi berbagai
produk bernilai ekonomi tinggi (Lay dan Pasang, 2003). Daging buah
kelapa (Cocos nucifera) mengandung air, minyak, protein, karbohidrat,
dan abu berturut-turut 52; 34; 3; 1,5; dan 1 % (Soedijanto dan Sianipar,
1985). Mutu bahan baku dari buah kelapa dipengaruhi oleh karakter
fisiko-kimia komponen buah kelapa, yang secara langsung dipengaruhi
oleh jenis dan umur buah kelapa, lingkungan tumbuh dan pemeliharaan.
Lingkungan tumbuh yang sesuai dan pemeliharaan yang baik akan
menghasilkan bahan baku bermutu untuk diolah lebih lanjut
(Rindengan et al, 1995; Tenda et al, 1999). Komposisi daging kelapa
pada berbagai tingkat umur dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Gambar 2.2 Buah Kelapa
Tabel 2.2 Komposisi Daging Kelapa Pada Berbagai Tingkat Umur Analisis
(dalam 100 gr) Buah Muda Buah Setengah Tua Buah Tua
Kalori (kal) 68 180 359 Protein (g) 1 4 3,4 Lemak (g) 0,9 13,0 34,7 Karbohidrat (g) 14 10 14 Kalsium (mg) 17 8 21 Fosfor (mg) 30 35 21 Besi (mg) 1 1,3 2 Aktifitas Vit. A (IU) 0,0 10,0 0,0 Thiamin 0,0 0,5 0,1 Asam askorbat (mg) 4,0 4,0 2,0 Air (g) 83,3 70 46,9 Bagian dapat dimakan (g) 53,0 53,0 53,0
Sumber: Thieme, J.G (1968) dalam Ketaren, 1986
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
b. Tepung Ketan
Tepung beras ketan adalah salah satu jenis tepung yang berasal
dari beras ketan (Oryza sativa glutinous) yaitu varietas dari padi (Oryza
sativa) famili graminae yang termasuk dalam biji-bijian (cereals) yang
ditumbuk atau digiling dengan mesin penggiling (Widya, 2000). Beras
ketan (Gambar 2.3 a) seluruh bagian butirnya mengapur atau kelam,
tetapi kekerasan butirnya sama dengan beras bukan ketan (Damardjati
dan Purwani, 1991).
Tepung beras ketan (Gambar 2.3 b) mengandung zat gizi yang
cukup tinggi yaitu karbohidrat 80%, lemak 4%, protein 6%, dan air
10%. Ada dua senyawa dalam beras ketan yaitu amilosa 1% dan
amilopektin 99% (Sardjono, 1989). Tepung beras ketan yang digunakan
harus baru, berwarna putih bersih, tidak bau apek, serta bebas dari
kotoran, jamur dan serangga (Satuhu, 2004).
Made Astawan (2008) berpendapat bahwa rasio antara amilosa
dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera, dan kelengketan bulir
ketan setelah dimasak. Semakin kecil kadar amilosa atau semakin tinggi
kadar amilopektin maka semakin lengket bulir ketannya. Sifat
kelengketan ketan ini akan menentukan kualitas produk.
Tepung beras ketan memberi sifat kental sehingga membentuk
tekstur menjadi elastis. Kadar amilopektin yang tinggi menyebabkan
sangat mudah terjadi gelatinasi bila ditambah dengan air dan
memperoleh perlakuan pemanasan. Hal ini terjadi karena adanya
pengikatan hidrogen dan molekul-molekul tepung beras ketan (gel)
yang bersifat kental (Hartati Erna, 1996). Definisi tepung ketan menurut
SNI 01-4447-1998 adalah tepung yang diperoleh dengan cara
menggiling beras ketan yang baik dan bersih. Syarat mutu tepung ketan
menurut SNI 01-4447-1998 dapat dilihat pada Tabel 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
(a) (b)
Gambar 2.3 (a) Beras Ketan (b) Tepung Ketan
Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Ketan Berdasarkan SNI 01-4447-1998 No Karakteristik Mutu 1 2 3 4
Air Serat kasar Amilosa Derajat asam (ml NaOH 1N per 100g)
Maks. 12 % Maks 0,2 % Maks. 9% Max 4,0
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1998.
c. Gula Pasir
Gula (Gambar 2.4) adalah suatu istilah umum yang sering
diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis,
tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan
sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Bermacam-macam jenis
gula yang ada mempunyai ukuran partikel maupun kemurnian yang
beranekaragam. Jadi kristal gula yang biasanya mempunyai tingkat
kemurnian yang tinggi terdapat dalam ukuran kristal normal, sedang
ukuran menengah (gula castor) atau gula halus yang lembut biasanya
mengandung bahan seperti pati, yang ditambahkan untuk mencegah
pengerasan (Bucle et al., 1985). Gula pasir juga mempunyai
karakteristik tersendiri. Gula yang berkualitas baik dapat dilihat dari
kenampakan fisiknya, seperti yang tertera pada Tabel 2.4.
Gula dalam pengertian sehari-hari lebih dikenal sebagai gula pasir
yang diperoleh dari tanaman tebu atau bit. Gula pasir mengandung
99,9% sakarosa murni. Sakarosa adalah gula tebu atau gula bit yang
telah dibersihkan. Selain memberikan rasa manis, gula juga berfungsi
sebagai pengawet karena memiliki sifat higroskopis. Kemampuannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
menyerap kandungan air dalam bahan pangan ini dapat memperpanjang
umur simpan (Cahyo dan Hidayanti, 2006). Kemampuan gula sebagai
bahan pengawet alami bertujuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri, penggunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan.
Selain itu gula juga berfungsi sebagai cita rasa (Tien R, 1997).
Tabel 2.4 Syarat/Karakteristik Gula Pasir Berkualitas Bahan Syarat/Karakteristik
Gula Pasir - Warna putih/terang - Butirannya lembut tapi juga ada yang kasar, tidak
menggumpal (terpisah) - Kering - Manis - Bebas dari cemaran logam dan kotoran
Sumber : Menik N (2009).
Gambar 2.4 Gula Pasir
2. Bahan Penunjang
a. Air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat
manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa
lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa
makanan. Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan
berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan. Untuk berbagai
bahan pangan juga berfungsi sebagai pelarut. Air dapat melarutkan
berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut air, mineral, dan
senyawa-senyawa cita rasa. Larutan dalam air dapat digolongkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
menjadi dua jenis yaitu ionik maupun molekuler. Pada bahan kristal
sama seperti halnya garam dapur (NaCl). Atom Na mendonasikan suatu
elektron yang berada di lapisan luar kepada atom klorida yang
kekurangan satu elektron pada lapisan luarnya sehingga menghasilkan
ion Na+ dan ion Cl- (Winarno, 2002).
Sebuah molekul air terdiri dari satu atom oksigen yang berikatan
kovalen dengan dua atom hidrogen. Gabungan dua atom hidrogen
dengan satu atom oksigen yang membentuk air (H2O) ini merupakan
molekul yang sangat kokoh. Dari 180 tahun yang lalu air masih
dianggap sebagai unsur yang tidak dapat dibagi (Winarno, 1986).
Standar umum mutu air untuk industri makanan dapat dilihat pada
Tabel 2.5.
Menurut Buckle, K.A, (1985) standart mutu air antara lain bebas
dari colifrom, bebas dari cemaran polusi, bebas dari rasa dan bau. Hal
ini dapat dicegah dengan penanggulangan polusi air. Adapun standar
mutu air berdasarkan SNI 01-3553-1994 meliputi kriteria mutu, bau,
rasa, pH dan kekeruhan (Tabel 2.6).
Tabel 2.5 Standar Umum Mutu Air untuk Industri Makanan SNI 01-3553-1994 Sifat Air Toleransi
(ppm) Pengaruh spesifik bila kelebihan
Kekeruhan 1-10 Pengendapan pada produk dan alat
Warna 5-10 Penyimpangan warna, masalah bahan organik
Rasa dan bau Noticeable Meningkatkan rasa dan bau dalam produk Besi atau mangan 0,2-0,3 Noda, penyimpangan warna dan rasa, serta
pertumbuhan “bakteri besi”. Alkalinitas 30-250 Netralisasi asam, mengurangi daya awet. Kesadahan 10-250 Pengendapan, absorbsi oleh beberapa
produk. Jumlah padatan terlarut
850 Penyimpangan warna.
Bahan organis Penyimpangan rasa, sedimen, pembusukan, reaksi
Fluor 1,7 Pembusukan enamel gigi pada anak. Sumber : (Winarno, 1986).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Tabel 2.6 Standar Mutu Air Berdasarkan SNI 01-3553-1994 No Kriteria Mutu Persyaratan 1 Bau Tidak berbau 2 Rasa Normal 3 pH 6,5-9 4 Kekeruhan Max 5 NTU
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1994.
b. Garam
Secara fisik, garam (Gambar 2.5) adalah benda padatan berwarna
putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan
bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti
Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-
lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik higroskopis yang berarti
mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9
(Burhanuddin, 2001).
Garam beryodium adalah produk makanan untuk keperluan
konsumsi rumah tangga yang komponen utamanya adalah Natrium
Klorida (NaCl) dengan penambahan Kalium Iodat (KlO3) dan
memenuhi Standar Nasional Indonesia. Berdasarkan parameter uji SNI
garam konsumsi adalah SNI 0104-76-1992 persyaratan kualitas garam
seperti tertera pada Tabel 2.7. Kriteria mutu garam meliputi warna,
rasa, bau dan kandungan air (Widayat, 1967).
Garam merupakan bumbu utama dalam setiap masakan, yang
berfungsi sebagai penyedap rasa antara lain memberikan rasa asin,
memberi efek rasa gurih pada masakan dan sebagai penguat rasa. Di
samping berfungsi sebagai penyedap rasa, garam juga berfungsi sebagai
sumber mineral bagi tubuh (Winneka et al, 2001). Selain itu tujuan
pemberian garam pada makanan adalah untuk memberikan cita rasa,
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pembusuk
yang bersifat proteolitik dan mengaktifkan kerja enzim (Landsdell et
al., 1995). Awetnya suatu bahan pangan akibat penambahan garam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
adalah karena menurunnya aktivitas air hingga titik tertentu (Huffman
et al., 1996).
Tabel 2.7 Syarat Mutu Garam Berdasarkan SNI 01-0476-1992 No Kriteria Mutu Persyaratan 1 2 3 4
Warna Rasa Bau Air
Putih Asin Tidak berbau Max 5%
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1992.
Gambar 2.5 Garam
c. Vanili
Tanaman vanili (Vanilla planifolia andrews) merupakan salah
satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Selain itu
mempunyai fluktuasi harga yang relatif stabil bila dibandingkan dengan
tanaman perkebunan lainnya. Tanaman vanili masih satu jenis dengan
tanaman anggrek yang termasuk famili Orchidaceae dari genus Vanilla
yang berumah satu atau Monoceus (Lawani, 1993).
Menurut Rismunandar (1989), buah vanili yang paling penting
dan sangat dominan adalah zat vanillin. Di samping zat vanillin, masih
ada zat-zat lain dalam jumlah relatif sedikit yang terkandung dalam
panili. Zat-zat tersebut dapat berup asam cuka, eugenol, methyl ether,
vanillil athil ather, anisil ethil ether dan sebagainya. Selanjutnya
terdapat pula jenis-jenis gula, dammar, dan jenis minyak yang tidak
menguap (fixed oil). Syarat mutu vanili telah diatur dalam SNI 01-
0010-1990 yang tertera pada Tabel 2.8.
Polong tanaman vanili digunakan untuk bahan penyegar,
penyedap dan pengharum makanan, gula-gula, ice cream, minuman,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
bahan obat-obatan. Bentuk produk yang dijual petani pada umumnya
berbentuk polong basah, sedangkan yang dijual oleh eksportir ke
pasaran internasional berbentuk polong kering. Untuk konsumsi
langsung dalam rumah tangga umumnya dalam bentuk bubuk vanili
(Gambar 2.6). Di pasaran internasional vanili Indonesia dikenal
dengan sebutan Java Vanilla Beans (Hadipoentyanti et al., 2007).
Vanili selain dihasilkan dari alam yaitu dari sejenis tanaman
anggrek juga dari sintesis. Sejak awal tahun 1900 vanili telah disintesis
secara besar-besaran dari bahan dasar yang murah dan tersedia dalam
jumlah yang banyak di sepanjang tahun. Vanili sintetis dibuat dari
lignosufat yang merupakan limbah dari pabrik kertas atau pulp. Selain
itu vanili juga disintesis dari resin guaikum (Suwarso dkk, 2002).
Ekstrak vanili alami mempunyai harga jual yang jauh lebih tinggi
dibandingkan vanili sintetis karena flavor ekstrak vanili alami bersifat
kompleks dan di dalamnya terkandung senyawa-senyawa aldehid
aromatik yang bernilai ekonomi tinggi (Setyaningsih, 2006). Menurut
peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan
tambahan pangan, aturan penggunaan vanili sintetis maksimal adalah
0,7 g/kg produk siap konsumsi.
Tabel 2.8 Syarat Mutu Vanili Berdasarkan SNI 01-0010-1990 No Karakteristik Syarat Mutu Cara pengujian 1 2 3 4 5
Bau Warna Polong Benda asing Kapang
Wangi khas vanili Hitam mengkilat, hitam kecoklatan mengkilat sampai coklat Penuh berisi, berminyak, lentur sampai agak kaku Bebas Bebas
Organoleptik Visual Organoleptik Visual Visual
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1990.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Gambar 2.6 Vanili Bubuk
d. Jeruk Purut
Jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) merupakan divisio
Spermathophyta, Sub Divisio Angiospermae, Class Dicotyledoneae,
Ordo Geraniales dan Famili Rutaceae (Hutapea, 1993). Kulit buah
jeruk purut (Gambar 2.7) berkhasiat sebagai antibakteri karena
mengandung minyak atsiri. Buah jeruk purut banyak digunakan untuk
menghilangkan bau ikan, pewangi pada tepung tawar dan pencuci
rambut (Ketaren, 1985).
Gambar 2.7 Jeruk Purut
e. Susu Kental Manis
Susu kental (Gambar 2.8) diperoleh dengan cara mengurangi
(menguapkan) kandungan air susu sampai kandungan airnya tinggi
sekitar 40%. Dengan kadar air yang rendah ini susu dapat tahan
disimpan lama dalam keadaan baik. Apabila akan diminum, susu kental
harus diencerkan lagi dengan air panas atau air hangat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Beberapa contoh jenis susu kental adalah: susu kental tidak
manis, susu kental manis, susu skim kental dan krim kental. Beda susu
kental manis dengan susu kental tidak manis adalah penambahan gula
sehingga terasa manis (Saleh, 2004). Syarat mutu susu kental manis
sudah diatur di dalam SNI 01-2971-1998 yang tertera pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Syarat Mutu Susu Kental Manis (SNI 01-2971-1998) No Jenis Uji Satuan Persyaratan
Tanpa Ganda Rasa
Dengan Ganda Rasa
1 Keadaan : Bau - Normal Normal Rasa - Normal Normal Warna Putih sampai
kekuningan Sesuai ganda rasa yang ditambahkan
Konsistensi Kental dan homogen
Kental dan homogen
2 Air % 20-30 20-30 3 Abu % 1,4-2,2 1,4-2,2 4 Protein % 7-10 Min. 6,5 5 Lemak % Min. 8,0 Min. 8,0 6 Laktosa % Min. 10 Min. 10 7 Sakarosa % 43-48 Min. 10 8 TPC (total plate count) Koloni/g Maks. 1,0 x 104 Maks. 1,0 x 104 9 Coliform APM/g Maks. 10 Maks. 10 10 E. coli APM/g < 3 < 3 11 Salmonella Per 100 g Negatif Negatif 12 Stap. Aueus Koloni/g Max 1,0 x 102 Max 1,0 x 102 13 Kapang/khamir Koloni/g Max 1,0 x 102 Max 1,0 x 102
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 1998.
Gambar 2.8 Susu Kental Manis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
f. Telur
Telur (Gambar 2.9) merupakan kumpulan makanan yang
disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio menjadi anak
ayam di dalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu
telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama: kulit telur,
bagian cairan bening dan bagian cairan yang berwarna kuning. Secara
garis besar telur terdiri dari kerabang (pembungkus telur yang paling
tebal, bersifat keras dan kaku), kuning telur, pengikat kuning telur,
putih telur encer, putih telur kental dan sel benih (Rasyaf, 1990).
Telur adalah bahan makanan sumber zat protein hewani yang
bernilai gizi tinggi, karena telur banyak sekali kegunaannya didalam
membuat produk makanan. Ukuran telur ada yang besar, sedang dan
kecil. Selain berat telur, mutu telur dapat dinilai dari kondisi dan
kebersihan kulit, besar kantong udara, kekompakan putih telur, bentuk
dan letak kuning telur (Tarwotjo, 1998).
Telur utuh didalamnya terdapat suatu agensia pengeras dan
pengempuk pada kue. Kekerasan yang ditimbulkan oleh putih telur
tidak seluruhnya, hanya sebagian diatasi oleh kuning telur, oleh karena
itu telur utuh dianggap sebagai agensia pengeras. Sedangkan kuning
telur sebagai pengempuk. Komposisi telur utuh ± 64% putih telur
(pengeras) dan 36% kuning telur sebagai pengempuk (Desrosier, 1988).
Komposisi telur segar dapat dilihat pada Tabel 2.10. Standar mutu telur
ayam yang baik telah diatur di dalam SNI 3926:2008 (Tabel 2.11).
Tabel 2. 10 Komposisi Telur Segar (Basis Basah) Komposisi Persentase
Air Lemak Lesidin Protein
74,8 10,9 1,5 12,3
Sumber : Manley (1983).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Tabel 2.11 Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Telur (SNI 3926:2008) No Faktor Mutu Tingkatan Mutu
Mutu I Mutu II Mutu II 1 Kondisi kerabang a. Bentuk Normal Normal Abnormal b. Kehalusan Halus Halus Sedikit kasar c. Ketebalan Tebal Sedang Tipis d. Keutuhan Utuh Utuh Utuh e. Kebersihan Bersih Sedikit noda kotor (stain) Banyak noda dan sedikit kotor2. Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan) a. kedalaman
kantong udara <0,5 cm 0,5 cm – 0,9 cm > 0,9 cm
b. kebebasan bergerak
Tetap ditempat
Bebas bergerak Bebas bergerak dan dapat terbentuk gelembung udara
3. Kondisi putih telur a. kebersihan Bebas bercak
darah, atau benda asing lainnya
Bebas bercak darah, atau benda asing lainnya
Ada sedikit bercak darah, tidak ada benda asing lainnya
b. kekentalan Kental Sedikit encer Encer, kuning telur belum tercampur dengan putih telur
Indeks 0,134-0,175 0,092-0,133 0,050-0,091 4 Kondisi kuning telur a. Bentuk Bulat Agak pipih Pipih b. posisi Di tengah Sedikit bergeser dari
tengah Agak kepinggir
c. penampakan batas
Tidak jelas Agak jelas Jelas
d. kebersihan Bersih bersih Ada sedikit bercak darah e. indeks 0,458-0,521 0,394-0,457 0,0330-0,393 5. Bau Khas Khas Khas
Gambar 2.9 Telur
g. Margarin
Margarin (Gambar 2.10) atau oleo margarin pertama dibuat oleh
orang Amerika dan dikembangkan pada tahu 1869 oleh Mege Moories
dengan menggunakan lemak sapi. Margarin merupakan pengganti
mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2008.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak dengan
persyaratan mengandung tidak kurang dari 80% lemak. Lemak yang
digunakan dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Lemak
hewani yang biasa digunakan pada umumnya berasal dari lemak babi
atau lemak sapi, sedangkan lemak nabati yang biasa digunakan adalah
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak biji
kapas. Karena minyak nabati pada umumnya berbentuk cair, maka
harus dihidrogenesis menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus
bersifat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan segera
mencair pada mulut (Winarno, 1995).
