laporan mikrobiologi
DESCRIPTION
sterilisasi dan pertumbuhan mikrobaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada setiap percobaan yang ada di Laboratorium, pasti menggunakan alat-alat yang
berhubungan dengan percobaan yang akan dilakukan. Sebelum melakukan praktikum,
praktikan harus mengetahui apa fungsi dan kegunaan dari alat-alat tersebut agar
nantinya tidak terjadi kesalahan dalam melakukan percobaan nanti.
Terlebih dalam praktikum mikrobiologi, sebelum alat-alat tersebut digunakan harus
melakukan suatu proses yang bernama proses sterilisasi. Tujuan dari proses tersebut
ialah untuk mensterilkan alat-alat dari mikroorgsnisme yang tidak diinginkan agar pada
saat percobaan alat-alat tersebut sudah steril dan tidak adanya mikroorganisme yang
tidak diinginkan tumbuh.
Suatu mikroorganisme tumbuh karena adanya media yang ada. Media harus steril saat
digunakan agar pertumbuhan mikroorganisme dapat berlangsung dengan baik dan tidak
ada tumbuh mikroorganisme yang lain. Dalam pertumbuhan mikroorganisme ada
beberapa syarat-syarat tertentu yang diantaranya bahwa didalam medium harus
terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroba kemudian susunan makanannya, tekanan osmosis, derajar, keasaman (pH),
temperatur, sterilisasi.
Latar Belakang dari Praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui cara
mensterilisasikan alat dengan menggunakan metode sterilisasi yang ada serta
mengetahui cara pembuatan media pertumbuhan mikroba.
1.2. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui alat-alat yang ada di Laboratorium beserta fungsinya
b. Untuk mengetahui cara-cara mensterilisasikan alat
c. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam sterilisasi
d. Untuk mengetahui cara pembuatan medium NA (Nutrient Agar)
e. Untuk mengetahui cara pembuatan medium PDA (Potato Dextrose Agar)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sterilisasi
2.1.1. Pengertian Sterilisasi
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis
mikroorganisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri,
Mycoplasma, virus) yang terdpat pada / di dalam suatu benda. Proses ini melibatkan
aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk membunuh atau
menghilangkan mikroorganisme.
Sterilisasi didesain untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. Target suatu
metode inaktivasi tergantung dari metode dan tipe mikroorganismenya, yaitu tergantung
dari asam nukleat, protein, atau membran mikroorganisme tersebut. Agen kimia untu
sterilisasi disebut sterilant.
Desifenksi merupakan proses pembunuhan atau penghilangan mikroorganisme yang
dapat membawa penyakit. Agen desinfeksi adalah desinfektan, yang biasanya
merupakan zat kimiawi dan digunakan untuk objek-objek yang tidak hidup. Desinfeksi
tidak menjamin objek menjadi steril karena spora viable dan beberapa mikroorganisme
tetap tidak bersisa.
Sanitasi berhubungan erat dengan desinfeksi. Pada proses sanitasi, populasi
mikroorganisme direduksi sampai mencapai level atau tingkatan yang dianggap aman
oleh standar kesehatan masyarakat. Agen sanitasi adalah sanitizer. Contoh sanitizer
yang umum digunakan adalah sanitizer untuk membersihkan makanan yang ada di
restoran.
Antiseptis adalah proses pencegahan infeksi dengan cara inaktivasi atau mematikan
mikroorganisme dengan cara kimia. Agen antiseptis disebut antiseptik. Proses ini tidak
merusak jaringan inang dan tidak setoksik desifektan. Substansi yang dapat membunuh
mikroorganisme umumnya memiliki akhiran –sida (cide). Contohnya adalah germisida
(germicide) yang membunuh banyak pathogen tetapi tidak berefek pada endospora
bakteri; bakterisida; fungisida; algisida; dan virusida. Sedangkan substansi yang tidak
bersifat membunuh mikroorganisme dan hanya berfungsi untuk penghambat
pertumbuhan umumnya memiliki akhiran nama –statik (static). Contohnya adalah
fungistatik dan bakteriostatik.
Mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap metode sterilisasi
tertentu. Endospora bakteri resisten terhadap panas, iradiasi, dan detergen; virus tanpa
envelope resisten terhadap pelarut organik dan detergen; mycoplasma dan virus tidak
dapat dihilangkan dengan filter steril yang memiliki ukuran pori 0,2 µm.
Efisiensi metode sterilisasi dan efektivitas agar antimikroba dipengaruhi oleh hal – hal
berikut ini yaitu :
a. Ukuran populasi
Populasi mikroorganisme yang besar memerlukan waktu yang lebih lama sampai
tercapainya kematian dibanding populasi yang lebih kecil.
b. Komposisi Populasi
Bentuk endospora bakteri lebih resisten dibandingkan bentuk vegetatifnya.
c. Konsentrasi / intensitas agen antimikroba
Makin tinggi konsentrasi agen, makin banyak mikroorganisme yang dapat dimatikan.
Pada titik tertentu, peningkatan konsentrasi tidak meningkatkan kecepatan pembunuhan.
Beberapa agen antimikroba justru lebih efektif pada konsentrasi lebih rendah.
Contohnya : etanol 70% lebih efektif dibandingkan dengan etanol 95%.
d. Lama paparan
Semakin lama populasi mikroorganisme terpapar agen mikroba, semakin banyak
mikroorganisme yang mati.
e. Temperatur
Peningkatan temperatur dapat meningkatkan aktivitas agen antimikroba.
f. Lingkungan sekitar
Kondisi lingkngan sekitar dapat menghalangi ataupun mempercepat destruksi. Untuk
dapat mematikan mikroorganisme, sterilant harus dapat mencapai mikroorganisme dan
apabila mikroorganisme terdapat dalam bahan protein seperti nanah, jaringan, ataupun
eksudat jaringan, maka diperlukan sterilant dengan jumlah yang lebih dari normal untuk
dapat memtikan mikroorganisme tersebut (Pratiwi, 2008).
