labio skis is

32
LABIOSKISIS (BIBIR SUMBING/CLEFT LIP) DAN PALATOSKISIS (LANGIT-LANGIT MULUT SUMBING/CLEFT PALATE) By : Titik Inayati Insiden langit-langit mulut sumbing dan celah bibir adalah satu dari 1000 kelahiran. Sumbing pada langit-langit atau bibir bisa terjadi pada satu atau kedua sisi dari mulut bayi dan bersifat parsial atau lengkap. Adanya celah langit-langit dan atau celah bibir, akan kesulitan dalam menyusu secara normal. Labioskisis (bibir sumbing) / Palatoskisis (langit-langit mulut sumbing) merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005). Labioskisis adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003). Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003). Etiologi atau penyebab dari labioskisis dan palatoskisis antara lain adalah karena adanya faktor herediter, kekurangan nutrisi, kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui,

Upload: leny-anjani

Post on 27-Nov-2015

147 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

labioskizis

TRANSCRIPT

Page 1: Labio Skis Is

LABIOSKISIS (BIBIR SUMBING/CLEFT LIP) DAN

PALATOSKISIS (LANGIT-LANGIT MULUT SUMBING/CLEFT

PALATE)

By : Titik Inayati

             

Insiden langit-langit mulut sumbing dan celah bibir adalah satu dari 1000 kelahiran.

Sumbing pada langit-langit atau bibir bisa terjadi pada satu atau kedua sisi dari mulut bayi dan

bersifat parsial atau lengkap. Adanya celah langit-langit dan atau celah bibir, akan kesulitan

dalam menyusu secara normal.

Labioskisis (bibir sumbing) / Palatoskisis (langit-langit mulut sumbing) merupakan

kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005).

Labioskisis adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan

maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003). Palatoskisis

adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu

karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003).

Etiologi atau penyebab dari labioskisis dan palatoskisis antara lain adalah karena adanya

faktor herediter, kekurangan nutrisi, kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui,

akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu, dapat dikaitkan abnormal

kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio),

beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin), radiasi, ibu merokok selama kehailan,

mutasi genetic atau teratogen.

Tanda dan Gejala kelainan labioskisis dan platoskisis antara lain : Terjadi pamisahan

langit-langit, terjadi pemisahan bibir, terjadi pemisahan bibir dan langit-langit, infeksi telinga,

berat badan tidak bertambah, pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya

air susu dari hidung.

Page 2: Labio Skis Is

Penatalaksanaan labioskisis dan palatoskisis yaitu bisa diperbaiki dengan jalan operasi.

Operasi dapat dilakukan apabila penderita telah memenuhi syarat, yaitu berat badan > 10 pon

atau > 5 kg, hemoglobin > 10 gr%, umur bayi > 10 minggu atau > 3 bulan serta kadar leukosit

minimal 10.000/iu.

Komplikasi yang bisa terjadi dari kelainan labioskisis dan palatoskisis adalah kesulitan

makan, aspirasi, infeksi telinga yang disebabkan karena tidak berfungsinya saluran yang

menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan, kesulitan bicara karena otot-otot untuk

berbicara mengalami penurunan fungsi yang disebakan adanya celah serta dapat pula terjadi

masalah gigi.

A.  DEFINISI   

Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada

struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167). Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh

gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan

embriotik. (Wong, Donna L. 2003). Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang

terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L.

2003). Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,

palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama

perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)

B.  KLASIFIKASI

1.   Berdasarkan organ yang terlibat

-          Celah di bibir (labioskizis)

-          Celah di gusi (gnatoskizis)

-          Celah di langit (palatoskizis)

-          Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit

(labiopalatoskizis)

Page 3: Labio Skis Is

 

2.   Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

-    Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak

memanjang hingga ke hidung.

-       Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang

hingga ke hidung.

-       Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke

hidung.

C.  ETIOLOGI

1.      Factor Genetik atau keturunan

Dimana terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel

yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex

( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan

jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada

3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya

adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan

Page 4: Labio Skis Is

gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang

terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2.      Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam

folat.

3.      Radiasi

4.      Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.

