laporan kasus papilitis

27
1 BAB I PENDAHULUAN Mata merupakan organ tubuh yang penting dan berfungsi sebagai media pengelihatan. Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayaan di lingkungan sebagai suatu bayangan optis di suatu lapisan sel yang peka terhadap sinar, yaitu retina, seperti kamera non- digital menangkap bayangan pada film. Mirip dengan film yang dapat diproses menjadi salinan visual dari bayangan asli, citra yang tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap pemrosesan visual hingga akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli. Saraf optik merupakan saraf otak kedua atau Nervus II yang meneruskan rangsangan pengelihatan dari retina ke otak. Serabut saraf dari retina berjalan dalam saraf optik masuk ke korteks visual primer. Saraf optik terdiri atas 1,2 juta akson serabut saraf yang berasal dari 100 juta fotoreseptor di retina. Apabila terjadi kelainan pada saraf optik ini, tentu saja akan terjadi gangguan dari pengelihatan. Kelainan pada saraf optik dapat terjadi pada retina, papil saraf optik, kiasma optik, traktus optik, dan nucleus ganglion genikulatum. Kelainan-kelainan pada saraf optik antara lain neuropati

Upload: citra-saraswati

Post on 07-Jul-2016

74 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Papilitis

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan kasus papilitis

1

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan organ tubuh yang penting dan berfungsi sebagai media

pengelihatan. Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayaan di

lingkungan sebagai suatu bayangan optis di suatu lapisan sel yang peka terhadap

sinar, yaitu retina, seperti kamera non-digital menangkap bayangan pada film. Mirip

dengan film yang dapat diproses menjadi salinan visual dari bayangan asli, citra yang

tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap pemrosesan visual hingga

akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli.

Saraf optik merupakan saraf otak kedua atau Nervus II yang meneruskan

rangsangan pengelihatan dari retina ke otak. Serabut saraf dari retina berjalan dalam

saraf optik masuk ke korteks visual primer. Saraf optik terdiri atas 1,2 juta akson

serabut saraf yang berasal dari 100 juta fotoreseptor di retina. Apabila terjadi kelainan

pada saraf optik ini, tentu saja akan terjadi gangguan dari pengelihatan. Kelainan

pada saraf optik dapat terjadi pada retina, papil saraf optik, kiasma optik, traktus

optik, dan nucleus ganglion genikulatum. Kelainan-kelainan pada saraf optik antara

lain neuropati optik, neuritis optik, iskemik optik neuropati, defisiensi optik

neuropati, neurorenitis, papil edema, dan pseupapil edema.

Neuritis optik merupakan peradangan saraf optik yang dapat terjadi di dalam

mata (papillitis) atau luar bola mata (neuritis retrobulbar). Pada papilitis akut sering

terjadi kehilangan pengelihatan dengan cepat dan pembengkakan dari diskus optikus.

Neuritis optik sangat berkaitan dengan sklerosis multipel (peradangan yang terjadi

pada otak dan sumsum tulang belakang). Neuritis optik merupakan keadaan saraf

optik yang degeneratif. Terdapat banyak penyebab dari neuritis optik, namun yang

tersering merupakan penyakit demielinatif. Gejala tersering yang dirasakan antara

lain nyeri dan hilangnya pengelihatan secara akut dan biasanya hanya mengenai

mata. Tanpa terapi, ada kemungkinan neuritis optik ini akan sembuh dengan

sendirinya dalam 4 hingga 12 hari.

Page 2: Laporan kasus papilitis

2

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan

penulis dan pembaca mengenai kasus papillitis pada mata serta mengetahui secara

rinci langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis dan memberikan terapi pada

pasien tersebut. Poin-poin tersebut akan dijelaskan lebih rinci pada bab selanjutnya.

Page 3: Laporan kasus papilitis

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi

Neuritis optik dikenal juga dengan sebutan neuropati optik inflamatorik

merupakan suatu peradangan yang terjadi pada saraf optik. 2 Peradangan yang terjadi

pada saraf optik ini dapat terjadi di luar maupun di dalam bola mata. Peradangan saraf

optik yang terjadi di dalam bola mata disebut dengan papilitis, sedangkan peradangan

saraf optik yang terjadi di belakang bola mata disebut dengan neuritis retrobulbar.

Neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optik yang terjadi cukup jauh dibelakang

diskus optikus sehingga diskus optikus tetap normal selama episode akut. 3 Pada

neuritis retrobulbar tidak terdapat kelainan pada papil saraf optik.2 Papilitis adalah

edema diskus yang disebabkan oleh peradangan pada caput nervi optiki (nervus

optikus intraocular). Hilangnya penglihatan merupakan gejala utama dari neuritis

optik dan secara khusus berguna untuk membedakan papilitis dengan papilledema. 3

Papilitis akut ditandai dengan kehilangan pengelihatan dalam 2 hingga 3 hari.

Secara epidemiologi, papilitis akut paling sering terjadi pada usia 30 hingga 50 tahun,

namun bisa saja terjadi pada usia 5 hingga 60 tahun. Biasanya papilitis akut hanya

terjadi pada satu mata atau unilateral, namun terdapat kemungkinan mata yang

satunya lagi bisa terkena juga. Papilitis akut merupakan salah satu penyebab dari

pembengkakan diskus optikus.

2.2 Etiologi

Neuritis optik dapat disebabkan oleh banyak hal, namun yang tersering adalah

penyakit demielinatif. Penyebab lain dari neuritis optik antara lain diperantarai-imun,

infeksi langsung, neuropati optik granulomatosa, penyakit peradangan sekitar,

gangguan vaskular, imbalans nutrisi dan metabolic, herediter, reaksi toksik, trauma,

dan efek samping dari obat-obatan. Penyakit demielinatif yang dapat menyebabkan

Page 4: Laporan kasus papilitis

4

neuritis optik antara lain sclerosis multiple, neuromielitis optika (penyakit Devic) dan

idiopatik. Penyebab neuritis optik yang diperantarai-imun antara lain neuritis optik

pasca infeksi virus (mumps, morbili), pasca imunisasi, ensefalomielitis diseminata

akut, polineuropati idiopatik akut, lupus eritematosus sistemik. Infeksi langsung yang

dapat menyebabkan neuritis optik antara lain infeksi herpes zoster, sifilis,

tuberculosis, crytococcosis, dan cytomegalovirus. Peradangan sekitar yang dapat

menyebabkan neuritis optik antara lain peradangan intraocular, penyakit orbita,

penyakit sinus dan penyakit intracranial. Gangguan vaskular yang dapat

menyebabkan neuritis optik antara lain arteritis temporal dan oklusi arteri retina

sentral. Penyakit herediter yang dapat menyebabkan neuritis optik adalah neuropatik

optik herediter Leber. Reaksi toksik yang dapat menyebabkan neuritis optik

diakibatkan oleh tembakau, methanol, kina, arsen dan salisilat.

2.3 Patofisiologi

Dasar patologi penyebab Neuritis optikus yang paling sering adalah

inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang

terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan

perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan

myelin (Behrman, 2014).

Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi

dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat

melebihi hilangnya akson.

Demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai oleh imun, tetapi

mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi sistemik sel T

diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi didalam cairan

serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului perubahan

sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-

agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di

darah perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis

Page 5: Laporan kasus papilitis

5

optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS.

Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus.

2.4 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari papillitis terbagi menjadi dua yaitu akut dan kronik.

Pada manifestasi akut diawali dengan timbulnya gejala yang dirasakan pada satu mata

(monokular), kemudian pada mata yang lainnya baik secara simultan maupun

berlangsung cepat (Osborne, B, 2016). Manifestasi klinis tersebut antara lain adalah,

gejala nyeri yang dirasakan pada pasien. Nyeri ini biasa timbul saat pasien

menggerakan bola mata nya. Nyeri diikuti dengan adanya penurunan ketajaman

penglihatan. Penurunan tajam penglihatan ini dapat berlangsung dalam hitungan jam

maupun hari, dan memuncak dalam 1-2 minggu. Visus dapat mengurangi persepsi

cahaya dimana pasien mengeluh adanya pandangan kabur, kesulitan membaca,

adanya bintik buta, dan menurun atau hilangnya persepsi terhadap warna.

Selain menurunnya visus, gangguan lapangan pandang juga merupakan tipe

defek visual yang sering ditemukan. Karakteristik gangguan lapang pandang yang

sering ditemukan adalah skotomata sentral. Defek pupil aferen juga selalu terjadi

pada neuritis optic bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen

ini ditynjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil). Yang

terakhir yaitu ditemukan pula perdarahan peripail yang menyertai papillitis karena

neuropati optik iskemik anterior (Morganda,R. 2014)

Pada manifestasi kronik, dapat terjadi kehilangan penglihatan secara persisten,

dan kebanyakan pasien mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun. Defek pupil

aferen relatif menetap pada beberapa pasien kira-kira dua tahun setelah gejala awal.

Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna merah akan

melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat dengan mata yang

terkena.

Page 6: Laporan kasus papilitis

6

Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan

penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan mandi dengan

air panas merupakan pencetus klasik. Diskus optik terlihat mengecil dan pucat,

terutama didaerah temporal. Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat

retina peripapil.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam penegakan diagnosis papillitis

adalah

1. Pemeriksaan CT(computerized tomography) orbita dan kepala, untuk mencari

penyebab neuritis optik pada kanal optik.

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging), untuk melihat nervus optikus dan korteks

serebri. Hal ini dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis

multiple

3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah, Dilakukan untuk melihat adanya proses

infeksi atau inflamasi.

2.6 Diagnosis

Diagnosis papillitis dapat ditegakkan melalui temuan-temuan yang didapatkan

dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis,

pasien mengeluhkan hilang atau kaburnya penglihatan, yang biasanya unilateral dan

memburuk dalam hitungan hari maupun minggu. Pasien juga biasanya mengeluhkan

kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subyektif terhadap terangnya

cahaya, persepsi warna yang terganggu. Perlu diketahui juga apakah hilangnya

penglihatan dirasakan secara akut atau bertahap. Pada anak, biasanya gejala

penurunan ketajaman penglihatan mendadak mengenai kedua mata, sedangkan pada

orang dewasa seringkali unilateral.

Page 7: Laporan kasus papilitis

7

Riwayat yang khas juga dirasakan yaitu apakah terdapat nyeri oribital saat

bola mata digerakkan. Selain itu apakah pasien merasakan kehilangan terhadap

persepsi warna. Perlu ditanyakan juga apakah gejala yang timbul semakin berat

dengan adanya aktivitas. Melalui anamnesis pula ditanyakan apakah pasien memiliki

riwayat terinfeksi virus seperti infeksi saluran pernapasan, gastrointestinal, dan

lainnya. Perlu juga ditanyakan apakah terdapat gejala fokal neurologis seperti mati

rasa atau numbness dan kesemutan pada ekstremitas.

Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan.

Didapatkan penurunan visus yang bervariasi, dari ringan sampai kehilangan

penglihatan total.

Hilangnya visus dapat :

ringan (≥ 20 / 30)

sedang (≥ 20 / 60)

maupun berat (≤ 20 / 70)

Uji konfrontasi untuk melihat ada tidaknya defek lapang pandang. Tipe-tipe

gangguan lapang pandang dapat berupa: skotoma sentrosekal, kerusakan gelendong

saraf parasentral, kerusakan gelendong saraf yang meluas ke perifer, kerusakan

gelendong saraf yang melibatkan fiksasi dan perifer saja.

Selan itu pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan buta warna (ishihara). Jika

ada biasanya gangguan terjadi pada penglihatan warna merah. Pemeriksaan

funduskopi dilakukan untuk melihat apakah adanya pembengkakan atau perdarahan

pada retina atau saraf optik (Morganda,R. 2014).

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada papillitis atau neuritis optik adalah neuropati optik.

Perbandingannya adalah pada neuropati optik gejala visusnya adalah defek akut

lapangan pandang terutama altitudinal. Tidak ditemukan gejala nyeri pada bola mata

saat digerakkan maupun nyeri pada daerah orbita.

Page 8: Laporan kasus papilitis

8

Diagnosis banding lainnya adalah Ischemic Optic Neuropathy (ION), dimana

gejala penyakit ini juga hilangnya ketajaman penglihatan secara mendadak. Tidak

ditemukan gejala nyeri pada orbita maupun saat bola mata digerakkan. Defek lapang

pandang biasanya pada bagian inferior altitudinal. Gambaran funduskopi

menunjukkan adanya pembengkakan saraf optik yang berwarna pucat.

Selain itu papillitis juga dapat dibandingkan dengan diagnosis Acute

papilledema. Perbedaan yang khas adalah pada penyakit ini ketajaman penglihatan

dan persepsi warna normal, kecuali apabila ditemukan edema pada makula. Selain itu

juga tidak ditemukan adanya rasa nyeri pada pergerakkan bola mata. Pada uji lapang

pandang sering ditemukan titik buta yang lebih lebar.