2.1.2. Cara Sterilisasi
Suatu produk dapat disterilkan melalui cara sterilisasi akhir (Terminal sterilization) atau
dengan cara aseptic (Aseptic processing). Cara sterilisasi yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan sterilisasi, yaitu :
a. Terminal Sterilization
Metode sterilisasi akhir menurut PDA Technical Monograph (2005) dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Overkill Method
Overkill Method adalah metode sterilisasi menggunakan pemanaasn dengan uap panas
pada suhu 121oC selama 15 menit yang mampu memberikan minimal reaksi setingkat
log 12 dari mikroorganisme-mikroorganisme yang memiliki nilai D selama 1 menit.
Metode ini dapat digunakan untuk bahan yang tahan panas seperti zat anorganik.
Metode ini menjadi pillihan utama karena kelebihannya yaitu lebih efisien, cepat dan
aman. Kriteria yang digunakan adalah probabilitas survival / tidk lebih besar dari 1
(satu) mikroorganisme dalam 106 unit. Pada metode ini, monitoring hanya dilakukan
pada formula akhir.
2. Biorbuden Sterilization
Biorbuden Sterilization adalah metode sterilisasi yang memerlukan monitoring ketat
dan terkontrol terhadap beban sekecil mungkin di beberapa jalur produksi sebelum
menjalani proses sterilisasi lanjutan dengan tingkat sterilitas yang dipersyaratkan SAL
10-6. Metode ini umumnya digunakan untuk bahan yang mengalami degradasi
kandungan bila dipanaskan terlalu tinggi seperti zat organik.
Proses sterilisasi memerlukan suatu siklus yang dapat menghancurkan mikroorganisme,
namun tanpa menimbulkan degradasi produk. Nilai D ditentukan dengan menggunakan
bakteri dalam bentuk spora yang didapat dari lingkungan produksi atau yang diisolasi
dari produk.
Perbedaan kedua metode adalah pada titik awal. Jika menggunakan metode overkill,
maka pemanasan dengan uap 121oC selama 15 menit sedangkan metode Biorbuden
Sterilization dilihat dari pencapaian tingkat sterilitas yang diminta, yaitu Sal 10-6.
b. Aseptic Processing
Aseptic Processing adalah metode pembukaan produk steril menggunakan filter khusus
untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang diformulasikan dan diisikan ke
dalam kontainer steril dalam lingkungan terkontrol. Suplai udara, material, peralatan,
dan petugas telah terkontrol sehingga mikroba tetap berada pada level yang dapat
diterima dalam cell zone. Persyaratannya adalah limit of media fill 1 : 10.000 unit dapat
dikatakan produk bebas mikroorganisme (Stefanus, 2006).
2.1.3. Metode Sterilisasi
Metode sterilisasi terdiri atas bermacam macam metode yaitu :
a. Sterilisasi Panas dengan tekanan atau Sterilisasi Uap (Autoclave)
Pemanasan dalam tekanan dapat dilakukan dengan menggunakan autoclave yaitu untuk
membunuh spora bakteri yang paling tahan panas. Spora yang paling tahan panas dapat
mati pada suhu 121oC selama 15 menit. Suhu ini dapat dicapai pada permukaan larut
menggunakan uap pada tekanan 15 psi dalam tekanan atmosfer berlebih. Kekuatan
membunuh uap air panas disebabkan pada waktu kondensasi, pada bahan yang
disterilisasi dilepaskan sejumlah besar panas laten. Pengerutan yang disebabkan oleh
kondensasi dapat menyebabkan penyerapan uap air baru yang berarti lebih banyak
panas yang diserap (Fardiaz, 1992).
Sterilisasi ini merupakan metode yang paling efektif dan ideal karena :
1. Uap merupakan pembawa (carrier) energi termal yang paling efektif dan semua
lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakkan, sehingga memungkinkan
terjadinya koagulasi.
2. Bersifat nontoksik, mudah diperoleh, dan relatif mudah dikontrol.
Siklus sterilisasi uap meliputi pada fase pemanasan (conditioning), pemaparan uap
(exposure), pembuangan (exhaust), dan pengeringan (Stefanus, 2006).
b. Sterilisasi pemanasan kering
Sterilisasi pemanasan kering berfungsi untuk mematikan organisme dengan cara
mengoksidasi komponen sel ataupun mendenaturasi enzim. Metode ini tidak dapat
digunakan untuk bahan yang terbuat dari karet atau plastik, waktu sterilisasinya lama,
yaitu sekitar 2 – 3 jam, dan berdaya penetrasi rendah. Metode sterilisasi pemanasan
kering ini tidak memerlukan air sehingga tidak ada uap air yang membasahi alat atau
bahan yang disterilkan (Pratiwi, 2008).
Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan
diabsorpsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam
permukaan sampai suhu untuk sterilisasi tercapai.
Pada sterilisasi panas kering ini, pembunuhan mikroorganisme terjadi melalui
mekanisme oksidasi sampai terjadinya koagulasi protein sel. Karena panas dan kering
kurang efektif dalam membunuh mikroba dari autoclave, maka sterilisasi memerlukan
temperatur yang tinggi dan waktu yang panjang.
Sterilisasi panas kering biasa ditetapkan pada temperatur minimum 160oC dengan waktu
1 jam untuk alat logam dan gelas. Untuk larutan minyak atau parafin atau salep
sterilisasi ditetapkan pada temperature 150oC dengan waktu 1 jam. Temperatur yang
lebih tinggi memungkinkan sterilisasi yang lebih pendek yang ditentukan oleh
peraturan, dan sebaliknya temperatur yang lebih rendah membutuhkan waktu yang
panjang (Stefanus, 2006).
Pemanasan kering ini sering digunakan dalam sterilisasi alat alat gelas di laboratorium
dengan menggunakan oven dengan suhu 160 – 180oC selama 1,5 – 2 jam dengan sistem
udara statis. Jika digunakan oven yang dilengkapi dengan sirkulasi udara panas,
diperlukan waktu setengahnya karena aliran udara panas ke alat-alat gelas akan lebih
efisien (Fardiaz, 1992).
Sterilisasi ini juga dapat digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif
disterilkan dengan autoklaf. Senyawa ini antara lain minyak lemak, gliserin, petrolatum,
minyak mineral, paraffin, dan berbagai serbuk yang stabil pemanasannya sepeti ZnO.
