lansia i.saraf

60
MAKALAH SISTEM PERSYARAFAN PARKINSON Disusun Oleh Kelompok II : 1. Tiara Simarmata (201111107) 2. Rosiana Veronika (201111091) 3. Khristina Damayanti (201111065) 4. Sri Setyani (201111100) 5. Regina (201111088) 6. Luvy Septiana K (201111070) 7. Rangga Sandy S 8. Sri Handayani (201111099) S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SANTA ELISABETH SEMARANG 2012/2013

Upload: pamungkas-jayuda

Post on 06-Aug-2015

73 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lansia I.saraf

MAKALAH SISTEM PERSYARAFAN

PARKINSON

Disusun Oleh Kelompok II :

1. Tiara Simarmata (201111107)

2. Rosiana Veronika (201111091)

3. Khristina Damayanti (201111065)

4. Sri Setyani (201111100)

5. Regina (201111088)

6. Luvy Septiana K (201111070)

7. Rangga Sandy S

8. Sri Handayani (201111099)

S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SANTA ELISABETH

SEMARANG

2012/2013

Page 2: Lansia I.saraf

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami dapat

menyelesaikan makalah tentang “Parkinson”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah SISTEM

PERSYARAFAN. Dalam menyelesaikan makalah ini kami berusaha menyusun

dengan baik.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi

pembaca dan untuk kesempurnaan makalah ini kami mengharapkan kritikan dan

saran-saran yang bersifat membangun.

Semarang,

Penyusun

Page 3: Lansia I.saraf

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Tujuan

BAB II PENYAKIT PARKINSON

2.1 Proses degenerative susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi

2.2 Fisiologi susunan saraf pusat dan tepi

2.3 Patofisiologi Parkinson

2.4 Diet untuk Parkinson

2.5 Farmakologi untuk Parkinson

2.6 Penatalaksanaan medis Parkinson

2.7 Askep Parkinson

2.8 Keterampilan memberikan pendidikan kesehatan tentang Parkinson

2.9 Keterampilan memberikan terapi modalitas

2.10 Keterampilan melakukan pemenuhan ADL

2.11 Keterampilan melakukan PF system persyarafan

2.12 Keterampilan memberikan penkes ke keluarga tentang perawatan

pasien persyarafan selama di rumah (cara berjalan dengan tripon dan walker)

2.13 Askep

2.14 Pertanyaan pemicu

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Lansia I.saraf

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat

kronis progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia

Alzheimer.Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik

langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun

keluarga.Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James

Parkinson pada tahun 1887.Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang

mengalami ganguan pergerakan.

Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor,

rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut

merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada system

nigrostriatal.Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam.Tanda-tanda

motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan

disfungsi autonom.

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan

wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya

muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.

Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia

dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada

usia 85 – 89 tahun.

Penyakit Parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara

perlahan. Pada banyak penderita, pada mulanya Penyakit Parkinson muncul sebagai

tremor (gemetar) tangan ketika sedang beristirahat, tremorakan berkurang jika tangan

digerakkan secara sengaja dan menghilang selama tidur. Stres emosional atau

kelelahan bisa memperberat tremor. Pada awalnya tremor terjadi pada satu tangan,

akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan tungkai. Tremor juga akan

mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata.

Penderita Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam memulai suatu

pergerakan dan terjadi kekakuan otot. Jika lengan bawah ditekuk ke belakang atau

diluruskan oleh orang lain, maka gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan imobilitas

bisa menyebabkan sakit otot dan kelelahan.Kekakuan dan kesulitan dalam memulai

suatu pergerakan bisa menyebabkan berbagai kesulitan.Otot-otot kecil di tangan

seringkali mengalami gangguan, sehingga pekerjaan sehari -hari (misalnya

mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu) semakin sulit dilakukan.Penderita

Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam melangkah dan seringkali berjalan

tertatih-tatih dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan langkahnya.Jika

Page 5: Lansia I.saraf

penderita Penyakit Parkinson sudah mulai berjalan, mereka mengalami kesulitan

untuk berhenti atau berbalik.Langkahnya bertambah cepat sehingga mendorong

mereka untuk berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap tubuhnya menjadi bungkuk

dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung jatuh ke depan atau ke

belakang.Wajah penderita Penyakit Parkinson menjadi kurang ekspresifkarena otot-

otot wajah untuk membentuk ekspresi tidak bergerak. Kadang berkurangnya ekspresi

wajah ini disalah artikan sebagai depresi, walaupun memang banyak penderita

Penyakit Parkinson yang akhirnya mengalami depresi.Pandangan tampak kosong

dengan mulut terbuka dan matanya jarang mengedip.Penderita Penyakit Parkinson

seringkali ileran atau tersedak karena kekakuan pada otot wajah dan tenggorokan

menyebabkan kesulitan menelan.Penderita Penyakit Parkinson berbicara sangat pelan

dan tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena mengalami kesulitan dalam

mengartikulasikan fikirannya.Sebagian besar penderita memiliki intelektual yang

normal, tetapi ada juga yang menjadi pikun.

2.2 Tujuan

1.2.1 Mahasiswa/i mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan.

1.2.2 Mahasiswa mampu/i mampu menganalisa asuhan keperawatan

PARKINSON Pneumonia pada lansia dengan mengintegrasikan ilmu

biologi, biokimia, anatomi, fisiologi, patologi, patofisiologi, farmakologi,

dan gizi.

2.3 Manfaat

1.3.1 Agar mahasiswa/i mampu memahami tentang sistem persyarafan,

khususnya pada lansia.

1.3.2 Agar mahasiswa/i mampu memahami tentang PARKINSON.

1.3.3 Agar mahasiswa/i mampu mengimplementasikan penatalaksanaan dengan

pasien parkinson.

