lalat buah sayuran.pdf

Upload: lukyeah

Post on 09-Oct-2015

148 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

  • TESIS

    KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT

    BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG

    TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI

    NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2014

  • i

    TESIS

    KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT

    BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG

    TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI

    NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI

    NIM 1290861001

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2014

  • ii

    KERAGAMAN DAN DINAMIKA POPULASI LALAT

    BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE) YANG MENYERANG

    TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BALI

    Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

    Pada Program Magister, Program Studi Bioteknologi Pertanian,

    Program Pascasarjana Universitas Udayana

    NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI

    NIM 1290861001

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2014

  • iii

    Lembar Pengesahan

    TESIS INI TELAH DISETUJUI

    PADA TANGGAL : 16 Juni 2014

    Pembimbing I, Pembimbing II,

    Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, MS. I Putu Sudiarta, SP.,MSi.,Ph.D.

    NIP. 19570330 198601 1 001 NIP. 19791107 200501 1 002

    Mengetahui

    Ketua Direktur

    Program Studi Bioteknologi Pertanian Program Pascasarjana

    Program Pascasarjana Universitas Udayana

    Universitas Udayana

    Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, MP. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K)

    NIP. 19621009 198803 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001

  • iv

    PENETAPAN PANITIA PENGUJI

    Tesis ini Telah Diuji

    Pada Tanggal 16 Juni 2014

    Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

    Universitas Udayana, No. 1849/UN14.4/HK/2014, Tanggal 20 Juni 2014

    Ketua : Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, M.S.

    Anggota :

    1. I Putu Sudiarta , S.P.,M.Si.,Ph.D

    2. Prof. Ir. I Wayan Susila, M.S

    3. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S

    4. Dr. G.N. Alit Susanta Wirya, S.P., M.Agr

  • v

    SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

    Saya yang bertandatangan di bawah ini :

    Nama : Ni Kadek Nita Karlina Astriyani

    NIM : 1290861001

    Program Studi : Bioteknologi Pertanian

    Judul Tesis : Keragaman dan Dinamika Populasi Lalat Buah (Diptera:

    Tephritidae) yang Menyerang Tanaman Buah-Buahan di

    Bali.

    Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila

    dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

    menerima sanksi peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010 dan Peraturan

    Perundang-Undangan yang berlaku.

    Denpasar, 20 Juni 2014

    Yang membuat pernyataan

    (Ni Kadek Nita Karlina Astriyani)

  • vi

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke

    hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas asung wara nugraha-

    Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

    Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

    yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, MS. selaku

    Pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan

    dorongan, semangat, bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis selama

    penyusunan tesis ini;, I Putu Sudiarta,S.P.,M.Si.,Ph.D selaku Pembimbing II yang

    dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran

    kepada penulis sekaligus sebagai pembimbing akademik yang dengan sabar

    menjadi pembimbing akademik penulis selama menjadi mahasiswa pada Program

    Pascasarjana Universitas Udayana.

    Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana

    Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD., KEMD, Ibu Direktur Pascasarjana

    Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) dan Prof. Dr. Ir. I

    Gede Rai Maya Temaja, M.P selaku Ketua Program Studi Bioteknologi Pertanian

    Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan

    kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program

    Pascasarjana Universitas Udayana serta seluruh staf dosen dan staf administrasi

    yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan. Pada

    kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada Bapak dan Ibu pegawai Balai Karantina Denpasar Kelas 1 atas informasi,

  • vii

    kerjasama dan kesempatan untuk belajar dan kemudahan dalam penggunaan

    Laboratorium Entomologi selama penulis melakukan penelitian. Ucapan terima

    kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis Prof. Ir. I Wayan Susila,

    M.S, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S dan Dr. G.N. Alit Susanta Wirya, S.P.,

    M.Agr yang telah dengan sabar memberikan masukan, saran dan koreksi sehingga

    tesis ini dapat terwujud menjadi lebih baik.

    Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orangtua

    penulis yaitu Ir. I Nengah Widiada, dan Ni Luh Ami, kakak penulis Ni Putu

    Widyami Yanthi, SE, Adik-adik I Nyoman Bagus Kamayana dan Ni Ketut Santhi

    Sannidhi, begitu juga terimakasih kepada Kadek Cahyadi Putra, S.Pd yang selalu

    memberikan semangat kepada penulis, serta seluruh keluarga yang tidak dapat

    penulis sebutkan satu persatu atas dukungan, semangat dan doa selama penulis

    menyelesaikan pendidikan terutama penyusunan tesis ini. Akhirnya ucapan terima

    kasih penulis sampaikan juga kepada teman-teman Agroekoteknologi 08 (Mika,

    Ayu, Ayu Rahma, dan Gek Surya), Biotek 12 (Ocha, Dewa, Rian, Adi Candra,

    Bli Dika, Wira dan Agus), Biotek 13 (Putri,Ogink, Kayan dan Rahde) serta

    semua teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas doa,

    kerjasama dan loyalitasnya selama ini.

    Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya

    kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

    Semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu

    pengetahuan dan bermanfaat bagi semua.

    Denpasar, Juni 2014

    Penulis

  • viii

    ABSTRAK

    Keragaman dan Dinamika Populasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) yang

    Menyerang Tanaman Buah-Buahan di Bali

    Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang memiliki arti

    penting bagi pertanian. Terdapat sekitar 4000 spesies lalat buah di dunia dan 35%

    di antaranya merupakan hama penting pada buah-buahan termasuk di dalamnya

    buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Informasi tentang

    keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah perlu diketahui dan

    dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan pengendalian pada tanaman buah yang

    dibudidayakan terutama di Bali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

    keragaman, indeks keragaman dan indeks kesamaan, spesies lalat buah yang

    dominan di pasar dan di sentra buah-buahan, hubungan kelimpahan populasi

    dengan persentase serangan serta keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid

    yang berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan.

    Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di

    Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit

    Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

    Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut pada

    bulan Januari sampai Maret 2014. Penelitian dilakukan dengan pemasangan

    perangkap (trapping) dan pengambilan sampel buah yang terserang lalat buah di

    Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung, Pasar Anyar, dan

    Sentra mangga, Sentra jeruk, Sentra cabai besar, Sentra cabai kecil, serta Sentra

    semangka.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 6 spesies yang ditemukan di

    lokasi pasar dan sentra buah buahan di Bali yaitu Bactrocera papayae Drew &

    Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa

    Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius dan

    Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae). Keragaman spesies

    tersebut tergolong rendah yaitu > 1.5. Spesies yang dominan diantara keenam

    spesies lalat buah tersebut adalah B. carambolae dan B. papayae. Indeks

    kesamaan antara lokasi penelitian mencapai nilai 80%-100%. Kelimpahan

    populasi lalat buah mempunyai hubungan positif dengan persentase serangan lalat

    buah. Terdapat dua spesies parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan lalat

    buah di lapangan yaitu Fopius sp. dari famili Braconidae. Diantara dua spesies

    tersebut memiliki tingkat parasitasi yang rendah, tapi Fopius sp. pada tanaman

    belimbing memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%,

    sedangkan tingkat parasitasi dari parasitoid Fopius sp. pada tanaman cabai merah

    hanya sebesar 33%.

    Keragaman, kesamaan, dominansi lalat buah dan juga keragaman

    parasitoid serta tingkat parasitasinya berbeda-beda tiap lokasi dan tiap sampel

    buah-buahan. Disarankan untuk mengeahui mengenai jenis-jenis lalat buah yang

    ada dan menyerang buah-buahan di Bali yang dilakukan dalam rentang waktu

    yang lebih lama dan dalam berbagai fase tanaman inang serta jenis-jenis

    parasitoid yang efektif dalam pengendalian lalat buah di lapang.

    Kata Kunci: Lalat buah, keragaman, kesamaan, dominansi

  • ix

    ABSTRACT

    Diversity and Population Dynamics of Fruit Flies (Diptera: Tephritidae)

    Invading Fruit Plants in Bali

    Fruit flies (Diptera: Tephritidae) are pests that have significant role for the

    existence of agriculture. There are about 4000 species of fruit flies in the world

    and 35% of them are important pests on fruits including commercial fruits that

    have high economic value. Information about the existence of the types of fruit

    flies in an area need to be identified and reported as a anticipation and control to

    fruit crops which are mainly cultivated in Bali. The purpose of this study was to

    determine the diversity, diversity index and similarity index, the dominant species

    of fruit fly that exist in the market and at the fruits sort center, relation of the population abundance and diversity and levels of parasitoids parasitizations attack rate associated with each species of fruit flies in the field.

    The study was conducted at the Field and in the Laboratory . Laboratory

    research was conducted at the Laboratory Integrated Pest and Disease Control

    Management, Faculty of Agriculture, Udayana University, Bali with height 30

    meters above sea level in January to March 2014 . Study was conducted by

    trapping and sampling the fruit flies attacking fruit at Klungkung market, Gianyar

    market, Kreneng market, Badung market, Anyar market and Center of fruit

    mango, orange, long chili, rawit chili and watermelon.

    The results showed that there were 6 species found in the market and

    fruits center in Bali, namely Bactrocera papayae Drew & Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock,Bactrocera umbrosa Fabricius, Bactrocera

    cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius and Bactrocera

    albistrigatade Maijere (Diptera: Tephritidae). The species diversity was low >

    1.5. The dominant species among the six species of the fruit fly were

    B.carambolae and B.papayae . Index of similarity between the study site reached

    a value of 80 % -100 % . The abundance of fruit flies population had a positive

    relationship with the level of fruit flies attack. There were two species of parasitoids were found in fruit flies in the field, namely Diasmimorpha

    longicaudacus and Fopius vandenboschi of the famili Braconidae. Between the

    two species, the level of parasitism was still low, however Fopius sp. in Averrhoa

    carambola L had higher parasitism rate that is equal to 56 %, while the rate of

    parasitism of the parasitoid Fopius sp. in Capsicum annuum L. was only by 20 %

    . Diversity, similarity, dominance and diversity parasitoids of fruit flies and

    parasitization levels. it differed from each sample location and fruits. It was

    advised to know the types of existing fruit flies attacking fruit in Bali which were

    are done in longer time and in various phases of the plant host and the types of

    parasitoids which were effective to control fruit flies in the field .

    Keywords : Fruit flies , diversity , similarity , dominance

  • x

    RINGKASAN

    Lalat buah merupakan hama yang menjadi perhatian dunia di dalam kegiatan ekspor import buah-buahan yang dilakukan oleh suatu Negara. Perhatian itu diberikan

    karena kegiatan ekspor import komoditas buah segar yang dilakukan oleh masing-

    masing Negara membawa resiko terhadap masuknya lalat buat dari satu Negara ke

    Negara lain. Indonesia pernah mengalami masalah adanya komoditas buah-buahan

    yang menunjukkan gejala serangan lalat buah (Suputa et al., 2006). Permasalahan

    klasik tersebut sering dihadapi Indonesia karena menyangkut standar mutu (kualitas)

    produk. Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan munculnya gejala

    tusukan lalat buah berupa titik hitam pada buah serta gugurnya buah sebelum

    mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun

    kuantitas menurun. Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik

    secara tradisional maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Disamping itu,

    petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu senyawa yang dapat

    menarik lalat buah jantan.

    Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu

    daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan

    pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan terutama di Bali. Informasi

    tersebut penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyai preferensi terhadap

    jenis inang tertentu. Oleh karena itu perlu penelitian mengenai keragaman dan

    dinamika populasi lalat buah di area produksi dan membuat daftar spesies,

    pemetaan dan deteksi lalat buah.

    Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di

    Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit

    Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

    Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut pada

    bulan Januari sampai Maret 2014. Penelitian dilakukan dengan pemasangan

    perangkap (trapping) dan pengambilan sampel buah yang terserang lalat buah di

    Pasar Klungkung, Pasar Gianyar, Pasar Kreneng, Pasar Badung, Pasar Anyar, dan

    Sentra mangga, Sentra jeruk, Sentra cabai besar, Sentra cabai kecil, serta Sentra

    semangka.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 6 spesies yang ditemukan di

    lokasi pasar dan sentra buah buahan di Bali yaitu Bactrocera papayae Drew &

    Hancock, Bactrocera carambolae Drew & Hancock, Bactrocera umbrosa

    Fabricius, Bactrocera cucurbitae Coquillete, Bactrocera caudata Fabricius dan

    Bactrocera albistrigata de Maijere (Diptera:Tephritidae). Keragaman spesies

    tersebut tergolong rendah yaitu > 1.5. Spesies yang dominan diantara keenam

    spesies lalat buah tersebut adalah B. carambolae dan B. papayae. Indeks

    kesamaan antara lokasi penelitian mencapai nilai 80%-100%. Kelimpahan

    populasi lalat buah mempunyai hubungan positif dengan persentase serangan lalat

    buah. Terdapat dua spesies parasitoid yang ditemukan berasosiasi dengan lalat

    buah di lapangan yaitu Fopius sp. dari famili Braconidae. Diantara dua spesies

    tersebut memiliki tingkat parasitasi yang rendah, tapi Fopius sp. pada tanaman

    belimbing memiliki tingkat parasitasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 56%,

    sedangkan tingkat parasitasi dari parasitoid Fopius sp. pada tanaman cabai merah

    hanya sebesar 33%.

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    SAMPUL DALAM..................................................................................................i

    PRASYARAT GELAR...........................................................................................ii

    LEMBAR PENGESAHAN................................................................................iii

    PENETAPAN PANITIA PENGUJI.......................................................................iv

    SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................v

    UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................vi

    ABSTRAK............................................................................................................viii

    ABSTRACT............................................................................................................ix

    RINGKASAN..........................................................................................................x

    DAFTAR ISI...................................................................................................xi

    DAFTAR TABEL ........xiii

    DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv

    DAFTAR LAMPIRAN .........xv

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang.............1

    1.2 Rumusan Masalah ...5

    1.3 Tujuan Penelitian ........5

    1.4 Manfaat Penelitian ..6

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Lalat Buah ...7

    2.1.1 Klasifikasi ..7

    2.1.2 Morfologi Lalat Buah....10

    2.1.3 Bioekologi Lalat Buah..15

    2.1.4 Gejala Serangan Lalat Buah .....16

    2.1.5 Peran Tanaman Inang dalam Menentukan Besarnya Populasi Lalat

    Buah ..18

    2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Lalat Buah .19

    2.1.7 Peran Parasitoid dalam Fluktuasi Populasi Lalat Buah 23

    2.1.8 Persebaran Lalat Buah ....28

    2.2 Pengaruh Tanaman Inang terhadap Perilaku Serangga 29

    BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Berpikir .33

    3.2 Konsep ...38

    3.3 Hipotesis 41

    BAB IV METODE PENELITIAN

    4.1 Tempat dan Waktu Penelitian .43

  • xii

    4.2 Alat dan Bahan ...44

    4.2.1 Alat 44

    4.2.2 Bahan .44

    4.3 Pelaksanaan Penelitian 44

    4.3.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah .45

    4.3.1.1 Keragaman dan Indeks Keragaman Lalat Buah di Pasar .45

    4.3.1.2 Keragaman dan Indeks Keragaman Lalat Buah di Sentra 49

    4.3.1.3 Dominansi Spesies Lalat Buah .49

    4.3.2 Indeks Kesamaan Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah 50

    4.3.3 Kelimpahan dan Persentase Serangan Lalat Buah ..50

    4.3.4 Keragaman dan Tingkat Parasitasi Parasitoid .51

    BAB V HASIL PENELITIAN

    5.1 Keragaman dan Dominansi Spesies Lalat Buah .53

    5.1.1 Keragaman Spesies Lalat Buah di Pasar Buah-buahan ...53

    5.1.2 Keragaman Spesies Lalat Buah di Sentra Buah-buahan .57

    5.1.3 Dominansi Spesies Lalat Buah 60

    5.2 Indeks Kesamaan Lalat Buah di Pasar dan di Sentra Buah 62

    5.3 Hubungan Kelimpahan Populasi dengan Persentase Serangan Lalat Buah62

    5.4 Keragaman dan Tingkat Parasitasi Parasitoid yang Berasosiasi dengan Lalat

    Buah 63

    BAB VI PEMBAHASAN.66

    BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

    7.1 Simpulan ...73

    7.2 Saran ..74

    DAFTAR PUSTAKA ..75

    LAMPIRAN .79

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    No Teks Halaman

    5.1 Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah di 5 Lokasi Pasar ........54

    5.2 Buah-Buahan yang dipasarkan di Lokasi Pasar .......56

    5. 3 Indeks Keragaman Jenis Lalat Buah di Sentra Buah dengan Perangkap...57

    5.4 Matriks Hubungan antara Spesies Lalat Buah dengan Tanaman Inang59

    5.5 Spesies Lalat Buah yang Menyerang Buah-Buahan .....61

    5.6 Indeks Kesamaan Spesies Lalat Buah di Lokasi Pasar dan Sentra Buah...62

    5.7 Tingkat Parasitasi Parasitoid Terhadap Lalat Buah ..64

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    No Teks Halaman

    2.1a Morfologi Lalat Buah (Famili Tephritidae) ................................... 7

    2.1b Morfologi Bagian-bagian Tubuh Lalat Buah ............................. 8

    2.2 Taksonomi Spesies Lalat Buah ......................................................... 9

    2.3 Morfologi Genus Bactrocera sp. .................................................. 10

    2.4 Morfologi Genus Dacus sp. .......................................................... 10

    2.5 Morfologi Genus Anastrepha sp. .................................................. 11

    2.6 Morfologi Genus Ceratitis sp......................................................... 12

    2.7 Morfologi Genus Rhagoletis sp. ................................................... 13

    2.8 Gejala Serangan Lalat Buah ......................................................... 17

    2.9 Gejala Membusuknya Buah Akibat Serangan Lalat Buah ............ 18

    3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................... 38

    3.2 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 41

    4.1 Stoples Rearing ................................................................................. 48

    5.1 Spesies Lalat Buah di Lokasi Pasar ............... 55

    5.2 Indeks Dominansi Lalat Buah di Lokasi Penelitian ............... 60

    5.3 Hubungan Kelimpahan dengan Persentase Seranga.................... 63

    5.4 Spesies Parasitoid Fopius sp. ............. 65

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    No. Teks Halaman

    1. Spesifikasi Spesies Lalat Buah dengan Atraktan.79

    2. Morfologi Spesies Lalat Buah ..84

    3. Karakter Morfologi dari Bagian-Bagian Tubuh Lalat Buah 90

    4. Jumlah Hasil Perangkap di Lokasi Penelitian ..96

    5. Indeks Keragaman Lalat Buah di Lokasi Penelitian .......101

    6. Kelimpahan Lalat Buah di Lokasi Penelitian ..............104

    7. Tanaman-Tanaman yang ada di Sekitar Sentra Buah-Buahan ......105

    8. Gejala Serangan Lalat Buah ........106

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang

    memiliki keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan

    beragamnya jenis buah-buahan di Indonesia menyebabkan buah-buahan lokal

    dapat bersaing dengan buah-buahan impor. Selain itu, buah-buahan lokal

    memiliki harga yang lebih terjangkau bila dibandingkan dengan buah-buahan

    impor. Tingginya kebutuhan terhadap buah-buahan lokal membuat pengembangan

    tanaman buah-buahan di Indonesia mengalami peningkatan. Namun, dalam

    pengembangannya eksport buah-buahan lokal mengalami kendala penyediaan

    benih bermutu, budidaya sampai penanganan panen. Salah satu kendala dalam

    budidaya tanaman buah-buahan adalah adanya serangan hama lalat buah.

    Lalat buah merupakan hama yang menjadi perhatian dunia di dalam kegiatan

    ekspor import buah-buahan yang dilakukan oleh suatu negara. Perhatian itu diberikan

    karena kegiatan ekspor import komoditas buah segar yang dilakukan oleh masing-

    masing negara membawa resiko terhadap masuknya lalat buat dari satu negara ke

    negara lain. Indonesia pernah mengalami masalah adanya komoditas buah-buahan

    yang menunjukkan gejala serangan lalat buah (Suputa et al., 2006). Permasalahan

    klasik tersebut sering dihadapi Indonesia karena menyangkut standar mutu (kualitas)

    produk. Standar yang ditetapkan adalah suatu produk tidak mengandung residu

    berbahaya melebihi ambang batas, tidak mengandung hama penyakit (OPT), dan

    suatu negara harus menyediakan daftar spesies (pest list) atau deskripsi yang cukup

    tentang OPT suatu komoditas apabila ingin memperluas pasar perdagangan

  • 2

    komoditas pertanian tersebut (BKP, 2007a). Globalisasi perdagangan buah segar

    membuat semua negara harus memperhatikan kesehatan tanaman dari serangan hama

    khususnya lalat buah.

    Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang memiliki arti

    penting bagi pertanian. Terdapat sekitar 4000 spesies lalat buah di dunia dan 35%

    di antaranya merupakan hama penting pada buah-buahan termasuk di dalamnya

    buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Sekitar 75 %

    tanaman buah-buahan di Indonesia telah terserang lalat buah (Sutrisno, 1999

    dalam Sahabudin, 2004). Di samping menyerang buah-buahan, sekitar 40 % larva

    lalat buah juga hidup dan berkembang pada tanaman sayur-sayuran, famili

    asteraceae (Compositae) (Kuswadi, 2001).

    Di Indonesia, lalat buah sebagai hama telah diketahui sejak tahun 1920,

    dan telah dilaporkan menyerang mangga di Pulau Jawa. Pada tahun 1938, lalat

    buah juga dilaporkan menyerang cabai, jambu, belimbing dan sawo. Survei lalat

    buah di Indonesia yang dilakukan oleh Hardy pada tahun 1985 menemukan 66

    spesies. Survei berikutnya yang dilakukan oleh Balai Karantina Pusat dari tahun

    1992 - 1994 menemukan sekitar 47 spesies, dan 20 spesies di antaranya

    merupakan kompleks Bactrocera dorsalis (Drew & Hancock 1994; Hamzah,

    2004). Sementara laporan AQIS (2008) menyebutkan bahwa terdapat 63 spesies

    lalat buah di Indonesia namun tidak termasuk Ceratitis capitata Wied.yang

    dikenal dengan sebutan Mediterranean Fruit Fly atau Medfly sebagai hama

    penting tanaman jeruk di wilayah sekitarlaut Tengah (White & Harris, 1992).