Siklus dari sterilisasi panas kering meliputi fase pemanasan (udara panas disirkulasikan
pada chamber), periode plateau (tercapainya suhu pada chamber), equilibrium atau
holding time (seluruh chamber memiliki suhu yang sama), dan pendinginan chamber
(mensirkulasikan udara dingin ke dalam chamber) (Stefanus, 2006).
c. Sterilisasi dengan cara perebusan
Perebusan adalah pemanasan di dalam air mendidih atau uap air pada suhu 100oC
selama beberapa menit, tetapi banyak spora bakteri yang tahan panas dan masih hidup
setelah perebusan selama beberapa jam (Fardiaz, 1992).
d. Sterilisasi dengan cara Tindalisasi.
Tindalisasi dilakukan dengan cara memanaskan medium atau larutan menggunakan uap
selama satu jam setiap hari untuk tiga hari berturut-turut. Waktu inkubasi di antara dua
proses pemanasan sengaja diadakan supaya spora dapat bergerminasi menjadi sel
vegetatif sehingga mudah dibunuh pada pemanasan berikutnya (Fardiaz, 1992).
e. Sterilisasi dengan cara Pasteurisasi.
Pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu di mana semua
patogen yang berbahaya bagi manusia akan terbunuh, misalnya bakteri penyebab
tuberculosis dan bruselois. Proses parteurisasi biasanya dilakukan terhadap susu. Proses
ini juga dapat disebabkan oleh sterptokoki grup A (Streptococcus pyogenes).
Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam waktu yang relatif
lama yaitu 65oC selama 30 menit, atau pada suhu tinggi dalam waktu singkat yaitu 72oC
selama 15 detik. Beberapa bakteri vegetatif yang tahan panas (termofil) dan spora tahan
akan proses pasteurisasi. Setelah pasteurisasi, produk harus didinginkan dengan cepat
untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup (Fardiaz, 1992).
f. Sterilisasi gas atau etilen oksida
Etilen Oksda meruakan senyawa organik kelompok epoksida dari golongan eter dengan
rumus kimianya adalah (C2H4)O . Etilen oksida berada dalam fase gas pada suhu diatas
10,75oC dalam tekanan 1 atmosfer. Di bawah konsentrasi 500 – 750 ppm, gas etilen
oksida tidak berwarna dan tidak berbau. Et-O pada konsentrasi 3% bersifat mudah
terbakar. Et-O membunuh mikroorganisme melalui reaksi kimia yaitu reaksi alkilasi,
yang pada reaksi tersebut terjadi pergantian gugus alkil. Akibatnya adalah proses
metabolisme dan reproduksi sel terganggu.
Siklus sterilisasi Et-O terjadi melalui fase vakum (pemvakuman chamber), innjeksi (gas
Et-O diinjeksikan, sehingga terjadi kenaikan tekanan pada chamber), pemaparan (terjadi
pemaparan Et-O selama waktu tertentu), aerasi (udara segar masuk melalui filter bakteri
atau mendorong Et-O keluar dari pipa pengeluaran) (Stefanus 2006).
Beberapa Parameter sentralisasi gas Et-O meliputi :
1. Konsentrasi gas secara umum semakin tinggi konsentrasi gar maka waktu yang
diperlukan untuk proses sterilisasi akan semakin cepat. Konsentrasi biasa
dinyatakan dalam mg/liter ruang chamber.
2. Semakin tinggi suhu, semakin cepat reaksi berjalan. Sterilisasi suhu rendah bias
menggunakan suhu 47 – 60oC
3. Kelembaban untuk meningkatkan daya penetrasi gas
4. Waktu siklus satu kali proses sterilisasi berkisar antara 2 – 6 jam, tergantung pada
suhu dan konsentrasi (Stefanus, 2006).
g. Sterilisasi penyaringan
Metode sterilisasi dengan penyaringan digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap
panas, misalnya enzim, dan dapat juga dgunakan untuk mensterilkan medium
laboratorium dan larutan-larutan yang dapat mengalami kerusakan jika dipanaskan.
Penyaringan dengan ukuran pori-pori 0,45 mikron atau kurang akan menghilangkan
jasad renik yang terdaat dalam larutan tersebut. Penyaringan yang banyak digunakan
terbuat dari gelas sinter (Gelman, Miliore) dan asbestos atau penyaring Seitz. Pori-pori
penyaring tersebut berukuran sekitar antara 0,22 – 10 mikron. Pori-pori yang lebih kasar
biasanya digunakan untuk penjernihan sebelum digunakan pori-pori yang lebih halus,
sehingga tidak terjadi penyumbatan. Penyaring yang biasa digunakan oleh bakteri tidak
dapat menyaring virus atau mikoplasma (Fardiaz, 1992).
Kerugian dari sterilisasi ini adalah biaya yang mahal serta filter yang mudah mampat
akibat filtrat tertinggal pada saringan sehingga saringan harus sering diganti. Kerugian
yang lain adalah meskipun memiliki pori-pori yang halus, membran filter tidak dapat
digunakan untuk menyaring virus.
Jenis filter yang lain adalah filter HEPA (High Efficiency Particulate Air), contohnya
LAF (Laminar Air Flow). Filter ini digunakan untuk menyaring udara sehingga bebas
dari bakteri, dan terdiri dari lipatan selulosa asetat (Pratiwi, 2008).
Menyaring mikroba atau filtrasi melalui prinsip :
1. Filter ayakan, didasari perbedaan ukurannya dengan pori. Ukuran porinya seragam
0,22 µm dengan ketebalan 80 – 159 µm. Filter ayakan tidak dapat membebaskan
pirogen dan virus (0,02 µm)
2. Filter adsorpsi, dalam hal ini filternya terbuat dari selulosa asbes, gelas sinter,
keramik, serta karbon aktif. Filter dapat membebaskan pirogen dari virus (Stefanus,
2006).
h. Sterilisasi dengan plasma
Plasma terdiri atas elektron, ion-ion, maupun partikel netral. Plasma buatan dapat terjadi
pada suhu tinggi maupun rendah. Plasma berasal dari beberapa gas seperti argon,
nitrogen, dan oksigen yang menunjukkan aktivitas sporisidal.