Page 6: Lansia I.saraf

BAB II

ISI

2.1 Proses degeneratif susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi

Sel-sel saraf baik pada sistem saraf pusat ataupun sistem saraf perifer

sejak sudah dahulu dianggap tidak dapat membelah diri pada individu yang

telah selesai perkembangan sistem sarafnya.Hasil-hasil penelitian pada akhir-

akhir ini menunjukan bahwa kemungkinan besar sel-sel saraf tersebut masih

dapat membelah diri walaupun sangat lamban.Sedangkan tonjolan-tonjolan

sel saraf pada sistem saraf pusat apabila mengalami kerusakan sangat sulit

dapat tumbuh kembali.Sebaliknya pada sistem saraf perifer penggantian

tonjolan saraf berlangsung mudah selama bagian perikarion tidak mengalami

kerusakan.

Apabila sebuah saraf mati bersama tonjolan-tonjolannya, maka sel-sel saraf

yang berhubungan dengan sel saraf tersebut tidak ikut mati, kecuali untuk sel

neuron yang hanya berhubungan dengan sel saraf mati tadi.Peristiwa

semacam ini dinamakan Degenerasi-transneral.

Keadaan untuk sel-sel glia pada sistem saraf pusat dan sel schwann serta sel

satelit ganglion pada sistem saraf perifer berlawanan dengan sel-sel saraf, oleh

karena mereka sangat mudah melangsungkan pembelahan sel. Akibatnya

kematian sel-sel saraf akan cepat diganti oleh sel-sel glia atau sel schwann

atau sel satelit.

Sangatlah perlu untuk membedakan perubahan-perubahan yang

berlangsung pada bagian proksimal dan distal dari kerusakan sebuah serabut

saraf, sebab bagian proksimal dari kerusakan yang dekat dengan badan sel

lebih mudah mengalami degenerasi total.

Kerusakan pada axon akan mengakibatkan perubahan-perubahan

dalam perikarion sebagai berikut :

- Hilangnya badan Nissl sehingga neroplasma berkurang basofil

(khromatolisis)

- Membesarnya volume perikarion

- Perpindahan inti kedaerah tepi

Bagian sebelah distal dari kerusakan, degenerasi total dialami oleh

seluruh axon bersama selubung mielin yang di ikuti oleh pembersihan sisa-

sisa degenerasi oleh sel makrofag. Sementara proses ini berlangsung, sel-sel

schwann akan membelah diri secara aktif sehingga membentuk batang solid

yang mengisi bekas yang dilalui oleh axon. Rangkain sel-sel ini akan

Page 7: Lansia I.saraf

bertindak segai pengarah untuk pertumbuhan axon yang bertunas dalam fase

perbaikan. Serabut otot yang di persarafi axon yang rusak tampak mengecil.

Sekitar 3 minggu setelah kerusakan serabut saraf, ujung serabut saraf sebelah

proksimal dari kerusakan akan tumbuh dan bercabang-cabang sebagai

serabut-serabut halus ke arah pertumbuhan sel-sel schwann. Diantara sekian

banyak percangan axon beberapa akan terus tumbuh, khususnya yang dapat

menerobos rangkain sel-sel schwann untuk mencapai sel efektor, misalnya

otot. Apabila celah yang memisahkan bagian proksimal dan bagian distal dari

axon cukup lebar atau pada keadaan hilangnya sama sekali bagian distal,

misalnya amputasi, maka saraf-saraf sebagian hasil pertumbuhan baru tersebut

membentuk gulungan yang menyebabkan rasa sakit. Pembentukan gulungan

tersebut diberi nama yang sebenarnya kurang benar sebagai neroma amputasi.

Proses perubahan degeneratif pada bagian distal dari kerusakan dinamakan

degenerasi sekunder dari Waller.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi degenerative system saraf

Faktor-faktor yang mempengaruhi degeneratif sistem syaraf khususnya pada

penyakit parkinsson adalah :

Usia

Karena Penyakit Parkinson umumnya dijumpai pada usia lanjut dan

jarang timbul pada usia di bawah 30 tahun

Ras

Di mana orang kulit putih lebih sering mendapat penyakit Parkinson

daripada orang Asia dan Afrika.

Genetik, factor genetik amat penting dengan penemuan pelbagai

kecacatan pada gen tertentu yang terdapat pada penderita Penyakit

Parkinson, khususnya penderita Parkinson pada usia muda.

Toksin (seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-trihidroxypyridine (MPTP),

CO, Mn, Mg, CS2, methanol, etanol dan sianida), penggunaan

herbisida dan pestisida, serta jangkitan.

Cedera kranio serebral, meski peranannya masih belum jelas, dan

Tekanan emosional, yang juga dipercayai menjadi faktor risiko.

Pada Penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami

kemunduran sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan

dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit. Penyebab dari

kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin biasanya tidak diketahui.