Margarin merupakan emulsi air dalam lemak nabati komposisi
gizi dari margarin bervariasi dan berperan memberikan nutrisi pada
produk pangan. Margarin merupakan sumber vitamin A sebesar 9% dan
D sebesar 4% yang penting dan diperlukan untuk tubuh. Margarin
berfungsi memberikan aroma, cita rasa, dan kenampakan pada roti yang
dihasilkan (Buckle et al, 1987).
Margarin terdiri dari beberapa jenis, antara lain : margarin siap
makan, margarin industri dan margarin krim atau spread. Margarin siap
makan adalah margarin meja dan margarin oles yang ditujukan untuk
langsung dimakan, tanpa diolah terlebih dahulu dan sudah dikemas
dengan baik. Margarin industri adalah margarin yang digunakan
sebagai bahan baku untuk produksi makanan lainnya. Sedangkan
margarin krim adalah margarin dengan kandungan lemak total 62% -
78% (SNI, 2002). Kriteria mutu margarin telah diatur dalam SNI 01-
3541-2002 (Tabel 2.12).
Gambar 2.10 Margarin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Tabel 2.12 Persyaratan Mutu Margarin Industri (SNI 01-3541-2002) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan 1.1 Bau Dapat diterima 1.2 Warna Dapat diterima 1.3 Rasa Dapat diterima 2 Air % b/b Maks. 18 3 Lemak % b/b Min. 80 4 Vitamin A IU/100 g - 5 Vitamin D IU/100 g - 6 Asam butirat* % b/b Maks. 0,2* 7 Bilangan asam Mg KOH/g Maks. 4 8 Bahan tambahan
pangan Sesuai peraturan yang berlaku
9 Cemaran logam 9.1 Timbal (Pb) mg/kg 0,1 9.2 Timah (Sn) mg/kg Maks.
40,0/250** 9.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 10 Cemaran arsen (As) mg/kg 0,1 11 Cemaran mikroba 11.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 105 11.2 Bakteri bentuk Coli APM/g Maks.10 11.3 E.Coli APM/g <3 11.4 S. aureus Koloni/g Maks.102 11.5 Salmonella Koloni/25 g Negative 11.6 Enterococci Koloni/g Maks. 102
*) untuk margarin yang mengandung lemak susu **) dalam kemasan kaleng Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2002.
C. Proses Pembuatan Wingko Babat
Menurut Purwanti dkk (2003), proses pembuatan wingko babat meliputi
persiapan alat dan bahan, pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan.
Adapun tahapan proses pembuatan wingko babat dapat dilihat pada Gambar
2.11.
1. Persiapan alat dan bahan
Menurut Purwanti dkk (2003), bahan-bahan dan alat untuk membuat
wingko tersebut sesuai dengan takaran yang telah ditentukan. Bahan-bahan
tersebut adalah : 10 kg tepung ketan, 10 kg gula pasir, 40 butir kelapa
parut, 2 waskom air kelapa, 2 sendok makan garam, dan 10 bungkus
vanili. Sedangkan alat-alat yang harus disiapkan dalam proses pembuatan
wingko babat ini adalah tabung gas, oven, loyang, waskom, cetakan,
timbangan, tampah dan daun pisang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2. Pembuatan adonan/mixing
Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan,
mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein. Kunci
pokok dalam pengadukkan adalah waktu yang digunakan harus tepat
karena jika pengadukkan terlalu lama akan menghasilkan adonan yang
keras dan tidak kompak, sedangkan pengadukkan yang sangat cepat
mengakibatkan adonan tidak tercampur rata dan lengket (Mudjajanto,
2004).
3. Pencetakan
Adonan yang telah tercampur tersebut, kemudian dicetak terlebih
dahulu agar bentuknya sama dan terlihat lebih menarik. Proses berikutnya
setelah dicetak lalu ditata dalam loyang (Purwanti dkk, 2003).
4. Pemanggangan
Suhu dan waktu pemanggangan sangat mempengaruhi tingkat
kematangan produk yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu yang digunakan,
semakin singkat waktu yang diperlukan (Yusianti dan Hariyadi, 2004).
D. Pengemasan
Pengemasan makanan yaitu suatu proses pembungkusan makanan
dengan bahan pengemas yang sesuai. Pengemasan dapat dibuat dari satu atau
Pemanggangan
Gambar 2.11 Diagram Alir Proses Pembuatan Wingko Babat
Persiapan alat dan bahan
Pembuatan adonan
Pencetakan
Tepung Ketan, Gula Pasir, Kelapa Parut, Air Kelapa,
Garam, Vanili
Wingko babat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
lebih bahan yang memiliki kegunaan dan karakteristik yang sesuai untuk
mempertahankan dan melindungi makanan hingga ke tangan konsumen,
sehingga kualitas dan keamanannya dapat dipertahankan (Hui, 2006).
Menurut Robertson (1993), bahan pengemas yang dapat digunakan
antara lain plastik, kertas, logam, dan kaca. Sebagai bahan pembungkus
kemasan, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit atau
berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain (kertas atau alufo). Kombinasi
antara berbagai kemasan plastik berbeda atau plastik dengan kemasan non
plastik (kertas, aluminium foil dan sellulosa) yang diproses baik dengan cara
laminasi ekstrusi maupun laminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi.
Dalam menentukan fungsi kemasan sebagai pelindung, maka perlu
dipertimbangkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan
pangan yang telah dikemas meliputi : (1) sifat alamiah dari bahan pangan dan
mekanisme dimana bahan ini mengalami kerusakan, misalnya kepekaannya
terhadap kelembaban dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan-
perubahan kimia dan fisik di dalam bahan pangan, (2) ukuran bahan
pengemas sehubungan dengan volumenya, (3) kondisi atmosfer (terutama
suhu dan kelembaban udara), dan (4) ketahanan bahan pengemas secara
keseluruhan terhadap air, gas, penutupan dan lipatan (Buckle et al., 1987).
Karakteristik dari berbagai jenis bahan kemasan dapat dilihat pada Tabel
2.12.
Kemasan dapat dijelaskan dalam kaitannya dengan jenis produk yang
dikemas, yaitu : kemasan perangkat medis, kemasan curah kimia, kemasan
ritel makanan, pengemasan peralatan militer, kemasan farmasi, dan lain- lain.
Ada 3 jenis kemasan, yaitu :
1. Kemasan primer adalah materi yang pertama menyelubungi produk dan
memegangnya. Hal ini biasanya adalah unit terkecil dari distribusi atau
penggunaan dan paket yang berhubungan langsung dengan isi.
2. Kemasan sekunder di luar kemasan utama, digunakan untuk
mengelompokkan paket-paket utama bersama-sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
3. Kemasan tersier digunakan untuk penanganan massal, gudang
penyimpanan dan transportasi pengiriman. Kemasan yang paling umum
adalah palletized beban unit kemasan (berbentuk persegi dan datar agar
barang yang dikemas dapat terangkat dengan stabil) yang erat dengan
kontainer (Soroka, 2002).
Tabel 2.12 Karakteristik dari Berbagai Jenis Bahan Kemasan No Bahan Pengemas Karakteristik 1.
Kemasan Kertas - Tidak mudah robek - Tidak dapat untuk produk cair - Tidak dapat dipanaskan - Fleksibel
2. Kemasan Gelas - Berat - Mudah pecah - Mahal - Non biodegradable - Dapat dipanaskan - Transparan/translusid - Bentuk tetap (rigid) - Proses massal (padat/cair) - Dapat didaur ulang
3. Kemasan logam (kaleng) - Bentuk tetap - Ringan - Dapat dipanaskan - Proses massal (bahan padat atau cair) - Tidak transparan - Dapat bermigrasi ke dalam makanan yang
dikemas - Non biodegradable - Tidak dapat didaur ulang
4. Kemasan plastik - Bentuk fleksibel - Transparan - Mudah pecah - Non biodegradable - Ada yang tahan panas - Monomernya dapat mengkontaminasi produk
5. Komposit (kertas/plastik) - Lebih kuat - Tidak transparan - Proses missal - Pengisian aseptis - Khusus cairan - Non biodegradable
Sumber : Julianti dan Nurminah (2006)
Menurut Julianti dan Nurminah (2006), berdasarkan bahan dasar
pembuatannya maka jenis kemasan pangan yang tersedia saat ini adalah
kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, plastik dan kemasan komposit atau
kemasan yang merupakan gabungan dari beberapa jenis bahan kemasan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
misalnya gabungan antara kertas dan plastik atau plastik, kertas dan logam.
Masing-masing jenis bahan kemasan ini mempunyai karakteristik tersendiri,
dan ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk
produk pangan.
E. Pengendalian Mutu
1. Definisi Mutu
J.M. Juran (1995) mendefinisikan mutu sebagai “Fitness for Use”
(cocok atau layak untuk digunakan). Artinya suatu produk atau jasa harus
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sedangkan ISO-
9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik
produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan
(Suardi, 2001).
2. Definisi Pengendalian Mutu
Menurut Prawirosentono (2002), pengendalian mutu adalah suatu
kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar
proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar
pengiriman produk akhir ke kosumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan
sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Berbagai tingkat
pengawasan standar mutu tersebut harus ditentukan lebih dahulu sesuai
dengan standar mutu yang direncanakan. Bertolok dari standar mutu
barang, dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut:
a. Standar mutu bahan baku yang digunakan.
b. Standar mutu proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang
melaksanakan).
c. Standar mutu barang setengah jadi.
d. Standar mutu barang jadi.
e. Standar administrasi, pengepakan, pengiriman produk akhir tersebut
sampai ke tangan
f. Konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3. Pendekatan Pengendalian Mutu
Menurut Agus Ahyari (1985), untuk melaksanakan pengendalian
mutu dapat ditempuh dengan 3 pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan bahan baku
Bahan baku merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya
terhadap kualitas produk akhir. Bahkan di dalam beberapa jenis
perusahaan tertentu pengaruh kualitas bahan baku ini sedemikian
besarnya, sehingga hampir seluruh kualitas produk akhir ditentukan
oleh kualitas bahan baku. Meninggalkan pengendalian kualitas bahan
baku. Bagi perusahaan yang memproduksi suatu barang, dimana
karakteristik bahan baku langsung menjadi karakteristik produk jadi
maka kualitas bahan baku ini akan sangat besar pengaruhnya bagi
kualitas produk akhir perusahaan.
b. Pendekatan proses produksi
Proses produksi merupakan kegiatan utama di dalam perusahaan.
Dalam pelaksanaan proses produksi perusahaan ini perlu mengadakan
pengendalian yang cukup memadai agar produk akhir mempunyai
kualitas yang baik.
c. Pendekatan produk akhir
Setelah suatu produk selesai adanya pengendalian kualitas.
Padahal sebenarnya kelangsungan hidup perusahaan tergantung kepada
adanya kepuasan konsumen terhadap produk perusahaan. Untuk dapat
memberikan tindakan untuk peningkatan kualitas produk perusahaan
sedapat mungkin mengumpulkan informasi-informasi mengenai produk
langsung dari konsumen. Dari berbagai macam keluhan tersebut dapat
diambil kesimpulan tentang kelemahan, kekurangan dan kelebihan
produk perusahaan, sehingga untuk proses berikutnya kualitas produk
dapat dipertanggung jawabkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
4. Seven Tools dan Manfaatnya
Menurut Muhandiri dkk (2008), program pengendalian dan
peningkatan mutu di perusahaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik jika
tidak didasarkan pada data kondisi kinerja nyata perusahaan tersebut.
Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus untuk analisis yang
valid, dikenal adanya 7 (tujuh) alat bantu yang dikenal dengan istilah
Seven Tools. Ketujuh alat bantu ini adalah :
a. Lembar pengumpulan data (check sheet)
b. Stratifikasi
c. Grafik dan bagan pengendalian.
d. Diagram pareto
e. Diagram sebab akibat (cause & effect diagram)
f. Diagram pencar (scatter diagram)
g. Histogram
Perlu diperhatikan bahwa tujuh alat bantu diatas adalah sekedar “tools”.
Perusahaan tidak harus menggunakan semua tools tersebut untuk
diterapkan di perusahaan. Harus dipilih dan diterapkan jenis tools yang
sesuai dengan kondisi Tim Perbaikan Mutu dan permasalahan yang akan
dipecahkan. Bahkan perusahaan dapat memodifikasi tools yang ada dan
mengembangkan tools baru yang dirasakan lebih sesuai. Namun demikian,
dengan penggunaan ketujuh alat bantu ini diharapkan dapat memberikan
kemudahan-kemudahan:
a. Membantu menganalisis secara sederhana
b. Menyamakan bahasa istilah analisis
c. Menyebarluaskan penggunaan teknik analisis yang sederhana/mudah.
F. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point )
1. Definisi HACCP
Sistem HACCP yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan
sistematika, mengidentifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya untuk
menjamin keamanan pangan. HACCP adalah suatu piranti untuk menilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada
pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk
akhir. Setiap sistem HACCP mengakomodasi perubahan seperti kemajuan
dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau perkembangan
teknologi. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari
produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus
dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan
manusia. Selain meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP
dapat memberikan ketentuan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan
sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang
dan memajukan perdagangan internasional, melalui peningkatan
kepercayaan keamanan pangan (SNI 01-4852-1998).
Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) merupakan
suatu pendekatan untuk mencegah dan mengontrol penyakit karena
keracunan makanan. Sistem ini dirancang untuk mengidentifikasi bahaya
yang berhubungan dengan beberapa tahapan produksi, processing atau
penyiapan makanan, serta memperkirakan resiko yang akan terjadi dan
menentukan prosedur operasi untuk prosedur control yang efektif (Pierson,
1993).
2. Prinsip HACCP
Menurut Taheer (2005) sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip
yang berfungsi untuk mengidentifikasi bahaya tertentu dan tindakan
pencegahan yang perlu dilakukan untuk pengendaliannya.
a. Prinsip 1 : Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan
produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani,
penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai kepada titik
produk pangan dikonsumsi. Peningkatan kemungkinan terjadinya
bahaya dan menentukan tindakan pencegahan, untuk pengendaliannya.
b. Prinsip 2 : Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat
dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kemungkinan terjadi bahaya tersebut. CCP (Critical Control Point)
berarti setiap tahapan di dalam produksi pangan dan / atau pabrik yang
meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan / atau diproduksi, panen,
diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
c. Prinsip 3 : Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin
bahwa CCP berada.
d. Prinsip 4 : Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring)
dari CCP dengan cara pengujian atau pengamatan.
e. Prinsip 5 : Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil
pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
f. Prinsip 6 : Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari
pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa
sistem HACCP berjalan efektif.
g. Prinsip 7 : Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur
dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.
Menurut Bahri et al., (2002), selain 7 prinsip penting yang perlu
diketahui pada penerapan HACCP, ada 12 langkah penting yang perlu
dipahami pada waktu pelaksanaannya (operasional), yaitu:
a. Pembentukan Tim HACCP yang terdiri dari staf dengan berbagai
keahlian.
b. Penjelasan produk secara lengkap termasuk komposisi pangan dan
pendistribusiannya.
c. Identifikasi sasaran pengguna makanan atau konsumen.
d. Penetapan bagan alir yang menguraikan proses produksi.
e. Penerapan, pemeriksaan bagan alir operasional.
f. Identifikasi bahaya pada setiap mata rantai serta menentukan cara
pencegahan dan pengawasannya.
g. Penetapan dan identifikasi titik tindak pengawasan.
h. Penetapan batas kritis CCP, yaitu batas toleransi yang harus dipenuhi
untuk menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan bahaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
i. Penetapan sistem monitoring/pemantauan untuk setiap CCP.
j. Melakukan tindakan koreksi jika terjadi penyimpangan pada waktu
monitoring.
k. Recording/pencatatan dan dokumentasi program HACCP.
l. Penetapan prosedur verifikasi program HACCP.
3. Manfaat HACCP
Menurut Suklan (1998), terdapat beberapa keuntungan pokok yang
diperoleh pemerintah dan instansi kesehatan serta konsumen dari
penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan makanan:
a. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan
pada semua aspek dari pengamanan makanan, termasuk bahaya secara
biologi, kimia, dan fisik pada setiap tahapan dari rantai makanan mulai
dari bahan baku sampai penggunaan produk akhir.
b. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistik untuk
mendemonstrasikan kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan untuk
mencegah terjadi bahaya sebelum mencapai konsumen.
c. Sistem HACCP memfokuskan kepada upaya timbulnya bahaya dalam
proses pengolahan makanan.
d. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah
sehingga pengawasan menjadi optimal.
e. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan
yang kritis dari proses produksi yang langsung berkaitan dengan
konsumsi makanan.
f. Sistem HACCP meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan
konsumsi makanan.
g. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan
karena itu mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan pembuatan Tugas Akhir ini dilakukan penelitian pada Bulan
Maret 2012 – Juli 2012 di Usaha Kecil Menengah (UKM) Jenang Asli.
Randusari RT. 01 / RW. 01, Kel. Joho-Sukoharjo dan di Laboratorium
Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret Surakarta Serta di Laboratorium MIPA Pusat Sub
Kimia, Universitas Sebelas Maret Surakarta .
B. Tahapan Pelaksanaan
1. Pengumpulan Data secara Langsung
a) Wawancara
Yaitu melaksanakan wawancara secara langsung dengan pekerja yang
berkaitan dengan masing-masing proses mulai dari bahan baku sampai
menjadi produk akhir.
b) Observasi
Yaitu melakukan pengamatan secara langsung mengenai kondisi dan
kegiatan yang ada di lokasi industri kecil menengah wingko babat.
2. Pengumpulan Data secara Tidak Langsung
a) Studi Pustaka
Yaitu mencari dan mempelajari pustaka mengenai permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan.
b) Dokumentasi dan Data - Data
Yaitu mendokumentasikan dan mencatat data atau hasil - hasil yang
ada pada pelaksanaan kegiatan.
C. Analisis Produk Akhir
Analisis produk akhir wingko babat harus disesuaikan dengan
parameter uji persyaratan mutu wingko babat yang telah ditetapkan. Metode
analisis uji persyaratan mutu wingko babat dapat di lihat pada Tabel 3.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Tabel 3.1 Metode Analisis Uji Persyaratan Mutu Wingko Babat Jenis Analisis Metode
Kadar air SNI. 01-2891-1992 Jumlah gula dihitung sebagai sakarosa Sudarmadji. dkk, 1996 Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) Sudarmadji. dkk, 1997 Serat kasar Sudarmadji dkk., 1996 Cemaran mikroba SNI. 01-2897-1992
D. Metode Penetapan CCP
Dalam menentukan CCP tahap pertama yang dilakukan adalah
menyusun dan mengimplementasi sistem HACCP (Gambar 3.1). CCP dapat
dianalisis dengan menggunakan Decision Tree, potensi CCP ada dua macam
yaitu CCP pada bahan baku (Gambar 3.2) dan CCP pada proses (Gambar
3.3).
Gambar 3.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP
Identifikasi Bahaya (Fisik, Kimia, Mikrobiologis)
Batas kritis CCP
CCP
Bila terjadi penyimpangan Pemantauan CCP
Dokumentasi.
Tindakan koreksi
Tindakan verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
CCP DECISION TREE BAHAN BAKU
Apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan berbahaya (mikrobiologi/kimia/fisik)
Apakah penanganan / pengolahan (termasuk cara mengkonsumsi) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya
Ya Tidak
Ya Tidak CCP Bukan CCP
Gambar 3.2 Decision Tree untuk Penetapan CCP Pada Bahan Baku
Bukan CCP
CCP DESSISSION TREE Setiap Tahap Proses
Apakah tahap ini khusus ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya CCP
Apakah Kontaminasi bahaya dapat terjadi / meningkat sampai melebihi batas?
