laporan biokim i
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II (KLINIK)
DETEKSI GULA PEREDUKSI
OLEH:
Nama : Della Novie Roseta
NIM : 08121006037
Asisten Pembimbing: Tri Wahyuningsih
LABORATORIUM ANALISA FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
PRAKTIKUM I
DETEKSI GULA PEREDUKSI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu memahami prinsip deteksi gula pereduksi secara
umum yang merupakan keterampilan dasar dalam bidang keahlian biokimia
klinik.
II. PRINSIP KERJA
Mendeteksi gula pereduksi (glukosa) dalam berbagai konsentrasi larutan
dengan menggunakan reagen Benedict dan Fehling (A dan B).
III. TINJAUAN PUSTAKA
Karbohidrat, yang lazim dikenal sebagai gula berdasarkan ukurannya
terbagi menjadi menjadi empat kelas yang berbeda: monosakarida, disakarida,
oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa,
dan dan fruktosa, adalah gula-gula paling kecil. Mereka dapat disatukan
bersama-sama oleh ikatan glikosidat untuk membentuk kelas karbohidrat yang
lain. Disakarida misalnya sukrosa, maltosa, dan laktosa, masing-masing terdiri
dari 2 monosakarida disatukan oleh sebuah ikatan glikosidat. Oligosakarida,
misalnya komponen karbohidrat glikoprotein dan glikolipid, mengandung 3
sampai sekitar 12 unit monosakarida. Polisakarida, misalnya kanji dan
glikogen, mengandung puluhan ribu unit monosakarida.
Sebagai salah satu bahan makanan sumber energi untuk tubuh,
karbohidrat tersebar luas dialam, baik dalam jaringan hewan maupun jaringan
tanaman. Karbohidrat tidak saja untuk pembentukan senyawa-senyawa baru
yang mempunyai kegunaan khusus. Melalui proses fermentasi, amilum dan
zat tepung dapat diubah menjadi etil alkohol dan karbon dioksida.
Semua monosakarida merupakan gula pereduksi karena mudah
bereaksi dengan reagen seperti larutan Benedict dan Fehling. Monosakarida
akan mereduksi larutan reagen yang berwarna biru menjadi merah bata, tes ini
digunakan oleh ahli biologi dilaboratorium untuk mengidentifikasi gula
pereduksi.
Gula pereduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk
mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Aldehid dapat
teroksidasi langsung melalui reaksi redoks. Namun, gugus keton tidak dapat
teroksidasi secara langsung, gugus keton, tetapi harus diubah menjadi aldehid
dengan perpindahan tautomerik yang memindahkan gugus karbonil ke bagian
akhir rantai. Monosakarida yang termasuk gula reduksi antara lain glukosa,
fruktosa, gliseraldehida, dan galaktosa. Untuk disakarida, contohnya adalah
laktosa dan maltosa. Sedangkan yang termasuk gula non-reduksi adalah
sukrosa. Gula non-reduksi dicirikan dengan tidak adanya struktur rantai
terbuka, sehingga tidak rentan terhadap proses oksidasi reduksi. Pada polimer
glukosa seperti amilum dan turunan amilum (maltodextrin dan dextrin),
makromolekulnya dimulai dengan gula reduksi. Umumnya gula pereduksi
yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim, dimana semakin
tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang
dihasilkan. Persentase gula reduksi di dalam turunan amilum/pati disebut
dengan dextrose equivalent (DE).
Metode penentuan komposisi gula reduksi dalam sampel yang
mengandung karbohidrat yang digunakan adalah menggunakan pereaksi asam
dinitro salisilat / 3,5-dinitrosalicylic acid. Metode ini adalah metode kimiawi.
DNS merupakan senyawa aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi
maupun komponen pereduksi lainnya untuk membentuk 3-amino-5-
nitrosalicylic acid, suatu senyawa yang mampu menyerap dengan kuat radiasi
gelombang elektromagnetik pada 540 nm. Semakin banyak komponen
pereduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin banyak pula
molekul 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang terbentuk dan mengakibatkan
serapan semakin tinggi.