Page 8: Lansia I.saraf

2. Letak dan produksi neurotransmitter

Sinaps adalah struktur yang terdapat diantara neuron. Impuls ditransmisi

dari neuron ke neuron lain dan pada organ tubuh yang berhubungan. Sinaps

adalah titik pertautan antara dua neuron.Neurotransmitter adalah agen kimiawi

yang berperan dalam mentransmisi impuls melalui sinaps.Neurotransmitter

yang bersifat eksitasi adalah acetylcholine, norepinephrine, dopamine,

glutamate dan histamine.Sedangkan neurotransmitter yang pada umummnya

menginhibisi adalah gamma aminobutyric acid (GABA) pada jaringan otak

dan glycine pada medula spinalis. Serotonin menghambat dan mengontrol

tidur, lapar dan mempengaruhi kesadaran

3. Peran neurotransmitter dan efeknya jika kadarnya berubah

Asam amino adalah bahan baku untuk neurotransmiter dan berbagai

vitamin dan mineral adalah co-faktor yang diperlukan untuk produksi

mereka. Ada sekitar 28 asam amino yang digunakan dalam tubuh. Hati

memproduksi sekitar 80 persen dari mereka, sedangkan 20 persen sisanya

harus diperoleh dari diet kita, maka 'asam amino esensial' nama mereka. Asam

amino esensial yang berasal dari protein, dan penelitian menunjukkan bahwa

diet kekurangan protein akan menyebabkan tingkat neurotransmitter yang

lebih rendah dan akibatnya masalah kesehatan mental.Asam amino esensial

untuk produksi serotonin triptofan, fenilalanin dan tirosin sementara adalah

blok bangunan untuk dopamin dan noradrenalin. Gambar di bawah

menunjukkan beberapa langkah biokimia penting yang dibutuhkan untuk

produksi neurotransmitter dopamin dan serotonin.Seperti ditunjukkan dalam

gambar di bawah ini, tirosin dan triptofan pergi melalui sejumlah proses

metabolisme dalam tubuh sebelum akhirnya diubah menjadi neurotransmitter

dopamin dan serotonin. Untuk hal ini terjadi secara efektif, tubuh harus

memiliki toko-toko yang cukup vitamin dan mineral tertentu.Sebagai contoh,

asam folat, zat besi, vitamin B6, vitamin C, magnesium dan tembaga adalah

penting co-faktor penting untuk produksi dopamin. Produksi serotonin

bergantung pada tingkat yang memadai kalsium, asam folat, zat besi,

magnesium, vitamin B6, vitamin C dan zinc dalam tubuh. Fakta ini sering

dilupakan ketika datang untuk mengobati masalah suasana hati. Kecuali tubuh

memiliki pasokan nutrisi yang baik, sejumlah proses fisiologis akan terhenti

dan akan menghasilkan masalah mood. 

Tingkat neurotransmitter dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Jelas gizi

dan kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi memainkan peran besar, tetapi

ada sejumlah pengaruh utama lainnya pada produksi

Page 9: Lansia I.saraf

neurotransmiter. Beberapa ini adalah rinci dalam tabel di bawah ini. Penyebab

ini dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan kita dan pada

proses metabolisme dalam tubuh kita. 

Penyebab Ketidakseimbangan Neurotransmitter

Pola makan yang buruk misalnya,

protein rendah, gula tinggi, tinggi

lemak jenuh, lemak tak jenuh yang

rendah

Penggunaan alkohol menggunakan /

narkoba Kelebihan

Gizi kekurangan

Obat-obat tertentu

Kronis stres fisik dan emosional

Bedah / operasi

Kondisi medis misalnya, diabetes,

kondisi tiroid, penyakit

kardiovaskular.

Membatasi diet

Genetik membuat & biokimia

individu

Gangguan metabolic

Toksisitas logam

Masalah pencernaan

Alergi

Kimia & makanan sensitivitas

Tinggi stres dan / atau trauma

psikologis

Kurang tidur

Virus & infeksi

Kurangnya, atau berlebihan, olahraga

Hormon ketidakseimbangan

Penting kekurangan asam lemak

Ketidakseimbangan gula darah

Terlalu menetap gaya hidup

Adapun cara meningkatkan keseimbangan neurotransmitter

Obat utama memperlakukan kekurangan neurotransmiter dan masalah

kesehatan konsekuen mental melalui penggunaan obat-obatan farmasi. Lebih

khusus, antidepresan seperti Prozac, dan Zoloft Cipramil digunakan untuk

pengobatan depresi, sedangkan benzodiazepin seperti valium dan Serapax

digunakan untuk pengobatan kecemasan, stres dan insomnia. Studi

menunjukkan bahwa obat antidepresan efektif untuk manapun antara 30

hingga 60 persen orang depresi. Sayangnya ini masih menyisakan manapun

antara 40 sampai 70 persen orang masih tidak sehat. Ditambah dengan hal ini

adalah efek samping yang sering yang sering dialami oleh orang. Sementara

antidepresan yang lebih baru telah terbukti lebih baik ditoleransi, efek

samping yang masih mempengaruhi sebagian besar penderita. Beberapa efek

samping yang lebih umum meliputi: kecemasan & kegugupan; sembelit atau

diare, pusing, mengantuk; mulut kering, sakit kepala, insomnia, mual,

disfungsi seksual, tremor, retensi urin, dan berat badan. Terapi psikologis

Page 10: Lansia I.saraf

adalah alternatif yang efektif untuk obat untuk mengobati masalah suasana

hati. Meskipun dampaknya terhadap tingkat neurotransmitter masih tak

menentu sekarang juga diakui bahwa terapi psikologis memang memiliki

dampak positif pada suasana hati, mungkin melalui pengaruhnya terhadap

pemikiran dan sistem keyakinan. Meskipun kepercayaan umum bahwa obat

adalah cara utama untuk meningkatkan produksi neurotransmitter, ini tidak

bisa lebih jauh dari kebenaran. Seperti yang dapat Anda lihat dari "penyebab

ketidakseimbangan neurotransmitter 'tabel di atas ada sejumlah penyebab

masalah neurotransmitter dan untungnya banyak dari mereka yang

berubah. Meskipun kita mungkin tidak mampu mengubah gen kita, kita tentu

dapat memodifikasi gaya hidup dan perilaku kita.Misalnya, olahraga teratur

dapat secara dramatis meningkatkan produksi neurotransmitter. Makan

makanan yang sehat, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan santai dan

menyenangkan dan membatasi asupan alkohol juga semua pengaruh

positif.Penggunaan suplemen herbal tertentu dan juga penting dan telah

terbukti dalam sejumlah studi untuk menjadi efektif dalam meningkatkan

level neurotransmitter dan mengangkat mood seseorang. Meskipun tidak

lengkap, daftar di bawah ini rincian beberapa nutrisi penting yang diperlukan

untuk sintesis neurotransmiter:

St John Wort

SAMe

Asam amino tirosin, triptofan dan 5-HTP

Kalsium

Magnesium

B-vitamin

Asam Folat

Vitamin C

Seng

Besi

Tembaga 

Neurotransmitter gangguan / ketidakseimbangan adalah penyebab penting dari

masalah kesehatan mental. Sebagaimana dibahas, bagi kebanyakan orang, mereka

untungnya bisa diobati melalui diet, gaya hidup dan suplemen gizi.

