lap. 6 efek diare
TRANSCRIPT
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES RI MAKASSAR
PRAKTIKUM VI
EFEK DIARE
Oleh:
KELOMPOK 4
SITTI RAFIAH A PO.71.3.251. 10. 1.085
SRI RIZKY W PO.71.3.251. 10. 1.087
TRIFENA PORMES PO.71.3.251. 10. 1.089
WINDA HERFRIDA PO.71.3.251. 10. 1.090
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
M A K A S S A R
2 0 1 2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penyakit diare akut seperti pada gastro enteritis, telah diduga disebabkan
karena terganggunya resorbsi air atau terjadinya hipersekresi, pada keadaan
normal, proses resorbsi dan sekresi dari air dan elektrolit berlangsung pada waktu
yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses-proses ini diatur oleh beberapa
hormon yaitu resorbsi oleh enkefalin-enkefalin (ialah mencegah atau mengatasi
pengeluaran berlebihan cairan dan elektrolit, terutama penting bagi pasien bayi
dan usia lanjut karena system gastro enteritis dalam tubuh berlangsung
sebagaimana yang dibahas sebagai berikut : dalam lambung, makanan dicernakan
menjadi berupa bubur (chymus), lalu diteruskan di usus halus untuk diuraikan
lebih lnjut oleh enzim, setelah terjadi resorbsi, sisa chymus tersebut terdiri dari
90% air dan sisa makanan yang susah dicernakan, dilanjutkan ke usus besar
(colon). Bakteri–bakteri yang biasanya selalu ada disini mencernakan lagi sisa
tersebut, sehingga sebagian besar daripadanya dapat diserap pula selama
perjalanan melalui usus besar, juga airnya diresorbsi kembali, maka lambat laun
isi usus akan menjadi padat.
Sebab-sebab diare menurut teori klasik disebabkan oleh meningkatnya
peristaltik usus, sehingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih
mengandung banyak air pada morfin (endogen). Sedangkan sekresi diatur oleh
Prostaglandin dan Neurhormon V.I.P (Vesactive Intestianal Peptide), biasanya
resorbsi melebihi sekresi menjadi lebih besar dari resorbsi, maka terjadilah diare.
I.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk mempelajari dan memahami efek anti diare suatu obat pada hewan
uji (mencit).
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya diare terhadap hewan uji
(mencit).
I.3 Prinsip percobaan
Percobaan dilakukan berdasarkan pemberian secara oral tehadap hewan uji
dengan pemberian obat yang dapat mempercepat pengeluaran feses kemudian
diberi antidiare lalu diamati konsentrasi pengeluaran fesesnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Ringkas
Diare adalah peristiwa buang-buang air besar yang sering kali sehari
dengan banyak cairan (mencret) dan hanya merupakan gejala saja dari penyakit-
penyakit tertentu atau gangguan lainnya, atau dapat juga diartikan sebagai berak
dengan tinja encer, biasanya diikuti dengan frekuensi berak yang sering.
Frekuensi normal berkisar 3 kali perhari sampai 2 kali perminggu. Hampir
semua penyakit saluran makanan bagian bawah (SMBB) disertai gejala diare.(3)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari feses (>200 mg/hari)
yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak
enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa
inkontinensia fekal.(5)
Diare terbagi menjadi diare akut dan kronik. Diare akut berdurasi 2
minggu atau kurang, sedangkan diare kronik lamanya lebih dari 2 minggu.