2.8 Penatalaksanaan

Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :

Regimen selama 2 minggu :

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral

c. Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama

( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada

hari ke 2 sampai ke 4

d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid

dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi

steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan

hasil pemulihan pandangan visual.

2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :

Page 9: Laporan kasus papilitis

9

a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas

b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-1α

selama 28 hari

c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena

dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan

3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :

a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10

tahun kemudian

b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan

visual

c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual

pada mata kontralateral

d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian

Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Observasi

2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan

ulang tiap 3-6 bulan kemudian

3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil

MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi

lanjutan.

2.9 Komplikasi dan Prognosis

Tanpa terapi, penglihatan mulai membaik setelah 2-3 minggu sejak

timbulnya gejala, kadang-kadang dapat membaik dalam beberapa hari. Perbaikan

visus biasanya terjadi perlahan hingga beberapa bulan. Visus yang buruk sewaktu

episode akut biasanya akan menunjukkan hasil perbaikan.

Page 10: Laporan kasus papilitis

10

Menurut Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT), 38% akan berkembang

menjadi multiple sclerosis dalam 10 tahun setelah episode pertama idiopathic

demyelinative optic neuritis, 22% pada pasien dengan hasil MRI otak yang normal

dan 56% pada lesi matter putih (Riordan, et al, 2007).

Setiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna dan

memperburuk penglihatan.

Page 11: Laporan kasus papilitis

11

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : IWAP

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 15 Januari 2006

Umur : 10 tahun

Alamat : Br. Kengetan Singakerta Ubud, Gianyar, Bali

Agama : Hindu

Suku : Bali

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Dibawah Umur

Status : Belum Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 7 Maret 2016

3.2 Anamnesis

Keluhan utama

Kedua mata kabur

Autoanamnesa

Pasien datang ke poliklinik Mata RSUP Sanglah pada tanggal 6 Februari 2016

dengan keluhan kedua mata kabur. Keluhan kedua mata kabur sudah dirasakan sejak

2 hari sebelum MRS. Mata kabur dikatakan muncul mendadak setelah pasien

bermain-main di halaman rumahnya dengan mata sebelah kanan terlebih dahulu

dirasakan kabur. Besoknya mata kiri dirasakan kabur juga. Mata kabur yang

dirasakan membuatkan pasien tidak dapat membaca dan tidak dapat melakukan

aktivitas secara mandiri. Namun, pada saat ini pasien masih dapat bersekolah seperti

biasa tetapi dipantau oleh orang tua. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri di bola

matanya terutama apabila digerakkan. Keluhan-keluhan seperti keluhan mata berair

dan mata merah disangkal oleh ibu pasien.

Page 12: Laporan kasus papilitis

12

Riwayat penyakit sebelumnya, ibu pasien mengaku pasien pernah rawat inap

karena penyakit demam berdarah sekitar 1 bulan yang lalu. Ibu pasien mengatakan

pesien belum pernah mengalami penyakit mata sebelumnya. Riwayat penyakit

sistemik seperti hipertensi, kencing manis, dan penyakit jantung disangkal oleh ibu

pasien. Riwayat trauma juga disangkal. Riwayat alergi dan penggunaan kaca mata

maupun lensa kontak juga disangkal oleh ibu pasien. Riwayat pengobatan

sebelumnya, ibu pasien mengatakan pasien mengkonsumsi obat antasida tablet, Ca

laktat tablet, vitamin B komplek dan prednison.

Riwayat penyakit keluarga, dikatakan pada keluarga pasien tidak ada anggota

keluarga yang menderita keluhan yang serupa. Riwayat penyakit mata dan sistemik

lainnya disangkal oleh ibu pasien. Riwayat sosial, pasien merupakan anak kedua dari

dua bersaudara. Pasien masih duduk di bangku sekolah dasar. Pasien dijemput dan

diantar ke sekolah oleh orang tuanya setiap hari.

Pemeriksaan Fisik

Status Present

Kesan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Nadi : 84x/menit, regular, isi cukup

Laju respirasi : 20x/menit, regular

Suhu aksila : 36,50C

Status Generalis

Mata : dijelaskan pada status ophthalmology

THT : kesan tenang

Mulut : sianosis (-)

Leher : pembesaran kelenjar (-)

Page 13: Laporan kasus papilitis

13

Thoraks :simetris (+)

Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo :vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen :distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : hangat + + edema - -

+ + - -

Status Ophthalmology

OD OS

6/9 Visus 6/12

Normal Palpebra Normal

Tenang Konjungtiva Tenang

Jernih Kornea Jernih

Dalam Bilik mata depan Dalam

Bulat, regular Iris Bulat, regular

Middilatasi, RP (+),

RAPD (-)Pupil

Middilatasi, RP (+),

RAPD (-)

Jernih Lensa Jernih

Jernih Vitreous Jernih

Papil batas tidak tegas,

CDR cbe, hiperemis,

aa/vv 2/3 vena turtuos.