    Orr (2002) melaporkan bahwa ada sekitar 90 spesies lalat buah di Indonesia

    bagian barat termasuk lalat buah jenis lokal (indegenous). Delapan spesies di

  • 3

    antaranya merupakan hama penting yaitu Bactrocera albistrigata (de Maijere), B.

    dorsalis Hendel, B. carambolae Drew and Hancock, B. papayae Drew and

    Hancock, B. umbrosa (Fabricius), B. (Zeugodacus) caudata (Fabricius) dengan

    sinonim Bactrocera (Z) tau (Walker), Bactrocera (Z) cucurbitace (Coquillete) dan

    Dacus (Callantra) longicornis (Wiedemann).

    Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan munculnya gejala

    tusukan lalat buah berupa titik hitam pada buah serta gugurnya buah sebelum

    mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun

    kuantitas menurun. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan hama lalat

    buah bervariiasi antara 30-100% bergantung pada kondisi lingkungan dan

    kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta & Verma, 1978; Dhilton et al.,

    2005a, 2005b dan 2005c). Intensitas serangan lalat buah di Bali menunjukkan

    variasi yang cukup besar, yaitu antara 6,4 - 70% (Sarwono, 2003). Sodiq (2004)

    menyatakan bahwa intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara

    14,8%-23%, namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan lalat buah khususnya

    pada belimbing dan jambu biji dapat mencapai 100%.

    Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik secara

    tradisional dengan membungkus buah dengan kantong plastik, kertas koran atau

    daun kelapa maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Disamping itu,

    petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu senyawa yang dapat

    menarik lalat buah jantan. Teknik ini efektif mengendalikan lalat buah jantan yang

    masuk ke dalam perangkap beratraktan. Teknik berikutnya yaitu teknik jantan

    mandul yang merupakan cara pengendalian dengan membuat lalat buah jantan

    menjadi infertil, artinya lalat buah jantan masih dapat membuahi betina, namun

  • 4

    telur yang dihasilkan steril dan larva dalam keadaan rusak (Vijaysegaran &

    Osman 1991 dalam Shiga, 1991).

    Pengendalian lalat buah lainnya yaitu dengan menggunakan musuh alami

    sebagai pengatur keseimbangan di alam. Musuh alami dapat berupa predator,

    pathogen dan parasitoid. Parasitoid yang berasal famili Braconidae

    (Hymenoptera), yaitu Fopius sp. dan Biosteres, sp (Siwi et.al., 2006). Parasitoid

    Famili Braconidae dapat mencapai tingkat parasitisasi sebesar 57% dan

    parasitisasi oleh parasitoid Famili Euphelmidae pada B.oleae dapat mencapai 80

    sampai dengan 95% (Malau, 1968; Delrio, 1978; Delrio dan Gavalloro, 1977;

    Delio dan Prota, 1976 dalam Flecher, 1987). Di Kamerun, diperoleh sejumlah

    besar parasitoid (Fopius. sp. dan Biosteres, sp.) pada buah kopi dengan derajat

    parasitisasi pada pupa lalat buah berkisar antara 10 sampai 56% dengan rata-rata

    35% (Garry et al., 1986). Di Yogyakarta didapatkan 33,9% puparium B.

    carambolae yang menginfestasi buah belimbing terparasit oleh B.vandenboschi

    (Soesilohadi, 1995).

    Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu

    daerah perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi dan

    pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan terutama di Bali. Informasi

    tersebut penting karena spesies lalat buah tertentu mempunyai preferensi terhadap

    jenis inang tertentu (Muryati et al., 2005). Oleh karena itu perlu penelitian

    mengenai keragaman dan dinamika populasi lalat buah di area produksi dan

    membuat daftar spesies, pemetaan dan deteksi lalat buah. Diketahuinya

    keragaman dan dinamika populasi lalat buah di Bali mempunyai arti penting

    dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan monitoring maupun pengendalian

  • 5

    yang akan dilakukan agar lebih efektif dan efisien. Disamping itu, informasi

    tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah, parasitoid dan tanaman inang yang ada

    di suatu daerah perlu diketahui dan dilaporkan untuk mengantisipasi ledakan

    hama tersebut di lapangan.

    1.2 Rumusan Masalah

    Terdapat lima masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini yang

    dirumuskan sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah keragaman, dan dominansi spesies lalat buah yang berada

    di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali?

    2. Bagaimanakah kesamaan spesies lalat buah yang berada di pasar dan di

    sentra buah-buahan di Bali?

    3. Bagaimanakah hubungan kelimpahan populasi dan persentase serangan

    lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang?

    4. Bagaimanakah keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang

    berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan?

    1.3 Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk:

    1. Untuk mengetahui keragaman dan dominansi spesies lalat buah yang

    berada di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali.

    2. Untuk mengetahui kesamaan spesies lalat buah yang berada di pasar dan

    di sentra buah-buahan di Bali.

  • 6

    3. Untuk mengetahui hubungan kelimpahan populasi dan persentase

    serangan lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang.

    4. Untuk mengetahui keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang

    berasosiasi dengan masing-masing spesies lalat buah di lapangan.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh luaran seperti:

    1. Secara akademis, hasil penelitian ini akan memperkaya pengetahuan

    mengenai lalat buah dan parasitoid yang meliputi keragaman, kesamaan,

    kelimpahan, dominansi lalat buah dan parasitoidnya pada tanaman buah-

    buahan di Bali.

    2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat membantu dalam upaya

    pengendalian hama lalat buah pada tanaman buah-buahan yang

    dibudidayakan.

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Lalat buah

    2.1.1 Klasifikasi

    Lalat buah diklasifikasikan sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Filum : Arthropoda

    Kelas : Insecta

    Ordo : Diptera

    Famili : Tephritidae

    Bentuk morfologi famili Tephritidae antara spesies satu dengan yang

    lainnya hampir mirip. Maka dari itu perlu dilakukan identifikasi yang teliti dan

    seksama dalam menentukan spesies dari famili Tephritidae. Secara umum

    morfologi famili Tephtitidae dapat dilihat pada Gambar 2.1a

    Gambar 2.1.a Morfologi Lalat Buah (Famili Tephritidae)

  • 8

    Gambar 2.1.b Morfologi Bagian-Bagian Tubuh Lalat Buah Famili

    Tephritidae

  • 9

    Menurut White and Harris (1992), lalat buah memiliki 5 genus yaitu pada

    Genus Ceratitis Mac Leay, Genus Anastrepha Schiner, Genus Bactrocera

    Macquart, Genus Rhagoletis Loew dan Genus Dacus Fabricius (Gambar 2.1b).

    Subgenus

    Ceratitis Mac

    Leay

    Contoh sp: Subgenus

    Notodacus

    Perkins

    Contoh sp: Subgenus

    Callantra

    Walker

    Contoh sp: A. suspense

    Loew

    Subgenus

    Afrodacus Bezzi

    R. cerasi

    Linnaeus

    Contoh sp:

    C. caroirii

    Guerin-

    Meneville

    A. oblique

    Macquart

    Subgenus

    Tetradacus

    Miyake

    R. conversa

    Brethes

    D.

    solomonersis

    Malloch

    Subgenus

    Pardalaspia

    A. bistrigata

    Bezzi

    Subgenus

    Hemigymnodacus

    Hardy

    R.completa

    Cresson

    D. smieroides

    Walker

    Contoh sp: A. ludens Loew Subgenus

    Gymnodacus

    Munro

    R. pamonella

    Walsh

    Subgenus

    Didacus

    Collart

    C. punctate

    Wiedemann

    A. antunesi

    Lima

    Subgenus Daculus

    Speicer

    Species Contoh sp:

    Subgenus

    Pterandus

    A. disticta

    Greene

    Subgenus

    Javadacus Hardy

    R. tomatis

    Foote

    D. frontalis

    Becker

    Contoh sp: A. fraterculus

    (Wiedemann)

    Subgenus

    Sinodacus Zia

    R. fausta

    Osten Sacken

    Subgenus

    Dacus

    Fabricius

    C.pedestris

    Bezzi

    Species

    Complex

    Subgenus

    Diplodacus May

    Contoh sp:

    Subgenus

    Ceratalaspia

    A. grandis

    Macquart

    Subgenus

    Zeugodacus

    Hendel

    D. bivitatus

    Bigot

    Contoh sp: A.ornata

    Aldrich

    Subgenus

    Bactrocera

    Macquart

    C.cosyra

    Walker

    A. serpentine

    Wiedemann

    A. striata

    Schiner

    Gambar 2.2 Taksonomi Spesies Lalat Buah (Harris, 1992)

    FAMILI TEPHRITIDAE

    (lalat buah)

    Genus

    Anastrepha

    Schiner

    Genus

    Bactrocera

    Macquart

    Genus

    Rhagoletis

    Loew

    Genus

    Dacus

    Fabricus

    Genus

    Ceratitis

    Mac Leay

  • 10

    2.1.2 Morfologi Lalat Buah

    Seperti yang disebutkan oleh White and Harris (1992), famili Tephritidae

    memiliki 5 genus yang morfologinya berbeda-beda. Morfologi kelima genus

    tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Genus Bactrocera :

    Cell cup sempit dengan extension sangat panjang.

    Pola sayap biasanya berupa costal band dan anal streak

    Abdomen oval dengan tergum I V tidak bergabung (not fused)

    Gambar 2.3 Morfologi Genus Bactrocera sp.

    2. Genus Dacus :

    Cell cup sempit dengan extension sangat panjang.

    Cell cup

    Ceromata

  • 11

    Pola sayap biasanya berupa costal band dan anal streak

    Abdomen oval dengan tergum I V bergabung (fused)

    Gambar 2.4 Morfologi Genus Dacus sp.

    3. Genus Anastrepha :

    Cell cup lebar dengan extension agak panjang

    Biasanya terdapat crossband membentuk pola warna pada sayap

    Vena M membentuk curva sebelum mencapai pinggir sayap

    Cell cup

    Cell cup

  • 12

    Gambar 2.5 Morfologi Genus Anastrepha sp.

    4. Genus Ceratitis :

    Cell cup lebar extension pendek, Vena M pada sayap hampir membentuk sudut

    siku-siku

    Biasanya terdapat spot dan bintik pada basal cell sayap

    Gambar 2.6 Morfologi Genus Ceratitis sp.

    Cell cup

  • 13

    5. Genus Rhagoletis :

    Cell cup lebar dengan extension pendek,

    Vena M pada sayap hampir membentuk sudut siku-siku

    Tidak terdapat spot dan bintik-bintik pada basal cell dari sayap

    Gambar 2.7 Morfologi Genus Rhagoletis sp.