Apakah tahap Proses Selanjutnya dapat menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya Tidak Bukan CCP
Ya Bukan CCP Tidak CCP
Gambar 3.3 Decision Tree untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses
Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tersebut atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang di identifikasi?
Tidak
Ya Tidak
P1
P2
P3
P4
Bukan CCP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGENDALIAN MUTU
Ada 3 macam pengendalian mutu yang dapat diterapkan di dalam
Usaha Kecil Menengah Jenang Asli pembuatan wingko babat, seperti :
pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu proses dan pengendalian
mutu produk akhir.
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku
a. Bahan Utama
Bahan baku sangat memerlukan penanganan, karena merupakan
syarat utama yang harus dipenuhi agar kualitas dan mutu produk
wingko babat tetap terjaga. Bahan baku utama yang digunakan dalam
proses pembuatan wingko babat adalah kelapa, tepung ketan dan gula.
Di bawah ini akan dijelaskan evaluasi pengendalian mutu yang ada di
UKM serta konsep pengendalian mutu sebagai perbaikan. Evaluasi
mutu bahan baku dimaksudkan untuk mengevaluasi bahan baku yang
digunakan dan dibandingkan dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pengujian secara organoleptik terhadap
masing-masing bahan baku. Sedangkan konsep pengendalian mutu
dimaksudkan untuk memperbaiki pengendalian mutu yang sudah ada,
agar kualitas produk akhir tetap terjaga.
1. Kelapa
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Kelapa (Gambar 4.1) merupakan bahan baku utama yang
digunakan untuk membuat wingko babat. Kelapa yang digunakan
di UKM adalah jenis kelapa setengah tua. Karena apabila bahan
baku kelapa yang digunakan masih muda dengan daging buah
yang masih lunak akan susah untuk diparut, sedangkan apabila
menggunakan buah kelapa yang sudah tua serat-serat parutan
yang dihasilkan lebih kasar, sehingga akan mempengaruhi tekstur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
wingko babat. Bahan baku kelapa maksimal dibeli seminggu
sekali, tergantung besarnya produksi sesuai pemesanan dan
ketersediaan produk. Kelapa dibeli langsung dari pedagang kelapa
yang ada di pasar Sukoharjo.
Pembelian bahan baku kelapa melalui pemesanan kepada
supplier. Pembeliannya disesuaikan dengan kebutuhan produksi
agar tidak mengurangi mutu dan kualitas dari kelapa. Karena
apabila penyimpanan kelapa terlalu lama, kenampakan dan
flavornya akan berkurang serta berpotensi besar untuk mengalami
kebusukan. Dalam sekali pembelian biasanya mencapai ± 300
butir kelapa. Keadaan kelapa yang dibeli dari supplier hanya
tinggal tempurung dan sedikit sabut yang menutupi daging buah.
Sehingga lebih efesien dalam penyimpanannya. Pengawasan mutu
pada bahan baku kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Kelapa yang Digunakan UKM Jenang Asli
No Jenis Uji Hasil Uji Persyaratan (Anonimb, 2012)
1 Keutuhan Utuh Utuh 2 Warna daging buah Putih Putih 3 Ketebalan daging
buah Tebal Tebal
5 Kapang Tidak ada Tidak ada Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
(a) (b)
Gambar 4.1 Bahan Baku Kelapa (a) Sebelum Dikupas (b) Setelah Dikupas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pengendalian mutu bahan baku erat kaitannya dengan
pemilihan mutu bahan baku yang akan digunakan. Buah kelapa
yang berkualitas bagus adalah kenampakannya utuh, tidak
terdapat cemaran, daging buahnya berwarna putih, tebal, tidak
terdapat kapang (Anonimb, 2012). Ciri-ciri fisik kelapa sudah
sesuai dengan kelapa yang digunakan di dalam UKM. Tebal sabut
kelapa lebih kurang 5 cm dan tebal daging buah 1 cm atau lebih.
(Ketaren,S. 2008)
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Bagian kelapa yang digunakan dalam pembuatan wingko
babat adalah daging buah kelapa. Kelapa yang digunakan dalam
pembuatan wingko babat umumnya kelapa setengah tua.
Tujuannya agar tekstur wingko babat tidak keras dan serat-serat
parutan kelapa tidak terasa kasar ketika dikonsumsi. Spesifikasi
dan pengendalian mutu kelapa untuk perbaikan dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Spesifikasi dan Pengendalian Kelapa Uraian Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Kelapa
- Umur panen
- Kenampakan
- Kebersihan
- Masa pemanenan kelapa berumur 10-11 bulan
- Ukuran normal, daging buah tebal dan putih
- Bebas dari kotoran dan hama
- Waktu pemanenan tepat
- Pengecekan secara visual
- Penyimpanan
yang tepat
- Dilakukan sortasi kembali
- Dilakukan penyamplingan dan sortasi
- Disimpan di tempat kering, bebas dari cemaran, dan dialasi menggunakan pallet
Dalam penerimaan bahan baku kelapa sebaiknya
dilakukan sortasi. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas
produk yang dihasilkan. Menurut Nainggolan dan Sitinjak (1977)
buah kelapa berdasarkan umurnya dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu kelapa muda, kelapa setengah tua dan kelapa tua. Buah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
kelapa muda berumur 6-8 bulan, kelapa setengah tua berumur 10-
11 bulan, dan kelapa tua berumur 11-13 bulan.
Dalam sortasi dipilih kualitas kelapa yang bagus, seperti :
kenampakan tempurung utuh dan tidak ada kotoran yang
menempel. Selain itu untuk mengetahui kualitas daging buah,
maka dilakukan penyamplingan. Daging buah kelapa yang bagus
adalah yang berwarna putih, tebal, dan tidak terdapat kapang.
Daging kelapa setengah tua memiliki daging buah tidak terlalu
keras. Apabila bahan baku tidak sesuai dengan kriteria yang
diinginkan maka dapat dikembalikan ke supplier.
Penyimpanan kelapa diusahakan tidak memakan tempat
terlalu banyak. UKM Jenang Asli sudah menerapkan hal tersebut,
yaitu dengan menyimpan kelapa dalam keadaan setegah dikupas.
Selain itu tempat penyimpanan harus dalam keadaan kering dan
tidak berdekatan dengan senyawa berbahaya yang dapat
mengkontaminasi. Dalam UKM Jenang Asli posisi penyimpanan
bahan baku kelapa tidak menggunakan alas. Penyimpanan seperti
ini kurang baik, karena selain menyimpan di tempat yang kering,
juga harus diberi alas agar tidak langsung bersentuhan dengan
tanah. Alas yang efektif digunakan adalah dengan menggunakan
papan dari kayu yang sering disebut dengan pallet. Karena tanah
adalah sumber kotoran yang dapat menjadikan bahan baku
menjadi terkontaminasi dan menjadi lembab sehingga dapat
mempercepat pembusukan.
2. Tepung Ketan
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Tepung ketan yang digunakan untuk membuat wingko
babat berasal dari beras ketan yang ditepungkan. Beras ketan
yang digunakan adalah jenis beras ketan impor (A) dengan merk
“Ketan Thailand Cap Mawar Merah Kualitas Super” (Gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
4.2a) dan beras ketan lokal (B) dengan merk “Elephant Brand”
(Gambar 4.2b). Umumnya dilihat dari kenampakan fisik kedua
jenis beras ketan ini hampir mirip. Butirannya utuh, berbentuk
oval, bersih dari ulat dan kutu, yang membedakan adalah
warnanya. Beras ketan lokal berwarna lebih putih daripada beras
impor. Perbandingan penggunaan beras ketan impor dan lokal
dalam pembuatan wingko babat adalah 3:7. Pembelian beras
ketan 1 minggu sekali tergantung dengan kebutuhan produksi.
Beras ketan didapatkan dari penjual beras ketan yang ada di
Sukoharjo. Pengawasan mutu pada bahan baku beras ketan dapat
dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Karakterik Beras Ketan yang Digunakan UKM Jenang Asli
No Jenis Uji Hasil Uji Persyaratan (Damardjati,
1980) 1 Keutuhan Utuh Utuh 2 Bentuk Oval Oval 3 Warna Putih Putih
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
(a) (b)
Gambar 4.2 Beras Ketan (a) Impor (b) Lokal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Secara organoleptik, beras ketan yang digunakan di dalam
UKM Jenang Asli sudah memenuhi syarat kriteria mutu menurut
teori Damardjati (1980). Beras ketan mempunyai kenampakan
yang utuh, bentuk oval, dan butiran beras berwarna putih. Beras
ketan yang digunakan di UKM Jenang Asli belum berlabel SNI.
UKM Jenang Asli melakukan penepungan beras ketan
dengan menggunakan alat penepungan milik sendiri, yang
hasilnya nanti menjadi tepung ketan (Gambar 4.3). Pengawasan
mutu pada tepung ketan dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Karakterik Tepung Ketan yang Digunakan UKM Jenang Asli
No Jenis Uji Hasil Uji Persyaratan (SNI 01-4447-
1998) 1 Warna Normal Normal 2 Bau Normal, tidak
apek Normal, tidak apek
3 Rasa Normal Normal 4 Benda asing Ada Tidak boleh ada 5 Serangga Tidak ada Tidak boleh ada
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Tepung ketan yang digunakan di UKM secara
organoleptik hampir memenuhi persyaratan SNI 01-4447-1998.
Warna tepung normal putih, bau tidak apek, rasa normal ketan,
dan tidak terdapat serangga. Akan tetapi masih terdapat cemaran
benda asing yang berasal dari sekam beras dan debu yang terikut.
Gambar 4.3 Tepung Ketan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Untuk mendapatkan produk akhir wingko babat yang
berkualitas bagus, harus didukung dengan bahan baku yang
kualitasnya juga bagus. Salah satu bahan baku yang digunakan
dalam pembuatan wingko babat adalah beras ketan yang
selanjutnya ditepungkan menjadi tepung ketan. Spesifikasi dan
pengendalian mutu tepung ketan untuk perbaikan dapat dilihat
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Beras Ketan dan Tepung Ketan Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Beras ketan
Tepung ketan
Kenampakan dan kebersihan
- Kenampakan
- Kebersihan
Ukuran, bau, rasa normal, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari kotoran
- Warna, bau, rasa normal
- Bebas dari
kontaminasi kotoran (debu krikil,dll).
Dilakukan pengecekan secara visual
- Mesin penepung dapat bekerja dengan baik dan bersih
- Dilakukan pengecekan secara visual
- Sortasi bahan, pembuangan sekam beras yang masih terikut, peletakkan menggunakan Pallet dalam keadaan tertutup rapat
- Dilakukan
perawatan dan pembersihan alat penepungan secara berkala
- Pembuangan kotoran-kotoran yang terikut pada tepung.
- Untuk mendapatkan kualitas tepung ketan yang baik sebaiknya membeli tepung ketan yang sudah jadi dan berlabel SNI
Penerimaan bahan baku dari supplier juga harus
dikendalikan. Sebelum membeli beras ketan, dilihat kualitas mutu
secara fisik terlebih dahulu. Kenampakan fisik beras ketan yang
baik sesuai dengan teori Damardjati (1980). Apabila kualitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
beras ketan tidak sesuai yang diharapkan, maka dikembalikan
kepada supplier. Di dalam UKM jenang Asli, tidak dilakukan
sortasi beras ketan, penyimpanannya juga belum tepat yaitu tanpa
dialasi. Untuk menjaga kebersihan beras ketan, sebaiknya
sebelum digunakan dilakukan sortasi pembuangan beras sekam.
Selain itu untuk untuk penyimpanan bahan baku beras ketan juga
harus diperhatikan. Seharusnya dalam penyimpanannya diberi
alas untuk membatasi dengan lantai, alas yang dapat digunakan
adalah pallet. Hal ini dapat meminimalisir penurunan kualitas
beras ketan, seperti rayap, kutu, hama tikus, dan serangga. Selain
itu beras ketan harus disimpan dalam ruangan yang bersih dan
tidak lembab, apabila karung telah dibuka harus diikat kembali.
Kriteria mutu tepung beras ketan berkaitan erat dengan
bahan baku beras ketan yang digunakan. Dalam UKM Jenang
Asli proses penepungan dilakukan sendiri. Agar kualitas tepung
yang didapatkan bagus, mesin penepungan harus dapat bekerja
dengan baik. Perawatan dan pembersihan mesin harus dilakukan
secara berkala. Pembersihannya harus menggunakan air bersih.
Setelah proses penepungan sebaiknya dilakukan pengayakan. Hal
ini bertujuan untuk mendapatkan ukuran yang kompak dan
menghilangkan cemaran fisik.
Apabila ingin mendapatkan bahan baku yang benar-benar
berkualitas, sebaiknya menggunakan tepung ketan yang dibeli di
pasaran dan sudah mempunyai label SNI. Menurut Satuhu (2004),
tepung beras ketan yang digunakan harus baru, berwarna putih
bersih, tidak bau apek, serta bebas dari kotoran, jamur dan
serangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
3. Gula Pasir
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Gula (Gambar 4.4) yang digunakan dalam pembuatan
wingko babat adalah gula pasir, dengan merk “Gula Kristal
Putih”. Gula ini dibeli di pasar Sukoharjo. Pembeliannya juga 1
minggu sekali. Dalam sekali membeli sekitar 3 kuintal,
tergantung dengan kebutuhan produksi. Gula sangat penting
pengaruhnya terhadap hasil akhir wingko babat, karena gula
termasuk penentu parameter rasa dari wingko babat. Dalam
kemasan karung gula pasir belum tertera label SNI maupun
BPOM. Pengawasan mutu pada gula pasir dapat dilihat pada
Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Karakterik Gula Pasir yang Digunakan UKM Jenang Asli
No. Uji Organoleptik Hasil Uji Persyaratan
(Menik, 2009) 1. Warna Putih kecoklatan Putih/terang
2. Bentuk Tidak menggumpal
Butiran tidak menggumpal
3. Keadaan Kering Kering 4. Rasa Manis Manis
5. Cemaran benda asing Tidak ada Bebas dari kotoran
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Gambar 4.4 Gula Pasir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Dari hasil organoleptik yang telah dilakukan diketahui
bahwa gula yang digunakan di UKM Jenang Asli secara fisik
sudah sesuai standar yang ada. Kriteria gula di UKM adalah
berwarna putih, tidak menggumpal, kering, manis dan tidak
terdapat benda asing.
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Gula pasir mempunyai peran besar dalam proses
pembuatan wingko babat. Gula mempunyai sifat yang
higroskopis, yaitu kemampuan untuk menyerap air. Sehingga
penambahan gula pada produk pangan dapat memperpanjang
umur simpan. Menurut Tien (1997), kemampuan gula sebagai
bahan pengawet alami bertujuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri, penggunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg
bahan. Selain itu gula juga berfungsi sebagai cita rasa. Rasa manis
dari wingko babat salah satunya didapat dari penambahan gula.
Rasa yang dihasilkan dari produk pangan sangat berpengaruh
terhadap penerimaan konsumen. Spesifikasi dan pengendalian
mutu gula pasir untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Gula Pasir Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Gula pasir
Karakteristik mutu gula pasir
Warna, bentuk, keadaan, rasa, bebas dari benda asing
Pemilihan, pembelian, dan penyimpanangula pasir
- Membeli gula yang sudah mempunyai label BPOM.
- Melakukan penyortiran
- Menyimpan ditempat kering, bebas cemaran, tertutup rapat serta dialasi menggunakan pallet.
Gula yang digunakan di UKM tidak mempunyai label
BPOM, sehingga kualitas bahan baku yang digunakan belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
diketahui. Untuk menjaga kualitas produk akhir, sebaiknya
menggunakan gula yang mempunyai label BPOM. Terdapatnya
label BPOM pada kemasan, mengidentifikasikan bahwa produk
yang dikemas berkualitas baik, sudah sesuai dengan aturan SNI.
Untuk menghindari kontaminasi fisik, sebaiknya dilakukan
penyortiran gula pasir sebelum digunakan.
Di UKM penyimpanan gula diletakkan di dalam gudang,
dengan keadaan dikemas dengan menggunakan karung gula.
Akan tetapi karung yang digunakan tidak menutup rapat.
Keadaan seperti ini memungkinkan gula dapat tercemari benda
asing. Seharusnya setelah gula diambil, karung diikat sampai
benar-benar tertutup rapat. Hal ini bertujuan agar tidak ada
benda asing yang masuk. Pengambilan gula juga harus
menggunakan wadah yang bersih.
UKM Jenang Asli meletakkan gula pasir di dalam
gudang tanpa menggunakan alas. Seharusnya gula disimpan di
tempat yang kering, jauh dari benda-benda kimia atau benda-
benda yang sekirannya dapat membahayakan sehingga
mempengaruhi kualitas gula, selain itu peletakan karung gula di
dalam gudang harus di beri alas agar karung tidak kontak
langsung dengan lantai. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir
kerusakan yang disebabkan oleh kutu, tikus, serangga dan
binatang perusak lainnya. Selain itu agar kulitas gula tetap
terjaga bebas dari kotoran.
b. Pengendalian Mutu Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan wingko
babat UKM Jenang Asli antara lain air, garam, vanili, jeruk purut,
susu kental manis, telur dan margarin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1. Air
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Air yang digunakan dalam proses pembuatan wingko
babat pada UKM Jenang Asli adalah air sumur (Gambar 4.5).
Semua kegiatan yang berlangsung dalam UKM ini
menggunakan air sumur. Mulai dari pencucian bahan,
perendaman, proses produksi serta sanitasi. Air sangat
berpengaruh terhadap kualitas wingko babat yang dihasilkan.
Penggunaan air yang tidak semestinya dapat menimbulkan
bahaya yang mematikan. Pengawasan mutu pada air dapat
dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Karakterik Air yang Digunakan UKM Jenang Asli
No. Uji Organoleptik Hasil Uji Persyaratan
(SNI-01-3553-1994) 1. 2.
3.
4.
Warna Bau Rasa Benda asing
Jernih Tidak berbau
Tidak ada
Ada
Tidak berwarna, jernih Tidak berbau Tidak mempunyai rasa Bersih, tidak mengandung lumut, besi (Fe) dan mangan (Mn)
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Air sumur yang digunakan dalam pembuatan wingko
babat hampir memenuhi standar SNI. Akan tetapi untuk
cemaran benda asing belum bisa dipenuhi, dikarenakan sering
terikutnya lumut ke dalam air.
Gambar 4.5 Air Sumur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Pengendalian mutu air harus diutamakan. Jika air yang
digunakan kotor, maka produk akan tercemari dan kualitasnya
menurun. Spesifikasi dan pengendalian mutu air untuk
perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Air Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Air Karakteristik mutu air
- Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidk berasa (rasa normal)
- Bebas dari coliform, bebas dari cemaran polusi pH 6,5 – 9
Penanganan air
- Dilakukan filtrasi atau penyaringan air
- Untuk pengadonanbahan sebaiknya menggunakan air masak.
Air sumur sebelum digunakan perlu dilakukan tindakan
penyaringan dengan cara menggunakan alat filtrasi air minum
(pureit). Baru kemudian digunakan untuk proses perendaman
dan pencucian bahan baku. Untuk pengolahan wingko babat
pada proses pengadonan sebaiknya menggunakan air matang.
Cara ini dilakukan untuk mengantisipasi air hasil filtrasi masih
mengandung bakteri patogen.