Retina baik, RM (+)

Funduskopi

Papil batas tidak tegas,

CDR cbe, hiperemis,

aa/vv 2/3 vena turtuos.

Retina baik, RM (+)

N/P TIO N/P

Page 14: Laporan kasus papilitis

14

Gambar 3.1. Tampilan kedua mata pasien

3.3 Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada indikasi sehingga tidak dilakukan.

3.4 Diagnosis Kerja

ODS optic disc swelling ec papilitis

3.5 Penatalaksanaan

a) Medikamentosa

Methyl prednisolon inj 4 x 125mg

Vitamin B complex 1 x 1 tab

Antasida syrup 3 x ½ tab

Kalc 1 x ½ tab

b) Perancangan diagnostik

Pro MRI

Cek lab (ANA, IgG, IgM anti toxo, CMV)

c) KIE

Hindari mata dari paparan debu

d) Monitoring

Page 15: Laporan kasus papilitis

15

Kontrol 7 hari lagi

Page 16: Laporan kasus papilitis

16

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis dengan ODS optic disc swelling ec papilitis karena dari

anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan kedua matanya kabur secara

mendadak dengan mata kanan mulai kabur terlebih dahulu disertai mata sebelah kiri

pada esok harinya. Mata kabur yang dirasakan membuatkan pasien tidak dapat

membaca dan tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Hal ini sudah sesuai

dengan literatur yaitu salah satu keluhan yang dialami oleh pasien dengan Papilitis

adalah pandangan kabur mendadak pada satu mata (monocular) kemudian pada mata

lainnnya yang berlangsung secara simultan maupun berlangsung cepat.

Selanjutnya, pasien juga mengeluhkan adanya rasa nyeri pada kedua mata

terutama apabila digerakkan tetapi tidak disertai dengan keluhan mata merah dan

mata berair serta pandangan menjadi silau. Hal ini sudah sesuai dengan literatur yang

menyebutkan bahwa keluhan nyeri dirasakan pada hampir sembilan puluh persentase

pasien, diikuti dengan adanya penurunan ketajaman penglihatan yang dapat

berlangsung dalam hitungan jam maupun hari, dan memuncak dalam 1-2 minggu. Hal

ini dikatakan karena proses pembentukan kelenjar myelin dan proliferasi saluran

natrium di segmental-segmental saraf telah dimulai dan dapat bertahan lebih dari dua

tahun. (Jose Perez-Cambrodi, 2014)

Pada riwayat sosial, pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien

masih di bangku sekolah dasar serta dijemput dan diantar ke sekolah oleh orang

tuanya setiap hari. Selalunya neuritis optik terjadi setelah infeksi viral, di mana anak-

anak lebih rentan terkena infeksi.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa visus menurun pada kedua mata

sedangkan palpebra, konjungtiva, kornea, bilik mata depan dan iris dalam batas

normal. Namun, terdapat middilatasi pada pupil di mata kanan dan kiri pasien.

Relative afferent papillary defect (RAPD) tidak ditemukan di kedua-dua mata pasien.

Pada pemeriksaan funduskopi, ditemukan pada kedua-dua mata pasien papil batas

tidak tegas, CDR cbe hiperemis, aa/vv 2/3 vena turtous. Retina dalam kondisi yang

Page 17: Laporan kasus papilitis

17

baik dan reflek makula (+) pada kedua mata pasien. Hal ini sudah sesuai dengan

literatur yang menyebutkan bahwa pada kasus papilitis disertai dengan penurunan

tajam penglihatan, adanya defek pupil aferen yaitu pupil berdilatasi karena tidak

adanya dorongan aferen pada refleks cahaya, serta perdarahan peripapil. Terapi yang

diberikan kepada pasien terdiri atas terapi medikamentosa dan juga edukasi. Terapi

medika mentosa yang diberikan terdiri atas: Methyl prednisolon inj 4 x 125mg untuk

menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid hanya

mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan

pandangan visual. Vitamin B complex 1 x 1 tab untuk memperbaiki nutrisi pada

saluran neuron optik, Antasida syrup 3 x ½ tab untuk profilaksis gastritis dan Kalc 1

x ½ tab. Hal ini sudah sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa menurut

neuritis optikus Treatment Trial (ONTT), pengobatan dengan steroid bertujuan untuk

menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis selama 3 tahun. Selanjutnya pengobatan

buat anak-anak adalah dengan mengobservasi jika terdapat keluhan yang memburuk.