4. Hubungan neurotransmitter dengan proses penghantar saraf

Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron

dan disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson.Zat kimia ini

Page 11: Lansia I.saraf

dilepaskan dari akson terminal melalui eksositosis dan direabsorbsi untuk daur

ulang. Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antar neuron. Setiap

neuron melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan

perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga neuron menjadi lebih kurang

dapat menyalurkan impuls, tergantung dari neuron dan transmitter tersebut.

Neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke seluruh tubuh.Implus

neuron bersifat listrik disepanjang neuron dan bersifat kimia diantara neuron.

Secara anatomis, neuron-neuron tersebut tidak bersambungan satu dengan

yang lain. Tempat-tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan neuron

lain atau dengan organ-organ efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan satu-

satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari satu neuron ke neuron

lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron dan neuron berikutnya (atau

organ efektor) dikenal dengan nama celah sinaptik. Neuron yang

menghantarkan impuls saraf menuju ke sinaps disebut neuron

prasinaptik.Neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron

possinaptik.

Komponen listrik dari transmisi saraf menangani transmisi impuls

disepanjang neuron. Permeabilitas membrane sel neuron terhadap ion natrium

dan kalium bervariasi dan dipengaruhi oleh perubahan kimia serta listrik

dalam neuron tersebut ( terutama neurontransmiter dan stimulus oragan

reseptor). Dalam keadaan istirahat, permeabilitas membrane sel menciptakan

kadar kalium intrasel yang tinggi dan kadar natrium yang rendah, bahkan pada

kadar natrium ekstrasel yang tinggi. Impuls listrik timbul oleh pemisahan

muatan akibat perbedaan kadar ion intrasel dan ekstrasel yang dibatasi

membran sel.

Bila rangsang yang menimbulkan perubahan listrik dalam membrane

sel neuron menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap ion kalium,

maka neuron menjadi hiperpolarisasi dan terhambat.Neuron yang mengalami

hiperpolarisasi tak sanggup meneruskan impuls saraf.Jika rangasan

menyebabkan perubahan listrik yang menimbulkan peningkatan permeabilitas

terhadap ion natrium, neuron itu dikatakan dalam keadaan terangsang atau

depolarisasi. Bila membrane mengalami depolarisasi sampai suatu tingkatan

kritis disebut ambang eksitasi, maka terjadi perubahan permeabilitas

membrane dengan influks natrium secara mendadak, depolarisasi cepat, dan

pembentukan potensial aksi pada tempat perangsangan. Potensial aksi

disalurkan melalui akson sebagai suatu fenomena tuntas atau tidak sama

sekali, dan bukan sebagai respon bertahap. Bila potensial aksi tersebut

Page 12: Lansia I.saraf

mencapai ujung ( terminal) suatu akson, maka terjadi pelepasan neuron

transmitter oleh gelembung sipnaptik dengan eksositosis kedalam celah

sinaptik. Transmitter itu melekatkan diri pada reseptor neuron possinaptik

atau membran efektor, dan dapat atau tidak dapat menimbulkan potensial aksi

pada membrane possinaptik.Setiap neuron diliputi oleh banyak sinaps.

Apakah potensial aksi akan timbul atau tidak ditentukan oleh keseimbangan

antara impuls eksitasi dan inhibisi yang diterima oleh neuron pada saat itu dari

semua hubungan sinaptik yang dimilikinya

2.2 Fisiologi susunan saraf pusat dan tepi

Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan

bersambungan serta terdiriterutama dari jaringan saraf.Sistem persarafan

merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan

kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh

Fungsi sistem saraf yaitu

Mendeteksi perubahan dan merasakan sensasi2. Menghantarkan

informasi dari satu tempat ke tempat yang lain3. Mengolah informasi

sehingga dapat digunakan segera atau menyimpannya untuk masamendatang

sehingga menjadi jelas artinya pada pikiran.

Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu:

1. Sistem saraf pusat (sentral), terbagi atas:

 a. Otak  

Page 13: Lansia I.saraf

b. Sumsum tulang belakang (medula spinalis)

Fungsi sumsum tulang belakang

Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron sensori ditransmisikan dengan bantuan interneuron (impuls saraf dari dan ke otak).

Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum tulang belakang juga biasa disebut saraf refleks.

Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala

2. Sistem saraf perifer (tepi) terdiri atas:

  Divisi Aferen, membawa informasi ke SSP (memberitahu SSP

mengenai lingkungan eksternal dan aktivitas-aktivitas internal yg diatur

oleh SSPB. Divisi Eferen, informasi dari SSP disalurkan melalui divisi

eferen ke organ efektor (otot ataukelenjar yg melaksanakan perintah untuk

menimbulkan efek yg diinginkan), terbagi atas:

-Sistem saraf somatik, yg terdiri dari serat-serat neuron motorik yg

mempersarafi otot-otot rangka

-Sistem saraf otonom, yg mempersarafi otot polos, otot jantung dan

kelenjar, terbagi atas :

1. Sistem saraf simpatis

2. Sistem saraf Parasimpatis

Page 14: Lansia I.saraf

2.3 Patofisiologi Parkinson

A. Definisi

Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif

yang berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson

ditandai oleh degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin,

terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi

sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga

parkinsonisme idiopatik atau primer.

Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai

oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya

refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai

macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson.

KLASIFIKASI

Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :

1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.

Page 15: Lansia I.saraf

Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya

belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.

2. Parkinson sekunder atau simtomatik

Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis,

sifilis meningovaskuler.Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-

tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang

menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin

misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,

misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada

petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.