2. Garam
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Dalam pembuatan wingko babat menggunakan
penambahan garam, dengan tujuan wingko babat yang
dihasilkan lebih gurih. Konsentrasi garam yang ditambahkan
hanya 1 sendok teh. Garam (Gambar 4.6) yang digunakan
dalam UKM adalah garam beryodium, dengan merk “Dangdut”.
Garam ini adalah jenis garam dapur yang berbentuk bata,
berwarna putih, dan kering. Pembelian garam ini di pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Sukoharjo. Dalam kemasan garam ini sudah tertera label SNI,
sehingga garam yang digunakan sudah berkualitas baik.
Pengawasan mutu pada garam dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Karakterik Garam yang Digunakan UKM Jenang Asli
No. Uji Organoleptik Hasil Uji Persyaratan
(SNI 01-3556-2000) 1. 2. 3. 4.
Warna Rasa
Aroma Kotoran
Putih Asin
Khas garam Tidak ada
Putih kristal Asin
Normal Tidak ada
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Dari hasil pengujian organoleptik garam yang digunakan
di UKM dengan standar SNI, tidak ada penyimpangan.
Karakteristik garam berwarna putih, rasa asin, aroma khas
garam, dan tidak terdapat kotoran.
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Standar mutu garam yang baik untuk dikonsumsi
maupun untuk proses pengolahan bahan pangan yaitu berwarna
putih, bersih, murni, dan kering. Garam beryodium dikemas
dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi dan
mempengaruhi isi, mengandung yodium dengan kadar diatas 30
ppm (standar SNI), mempunyai izin Depkes (Murtono, 2009).
Gambar 4.6 Garam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Spesifikasi dan pengendalian mutu garam untuk perbaikan dapat
dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Garam Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Garam Karakteristik mutu garam
- Putih kristal - Asin - Aroma khas
garam - Tidak ada
kotoran
Pemilihan dan penanganan secara tepat
- Membeli garam yang sudah berlabel SNI.
- Dilakukan sortasi kembali
- Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat
UKM Jenang Asli sudah menggunakan garam yang
mempunyai label SNI, sehingga kualitasnya sudah bagus. Akan
tetapi untuk penanganan garam ini kurang tepat. Garam
disimpan di dalam kemasan aslinya tanpa ditutup kembali, tidak
ada penyortiran bahan baku garam. Garam yang berbentuk bata,
dihaluskan kemudian di simpan di dalam wadah. Seharusnya
garam setelah digunakan, ditutup rapat kembali agar tidak ada
benda asing yang terikut masuk. Selain itu garam yang
dihaluskan, harus disimpan di dalam wadah yang bersih, kering
dan bebas dari cemaran. Sebelum digunakan dilakukan
penyortiran agar garam yang dihaluskan bebas dari cemaran
fisik.
3. Vanili
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Penambahan vanili (Gambar 4.7) dalam pembuatan
wingko babat bertujuan agar aroma yang dihasilkan lebih harum
dan enak. Biasanya dalam 1 adonan wingko babat ditambahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
2 sendok teh bubuk vanili. Vanili yang digunakan adalah jenis
vanili bubuk alami yang dibeli di pasar Gede Surakarta.
Pengawasan mutu pada vanili dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Karakterik Vanili yang Digunakan UKM Jenang Asli
No. Uji Organoleptik Hasil Uji Persyaratan
(Anonimc, 2012) 1. 2.
3.
Warna Bentuk
Kotoran
Putih Powder
Tidak menggumpal Tidak ada
Putih Powder
Tidak menggumpal Tidak ada
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Syarat vanili bubuk yang digunakan di UKM Jenang Asli
sesuai dengan Anonimc (2012). Karakteristik vanili yang
digunakan di UKM adalah berwarna putih, berbentuk powder
dan tidak menggumpal serta tidak terdapat kotoran.
Gambar 4.7 Bubuk Vanili
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Penambahan vanili dalam proses pembuatan wingko
babat bertujuan untuk menambah aroma. Aroma merupakan
salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih
makanan yang disukai, Winarno (1991) menyatakan bahwa
dalam banyak hal kelezatan makanan ditentukan oleh aroma
(bau) makanan. Spesifikasi dan pengendalian mutu vanili untuk
perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 4.13 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Vanili Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Vanili Karakteristik mutu vanili
- Berwarna putih - Berbentuk
powder - Tidak
menggumpal - Tidak terdapat
kotoran
Pembelian, Pemilihan dan penanganan secara tepat
- Membeli vanili yang sudah berlabel SNI atau BPOM.
- Dilakukan sortasi kembali
- Menyimpan di tempat kering, bebas cemaran dan dalam keadaan tertutup rapat
Vanili yang digunakan di UKM tidak memiliki merk
dagang, pembeliannya dengan takaran kilogram. Standar fisik
mutu vanili sudah sesuai dengan yang digunakan UKM. Akan
tetapi vanili yang digunakan tidak terdapat merk dagang. Jika
ingin mendapatkan kualitas vanili bubuk yang berkualitas tinggi
sebaiknya membeli vanili bubuk alami yang sudah terkemas
dengan baik disertai merk dagang dan tertera label SNI atau
BPOM.
Penyimpanan vanili juga harus diperhatikan. Vanili harus
disimpan di dalam wadah yang bersih, kering, tertutup rapat dan
tidak terdapat senyawa lain yang dapat menurunkan kualitas
vanili. Sebelum digunakan sebaiknya vanili disortasi terlebih
dahulu, tujuannya untuk mencegah adanya cemaran fisik.
4. Jeruk Purut
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Jeruk purut (Gambar 4.8) merupakan ciri khas dari
wingko babat, biasanya rasa dan aroma wingko babat khas
dengan jeruk purut. Di dalam UKM Jenang Asli, untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
membuat wingko babat bagian dari jeruk purut yang
ditambahkan adalah buahnya. Buah jeruk purut diparut dengan
menggunakan mesin pemarut kelapa. Jeruk purut didapatkan
dengan cara membeli di pasar Sukoharjo. Kriteria jeruk purut
yang dibeli adalah sudah tua dan masih segar. Biasanya untuk
adonan 14 loyang, jeruk purut yang ditambahkan adalah
sebanyak 3 buah. Pengawasan mutu pada jeruk purut dapat
dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Karakterik Jeruk Purut yang Digunakan UKM Jenang Asli
No. Uji Organoleptik Hasil Uji Persyaratan
(Anonimd, 2012) 1. 2. 3.
Warna Rasa
Kotoran
Hijau segar Asam agak pahit
Tidak ada
Hijau segar Asam agak pahit
Tidak ada Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Karakteristik fisik jeruk purut yang digunakan di UKM
sudah sesuai dengan standar mutu yang dikatakan Anonimd,
(2012). Jeruk purut yang digunakan UKM mempunyai
kenampakan fisik seperti : bentuk buahnya bulat telur, kulitnya
hijau berkerut, berbenjol-benjol, rasanya asam agak pahit. Buah
jeruk purut yang baik digunakan adalah sudah tua, berwarna
hijau segar, masih segar, dan tidak terdapat kotoran atau ulat.
Gambar 4.8 Jeruk Purut
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Jeruk purut yang ada di UKM, apabila belum digunakan
maka di simpan di dalam lemari es. Apabila jeruk purut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
disimpan terlalu lama di dalam kulkas akan menjadi layu bahkan
busuk. Jika ada jeruk purut yang busuk, pemilik UKM
melakukan tindakan sortasi. Spesifikasi dan pengendalian mutu
jeruk purut untuk perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Jeruk Purut Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Jeruk purut
- Jenis jeruk purut
- Kebersihan - Daya simpan
- Jeruk purut tua
- Bebas dari kotoran dan ulat
- Tidak busuk
- Pemilihan jeruk purut
- Pencucian dan pengecekan secara visual
- Penyimpanan yang tepat
- Dilakukan pesortasian
- Dilakukan sortasi kembali dan pencucian
- Menyimpan suhu rendah
Jeruk purut yang digunakan adalah jeruk purut yang
sudah tua, biasanya ditandai dengan warna hijau tua dan kulit
buahnya lebih tebal. Agar didapatkan kualitas jeruk purut seperti
yang diinginkan sebaiknya dilakukan penyortiran. Penyimpanan
jeruk purut pada suhu redah yang dilakukan oleh pemilik UKM
sudah tepat. Menurut Wills et al (1981) penyimpanan pada suhu
rendah dapat mengurangi kegiatan respirasi dan metabolisme,
memperlambat proses penuaan, mencegah kehilangan air dan
mencegah kelayuan. Jadi penyimpanan jeruk purut pada suhu
rendah dapat memperlambat pelayuan pada buah jeruk purut.
Sehingga kesegaran jeruk purut dapat bertahan lebih lama.
Pembelian jeruk purut sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan
produksi, agar tidak tersimpan lama di dalam kulkas. Sebelum di
simpan dalam kulkas, sebaiknya jeruk purut disortasi kembali
dan dicuci bersih. Apabila dalam penyimpanannya ada jeruk
purut yang busuk langsung dibuang agar tidak mengkontaminasi
jeruk purut yang masih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
5. Susu Kental Manis
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Penambahan bahan ini bertujuan untuk memperkaya rasa
yang dihasilkan oleh wingko babat. Susu ketal manis yang
digunakan adalah susu yang dikemas dalam kaleng sehingga
penangananya lebih mudah. Susu kental manis (Gambar 4.9)
yang digunakan adalah merk ”Omela”. Susu ini didapatkan
dengan cara membeli di toko Mitra terdekat, biasanya dalam
sekali membeli sebanyak 1 karton. Dalam kemasan susu yang
digunakan sudah tertera label BPOM dan MUI. Untuk
pembuatan wingko babat sebanyak 14 loyang, jumlah susu yang
ditambahkan adalah 1 kaleng. Pengawasan mutu pada susu
kental manis dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Karakterik Susu Kental Manis yang Digunakan UKM Jenang Asli
No. Uji Organoleptik Hasil Uji Persyaratan
( SNI 01-2971-1998) 1. 2. 3.
Bau Rasa
Warna
Normal susu Manis Putih
Normal Normal
Sesuai ganda rasa yang ditambahkan
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Hasil pengujian organoleptik yang telah dilakukan
menandakan bahwa susu kental manis yang digunakan untuk
membuat wingko babat sudah sesuai dengan spesifikasi mutu
yang diatur di dalam SNI.
Gambar 4. 9 Susu Kental Manis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Susu kental manis yang digunakan sudah tertera label
BPOM dan MUI. Sehingga susu kental manis yang digunakan
sudah memenuhi standar SNI, mempunyai kualitas tinggi dan
aman untuk digunakan. Spesifikasi dan pengendalian mutu susu
kental manis dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Spesifikasi dan Pengendalian Susu Kental Manis Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Susu kental manis
Karakteristik mutu susu kental manis
- Sesuai dengan SNI 01-2971-1998.
- Kemasan bersih
Pembelian dan penyimpanan yang tepat.
- Menggunakan susu kental manis yang mempunyai label SNI atau BPOM
- Penyimpanan di dalam karton, tempat bersih dan dialasi.
Pemilihan susu kental manis sudah tepat, yaitu
mempunyai label SNI. Akan tetapi susu kental manis disimpan
tanpa kardus, hanya dialasi dengan koran dan disimpan di
tempat yang kering. Penyimpanan susu kental manis sebaiknya
dalam kardus. Hal ini dilakukan agar kualitas susu kental manis
lebih terjaga. Cara penyimpanannya juga harus diberi alas,
untuk menghindari cemaran yang berasal dari lantai. Alas yang
efektif digunakan adalah pallet, papan yang terbuat dari kayu.
Selain itu tempat penyimpanan harus bersih, bebas dari hama,
jauh dari senyawa kimia berbahaya.
6. Telur
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Fungsi telur (Gambar 4.10) dalam pembuatan wingko
babat adalah sebagai pembentuk tekstur agar lebih lembut.
Untuk membuat 14 loyang wingko babat menggunakan telur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
sebanyak 1 ½ kg. Pembelian telur dilakukan setiap akan
produksi, jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan produksi.
Hal ini dilakukan untuk mencegah kebusukan telur, apabila
persediannya terlalu banyak. Telur dibeli dari toko yang berada
di dekat UKM. Pengawasan mutu pada telur dapat dilihat pada
Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Karakterik Telur yang Digunakan UKM Jenang Asli
No. Uji Organoleptik Hasil Uji Persyaratan
(3926:2008) 1 Bentuk Normal bentuk telur Normal 2 Kehalusan Halus Halus 3 Ketebalan Tebal Tebal 4 Keutuhan Utuh Utuh 5 Kebersihan Bersih Bersih
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Standar mutu telur yang digunakan di UKM sudah sesuai
dengan ketetapan dalam SNI. Spesifikasi mutu telur secara fisik
yang digunakan UKM adalah berbentuk normal telur, kulitnya
halus dan tebal, bentuknya utuh dan bersih.
Gambar 4.10 Telur
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Salah satu bahan penunjang yang ditambahkan dalam
pembuatan wingko babat adalah telur. Untuk perbaikan mutu,
maka diperlukan adanya konsep pengendalian mutu. Spesifikasi
dan pengendalian mutu telur untuk perbaikan dapat dilihat pada
Tabel 4.19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel 4.19 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Telur Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Telur Karakteristik mutu telur
berbentuk normal telur, utuh dan bersih serta kulitnya halus dan tebal
Pemilihan mutu telur, dan penyimpanan yang tepat
- Dilakukan sortasi
- Disimpan di tempat yang kering, bersih dan bebas dari cemaran.
Untuk memenuhi spesifikasi mutu telur yang berkualitas,
maka diperlukan sortasi bahan baku telur. UKM Jenang Asli
melakukan sortasi telur saat membeli telur. Keadaan telur harus
normal, tidak pecah dan bersih. Selain itu telur yang baik adalah
telur yang mempunyai kulit halus dan tebal. Penyimpanan telur
juga mempengaruhi kualitas telur. Penyimpanan telur
membutuhkan tempat yang bersih, bebas dari kontaminasi, dan
dalam keadaan kering. UKM Jenang Asli menyimpan telur yang
akan digunakan di dalam ember yang dialasi dengan jerami.
Wadah pengemas yang digunakan belum tepat, seharusnya
menggunakan krat telur yang bersih.
7. Margarin
a. Evaluasi Pengendalian Mutu
Margarin (Gambar 4.11) dalam pembuatan telur hanya
digunakan untuk melapisi loyang yang akan digunakan untuk
mengoven wingko babat, sehingga konsentrasi penambahannya
hanya secukupnya dalam jumlah kecil. Margarin yang
digunakan adalah merk “Palmboom”, kemasan margarin ini
adalah karton. Pada kemasan karton telah tertera label BPOM.
Margarin ini didapatkan dari pasar Sukoharjo, dalam setiap
membeli sebanyak 1 karton. Pembeliannya disesuaikan dengan
kebutuhan produksi. Pengawasan mutu pada margarin dapat
dilihat pada Tabel 4.20.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Tabel 4.20 Karakterik Margarin yang Digunakan UKM Jenang Asli
No. Uji Organoleptik Hasil Uji Persyaratan
(SNI 01-3541-2002) 1 Bau Khas margarin Dapat diterima 2 Warna Khas kuning margarin Dapat diterima 3 Rasa Khas margarin Dapat diterima
Sumber : Hasil Analisis Organoleptik
Dari hasil organoleptik yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa margarin yang digunakan sudah sesuai dengan
persyaratan mutu margarin yang ditulis dalam SNI.
b. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Jumlah penggunaan margarin dalam produksi wingko
babat hanya dalam jumlah kecil, akan tetapi penanganan untuk
bahan baku jenis ini juga sangat diperlukan. Spesifikasi dan
pengendalian mutu margarin untuk perbaikan dapat dilihat pada
Tabel 4.21.
Margarin yang digunakan di UKM Jenang Asli sudah
mempunyai label SNI, jadi kualitasnya sudah bagus. Akan tetapi
penyimpanan margarin di lantai tanpa alas dan tidak dikemas
rapat. Untuk penyimpanan margarin sebaiknya dalam keadaan
tertutup rapat agar tidak tercemari benda asing. Untuk peletakan
margarin juga harus diberi alas untuk menghindari adanya
potensi cemaran yang berasal dari lantai, selain itu juga untuk
mengindari gangguan hama yang dapat merusak kualitas
margarin.
Gambar 4. 11 Margarin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 4.21 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu Margarin Bahan Parameter Persyaratan Prosedur
Pengendalian Tindakan Koreksi
Margarin Karakteristik mutu margarin Kebersihan
Sesuai dengan SNI 01-3541-2002 Bebas dari cemaran benda asing
- Pemilihan dan pembelian margarin
- Penyimpanan yang tepat
- Membeli margarin yang mempunyai label SNI
- Disimpan di tempat yang kering, bersih dan bebas dari cemaran.
2. Pengendalian Mutu Proses Produksi Wingko Babat
Pengendalian mutu pada proses produksi berpengaruh besar
terhadap produk akhir. Pengendalian mutu proses meliputi monitoring
suatu proses, melakukan tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian dan
menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang kurang baik pada
tahapan rangkaian mutu yang relevan untuk mencapai efektivitas yang
ekonomis. Proses pembuatan wingko babat di dalam UKM Jenang Asli
memerlukan waktu yang lama sekitar 5-6 jam, dikarenakan banyak
tahapan proses yang harus dilakukan. Dalam memproduksi wingko
babat tidak menentu jumlahnya, disesuaikan dengan pesanan dan
ketersediaan produk. Biasanya untuk memproduksi 14 loyang wingko
babat dengan ukuran 20x25 memerlukan bahan baku sebanyak 10 kg
beras ketan, 7 kg kelapa muda dan 5 kg gula pasir. Tahapan proses
pembuatan wingko babat dapat dilihat pada diagram alir (Gambar
4.12). Proses produksi pembuatan wingko babat berdasarkan evaluasi
pengendalian mutu yang ada UKM Jenang Asli dan konsep
pengendalian mutu untuk perbaikan proses (Tabel 4.22).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
a. Perendaman
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Tahap awal dalam proses pembuatan wingko babat
adalah proses perendaman beras ketan (Gambar 4.13). Beras
ketan diambil 10 kg tanpa disortasi, kemudian dilakukan
perendaman. Media perendaman beras ketan menggunakan air
sumur, sedangkan untuk tempat perendamannya menggunakan
ember. Air sumur yang digunakan tanpa penyaringan. Air
ditambahkan hingga seluruh bagian ketan tercelup. Proses
Beras Ketan 10 kg
Perendaman 1 jam
Pencucian & Penirisan
Penepungan
Kelapa & Jeruk Parut
Pengadonan
Pemarutan
Pencetakan
Pengovenan 1 ½ jam
Wingko Babat
Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Produksi Pembuatan Wingko
Pengukusan 1 jam
Tepung Ketan
Daging Kelapa 7 kg dan 3 Buah Jeruk Purut
Air 3 lt , Gula 5 kg, Telur 1 ½ kg, Susu 1 kaleng, Garam 1 sendok teh, Vanili 2 sendok teh
Pengemasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
perendaman ini berlangsung selama 1 jam. Kondisi saat
perendaman, ember dibiarkan terbuka tanpa tutup.
Gambar 4.13 Proses Perendaman Beras Ketan
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Menurut Winarno (1993), perendaman dapat
menyebabkan hidrasi pada granula pati sehingga pati dapat
tergelatinisasi dengan baik jika dipanaskan, jumlah air yang
terserap 30 %. Jadi proses perendaman ini bertujuan untuk
melunakkan beras ketan, karena beras ketan terhidrasi oleh air.
Lunaknya sifat ketan setelah direndam akan mempermudah
proses penepungan. Sehingga saat merendam harus dipastikan
beras ketan terendam air semua. Saat perendaman terjadi proses
imbibisi biji, yaitu masuknya air ke dalam biji ketan, sehingga
biji ketan mengembang dan menjadi lunak.