5.      Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis,

toxoplasmosis dan klamidia

6.      Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama

kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin

7.      Multifaktoral dan mutasi genetic

8.      Diplasia ektodermal yaitu dipakai untuk sekelompok kelainan yang secara anatomis maupun

fisiologis mengalami kerusakan berbagai struktur, yaitu gigi, kulit beserta apendiksnya, termasuk

rambut, kuku, kelenjar ekrin dan kelenjar sebasea

D.    MANIFESTASI KLINIS

1)    Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

a.     Terjadi pamisahan Langit-langit

b.    Terjadi pemisahan bibir

c.     Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit

d.    Infeksi telinga

e.     Berat badan tidak bertambah

f.     Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.

Page 5: Labio Skis Is

2)        Gejala Pada Labio skisis

Distorsi pada hidung

Tampak sebagian atau keduanya

 Adanya celah pada bibir

3)        Gejala Pada Palato skisis

a.       Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.

b.      Ada rongga pada hidung.

c.       Distorsi hidung

d.      Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari

e.       Kesukaran dalam menghisap/makan.

E.   PATOFISIOLOGI

Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya

mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan

maksilaris) pecah kembali. Palatum durum terbentuk usia janin 4-5 minggu, palatum mole pada

usia 8-9 minggu. Palatoskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan

prominen nasalis medial yang diikuti difusi kedua palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi

septup nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kahamilan ke-7

sampai 12 minggu.

F.   KOMPLIKASI

a.    Gangguan bicara

b.   Terjadinya Otitis media

c.    Aspirasi

d.   Distress pernafasan

e.    Resiko infeksi saluran nafas

f.    Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

g.   Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh Otitis media rekureris sekunder akibat disfungsi

tuba eustachius.

h.   Masalah gigi

Page 6: Labio Skis Is

i.      Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruhj.      

Kesulitan makan

G.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Foto rontgen

2.Pemeriksaan fisisk

3.MRI untuk evaluasi abnormal

H.  PENATALAKSANAAN

1.    Penatalaksanaan Medis  

       Tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi

menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal

untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat

pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari

usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan

operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.

          Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat anak

aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Palatoplasty dilakukan sedini

mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum

membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal

kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sangat sulit dicapai.

        Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy

karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah

terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah

pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi

labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8–9 tahun bekerja sama

dengan dokter gigi / orthodontist.

Tindakan  operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut :

1. Penjelasan kepada orangtuanya

2. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi(hidung), evaluasi telinga.

Page 7: Labio Skis Is

3. Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.

4. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi

5. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan Pharyngoplasty

6. Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

7. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi)

8. Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

9. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan advancementosteotomy

2. Pentalaksanaan Keperawatan

a. Perawatan Pra-Operasi:

  Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.

-          Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka

-           Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.

-          Diskusikan tentang pembedahan

-          Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi.

-          Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.

  Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.

-          Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor

atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.

-          Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut.

-          Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.

-          Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan

-          Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.

-          Akhiri pemberian susu dengan air.

  Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas

-          Pantau status pernafasan

-          Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan

-          Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi

Page 8: Labio Skis Is

b. Perawatan Pasca-Operasi

  Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate

-          Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok.

-          Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.

-          Lanjutkan dengan diet lunak

-          Sendawakan bayi selama pemberian makanan.

  Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.

-          Bersihkan garis sutura dengan hati-hati

-          Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)

-          Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.

-          Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah

terjadinya aspirasi.

-          Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.

-          Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.

-          Perhatikan pendarahan, edema, drainage.

-          Monitor keutuhan jaringan kulit

-          Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril

I.     ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

a.         Inspeksi kecacatan pada saat lahir

b.        Kemampuan menghisap, menelan, dan bernafas

c.         Palpasi dengan menggunakan jari

d.        Mudah tersedak

e.         Meningkatnya otitis

f.         Distres pernafasan dengan aspirasi

g.        Riwayat keluarga

2.      Diagnosa Keperawatan

  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam pemberiaan ASI b.d ketidaknyamanan menelan atau kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan

Page 9: Labio Skis Is

     Resiko aspirasi b.d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palotoskizis      Resiko infeksi b.d kecacatan dan atau insisi bedah      Kurangnya pengetahuan keluarga b.d teknik pemberian makanan dan perawatan di

rumah\      Nyeri b.d insisi pembedahan

3.   Intervensi Keperawatan

       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam pemberiaan ASI b.d ketidaknyamanan menelan atau kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan

1)      Kaji kemampuan menghisap dan menelan

2)      Gunakan DOT botol yang lunak dan besar atau DOT khusus dengan lubang yang sesuai untuk

pemberian minum

3)      Tempatkan DOT pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makanan atau

minuman ke dalam

4)      Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan

5)      Tepuk punggung bayi setiap 15 ml sampai 30 ml minuman yang diminum, tapi jangan angkat