3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)

Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran

penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear

palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi

striatonigral, olivo-pontocerebellar degeneration, parkinsonism-

amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik, Sindrom

demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter(Penyakit

Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan neuropati

peripheral).

B. Etiologi

Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat

beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-

konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang

sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui,

terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di

substansi nigra.Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang

tidak dikehendaki (involuntary).Akibatnya, penderita tidak bisa

mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.

Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan

tetapi ada beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah

diidentifikasikan, yaitu :

1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50

sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini

berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan

neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson.

Page 16: Lansia I.saraf

2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang

berperan pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein

pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan

Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal

resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin

(PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi

mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga

meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8

kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70

tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala

parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di

USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100

penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman

menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab

genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus

penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.

3. Faktor Lingkungan

a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang

dapat menimbulkan kerusakan mitokondria.

b) Pekerjaan :Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang

lebih tinggi dan lama.

c) Infeksi :Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi

faktor predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan

substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya

kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.

d) Diet :Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress

oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit

parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.

4. Ras : angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih

dibandingkan kulit berwarna.

5. Trauma kepala : Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit

parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar.

6. Stress dan depresi :Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat

mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan

penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan

turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

Page 17: Lansia I.saraf

C. Manifestasi klinis

Gejala Motorik

Gambaran klinis penyakit Parkinson

a. Tremor

Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan

dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri

khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang

Page 18: Lansia I.saraf

beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran

tersebut tidak terlihat lagi.Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga

sewaktu tidur.

Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi

metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam

atau memulung-mulung (pill rolling).Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau

pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau

menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik.Tremor ini

menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/

alternating tremor).

Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi

pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang

menghitung uang).Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar.Bahkan,

kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan

aktivitas (tanpa sadar).Artinya, jika disadari, tremortersebut bisa berhenti.Pada

awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit,

tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.

b. Rigiditas/kekakuan

Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang

tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu

pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang

bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di

tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher.Akibat

kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance.

Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang

membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh,

langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.

Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh

gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya

fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon).

c. Akinesia/Bradikinesia

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga

tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba

lambat.Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan

yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan

diseret.Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan

(stres) karena penyakit itu.Wajah menjadi tanpa ekspresi.Kedipan dan lirikan

Page 19: Lansia I.saraf

mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga

sering keluar air liur.

Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,

misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat

mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi

lambat.Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik

dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan

mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka

keluar dari mulut.

d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah

Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai

melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu

ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan

sembelit.Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi.Hilangnya refleks

postural disebabkan kegagalan integrasi darisaraf propioseptif dan labirin dan

sebagian kecil impuls dari mata, padalevel talamus dan ganglia basalis yang

akan mengganggu kewaspadaanposisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan

penderita mudah jatuh.

e. Mikrografia

Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus

hal ini merupakan gejala dini.

f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)

Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat

(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu

membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.

g. Bicara monoton

Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot

laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton

dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.

h. Dimensia

Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan

defisit kognitif.

Page 20: Lansia I.saraf

i. Gangguan behavioral

Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah

takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap

pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban

yang betul, asal diberi waktu yang cukup.

j. Gejala Lain

Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal

hidungnya (tanda Myerson positif)

Gejala non motorik

a. Disfungsi otonom

Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama

inkontinensia dan hipotensi ortostatik

Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik

Pengeluaran urin yang banyak

Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya

hasrat seksual, perilaku, orgasme.

b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi

c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat

d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)

e. Gangguan sensasi

kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan

warna

penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh

hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk

melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan

posisi badan

berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia

atau anosmia).

D. Patofisiologi

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi

karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra

pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik

eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.

Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region

kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis.Bagian

Page 21: Lansia I.saraf

ini menjadi pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan.Sel-selnya

menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk

mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh

sistem saraf pusat.Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia

antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,

keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara).

Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi,

sehingga produksi dopamine menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di

system saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak

(bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan

kekauan (rigiditas).

Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron

SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya

formasi oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa

sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi

oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel

SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain :

Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal

dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.

Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin

trifosfat (ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres

oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian

sel.

Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang

memicu apoptosis sel-sel SNc.

E. Pathway

2.4 Diet untuk Parkinson

Beberapa nutrisi telah diuji dalam studi klinik untuk kemudian digunakan

secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang

merupakan suatu perkusor L-dopa menunjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam

mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam

biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110

pasien.

THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor

koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah

Page 22: Lansia I.saraf

dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara

teori dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua

vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan

katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel.

Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang

mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang

memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.

Pada pasien Parkinson juga sangat baik mendapatkan asupan kalsium dan

vitamin D untuk menambah kekuatan tulang.

2.5 Farmakologi untuk Parkinson

1. Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika

kekurangan dopamin.

2. Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa,

inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah

dan memperbaiki otak.

3. Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di

dalam otak.

4. Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.

5. Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda

serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.

2.6 Penatalaksanaan medis Parkinson

EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)

CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,

hidrosefalua eks vakuo).

2.7 Askep Parkinson

Tn. Beno (66 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnosa medis Parkinson.

Dari hasil pengkajian didapatkan data Tn Beno sering kaku otot dan gemetaran

pada wajah, ekstremitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut, keseimbangan

tubuh berkurang, biasa bangun tetapi sempoyongan. Tn. Beno mengeluh mual,

sulit makan, sudah 3 hari belum BAB, mulut tampak kering. TTV : T =370 C, TD

120/80 mmHg, RR 16x/menit. Tn.Beno mendapat terapi levodopa, benztropin,

dulcolac supp, diit lunak.

