laporan kasus pkm malaria

31
LAPORAN KASUS DEMAM DENGUE Disusun Oleh: Dimas Adhiatma , dr. Ika Veristiana Santi, dr. Kristina Paskalita Kero, dr. Elishabeth Erna Sally, dr. Paulinne Windawati, dr. Dokter Pendamping: dr. Malukyanto DOKTER INTERNSHIP PUSKESMAS GANDUSARI KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN TRENGGALEK 2014 1

Upload: chictopia-sweet

Post on 12-Dec-2015

273 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan kasus malaria pkm gandusari trenggalek

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus PKM Malaria

LAPORAN KASUS

DEMAM DENGUE

Disusun Oleh:

Dimas Adhiatma , dr.

Ika Veristiana Santi, dr.

Kristina Paskalita Kero, dr.

Elishabeth Erna Sally, dr.

Paulinne Windawati, dr.

Dokter Pendamping:

dr. Malukyanto

DOKTER INTERNSHIP

PUSKESMAS GANDUSARI

KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN TRENGGALEK

2014

1

Page 2: Laporan Kasus PKM Malaria

BAB 1

PENDAHULUAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF)

adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,

nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan

diathesis hemoragik.

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock

syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

2

Page 3: Laporan Kasus PKM Malaria

BAB 2

DATA PASIEN

2.1. Identitas Pasien

Nama : Sdr. M

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 17 Tahun

Alamat : RT 5 / RW 16 Desa Gandusari, Kecamatan Gandusari

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal Rawat Inap : 18 januari 2015

Tanggal Pemeriksaan : Minggu, 18 Januari 2015, pukul 20.30 WIB

2.2. Pemeriksaan Pasien

2.2.1. Anamnesis

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga

mengeluh mual setiap kali makan, pusing dan nyeri pada persendian. Pasien tdk

mengeluh adanya mimisan. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami sakit seperti sekarang ini

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat Sosial

Di lingkungan tempat tinggal pasien banyak yang menderita sakit demam

berdarah

3

Page 4: Laporan Kasus PKM Malaria

2.2.2. Pemeriksaan fisik ( 18 January 2015 )

1. Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

GCS : 456

2. Vital Sign :

Tekanan darah: 110/70 mmHg

Nadi : 112 x / menit, regular, kuat angkat

RR : 18 x/menit

Suhu badan : 38,9oC (aksilar)

3. Kepala dan Leher :

Anemis : -

Icterus : -

Cyanosis : -

Dyspnea : -

KGB leher : tidak didapatkan pembesaran

4. Thorax :

Paru:

Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi

Palpasi : gerak dada simetris, fremitus simetris

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi : vesikuler / vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : S1-S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

4

Page 5: Laporan Kasus PKM Malaria

5. Abdomen :

Inspeksi : Flat

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani

Palpasi : Supel, turgor normal, hepar/lien/ren tidak teraba

6. Extremitas :

Akral : Hangat Kering Merah

CRT : < 2 detik

Edema : −¿− ¿−¿−¿¿ ¿

2.2.3. Assessment

Observasi Febris hari-III et causa S. Demam Dengue

DD: Demam Berdarah Dengue

2.2.4. Planning

Terapi

Infus RL 20 tpm 1.500 cc/24 jam

Injeksi Ampilicin 3 x 1 g I.V.

Injeksi Ranitidin 3 x 1 amp I.V.

Obat oral : - paracetamol 3x1 tab

- Antasida 3x1 tab

Pemeriksaan Laboratorium : DL, trombosit, widal

2.2.5. Follow Up

19 Januari 2015, pukul 08.00 WIB

S: pusing (+), mual (+), nyeri sendi berkurang

O: TD: 100/70 mmHg, S: 37,7oC. Status generalis dalam batas normal

Wbc : 3460

HGB : 12,4 g/dl

HCT : 20,62 %

5

Page 6: Laporan Kasus PKM Malaria

PLT : 78.000

Widal : O (-) , H (-) , A (1/20) , B (1/80)

A : Demam Dengue

P : Terapi dilanjutkan

20 Januari 2015, pukul 08.00 WIB

S: pusing (+)