Pasien juga diedukasi untuk menghindari paparan debu untuk mencegah perburukan

dari bagian mata lainnya. Pasien juga diminta untuk kontrol 7 hari kemudian untuk

mengevaluasi kembali keluhan pasien. Hal ini sudah sesuai dengan literature yang

menyatakan bahwa dengan terapi yang adekuat, neuritis optikus pada anak-anak akan

sembuh sepenuhnya.

Page 18: Laporan kasus papilitis

18

BAB V

KESIMPULAN

Neuritis optik merupakan peradangan saraf optik yang dapat terjadi di dalam

mata (papillitis) atau luar bola mata (neuritis retrobulbar). Pada papilitis akut sering

terjadi kehilangan pengelihatan dengan cepat dan pembengkakan dari diskus optikus.

Neuritis optik sangat berkaitan dengan sklerosis multipel (peradangan yang terjadi

pada otak dan sumsum tulang belakang). Pasien didiagnosis dengan ODS optic disc

swelling ec papilitis karena pasien mengeluhkan kedua matanya kabur secara

mendadak dengan mata kanan mulai kabur terlebih dahulu disertai mata sebelah kiri

pada esok harinya. Mata kabur yang dirasakan membuatkan pasien tidak dapat

membaca dan tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Pasien juga

mengeluhkan nyeri di bola matanya terutama apabila digerakkan.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa visus menurun pada kedua mata

dan terdapat middilatasi pada pupil di mata kanan dan kiri pasien. Relative afferent

papillary defect (RAPD) tidak ditemukan di kedua-dua mata pasien. Pada pasien ini

direncanakan pemeriksaan MRI untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri

yang dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis multipel.

Terapi yang diberikan kepada pasien terdiri atas terapi medikamentosa dan

juga edukasi. Terapi medika mentosa yang diberikan terdiri atas: Methyl prednisolon

inj 4 x 125mg untuk menurunkan progresivitas Multiple Sclerosis selama 3 tahun.

Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil

pemulihan pandangan visual. Vitamin B complex 1 x 1 tab untuk memperbaiki nutrisi

pada saluran neuron optik, Antasida syrup 3 x ½ tab untuk profilaksis gastritis dan

Kalc 1 x ½ tab. Selanjutnya pengobatan buat anak-anak adalah dengan

mengobservasi jika terdapat keluhan yang memburuk. Pasien juga diedukasi untuk

menghindari paparan debu untuk mencegah perburukan dari bagian mata lainnya.

Page 19: Laporan kasus papilitis

19

Pasien juga diminta untuk kontrol 7 hari kemudian untuk mengevaluasi kembali

keluhan pasien.

Page 20: Laporan kasus papilitis

20

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, S. 2014. Optic Neuritis, Papillitis, and Neuronal Retinopathy. British Journal of Ophthalmology, 48(4), pp.209-217.

Ilyas, Sidarta. 2014. Saraf Optik. Dalam: Ilyas S, penyunting. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata, Edisi pertama. Jakarta, Balai Penerbit FK UI, hal: 209-222

Jose Perez-Cambrodi, Rafael. 2014. Optic Neuritis in Pediatric Population : A Review In Current Tendencies of Diagnosis and Management. Journal of Optometry. Hal : 125-130

Osborne, B. (2016). Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis. [online] Uptodate.com. Available at: http://www.uptodate.com/contents/optic-neuritis-pathophysiology-clinical-features-and-diagnosis [Diakses pada 9 Mar. 2016].

Riordan-Eva, Paul dan Hoyt, William F. 2007. Neuro-Oftalmologi. Dalam: Vaughan Daniel G, Asbury Taylor, Eva Paul Riordan, penyunting. Oftalmologi Umum, Edisi ke-17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 262-308

R, Margonda (2014). Optik Neuritis. [online] Available at: http://academicjournalyarsi.ac.id [Diakses pada: 9 Mar. 2016].

Sherwood, Lauralee. 2012. Sistem Saraf Tepi: Divisi Aferen; Indra Khusus. Dalam: Sherwood L, penyunting. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 210-231