Page 23: Lansia I.saraf

ANALISA DATA

Data Problem Etiologi

DS:

-sering kaku otot ( Rigidity)

- gemetaran pada wajah

ekstremitas ( Tremor )

-keseimbangan tubuh

berkurang ( Akinisia )

-bisa bangun tetapi

sempoyongan

DO :

Kerusakan mobilitas fisik Kerusakan neuromuskular,

penurunan kekuatan otot,

control dan atau massa

DS :

- Tn. Beno mengeluh

mual

- Tn. Beno Mengeluh

sulit makan

- Tn. Beno Mengeluh

mulut tampak kering

DO : - makan sedikit

Kerusakan menelan Kerusakan neuromuskular

(penurunan atau tidak ada

reflek menelan)

DS :

DO:

- Keseimbangan tubuh

berkurang, bisa bangun

tetapi sempoyongan.

Risiko cedera

Diagnosa keperawatan

1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,

Penurunan kekuatan otot, control dan atau massa ditandai dengan -sering kaku

Page 24: Lansia I.saraf

otot ( Rigidity), gemetaran pada wajah ekstremitas ( Tremor, keseimbangan

tubuh berkurang ( Akinisia ) , bisa bangun tetapi sempoyongan

2. Kerusakan menelan berhubungan dengan Kerusakan neuromuskular

(penurunan atau tidak ada reflek menelan) ditandai dengan keluar air liur pada

mulut, mual, sulit makan, mulut tampak kering, makan sedikit.

3. Resiko jatuh berhubungan dengan usia > 65 th, kerusakan mobilitas fisik,

kerusakan keseimbangan, hipotensi ortostatik, penurunan kekuatan

ekstremitas bawah

Tgl/jam NO

.

DP

Tujuan dan

kriteria hasil

Intervensi Rasional

10/12/1

2

12.00

1 Kerusakan

mobilitas

fisik teratasi

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 6x 24

jam dengan

kriteria hasil:

- tidak kaku

otot

( Rigidity)

- tidak

gemetaran

pada wajah

-(ekstremitas

tidak

Tremor )

-

keseimbanga

n tubuh tidak

berkurang

1. bantu

pemenuhan

ADL klien

2. beri terapi

modalitas

3. bantu dan

ajarkan terapi

ambulasi

dengan

menggunakan

alat bantu

4. kolaborasi

dengan ahli

fisioterapi

latihan rom

aktif / pasif

1. dgn membantu

pemenuhan ADL, klien

dpat terpenuhi keb

sehari-hari

2. terapi modalitas

mencegah kontraktur

3. dengan membantu terapi

ambulasi memperbaiki

status muskoskeletal

klien

4. dengan melatih rom aktif

/ pasif dapat

mencegah kekakuan

lanjut dan melatih

keseimbangan antara

kontraksi dan relaksasi

5. dengan pemberian obat

levodopa untuk

mngurangi regiditas,

akinesia dan benztropin

Page 25: Lansia I.saraf

-bisa bangun

tidak

sempoyongan

5. kolaborasi

pemberian obat

levodopa dan

benztropin

6. kolaborasi

tindakan

pembedahan

stereotaktik

Digunakan untuk

menyekat impuls saraf

yang di stimulasi oleh

asetilkolin

6. mengurangi gejala

parkinson yang

berkelanjutan

Kerusakan

menelan

teratasi

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 6x 24

jam dengan

kriteria hasil :

- tidak

drolling

- mulut

1. bantu latihan

menelan

2. anjurkan

makanan hangat

sedikit tapi

sering

3. kolaborasi

dengan ahli gizi

tentang

pemberian

makan diit

1. dengan membantu latihan

menelan dapat melatih

stimulus menelan klien

2. dengan menganjurkan

makan sedikit tapi sering

dapat memenuhi kebutuhan

nutrisi

3. dengan pemberian makan

diit lunak dapat

memudahkan proses

menelan

Page 26: Lansia I.saraf

tampak

lembab

- tidak

sulit

menelan

- tidak

mual

- porsi

makan

cukup

lunak

4. Kolaborasi

pemasangan

NGT bila perlu

5. Kolaborasi

dokter dalam

pemberian

obat anti

emetik

4. pemasangan NGT

dilakukan untuk

memenuhi

kebutuhan nutrisi

klien melalui

selang.

5. Klien mengeluh

mual sehingga

perlu diberikan

obat anti mual

sebelum makan

untuk mengurangi

frekuensi mual

klien

Tidak terjadi

cedera setelah

dilakukan

tindakkan

keperawatan

selama 3x24

jam dengan

criteria hasil:

Keseimbanga

n tubuh

berkurang,

bisa bangun

tetapi

sempoyongan

dapat

dipertahanka

n

1. Dekatkan

barang-barang

yang diperlukan

klien sehingga

berada pada

jangkauan klien

2. Pasang Bedtrain

3. Tempatkan

klien diruangan

dengan kadar

cahaya cukup

dan berikan

hiburan seperti

menonton tv

atau mendengar

music

4. Bantu semua

1. Jangkauan klien yang

terbatas memerlukan

perhatian khusus dengan

mendekatkan barang

yang klien perlukan

2. Pemasangan bedtrain

difungsikan untuk

menjaga klien tetap pada

posisinya di atas tilam

3. Kadar cahaya yang

cukup dan menonton tv

membuat klien merasa

lebih terhibur

4. Klien mengalami

Page 27: Lansia I.saraf

ADL klien keseimbangan tubuh

yang kurang

2.8 Keterampilan memberikan pendidikan kesehatan tentang Parkinson

Keluarga diberikan penkes tentang perawatan pasien dengan masalah parkinson,

diantara yaitu :

• Penjelasan tentang pengertian, penyebab, pengobatan dan terapi penderita

parkinson termasuk gangguan fungsi tubuh dari pasien, oleh karena itu perlu

control dan berobat secara teratur dan lanjut.