Plasma yang terbentuk dari hidrogen peroksida, proses pembentukan plasma mengalami
dua fase, yaitu fase difusi hidrogen peroksida dan fase plasma. Fase plasma dimulai
setelah pemvakuman chamber. Uap hidrogen peroksida yang dihasilkan dari 58%
hidrogen peroksida masuk ke dalam chamber melalui mekanisme difusi. Alat atau
bahan yang akan disterilkan kemudian terpaparkan oleh uap hidrogen peroksida selama
50 menit pada konsentrasi 6 mg/l. Hidrogen Peroksida yang pada dasarnya mempunyai
aktivitas mematikan mikroorganisme berfungsi sebagai prekursor pembentukkan radikal
bebas pada pembentukkan plasma. Hidrogen peroksida yang pada dasarnya mempunyai
aktivitas mematikan mikroorganisme berfungsi sebagai precursor pembentkan radikal
bebas pada pembentukkan plasma. Fase plasma berlangsung selama 15 menit pada 400
watt. Setelah fase plasma selesai, setiap zat akan bergabung kembali membentuk
senyawa stabil berupa air dan oksigen. Aktivitas mematikan mikroorganisme hidrogen
peroksida belum diketahui secara pasti, namun dalam proses pembentukkan plasma
membentuk zat reaktif seperti radikal bebas radiasi UV (Stefanus, 2006).
i. Sterilisasi Radiasi
1. Ultraviolet
Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang 100 – 400 nm
dengan efek optimal pada 254 nm. Sumbernya adalah lampu uap merkuri dengan daya
tembus hanya 0,01 – 0,2 mm. Ultraviolet digunakan untuk sterilisasi ruangan pada
penggunaan antiseptik.
2. Ion
Mekanismenya mengikuti teori tumbukan, yaitu sinar langsung menghantam pusat
kehidupan mikroba (kromosom) atau secara tidak langsung dengan sinar terlebih dahulu
membentur molekul air dan mengubahnya menjadi bentuk radikalnya yang
menyebabkan terjadi reaksi sekunder pada bagian molekul DNA mikroba.
3. Gamma
Gamma bersumber dari Co – 60 dan Cs – 137 dengan aktivitas sebesar 50 – 500 kilo
curie serta memiliki daya tembus yang sangat tinggi. Dosis efektifnya adalah 2,5 MRad.
Gamma digunakan untuk mensterilkan alat kedokteran serta alat yang terbuat dari
logam, karet, serta bahan sintetis seperti polietilen (Stefanus, 2006).
2.2. Pertumbuhan Media
2.2.1. Pengertian Media
Medium (jamak : media) pertumbuhan adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran
zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi yang disediakan dari media berupa molekul-
molekul yang selanjutnya dirakit untuk menyusun komponen sel dan memperbanyak
diri sehingga sel-sel tersebut dapat dimanfaatkan. Dengan adanya media pertumbuhan
dapat dilakukan isolasi mikroorganisme menjadi kultur tunggal dan juga memanipulasi
mikroorganisme yang didapatkan untuk kepentingan tertentu. Kultur media adalah
substansi dengan kadar tertentu dalam bentuk cair, setengah padat atau padat yang
mengandung bahan alami dan atau buatan untuk mendukung perkembangbiakan
mikroorganisme (Prahdika, 2008).
Media pertumbuhan memiliki banyak nama yang umumnya mengacu kepada nama asli
sesuai literatur. Terdapat juga media dengan komposisi yang sama tetapi memiliki nama
yang berbeda karena diproduksi oleh perusahaan yang berbeda. Misalnya Trypticase™
Soy Agar diproduksi oleh BBL (BD Diagnostic Systems). Tryptone Soy Agar diproduksi
oleh Oxoid Unipath dan Tryptic Soy Agar diproduksi Difco (BD Diagnostic Systems)
yang semuanya memiliki komposisi yang sama. Banyak media juga dikenal sebagai
akronim, misalnya TSA adalah singkatan dari Trypticase™ Soy Agar. Jika seseorang
memodifikasi komposisi media yang telah ada (memiliki nama asli), maka istilah
“modified” diletakkan setelah nama media. Misalnya TSA modified bukan Modified
TSA. Media yang tidak memiliki nama formal umumnya dinamai berdasarkan
organisme yang ditargetkan, misalnya Bacillus stearothermophilus Broth (Prahdika,
2008).
2.2.2. Bahan-bahan media pertumbuhan
a. Sumber nutrisi atau zat makanan
Analisa dari komposisi kandungan unsur sel mikroorganisme menunjukkan lebih dari
95% dari berat kering terdiri dari unsur utama (major elements) yaitu unsur C, O, H, N,
S, P, K, Na, Ca, Mg, dan Fe. Jika suatu jenis mikroorganisme ingin ditumbuhkan dalam
cawan petri atau tabung maka harus dipenuhi kebutuhan unsur tersebut dari molekul
organik yang terdapat pada media. Komposisi setiap bahan pada media tertentu terhadap
mikroorganisme target menggambarkan kondisi nutrisi pada habitat aslinya karena pada
keadaan itulah mikroorganisme tersebut optimal tumbuh. Berikut adalah sumber nutrisi
media :
1. Sumber karbon
Molekul organik umumnya mengandung karbon sebagai tulang punggungnya seperti
karbohidrat, lemak, protein yang terdapat pada pepton, glukosa, dll. Bahan organik
inilah yang menjadi sumber karbon utama untuk mikroorganisme heterotrof yang umum
dikultivasi.
2. Sumber nitrogen
Sumber nitrogen mencakup asam amino, protein atau senyawa bernitrogen lain yang
terkandung pada pepton, ekrtrak daging, atau tryptose. Sejumlah mikroba juga dapat
menggunakan sumber N anorganik seperti urea.
3. Sumber oksigen
Untuk mikroorganisme heterotrof yang dikulturkan pada cawan, sebagian besar oksigen
didapatkan langsung dari udara sedangkan mikroorganisme yang dikultur pada media
cair sumber oksigen berasal dari oksigen yang terlarut air. Oleh karena itu aerasi pada
kultur cair dapat meningkatkan pasokan oksigen kepada mikroorganisme.
4. Sumber fosfat
Sumber fosfat organik seperti beberapa protein, kofaktor atau ATP yang dapat dijumpai
pada bahan yeast extract atau pepton. Namun hampir semua mikroorganisme dapat
memanfaatkan fosfat anorganik yang ditambahkan langsung pada media seperti
potassium phosphate, sodium phosphate dll.