Reaksi dengan DNS yang terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus
aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu DNS
sebagai oksidator akan tereduksi membentuk 3-amino dan 5-nitrosalicylic
acid. Reaksi ini berjalan dalam suasana basa. Bila terdapat gula reduksi pada
sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi
dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan.
Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl
dapat diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan
bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi.
Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan
sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi
reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris
dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi
reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari
metode ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang
memeriksa sifat empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan
reaksi yang reprodusibel dan akurat.
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat: 1. Tabung Reaksi 6. Gelas Ukur
2. Rak tabung reaksi 7. Beaker Glass
3. Bunsen 8. Stopwatch
4. Penjepit tabung
5. Pipet tetes
Bahan: 1. Glukosa
2. Benedict
3. Fehling A dan B
4. NaOH
5. Aquadest
V. CARA KERJA
1. Pereaksi Benedict
Masukkan glukosa ke dalam 4 tabung reaksi masing-masing 20 tetes
Ditambahkan
2. Pereaksi Fehling A dan B
Reagen Benedict 1 ml pada setiap tabung reaksi
Aquadest pada ketiga tabung reaksi berisi glukosa masing-masing 1 ml, 2
ml, dan 4 ml
Perubahan warna yang terjadi
Diatas Bunsen selama 20 detik
NaOH 1 tetes
Perubahan warna larutan dan catat waktu perubahan serta tentukan kadar
glukosa pada setiap larutan
Ditambahkan
Diamati
Dipanaskan
Ditambahkan
Diamati
Reagen Fehling A 1 ml dan fehling B 1 ml dan pada setiap tabung reaksi
Aquadest pada ketiga tabung reaksi berisi glukosa masing-masing 1 ml, 2
ml, dan 4 ml
Ditambahkan
Ditambahkan
Diamati
Masukkan glukosa ke dalam 4 tabung reaksi masing-masing 10 tetes
VI. DATA HASIL PENGAMATAN
1. Uji Benedict
No PercobaanHasil
PengamatanKadar
Glukosa1 Glukosa (20 tetes) + Benedict
(1 ml) dipanaskan selama 20 detik + NaOH (1 tetes)
Terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi warna orange. Perubahan warna terjadi selama 10 detik.
(+++)1,5-2,5 g/dl
2 Glukosa (20 tetes) + Aquadest 1 ml + Benedict (1 ml)dipanaskan selama 20 detik + NaOH (1 tetes)
Terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi warna orange. Perubahan warna terjadi selama 1 menit 30 detik.
(+++)1,5-2,5 g/dl
3 Glukosa (20 tetes) + Aquadest 2 ml + Benedict (1 ml)dipanaskan selama 20 detik + NaOH (1 tetes)
Pada detik ke-8 saat pemanasan, warna larutan memudar menjadi biru muda. Perubahan warna dari biru tua menjadi warna orange dalam waktu 1 menit 45 detik.
(+++)1,5-2,5 g/dl
4 Glukosa (20 tetes) + Aquadest 4 ml + Benedict (1 ml)dipanaskan selama 20 detik + NaOH (1 tetes)
Pada detik ke-15 saat pemanasan, warna larutan memudar menjadi biru muda. Perubahan warna dari biru tua
(+++)1,5-2,5 g/dl
Diatas Bunsen hingga terjadi perubahan warna yang konstan dan
catat waktu perubahan
Perubahan warna larutan dan catat waktu setiap terjadi perubahan warna
Dipanaskan
menjadi warna orange dalam waktu 1 menit 50 detik.
2. Uji Fehling A dan Fehling B
No Percobaan HasilPengamatan
Kadar Glukosa
1 Glukosa (20 tetes) + Fehling A (1 ml) + Fehling B (1 ml)
Saat Pemanasan
Pada detik ke-8: Larutan berubah warna dari biru muda menjadi biru dongker.Pada detik ke-21: Larutan berubah menjadi warna hijau.Pada detik ke-35: Terbentuk 3 lapisan warna (biru, kuning, cokelat).Pada 1 menit 15 detik: Terbentuk 4 lapisan warna (hijau, kuning, cokelat, bening).Larutan berubah warna menjadi merah kehitaman pada detik ke-20.