O: TD: 100/70 mmHg, S: 38,8oC. Status generalis dalam batas normal

Wbc : 346

HGB : 12,4 g/dl

HCT : 32,43 %

PLT : 67.000

A : Demam Dengue

P : Terapi dilanjutkan

20 Januari, 2015 pukul 11.00 WIB

S: diare 2 kali, cair (+)

O: TD: 110/80 mmHg, S: 38,8oC. Status generalis dalam batas normal

A : Demam Dengue

P : terapi dilanjutkan ; omeqdiar 3xII tab

20 januari 2015, pukul 17.00 WIB

S: muntah (+) 3 kali, panas (-)

O: TD: 100/70 mmHg, S: 36oC. Status generalis dalam batas normal

A : Observasi Febris hari-III et causa Suspect Malaria

P : Terapi dilanjutkan; injeksi Metoclopramid 3 x 1 amp I.V. prn

21 januari 2015, pukul 08.00 WIB

S: keluhan (-), nafsu makan menurun

O: TD: 100/70 mmHg, S: 36oC. Status generalis dalam batas normal

Wbc : 346

6

Page 7: Laporan Kasus PKM Malaria

HGB : 12,4 g/dl

HCT : 32,43 %

PLT : 62.000

A : Demam Dengue

P : Terapi dilanjutkan

KIE : makan dan minum yang banyak

22 januari 2015, pukul 08.00 WIB

S: keluhan (-), nafsu makan menurun

O: TD: 100/70 mmHg, S: 36oC. Status generalis dalam batas normal

Wbc : 355

HGB : 13,1 g/dl

HCT : 34 %

PLT : 61.000

A : Demam Dengue

P : Rujuk RSUD Soedomo Trenggalek

2.3. Pemeriksaan Keluarga

Anamnesis keluarga: tidak ada keluarga yang sedang atau pernah menderita penyakit serupa.

Health belief : memeriksakan diri ke puskesmas bila ada anggota keluarga yang sakit.

2.4. Pemeriksaan Lingkungan

Deskripsi keadaan rumah / lingkungan :

Pasien adalah seorang pelajar. Pasien tinggal bersama orang tuanya. Rumah

tersebut merupakan rumah permanen dengan ukuran 11 x 12 m2. Rumah ini memiliki 1

pintu, yaitu pintu depan yang menghadap ke teras rumah. Rumah pasien terdiri dari 1

ruang tamu , 3 kamar tidur, ruang tengah, dapur dan 1 kamar mandi. Kamar mandi berada

di bagian belakang rumah pasien, dengan jamban yang terletak di dalamnya .

Di bagian depan dan belakang rumah pasien terdapat jendela kaca tidak permanen,

yang bisa dibuka tutup. Bagian atap rumah pasien menggunakan plafon kondisi plafon

7

Page 8: Laporan Kasus PKM Malaria

tampak baik tanpa bocor. Udara dapat masuk melalui angin-angin yang terdapat di atas

pintu dan jendela serta dari pintu depan saat terbuka.

Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela kaca riben dan pintu masuk serta

sisi-sisi atap yang di beberapa bagiannya mengunakan fiber transparan. Tidak didapatkan

genteng kaca pada atap rumah pasien. Pasien menggunakan lampu di tiap ruangan.

Tembok rumah terbuat dari batu bata yang dikapur putih. Lantai rumah pasien

berbahan keramik yang tampak lama. Jumlah total penghuni rumah 4 orang, dengan total

luas bangunan rumah 11 x 12 m2 Kepadatan: 132/4 = 33 m2 per orang.

Sumber air untuk minum, mandi dan mencuci diambil dari sumur bor. Sumur

tersebut terletak di sebelah utara rumah dengan jarak 5 meter dari rumah dan 17 meter dari

jamban. Jamban yang digunakan adalah jamban jongkok, terletak dalam kamar mandi di

bagian belakang rumah. Pembuangan air dilakukan di selokan di samping rumah, selokan

ditutup pada bagian atasnya Pembuangan sampah langsung dibuang di tempat sampah.

Kamar mandi berukuran 2x1 m2 dengan menggunakan bak mandi dan jamban

jonkok. Bak mandi berukuran 1x1x1 m3 sehingga dapat sering dikuras oleh keluarga

pasien. Air dalam bak mandi tampak jernih dan bebas jentik nyamuk.