5. Sumber unsur sekelumit (mikronutrient/trace element)
Pada lingkup media pada cawan petri, unsur mikronutrien (Zn, Mn, Mo, Ni, Co, Cu dll.)
dapat diperoleh dari akuades atau peralatan gelas. Fungsi mikronutrien ini umumnya
menjadi bagian dari enzim atau kofaktor untuk menjadi katalis reaksi atau menjaga
struktur protein. Oleh karena itu pembuktian kebutuhan unsur mikronutrien sangat sulit
dilakukan dalam skala laboratorium karena setiap jenis mikroorganisme
membutuhkannya dalam jumlah yang sangat sedikit (Prahdika, 2008).
b. Komposisi media pertumbuhan
Formulasi media pertumbuhan prinsipnya hampir sama dengan resep masakan di dapur
yang setiap bahan bakunya diatur dengan takaran tertentu. Berikut adalah beberapa
bahan-bahan yang umum dipakai dalam pembuatan media pertumbuhan
1. Agar
Agar adalah bahan yang paling umum digunakan sebagai gelling agent pada media yang
terbuat dari ekstrak alga. Agar bukan sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme
namun fungsinya lebih bersifat mekanis yaitu memadatkan media cair sehingga sel
tidak larut dalam cairan. Struktur agar terdiri dari D-galactose, 3,6-anhydro-L-galactose,
dan D-glucuronic acid. Umumnya agar terbuat dari ganggang merah. Agar cocok
menjadi agen pemadat karena setelah dilarutkan pada suhu mendidih dapat didinginkan
sampai 40 - 42°C sebelum memadat dan tidak akan mencair lagi sebelum suhu
mencapai 80 - 90°C. Pencairan dan pemadatan berkali-kali atau sterilisasi yang terlalu
lama dapat menurunkan kekuatan agar, terutama pada pH yang asam.
2. Pepton
Pepton adalah hasil hidrolisis protein yang dibentuk dari proses enzimatik atau digesti
asam. Kasein banyak digunakan sebagai substrat pembentuk pepton, tetapi beberapa
bahan lain seperti soybean meal juga sering digunakan.
3. Ekstrak Daging / Tumbuhan
Ekstrak daging dan tumbuhan mengandung asam amino, peptida dengan berat molekul
rendah, karbohidrat, vitamin, mineral dan trace metals. Ekstrak jaringan hewan
mengandung lebih banyak bahan protein larut air dan glikogen sedangkan ekstrak
tumbuhan lebih banyak terdapat karbohidrat di dalamnya.
4. Faktor tumbuh
Banyak mikroorganisme yang membutuhkan faktor tumbuh spesifik yang harus ada
dalam media pertumbuhannya. Beberapa diantaranya adalah vitamin, asam amino, asam
lemak dan nutrisi dari darah.
5. Komponen selektif
Suatu bahan yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme non
target disebut komponen selektif. Komponen selektif dipakai pada media selektif yang
berguna untuk mengisolasi bakteri spesifik dari populasi campuran. Bile salts (garam
empedu), selenite, tetra-hionate, tellurite, azide, phenylethanol, sodium lauryl sulfate,
sodium chloride (konsentrasi tinggi), dan beberapa pewarna (eosin, Crystal Violet, dan
Methylene Blue) umumnya dipakai sebagai bahan selektif. Bahan antimikroba juga
dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri tertentu, diantaranya adalah
ampicillin, chloramphenicol, colistin, cycloheximide, gentamicin, kanamycin, nalidixic
acid, sulfadiazine, dan vancomycin.
6. Komponen diferensial
Berbeda dengan komponen selektif, komponen diferensial ini tidak menekan
pertumbuhan mikroorganisme tertentu namun sebagai bahan untuk memudahkan
pembedaan mikroorganisme target dari populasi campurannya (deteksi visual). Bahan
diferensial seperti pH indikator akan membuat koloni target berbeda warna karena
memproduksi asam. Bahan lainnya berupa pewarna kromogenik yang mampu berubah
warna jika suatu reaksi enzim spesifik terjadi.
7. pH buffer / buffer salts
pH buffer digunakan untuk menjaga pH media selama digunakan untuk tumbuh karena
beberapa mikroorganisme akan tumbuh optimal pada kisaran pH yang spesifik
(Prahdika, 2008).
2.2.3. Macam-macam media pertumbuhan
a. Berdasarkan sifat fisik
1. Medium Padat
Medium padat yaitu media yang mengandung agar 15g/L sehingga setelah dingin media
menjadi padat. Media padat berguna untuk menjaga sel tidak berpindah tempat sehingga
akan mudah dihitung dan dipisahkan jenisnya ketika tumbuh menjadi koloni. Media
padat juga menampakkan difusi hasil metabolit bakteri sehingga memudahkan dalam
pengujian suatu hasil metabolit.
2. Medium Cair
Medium cair yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya adalah NB (Nutrient
Broth), LB (Lactose Broth). Medium cair akan memberi kesempatan bakteri untuk
menyebar dan tercampur dengan seluruh nutrisi sehingga lebih cocok untuk
mengoptimumkan pertumbuhan mikroba. Dapat juga untuk mengetahui karakter suatu
mikroba berdasarkan kebutuhan oksigen.
3. Medium Setengah Padat
Medium setengah padat yaitu media yang mengandung agar 0,3 - 0,4% sehingga
menjadi sedikit kenyal, tidak padat dan tidak begitu cair. Media semi solid dibuat
dengan tujuan supaya pertumbuhan mikroba dapat menyebar ke seluruh media tetapi
tidak mengalami percampuran sempurna jika tergoyang. Misalnya bakteri yang tumbuh
pada media NfB (Nitrogen free Bromthymol Blue) semisolid akan membentuk cincin
hijau kebiruan di bawah permukaan media, jika media ini cair maka cincin ini dapat
dengan mudah hancur. Medium setengah padat juga bertujuan untuk mencegah /
menekan difusi oksigen, misalnya pada media Nitrate Broth, kondisi anaerob atau
sedikit oksigen meningkatkan metabolisme nitrat tetapi bakteri ini juga diharuskan
tumbuh merata diseluruh media (Prahdika, 2008).
b. Berdasarkan kandungan bahan
1. Media sintetik / media terdefinisi (synthetic media / defined media)
Media sintetik adalah media yang seluruh komposisinya diketahui. Media sintetik
digunakan dalam penelitian mengenai uji metabolisme suatu mikroorganisme. Banyak
jenis mikroorganisme kemoorganotrof heterotrof dapat tumbuh pada media sintetik
dengan glukosa sebagai sumber karbon dan ammonium salt sebagai sumber nitrogen.