Diare menetap selama beberapa minggu atau bulan, baik yang menetap
atau intermitten, memerlukan evaluasi. Meskipun pada umumnya sebagian
kasus disebabkan oleh Iritable Bowel Syndrome (IBS), diare dapat mewakili
manifestasi dari penyakit serius yang mendasarinya. Pencarian yang seksama
terhadap penyakit ini harus dilakukan.(5)
Diare didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana frekuensi defekasi
meningkat abnormal dari keadaan biasanya dengan feses berupa cairan. Untuk
mengerti dasar terjadinya diare sebagai kejadian kehilangan cairan usus, perlu
diketahui dasar pengelolaan air di saluran makanan. Tiap hari sekitar 9 liter air
masuk ke saluran makanan, terdiri dari 2 liter dari makanan dan 7 liter dari
sekresi ludah, lambung, empedu, pangkareas dan usus halus. Sekitar 1 liter
bersama ampas makanan masuk ke kolon proksimal selanjutnya kolon bekerja
menyerap air dan elektrolit, mendorong gerak peristaltik akhirnya sampai di
sigmoid menjadi lebih padat, bila ujungnya merengang rektum terjadi refleks
defekasi.(3)
Penyebab diare bakteri melepaskan toksin (vibriocholera) yang
menghambat absorpsi NaCl dan air menstimulasi aktivitas sekresi mukosa usus,
bakteri atau virus yang berkhasiat laksatif, antibiotik (klindamisin, tetrasiklin,
sulfonamide), antibiotik spektrum luas, golongan antihipertensi (reserpi,
metildopa) obat dengan efek kolinergik (neostigmin, bethanekol), opurtunistik
pathogen pada penderita AIDS, penyakit endokrin, penyakit neurologik,
keracunan timah hitam (Pb), alergi, defisiensi immunoglobulin.(3)
Diarrhea viral dan akibatnya enterotoksin pada hakikatnya akan sembuh
dengan sendirinya sesudah lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel epitel mukosa
yang masuk diganti oleh sel-sel baru, sehingga pada hal ini tidak perlu diberikan
obat untuk menguranginya, seperti asam lemak, Aluminium Hidroksida dan
Carbo Adsorben (arang halus). Zat – zat yang menekan peristaltik usus ternyata
sudah banyak berkurang. Lagi pula virus dan toksin perlu dikeluarkan secepat
mungkin dari usus . dari zat-zat ini, mungkin Loperamida adalah pengecualian,
daya kerjanya dapat menormalisasi jenis diare, ini tidak berguna, karena tidak
mempercepat sembuhnya penyakit, seperti : Amoksisilin dan tetrasiklin, sulfa,
Kliokinol dan Furozolidon.(4)
Berdasarkan penyebabnya dapat diberlakukan 2 jenis Gastroenteritis dan
diare sebagai berikut :
1. Diare akibat virus, misalnya influenza perut “Travelies Diaretelea”. Virus
melekat pada sel-sel mukosa usus yang menjadi rusak, sehingga kapasitas
resorbsi menurun dan sekresi air dan elektrolit akan berkuasa. Diare yang
terjadi akan bertahan terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan
sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari.
2. Diare akibat Enterotoksia, misalnya “Travellers Diarrhea” , penyebabnya
adalah bakteri yang membentuk entirotoksin, yang terpenting E.Coli dan lebih
jarang Shigella, Salmonella, Visna parahunolitycus, Campylobacter jojuni
dan Entemouba hystolitic. Toksin molekul pada sel –sel mukosa dan
merusaknya diarrhea bacterial atau infasif hanya terjadi jarang sekali (+5%).
(4)
II.2 Uraian Bahan
1. Aquadest
Nama resmi : Aquadestillata
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Kegunaan : kontrol
2. Daun Jambu Biji (Psidii folium)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Mirtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L
3. Oleum Ricini
Nama Resmi : Oleum Ricini
Nama Lain : Minyak Jarak
Pemerian : Cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak
berwarna, atau hamper tidak berwarna, baru lemah, rasa
manis kemudian agak pedas, umumnya memualkan.
4. Lodia
Generik : Loperamid
Indikasi : Diare non spesifik, akut, dan kronik.
Efek Samping : Nyeri pada abdomen, mengantuk, mulut kering, lelah, mual,
muntah, dan susah buang air besar.
II.3 Uraian Hewan Uji
II.3.1 Karakteristik hewan uji mencit (Mus musculus)
Mencit adalah hewan yang berkembang biak, mudah dipelihara dalam
jumlah yang banyak, mudah ditangani. Bersift patogit (takut dengan cahaya).