Jarak rumah dengan Puskesmas Gandusari adalah 3 km.

Predisposing factor : Pasien berdomisili di daerah endemis demam berdarah

Coincidence factor : Pasien tidak memiliki riwayat terserang demam dengue

Enabling factor : Jarak rumah ke puskesmas 3 km, dapat dijangkau dengan sepeda

motor.

Reinforcing factor : Adanya petugas kesehatan di puskesmas yang berkompeten,

fasilitas puskesmas yang baik.

. Host : manusia

Agent : virus Dengue

Environment : Daerah endemis demam berdarah

8

Page 9: Laporan Kasus PKM Malaria

BAB 3

DIAGNOSTIK HOLISTIK

3.1. Daftar Masalah

Pasien Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga

mengeluh mual setiap kali makan, pusing dan nyeri pada persendian. Pasien tdk

mengeluh adanya mimisan. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan suhu tubuh 38,9°C.

3.2. Diagnosis Individual

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan pasien yang

didapatkan, diagnosa dari kasus ini adalah Demam Dengue. Pasien sudah memiliki Health

belief yang baik. Pasien tidak memiliki riwayat terserang demam dengue.

3.3 Diagnosis Komplikasi

-

3.4 Diagnosis Keluarga

-

3.5 Diagnosis Lingkungan

Masalah lingkungan adalah pasien tinggal di daerah endemis demam berdarah.

9

Page 10: Laporan Kasus PKM Malaria

BAB 4

STRATEGI PENANGANAN MASALAH

4.1.Intervensi Promotif

Penyuluhan untuk edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit

demam dengue, meliputi gejala, cara penularan penyakit serta pencegahanya.

4.2. Intervensi Preventif

4.2.1. Menjaga daya tahan tubuh ( makan makanan yang bergizi dan istirahat cukup).

4.2.2. Lakukan gerakan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) seminggu sekali untuk

pencegahan

4.2.3. Obat semprot anti nyamuk

4.2.4. Kelambu khusus

4.2.5. Memakai pakaian yang protektif

4.2.6. Tidur di kamar yang bebas nyamuk

4.3. Intervensi Kuratif

Pengobatan penderita demam dengue di ruang rawat inap terdiri dari pengobatan

suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, analgetik/antipiretik,

dan anti-muntah.

4.4 Intervensi Rehabilitatif

Penderita dan keluarga diberi penjelasan tentang bahaya serta komplikasi yang

mungkin timbul akibat demam dengue. Keluarga penderita juga dimotivasi untuk selalu

memantau kesehatannya, serta mengantisispasi terjadinya relaps perdarahan spontan.

Petugas kesehatan dapat pula melakukan home visit untuk memantau dan memberi

penyuluhan.

10

Page 11: Laporan Kasus PKM Malaria

BAB 5

ILMU DALAM PENANGANAN

KASUS DEMAM DENGUE

Etiologi Demam Dengue

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk

dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter

30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10.

Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype ditemukan

di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara

serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West

Nile virus.

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden

DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah

meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,

sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.

aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi

air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :

1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat ke

tempat lain;

2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan

terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;

11

Page 12: Laporan Kasus PKM Malaria

3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO, 2000).

Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan

dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :

a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses netralisasi virus,

sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody

terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pad monosit atau

makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE);

b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon Monosit dan

makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi imun seluler terhadap virus

dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan

limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; antibodi. Namun proses

fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

c) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan

C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang

menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang

berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan

konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum

pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan

aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus

bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T

helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma.

Manifestasi Klinis dan Perjalanan penyakit

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue

(SSD).

12

Page 13: Laporan Kasus PKM Malaria

Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama

2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk

terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (Kabra, Jain, Singhal, 1999).

Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue

adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah

tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi

antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain

Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya

antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative

(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total

leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥

20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau

komponen darah.

Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90

hari.

13

Page 14: Laporan Kasus PKM Malaria

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG

mulai terdeteksi hari ke-2.

Diagnosis

a) Demam Dengue (DD)

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih

manifestasi klinis sebagai berikut:

• Nyeri kepala.

• Nyeri retro-oebital.

• Mialgia / artralgia.