2. Media kompleks (complex media)
Media kompleks adalah media yang sebagian komposisinya tidak diketahui dengan
pasti. Media kompleks seringkali dibutuhkan karena kebutuhan nutrisi dari beberapa
bakteri tidak diketahui sehingga media sintetik tidak dapat dibuat untuk keperluan ini.
Seringkali satu jenis media kompleks dapat cukup kaya untuk memenuhi kebutuhan
banyak jenis bakteri. media ini dapat mengandung bahan yang tidak diketahui pasti
komposisinya seperti peptone, meat extract dan yeast extract (Prahdika, 2008).
c. Berdasarkan tujuan
Berikut adalah pembagian media :
1. Media isolasi
Media isolasi adalah media umum yang digunakan untuk mengisolasi suatu mikroba
menjadi kultur murni. Biasanya mengandung semua kebutuhan untuk tumbuh, misalnya
Blood agar atau Chocolate agar.
2. Media selektif (selective or inhibitory media)
Berfungsi untuk menumbuhkan mikroba target / yang diinginkan dan menekan
pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan (background flora). Umumnya media
selektif menseleksi mikroba target berdasarkan kelompok, genus atau spesiesnya,
misalnya EMB agar untuk menseleksi E. coli, Baird parker untuk isolasi S. aureus.
3. Media pengkaya (enrichment media)
Media pengkaya termasuk media selektif namun lebih berfungsi untuk memperbanyak
mikroba target sehingga saat dilakukan pengkulturan, mikroba yang tidak diinginkan
tidak dalam jumlah besar. Media pengkaya harus dalam bentuk cair dan digunakan di
awal tahap analisa.
4. Media untuk peremajaan kultur (maintenance of cultures)
Media peremajaan kultur seharusnya tidak begitu kaya nutrisi sehingga mempercepat
pertumbuhan, misalnya Nutrient agar.
5. Media untuk penentuan kebutuhan nutrisi / kemampuan penggunaan substrat.
Media ini berfungsi untuk mendeteksi dan mengidentifikasi kebutuhan suatu substrat
dari bakteri (yang tidak diketahui kebutuhan nutrisinya) dengan menghilangkan atau
mensubtitusi komponen suatu substrat. Media ini tidak digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari namun lebih untuk keperluan penelitian. Sebagai contoh sederhananya
adalah Koser Citrate untuk mendeteksi penggunaan citrate sebagai sumber karbon
tunggal.
6. Media untuk karakterisasi bakteri
Umumnya mengandung nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan ditambah substrat
yang akan diuji penggunaannya. Reagen atau indikator tertentu dapat juga ditambahkan
untuk mengetahui hasil reaksi.
7. Media skrining (screening media)
Media ini diperuntukkan untuk menggambarkan sekilas reaksi yang diperoleh dari
beberapa substrat seperti produksi H2S pada TSI oleh enterobacteria.
8. Media uji mikrobiologi untuk vitamin, asam amino dan antibiotik
Media ini memerlukan pengontrolan ketat pada saat preparasinya untuk memastikan
kemurniannya. Penggunaan cawan kotor dimungkinkan akan menyediakan nutrisi
sehingga hasil uji menjadi rancu. Sedangkan media untuk uji antibiotik tidak begitu
membutuhkan kepastian kemurnian media karena nutrisi asing tidak berpengaruh
kepada hasil uji.
9. Media dasar tanpa nutrisi (non-nutrient basal media)
Berfungsi untuk berbagai keperluan pendukung pertumbuhan mikroba seperti pelapisan
Chitin agar menggunakan media chitin yang dilarutkan pada Salt agar (Prahdika, 2008).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan Sterilisasi dan Pembuatan Medium Mikroba dilaksanakan pada tanggal 8
April 2013 dimulai dari pukul 11.00 WITA hingga pukul 15.00 WITA bertempat di
Laboratorium Rekayasa Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Labu Erlenmeyer
2. Cawan Petri
3. Hot Plate
4. Timbangan
5. Oven
6. Inkubator
7. Magnetic Stirer
8. Sikat Tabung
9. Medical Sterilizer
3.2.2. Bahan
1. Aquadest 1,5 L
2. Ekstrak Daging 500 mL
3. Ekstrak Kentang 500 mL
4. Air Bersih 1,5 L
5. Kertas
6. Dextrose 5,0 gram
7. Pepton 2,5 gram
8. Agar 15 gram
9. Alumunium Foil
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Cara Kerja Sterilisasi
1. Dicuci tangan dengan sabun hingga bersih.
2. Dicuci cawan petri dan labu erlenmenyer dengan menggunakan sabun.
3. Dibilas cawan petri dan labu erlenmeyer dengan menggunakan aquades.
4. Dikeringkan cawan petri dan labu erlenmeyer dengan menggunakan tissue.
5. Dibungkus cawan petri seluruhnya dengan aluminium foil.
6. Diberikan nama dengan kertas label pada cawan petri dan labu Eerlenmeyer.
7. Dimasukkan cawan petri dan labu erlenmeyer ke dalam oven.
8. Diatur suhu di oven sebesar 180oC.
9. Diatur waktu di oven selama 3 jam.
3.3.2. Cara Kerja Pembuatan Media NA (Nutrien Agar)
1. Disiapkan ekstrak daging sebanyak 500 mL.
2. Ditimbang pepton sebanyak 2,5 gram.
3. Ditimbang agar sebanyak 7,5 gram.
4. Dimasukkan ekstrak daging ke dalam labu erlenmeyer.
5. Dimasukkan 2,5 gram pepton ke dalam labu erlenmeyer yang telah berisi ekstrak
daging.
6. Dimasukkan 7,5 gram agar ke dalam labu erlenmeyer yang telah berisi ekstrak
daging dan pepton.
7. Dimiringkan labu erlenmeyer dan dimasukkan stirrer ke dalam labu erlenmeyer dan
ditutup mulut dari labu erlenmeyer tersebut dengan alumuniium foil.