(++++)2,5-4,0 g/dl
2 Glukosa (20 tetes) + Aquadest1 ml + Fehling A (1 ml) + Fehling B (1 ml)
Pada detik ke-6: Larutan berubah warna dari biru muda menjadi biru dongker.Pada detik ke-40: Larutan berubah menjadi warna hijau.Pada 1 menit 40 detik: Larutan berubah menjadi warna hijau lumut.Pada 3 menit 40 detik: Terbentuk 2 lapisan warna (cokelat dan
Saat Pemanasanorange).Larutan berubah warna menjadi merah kehitaman pada detik ke-23.
(++++)2,5-4,0 g/dl
3 Glukosa (20 tetes) + Aquadest2 ml + Fehling A (1 ml) + Fehling B (1 ml)
Saat Pemanasan
Pada detik ke-3: Larutan berubah warna dari biru muda menjadi biru tua.Pada detik ke-43: Larutan berubah menjadi warna hijau.Larutan berubah warna menjadi merah kehitaman pada detik ke-34.
(++++)2,5-4,0 g/dl
4 Glukosa (20 tetes) + Aquadest4 ml + Fehling A (1 ml) + Fehling B (1 ml)
Saat Pemanasan
Pada detik ke-4: Larutan berubah warna dari biru muda menjadi biru tua.Pada detik ke-40: Larutan berubah menjadi warna hijau.Larutan berubah warna menjadi merah kehitaman pada detik ke-48.
(++++)2,5-4,0 g/dl
VII. PEMBAHASANPada praktikum ini digunakan Benedict dan Fehling (A dan B)
yaitu indikator atau reagen yang digunakan untuk menguji dan mengetahui
kandungan gula pereduksi yaitu glukosa pada sampel dalam berbagai konsentrasi.
Kadar glukosa yang dihasilkan dapat terlihat dari warna larutan sampel yang
dihasilkan. Apabila warna yang dihasilkan merah bata berarti kadar kandungan
glukosa pada sampel tersebut tinggi. Urutan warna yang menunjukkan kadar
glukosa tinggi sampai yang paling rendah adalah merah (2,5-4,0 g/dl), orange
(1,5-2,5 g/dl), kuning (1-1,5 g/dl), hijau dengan endapan kuning (0,5-1,0 g/dl)
dan biru hijau tak ada endapan (0,0-0,1 g/dl).
Sampel glukosa dalam berbagai konsentrasi menunjukkan hasil positif
dalam uji Benedict maupun Fehling. Sebab sampel mengandung glukosa
merupakan gula pereduksi dari kelompok monosakarida memiliki gugus aldehid
yang memiliki sifat dapat mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehid bebas.
Digunakan Fehling dan Benedict karena mengandung logam seperti Cu (II) yang
dapat mengoksidasi atau bersifat reduktor.
Pada uji Benedict semua sampel glukosa menunjukkan perubahan warna
dari biru menjadi orange yang menunjukkan bahwa sampel mengandung glukosa
sebanyak 1,5-2,0 g/dl. Waktu perubahan warna dari biru menjadi orange pada
setiap konsentrasi glukosa berbeda-beda, dan dapat disimpulkan semakin encer
konsentrasi glukosa (glukosa dalam 4 ml air) maka waktu perubahan warna
semakin lama dibandingkan dengan glukosa dalam 1 ml dan 2 ml air serta tanpa
air yang lebih pekat konsentrasinya. Hal ini dikarenakan dengan semakin
encernya konsentrasi glukosa proses reduksi oleh benedict semakin lama akibat
adanya air yang memperlambat reaksi. Pereaksi Benedict mengandung atom Cu
yang terikat sebagai kompleks. Glukosa mengandung gugus aldehid yang dapat
dioksidasi asam karboksil sehingga akan mereduksi ion kupri pada larutan
Benedict. Dalam reaksi ini glukosa diubah menjadi asam onat, yang membentuk
garam karena adanya basa. Sedangkan pereaksi fehling mengalami reduksi
sehingga tembaga bermartabat dua diubah menjadi tembaga bermartabat satu.