Untuk pengendalian mutu dari proses perendaman antara
lain adalah sebelum dilakukan perendaman sebaiknya beras
ketan disortasi terlebih dahulu, dalam istilah jawa sering disebut
dengan ditapeni. Hal ini bertujuan agar beras ketan bebas dari
kotoran dan cemaran fisik seperti kerikil, kulit ketan, pasir,
tanah, batang dan daun. Selain itu air yang digunakan untuk
merendam sebaiknya adalah air yang telah mengalami tahap
penyaringan atau filtrasi, sehingga cemaran fisik, biologi
maupun kimia dapat diminimalisir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Saat melakukan perendaman sebaiknya wadah yang
digunakan untuk merendam dalam keadaan bersih. Selain itu
kondisi saat merendam, sebaiknya wadah ditutup. Tujuannya
untuk menghindari kontaminasi dari benda asing yang masuk
apabila kondisi perendaman dilakukan dengan keadaan terbuka.
b. Pencucian dan Penirisan
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Tahapan proses selanjutnya adalah pencucian dan
dilanjutkan dengan penirisan (Gambar 4.14). Pencucian
berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang terikut bahan
baku. Ketan yang telah direndam selama 1 jam kemudian dicuci
menggunakan air sumur bersih. Cara pencuciannya adalah ketan
yang direndam di dalam ember dipindahkan kedalam wadah
yang berasal dari bambu. Wadah dari bambu memiliki pori-pori
besar sehingga pencuciannya dapat berulang-ulang.
Pencucian dilakukan berulang kali hingga air cucian
tidak keruh. Hal ini menandakan bahwa beras ketan sudah
bersih. Setelah proses pencucian selesai tahapan berikutnya
adalah proses penirisan. Proses penirisan ini bertujuan agar sisa
air cucian tidak terikut pada beras ketan. Karena jika kandungan
air berlebih akan mempengaruhi pada proses selanjutnya.
Penirisan dilakukan dalam keadaan terbuka tanpa tutup.
(a) Pencucian (b) Penirisan
Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Gambar 4.14 Proses Pencucian (a) dan Penirisan (b) Beras Ketan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Menurut Krisnawati (1996), pencucian dimaksudkan
untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku.
Sehingga dalam proses pencucian bahan baku, harus dipastikan
benar-benar bersih. Air yang digunakan untuk proses pencucian
adalah air sumur bersih. Cara ini sudah tepat, akan tetapi untuk
mendapatkan hasil akhir pencucian yang benar-benar bersih dan
kotoran serta cemaran dapat diminimalisir, penggunaan air
sumur yang telah di filtrasi lebih tepat.
Wadah yang digunakan untuk mencuci juga harus
dipastikan bersih, selain itu pori-pori wadah pencucian harus
dapat menahan beras ketan agar tidak ikut lolos bersama air.
Perlakuan pencucian beras ketan di dalam UKM sudah tepat,
yaitu proses pencucian dilakukan beberapa kali hingga air bekas
cucian berwarna jernih. Proses pencucian sangat mempengaruhi
kualitas produk wingko babat yang dihasilkan. Apabila bahan
yang digunakan tidak bersih karakteristik dan kualitas produk
akan menurun. Bahkan dapat membahayakan konsumen.
Proses penirisan beras ketan juga harus diperhatikan.
Proses penirisan selesai ditandai dengan tidak ada air yang
menetes dari wadah. Sebaiknya penirisan dilakukan tidak dalam
keadaan terbuka, tetapi ditutup. Hal ini bertujuan untuk
mencegah masuknya benda asing ke dalam beras ketan.
c. Penepungan
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Di dalam proses penepungan (Gambar 4.15) ini, bahan
baku beras ketan akan ditepungkan menjadi tepung ketan
dengan bantuan mesin penepung yang menggunakan tenaga
diesel. Tepung ketan ini merupakan bahan dasar yang digunakan
untuk memproduksi wingko babat. Di dalam UKM Jenang Asli,
sudah memiliki mesin penepungan sendiri. Sehingga untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
menepungkan beras ketan dapat dilakukan sendiri. Cara
menepungkannya adalah dengan memasukkan beras ketan
sedikit demi sedikit ke dalam hopper dan masuk ke dalam ruang
penepung. Kemudian tepung akan keluar melaui saluran outlet
pada mesin. Hasil tepung ini ditampung dengan menggunakan
karung beras ketan.
Hasil dari penepungan tidak diayak, jadi beras ketan
yang sudah ditepungkan langsung digunakan untuk membuat
wingko babat. Alat penepungan di dalam UKM dibersihkan
dengan menggunakan kain. Setiap akan digunakan mesin
penepungan dibersihkan menggunakan kain terlebih dahulu.
(a) (b)
(c)
Gambar 4.15 Proses Penepungan (a) Beras ketan (b) Penepungan dengan Mesin (c) Tepung Ketan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Pengendalian mutu pada proses penepungan meliputi
bahan yang ditepungkan, mesin dan alat penepungan, pekerja
dan hasil penepungan. Agar kualitas penepungan bagus, maka
bahan yang akan ditepungkan harus lunak yang sebelumnya
melalui proses perendaman. Setelah perendaman, bahan harus
ditiriskan dengan baik. Selesainya proses penirisan ditandai
dengan air tidak menetes lagi dari wadah. Menurut Purwanto
(1995), tanda hasil penepungan apabila bahan yang digunakan
sudah kering yaitu antara butir tepung atau bubuk halus satu
dengan yang lainnya tidak saling lengkap, tetapi saling lepas.
Tepung yang masih basah biasanya butiran halusnya saling
berlekatan sehingga membentuk agregat (gumpalan) yang lebih
besar dan mengelompok. UKM Jenang Asli sudah menerapkan
hal tersebut, sehingga hasil tepung yang didapatkan tidak
menggumpal.
Mesin dan alat penepungan dipastikan dalam keadaan
bersih bebas dari cemaran. Sanitasi dan perawatan alat serta
mesin harus dilakukan secara berkala dan mesin dipastikan
dapat bekerja dengan baik. Selain itu kebersihan pekerja juga
harus diperhatikan, seperti badan terutama tangan harus bersih,
selalu mencuci tangan dengan sabun desinfektan. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dari para pekerja. Hasil akhir
penepungan juga harus dikendalian dengan cara melakukan
pengayakan agar ukuran partikel tepung seragam. Perlakuan ini
sangat penting agar didapatkan tekstur wingko babat yang
lembut dan seragam, dan saat pemasakan adonan dapat matang
secara merata. Ukuran tepung ketan yang tidak lolos ayakan,
sebaiknya ditepungkan kembali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
d. Pemarutan
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Pemarutan adalah suatu cara untuk memperoleh bahan yang
lebih kecil, yang semula punya ukuran besar. Bahan yang melalui
proses pemarutan adalah daging kelapa dan buah jeruk purut.
Untuk memproduksi wingko babat sebanyak 14 loyang
membutuhkan 7 kg daging kelapa dan 3 buah jeruk purut. Langkah
awal proses pemarutan (Gambar 4.16) adalah kelapa dikupas
dengan cara dipisahkan dari sabut dan tempurungnya. Setelah itu,
daging kelapa dibersihkan testanya, dicuci menggunakan air bersih
dan ditimbang sesuai berat yang diinginkan. Baru kemudian kelapa
diparut. Sedangkan untuk jeruk purut langsung dicuci
menggunakan air bersih. Setelah itu baru masuk ke dalam mesin
pemarutan.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 4.16 Proses Pemarutan (a) Pengupasan Kelapa (b) Penghilangan Testa (c) Penimbangan Kelapa (d) Pemarutan Kelapa + Jeruk Purut (e) Kelapa + Jeruk Parut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
UKM Jenang Asli sudah memiliki mesin pemarut
sendiri, yang menggunakan diesel dengan bahan bakar bensin.
Sebelum digunakan, mesin pemarut hanya dibersihkan
menggunakan sapu yang penggunaannya sudah berulang-ulang.
Daging kelapa dan jeruk purut dimasukkan ke hopper dan
langsung dicacah oleh rol pemarut yang berputar. Hasilnya
berupa parutan kelapa yang halus dan ditampung di bagian
outlet menggunakan bak.
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Pemarutan merupakan proses pengolahan yang tidak
asing lagi dalam teknologi bahan makanan. Proses ini berguna
untuk menghasilkan produk yang berbentuk serabut maupun
butiran-butiran kecil untuk selanjutnya diolah menjadi beberapa
jenis makanan (Atjeng, 1983). Pengendalian mutu di dalam
UKM pada proses pemarutan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan seperti bahan yang akan diparut, keadaan alat dan
mesin, pekerja dan hasil parutan. Bahan yang akan diparut harus
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air bersih sampai
tidak ada kotoran yang menempel pada bahan.
Untuk alat dan mesin harus dipastikan dapat bekerja
dengan baik. Service dilakukan secara rutin untuk menjaga
keawetan mesin sehingga tidak mengganggu jalannya proses
produksi. Selain itu sanitasi peralatan dan pekerja juga
mempengaruhi mutu produk. Pembersihan mesin dan peralatan
sebaiknya menggunakan air bersih, jika hanya menggunakan
sapu kotoran yang menempel pada mesin tidak dapat hilang. Hal
ini akan mempengaruhi bahan yang akan diparut selanjutnya.
Pekerja merupakan salah satu penentu mutu produk yang
dihasilkan, maka kebersihan pekerja harus diutamakan. Salah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
satunya adalah dengan mencuci tangan menggunakan sabun
desinfektan
e. Pengadonan
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Proses pengadonan (Gambar 4.17) merupakan proses
pencampuran bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
wingko babat, seperti : tepung ketan, parutan kelapa dan jeruk
purut. Selain itu juga ditambahkan 5 kg gula, 1 sendok teh
garam, 2 sendok teh vanili, 1 ½ kg telur, 1 kaleng susu kental
manis dan 3 liter air bersih. Sebelum ditambahkan dalam
adonan, telur dikocok terlebih dahulu. Setelah itu semua bahan-
bahan ini dicampur menjadi satu sampai homogen dapat
tercampur rata. Alat yang digunakan untuk proses pengadonan
adalah bak besar, sehingga dapat memuat banyak bahan-bahan
yang akan diadoni. Proses pengadonan di dalam UKM masih
berlangsung secara manual, yaitu dengan tenaga manusia.
Bahan-bahan yang sudah dimasukkan menjadi satu di dalam bak
besar diadoni menggunakan tangan pekerja.
(a) (b)
Gambar 4.17 Proses Pengadonan (a) Pencampuran Bahan (b) Pengadonan Bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Pengadukan atau pengadonan adalah salah satu proses
langkah tungggal dimana semua bahan di campur bersama-sama
dalam satu campuran tunggal, sekaligus merupakan suatu proses
penyebaran satu komponen ke komponen yang lain. Secara ideal
proses pengadukan dimulai dengan mengelompokan masing-
masing komponen pada beberapa wadah yang berbeda sehingga
masih tetap terpisah satu sama yang lain dalam bentuk
komponen-komponen murni (Norman, 1988).
Pengendalian mutu sangat penting untuk diterapkan
dalam proses ini, agar didapatkan produk akhir yang mempunyai
kualitas bagus. Pengadonan bertujuan untuk menghomogenkan
campuran bahan. Saat proses pengadonan, harus dipastikan
adonan sudah homogen. Apabila adonan tidak homogen, bahan
yang ditambahkan tidak bisa saling menyatu, sehingga
karakteristik wingko yang dihasilkan jelek dan kualitasnya
menurun.
Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi
wingko sebaiknya ditakar menggunakan timbangan maupun
gelas takar. Hal ini bertujuan untuk mengontrol komposisi bahan
baku agar produk akhir mempunyai kualitas dan cita rasa tinggi.
Misalnya penambahan air tidak menggunakan baskom kecil,
akan tetapi menggunakan gelas takar. Apabila penambahan air 3
liter menghasilkan produk akhir yang terlalu lembek, dapat
dilakukan pengurangan proporsi air dengan meggunakan gelas
takar. Air yang digunakan dalam proses pengadonan sebaiknya
air matang, tujuannya untuk meminimalisir potensi cemaran
yang berasal dari air.
Sebaiknya dalam mengadoni bahan-bahan menggunakan
alat mixer. Cara ini lebih efektif dan efisien dalam
pengerjaannya. Selain itu hasil adonan lebih bagus karena dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
tercampur secara merata. Pengadonan secara manual dibutuhkan
proses yang lebih lama, dan adonan belum tentu dapat
tercampur merata sempurna. Pengerjaan dengan menggunakan
tangan langsung dapat menyebabkan terjadinya potensi
kontaminasi pada bahan yang diadoni. Apalagi jika hal ini
didukung dengan kurangnya kebersihan pekerja.
f. Pencetakan
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Proses pencetakan (Gambar 4.18) ini bertujuan untuk
membentuk wingko babat dengan ukuran tertentu secara
seragam. Alat yang digunakan untuk mencetak adalah loyang
dengan ukuran 25x20 cm dengan tinggi 5 cm. Dalam UKM
loyang-loyang yang akan digunakan disimpan di dalam karung.
Sebelum digunakan loyang-loyang ini dibersihkan
menggunakan kain kemudian permukaan loyang dilapisi dengan
margarin. Bahan-bahan yang telah diadoni dimasukkan ke
dalam loyang hingga penuh sampai ke permukaan loyang.
Proses memasukkan adonan ke dalam loyang ini dilakukan
dengan manual yaitu dengan menggunakan baskom kecil dan
diratakan menggunakan tangan.
(a) (b)
(c)
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Gambar 4.18 Proses Pencetakkan (a) Pengolesan Margarin (b) Penuangan Adonan (c) Perataan Adonan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengendalikan
mutu dari proses pencetakan agar tidak mengurangi kualitas
produk antara lain alat yang digunakan untuk mencetak dan cara
mencetak. Loyang yang digunakan untuk mencetak harus bersih.
Penggunaan karung untuk menyimpan loyang sudah tepat,
karena lebih tertutup dan kontaminasi cemaran dari luar dapat
diminimalisir. Akan tetapi karung yang digunakan harus dalam
keadaan bersih dan dapat menutup rapat barang yang dikemas.
Alternative lain yang dapat digunakan adalah menyimpan
loyang di dalam almari yang kondisinya bersih dan bebas dari
cemaran.
Selain itu cara pencetakan juga perlu dikendalikan,
baskom kecil yang digunakan untuk memindahkan adonan pada
loyang harus benar-benar bersih. Selain itu untuk meratakan
permukaan loyang sebaiknya tidak menggunakan tangan
langsung, akan tetapi menggunakan alat seperti sendok makan
atau alat lainnya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir potensi
terjadinya kontaminasi ke dalam adonan.
g. Pengukusan
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Setelah adonan dicetak proses selanjutnya adalah
pengukusan. Proses pengukusan (Gambar 4.19) berlangsung
selama 1 jam. Alat yang digunakan untuk mengukus adalah
dandang, dengan bahan bakar kayu. Loyang-loyang yang berisi
adonan dimasukkan ke dalam dandang dengan penataan
ditumpuk meningkat ke atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Proses pengukusan menyebabkan pati tergelatinisasi dan
selanjutnya akan pecah menjadi amilosa dan amilopektin.
Menurut Suliantari dan Rahayu (1990), lamanya pengukusan
dipengaruhi oleh jumlah bahan yang dikukus dan tekstur dari
produk yang nantinya diinginkan. Pengendalian mutu pada
proses pengukusan ini adalah alat yang digunakan untuk
mengukus, bahan bakar yang digunakan, dan lama pengukusan.
Sebaiknya menggunakan alat pengukusan yang dilengkapi
dengan pengaturan suhu dan waktu. Hal ini akan lebih efektif
dan efisien, dan proses pengukusan lebih terkontrol. Selain itu
kontaminasi dari luar dapat diminimalisir. Berbeda dengan cara
pengukusan tradisional yang masih menggunakan dandang
dengan bahan bakar kayu yang pengaturan waktu masih manual
dan suhunya tidak terkontrol. Cara ini lebih tidak efektif dan
efesien.
h. Pengovenan
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Proses pengovenan (Gambar 4.20) merupakan proses
terakhir dalam pembuatan wingko babat. Setelah adonan
dikukus proses selanjutnya adalah pengovenan. Proses
pengovenan di dalam UKM masih sangat sederhaana. Sumber
panas pengovenan pada UKM menggunakan arang. Adonan
Gambar 4.19 Proses Pengukusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
wingko babat yang ada di loyang dimasukkan ke dalam oven.
Oven yang digunakan terbuat dari seng, di dalam oven terdapat
2 rak yang digunakan untuk tempat bahan yang dioven. Arang
panas diletakkan diatas permukaan oven dan dibawah oven.
Sehingga suhu pengovenan tidak dapat diatur. Suhu pengovenan
yang tidak bisa dikontrol, membuat pekerja harus membolak
balik wingko babat agar tidak gosong. Apabila ada permukaan
yang terlebih dahulu berubah warna menjadi coklat,
penanganannya dengan cara ditutup menggunakan potongan
kardus. Tujuannya agar bagian yang sudah berubah warna tidak
gosong. Setelah warna permukaan wingko babat berubah
menjadi coklat, potongan kardus tersebut dilepas. Proses
pengovenan ini berlangsung kurang lebih 1 ½ jam.
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Pengendalian pada proses pengovenan sangat penting.
Karena proses ini menentukan kematangan wingko babat yang
siap untuk dikonsumsi. Alat yang digunakan untuk mengoven di
dalam UKM kurang efektif, efesien, dan banyak menguras
tenaga. Selain itu saat pengovenan wingko sering dikeluar
masukkan untuk mensiasati agar tidak ada permukaan yang
gosong. Hal ini dapat mengundang potensi cemaran luar. Maka
sebaiknya agar kualitas dan mutu wingko babat tetap terjaga,
proses pengovenan menggunakan oven yang dilengkapi dengan
pengaturan waktu dan suhu.