    Telur lalat buah secara umum berwarna putih atau putih kekuningan

    berbentuk bulat panjang. Panjang telur antara 0.3 mm-0.8 mm dan lebar 0.2 mm

    dengan micropyle protruding yang tipis di bagian akhir anterior (CABI, 2007).

    Telur akan menetas menjadi larva dua hari setelah diletakkan di dalam buah

    (Ditlin Hortikultura 2006).

    Larva berwarna putih keruh kekuningan, berbentuk bulat panjang dan

    salah satu ujungnya runcing. Kepala berbentuk runcing, mempunyai alat pengait

    Cell cup

  • 14

    dan bintik yang jelas. Larva instar ketiga berukuran sedang, dengan panjang 7.0

    mm- 9.0 mm dan lebar 1.5-1.8 mm (White & Harris, 1994).

    Puparium lalat buah berbentuk oval berwarna kuning kecoklatan dengan

    panjang 5 mm (Ditlin Hortikultura, 2006). Imago lalat buah umumnya memiliki

    ciri-ciri penting di kepala, toraks, sayap, dan abdomen. Kepala terdiri atas antena,

    mata, dan spot. Pada toraks terdapat dua bagian penting yakni skutum dan

    skutelum. Sayap mempunyai bentuk dan pola pembuluh yakni costa, radius,

    median, cubitus, anal, r-m dan dm-cu (pembuluh sayap melintang). Pada genus

    Bactrocera ruas-ruas abdomen terpisah dan genus Dacus ruas-ruas abdomen

    menyatu. Pada abdomen, Bactrocera, tergum I dan II menyatu, tergum III-V

    terpisah.

    Pada Dacus, antara toraks dan abdomen mempunyai pinggang ramping

    (petiole) sehingga menyerupai tawon (Siwi et al., 2006). Lalat buah komplek B.

    dorsalis memiliki membran sayap yang cerah, kecuali pada costal band (tidak

    mencapai R4+5); cell basal costa dan costa tidak berwarna dan tidak ada

    microtrichia. Skutum umumnya berwarna hitam dengan pita kuning di sisi lateral

    dan tidak memiliki pita kuning di bagian tengah skutum. Skutelum berwarna

    kuning kecuali pada bagian basal dengan pita hitam yang tipis. Abdomen dengan

    garis medial pada tergum III-V dan berwarna hitam di sisi lateral (CABI, 2007).

    Abdomen umumnya mempunyai pita melintang dan pita membujur berwarna

    hitam atau berbentuk huruf T yang kadang-kadang tidak jelas (Lawson et al.,

    2003). Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur

    (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah. Pada jantan, abdomen

  • 15

    lebih bulat dan pada tergum III di kedua sisi lateral abdomen terdapat pecten

    (Drew, 1989).

    2.1.3 Bioekologi Lalat Buah

    Lalat buah mengalami perkembangan sempurna atau dikenal dengan

    perkembangan holometabola. Perkembangan holometabola memiliki 4 fase

    metamorfosis yaitu: telur, larva, pupa, dan imago (Vijaysegaran & Drew, 2006).

    Telur lalat buah diletakkan berkelompok 2-15 butir. Lalat buah betina dapat

    meletakkan telur 1- 40 butir/hari. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur 100-

    500 butir (Sodiq 1992 dalam Siwi, 2005). Menurut Vijaysegaran dan Drew

    (2006), satu ekor betina B. dorsalis dapat menghasilkan telur 1200 - 1500 butir.

    Telur-telur diletakkan pada buah di tempat yang terlindung dan tidak terkena sinar

    matahari langsung serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak

    kasar (Ditlin Hortikultura, 2006).

    Larva terdiri atas 3 instar. Larva hidup dan berkembang di dalam daging

    buah selama 6-9 hari. Pada instar ke tiga menjelang pupa, larva akan keluar dari

    dalam buah melalui lubang kecil. Setelah berada di permukaan kulit buah, larva

    akan melentingkan tubuh, menjatuhkan diri dan masuk ke dalam tanah. Di dalam

    tanah larva menjadi pupa (Djatmiadi & Djatnika, 2001).

    Pupa pada awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi

    kekuningan dan akhirnya menjadi coklat kemerahan. Masa pupa berkisar antara 4

    - 10 hari (Ditlin Hortikultura, 2006). Pupa berada di dalam tanah atau pasir pada

    kedalaman 2-3cm di bawah permukaan tanah atau pasir. Setelah 6 -13 hari, pupa

    menjadi imago (Djatmiadi & Djatnika, 2001).

  • 16

    Siklus hidup lalat buah dari telur sampai imago di daerah tropis

    berlangsung lebih kurang 27 hari dapat dilihat pada Gambar 2.7. Lama hidup

    imago betina berkisar antara 23-27 hari dan imago jantan antara 13-15 hari. Imago

    betina setelah kopulasi akan meletakkan telur setelah 3-8 hari. Nisbah kelamin

    jantan berbanding dengan betina yakni 1:1 (Sodiq 1992 dalam Siwi, 2005). Lalat

    buah dewasa hidup bebas di alam dan bergerak secara aktif. Lalat betina sering

    dijumpai di sekitar tanaman buah-buahan dan sayuran pada pagi dan sore hari,

    sedangkan lalat buah jantan bergerak aktif dan memburu lalat buah betina untuk

    melakukan kopulasi (Siwi, 2005).

    2.1.4 Gejala Serangan Lalat Buah

    Lalat buah betina menyerang buah dengan memasukkan telur melalui

    ovipositornya ke dalam buah (Agarwal, 1984). Pemasukan ovipositor ke dalam

    buah menyebabkan adanya gejala tusukan pada buah belimbing pada Gambar 2.8

    wsterlihat spot berwarna gelap cokelat kehitaman.

    Telur kemudian menetas menjadi larva yang hidup, makan dan

    berkembang di dalam buah sehingga buah menjadi busuk berisi larva atau dikenal

    dengan belatung (Kalshoven, 1981). Sesudah telur menetas, larva membuat

    lubang di dalam buah sehingga mempermudah masuknya bakteri dan cendawan

    (Siwi et al., 2006). Lalat buah hidup secara simbiosis mutualisme dengan bakteri,

    sehingga ketika lalat buah meletakkan telur pada buah, bakteri akan terbawa

    dengan diikuti cendawan yang akhirnya menyebabkan busuk. Sesudah telur

    menetas, larva mengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau

    pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah diisap dan

  • 17

    dicerna. Enzim tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain bakteri

    pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Bakteri tersebut hidup

    pada dinding ovari, tembolok, dan ileum lalat (Hill 1983; Ria, 1994). Buah yang

    terserang lalat buah dan busuk, akhirnya jatuh ke tanah.

    Gambar 2.8 Gejala Serangan Lalat Buah

    Serangan lalat buah pada buah yang terserang terdapat luka tusukan dalam

    ukuran kecil, seperti tertusuk jarum. Hal tersebut akan mengakibatkan terdapatnya

    spot hitam pada buah. Buah yang terserang menjadi busuk lunak dan menghitam

    seperti pada Gambar 2.9. Luka akibat tusukan menimbulkan infeksi sekunder

    berupa busuk buah, baik yang disebabkan oleh cendawan maupun bakteri. Buah

    yang terkena tusukan lalat buah ini akan rontok. Jika buah dibelah akan terlihat

    biji-biji berwarna hitam dan terdapat belatung yang merupakan larva lalat buah.

    Gejala Tusukan

    Ovipositor Lalat

    Buah

  • 18

    Gambar 2.9 Gejala Membusuknya Buah Akibat Serangan Lalat Buah.

    2.1.5 Peranan Tanaman Inang dalam Menentukan Besarnya Populasi Lalat

    Buah

    Ketersediaan buah dapat memoengaruhi fenologi dan kelimpahan lalat

    buah (Israely et al., 1997). Kelimpahan populasi lalat buah jantan dipengaruhi

    oleh tingkat kematangan buah sebagai contoh misalnya di Hanalei dan Kilauea

    sebelah timur Kanei, Hawaii tahun 1988-1989 dengan puncak kelimpahan jambu

    air terjadi bulan Mei dan September. Pada saat tersebut lalat buah oriental tidak

    ditemukan di perkebunan komersial buah jambu sebelum terjadi pematangan buah

    dan peningkatan lalat buah terjadi dengan meningkatnya kematangan buah (Stark

    et al., 1991 dalam Vargas et al., 1993). Hasil penelitian Aluja et al., (1996) juga

    menunjukkan bahwa 90% sampel buah manga dari perkebunan manga komersial

    terinfeksi oleh A.obliqua. Stark and Vargas (1992), Strark et al., (1991) dan Tan

    (1994) berpendapat fenologi tanaman inang merupakan penduga paling baik

    dalam memprediksi dinamika populasi lalat buah, Bactrocera dorsalis kompleks.

    Jambu batu (Psidium guajava) merupakan tanaman inang utama B. dorsalis di

    Buah

    membusuk

  • 19

    beberapa bagian dunia dan puncak populasi B.dorsalis bertepatan dengan musim

    buah jambu.

    2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Lalat Buah

    Dinamika populasi lalat buah terjadi karena pengaruh kombinasi antara

    faktor lingkungan yang bekerja pada populasi dan karakteristik intrinsik spesies

    dan individu-individu (Celedonia et al., 1995 dalam Israely et al., 1997). Secara

    umum lalat buah terbagi menjadi dua kelompok sifat populasi yaitu lalat buah

    univoltine yang habitatnya di daerah temperate dan lalat buah multivoltine yang

    habitatnya di daerah tropis dan subtropics (Harris, 1993). Besarnya populasi lalat

    buah di lingkungan temperate diatur oleh suhu, sedangkan kelimpahan populasi

    lalat buah di daerah tropis diatur oleh curah hujan (Celedonio et al., 1995 dalam

    Israely et al., 1997). Sebagai contoh misalnya B.cucubitae Conquillet yang hidup

    di daerah tropis, kelimpahan populasinya dipengaruhi kelembaban, sedangkan

    Rhagoletis pomonella (Walsh) yang hidup di daerah temperate kelimpahan

    populasinya dikendalikan oleh suhu (Bateman, 1972 dalam Israely et al., 1997).

    Contoh lain misalnya di India populasi lalat buah melon meningkat bila turun

    hujan cukup memadai dan menurun selama musim kemarau (Allwood, 1996).

    Faktor-faktor lain yang mempengaruhi dinamika populasi adalah faktor

    suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor

    iklim berpengaruh pada pemencaran, perkembangan, daya bertahan hidup,

    perilaku, reproduksi, dinamika populasi, dan peledakan hama (McPheron &

    Steck, 1996). Menurut Messenger (1976 dalam Siwi, 2005), iklim berpengaruh

  • 20

    terhadap perilaku seperti aktifitas kawin dan peletakan telur yang mempengaruhi

    angka kelahiran, kematian, dan penyebaran serangga.