• Ruam kulit.

• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).

• Leukopenia.

• dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang

sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

b) Demam Berdarah Dengue (DBD).

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini

dipenuhi :

• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

• Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

- Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan

dari tempat lain.

- Hematemesis atau melena.

• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut:

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan

jenis kelamin.

14

Page 15: Laporan Kasus PKM Malaria

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada

DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. (WHO, 1997)

Diagnosa Banding

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan

demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang

cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,

kulit dingin dan lembab serta gelisah. (Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan, 2006)

Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi

derajat penyakit seperti tertera pada tabel berikut.

DD/DBD Derajat Gejala Lab

DD Demam disertasi 2

atau lebih

tanda : sakit

kepala, nyeri

retro-orbital,

mialgia,

artralgia

Leukopenia

Trombositopenia,

tdk ada kebocoran

plasma

Serologi

dengue

(+)

DBD I Gejala diatas,

ditambah dgn

uji bendung

(+)

Trombositopenia

(<100.000),

bukti ada

kebocoran

plasma

15

Page 16: Laporan Kasus PKM Malaria

II Gejala diatas,

ditambah dgn

perdarahan

spontan

Trombositopenia

(<100.000),

bukti ada

kebocoran

plasma

III Gejala diatas

ditambah

dengan

kegagalan

sirkulasi

(kulit dingin

dan lembab,

serta gelisah)

Trombositopenia

(<100.000),

bukti ada

kebocoran

plasma

IV Syok berat disertai

dengan

tekanan

darah dan

nadi tidak

terukur

Trombositopenia

(<100.000),

bukti ada

kebocoran

plasma

Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya semua

kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan

lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit

dingin dan lembab serta gelisah.

Penatalaksanaan

Protokol dibagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama pada

penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai

petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

16

Page 17: Laporan Kasus PKM Malaria

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan

hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam

berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila

keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat

Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk dirawat

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa syok maka di

ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :

Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20)

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan

tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai

dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak

5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus

cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam

pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda

hematokrin turun, frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka

jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan

pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan

17

Page 18: Laporan Kasus PKM Malaria

infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik cairan

dapat dihentikan24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan

tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <

20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse

menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila

keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi menjadi 5 ml/KgBB/jam

tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlaah cairan infuse dinaikkan

15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan

didapatkn tanda-tanda syok maka pasien ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom

syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi

seperti terapi pemberian cairan

4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,

perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran

kencing ( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan

sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian

cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi, pernapasan, dan

jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit

sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-

tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi komponen darah diberikan

sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi factor-faktor pembekuan darah

(PT dan aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl.

Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan massif

dengan jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID

18

Page 19: Laporan Kasus PKM Malaria

5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan

harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan intravaskuler yang

hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan dengan

penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan penderita

DBD mendapat pertolongan.

Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga

diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah

perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida,

serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-

30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan

nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba

hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7

ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan

menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian

cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital,

hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus dihentikan.

Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan.

Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan

pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah hipokondrium kana dan

epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL

dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan

kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-

30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht. Bila Ht meningkat berarti

perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan.

19

Page 20: Laporan Kasus PKM Malaria

- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah 10-30

menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun cairan dilakukan

pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah hingga jumlah

maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran tekanan vena

sentral 15-18cmH2O

- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap

gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.

- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan tetap

belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.

Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita

diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Prognosis

Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi

Pencegahan

Kegiatan ini meliputi :

1. Pembersihan jentik

- Program pemberantasan serang nyamuk (PSN)

- Menggunakan ikan (cupang, sepat)

2. Pencegahan gigitan nyamuk

- Menggunakan kelambu

- Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)

- Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)

- Penyemprotan

20

Page 21: Laporan Kasus PKM Malaria

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2011). Buku Saku Menuju Eliminasi Demam Berdarah. Jakarta: Direktorat

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Depkes RI. (2012). Pedoman Tata Laksana Demam Haemorragic Dengue. Jakarta: Direktorat

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

L. Kasper MD, Dennis dkk. 2008. Harrison's Principles Of Internal Medicine, 17th Edition.

United States of America: Mc Graw Hill.

Mansjoer, Arief, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid Pertama. Jakarta:

Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

21