Pada uji Fehling, Pereaksi Fehling digunakan dengan menambahkan
Fehling A dan B dengan volume yang sama. Jika terdapat gula pereduksi pada
sampel maka warna biru dari pereduksi Fehling akan hilang dan endapan merah
atau kuning dari Cu2O akan terbentuk. Sampel glukosa pada uji ini menunjukkan
perubahan warna biru menjadi hijau sebelum pemanasan, saat pemanasan
dilakukan terjadi perubahan menjadi merah kehitaman dengan endapan merah
bata hal ini menujukkan kandungan glukosa dalam sampel 2,5-4,0 g/dl. Seperti
halnya pereaksi fehling, glukosa akan diubah menjadi asam onat (fehling
mengoksidasi aldosa menjadi aldonat), sedangkan pereaksi benedict (sebagai Cu+
+) akan tereduksi menjadi kupro oksida. Jadi dalam uji ini akan terjadi proses
oksidasi dan reduksi. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion
kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO. Dalam pereaksi
ini ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan
sebagai Cu2O (kupro oksida). Sama halnya dengan uji benedict bahwa
konsentrasi glukosa yang encer bereaksi lebih lama dibandingan konsentrasi yang
lebih pekat. Gradasi warna saat pemberian pereaksi fehling disebabkan oleh
tingkatan bereaksinya glukosa dengan fehling, jika semakin pekat maka glukosa
sudah mereduksi fehling secara sempurna.
Tujuan dari pemanasan setelah diberi reagen benedict dan fehling yaitu
untuk mempercepat reaksi reduksi glukosa oleh benedict. Sedangkan penambahan
NaOH untuk menciptakan suasana basa karena reduksi terjadi dalam basa yang
akan mempercepat terjadinya endapan Cu2O.
VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Sampel glukosa menunjukkan reaksi positif dengan pereaksi benedict
ditunjukkan dengan warna orange dengan kadar glukosa 1,5-2,5 g/dl.
2. Sampel glukosa menunjukkan reaksi positif dengan pereaksi fehling (A dan
B) ditunjukkan dengan warna merah dengan kadar glukosa 2,5-4,0 g/dl.
3. Glukosa mereduksi ion Cu2+ pada pereaksi benedict dan fehling menjadi ion
Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O (kupro oksida).
4. NaOH digunakan untuk menciptakan suasana basa agar mempercepat
terbentuknya endapan Cu2O (kupro oksida).
5. Konsentrasi glukosa yang encer mereduksi fehling dan benedict lebih lama
dibandingan konsentrasi yang lebih pekat.
6. Gradasi warna saat pemberian pereaksi fehling disebabkan oleh tingkatan
bereaksinya glukosa dengan fehling, jika semakin pekat maka glukosa sudah
mereduksi fehling secara sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
James, Joyce, dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Erlangga:
Jakarta.
Lehninger, A.L. 1997. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Marks, Dawn B, dkk. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan
Klinis. Jakarta: EGC.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organic, Sterokimia, Lemak, dan
Protein.Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC.
LAMPIRAN
Uji Benedict
4 sampel glukosa dengan berbagai konsentrasi (tanpa air, dengan 1 ml, 2 ml,
dan 4 ml air) Glukosa + Pereaksi Benedict
Pemanasan Glukosa + Benedict Penambahan NaOH
Perubahan warna dari biru menjadi hijau setelah penambahan NaOH
Perubahan warna dari hijau menjadi orange
Semua sampel glukosa yang telah berubah warna dan menunjukkan hasil postif terhadap benedict
Uji Fehling A dan Fehling B
Larutan glukosa + Fehling A Penambahan Fehling B
Perubahan warna saat setelah ditambahkan Fehling A dan Fehling B
Pemanasan setelah penambahan Fehling Perubahan warna setelah pemanasan
Semua sampel glukosa yang telah mengalami perubahan warna setelah pemanasan dan menunjukkan hasil positif dengan Fehling (A dan B)