    Curah hujan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelimpahan buah

    inang dan populasi B.dorsalis dewasa (Tan dan Serit, 1994).. Kemunculan imago

    lalat buah dari pupa juga dipengaruhi oleh kelembaban tanah. Kelembaban tanah

    yang optimal bagi kehidupan pupa lalat buah antara 80-90% (Sodiq, 1993). Pada

    umumnya kepadatan populasi meningkat dengan curah hujan yang meningkat,

    akan tetapi melalui suatu studi diketahui bahwa terjadi ledakan pada kepadatan

    populasi B.dorsalis setelah badai topan. Hal tersebut menunjukkan bahwa iklim

    berperan sebagai faktor mortalitas yang tidak tergantung kepadatan (Williamson

    et al., 1985 ). Kepadatan populasi B.dorsalis cenderung tinggi selama musim

    hujan, dan peningkatan populasinya tidak harus berkorelasi dengan fenologi

    tanaman inang (Bagle & Prasad 1983). Walaupun demikian curah hujan tidak

    selalu berkorelasi secara linier dengan kelimpahan populasi lalat buah.

    Kelimpahan lalat buah dengan curah hujan memiliki hubungan yang saling

    berkaitan, seperti lalat buah spesies Anastrepha oblique mempunyai hubungan

    yang tidak linier (Aluja et al., 1996).

    Kelembaban yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan

    meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban udara

    yang terlalu tinggi (95-100%) dapat mengurangi laju peletakan telur

    (Bateman,1972). Semakin tinggi kelembaban udara maka lama perkembangan

    akan semakin panjang. Kelembaban optimum perkembangan lalat buah berkisar

    antara 70-80%. Lalat buah dapat hidup baik pada kelembaban antara 62-90%

    (Landolt & Quilici 1996).

  • 21

    Intensitas cahaya dan lama penyinaran dapat mempengaruhi aktivitas lalat

    betina dalam perilaku makan, peletakan telur, dan kopulasi. Lalat aktif pada

    keadaan terang, yaitu pada siang hari dan kopulasi pada intensitas cahaya rendah.

    Selain itu, lalat betina yang banyak mendapatkan sinar akan lebih cepat bertelur (

    Siwi, 2005).

    Suhu adalah faktor yang mempengaruhi laju perkembangan stadium muda

    lalat buah dan akan menentukan fluktuasi populasinya (Flecher, 1987). Pada

    daerah tropis yang tidak banyak mengalami fluktuasi suhu, fluktuasi populasi lalat

    buah secara nyata tetap terjadi. Populasi lebih besar terjadi selama musim

    kemarau daripada di musim hujan. Untuk lalat buah yang multivoltine, suhu di

    bawah 210C dapat menurunkan laju pertumbuhan lalat buah selama stadium

    muda. Produksi telur maksimum terjadi pada suhu 250C sampai dengan 30

    0C

    (Allwood, 1996).

    Bateman (1968) dalam Pritchard (1970) menyatakan bahwa faktor cuaca

    adalah determinan paling penting pada kelimpahan populasi Dacus tryoni. D.

    tryoni betina lebih cepat perkembangan pematangan ovarynya pada suhu tinggi

    daripada pada suhu rendah, sebagai contoh misalnya pada suhu 150C persentase

    perkembangan per hari sebesar 2,94% sedangkan pada suhu 250C persentase

    perkembangan mencapai 17,95%, kemudian menurun dengan meningkatnya suhu

    yaitu menjadi 15,48% pada 300C. Menurut Bateman (1972), suhu berpengaruh

    terhadap perkembangan, keperidian, lama hidup, dan mortalitas Bactrocera spp.

    Lalat buah umumnya dapat hidup dan berkembang pada suhu 10-30C. Pada suhu

    antara 25-30oC telur lalat buah dapat menetas dalam waktu yang singkat yaitu 30-

    36 jam.

  • 22

    Lalat buah yang menyerang buah-buahan musiman, akan mempunyai

    dinamika populasi yang erat hubungannya dengan keberadaan buah. Lalat buah

    yang menyerang tanaman sayuran mempunyai dinamika populasi yang berbeda

    karena keberadaan inang tanaman sayuran ada sepanjang tahun. Berdasarkan hasil

    penelitian Muryati et al. (2005), B. carambolae dan B. papayae merupakan

    spesies lalat buah yang paling banyak ditemukan. Hal ini disebabkan tanaman

    inang kedua spesies tersebut tersedia sepanjang waktu. Inang tersebut antara lain

    jambu biji, jambu air, belimbing, manggis, nangka, pisang, dan cabe..

    Tingkat kematangan buah berpengaruh terhadap kehidupan lalat buah.

    Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk meletakkan telur

    daripada buah yang masih hijau. Tingkat kematangan buah sangat mempengaruhi

    populasi lalat buah. Jenis pakan yang banyak mengandung asam amino, vitamin,

    mineral, air, dan karbohidrat dapat memperpanjang umur serta meningkatkan

    keperidian lalat buah. Peletakan telur dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur

    buah. Bagian buah yang ternaungi dan agak lunak merupakan tempat ideal untuk

    peletakan telur (Siwi, 2005).

    Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah.

    Musuh alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen. Di lapang dijumpai

    parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Fopius spp. dan Biosteres spp.

    Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang, dan

    cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp. (Siwi et

    al., 2006).

  • 23

    2.1.7 Peranan Parasitoid dalam Fluktuasi Populasi Lalat Buah

    Telur, larva dan pupa lalat buah diserang oleh sejumlah parasit

    Hymenoptera yang merupakan mayoritas musuh alami lalat. Famili Braconidae

    merupakan parasitoid mayoritas dengan enam belas spesies. Terutama terdiri dari

    opiines, tujuh spesies yang telah ditemukan dari Malaysia (van den Bosch &

    Haramoto, 1951; Christenson & Foote, 1960; Clausen, 1972; Deulucci, 1976;

    Wharton & Gilstrap, 1983; Ooi, 1984; Vijaysegaran, 1984; Rohani, 1986;

    Serit et al, 1986;.. Udayagiri, 1987; Wharton, 1989; Palacio, 1991; Ramadhan et

    al, 1995). Spesies yang diamati tingkat parasitasinya pada spesies Bactrocera

    dorsalis pada buah belimbing di kebun dan di desa-desa di Malaysia adalah;

    Fobius (Sinonim = Fopius) arisanus (Sonan), Diachasmimorpha longicaudatus

    (Ashmead), Psytallia (Sinonim = Fopius) fletcheri (Silvestri), Psytallia (Sinonim

    = Fopius) incisi (Silvestri), Fopius vandenboschi (Fullaway), Fopius skinneri

    (Fullaway) (Ooi, 1984; Vijaysegaran, 1984; Rohani, 1986; Serit et al, 1986;. Serit

    1987; Palacio et al, 1992, Ibrahim,dkk.,1994). Sementara, satu-satunya musuh

    alami yang menyerang Bactrocera umbrosa adalah Pilinothrix sp. (Hymenoptera:

    Cynipidae) (Yunus & Ho, 1980).

    Larva B.dorsalis yang terparasit oleh parasitoid Famili Braconidae dapat

    mencapai 57% dan parasitasi oleh parasitoid Famili Euphelmidae pada B.oleae

    dapat mencapai 80 sampai dengan 95% (Malau, 1968; Delrio, 1978; Delrio dan

    Gavalloro, 1977; Delio dan Prota, 1976 dalam Flecher, 1987). Di Kamerun,

    diperoleh sejumlah besar parasitoid (Fopius sp. dan Fopius sp.) pada buah kopi

    dengan derajat parasitasi pada pupa lalat buah berkisar antara 10 sampai 56%

    dengan rata-rata 35% (Garry et al., 1986). Di Yogyakarta didapatkan 33,9%

  • 24

    puparium B. carambolae yang menginfestasi buah belimbing terparasit oleh

    B.vandenboschi (Soesilohadi, 1995). Beberapa parasitoid seperti Strepsiptera

    menyerang lalat buah dewasa, tetapi tidak berpengaruh pada populasi lalat buah.

    Komposisi jenis dan efektivitas spesies parasitoid tertentu dari spesies

    opiine bisa bervariasi tergantung pada wilayah dan jenis buah yang di serang,

    ukuran dan kematangan mempengaruhi tingkat parasitisasi larva lalat buah

    (Daratan et al, 1950;. Van den Bosch & Haramoto 1953, Hinckly, 1965;

    Gonzalez, 1975; Wharton et al, 1981, Nishida et al, 1985; Harris & Lee,

    1986; Wong & Ramadhan, 1995). Tingkat parasitisasi terbesar oleh

    Diachasmimorpha longicaudatus telah ditemukan dari buah-buahan kecil seperti

    buah kopi, kopi (Harris et al., 1986), loquat, Ertobtrya japonica (Lindl.), dan buah

    persik Prunus persica L. (Wong et al. , 1984; Wong & Ramadhan, 1987)

    dibandingkan dari buah jeruk besar (Wharton dkk, 1981;. Harris et al, 1986 dan

    1988;. Harris & Bautista, 1996).

    Opiine kompleks parasitoid Bactrocera dorsalis di belimbing bervariasi

    setiap habitat dan dari tempat ke tempat. Dalam studi lapangan terpisah pada

    komposisi parasitoid B. dorsalis di kebun belimbing yang berbeda di Serdang,

    Selangor, Ooi (1984) mencatat Diachasmimorpha longicaudatus, Fopius

    vandenboschi dan Fobius insici. Dari tiga spesies, B. vandenboschi adalah

    parasitoid dominan, dibandingkan P. incisi dan D. longicaudatus. Parasitisme

    oleh ketiga spesies tersebut berkisar 15,1-56,8% dengan rata-rata 28%

    (Vijaysegaran, 1984).

    Penurunan kelimpahan lalat buah di alam sering dikendalikan oleh empat

    parasitoid dari subfamili opiinae yaitu: F. arisanus; B. vandenboschi; D.

  • 25

    longicaudatus; B. skinneri dalam buah belimbing di Penang, Malaysia Barat (Serit

    et al, 1986; Serit, 1987.). Berdasarkan kelimpahan imago parasitoid yang muncul

    dari pupa sampel buah-buahan, empat spesies parasitoid dikaitkan dengan B.

    dorsalis di kebun belimbing dari Universitas Putra Malaysia (UPM) di Puchong,

    Selangor. Parasitoid didominasi oleh B. persulcatus. Tingkat parasitisasi oleh

    masing-masing spesies adalah B. persulcatus, 46.53%; F. arisanus, 32.82%; D.

    longicaudatus, 15,69%; P. fletcheri, 4,95%. Bersama-sama, parasitoid ini

    menyebabkan parasitasi keseluruhan rata-rata 36,96% (Palacio, 1991).

    Fopius arisanus adalah satu-satunya parasitoid telur-larva dari spesies

    Opiinae (Wharton & Gilstrap, 1983). Lalat buah pada fase telur-larva akan

    dibunuh oleh F. arisanus dan F. arisanus tahap pupa dan parasitoid dewasa akan

    muncul. Biosteres vandenboschi merupakan parasitoid larva instar pertama

    Bactrocera dorsalis. Mulanya setelah terparasit larva dapat berkembang secara

    normal tetapi akhirnya dibunuh pada tahap kepompong. Parasitoid B.

    vandenboschi sebagai kontrol biologis lalat buah memiliki kemampuan untuk

    memparasitasi dan dikenal sebagai pengendali tujuh spesies yang berbeda dari

    hama tephritid (Wharton & Gilstrap, 1983) dan preferensi B. vandenboschi

    pada lalat buah sangat cepat (instar pertama dam instar kedua) yang terjadi dekat

    permukaan buah (van den Bosch & Haramoto, 1953;. Ramadhan dkk, 1995).