Cenderung berkumpul dengan sesamanya, aktif pada malam hari, suhu tubuh
37,40C. Bila diperlakukan harus secara halus, mudah dikendalikan, tetapi
mudah pula menggigit, mencit jantan yang baru, bila dimasukkan dalam
kelompok yang stabil maka akan saling berkelahi dan mencit betina yang
sedang menyusui, bila anaknya dipegang dengan tangan maka induknya akan
memakan anaknya. Mencit bisa mencapai umur 2-3 tahun, masa hidupnya
beranak 7-18 bulan menghasilkan 6-10 persalinan (hitter). Dengan jumlah
yang lahir 11-12 ekor. Lama kehamilan 3 minggu (20-21 hari).
II.3.2 Klasifikasi Mencit (Mus musculus)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Subclass : Cheria
Ordo : Rhodentia
Famili : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus muscul
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat yang digunakan
a. Spoit oral
b. Timbangan analitik
c. Tissu
d. Kertas saring
e. Gelas piala
f. Spidol
III.1.2 Bahan yang digunakan
a. Aquadest
b. Infus Daun Jambu biji
c. Lodia
d. Mencit
e. Imodium
f. Oleum Ricini
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Penyiapan hewan uji
a. Dipilih hewan uji berupa mencit yang sehat, yang telah dipuasakan
selama 5 jam
b. Diberi tanda pada ekor hewan uji dengan spidol yang tidak dapat
menghilangkan tanda tersebut sesuai dengan replikasi dan perlakuan.
c. Ditimbang hewan uji tersebut pada timbangan analitik.
III.2.2 Penyiapan Bahan
A. Pembuatan sediaan obat (Loperamide)
a. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
b. Diambil tablet, digerus halus lalu dilarutkan dengan suspensi
Na.CMC
B. Pembuatan infus daun jambu biji 10%
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b Daun jambu biji dipotong kecil-kecil kemudian ditimbang
sebanyak 5 gram
c Dilarutkan dengan air lalu dibuat infus kemudian dicukupkan
volumenya hingga 50 ml
III.2.3 Perlakuan terhadap hewan uji
a. Ditimbang berat badan hewan uji mencit
b. Diberi tanda hewan uji mencit dengan spidol
c. Mencit yang telah ditimbang kemudian dihitung dosis pemberian
obat dan kontrol (air)
d. Dimasukkan ke dalam mulut hewan uji spoit secara perlahan-lahan,
dipastikan obat masuk ke dalam saluran pencernaan (bukan di paru-
paru), setelah obat sudah masuk ditarik perlahan-lahan spoit tersebut.
e. Setelah diberikan perlakuan, hewan uji dimasukkan ke dalam gelas
piala yang telah dilapisi dengan kertas saring.
f. Diamati hewan uji tersebut selama 1 jam.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Hewan Uji
No JK BB
Dosis
Pemberian
Pengamatan
Waktu
pertama
pengeluaran
feses
Frekuensi KonsistensiObat
Ol.
ricini
1 19 g0,247
ml
0,475
ml- - -
2 23 g0,299
ml
0,575
ml
3 21,5 g0,559
ml
0,516
ml- - -
4 17,5 g0,875 ml
(air)
0,465
ml11.15
Jarang (1
kali)padat
5 17 g0,825 ml
(air)- - - -
BAB V
PEMBAHASAN
Percobaan yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah untuk mengetahui
mekanisme terjadinya diare terhadap hewan uji mencit dan untuk mengetahui efek
anti diare suatu obat. Dalam praktikum ini digunakan Loperamide, lodia, infus daun
jambu biji, serta air sebagai kontrol. Sebagai obat diare digunakan Oleum Ricini
sebagai laksativum atau pencahar yang diberikan kepada hewan uji mencit. Setelah
pemberian laksativum tersebut, hewan uji mencit diletakkan di dalam gelas piala
yang telah dilapisi kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang beratnya untuk
menampung dan mengamati feses yang dikeluarkan oleh hewan uji mencit.