Gambar 4.20 Proses Pengovenan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 4.22 Spesifikasi dan Pengendalian Mutu untuk Perbaikan Proses Produksi Wingko BabatProses
pembuatan
Parameter Persyaratan Prosedur Pengendalian Tindakan Koreksi
Perendaman - Wadah yang digunakan
- Air yang digunakan
- Keadaan bahan baku
- Wadah yang digunakan bersih
- Air disaring atau difiltrasi
- Bahan baku bersih dari cemaran fisik
- Pemakaian wadah yang bebas kotoran
- Tindakan penanganan air
- Pengecekan visual
- Dipastikan wadah yang digunakan bersih
- Melakukan treatment khusus terhadap air
- Melakukan sortasi bahan baku dan saat proses perendaman sebaiknya ditutup
Pencucian dan penirisan
- Wadah yang digunakan
- Air yang digunakan
- Keadaan bahan baku
- Wadah yang digunakan bersih
- Air disaring atau difiltrasi
- Bahan baku bersih dari cemaran fisik
- Pemakaian wadah yang bebas kotoran
- Tindakan penanganan air
- Pengecekan visual
- Dipastikan wadah yang digunakan bersih
- Melakukan treatment khusus terhadap air
- Saat proses penirisan sebaiknya ditutup
Penepungan - Alat
penepungan
- Sanitasi pekerja
- Hasil penepungan
- Alat penepungan bersih dan dapat bekerja dengan baik
- Kebersihan pekerja terjaga
- Bebas dari cemaran fisik dan partikel tepung seragam
- Menggunakan alat yang bersih dan dapat bekerja dengan baik
- Penerapan sanitasi yang baik
- Pengecekan visual
- Perawatan dan pembersihan alat dilakukan secara berkala
- Selalu mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan
- Dilakukan pengayakan tepung
Pemarutan - Keadaan bahan baku
- Alat
pemarutan
- Sanitasi pekerja
- Bahan baku bersih dari kotoran
- Alat pemarutan
bersih dan dapat bekerja dengan baik
- Kebersihan pekerja terjaga
- Pembersihan bahan baku
- Menggunakan alat yang bersih dan dapat bekerja dengan baik
- Penerapan sanitasi yang baik
- Melakukan pencucian bahan baku menggunakan air bersih
- Perawatan dan pembersihan alat dilakukan secara berkala
- Selalu mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan
Pengadonan - Sanitasi pekerja
- Wadah yang digunakan
- Cara mengadoni
- Kebersihan pekerja terjaga
- Wadah yang digunakan bersih
- Hasil adonan lebih hygienis
- Penerapan sanitasi yang baik
- Pemakaian wadah yang bebas kotoran
- Mengadoni dengan alat
- Selalu mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan
- Dipastikan wadah yang digunakan bersih
- Menggunakan mixer untuk mengadoni bahan
Pencetakan - Loyang yang digunakan
- Sanitasi pekerja
- loyang yang digunakan bersih
- Kebersihan pekerja terjaga
- Pemakaian loyang yang bebas kotoran
- Penerapan sanitasi yang baik
- Dipastikan loyang yang digunakan bersih
- Selalu mencuci tangan menggunakan sabun desinfektan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Proses pembuatan
Parameter Persyaratan Prosedur Pengendalian Tindakan Koreksi
Pengukusan Cara pengukusan
Proses pengukusan dapat terkontrol
Pengukusan menggunakan alat
Proses pengukusan menggunakan alat kukus yang dilengkapi pengaturan waktu dan suhu
Pengovenan Cara pengovenan
Proses pengovenan dapat terkontrol
- Pengovenan menggunakan alat
- Proses pengovenan menggunakan alat oven yang dilengkapi pengaturan suhu dan waktu
Pengemasan Keamanan kemasan
Pengemasan dapat melindungi produk dengan baik
Penggunaan kemasan primer dengan plastik PP dan kemasan primer dengan karton
Melakukan kemasan pada produk menggunakan kemasan primer dengan plastik PP dan kemasan primer dengan karton. Minimal disertai dengan merk dagang, komposisi dan tanggal kadaluarsa.
Sumber : Hasil Pengamatan
i. Pengemasan
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Wingko babat yang sudah jadi tidak langsung dikemas.
Akan tetapi diletakkan di meja bersama dengan produk olahan
lainnya, misalnya : jenang, wajik, rasikan dan kue prol. Wingko
babat baru dikemas apabila ada pembeli yang datang..
Pengemasan (Gambar 4.21) produk ini menggunakan kertas
roti sebagai pengemas primer dan pengemas sekunder
menggunakan kertas koran. Agar kemasan ini dapat tertutup
maka ditali menggunkan karet gelang.
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Pengemasan produk dalam UKM Jenang Asli kurang
tepat. Kemasan yang digunakan tidak bisa sepenuhnya menjaga
kualitas produk. Karena pengemasan merupakan salah satu
proses yang paling penting untuk menjaga kualitas produk
makanan selama penyimpanan, transportasi, dan penggunaan
akhir. Selama distribusi, kualitas produk pangan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
memburuk secara biologis dan kimiawi maupun fisik. Oleh
karena itu, kemasan makanan memberikan kontribusi untuk
memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas dan
keamanan produk makanan.
Proses pengemasan merupakan faktor kendali mutu yang
sangat mempengaruhi mutu produk. Maka dari itu proses ini
harus dikendalikan secara benar. Penggunaan kertas roti dan
kertas koran, masih sangat memungkinkan produk
terkontaminasi. Kandungan minyak pada wingko babat yang
berasal dari kelapa dan margarin dapat teroksidasi karena
adanya panas maupun cahaya. Apalagi produk wingko babat
adalah produk semi basah, yang berpotensi besar ditumbuhi
mikroba. Kemasan yang digunakan seharusnya dapat
melindungi produk dari potensi bahaya. Kemasan koran pada
produk dapat menyebabkan kontaminasi yang berasal dari tinta
yang luntur, karena tinta mengandung Pb (timbal).
Bahan pengemas yang efektif digunakan sebagai
pengemas primer wingko babat adalah plastik PP kemudian
direkatkan menggunakan sealler. Menurut Winarno dan Jenie
(1982), ciri-ciri plastik PP biasanya transparan tetapi tidak
jernih, keras tetapi fleksibel, kuat, tahan terhadap bahan kimia,
panas dan minyak. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan
daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap
lemak, stabil pada suhu tinggi. Sedangkan untuk kemasan
sekunder sebaiknya menggunakan kemasan karton yang sudah
tertera merk dagang, jenis produk, komposisi, informasi nilai
gizi, dan tanggal kadaluarsa. Jika memungkinkan disertai label
SNI, BPOM dan MUI.
Lingkungan penyimpanan produk sangat memungkinkan
dapat mencemari produk, karena itu apabila wingko babat sudah
dingin harus segera dikemas. Kebersihan pekerja merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
faktor penting untuk menjaga kehygienisan produk. Sebelum
dan setelah melakukan produksi harus membersihkan tangan
dengan menggunakan sabun desinfektan.
(a) (b)
Gambar 4.21 Pengemasan Wingko Babat (a) Pengemasan di UKM (b) Saran Pengemasan
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir
Pengendalian mutu produk akhir merupakan salah satu hal penting
agar kualitas produk tetap terjamin dan dapat diterima konsumen dengan
baik. Dalam pengendalian mutu produk akhir ini dilakukan beberapa
analisa yang hasilnya dibandingkan dengan SNI 01-4311-1996. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah hasil uji wingko babat yang ada di
UKM Jenang Asli dapat masuk standar parameter SNI. Analisa uji yang
dilakukan antara lain kadar air, asam lemak bebas (FFA), serat kasar,
kadar gula (dihitung sebagai sakarosa), dan angka lempeng total. Hasil
pengujian terhadap wingko babat dapat dilihat pada Tabel 4.23. Pengujian
mutu akhir wingko babat belum sepenuhnya memenuhi standar SNI.
Parameter uji yang belum memenuhi adalah analisa terhadap kadar air dan
cemaran bakteri. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tabel 4.23 Hasil Analisis Uji Produk Wingko Babat UKM Jenang Asli Jenis Analisis Metode Uji Hasil Analisis Persyaratan SNI
Kadar Air SNI 01-0428-1989 Thermogravimetri (b/b) Thermovolumetri (b/v)
40,85 % 35,405 %
Maks. 30 %
Asam lemak bebas (FFA)
Sudarmadji. dkk, 1997 0,235 % Maks. 1,0 %
Serat kasar Sudarmadji. dkk, 1996 2,165 % Maks. 3,0 % Kadar gula (dihitung sebagai sakarosa)
Sudarmadji. dkk, 1996 Luff Schoorl
27,58 % Min. 24 %
Cemaran mikroba SNI 01-2897-1992 Angka lempeng total
1,69 X104 1,41 x 106
Maks. 1x 104
Sumber : Hasil Analisis Uji
a. Kadar Air
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Pengujian kadar air pada produk wingko babat awalnya
menggunakan metode thermogravimetri, karena mengacu pada hasil
SNI 01-0428-1989 (b/b). Akan tetapi wingko babat adalah produk
yang mempunyai kandungan gula tinggi, maka metode yang lebih
cocok untuk menganalisa kadar air adalah metode thermovolumetri
(b/v). Prinsip kerja metode thermogravimetri adalah menguapkan air
dengan menggunakan cara pengovenan pada suhu 1050C dimana
contoh akan mengalami penurunan bobot hingga dicapai berat
konstan, selisih penimbangan berturut-turut maksimal 0,02 mg.
Sedangkan prinsip kerja metode thermovolumetri adalah
menguapkan air menggunakan cairan kimia tertentu yang titik
didihnya lebih tinggi daripada air. Air yang terdestilasi ditampung
dalam tabung Bidwel Sterling, sehingga dapat diukur volumenya.
Pengujian kadar air produk wingko babat dilakukan 2 kali
pengulangan. Cara uji secara thermogravimetri adalah dengan
dilakukan penimbangan produk kemudian dikeringkan dengan jalan
pengovenan hingga dicapai berat konstan, kemudian ditimbang. Uji
menggunakan metode thermogravimetri didapatkan kadar air sebesar
40,85%. Sedangkan cara uji secara thermovolumetri dilakukan
secara destilasi dengan menggunakan pelarut xylen. Hasil uji kadar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
air yang didapatkan menggunakan metode ini adalah sebesar
35,405%.
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam
bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar adalah salah satu
karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan
pangan. Menurut Winarno (1997), kadar air dalam bahan pangan
ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut.
Turunnya kadar air yang ada dalam suatu bahan akan memberi
kemungkinan berkurangnya kebusukan dari makanan tersebut.
Sehingga semakin tinggi kadar air pada suatu produk tingat
keawetannya akan semakin rendah.
Hasil uji kadar air pada produk wingko babat yang
didapatkan adalah dengan metode thermogravimetri sebesar 40,85%
dan metode thermovolumetri sebesar 35,405%. Sedangkan menurut
SNI kadar air pada wingko babat maksimal 30%. Hal ini berarti
produk wingko babat yang ada di UKM Jenang Asli kandungan
kadar airnya tidak memenuhi parameter standar. Kandungan kadar
air yang berlebih dapat mempengaruhi karakteristik, cita rasa dan
keawetan pada wingko babat. Karakteristik wingko babat akan
menurun, teksturnya lebih lembek, cita rasanya berkurang, dan akan
cepat basi. Sehingga umur simpannya akan berkurang dan berpotensi
besar untuk tercemar mikroba.
Penyebab wingko babat mengandung kadar air berlebih
kemungkinan pada saat pengadonan. Saat proses pengadonan air
yang ditambahkan terlalu banyak. Untuk produksi 14 loyang, air
yang ditambahkan kira-kira 3 liter. Hal yang harus dilakukan agar
kandungan kadar air sesuai standar SNI adalah dengan cara
mengurangi proporsi penambahan air saat proses pengadonan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Penakaran air yang akan ditambahkan harus menggunakan gelas
takar, agar dapat dikontrol. Selain itu penyimpanan produk harus di
tempat yang kering dan bebas dari cemaran.
b. Asam lemak bebas (FFA)
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Asam lemak bebas terbentuk pada proses oksidasi dan
hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan bahan pangan
dengan % FFA lebih dari 0,2% dari massa lemak akan
mengakibatkan flavour yang tidak diinginkan dan dapat bersifat
toksik. Dengan proses netralisasi minyak sebelum digunakan dalam
bahan pangan, maka jumlah asam lemak bebas dalam lemak dapat
dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 % (Ketaren, 1986).
Pengujian kadar asam lemak pada produk wingko babat
menggunakan metode Sudarmadji dkk (1997). Pengujian ini
dilakukan dua kali pengulangan. Dari hasil pengujian didapatkan
kadar FFA pada produk wingko babat sebesar 0,235%.
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Menurut F. G Winarno (2007), reaksi oksidasi merupakan
salah satu penyebab kerusakan lemak yang utama. Yaitu timbulnya
bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini
disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tak jenuh dalam
lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal – radikal
bebas yang disebabkan oleh faktor – faktor yang dapat mempercepat
reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida,
logam – logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin
seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim – enzim
lipoksidase.
Kandungan FFA produk wingko babat di dalam UKM Jenang
Asli adalah sebesar 0,235 % sedangkan menurut SNI kandungan
asam lemak bebas pada wingko babat 1,0 %. Sehingga kandungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
asam lemak bebas pada wingko babat masih dibawah standar SNI
yang telah ditetapkan. Hal ini artinya untuk parameter uji asam
lemak bebas masih memenuhi ketentuan SNI. Wingko babat
merupakan produk makanan yang cara pengolahannya dengan
pengovenan, maka dalam SNI batas patokan kandungan asam lemak
bebas relatif kecil. Kemungkinan adanya asam lemak bebas dalam
bahan disebabkan oleh penambahan parutan kelapa dalam proses
pembuatannya. Pengemasan dan penyimpanan produk sangat
mempengaruhi kandungan asam lemak bebas pada bahan.
Pengemasan yang tidak tepat dapat menyebabkan produk kontak
langsung dengan cahaya dan matahari sehingga kandungan asam
lemak bebas meningkat.
Penyimpanan produk sangat mempengaruhi kandungan asam
lemak pada suatu bahan. Setelah proses pengovenan wingko babat
disimpan di tempat yang kering pada suhu ruang. Jika produk
langsung kontak dengan cahaya matahari atau disimpan pada suhu
tinggi, maka kandungan asam lemak pada produk akan meningkat.
Hal ini didukung dengan teori Winarno (2004) yang mengatakan
bahwa, kandungan asam lemak suatu bahan dapat meningkat apabila
dipengaruhi oleh suhu dan sinar matahari. Lemak/minyak akan
mudah teroksidasi bila disimpan pada suhu yang tinggi dan apabila
terkena sinar matahari. Kandungan asam lemak pada suatu produk
jumlahnya tinggi dapat memicu penyakit jantung, diabetes, kangker
dan penyakit berbahaya lainnya.
Hal yang harus dilakukan untuk mencegah kandungan asam
lemak bebas meningkat adalah dengan memperbaiki kemasan.
Kemasan yang digunakan harus dapat melindungi produk, agar tidak
kontak langsung dengan cahaya dan sinar matahari. Kemasan yang
efektif digunakan adalah plastik jenis PP sebagai kemasan primer
dan kemasan karton sebagai kemasan sekunder.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
c. Serat Kasar
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Pengujian kandungan serat kasar pada produk wingko
babat mengunakan literatur Sudarmadji dkk (1996). Untuk
mengetahui kandungan serat kasar pada wingko babat hal yang
dilakukan adalah mengambil sampel basah, dikecilkan ukurannya
dan menimbangnya. Untuk mengetahui kandungan serat kasar
pada bahan semi basah maka harus dikeringkan untuk
mendapatkan partikel yang lembut lolos ayakan 1 mm. Setelah itu
dilakukan analisis sesuai dengan petunjuk yang ada di literatur.
Rata-rata kadar kertas kasar yang didapatkan dengan cara dua kali
pengulangan adalah 0,235 %.
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Serat adalah bagian dari sel tumbuh-tumbuhan yang tidak
dapat lagi dicerna oleh enzim atau oleh alat pencernaan lainnya.
Serat mempunyai fungsi untuk menolong melewatkan sisa
makanan dengan cara yang lebih cepat, disebabkan
penyerapannya yang besar akan cairan sehingga memberikan sisa
makanan dalam volume yang lebih besar. Riset yang telah dibuat
menunjukkan bahwa makanan yang mengandung serat menolong
untuk menghindarkan manusia dari diverticulosis, hemorrhoids,
appenditicis, hiatus-hernia dan yang kita pelajari sekarang ini
mengenai masalah kanker usus dan kanker dubur (Kuntaraf,
2003).
Dari hasil uji didapatkan kandungan serat kasar pada
produk wingko babat sebesar 2,165 %, sedangkan menurut SNI
maksimal 3,0 %. Maka kandungan serat kasar produk wingko
babat yang ada di UKM dapat diterima, karena nilai uji yang
dilakukan masih di bawah nilai standar SNI. Kandungan serat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
kasar pada wingko babat berasal dari bahan-bahan yang
digunakan pada proses pembuatannya.
d. Kadar gula (dihitung sebagai sakarosa)
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Penentuan sukrosa dapat langsung ditentukan jumlahnya
dengan cara kimia yaitu dengan menentukan gula reduksi yang
telah dihasilkan setelah sukrosa dihidrolisis dengan asam atau
dengan enzim. Hidrolisa sukrosa akan dihasilkan 2 mol gula
reduksi yang berupa fruktosa dan glukosa. Setelah diketahui
jumlah gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisa sukrosa maka
dapat dihitung jumlah sukrosa yaitu dengan mengalikan dengan
suatu faktor sebesar 0,95. Faktor ini diperoleh dari perbandingan
BM sukrosa dengan BM dua molekul gula reduksi (Sudarmajdi
dkk, 2003). Dari hasil pengujian didapatkan hasil kadar gula
dihitung sebagai sakarosa dari produk wingko babat adalah 27,58
%.
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Kandungan gula pada bahan pangan akan berpengaruh
pada tekstur. Pada produk makanan, makin tinggi kadar gulanya
akan menghasilkan produk pangan yang bertekstur makin keras.
Kandungan gula yang tinggi akan mendukung proses
pengkristalan (Hapsari, 2004). Gula yang digunakan dalam proses
pembuatan wingko babat adalah gula pasir yang terbuat dari
tanaman tebu, maka penghitungan kadar gula dihitung sebagai
sakarosa.
Penetapan kandungan kadar gula dalam SNI terhadap
wingko babat adalah minimal 24 %, sedangkan kandungan kadar
gula yang didapatkan dalam uji adalah 27,58 %. Hal ini berarti
kadar gula dalam UKM dapat digolongkan baik, karena telah
memenuhi kadar minimal yang telah ditetapkan SNI. Gula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
berfungsi sebagai pembentuk cita rasa dan tekstur. Selain itu gula
juga berfungsi sebagai pengawet.
Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), konsentrasi gula
yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak
makanan. Kadar gula yang tinggi bila ditambahkan ke dalam
bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan menjadi
terikat sehingga menurunkan nilai aktivitas air. Semakin sedikit
air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba maka akan semakin
awet. Mikroba perusak yang dapat dihambat terutama jenis
bakteri, karena bakteri membutuhkan tempat hidup dengan aw
tinggi. Penggunaan gula pasir pada pembuatan wingko babat
selain sebagai pemanis juga sebagai bahan pengawet.
e. Cemaran Mikroba (Angka Lempeng Total)
1. Evaluasi Pengendalian Mutu
Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut metode
analisis mikrobiologi (yaitu pertumbuhan koloni bakteri setelah
cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara
tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai, menggunakan PCA
(Plate Count Agar) sebagai media padatnya. Pertumbuhan
mikroorganisme aerob dan anerob (psikrofilik, mesofilik, dan
termofilik) setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada suhu
35oC ±1oC selama 48 jam ±1 jam. Mikroorganisme ditumbuhkan
pada suatu media agar, maka mikroorganisme tersebut akan
tumbuh dan berkembangbiak dengan membentuk koloni yang
dapat langsung dihitung. Total cemaran mikroba pada produk
wingko babat adalah sebesar 1,69 X104, sedangkan untuk
pengujian produk wingko babat yang berumur 3 hari didapatkan
total cemaran mikroba sebesar 1,41 x 106.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
2. Konsep Pengendalian Mutu untuk Perbaikan
Angka lempeng total merupakan metode yang digunakan
untuk mengetahui adanya mikroba pada suatu bahan atau
makanan. Dalam SNI tertulis bahwa jumlah angka lempeng total
wingko babat maksimal 1x104, akan tetapi dari hasil pengujian
produk menunjukkan bahwa ALT produk wingko babat 1,69 x104
dan untuk pengujian ALT setelah produk berumur 3 hari
didapatkan hasil sebesar 1,41 x 106. Hal ini manunjukkan jumlah
mikroba yang terdapat pada wingko babat melebihi standar SNI.
Produk semi basah seperti wingko babat sangat berpotensi besar
untuk tercemar mikroba. Salah satu penyebabnya dikarenakan
oleh kandungan kadar air yang berlebih pada wingko babat yaitu
sebesar 35,405%. Faktor ini yang mempengaruhi mikroba dapat
berkembang biak dengan cepat. Dalam teorinya Winarno (1997)
juga mengatakan bahwa, kadar air yang tinggi mengakibatkan
mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.
Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi penyimpanannya
yang tidak langsung dikemas. Hal ini akan memicu pertumbuhan
mikroba semakin cepat. Menurut Fardiaz (1989) faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain
meliputi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor proses, dan
faktor implisit. Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (water
activity), dan struktur bahan makanan. Faktor ekstrinsik yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu
penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O2), dan cahaya.
Soekarto (1979) mendefinisikan pangan semi basah atau
intermediate moisture food (IMF) sebagai makanan dengan kadar
air 10-40% dengan nilai aktivitas air (aw) 0.6-0.9 serta
mempunyai tekstur yang plastis sehingga memungkinkan IMF
dapat dibentuk dan dapat langsung dimakan. Produk semi basah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
berpotensi besar untuk ditumbuhi mikroba, karena kebanyakan
mikroba hidup pada aw tinggi.
Hal yang harus dilakukan agar total cemaran bakteri sesuai
dengan standar SNI adalah dengan memperbaiki proses produksi,
penyimpanan dan pengemasan. Perbaikan proses yang dapat
dilakukan adalah pada saat penambahan air, air yang ditambahkan
harus mempunyai takaran yang akurat dan disesuaikan dengan
adonan bahan. Proses produksi harus dimonitoring dengan baik.
Penyimpanan produk setelah proses pengovenan harus dalam
keadaan bersih, kering dan dipastikan bebas dari cemaran. Selain
itu setelah produk dingin harus langsung dikemas. Untuk jenis
pengemas yang digunakan sebaiknya adalah plastik jenis PP
sebagai kemasan primer dan kemasan karton sebagai kemasan
sekunder.
B. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu
sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara
pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut. Konsep HACCP
mencoba diterapkan di dalam industri kecil menengah Jenang Asli dengan
produknya wingko babat. Tujuannya untuk mencegah bahkan menghilangkan
kemungkinan bahaya yang terjadi pada produk.
Prinsip HACCP harus didistribusikan sehingga memudahkan
pelaksanaannya oleh industri pangan dan memudahkan instansi yang
berwenang dalam memantau penerapan HACCP. Berdasarkan rekomendasi
National Academy of Sciences Sistem HACCP harus dikembangkan untuk
setiap industri pangan, dan dikembangkan untuk setiap produk masing-
masing kondisi pengolahan dan distribusinya (Fardiaz, 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
1. Deskripsi Produk Wingko Babat
Deskripsi produk merupakan tahapan awal setelah penyusunan tim
HACCP. Mendeskripsikan produk artinya membuat gambaran yang
lengkap tentang produk yang dihasilkan. Tujuan dalam tahapan ini adalah
untuk memberikan gambaran mengenai mengetahui jenis produk akhir,
komposisi utama, proses pengolahan, pengemasan, cara penyimpanan dan
petunjuk penggunaan. Dengan adanya deskripsi produk akan memudahkan
untuk mengotrol produk akhir, sehingga menghasilkan produk akhir yang
aman dikonsumsi. Deskripsi produk wingko babat dapat dilihat pada
Tabel 4.24.
2. Penyusunan Diagram Alir Proses Produksi Wingko Babat
Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan
dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai
dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir proses
disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses
produksi.
Tabel 4.24 Deskripsi Produk Wingko Babat Produk Wingko Babat Bahan Baku Utama Kelapa, tepung ketan, dan gula Bahan Pembantu Air, garam, vanili, jeruk purut, krimer kental manis, telur dan
margarin. Proses Pengolahan Melalui tahapan proses sesuai Gambar 4.12 Kemasan Primer Kertas roti Kemasan Sekunder Kertas koran Umur Simpan Sekitar 5 hari dari proses pembuatan Saran Penyimpanan Disimpan dalam kemasan yang utuh tertutup dan kering, serta
hindari kontak langsung dengan matahari Populasi Sensitif Tidak ada, dapat digunakan untuk konsumsi secara umum Cara Penggunaan Dikonsumsi secara langsung
Sumber : Hasil Pengamatan
Diagram alir proses ini sangat penting untuk mengidentifikasi
potensi bahaya yang mungkin timbul saat proses produksi berlangsung.
Pembuatan/penyusunan diagram alir merupakan salah satu hal yang
penting dalam penerapan HACCP. Karenanya diperlukan konfirmasi ulang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
terhadap bagian alir yang telah dibuat oleh tim HACCP dengan kondisi
sesungguhnya yang ada dilapangan.
Diagram alir proses produksi wingko babat dapat dilihat pada
(Gambar 4.12) tahapan proses yang ditulis di dalam diagram alir antara
lain adalah perendaman, pencucian dan penirisan, penepungan,
pengadonan, pencetakan, pengukusan, pengovenan, dan pengemasan.
3. Analisis Bahaya
Analisa bahaya merupakan tahapan penting yang harus dilakukan
dalam HACCP. Analisa bahaya diterapkan terhadap bahan baku dan
proses produksi. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-
bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam bahan baku dan suatu proses
pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen. Analisa bahaya
merupakan evaluasi secara sistematik pada makanan dan bahan baku atau
ingredient untuk menentukan risiko. Risiko keamanan pangan yang harus
diperiksa meliputi : aspek keamanan kontaminasi bahan kimia, aspek
keamanan kontaminasi fisik, dan aspek keamanan kontaminasi biologis
termasuk di dalamnya mikrobiologi. Analisa bahaya pada produk wingko
babat disesuaikan dengan hasil decision tree (Gambar 3.3), analisa
bahaya pada bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.25 sedangkan untuk
proses produksi pada Tabel 4.26.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Tabel 4.25. Analisis Bahaya Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pembuat Wingko Babat No Bahan
baku Bahaya Bahaya terhadap Penyebab
bahaya Penting tidaknya
Tindakan Pengendalian Keselamatan
Mutu Peluang (T/S/R)
Keparahan (T/S/R)
Penting/tidak (T/S/R)
1 Kelapa Fisik : debu, sabut, kulit ari, pecahan tempurung kelapa Kimia : - Biologi : bakteri, jamur Aspergillus niger dan Aspergillus flavus
- - √
√ - √
Kesalahan penanganan bahan baku
T -
T
S -
T
T -
T
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas kelapa yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Tidak menyimpan bahan baku terlalu lama, maksimal habis 1 minggu.
- Memeriksa dan melakukan penyortiran kelapa sebelum digunakan.
- Disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas dari cemaran bahan lain.
- Sebelum dicampurkan dengan bahan lain, dilakukan pembersihan kulit ari dan pencucian.
2 Tepung Ketan
Fisik : debu, kerikil, pasir, kulit ketan, benang Kimia : residu pestisida Biologi : kutu
- √ -
√ √ √
Kesalahan dalam penanganan bahan baku dan penyotiran kurang
R
T
T
S
T
S
T
T
T
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas ketan yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Tidak menyimpan bahan baku terlalu lama, maksimal habis 1 minggu.
- Memeriksa dan melakukan penyortiran ketan sebelum ditepungkan.
- Disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas dari cemaran bahan lain.
- Ketan yang akan ditepungkan harus dicuci menggunakan air bersih.
- Mesin penepungan harus bersih dari kotoran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
No Bahan
baku Bahaya Bahaya terhadap Penyebab
bahaya Penting tidaknya Tindakan Pengendalian
Keselamatan
Mutu Peluang (T/S/R)
Keparahan (T/S/R)
Penting/tidak (T/S/R)
3 Gula pasir
Fisik : kerikil, benang, dan debu Kimia : - Biologi : serangga, semut
- - √
√ - √
Kesalahan dalam penanganan bahan baku
T -
T
S -
S
T -
T
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas gula pasir yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran.
- Sebaiknya tidak menyimpan gula terlalu lama agar karakteristik mutunya tetap terjaga.
4 Air Fisik : berbau, warna tidak jernih, terdapat benda asing (debu,kerikil, pasir) Kimia : kaporit Biologi : Lumut, E.coli, Coliform
- √ √
√ √
Kesalahan dalam penanganan
T
T
T
S
T
T
T
T
T
- Menggunakan air yang bersih, tidak berwarna dan tidak berbau.
- Sebaiknya menggunakan air yang telah mengalami water treatment untuk proses produksi wingko babat.
- Untuk pengadonan sebaiknya menggunakan air masak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
No Bahan baku
Bahaya Bahaya terhadap Penyebab bahaya
Penting tidaknya Tindakan Pengendalian Keselamat
an Mutu Peluang
(T/S/R) Keparahan
(T/S/R) Penting/tidak
(T/S/R) 5 Garam Fisik : debu,
kerikil, pasir, plastik Kimia : - Biologi : -
- - -
√ - -
Penanganan yang kurang dan penyimpanan yang salah
T - -
S - -
T - -
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas garam yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran.
- Sebaiknya tidak menyimpan garam terlalu lama agar karakteristik mutunya tetap terjaga.
- Garam yang sudah tercemar sebaiknya tidak digunakan.
6 Vanili Fisik : debu, kerikil, pasir, plastik, dan kertas. Kimia : - Biologi : -
- - -
√ - -
Kesalahan dalam penanganan bahan baku dan penyimpanan yang kurag tepat
T - -
S - -
T - -
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas vanili yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran.
- Sebaiknya tidak menyimpan vanili terlalu lama agar karakteristik mutunya tetap terjaga.
- Vanili yang sudah tercemar sebaiknya tidak digunakan
7 Jeruk purut
Fisik : debu Kimia : residu pestisida Biologi : ulat
- √ -
√ √ √
Penanganan yang kurang dan pemilihan kualitas bahan baku yang kurang tepat
T
T
T
S
T
S
T
T
T
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas jeruk purut yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Dilakukan pensortasian - Sebelum digunakan dicuci dengan air bersih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
No Bahan baku
Bahaya Bahaya terhadap Penyebab bahaya
Penting tidaknya Tindakan Pengendalian Keselamat
an Mutu Peluang
(T/S/R) Keparahan
(T/S/R) Penting/tidak
(T/S/R) 8 Susu
kental manis
Fisik : kertas dan serpihan kaleng Kimia :- Biologi : semut .
- - -
√ - √
Penanganan yang kurang dan penyimpanan yang salah
T -
T
S -
S
T -
T
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas susu kental manis yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari cemaran.
- Susu kental manis yang sudah tercemar sebaiknya tidak digunakan.
9 Telur Fisik : debu, cangkang telur, kotoran ayam dan jerami Kimia : - Biologi : Salmonella , Escherichia colli,
- - √
√ - √
Penanganan yang kurang dan penyimpanan yang salah
T -
T
S -
T
T -
T
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas telur yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Tidak menyimpan bahan baku terlalu lama. - Memeriksa dan melakukan penyortiran telur
sebelum digunakan. - Disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas
dari cemaran bahan lain. - Telur yang berkualitas rendah sebaiknya tidak
digunakan. 10 Margarin Fisik : plastik
dan kotoran dari kuas. Kimia : - Biologi :
- - -
√
- -
Penanganan yang kurang dan penyimpanan yang salah
T - -
S - -
T - -
- Menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan kualitas margarin yang akan digunakan.
- Selektif dalam membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya.
- Tidak menyimpan bahan baku terlalu lama. - Disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas
dari cemaran bahan lain. Hindarkan penyimpanan pada suhu tinggi.
- Margarin yang berkualitas rendah sebaiknya tidak digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Pada tahapan ini prinsip HACCP bertujuan untuk mengidentifikasi
bahaya yang mungkin terjadi pada bahan baku maupun bahan tambahan
yang digunakan untuk pembuatan wingko babat, disertai dengan tindakan
pengendaliannya. Bahan baku yang digunakan antara lain parutan kelapa,
tepung ketan dan gula pasir. Sedangkan bahan tambahan yang digunakan
antara lain air, garam, vanili, jeruk purut, susu kental manis, telur dan
margarin. Bahan-bahan ini harus dipastikan aman dan tidak menimbulkan
bahaya bagi konsumen. Dalam analisis bahaya bahan baku dilakukan
tindakan pengendalian sebagai upaya untuk menjamin bahwa bahan baku
yang diterima dan akan diproses telah memenuhi persyaratan dan tidak
mengandung sumber bahaya baik yang akan menurunkan kualitas produk
maupun yang akan menimbulkan bahaya terhadap kesehatan
konsumennya.
Bahan baku ketan memiliki potensi cemaran fisika yaitu debu,
sabut, kulit ari, dan pecahan tempurung kelapa. Cemaran debu berasal dari
lingkungan sekitar yang cara mengontaminasinya melalui udara,
sedangkan untuk kulit ari dan pecahan tempurung kelapa ini berasal dari
kurangnya kebersihan saat mengupas dan membersihkan kelapa. Untuk
bahan baku kelapa tidak berpotensi terdapat cemaran kimia. Akan tetapi
berpotensi terdapat cemaran biologi dari bakteri dan jamur (Aspergillus
niger dan Aspergillus flavus). Menurut Setyamidjaja (1984), jenis jamur
yang dapat menimbulkan kerusakan pada daging buah kelapa yang basah
adalah Aspergillus niger yang menyebabkan warna hitam pada permukaan
buah kelapa, Aspergillus flavus yang dapat menyebabkan warna hijau pada
permukaan daging buah kelapa. Hal ini disebabkan oleh penanganan
bahan baku yang salah dan penyimpanan yang kurang tepat.
Kontaminasi biologi dapat terjadi apabila penyimpanannya tidak
sesuai. Saat menyimpan kondisi kelapa masih lengap dengan
tempurungnya, jagan dibuka jika tidak digunakan. Disimpan ditempat
yang bersih, kering dan sejuk. Tindakan pengendalian terhadap potensi
bahaya yang terjadi adalah menetapkan spesifikasi terhadap mutu dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
kualitas kelapa yang akan digunakan, selektif dalam membeli, sebaiknya
membeli pada agen terpercaya, tidak menyimpan bahan baku terlalu lama
maksimal habis 1 minggu, memeriksa dan melakukan penyortiran kelapa
sebelum digunakan, disimpan di tempat yang kering dan sejuk, bebas dari
cemaran bahan lain, serta sebelum dicampurkan dengan bahan lain
dilakukan pembersihan kulit ari dan pencucian.
Bahan baku tepung ketan adalah beras ketan yang memiliki potensi
cemaran fisik, kimia dan biologi. Cemaran fisik yang mungkin terjadi
adalah terdapatnya debu, kerikil, pasir, kulit ketan, dan benang. Cemaran
ini berasal dari lingkungan luar dan sortasi yang kurang. Sedangkan untuk
cemaran kimia yang mungkin terjadi adalah residu pestisida dan pemutih.
Biasanya hal ini dilakukan oleh pedangang nakal, maka untuk pembelian
bahan baku sebaiknya pada agen yang terpercaya. Untuk kontaminasi
biologi adalah dengan adanya kutu pada tepung ketan. Hal ini disebabkan
karena penyimpanannya yang tidak menutup rapat atau terlalu lama.
Bahan baku yang digunakan selanjutnya adalah gula pasir. Bahan
baku ini juga berpotensi terkena cemaran fisik dan biologi. Untuk cemaran
fisik berupa kerikil, benang, dan debu. Sedangkan untuk cemaran biologi
berupa serangga, dan semut. Cemaran ini terjadi karena kesalahan dalam
penanganan bahan baku. Untuk mencegah hal tersebut tindakan
pengendalian yang dapat dilakukan seperti menetapkan spesifikasi
terhadap mutu dan kualitas gula pasir yang akan digunakan, selektif dalam
membeli, sebaiknya membeli pada agen terpercaya, penyimpanan
dilakukan pada wadah tertutup dan tempat yang kering serta bebas dari
cemaran, sebaiknya tidak menyimpan gula terlalu lama agar karakteristik
mutunya tetap terjaga.
Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan wingko
babat juga berpotensi untuk menimbulkan bahaya. air yang digunakan juga
bisa terdapat cemaran fisik (berbau, warna tidak jernih, terdapat benda
asing), cemaran kimia (kaporit), sedangkan untuk cemaran biologi (Lumut,
E.coli, Coliform). Menurut Pitojo dan Purwantoyo (2003), pada umumnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
ada dua macam bakteri yang hidup di air yaitu bakteri patogen dan non-
patogen, misalnya E. coli dan Coliform. Jika hal ini tidak dikendalikan
maka akan berdampak pada kesehatan manusia. Cara pengendalian yang
dapat dilakukan seperti menggunakan air yang bersih, tidak berwarna dan
tidak berbau, sebaiknya menggunakan telah mengalami water treatment
untuk proses produksi wingko babat, baik air dengan perlakuan
filtrasi/penyaringan maupun air matang.
Berlaku juga untuk bahan-bahan tambahan lainnya seperti garam,
vanili, jeruk purut, susu kental manis, telur dan margarin. Masing-masing
bahan memiliki potensi tercemar bahaya fisik, kimia dan biologi
disesuaikan dengan keadaan bahan dan cara penanganannya seperti yang
sudah tercantum pada Tabel 4.26. Potensi terjadinya bahaya pada bahan
harus segera dikendalikan agar tidak mempengaruhi hasil produk akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Tabel 4.26. Analisis Bahaya Proses Produksi Wingko Babat No Tahapan
Proses Bahaya Bahaya terhadap Penyebab
bahaya Penting tidaknya Tindakan Pengendalian
Keselamatan
Mutu Peluang (T/S/R)
Keparahan (T/S/R)
Penting/tidak (T/S/R)
1 Perendaman Fisik : debu, kerikil, dan kulit ketan Kimia : kaporit Biologi : E. Coli, lumut, Coliform
-
√ √
√
√
√
Air dan wadah yang digunakan untuk proses perendaman tidak bersih.
R
T
T
S
T
T
T
T
T
- Sebelum melakukan perendaman, ketan disortasi terlebih dahulu agar tidak terdapat cemaran fisik.
- Menggunakan air dan wadah yang bersih dalam proses perendaman bahan baku, agar bahan baku tidak tercemari bahaya.
- Air yang digunakan sebaiknya air hasil penyaringan/filtrasi.
2 Pencucian dan penirisan
Fisik : kerikil, kulit ketan, dan pasir. Kimia : kaporit Biologi : E. Coli, Coliform, lumut
- √ √
√
√
√
Air dan wadah yang digunakan untuk proses pencucian tidak bersih.
R
T
T
S
T
T
T
T
T
- Memastikan ketan yang dicuci bebas dari cemaran fisik.
- Proses pencucian menggunakan air dan wadah yang bersih.
- Proses pencucian dilakukan berulang-ulang sampai warna air cucian tidak keruh.
- Air yang digunakan sebaiknya air hasil penyaringan/filtrasi.
3 Penepungan Fisik : debu dan sisa penepungan sebelumnya Kimia : - Biologi : E. Coli, Coliform
- - √
√
-
√
Mesin penepungan tidak bersih.
T -
T
S -
T
T -
T
- Pembersihan alat penepungan dilakukan secara rutin menggunakan air bersih dan disinfektan.
- Setelah melakukan penepungan, mesin langsung dibersihkan sampai tidak ada sisa tepung yang menempel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
No Tahapan Proses
Bahaya Bahaya terhadap Penyebab bahaya
Penting tidaknya Tindakan Pengendalian Keselam
atan Mutu Peluang
(T/S/R) Keparahan
(T/S/R) Penting/tidak
(T/S/R) 4 Pemarutan Fisik : debu dan
sisa pemarutan sebelumnya Kimia : - Biologi : E. Coli, Coliform
- - √
√
-
√
Mesin pemarutan tidak bersih
T -
T
S -
T
T -
T
- Pembersihan alat pemarutan dilakukan secara rutin menggunakan air bersih dan disinfektan.
- Setelah melakukan pemarutan, mesin langsung dibersihkan sampai tidak ada sisa parutan yang menempel.
5 Pengadonan Fisik : plastik, cangkang telur, dan kerikil Kimia : - Biologi : Staphylococcus, E. Coli, Coliform
- - √
√
-
√
Kurang ketelitian dan kebersihan pekerja
T -
T
S -
T
T -
T
- Dipastikan bahan yang akan diadoni tidak terdapat cemaran fisik.