• Mengajarkan bagaimana cara pemenuhan nutrisi dan cairan selama dirawat

dan dirumah nantinya

• Mengajarkan pada keluarga dan melibatkan keluarga dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari pasien

• Mengajarkan melatih mobilisasi fisik secara bertahap dan terencana agar tidak

terjadi cidera pada neuromuskuler

• Mempersiapkan keluarga untuk perawatan pasien dirumah bila saatnya

pulang, kapan harus istirahat, aktifitas dan kontrol selama kondisi masih

belum optimal terhadap dampak dari penyakin parkinson pasien.

2.9 Keterampilan memberikan terapi modalitas

   Macam-macam Terapi Lansia    

Pengertian

Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi

lansia.

Tujuan

a.       Mengisi waktu luang bagi lansia

b.      Meningkatkan kesehatan lansia

c.       Meningkatkan produktifitas lansia

d.      Meningkatkan interaksi sosial antar lansia

Jenis Kegiatan :

- Psikodrama

Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai

dengan masalah lansia.

Page 28: Lansia I.saraf

- Terapi Musik

Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan

dapat mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan

gamelan

- Terapi Okupasi

Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas

dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.

Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat sulak dari tali rafia,

membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol

bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain, merajut dari benang, kerja bakti

(merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur,

dll)

- Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga

sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar

keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini

adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-

fungsi yang dituntut oleh anggotanya.

Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan

kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah

tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota

keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-

masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk

mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan

fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2

(kerja), dan fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien

mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan

tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah

keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola

interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing

individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga,

peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase

terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani

Page 29: Lansia I.saraf

untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga

juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.

2.10 Keterampilan melakukan pemenuhan ADL

Indeks Katz dalam aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan alat yang digunakan

untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia. Indeks Kartz

meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi seperti mandi, berpakaian,

toileting, berpindah, kontinen, dan makan (Kart, 1963).

Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

1 Mandi Dapat

mengerjakan

sendiri

Sebagaian/pada bagian

tertentu dibantu

Sebagian besar/

seluruhnya dibantu

2 Berpakaian Seluruhnya tanpa

bantuan

Sebagian/ pada bagian

tertentu dibantu

Seluruhnya dengan

bantuan

3 Pergi ke

toilet

Dapat

mengerjakan

sendiri

Memerlukan bantuan Tidak dapat pergi

ke WC

4 Berpindah

(berjalan)

Tanpa bantuan Dengan bantuan Tidak dapat

melakukan

5 BAB dan

BAK

Dapat

mengontrol

Kadang-kadang ngompol /

defekasi di tempat tidur

Dibantu seluruhnya

6 Makan Tanpa bantuan Dapat makan sendiri kecuali

hal-hal tertentu

Seluruhnya dibantu

Klasifikasi:

A : Mandiri, untuk 6 fungsi

B : Mandiri, untuk 5 fungsi

C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.

D : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian dan 1 fungsi lain

E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain

F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain

G : Tergantung untuk 6 fungsi.

Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang

lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan

fungsi, meskipun dianggap mampu.

Page 30: Lansia I.saraf

2.11 Keterampilan melakukan PF system persyarafan

Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan

1. Refleks hammer

2. Garputala

3. Kapas dan lidi

4. Penlight atau senter kecil

5. Opthalmoskop

6. Jarum steril

7. Spatel tongue

8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin

9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh

10. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum

11. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula,

atau cuka

12. Baju periksa

13. Sarung tangan

Untuk Pemeriksa

Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, sesuaikan urutan

pemeriksaan dengan keadaan umum klien, mulailah pemeriksaan fisik

sejak awal kontak dengan klien dan gunakan general precaution, metode

yang digunakan cepalo kadral atau distal ke proksimal.

Prosedur Pemeriksaan Fisik Persyarafan

Atur posisi klien, mintalah klien untuk duduk disisi tempat tidur.

Amati cara berpakaian klien, postur tubuh klien, ekspresi wajah dan

kemampuan bicara, intonasi, keras lembut, pemilihan kata dan

kemudahan berespon terhadap pertanyaan. Nilai kesadara dengan

menggunakan patokan Glasgow Coma Scale (GCS).Tanyakan waktu,

tanggal, tempat dan alasan berkunjung, kaji kemampuan klien dalam

berhitung dan mulailah dengan perhitungan yang sederhana.Kaji

kemampuan klien untuk berfikir abstrak.

Saraf Kranial

1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)

Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup

bersih.Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung

klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien

Page 31: Lansia I.saraf

diminta menebak bau tersebut.Lakukan untuk lubang hidung yang

satunya.

2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)

a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum

pemeriksaan. Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan

jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.

b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-

100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga

menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan

mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank

lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda

tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang

sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama

kali melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus

dan optic disk (warna dan bentuk)

3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan

Abdusen)

a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi

konjungtiva, dan ptosis kelopak mata

b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan

adanya perdarahan pupil

c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam

posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial

bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk

pemeriksa dengan bolamatanya

4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)

a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah

maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas.

Minta klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan

kanan dan kiri.

b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum

atau peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan

benda tajam dan tumpul.

c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat

dilakukan diketiga area wajah tersebut. Minta klien

menyebabkanutkan area mana yang merasakan sentuhan. Jangan

lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.

d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan

garputala yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah

Page 32: Lansia I.saraf

wajah tadi dan minta klien mengatakan getaran tersebut terasa

atau tidak

e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien

melihat lurus ke depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari

samping kea rah mata dan lihat refleks menutup mata.

f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan

merapatkan gigi periksa otot maseter dan temporalis kiri dan

kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan

mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.

5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)

a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan

sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa

ulangi untuk gula dan asam

b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul,

mengangkat kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi.

Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan otot bagian

atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan

coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk

menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.

6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)

a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran

mengguanakan weber test dan rhinne test

b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta

klien berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh,

lalu observasi adanya ayunan tubuh, minta klien menutup mata

tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan

posisi

7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)

a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum,

normal bila uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.

b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang

faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.

c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an

air sedikit, observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan.