Setelah itu hewan uji mencit yang telah diare tersebut lalu diberikan obat diare
(loperamid dan infus daun jambu biji) yang telah dihitung dosisnya dengan cara
memasukkannya ke dalam mulut mencit dengan spoit oral dan dipastikan obat
tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan (bukan di paru-paru), kemudian spoit
ditarik perlahan-lahan. Setelah pemberian obat tersebut hewan uji tidak mengeluarkan
feses lagi, berarti obat anti diare (loperamid, lodia, dan infus daun jambu biji) tersebut
terbukti mampu menghentikan diare hewan uji mencit.
Pada percobaan yang telah dilakukan, salah satu hewan uji (mencit) yang
diberikan air sebagai kontrol hanya mengeluarkan sedikit feses. Hal ini dikarenakan
kesalahan pada waktu pemberian obat (secara oral), dimana obat yang diberikan tidak
maksimal masuk ke dalam saluran pencernaan.
Setelah mengamati dan menimbang berat feses yang dikeluarkan oleh mencit
diperoleh data yaitu berat kotoran untuk mencit nomor 1 hanya ... g, nomor.....
sedangkan mencit nomor 3, dan 5 tidak mengeluarkan feses . Dan untuk mencit yang
lainnya tidak mengeluarkan feses lagi setelah pemberian obat antidiare, artinya obat
tersebut cukup efektif.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari data pengamatan dan percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa setelah pemberian obat anti diare diberikan pada hewan uji
mencit, dapat dilihat hewan uji tersebut tidak lagi mengeluarkan feses, artinya
obat yang diberikan tersebut bekerja dengan baik.
VI.2 Saran
Diharapkan kepada setiap praktikan bekerja secara teliti dan hati-hati
dalam praktikum untuk menghindari kesalahan saat praktikum agar diperoleh
data yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
2. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
3. Tim Farmakologi. 2011. Penuntun PraktikumFarmakologi. Jurusan Farmasi: Politeknik Kesehatan Makassar.
4.Malole M.B.M, Pramono,S. 1986. Penggunaan hewan-hewan percobaan di laboratorium. Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Bioteknologi, IPB: Bogor.
5. Maryani, Sri Sutadi. 2003. Diare Kronik. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara: Medan
LAMPIRAN
Dosis Loperamid untuk manusia = 2 mg
Faktor konversi manusia terhadap mencit = 0,0026
Konversi Dosis = Dosis Loperamid untuk manusia X Faktor konversi
= 2 mg X 0,0026
= 0,0052 mg/ 20 gr BB Mencit
Loperamid dilarutkan dalam 100 ml air = 2 mg/100 ml
= 0,02 mg/ml
Jadi, Dosis Loperamid untuk mencit =
OBTRA Infus Daun Jambu Biji
Umumnya volume rebusan/infus yang diberikan pada manusia = 200 ml
Faktor konversi manusia terhadap mencit = 0,0026
Konversi dosis = 200 ml X 0,0026
= 0,52 ml/20 gr BB Mencit
KELOMPOK I
BB Mencit = 19 gram
Imodium = 19 g / 20 g X 0,26 ml = 0,247 ml
Ol. Ricini = 19 g / 20 g X 0,52 ml = 0,475 ml
KELOMPOK II
BB Mencit = 23 gram
Lodia = 23 g / 20 g X 0,26 ml = 0,299 ml
Ol. Ricini = 23 g / 20 g X 0,5 ml = 0,575 ml
KELOMPOK III
BB Mencit = 21,5 gram
OBTRA (infus daun jambu biji) = 21,5 g / 20 g X 0,52 ml = 0,559 ml
Ol. Ricini = 21,5 g / 20 g X 0,5 ml = 0,516 ml
KELOMPOK IV
BB Mencit = 17,5 gram
AIR = 17,5 g / 20 g X 0,5 ml = 0,437 ml
Ol. Ricini = 17,5 g / 20 g X 0,5 ml = 0,437 ml
KELOMPOK V
BB Mencit = 17 gram
AIR = 17 g / 20 g X 0,5 ml = 0,425 ml
Ol. Ricini = 17 g / 20 g X 0,5 ml = 0,425 ml