DOT selama bayi masih menghisap

6)      Berikan makan pada anak sesuai jadwal dan kebutuhan

      Resiko aspirasi b.d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palatoskizis

1)      Kaji status pernafasan selama pembrian makan

2)      Gunakan Dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir

3)      Perhatikan posisi bayi saat memberi makan

4)      Beri makan perlahan

5)      Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum

      Resiko infeksi b.d kecacatan dan atau insisi bedah

Page 10: Labio Skis Is

1)      Berikan posisi yang tepat setelah makan; miring ke kanan, kepala agak sedikit tinggi supaya

makanan tertelan dan mencegah aspirasi

2)      Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainase, bau dan demam

3)      Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dan dengan mempertahankan teknik steril

4)      Perhatikan adanya perdarahan, edema.

5)      Monitor keutuhan jahitan kulit

       Kurangnya pengetahuan keluarga b.d teknik pemberian makanan dan perawatan di rumah

1)      Jelaskan prosedur operasi sebelim dan sesudah operasi

2)      Ajarkan pada orang tua tentang perawatan anak di rumah; cara pemberian makan atau minum

dengan alat, mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi pada saat pembdrian makan atau

minum, lakukan penepukan punggung, bersihkan mulut selelah memberi makan atau minum.

Page 11: Labio Skis Is

Dalam hal persiapan operasi, bayi / anak  akan dievaluasi untuk menilai kemampuan dan daya tahan

tubuhnya terhadap tindakan operasi. Prasyarat yang lazim digunakan untuk menyatakan kesiapan atau

kelayakan seorang bayi / anak boleh dioperasi adalah Ralph Millard’s rule of ten: yaitu berat badan

anak lebih dari 10 pounds atau sekitar 5 kg atau usia bayi / anak lebih dari 10 minggu, kadar

Hemoglobin darah lebih dari 10 gr % menunjukkan kemampuan oksigenasi anak baik, serta hitung

jumlah sel darah putih kurang dari 10.000 per mL menunjukkan anak dalam daya tahan tubuh baik.

Bilamana prasyarat ini terpenuhi, maka anak akan terjamin suatu operasi yang aman, dengan risiko

pembiusan dan risiko pembedahan yang minimal serta prediksi kesembuhan yang baik.

 

Bilamana prasyarat tersebut belum terpenuhi, operasi ditunda dengan beberapa petunjuk diberikan

kepada orang tua untuk diikuti selama masa perbaikan kondisi anak. Misalnya: (1) Petunjuk memberi

minum secara hati-hati agar pasien bayi tidak tersedak, antara lain dengan dot khusus atau dengan

bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak. (2) Selain itu, celah pada bibir

harus direkatkan dengan menggunakan plester untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak

terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang rahang atas yang tidak semestinya, karena jika hal ini terjadi

tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat

tidak sempurna. (3) Orang tua agar melengkapi imunisasi pada bayi / anaknya sesuai dengan program,

hal ini penting agar pada saat operasi bayi / anak berada dalam kondisi daya tahan tubuh yang baik.

 

Secara normal, anak mulai berlatih bicara pada usia 5-6 bulan dan terus berkembang sampai usia 2

tahun saat kemampuan bicara anak akan lengkap dan berhenti. Atas pertimbangan itu, operasi bibir

(labioplasty) ideal bila dilakukan pada usia 3-6 bulan sampai 2 tahun. Jika koreksi anatomi bibir sudah

sempurna pada usia 6 bulan, pengucapan huruf bibir (B, F, M, P, V, W) tidak terganggu. Bila koreksi

anatomi bibir dilakukan lewat dari usia 2 tahun maka ada risiko pengucapan huruf bibir tak sempurna dan

menetap (meskipun masih dapat ditoleransi).

 

Tahap berikutnya bila ada celah langit-langit, operasi langit-langit (palatoplasty) harus dilakukan

sebelum usia 2 tahun, dengan waktu ideal sebelum usia 18 bulan. Hal ini terkait apabila diperlukan

operasi ulangan (bilamana tersisa celah pada operasi sebelumnya) dapat  tuntas dilakukan sebelum usia

2 tahun. Keterlambatan koreksi anatomi langit-langit menyebabkan anak akan sengau secara permanen.