8. Dimanaskan larutan di dalam labu erlenmeyer tersebut di atas hot plate.
9. Dinyalakan magnetic stirrer.
10. Ditunggu larutan hingga mengelarkan busa.
11. Dimasukkan larutan tersebut ke dalam medical sterilizer.
3.3.3. Cara Kerja Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)
1. Disiapkan ekstrak kentang sebanyak 500 mL.
2. Ditimbang dekstrose sebanyak 5,0 gram.
3. Ditimbang agar sebanyak 7,5 gram.
4. Dimasukkan ekstrak kentang ke dalam labu erlenmeyer.
5. Dimasukkan 5,0 gram dekstrose ke dalam labu erlenmeyer yang telah berisi ekstrak
kentang.
6. Dimasukkan 7,5 gram agar ke dalam labu erlenmeyer yang telah berisi ekstrak
kentang dan pepton.
7. Dimiringkan labu erlenmeyer dan dimasukkan stirrer ke dalam labu erlenmeyer dan
ditutup mulut dari labu erlenmeyer tersebut dengan alumunium foil.
8. Dimanaskan larutan di dalam labu erlenmeyer tersebut di atas hot plate.
9. Dinyalakan magnetic stirrer.
10. Ditunggu larutan hingga mengelarkan busa.
11. Dimasukkan larutan tersebut ke dalam medical sterilizer.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Tabel Alat-alat Laboratorium
No Nama Alat Fungsi Alat
1 Labu Erlenmeyer Untuk menampung larutan, bahan, maupun cairan yang
akan digunakan dalam percobaan.
2 Cawan Petri Sebagai wadah untuk penyimpanan dan sebagai wadah
untuk menaruh bahan-bahan yang akan dilakukan dalam
percobaan.
3 Alumunium Foil Sebagai penutup dari cawan petri dan labu erlenmeyer
yang digunakan dalam proses sterilisasi sebagai penutup
labu erlenmeyer yang berisi bahan atau larutan.
4 Oven Sebagai tempat untun menruh alat-alat yang akan
disterilisasi.
5 Hot Plate Sebagai tempat untuk menaruh media yang akan
dipanaskan.
6 Timbangan Untuk menimbang bahan yang akan digunakan.
7 Magnetic Stirer Untuk menghomogenkan suatu larutan dengan
pengadukan.
8 Jarum Ose Untuk memindahkan / mengambil koloni suatu mikroba ke
media.
9 Inkubator Tempat penyimpanan hasil penanaman mikroba.
10 Bulp Untuk menghisap cairan.
11 Spatula Untuk mengaduk bahan.
12 Pipet Untuk mengambil cairan.
13 Corong Untuk memindahkan larutan dari botol atau tempat lain ke
dalam labu erlenmeyer.
14 Kertas Saring Untuk menyaring / memisahkan bahan yang tidak terlarut.
15 Botol Sampel
Berwarna Gelap
Untuk menyimpan sample agar tidak terkena cahaya.
4.1.2. Hasil Pembuatan Media NA (Nutrient Agar)
No Gambar Keterangan
1 a. Larutan NA (Nutrient Agar)
seebelum dipanaskan berwarna
coklat.
b. Kandungan di dalamnya terdiri dari
500 mL larutan NA, 2,5 gram
pepton, dan 7,5 gram agar.
2 a. Larutan NA (Nutrient Agar)
seebelum dipanaskan berwarna
coklat tua.
b. Kandungan di dalamnya terdiri dari
500 mL larutan NA, 2,5 gram
pepton, dan 7,5 gram agar.
4.1.3. Hasil Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)
No Gambar Keterangan
1 a. Larutan PDA (Potato Dextrose
Agar) sebelum dipanaskan
berwarna kuning.
b. Kandungan di dalamnya terdiri dari
500 mL larutan PDA, 5,0 gram
dekstrose, dan 7,5 gram agar.
2 a. Larutan PDA (Potato Dextrose
Agar) setelah dipanaskan berwarna
agak cokelat muda.
b. Kandungan di salamnya terdiri dari
500 mL larutan PDA, 5,0 gram
dekstrose, dan 7,5 gram agar.
4.2. Pembahasan
Autoclave merupakan alat serupa pressure cooker dengan pengatur tekanan dan klep
pengaman. Prinsip dari autoclave adalah terjadinya koagulasi yang lebih cepat dalam
keadaan basah dibandingkan dalam keadaan kering. Proses sterilisasi dengan
menggunakan autoclave ini dapat membunuh mikroorganisme dengan cara
mendenaturasi dan mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel
mikroorganisme. Proses ini dapat juga membunuh endospora bakteri. Terdapat tiga tipe
Autoclave, yaitu Portable bench top, Gravity displacement, dan multicycle porous-
load. Perbedaan dari ketiga jenis ini adalah sebagai berikut (Pratiwi, 2008).
Tabel perbedaan dari ketiga jenis Autoclave
Portable Bench-top Gravity displacement Multicycle porous-load
1. Paling sederhana
2. Uap air dihasilkan oleh
Chamber
3. Tekanan / temperatur
gauge, katup pengaman
indicator siklus
tahapan, penghitung
waktu otomatis
4. Pengeringan panas
5. Pintu depan atau atas
6. Penggunaan / batasan :
a. Peniadaan udara buruk,
tidak untuk bahan
berlubang / terbungkus
b. Uap air basah tidak
dilengkapi dengan
pengeringan
c. Temperatur tidak
termonitor
d. Tidak ada catatan siklus
1. Kapasitas lebih besar
(100 L)
2. Suplai uap eksternal
3. Jacket untuk uap / air,
sistem pendingin
semprot
4. Pengeringan; vacuum
5. Pintu depan atau atas
6. Penggunaan / batasan :
a. Bahan yang mudah
terekspos dengn uap,
alat – alat gelas atau
plastik
b. Cairan dalam botol
c. Peniadaan udara buruk,
tidak untuk barang –
barang berlubang atau
terbungkus
1. Kapasitas sangat besar
(ukuran 4 m3, kabin
minimum 0,5 m3)
2. Kombinasi vacuum dan
uap untuk peniadaan
udara (air removal),
temperatur, tekanan,
dan waktu terprogram
secara digital, pencatat,
detector udara
3. Pengeringan : vacuum
4. Mahal dan dibuat
menurut pesanan
5. Penggunaan / batasan :
a. Bahan terbungkus
b. Siklus bermacam –
macam, penggunaan
fleksibel
c. Kapasitas sangat besar,
menampung 40 x botol
e. Load (bahan yang
disterilisasi)
f. Fitur keamanan yang
tidak ada atau terbatas
g. Untuk bahan kecil tidak
terbungkus atau botol
denga tutup kendur
500 mL, botol 5 atau 10
L atau kantung untuk
bahan buangan
Sumber : (Pratiwi, 2008).