    Diachasmimorpha longicaudatus Ashmead adalah endoparasitoid larva-

    pupa soliter dari sejumlah spesies lalat buah tephritid ekonomis penting (Clausen

    et al, 1965; Greany et al, 1976). Parasitasi pada instar larva kedua dan ketiga,

    biasanya terjadi pada buah yang hampir membusuk. Penemuan inang oleh imago

  • 26

    betina dari D. longicaudatus melibatkan produk fermentasi yang dihasilkan dari

    buah yang membusuk (Greany et al., 1977).

    Psytallia fletcheri awalnya ditemukan pada Bactrocera cucurbitae di India

    (Silvestri, 1916, Pruthi, 1937). Ini menjadi parasitoid yang paling penting dari di

    Hawaii (Fullaway, 1920, Swezey, 1928). Keberadaannya di belimbing di

    Bactrocera dorsalis di Malaysia pertama kali dilaporkan oleh Vijaysegaran

    (1984)..

    Vargas et al. (1993) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara

    Fopius arisanus, parasitoid dominan dengan jumlah individu lalat buah yang

    mengindikasikan adanya hubungan tergantung kepadatan. Seperti misalnya laju

    parasitasi B.arisanus pada Ceratitis capitata dan Bactrocera dorsalis bervariasi

    pada habitat-habitat. Hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi, kelimpahan dan

    kopulasi dan reproduksi ada di bawah pengaruh kompleks faktor fisiologis dan

    lingkungan (Nishida et al., 1985 dalam Harris dan Okamoto, 1991). Kualitas larva

    lalat buah yang bervariasi dari minggu ke minggu mengakibatkan fluktuasi

    populasi parasitoid yang nyata (Messing et al., 1993). Parasitoid yang

    menginfestasi telurnya pada larva inang instar ketiga menghasilkan generasi

    parasitoid yang berkualitas tinggi (Wong dan Ramadhan, 1992 dalam Messing et

    al, 1993). Besarnya populasi parasitoid tergantung kepadatan besarnya populasi

    lalat buah. Sebagai contoh misalnya penelitian yang dilakukan oleh Vargas et al.,

    (1993) menyimpulkan bahwa kelimpahan B.arisanus secara jelas dideterminasi

    oleh kepadatan populasi lalat buah baik di habitat tumbuhan liar maupun di

    habitat tanaman budidaya.

  • 27

    Bautista dan Harris (1996) menyatakan, bahwa parasitoid akan tertarik

    pada buah inang yang menjadi preferensinya tanpa menghiraukan ada atau

    tidaknya telur atau larva lalat buah di dalamnya. Tanaman mempengaruhi

    kecocokan serangga inang melalui bagian tanaman yang sesuai, secara langsung

    akan mempengaruhi juga dinamika populasi parasitoid (Vet, 1999). Parasitoid

    soliter mampu mendeteksi adanya larva lalat buah yang telah mengandung dan

    tidak mengandung telur parasitoid spesies yang sama oleh karena adanya

    perubahan homocoel jaringan inang. Wong dan Ramadhan (1987) menyatakan

    bahwa parasitoid betina tidak dapat mendeteksi larva lalat buah yang mati.

    Usia dan kondisi larva lalat buah sangat berpengaruh pada persentase

    kemunculan imago dan seks rasio parasitoid. Larva lalat buah yang berukuran

    besar pada umumnya menghasilkan persentase kemunculan parasitoid

    (Diachasma longicaudata dan D.tyoni) yang lebih tinggi daripada parasitoid yang

    dihasilkan larva lalat buah yang berukuran lebih kecil. Larva inang (lalat buah)

    yang besar juga akan menghasilkan persentase individu betina parasitoid (D.

    longicaudata dan D.tryoni) yang lebih tinggi daripada individu jantan kedua

    parasitoid tersebut (Messing et al., 1993). Parasitoid secara fakultatif mengubah

    seks rasio turunannya sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan (Kirby and

    Spence, 1816 dalam Godfray, 1994).

    Peningkatan proporsi parasitoid jantan dipicu oleh stimuli lingkungan

    yang hidden additive genetik varience di dalam populasi Ukuran inang, kualitas

    pakan, kerapatan inang mungkin mempunyai pengaruh kuat pada rasio seks

    parasitoid hymenoptera.

  • 28

    2.1.8 Persebaran Lalat Buah

    Lalat buah sebagai hama telah diketahui sejak tahun 1920, dan telah

    dilaporkan menyerang mangga di Pulau Jawa. Pada tahun 1938, lalat buah juga

    dilaporkan menyerang cabai, jambu, belimbing dan sawo. Lalat buah di Indonesia

    bagian barat dilaporkan sudah menyebar B. albistrigata, B. carambolae, B.

    cucurbitae, B. papayae, B. tau, B. umbrosa, dan D. longicornis yang merupakan

    hama penting (Orr 2002). Menurut Vijaysegaran dan Drew (2006), B. albistri

    gata, B. carambolae, B. cucurbitae, B. occipitalis, B. papayae, B. philippinensis,

    dan B. umbrosa, adalah spesies yang sudah menyebar luas di Asia Tenggara

    dengan populasi sangat tinggi.

    Menurut White dan Hancock (1997), daerah sebar lalat buah sudah hampir

    terdapat di seluruh belahan dunia. Daerah sebarannya antara lain: Australia (P.

    Chrismas), Vanuatu, Indonesia (Sumatera, Jawa, Sulawesi, Sumbawa, Lombok,

    Maluku, Flores, Kalimantan), Malaysia, Singapore, Brunei, Taiwan, Hong Kong,

    Thailand, Laos, Vietnam, India (P. Andaman), Sri Lanka, Myanmar, China, Pulau

    Bagian Selatan Jepang, Indian Oceania, Afrika, Timur Tengah, Eropa, Guiana

    Perancis, Surinam, Amerika Utara, California, Laut pasifik, dan Palau.

    Pertamakali dilakukan penelitian pada tahun 1985 oleh Hardy dan petugas

    karantina tumbuhan, ditemukan 66 spesies lalat buah (Dacus spp.) di Indonesia.

    Periode 1992-1994, survei lalat buah dilakukan oleh Pusat Karantina Pertanian,

    ditemukan 47 spesies dari 66 spesies yang pernah ditemukan. Dari spesies yang

    telah ditemukan 20 diantaranya termasuk dalam grup Bactrocera dorsalis

    complex (Drew, 1994).

  • 29

    2.2 Pengaruh Tanaman Inang Terhadap Perilaku Serangga

    Serangga dalam menentukan pilihan terhadap tanaman inang sangat

    dipengaruhi oleh banyak faktor terutama faktor nutrisi yang terkandung dalam

    tanaman inang tersebut. Tanaman mengandung 13 nutrisi mineral elemen yang

    sangat berfungsi untuk pertumbuhannya. Nutrisi tersebut dapat digolongkan ke

    dalam dua kelompok besar, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi

    terdiri dari Nitrogen (N), Phosphor (p), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan

    Sulfur (S), sedangkan yang termasuk dalam mikronutrisi adalah Besi (Fe),

    Tembaga (Cu), Zeng (Zn), Boron (B), Molebdenum (Mo) dan Klorin (Cl)

    (Motavalli et. al. 2005). Nutrisi yang terkandung pada tanaman selain dibutuhkan

    dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, juga sangat dibutuhkan oleh

    serangga untuk perkembangan hidupnya.

    Sifat atraktan tanaman inang terhadap serangga sangat dipengaruhi oleh

    kandungan nutrisi tanaman inang yang sangat menentukan jumlah protein di

    dalam tanaman inang.konsentrasi protein juga sangat ditentukan oleh tipe

    tanaman, umur dan kandungan nutrisi tanah. Daun tanaman merupakan bagian

    tanaman yang sangat disukai oleh serangga karena memiliki nutrisi makanan

    paling baik dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya, salah satu nutrisi

    tanaman yang utama dibutuhkan oleh serangga adalah Nittrogen. Nitrogen dalam

    bentuk protein dan asam amino sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan

    dan reproduksi serangga. Tanaman yang banyak mengandung asam amino dapat

    meningkatkan kemampuan reproduksinya. Nutrisi tanaman paling banyak terdapat

    pada jaringan tanaman yang lebih muda dibandingkan dengan jaringan tanaman

    yang sudah tua. Bunga, buah dan daun tanaman mengandung 1-5% atau lebih

  • 30

    Nitrogen, sedangkan pada batang pembuluh floem mengandung 0,5% Nitrogen

    dan xylem hanya 0,1% Nitrogen (Cloyd, 2005).

    Chapman (1971) mengemukakan bahwa makanan sangat berperan

    terhadap perkembangbiakan serangga terutama terhadap keperidian serangga

    betina. Tobing (1996) menyatakan bahwa menurunnya kondisi nutrisi tanaman

    dengan bertambahnya umur berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam

    komposisi asam-asam amino pada tanaman. Hal tersebut di atas menunjukkan

    bahwa kandungan nutrisi sangat menentukan preferensi serangga terhadap

    tanaman inang, baik untuk makanan maupun meletakkan telur.

    Menurut Doutt (1959) terdapat empat tahapan yang harus dilewati agar

    parasitoid berhasil memarasit inangnya yaitu: 1) penemuan habitat inang, 2)

    penemuan inang, 3) penerimaan inang dan 4) kesesuaian inang. Penemuan inang

    terutama oleh parasitoid dipandu oleh rangsangan kimia yang berasal dari

    senyawa-senyawa volatile. Rangsangan tersebut daoat berupa bau yang berasal

    dari makanan atau tanaman yang terluka atau yang rusak, organisme yang

    berasosiasi dengan inang atau inang itu sendiri. Tanaman merupakan syarat utama

    karena tanaman mempunyai peran yang dominan dalam mendukung suatu habitat

    yang khas, akibatnya ssuatu parasitoid kadang-kadang tertarik pada tanaman

    tertentu meskipun di tempat tersebut tidak terdapat inang. Parasitoid kadang-

    kadang juga memarasit inang yang terdapat pada jenis tanaman tertentu dan tidak

    pada jenis tanaman yang lain (Vinson, 1981).

    Penemuan inang oleh parasitoid dipandu oleh rangsangan fisik dan kimia.

    Rangsangan fisik yang berperan terutama suara dan gerakan. Rangsangan kimia

    dapat dibagi menjadi 2 kelompok. Pertama, rangsangan kimia yang dapat diterima

  • 31

    dari jarak jauh misalnya bau inang. Rangsangan yang diterima memungkinkan

    parasitoid untuk melokalisasi areal pencarian inang. Kedua, rangsangan kimia

    yang dapat dideteksi hanya dari jarak dekat yaitu setelah terjadi kontak fisik.