 

Page 12: Labio Skis Is

Segera setelah operasi langit-langit program harus berlanjut dengan terapi wicara (speech therapy)

untuk melatih anak bicara tanpa sengau dan mengucapkan huruf-huruf yang baik. Tanpa terapi wicara,

anak akan tetap sengau dan terbiasa melafalkan pengucapan yang salah meskipun celah pada langit-

langit sudah tertutup rapat.

 

Untuk penderita bibir sumbing dan celah langit-langit yang datang untuk operasi ketika usia sudah

melebihi batas usia optimal, keberhasilan operasi hanya mencapai tujuan estetis anatomi bibir dan langit-

langit saja sedangkan secara fungsi perbaikan pengucapan tidak akan tercapai, seperti suara yang tetap

sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna. Tindakan terapi wicara (speech therapy) pun

tidak akan banyak bermanfaat.

 

Page 13: Labio Skis Is

Palatoschisis (Cleft Palate)

Posted: 03/11/2011 in Tak Berkategori 2

(Cleft Lips / labioschisis) Celah Bibir dan (Cleft Palate / Palatoschisis) Celah Langit-langit  adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut. 

Cleft Lips / Labioschisis atau bibir sumbing) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.

Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut.

—————————————————————————————————————————-

PENDAHULUAN

Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan, antara lain processus frontonasalis, processus nasalis medialis dan lateralis, processus maxillaries, dan processus mandibularis. Kegagalan penyatuan processus maxilla dan processus nasalis medial akan menimbulkan celah pada bibir (labioschisis) yang terjadi unilateral atau bilateral. Bila processus nasalis medialis, bagian yang membentuk dua segmen antara maxilla, gagal menyatu maka terjadi celah pada atap mulut atau langitan yang disebut palatoschisis.1Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate. 2,3Cleft palate mempunyai banyak sekali implikasi fungsional dan estetika bagi pasien dalam interaksi social mereka terutama kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan penampilan wajah mereka. Koreksi sebaiknya sebelum anak mulai bicara untuk mencegah

Page 14: Labio Skis Is

terganggunya perkembangan bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama tentang cara memberikan minum agar gizi anak memadai saat anak akan menjalani bedah rekonstruksi. Kelainan bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain terdiri atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dengan giginya, dan ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara.1

—————————————————————————————————————————-

EMBRIOLOGI

Jaringan-jaringan wajah, termasuk didalamnya bibir dan palatum berasal dari migrasi, penetrasi, dan penyatuan mesenkimal dari sel-sel cranioneural kepala. Ketiga penonjolan utama pada wajah (hidung, bibir, palatum) secara embriologi berasal dari penyatuan processus fasialis bilateral.4Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu pembentukan palatum primer yang akan diikuti dengan pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai kira-kira pada hari ke-35 kehamilan atau minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan pembentukan processus fasialis. Penyatuan processus nasalis medialis dengan processus maxillaries, dilanjutkan dengan penyatuan processus nasalis lateralis dengan processus nasalis medialis, menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada proses penyatuan processus ini menyebabkan terbentuknya celah pada palatum primer. 3Pembentukan palatum sekunder dimulai setelah palatum primer terbentuk sempurna, kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder terbentuk dari sisi bilateral yang berkembang dari bagian medial dari processsus maxillaries. Kemudian kedua sisi ini akan bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi tersebut berkembang kearah superior, proses penyatuan dimulai. Kegagalan penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya celah pada palatum sekunder. 3

—————————————————————————————————————————-

ANATOMI

Palatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (velum) yang bersama-sama membentuk atap rongga mulut dan lantai rongga hidung. Processus palatine os maxilla dan lamina horizontal dari os palatine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan suatu jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang melekat pada bagian posterior palatum durum. Terdapat enam otot yang melekat pada palatum durum yaitu m. levator veli palatine, m. constrictor pharyngeus superior, m.uvula, m.palatopharyngeus, m.palatoglosus dan m.tensor veli palatini. 3Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi velopharyngeal adalah m.uvula, m.levator veli palatine, dan m.constriktor pharyngeus superior. M.uvula berperan dalam mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi otot ini. M.levator veli palatine mendorong velum kearah superior dan posterior untuk melekatkan velum kedinding faring posterior. Pergerakan dinding faring ke medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior yang membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat.