Periksa getaran pita suara saat klien berbicara.

8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)

a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan

kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan

gerakan.

Page 33: Lansia I.saraf

b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta

klien menoleh ke kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan

telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat

bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi

c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien

dengan kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak

tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan

daya dorong.

d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta

klien untuk menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan

pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong

9. Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)

a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke

kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah

b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah

satu pipi dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan

ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi

kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain

Fungsi Motorik

Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di

corteks cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang

traktus pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor

neuron.

Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan

pemeriksaan kekuatan.

1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi

2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak

pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien

ditekuk secara berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh

pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan pergerakan pasif

sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.

a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi.

Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat

berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif

dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot

tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan

ekstensi extremitas klien.

Page 34: Lansia I.saraf

b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk

menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan

sendi pergelangan tangan.

c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3. Kekuatan otot :

Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji.Klien

secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa.Otot

yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan

singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)

0 = tidak ada kontraksi sama sekali.

1 = gerakan kontraksi.

2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau

melawan tahanan atau gravitasi.

3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

Fungsi Sensorik

Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit

diantara pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat

subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan

perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang menganjurkan

dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan

masih bisa konsentrasi dengan baik).

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien

terhadap beberapa stimulus.Pemeriksaan harus selalu menanyakan

kepada klien jenis stimulus.

Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan

sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas

(burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang

lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik (kelemahan otot, twitching /

kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh klien sebagai

keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik

meliputi:

1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum

pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.

2. Kapas untuk rasa raba.

3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.

4. Garpu tala, untuk rasa getar.

Page 35: Lansia I.saraf

5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif)

seperti :

a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.

b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan

sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis

c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.

Fungsi Refleks

Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon

menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :

0 = tidak ada respon

1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)

2 = normal (++)

3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggapabnormal (+++)

4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :

1. Refleks patella

Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi

kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan

tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa

kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.

2. Refleks biceps

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 ,supinasi dan

lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari

pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku),

kemudian dipukul dengan refleks hammer.

Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila

terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka

akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau

sendi bahu.

3. Refleks triceps

Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps

diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-

2 cm diatas olekranon).

Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat

bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut

menyebabkanar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada

klonus yang sementara.

4. Refleks achilles

Page 36: Lansia I.saraf

Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan

refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas

tungkai bawah kontralateral.

Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal

berupa gerakan plantar fleksi kaki.

5. Refleks abdominal

Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah

umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas

dan kearah daerah yang digores.

6. Refleks Babinski

Merupakan refleks yang paling penting .Ia hanya dijumpai pada

penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah

kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari

kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon

Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari

lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari

kaki.

Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui

rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan

pemeriksaan :

1. Kaku kuduk

Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak

dapat menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).

2. Tanda Brudzinski I

Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan

lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian

kepala klien difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+)

bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi

lutut.

3. Tanda Brudzinski II

Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi

panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada

sendi panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig

Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai

bawah pada sendi lutut.Normal, bila tungkai bawah membentuk

sudut 1350 terhadap tungkai atas.

Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akanmenyebabkan rasa sakit

terhadap hambatan.

Page 37: Lansia I.saraf

5. Test Laseque

Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan

nyeri sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :

1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus

corticospinal.

Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua

pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan

memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.

2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau

diencephalon.

Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,

ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki

plantar fleksi.

2.12 Keterampilan memberikan penkes ke keluarga tentang perawatan

pasien persyarafan selama di rumah (cara berjalan dengan tripot dan

walker)

Walker

1.      Pengertian.

Wallker  yaitu alat digunakan untuk menyangga membantu pasien berjalan, bisaberbentuk kotak, tripod, dll, sesuai dengan permintaan pelanggan2.      Tujuan

a.       Memperbaiki keseimbangan dengan meningkatkan titik tumpu pasien,

b.      Memperkaya stabilitas lateral, dan

c.       Menopang berat badan pasien.

3.      Indikasi

a.       Pasien dengan kelemahan kaki

b.      Post stroke.

c.       Obesitas

d. Parkinson

4.      Kontra Indikasi

a.       Penderita dalam keadaan bedrest.

b.      Penderita dengan post op.

5.      Persiapan Pasien

a.      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b.      Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

c.      Menyiapkan lingkungan

Page 38: Lansia I.saraf

6.      Persiapan Alat

a.       Alat bantu jalan ( Walker )

7.      Prosedur Kerja

a.       Kaji toleransi aktivitas, kekuatan, nyeri, kemampuan

fungsional, cedera dan penyakitnya

b.      Memeriksa lingkungan untuk memastikan tidak ada rintangan di jalan

pasien

c.       Menentukan tempat istirahat klien setelah latihan

d.      Meminta klien berdiri dengan posisi tripod, sebelum walker dijalankan

e.       Atu kesejajaran kaki dan tubuh pasien

f.  Klien memposisikan walker pertama kali lalu memposisikan kaki

yangberlawanan

g.      Klien mengulangi cara ini dengan kaki yang lainnya

h.      Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

i.         Catat tindakan dan respons pasien

Hal – hal yang perlu di perhatikan :

         jangan di gunakan pada lantai licin

         jangan digunakan pada karpet lepas

         jangan digunakan pada saat naik dan turun tangga

Page 39: Lansia I.saraf

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis

progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis

akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke

globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).Di Amerika Serikat, ada

sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk

210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan

penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi

untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi

gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala

parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.

Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.

Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi

total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan

dapat menyebabkan kematian.Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien

berbeda-berbeda.Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi.Perluasan gejala

berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi.Efek samping pengobatan

terkadang dapat sangat parah.

3.2 Saran

Page 40: Lansia I.saraf

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinson’s Disease & Other Movement

Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007.

Hal 4-53.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.

3. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi

Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144.

4. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.

5. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala

Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.