- Sebelum melakukan pengadonan sebaiknya pekerja mecuci tangan dengan disinfektan.
- Proses pengadonan tidak menggunakan tangan pekerja secara langsung.
6 Pencetakan Fisik : kotoran dari kuas dan sisa pengovenan pada loyang Kimia : - Biologi : Staphylococcus, E. Coli, Coliform
- - √
√
-
√
Kebersihan loyang dan tenaga kerja yang kurang
T -
T
S -
T
T -
T
- Dipastikan loyang yang digunakan bebas dari kotoran dengan cara dicuci sampai bersih.
- Dipastikan saat mengoleskan margarin pada loyang tidak ada serabut kuas yang tertinggal.
- Sebelum melakukan pencetakan pekerja harus mencuci tangan dengan disinfektan.
- Tidak diperbolehkan menuang adonan ke loyang dengan langsung menggunakan tangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
No Tahapan Proses
Bahaya Bahaya terhadap Penyebab bahaya
Penting tidaknya Tindakan Pengendalian Keselam
atan Mutu Peluang
(T/S/R) Keparahan
(T/S/R) Penting/tidak
(T/S/R) 7 Pengukusan Fisik : -
Kimia : - Biologi : - Staphylococcus, E. Coli, Coliform
- - √
- - √
-
- √
- -
T
- -
T
- -
T
- Sebaiknya pengukusan dilakukan dalam keadaan tertutup
- Menggunakan alat pengukus yang dilengkapi pengaturan suhu dan waktu
8 Pengovenan Fisik : debu dan residu arang Kimia : - Biologi : Spora
- - -
√
-
-
Tehnik pengovenan yang kurang tepat
T - -
S - -
T - -
Sebaiknya menggunakan alat pengovenan yang dilengkapi dengan pengaturan waktu dan suhu.
9 Pengemasan Fisik : debu Kimia : - Biologi : Staphylococcus, semut dan serangga
- - √
√
-
√
setelah produk dingin tidak langsung dikemas
T -
T
S -
T
T -
T
- Pengemasan pada produk harus dilakukan secepatnya setelah produk dingin.
- Kebersihan pekerja harus diutamakan, dengan selalu menjaga kebersihan selama proses produksi berlangsung.
- Proses pengemasan dilakukan dengan baik dan diperhatikan kerapatan penutupan kemasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Selain menganalisis bahaya pada bahan-bahan yang digunakan, juga
dilakukan analisis bahaya pada tahapan proses produksi hingga menjadi
produk akhir. Mulai dari tahap perendaman, pencucian dan penirisan,
penepungan, pengadonan, pencetakan, pengukusan, pengovenan, sampai
pengemasan. Semua tahapan proses ini memiliki potensi bahaya yang
harus dikendalikan. Bahaya yang muncul seperti bahaya fisik, kimia dan
biologi. Jika tidak dikendalikan dapat mempengaruhi produk akhir yang
akibatnya membahayakan konsumen.
Bahaya fisik yang terdapat pada tahapan proses seperti debu, kerikil,
pasir, plastik, cangkang telur, dan kulit ketan berasal dari lingkungan
sekitar dan pengemas bahan itu sendiri. Penanganan untuk bahaya fisik
adalah dengan melakukan sortasi dan pengecekan secara teliti. Bahaya ini
memang tidak mempunyai potensi untuk mematikan tetapi akan
menurunkan mutu dari produk akhir. Tingkat keparahannya sedang, tetapi
potensi keberadaannya tinngi dan penting untuk dikendalikan.
Bahaya kimia yang mungkin terjadi pada proses pembuatan wingko
babat adalah proses yang kontak langsung dengan air, seperti proses
perendaman dan pencucian. Karena air berpotensi besar mengandung
kaporit. Hal ini dapat menurunkan kualitas produk dan membahayakan
kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Peluang dan tingkat
keparahannya tinggi dan penting untuk dikendalikan. Untuk mencegah hal
ini, sebaiknya air yang digunakan dalam proses pembuatan wingko babat
adalah air yang telah mengalami water treatment, dengan cara
penyaringan atau filtrasi.
Bahaya biologi yang mungkin terdapat pada proses produksi adalah
E. Coli, lumut, Coliform, Staphylococcus, semut dan serangga. Cemaran
ini berasal dari lingkungan luar dan kebersihan pekerja. Lingakugan yang
tidak bersih mengakibatkan tercemarnya bakteri E. Coli dan Coliform.
Menurut Widaningrum dan Winarti, (2007), keberadaan E. coli dan bakteri
lain yang di analisis berasal dari air yang mungin tidak bersih. Sumber
utama kontaminasi makanan oleh Staphylococcus aureus adalah dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
manusia. Bahaya biologi ini dapat mempengaruhi mutu dan kesehatan
manusia. Potensi keberadaan dan keparahannya dalam level tinggi, jadi
penting untuk dikendalikan.
4. Penetapan Critical Control Point (CCP)
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik,
langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya
keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke
batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi
dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP
dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Penentuan CCP dapat diperoleh
dari analisis bahaya yang telah dilakukan dengan menggunakan pohon
keputusan (CCP Decision Tree). Penetapan CCP bahan baku dapat dilihat
pada Tabel 4.27 sedangkan penetapan CCP proses produksi pada Tabel
4.28.
Tabel 4.27 Penetapan CCP Bahan Baku No Bahan Baku Identifikasi bahaya Identifikasi CCP CCP /
Bukan CCP
Tipe Bahaya P1 P2
1 Kelapa Fisik Kimia Biologi
Debu, sabut, kulit ari, pecahan tempurung kelapa
- bakteri, jamur Aspergillus niger dan Aspergillus flavus
Ya Ya Bukan CCP
2 Tepung Ketan Fisik Kimia Biologi
debu, kerikil, pasir, kulit ketan, benang residu pestisida dan pemutih kutu
Ya Ya Bukan CCP
3 Gula pasir Fisik Kimia Biologi
kerikil, benang, dan debu
- serangga, semut
Ya Ya Bukan CCP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
No Bahan Baku Identifikasi Bahaya Identifikasi CCP CCP / Bukan CCP
Tipe Bahaya P1 P2
4 Air Fisik Kimia Biologi
berbau, warna tidak jernih, terdapat benda asing (debu,kerikil, pasir) kaporit Lumut, E.coli, Coliform
Ya Ya Bukan CCP
5 Garam Fisik Kimia Biologi
debu, kerikil, pasir, plastik - -
Ya Ya Bukan CCP
6 Vanili Fisik Kimia Biologi
debu, kerikil, pasir, plastik, dan kertas. - -
Ya Ya Bukan CCP
7 Jeruk purut Fisik Kimia Biologi
Debu residu pestisida ulat
Ya Ya Bukan CCP
8 Krimer kental manis
Fisik Kimia Biologi
kertas dan serpihan kaleng - Semut
Ya Ya Bukan CCP
9 Telur Fisik Kimia Biologi
debu, cangkang telur, kotoran ayam dan jerami - Salmonella
Ya Ya Bukan CCP
10 Margarin Fisik Kimia Biologi
plastik dan kotoran dari kuas. -
Ya Ya Bukan CCP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Dari hasil penetapan CCP pada bahan baku dengan menggunakan
Decision Tree dapat diketahui bahwa bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan wingko babat ini tidak termasuk CCP yang memerlukan
penanganan berlanjut. Potensi bahaya dapat dihilangkan atau
diminimalisir, sehingga bukan merupakan CCP. Setelah menetapkan CCP
pada bahan baku, langkah selanjutnya adalah menetapkan CCP pada
proses produksi wingko babat yang terdapat pada pada Tabel 4.28.
Tabel 4.28 Penetapan Penentuan CCP Tahap Proses Produksi. No Tahapan proses Identifikasi bahaya Identifikasi CCP CCP /
Bukan CCPTipe Bahaya P1 P2 P3 P4 1 Perendaman Fisik
Kimia Biologi
Debu, kerikil, dan kulit ketan Kaporit E. Coli, Coliform, lumut
Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
2 Pencucian dan penirisan
Fisik Kimia Biologi
Kerikil, kulit ketan, dan pasir. Kaporit E. Coli, Coliform
Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
3 Penepungan Fisik Kimia Biologi
Debu dan sisa penepungan sebelumnya - E. Coli, Coliform
Ya Tidak Tidak - Bukan CCP
4 Pemarutan Fisik Kimia Biologi
Debu dan sisa pemarutan sebelumnya - E. Coli, Coliform
Ya Tidak Tidak - Bukan CCP
5 Pengadonan Fisik Kimia Biologi
plastik, cangkang telur, dan kerikil - Staphylococcus, E. Coli, Coliform
Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
No Tahapan proses Identifikasi bahaya Identifikasi CCP CCP / Bukan CCP
Tipe Bahaya P1 P2 P3 P4 6 Pencetakan Fisik
Kimia Biologi
Kotoran dari kuas dan sisa pengovenan pada loyang - Staphylococcus, E. Coli, Coliform
Ya Tidak Tidak - Bukan CCP
7 Pengukusan Fisik Kimia Biologi
- - Staphylococcus, E. Coli, Coliform
Ya Tidak Tidak - Bukan CCP
8 Pengovenan Fisik Kimia Biologi
Debu dan residu arang - -
Ya Ya - - CCP
9 Pengemasan Fisik Kimia Biologi
Debu Staphylococcus, semut dan serangga
Ya Ya - - CCP
Dari hasil penetapan CCP pada tahapan proses produksi terdapat
dua proses yang merupakan titik kendali kritis (CCP) dan memerlukan
penanganan khusus. Kedua proses tersebut adalah pengovenan dan
pengemasan. Langkah selanjutnya adalah penetapan batas kritis dan
pemantauan (monitoring) terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP
serta tindakan koreksi apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis
suatu CCP. Hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan produk wingko
babat yang dihasilkan. Tindakan pengendalian CCP terangkum di dalam
rencana HACCP Tabel 4.27.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Tabel 4.29 Rencana HACCP Pembuatan Wingko Babat
No Tahapan CCP Cara Pengendalian Parameter CCP Batas Kritis Nilai Target Prosedur Pemantauan Tindakan Koreksi
1 Pengovenan Pengendalian kondisi selama proses pengovenan
- Adonan matang dengan sempurna
- Produk bebas dari kontaminasi
- Adonan kurang matang
- Ada beberapa bagian yang gosong
- Produk terkontaminasi
- Adonan matang sempurna
- Tidak ada bagian yang gosong
- Produk tidak terkontaminasi cemaran dari lingkungan
- Pemantauan kondisi selama pengovenan (suhu dan waktu)
- Pemantauan terhadap jalannya proses pengovenan, sebaiknya saat mengoven tidak dalam keadaan terbuka agar produk tidak terkontaminasi.
1. Memastikan kondisi pengovenan (suhu dan waktu disesuaikan dengan kematangan produk)
2. Menggunakan mesin oven yang mempunyai pengaturan waktu dan suhu
2 Pengemasan - Pengendalian
kondisi pengemasan
- Pengendalian kondisi pengemas yang digunakan
- Pengendalian kondisi wingko babat yang akan dikemas
- kondisi pengemasan dan jenis kemasan yang digunakan
- kondisi produk wingko babat saat akan dikemas
- kondisi lingkungan pengemasan kotor
- kemasan tidak utuh dan tidak bersih
- wingko babat yang akan dikemas sudah terkontaminasi
- wingko babat tidak terkemas dengan rapat
- kondisi lingkungan pengemasan bersih, terhindar dari kontaminasi (terpisah dengan ruang produksi)
- kemasan (utuh, tidak berlubang, bersih), tidak ada kontaminasi pada produk
- pengemasan wingko babat dilakukan saat produk dingin dengan kondisi terkemas sempurna (tertutup rapat).
- Pemantuan kondisi lingkungan saat proses pengemasan
- Pemantauan kondisi kemasan dan wingko babat sesuai dengan nilai target
- Pemantauan kondisi wingko babat yang sudah terkemas
1. Memastikan kondisi produk saat akan dikemas sudah dingin.
2. Menggunakan pengemas dari plastik PP dan karton.
3. Memastikan kemasan dapat menutup rapat produk dengan sempurna.
4. Kondisi lingkungan tempat penyimpanan produk setelah dikemas dipastikan bebas cemaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Dari hasil ulasan pada Tabel 4.29, proses pembuatan wingko babat
yang dianggap CCP adalah pengovenan dan pengemasan. Untuk
penjabarannya dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengovenan
Proses yang termasuk CCP adalah pengovenan. Berdasarkan
decision tree pengovenan termasuk proses yang berfungsi untuk
mengurangi dan menghilangkan kontaminasi sampai batas aman. Hal
ini yang menyebabkan pengovenan termasuk CCP. Sehingga tahapan
ini memerlukan pengendalian serta faktor koreksi agar produk sesuai
dengan nilai target.
Cara pengendalian pada tahapan ini adalah dengan
pengendalian kondisi selam proses pengovenan. Dalam UKM proses
pengovenan masih dilakukan secara manual, yaitu menggunakan oven
dari seng dengan sumber panas dari arang. Sehingga saat pengovenan
pekerja harus selalu mengecek dan membolak-balik loyang. Suhu yang
digunakan saat pengovenan tidak menentu, pekerja harus cekatan agar
produk akhir tidak gosong. Maka saat proses pengovenan dikondisikan
dengan posisi oven terbuka.
Hal ini menggundang potensi bahaya dari lingkungan yaitu,
residu arang yang memungkinkan mencemari produk. Selain itu bisa
jadi produk tidak matang sempurna. Keadaan seperti ini dapat
menjadikan produk berbahaya bila dikonsumsi. Karena pada tahapan ini
berfungsi untuk mengurangi dan menghilangkan kontaminasi sampai
batas aman. Bakteri E. coli, Staphylococcus aureus dan Coliform akan
mati pada suhu 1000 C yaitu pada pengukusan, Kebanyakan
Staphylococcus aureus terdapat pada tangan pekerja dan juga terdapat
pada saluran hidung dan tenggorokan (Eley, 1992). Akan tetapi spora
tidak akan mati. Menurut Jay (2006), Spora yeast dan kapang hancur
pada 65-70°C dalam beberapa menit, tetapi beberapa spora kapang
dapat bertahan pada suhu setinggi 90°C selama 4-5 jam. Spora bakteri
bervariasi dalam hal ketahanan panas. Umumnya pemanasan 80-85°C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
selama 30 menit tidak menghancurkan spora tersebut. Kebanyakan
spora rusak dengan pemanasan 100°C selama 30 menit. Akan tetapi ada
juga spora bakteri yang tidak rusak selama pemanasan pada suhu 100°C
selama 24 jam. Semua spora mati pada pemanasan 121°C selama 15
menit (Jay, 2006).
Maka perlakuan pengovenan pada waktu yang lebih lama dan
dalsm suhu tinggi, berkemungkinan besar mematikan spora. Tindakan
koreksi agar didapatkan produk sesuai nilai target adalah dengan
memastikan kondisi pengovenan (suhu dan waktu disesuaikan dengan
kematangan produk) serta menggunakan mesin oven yang mempunyai
pengaturan waktu dan suhu.
2. Pengemasan
Pengemasan merupakan tahapan akhir dari proses pembuatan
wingko babat. Pengemasan bertujuan untuk mengurangi dan
menghilangkan kontaminasi sampai batas aman. Identifikasi bahaya
yang mungkin timbul pada proses ini adalah fisik (debu), dan biologi
(Staphylococcus, semut dan serangga). Dari penentuan CCP yang
berdasarkan decision tree, proses ini dianggap CCP karena apabila
terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan
bahaya. Bahaya tersebut dikhawatirkan akan menurunkan mutu produk
wingko babat, lebih lanjut akan mengganggu kesehatan konsumen yang
mengkonsumsinya. Bahaya yang ditimbulkan juga dianggap tidak dapat
dicegah pada proses selanjutnya.
Cara pengendalian CCP pada proses pengemasan pada
pembuatan wingko babat antara lain dengan pengendalian kondisi
pengemasan, pengendalian kondisi pengemas yang digunakan, dan
pengendalian kondisi wingko babat yang akan dikemas. Selain itu juga
perlu dilakukan pemantauan pada saat proses pengemasan agar wingko
babat sesuai dengan nilai target. Pemantauan bisa dilakukan dengan
pemantuan kondisi lingkungan saat proses pengemasan serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
pemantauan kondisi kemasan dan wingko babat sesuai dengan nilai
target. Menurut Crompton (1979), pada kemasan plastik, perubahan
fisiko kimia pada wadah dan makanannya sebenarnya tidak mungkin
dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan laju perubahan
itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat
konsumen. Sebagai tindakan pengendalian akan munculnya bahaya
pada kemasan yang digunakan dapat dilakukan dengan penetapan
spesifikasi mutu kriteria mutu kemasan yang digunakan yaitu bersih,
utuh serta menggunakan bahan yang aman.
Batas kritis yang sering terjadi pada produk wingko babat
seperti kondisi lingkungan pengemasan kotor, kemasan tidak utuh dan
tidak bersih, wingko babat yang akan dikemas sudah terkontaminasi
dan wingko babat tidak terkemas dengan rapat. Hal ini perlu adanya
perbaikan dengan tindakan koreksi. Tindakan koreksi bertujuan sebagai
langkah perbaikan terhadap titik kendali kritis, agar produk sesuai
dengan nilai target. Tindakan koreksi yang dapat ditempuh seperti
memastikan kondisi produk saat akan dikemas sudah dingin,
menggunakan pengemas dari plastik PP sebagai pengemas primer dan
karton sebagai pengemas sekunder, memastikan kemasan dapat
menutup rapat produk dengan sempurna, kondisi lingkungan tempat
penyimpanan produk setelah dikemas dipastikan bebas cemaran.
Pengemasan yang baik dengan menekan pertumbuhan mikroba
sehingga pertumbuhan bakteri pathogen lebih lama dan produk aman
dan tahan lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian Konsep Pengendalian Mutu dan HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Points) Proses Produksi Wingko Babat di Usaha
Kecil Menengah Jenang Asli Sukoharjo, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pembuatan konsep pengendalian mutu terhadap produk wingko babat
dilakukan dengan cara analisis uji yang hasil ujinya mengacu SNI 01-
4311-1996. Analisis uji yang dilakukan antara lain kadar air, asam lemak
bebas (FFA), serat kasar, kadar gula (dihitung sebagai sakarosa), dan
angka lempeng total. Dari semua uji, analisa yang tidak memenuhi standar
SNI adalah kadar air dan cemaran mikroba.
2. Konsep HACCP dapat diterapkan dalam UKM dengan tujuan mencegah
bahkan menghilangkan kemungkinan bahaya yang terjadi pada produk.
Proses produksi yang termasuk CCP adalah pengovenan dan pengemasan.
Tindakan pengendaliannya terangkum di dalam rencana HACCP.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan keseluruhan, maka saran yang dapat
diberikan antara lain adalah :
1. Dilakukan penerapan konsep pengendalian mutu terhadap bahan baku,
proses dan produk akhir dari wingko babat untuk menjaga kualitas produk
yang dihasilkan dan mencegah timbulnya bahaya yang dapat
membahayakan konsumen.
2. Konsep HACCP yang telah dirancang dapat diterapkan dalam usaha kecil
menengah pembuatan wingko babat jenang asli milik Bapak Harso
Muyono agar didapatkan produk yang aman terhindar dari bahaya apabila
mengkonsumsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
3. Sanitasi bagunan, peralatan dan pekerja perlu diintensifkan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi pada produk.
4. Diversifikasi jenis produk dan perbaikan jenis kemasan diperlukan untuk
memperluas pangsa pasar.