Page 15: Labio Skis Is

M.palatopharyngeus berfungsi menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial. M.palatoglossus terutama sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir adalah m.tensor veli palatine. Otot ini tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi utama otot ini menyerupai fungsi m.tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase dari tuba auditiva. 3Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui foramen palatine mayor. Sedangkan a.palatina minor dan m.palatina minor lewat melalui foramen palatine minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari pleksus.

—————————————————————————————————————————-

INSIDEN

Insidens dari berbagai tipe cleft di laporkan oleh Veau. Insidens secara keseluruhan dari cleft di laporkan oleh Fogh Andersen yakni 1 dari 655 kelahiran dan oleh Ivy yakni 1 dari 762 kelahiran, dimana lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan. Peningkatan resiko palatoschisis bertambah seiring dengan meningkatnya usia maternal dan adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit bawaan yang sama. Faktor etnik juga mempengaruhi angaka kejadian palatoschisis. Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan ras Afrika. Insiden palatoschisis pada ras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada ras kulit putih, dan 0,41/1000 pada ras kulit hitam. Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009 kasus cleft palate dari total seluruh penduduk . Palatoschisis yang tanpa labioschisis memiliki rasio yang relatif konstan yaitu 0,45-0,5/1000 kelahiran. Tipe yang paling sering adalah uvula bifida dengan insiden sekitar 2% dari populasi. Setelah itu diikuti oleh palatoschisis komplit unilateral kiri. 3,5,7,8,9

ETIOLOGI

Page 16: Labio Skis Is

Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi palatoschisis bersifat multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum berhubungan dengan faktor herediter dan faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.4

1. Faktor herediter

Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko lebih tinggi untuk memiliki anak dengan palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang menderita palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschisis adalah sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya tidak menderita palatoschisis, tetapi memiliki anak tunggal dengan palatoschisis maka resiko generasi berikutnya menderita penyakit yang sama juga sekitar 4%. Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya.

2. Faktor lingkungan

Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid (golongan vitamin A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi selama kehamilan semester pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis.3,4,10

—————————————————————————————————————————-

PATOFISIOLOGI

Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi. Kesemuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.3Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan dengan timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien dengan palatoschisis. Mekanisme velopharyngeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. (Manipulasi anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan normal).3

—————————————————————————————————————————-

Page 17: Labio Skis Is

KLASIFIKASI

Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis juga dapat bersifat unilateral atau bilateral. 2,11

Veau membagi cleft menjadi 4 kategori yaitu1. Cleft palatum molle

2. Cleft palatum molle dan palatum durum3. Cleft lip dan palatum unilateral komplit4. Cleft lip dan palatum bilateral komplit

Klasifikasi Jalur-Y untuk cleft lip dan palate berdasarkan modifikasi Millard dari Kernohan. Lingkaran kecil mengindikasikan foramen insisivum; segitiga mengidikasikan ujung nasal dan dasar nasal.

—————————————————————————————————————————-

PENATALAKSANAAN

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna. 16

1. Terapi Non-bedah

Page 18: Labio Skis Is

Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki.3Perawatan Umum Pada Cleft PalatumPada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang untuk mencegah aspirasi. (5)

b. Pemeliharaan jalan nafas

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)

c. Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.(5)

2. Terapi bedah

Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses

Page 19: Labio Skis Is

penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik.Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu:1. Teknik von Langenbeck

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.

2. Teknik V-Y push-back

Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki.3. Teknik double opposing Z-plasty

Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator.

4. Teknik Schweckendiek

Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.

5. Teknik palatoplasty two-flap

Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.16Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan

Page 20: Labio Skis Is

makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.16

—————————————————————————————————————————-

KOMPLIKASI

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial. 8Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:

a. Obstruksi jalan nafas

Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.

b. Perdarahan

Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya darah yang diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because of the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total volume darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.

c. Fistel palatum

Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup defek

Page 21: Labio Skis Is

yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply darah telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan.

d. Midface abnormalities

Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.3

e. Wound expansion

Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.

f. Wound infection

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.

g. Malposisi Premaksilar

Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.

h. Whistle deformity

Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.

i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir

Page 22: Labio Skis Is

Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting lengkung.3

—————————————————————————————————————————-

PENYEBAB

Faktor genetik berkontribusi terhadap bibir sumbing dan celah langit-langit (Palatoschisis/Palatolabiaschisis). pembentukan telah diidentifikasi untuk beberapa kasus sindrom, tetapi pengetahuan tentang faktor genetik yang berkontribusi terhadap kasus-kasus terisolasi, lebih umum masih mengunakan tambal sulam (bedah plastik).