Sterilisasi dengan menggunakan autoclave digunakan untuk membunuh spora bakteri
yang paling tahan panas. Spora yang paling tahan panas dapat mati pada suhu 121oC
selama 15 menit. Suhu ini dapat dicapai pada permukaan larut menggunakan uap pada
tekanan 15 psi dalam tekanan atmosfer berlebih. Kekuatan membunuh uap air panas
disebabkan pada waktu kondensasi, pada bahan yang disterilisasi dilepaskan sejumlah
besar panas laten. Pengerutan yang disebabkan oleh kondensasi dapat menyebabkan
penyerapan uap air baru yang berarti lebih banyak panas yang diserap (Fardiaz, 1992).
Medium (jamak : media) pertumbuhan adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran
zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi yang disediakan dari media berupa molekul-
molekul yang selanjutnya dirakit untuk menyusun komponen sel dan memperbanyak
diri sehingga sel-sel tersebut dapat dimanfaatkan (Prahdika, 2008).
Praktikum yang telah dilakukan menggunakan alat-alat seperti labu erlenmeyer dan
cawan petri yang belum steril menjadi steril dengan cara disterilisasi dengan metode
sterilisasi uap di oven selama waktu 3 jam dan suhu sebesar 180oC. Serta dapat
mengetahui macam-macam alat-alat di laboratorium dan terjadinya perubahan warna
terhadap larutan NA dan PDA sebelum dan sesudah dipanaskan diatas hot plate dan
menggunakan magnetic stirer. Larutan NA mengalami perubahan warna yang
sebelumnya berwarna coklat menjadi coklat tua. Larutan PDA mengalami perubahan
warna yang sebelumnya berwarna kuning menjadi coklat muda.
Faktor–faktor kesalahan yang ada dalam percobaan ini adalah pada saat sterilisasi, labu
erlenmeyer dan cawan petri harus dibungkus dengan alumunium foil seluruhnya dengan
tidak ada sedikitpun kertas alumunium foil yang robek. Jika kertas aluminium yang
membungkus labu erlenmeyer dan cawan petri tersebut robek, maka proses sterilisasi
akan gagal dilakukan dan alat–alat tersebut tidak menjadi steril. Faktor-faktor kendala
yang terdapat dalam percobaan ini adalah tidak adanya air bersih yang tersedia di
laboratorium, tidak adanya autoclave yang tersedia di dalam laboratorium, sehingga
metode sterilisasi menggunakan oven yang ada di laboratorium.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi yaitu kelembaban, konsentrasi gas, suhu
dan distribusi gas dalam chamber pengsterilan. Penghancuran bakteri tergantung pada
adanya kelembaban, gas dan suhu dalam bahan pengemas, penetrasi melalui bahan
pengemas, pada pengemas pertama atau kedua, harus dilakukan, persyaratan desain
khusus pada bahan pengemas (Pratiwi, 2008).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Di dalam laboratorium terdapat oven yang berfungsi untuk mensterilisasikan alat-
alat seperti labu erlenmeyer dan cawan petri. Aluminium foil untuk membungkus
alat-alat yang akan disterilisasi ke dalam oven. Labu erlenmeyer yang berfungsi
sebagai tempat untuk menampung bahan ataupun larutan yang akan digunakan ke
dalam percobaan, dan lain-lain.
b. Pada percobaan ini, alat-alat yang akan disterilisasikan dibungkus terlebih dahulu
dengan aluminium foil. Cawan petri dibungkus seluruhnya dengan Alumunium Foil,
sedangkan labu erlenmeyer dibungkus hanya di bagian mulutnya saja. Alat-alat
tersebut dimasukkkan ke dalam oven dan diatur waktunya selama 3 jam dan
suhunya sebesar 180oC
c. Metode sterilisasi ada bermacam–macam, yaitu : metode sterilisasi dengan udara
panas (dengan menggunakan oven), sterilisasi dengan udara panas bertekanan
(dengan menggunakan oven), sterilisasi panas dengan uap panas, sterilisasi dengan
radiasi, dan lain-lain. Tetapi di dalam percobaan ini, metode sterilisasi yang
digunakan adalah metode sterilisasi dengan udara panas (dengan menggunakan
oven) saja.
d. Cara pembuatan medium NA (Nutrient Agar) adalah dengan mencampurkan
terlebih dahulu larutan NA sebanyak 500 mL dengan Pepton sebanyak 2,5 gram dan
Agar sebanyak 7,5 gram.
e. Cara Pembuatan medium PDA (Potato Dextrose Agar) adalah dengan cara
mencampurkan terlebih dahulu larutan PDA sebanyak 500 mL dengan Dekstrose
sebanyak 5,0 gram dan Agar sebanyak 7,5 gram.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum sterilisasi ini metode yang digunakan ialah metode sterilisasi uap
panas yang bertekanan dengan menggunakan alat yang bernama autoclave karena jika
menggunakan metode dan alat tersebut, proses sterilisasi akan membutuhkan waktu
yang sedikit dibandingkan dengan metode sterilisasi pemanasan kering dengan
menggunakan alat yang bernama oven.
LAMPIRAN
Pencampuran media NA Campuran NA ditutup dengan
Alumunium Foil
Campuran NA yang dipanaskan Campuran NA yang sudah
dipanaskan
Pencampuran media PDA Campuran PDA ditutup dengan
Alumunium Foil
Campuran PDA yang Campuran NA yang sudah
dipanaskan dipanaskan
DAFTAR PUSTAKA
1. Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
2. Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga
3. Prahdika, E. I. 2008. Mikrobiologi Praktik. http://praktikmikrobiologi.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 14 April 2013 pukul 00.15 WITA
4. Stefanus, Lukas. 2006. Formulasi Steril. Andi: Jakarta