    Rangsangan ini biasanya berasal dari senyawa-senyawa padat atau cair misalnya

    kotoran inang, sekresi dari kelenjar labium inang, produk inang lain dan bekas

    parasitoid lain. Adanya rangsangan ini memungkinkan terjadinya kontak antara

    parasitoid dengan inangnya yang dicirikan oleh perilaku pengujian oleh parasitoid

    berupa pergerakan memutar dengan cepat dan perubahan kecepatan pergerakan.

    Faktor lain yang ikut menentukan penemuan inang adalah pengalaman dan

    perilaku orientasi parasitoid.

    Penerimaan inang atau pengenalan inang adalah proses diterima atau

    ditolak inang untuk peletakan telur setelah terjadi kontak (Arthur, 1981). Proses

    tersebut dibagi dalam empat fase yaitu : 1) kontak dan pemeriksaan, 2) penusukan

    dengan ovipositor, 3) pemasukan ovipositor dan 4) peletakan telur. Keempat fase

    tersebut harus lengkap dan berurutan sehingga bila terjadi hambatan pada salah

    satu fase, proses dimulai kembali dari awal. Penerimaan inang juga dipandu

    terutama oleh rangsangan fisik dan kimia selain itu, pengalaman parsitoid

    sebelumnya termasuk tempat perkembangan parsitoid juga berpengaruh pada

    proses penerimaan inang. Rangsangan fisik yang berperan adalah kondisi fisik

    inangnya seperti ukuran, bentuk, tekstur atau bentuk permukaan, warna dan

    kandungan air. Rangsangan lainnya adalah pergerakan inang misalnya kegiatan

    makan inang dan perkembangan embrio dalam telur. Rangsangan kimia dapat

    berasal dari senyawa-senyawa yang terdapat di luar dan di dalam tubuh inang

    yang dapat dideteksi dengan antenna, tarsi atau ovipositor. Senyawa-senyawa

  • 32

    tersebut dapat disekresikan melalui kutikula, diekskresikan bersama-sama kotoran

    atau terdapat pada jaringan-jaringan tertentu dalam tubuh inang (Arthur, 1981).

    Kesesuaian inang yang menentukan perkembangan parasitoid sampai

    menjadi imago tergantung pada beberapa faktor yaitu 1) kemampuan parasitoid

    dalam menghindari atau melawan system pertahanan inang, 2) kompetisi dengan

    parasitoid lain, 3) adanya toksin yang mengganggu atau merusak telur atau larva

    parasitoid, dan 4) kesesuaian makanan parasitoid. Menurut Clark et al., (1976)

    dan Berryman (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan parasitoid

    adalah faktor luar (ekstrinsik) dan faktor dalam (intrinsik). Faktor luar terdiri dari

    (a) faktor makanan seperti jumlah makanan, kecocokan makanan, kandungan gizi,

    kadar air yang sesuuai dan tanaman inang yang sesuai untuk pertumbuhan dan

    perkembangannya, (b) Faktor iklim seperti suhu, kelembaban, cahaya dan aerasi

    yang baik untuk pembiakan masal, (c) Faktor biologis, termasuk di dalamnya

    adalah musuh alami lainnya seperti parasite dan predatr, (d) Faktor manusia, yang

    dimaksud disini adalah sejauh mana tindakan pengendalian serangga hama yang

    telah dilakukan dengan manipulasi tanaman inang, pergiliran tanaman ataupun

    pengendalian dengan pestisida. Faktor dalam adalah (a) ketahanan genetik,

    dimana serangga mampu menciptakan ketahanan secara alami sehingga serangga

    mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis inang atau makanannya

    sehingga seranga mampu mempertahankan hidupnya (b) Nisbah Kelamin yaitu

    perbandingan jumlah serangga betina dan jantan yang menentukan banyak

    tidaknya jumlah keturunan yang dihasilkan, (c) Kemampuan beradaptasi yaitu

    sejauh mana serangga mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan iklim

    pada lingkungan sekitarnya.

  • 33

    BAB III

    KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Berpikir

    Permasalahan klasik yang dialami oleh Indonesia dalam perdagangan

    komoditas hortikultura di luar negeri adalah standar mutu pertanian. Standar mutu

    yang dimaksud adalah suatu produk hortikultura tidak boleh mengandung residu

    zat berbahaya melebihi ambang batas, tidak mengandung organisme pengganggu

    tumbuhan (OPT) tertentu dan Negara pengeksport harus mempunyai dan

    menyediakan daftar spesies dengan deskripsinya yang cukup tentang OPT yang

    berasosiasi dengan komoditas tersebut. Persyaratan itu diperlukan apabila Negara

    pengeksport hendak memperluas pasar perdagangan pertanian (BKP, 2007a).

    Salah satu organisme pengganggu tumbuhan yang banyak disoroti berkaitan

    dengan perdagangan produk pertanian tersebut adalah lalat buah.

    Lalat buah adalah serangga hama yang berasal dari famili Tephritidae yang

    mempunyai 5 genus dan 4000 spesies telah teridentifikasi di dunia. Semakin deras

    masuknya buah-buahan dari luar terutama dari daerah-daerah endemis

    mempunyai resiko masuknya spesies lalat buah ke suatu daerah sangat tinggi.

    Seperti hasil penelitian lalat buah pertama kali yang pernah dilakukan oleh Hardy

    pada tahun 1985 di Indonesia yang menemukan 66 spesies. Pada tahun 1992

    sampai dengan 1994, Pusat Karantina Pertanian secara nasional melakukan survei

    ulang mengenai lalat buah dan menemukan sekitar 47 spesies, 20 spesies di

    antaranya merupakan kompleks Bactrocera dorsalis (Drew & Hancock 1994;

    Hamzah 2004). Sementara laporan AQIS (2008) menyebutkan bahwa terdapat 63

  • 34

    spesies lalat buahdi Indonesia namun tidak termasuk Ceratitis capitata Wied.

    yang dikenal dengan sebutan Mediterranean Fruit Fly atau Medfly sebagai hama

    penting tanaman jeruk di wilayah sekitar laut Tengah (White & Harris 1992).

    Secara umum, lalat buah mempunyai 2 kelompok sifat populasi yaitu lalat

    buah univoltine dan multivoltine. Lalat buah univoltine memiliki habitat di

    daerah temperate dan lalat buah multivoltine habitatnya di daerah tropis dan

    subtropis (Harris, 1993). Suhu merupakan faktor kunci yang mempengaruhi

    kehidupan lalat buah yang hidup di daerah temperate. Sementara curah hujan

    lebih dominan mempengaruhi kehidupan lalat buah di daerah tropis dan subtropis

    (Celedonio et al., 1995 dalam Israely et al., 1997). Lalat buah multivotine, yang

    hidup di daerah tropis seperti di Indonesia dan khususnya di Bali, mempunyai

    generasi lebih dari sekali dalam 1 tahun. Kejadian tersebut, menyebabkan lalat

    buah yang hidup di daerah tropis sangat terkait dengan persebaran, kelimpahan,

    ketersediaan dan jenis tanaman inang yang ada.

    Menurut Ginting (2007), spesies yang banyak ditemukan adalah B.

    carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang populasinya

    paling melimpah di suatu daerah. Kejadian tersebut disebabkan karena kedua

    spesies tersebut bersifat polifag yang dapat memanfaatkan berbagai jenis tanaman

    buah-buahan sebagai inang yang ketersediaan berlimpah sepanjang waktu.

    Menurut White & Hancock (1997) serta CABI (2007), tanaman inang B.

    carambolae adalah belimbing, belimbing waluh, jambu air,jambu biji, tomat,

    cabe, nangka, cempedak, sukun, jeruk lemon, sawo, manggis, mangga, aren,

    ketapang dan lain lain. Tanaman inang B. papayae antara lain pisang, pepaya,

    jambu biji, jambu bol, jeruk manis, sawo, belimbing, sirsak, manggis, rambutan,

  • 35

    nangka, mangga, duku, rambai, kolang-kaling, cabe, terong, markisa dan lain lain.

    Suatu area yang luas akan mendukung pertambahan populasi spesies karena

    tersedianya sumber makanan dan habitat yang sesuai (Arthur & Wilson, 1967).

    Disamping itu menurut AQIS (2008), kedua spesies tersebut merupakan hama

    penting karena menyebar luas dalam populasi yang sangat tinggi.

    Selain itu, pembatas utama yang mempengaruhi keberadaan suatu spesies

    lalat buah yaitu suhu, habitat yang tidak mendukung (ketersediaan inang), dan

    daerah jelajah yang tidak mendukung (McPheron & Steck,1996). Perbedaan pola

    atau sifat antara satu komunitas dengan komunitas lain dapat merupakan

    penyebab terjadinya perbedaan proporsi spesies-spesies tersebut. Sebagian spesies

    mungkin sangat jarang ditemukan dan mempunyai kelimpahan yang kecil atau

    dapat disebut sebagai spesies non dominan. Jenis spesies yang jarang tersebut

    dapat merupakan spesies yang menetap dan mencari makan disuatu habitat atau

    mungkin hanya merupakan penjelajah eksidental (tidak tetap) dari habitat yang

    berdekatan atau bahkan jenis migran (Ricklefs, 1978; Odum, 1983).

    Keragaman jenis dan kelimpahan tanaman inang sangat mempengaruhi

    kehidupan dan kelimpahan populasi lalat buah di alam. Semakin beragam dan

    berlimpahnya tanaman inang memberikan pengaruh positif terhadap dinamika

    populasi lalat buah. Disamping ketersediaan tanaman inang, kualitas tanaman

    inang juga sangat menentukan. Kualitas dan kuantitas sangat berpengaruh

    terhadap kelimpahan lalat buah tersebut. Oleh karena itu, dinamika populasi pada

    saat menjelang musim panen mempunyai kecendrungan yang meningkat

    dibandingkan pada musim prapanen.

  • 36

    Menurut Siwi (2005), tingkat kematangan buah juga berpengaruh terhadap

    kehidupan lalat buah. Buah yang lebih matang lebih disukai oleh lalat buah untuk

    meletakkan telur daripada buah yang masih hijau. Hal tersebut karena berkaitan

    dengan kandungan asam amino, vitamin, mineral, air, dan karbohidrat yang dapat

    memperpanjang umur serta meningkatkan keperidian lalat buah. Oleh karena itu,

    pada buah-buahan yang matang kelimpahan lalat buah meningkat. Kelimpahan

    lalat buah yang dominan menimbulkan persentase serangan yang dominan pula

    pada tanaman tertentu. Kerusakan yang diakibatkan lalat buah menyebabkan

    gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan, sehingga

    produksi baik kualitas maupun kuantitas menurun. Kehilangan hasil yang

    diakibatkan oleh serangan hama lalat buah bervariiasi antara 30-100% bergantung

    pada kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta &

    Verma 1978, Dhilton et al., 2005a, 2005b dan 2005c). Kehilangan hasil diikuti

    dengan intensitas serangan lalat buah di Bali yang menunjukkan variasi yang

    cukup besar, yaitu antara 6,4 - 70% (Sarwono, 2003). Sodiq (2004) menyatakan

    bahwa intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara 14,8%-23%,

    namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan lalat buah khususnya pada

    belimbing dan jambu biji dapat mencapai 100%.

    Besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh lalat buah diperlukan suatu

    pengendalian yang efektif yang efisien salah satunya dengan pengendalian hayati.

    Pengendalian hayati merupakan penggunaan agens hayati untuk dapat mengatur

    populasi lalat buah di lapangan. Agens hayati atau musuh alami alami tersebut

    terdiri dari 3 (tiga) kelompok yaitu predator, pathogen dan juga parasitoid.

    Predator yang memangsa lalat buah di lapangan antara lain semut, laba- laba,

  • 37

    kumbang, dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan

    Mucor sp. (Siwi et al.., 2006) dan parasitoid yang menyerang lalat buah adalah

    berasal dari famili Braconidae (Hymenoptera).

    Diantara 3 musuh alami tersebut, parasitoid merupakan komponen pengatur

    alami yang bertautan dengan kepadatan populasi lalat buah di lapangan. Fluktuasi

    kelimpahan populasi parasitoid sangat dipengaruhi oleh struktur populasi di

    lapangan. Jenis-jenis musuh alami yang telah dilaporkan berasosiasi dengan lalat

    buah adalah parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Fopius spp. dan

    Biosteres spp. Komposisi jenis dan efektivitas spesies parasitoid tertentu dari

    spesies opiine bervariasi tergantung pada wilayah dan jenis buah menyerang.

    Jenis buah, ukuran dan kematangan mempengaruhi tingkat parasitisasi larva lalat

    buah. Tingkat parasitisasi terbesar oleh Diachasmimorpha longicaudatus telah

    ditemukan dari buah-buahan kecil seperti buah kopi, kopi Arabia L., loquat,

    Ertobtrya japonica (Lindl.), dan buah persik Prunus persica L. dibandingkan dari

    buah jeruk besar (Wharton dkk, 1981;. Harris et al., 1986 dan 1988;.Harris &

    Bautista, 1996).

    Informasi tentang keberadaan jenis-jenis lalat buah yang ada di suatu daerah

    perlu diketahui dan dilaporkan sebagai langkah antisipasi untuk melakukan survei

    dan pengendalian pada tanaman buah yang dibudidayakan. Hal ini penting karena

    spesies lalat buah tertentu mempunyaipreferensi terhadap jenis inang tertentu

    (Muryati et al., 2005). Oleh karena itu perlu penelitian mengenai keragaman dan

    dinamika populasi lalat buah di area produksi atau area tertentu dan membuat

    daftar spesies, pemetaan daerah sebar dan deteksi lalat buah di Bali.

  • 38

    Diketahuinya keragaman dan dinamika populasi lalat buah di Bali mempunyai

    arti penting dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan monitoring maupun

    pengendalian yang akan dilakukan agar lebih efektif dan efisien terutama di Bali.

    Oleh karena itu, dilakukan berbagai penelitian berkaitan dengan keragaman dan

    dinamika populasi lalat buah dan juga mengenai keragaman dan tingkat

    parasitisasi parasitoid untuk mendapatkan agens hayati yang efektif

    mengendalikan lalat buah di lapangan. Informasi tentang keberadaan jenis-jenis

    lalat buah, parasitoid dan tanaman inang yang ada di suatu daerah diperlukan

    untuk mengantisipasi ledakan hama tersebut di lapangan. Kerangka berpikir

    penelitian tersaji dalam Gambar 3.1.

    Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian

    3.2 Konsep

    Konsep penelitian adalah untuk mengetahui keragaman, indeks keragaman

    dan indeks dominansi lalat buah, untuk mengetahui indeks kesamaan spesies lalat

    buah, untuk mengetahui hubungan kelimpahan populasi dengan persentase

  • 39

    serangan lalat buah yang menyerang tanaman buah-buahan di lapang serta untuk

    mengetahui keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid yang berasosiasi dengan

    masing-masing spesies lalat buah di lapangan (Gambar 3.2).

    Pengamatan tentang keragaman spesies lalat buah yang didapatkan di pasar,

    ditujukan untuk melihat spesies-spesies lalat buah yang ada di Bali ataupun

    spesies-spesies yang masuk ke Bali. Oleh karena itu hasil penelitian yang

    dilakukan di pasar diharapkan dapat memetakan spesies-spesies yang ada di Bali,

    dan juga karena Pasar menjadi tempat keluar masuknya lalat buah dari luar atau

    dalam Bali. Penelitian dilakukan dengan pemasangan perangkap di setiap Pasar

    dan pengambilan sampel buah yang terserang. Sampel buah di pelihara, diamati

    dan diidentifikasi serta sampel lalat buah yang terperangkap juga diidentifikasi di

    laboratorium. Penghitungan hasil keragaman lalat buah menggunakan rumus

    Shannon-Wiener.

    Penelitian mengenai keragaman juga dilakukan di lapangan yaitu di sentra

    tanaman buah tertentu, untuk melihat dan membandingkan keragaman dan

    kesamaan spesies lalat buah di lapangan dan yang ditemukan di pasar. Selain itu

    juga dilakukan untuk membandingkan spesies-spesies lalat buah yang ada dan

    menyerang di Bali. Pelaksanaan penelitian adalah dengan pemasangan perangkap

    dilakukan di lapangan yang terdapat Sentra-Sentra tanaman buah budidaya yang

    ada. Selain pemasangan perangkap, juga dilakukan pengambilan sampel buah

    yang terserang untuk melihat lalat buah apa yang menyerang buah-buahan yang

    terdapat di Bali. Kemudian, sampel buah dan sampel lalat buah yang terperangkap

    di identifikasi di laboratorium.

  • 40

    Penelitian mengenai dominansi spesies lalat buah juga dilakukan di lapangan

    dan di laboratorium. Pelaksanaan penelitian yaitu dengan pemasangan perangkap

    di lokasi Pasar dan di sentra buah-buahan di Bali serta pengambilan sampel buah

    di lapangan, kemudian dipelihara sampai munculnya imago dari lalat buah. Lalat

    buah yang muncul kemudian di identifikasi dan diteliti spesies lalat buah yang

    dominan menyerang buah-buahan di Bali.

    Untuk mengetahui indeks kesamaan dilakukan dengan pemasanagan

    perangkap pada setiap lokasi penelitian di pasar dan sentra buah-buahan. Untuk

    mengetahui hubungan kelimpahan dengan intensitas serangan lalat buah di

    lapangan dilakukan dengan cara pengambilan sampel buah di lapangan kemudian

    dipelihara di laboratorium dan setelah muncul imago lalat buah kemudian

    identifikasi. Persentase serangan lalat buah dilakukan di lapangan dengan melihat

    tanaman buah yang diserang lalat buah dengan menghitung jumlah buah yang

    diserang serta dihitung dengan rumus persentase serangan menggunakan rumus

    Kilmaskossu dan Nerokouw (1993).

    Penelitian terakhir yaitu dilakukan di laboratorium dengan melihat

    keragaman parasitoid dan tingkat parasitisasi dengan metode survey dan rearing di

    laboratorium. Penelitian terakhir mengenai keragaman dan tingkat parasitisasi

    parasitoid dilakukan dengan pemeliharaan sampel buah yang didapatkan dan

    mengamati jenis parasitoid yang muncul. Tingkat parasitisasi dihitung dengan

    menggunakan rumus tingkat parasitisasi Buchori et al., 2010.

    Peubah yang diamati dari penelitian keragaman adalah spesies atau jenis

    lalat buah, dan juga jenis parasitoid yang muncul dari sampel buah yang di

    rearing. Peubah yang diamati dalam penelitian kesamaan lalat buah adalah

  • 41

    kesamaan spesies lalat buah di pasar dengan di lapangan, peubah mengenai

    dominansi adalah spesies lalat buah yang dominan, peubah kelimpahan dan

    persentase serangan adalah jumlah populasi pada saat tertentu pada masing-

    masing tempat dengan persentase serangan yang ditimbulkan, serta penelitian

    keragaman dan tingkat parasitisasi parasitoid peubahnya adalah spesies parasitoid

    yang muncul, jumlah parasitoid serta tingkat parasitisasi dari parasitoid.

    Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

    3.3 Hipotesis

    Hipotesis dari penelitian ini adalah:

    1. Keragaman lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan di Bali tergolong

    rendah dan didominansi oleh spesies B. carambolae dan B. papayae.

  • 42

    2. Kesamaan spesies lalat buah di pasar dan di sentra buah-buahan sangat

    tinggi.

    3. Hubungan kelimpahan populasi dan persentase serangan lalat buah

    mempunyai korelasi positif.

    4. Keragaman dan tingkat parasitasi parasitoid tergolong rendah.

  • 43

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium. Penelitian di

    Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit

    Terpadu Tanaman Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

    Universitas Udayana Bali dengan ketinggian 30 meter diatas permukaan laut.

    Penelitian di lapangan dilaksanakan dengan metode survey tetap yang

    dilakukan pemasangan perangkap (trapping) di Pasar Klungkung, Pasar Gianyar,

    Pasar Kreneng, Pasar Badung dan Pasar Anyar Ubung. Pemilihan pasar sebagai

    tempat pemasangan perangkap karena di pasar sebagai tempat masuknya buah-

    buahan yang yang berasal dari luar Bali dan sekitar Bali. Pasar Klungkung adalah

    tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar seperti NTT,

    NTB dan tempat masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pasar Gianyar adalah

    tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar dan tempat

    masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pasar Kreneng adalah tempat kedua buah-

    buahan yang dipasarkan yang berasal dari luar dan tempat masuknya buah-buahan

    lokal (Bali). Pasar Badung adalah tempat kedua buah-buahan yang dipasarkan

    yang berasal dari luar dan tempat masuknya buah-buahan lokal (Bali). Pemilihan

    Pasar Anyar karena pasar tersebut adalah tempat pertama masuknya buah-buahan

    yang akan dipasarkan ke Bali. Metode survey berikutnya yaitu di sentra tanaman

    buah dengan pemasangan perangkap (trapping) di lapangan yaitu di Sentra

    mangga yang dilakukan di Desa Kubutambahan (Buleleng), Sentra Jeruk di Desa

  • 44

    Abuan (Bangli), Sentra Cabai besar di Desa Baturiti (Tabanan), Sentra Cabai kecil

    di Desa Keramas (Gianyar) dan Sentra Semangka di Desa Sampalan Klod

    (Klungkung). Penelitian di laboratorium dan di lapangan tersebut berlangsung

    selama 3 bulan dari bulan Januari sampai Maret 2014, dengan rata-rata suhu 200C

    dan kelembaban 80% .

    4.2 Alat dan Bahan

    4.2.1 Alat

    Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop, digital microskop, cawan

    petri, pinset, kuas, botol parfum kecil ukuran 10 cc, gunting, kain, perangkap,

    kamera dan stoples plastik. Tempat plastik yang digunakan memiliki tinggi 15

    cm diameter 20 cm dan diberi ventilasi udara berupa kain kasa yang dipasang

    pada tutup atas gelas yang telah dilubangi.

    4.2.2 Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ada