Banyak celah/kerentanan dalam keluarga, meskipun dalam beberapa kasus ada tampaknya tidak menjadi sindrom diidentifikasi ini, [21] mungkin karena saat ini pemahaman genetik lengkap pada pembangunan tengah wajah.

Sejumlah gen yang terlibat termasuk bibir sumbing dan langit-langit (Palatoschisis/Palatolabiaschisis).  transmembran protein 1 dan GAD1, [22] salah satu decarboxylases glutamat. Banyak gen yang diketahui berperan dalam pengembangan kraniofasial dan sedang dipelajari melalui inisiatif FaceBase untuk bagian mereka dalam celah ini. Gen ini adalah AXIN2, BMP4, FGFR1, FGFR2, FOXE1, IRF6, MAFB (gen), MMP3, MSX1, MSX2 (msh homeobox 2), MSX3, PAX7, PDGFC, PTCH1, SATB2, Sox9, SUMO1 (pengubah ubiquitin terkait Kecil 1), TBX22, TCOF (protein Treacle), TFAP2A, VAX1, TP63, ARHGAP29, Nog, NTN1, gen NTB, dan locus 8q24.  [ 9,10,11 ]

—————————————————————————————————————————-

PROGNOSIS

Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.

—————————————————————————————————————————-

—————————————————————————————————————————-

DAFTAR PUSTAKA

1. Tessier P (June 1976). “Anatomical classification facial, cranio-facial and latero-facial clefts”. J Maxillofac Surg 4 (2): 69–92 || NIH ALAMAT JURNAL-NYA : Klik disini

Page 23: Labio Skis Is

2. Kim EK, Khang SK, Lee TJ, Kim TG (May 2010). “Clinical features of the microform cleft lip and the ultrastructural characteristics of the orbicularis oris muscle”. Cleft Palate Craniofac. J. 47 (3): 297–302. || NIH ALAMAT JURNAL-NYA : Klik disini

3. Yuzuriha S, Mulliken JB (November 2008). “Minor-form, microform, and mini-microform cleft lip: anatomical features, operative techniques, and revisions”. Plast. Reconstr. Surg.122 (5): 1485–93. || NIH ALAMAT JURNALNYA : Klik disini  

4. Tosun Z, Hoşnuter M, Sentürk S, Savaci N (2003). “Reconstruction of microform cleft lip”. Scand J Plast Reconstr Surg Hand Surg 37 (4): 232–5. || NIH ALAMAT JURNALNYA : Klik disini

5. Tollefson TT, Humphrey CD, Larrabee WF, Adelson RT, Karimi K, Kriet JD (2011). “The spectrum of isolated congenital nasal deformities resembling the cleft lip nasal morphology“.Arch Facial Plast Surg 13 (3): 152–60. || NIH ALAMAT JURNALNYA : Klik disini

6.  “Statistics by country for cleft palate”. WrongDiagnosis.com. Retrieved 2007-04-24.7. Sloan GM (2000). “Posterior pharyngeal flap and sphincter pharyngoplasty: the

state of the art”. Cleft Palate Craniofac. J. 37(2): 112–22. || NIH ALAMAT JURNALNYA :  Klik disini

8. Costello BJ, Edwards SP, Clemens M (October 2008). “Fetal diagnosis and treatment of craniomaxillofacial anomalies”. J. Oral Maxillofac. Surg. 66 (10): 1985–95.

9. Dudas M, Li WY, Kim J, Yang A, Kaartinen V (2007). “Palatal fusion — where do the midline cells go? A review on cleft palate, a major human birth defect”. Acta Histochem. 109 (1): 1–14. || NIH ALAMAT JURNALNYA :  Klik disini

10. Dudas M, Li WY, Kim J, Yang A, Kaartinen V (2007). “Palatal fusion — where do the midline cells go? A review on cleft palate, a major human birth defect”. Acta Histochem. 109 (1): 1–14. || NIH ALAMAT JURNALNYA :  Klik disini

11. Beaty TH, Ruczinski I, Murray JC, et al. (May 2011). “Evidence for gene-environment interaction in a genome wide study of isolated, non-syndromic cleft palate”. Genet Epidemiol 35 (6): 469–78. || NIH ALAMAT JURNALNYA :  Klik disin