laporan pbl 2 edit 1
DESCRIPTION
gjhgjhgkTRANSCRIPT
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING
BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIRONMENTAL MEDICINE IV
PBL KASUS 2
Tutor :
dr. Zairullah Mighfaza
Kelompok 15
Ratna Ernita G1A012060
Heidi Dewi Mutia G1A012061
Inez Ann Marie G1A012123
Yudith Anindita G1A012059
Maya Alvionita G1A012062
Dwi Bamas Aji G1A012063
Hardina Bawatri G1A012064
Rizqi Husni Mudzakkir G1A012120
Farissa Utami G1A012121
Paramita Ardiyanti G1A012122
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
A. Skenario
Informasi 1:
Dokter Andi merupakan dokter yang baru lulus dan telah menyelesaikan
internship. Dokter Andi merupakan dokter praktek swasta murni yang telah
mendirikan klinik selama kurang lebih 1 tahun terakhir. Klinik dr. Andi merupakan
klinik yang beroperasi 24 jam dan telah memiliki ijin melakukan pelayanan rawat
inap dengan fasilitas 10 tempat tidur. Dr. Andi merupakan pemilik tunggal klinik
tersebut dan untuk membantu pekerjaannya dr. Andi merekrut 3 orang dokter, 4 orang
perawat, 1 orang apoteker, 1 orang analis lab, 1 orang radiografer dan 3 orang tenaga
administrasi. Layanan kesehatan yang diberikan meliputi pelayanan kesehatan rawat
jalan, rawat inap, gawat darurat, serta laboratorium dan radiologi sederhana. Klinik dr.
Andi berlokasi di kota kecamatan, sarana pelayanan kesehatan yang lain adalah
puskesmas, dan 2 orang dokter praktek perseorangan. RS terdekat berjarak 40 km dan
dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama kurang lebih 1 jam.
Dokter Andi mendapati setelah 1 tahun klinik beroperasi bahwa tingkat kepuasan
pasien rawat jalan mencapai 60 % lebih rendah dari standar yang mencapai 75%.
Untuk fasilitas rawat inap tingkat kepuasan mencapai 65% (standar 75%), BOR
mencapai 65% dan ALOS mencapai 7,6 hari. Selama ini klinik dr. Andi hanya
menerima pasien umum dan pasien membayar secara tunai. Sebagian besar keluhan
pasien rawat jalan terkait dengan lamanya waktu tunggu pasien dalam pemeriksaan
tidak berbeda dengan waktu tunggu di puskesmas yang tarifnya lebih murah.
Sedangkan keluhan pasien rawat inap terkait dengan lama tinggal yang sering kali
lama, dan biaya yang cukup tinggi yang harus diberikan dan seringkali tidak diduga
sebelumnya sehingga menyulitkan pasien untuk membayar.
Informasi 2:
Informasi 3:
Untuk lebih mengembangkan kliniknya, dr. Andi berencana bekerja sama
dengan Badan Pengelola Jaminan Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan
pada peserta jaminan kesehatan di wilayah kecamatan tersebut. Klinik dr. Andi
direncanakan untuk bertanggungjawab terhadap 10.000 peserta yang tinggal di
wilayah kecamatan tersebut. Struktur demografi dari peserta relatif didominasi usia
muda dan dewasa muda, jumlah lansia kurang dari 5%. Jenis layanan yang akan
diberikan berupa rawat jalan termasuk obat, tindakan, dan pemeriksaan penunjang
sederhana. Sedangkan untuk rawat inap ditanggung sesuai fasilitas yang ada. BPJK
akan membayar klinik dengan metode kapitasi untuk layanan rawat jalan dan case
payment (DRGs) untuk rawat inap.
Data historikal menunjukkan angka utilisasi rawat jalan setiap bulan mencapai
12%, pemeriksaan penunjang 2%, tindakan 1%. Untuk biaya satuan diperhitungkan
biaya administrasi adalah Rp10.000,00/pasien, jasa medis dan paramedis
Rp25.000,00/pasien, pemeriksaan penunjang Rp50.000,00/pasien, biaya obat
Rp40.000,00/pasien, dan biaya tindakan Rp100.000,00/pasien.
Untuk rawat inap, data menunjukkan bahwa 60% kasus rawat inap yang
terjadi adalah demam tifoid. Dr. Andi diminta mengajukan perhitungan kapitasi untuk
rawat inap untuk demam tifoid sebagai acuan untuk case payment. BPJK
memperbolehkan klinik mengambil keuntungan maksimal 20%.
II. PEMBAHASAN
A. Klarifikasi Istilah
1. Internship
Program internship adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk
menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan secara terintegrasi,
komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dalam
rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktek di
lapangan.
2. ALOS
Menurut Depkes RI, ALOS (Average Length of Stay) adalah rata-rata rawat
seorang pasien, merupakan indicator gambaran mutu pelayanan RS, berkisar
antara 6-9 hari. Indikator ini disamping merupakan gambaran tingkat efisiensi
manajemen pasien disebuah RS, Indikator ini juga dapat dipakai untuk mengukur
mutu pelayanan apabila diagnosis penyakit tertentu dijadikan tracer-nya (yang
perlu pengamatan lebih lanjut.
ALOS dapat dihitung dengan 2 metode menurut Jones dan Barlett, 2012:
a. Metode 1 (Total Discharge Days/Total Discharge) = ALOS (In Days)
Total Discharge Days merupakan jumlah hari yang dihabiskan di rumah sakit
untuk setiap pasien rawat inap pada periode waktu tertentu. Contoh terdapat 8 pasien
rawat inap, 5 orang diantaranya dirawat selama 10 hari dan 3 orang 7 hari. Maka nilai
total discharge days rumah sakit tersebut adalah (5x10)+(3x7)=50+21=71 hari.
Total discharge merupakan jumlah pasien rawat inap yang dipulangkan pada
periode waktu tertentu. Termasuk kepulangan akibat kematian, namun tidak untuk
kelahiran. Kecuali kelahiran dimana neonatusnya masuk hostpital’s neonatal
intensive care unit.
b. Metode 2 (Total Inpatient Days of Care/Total Admissions) = ALOS (In
Days)
Total inpatient days of care merupakan jumlah pasien rawat inap setiap harinya
pada periode waktu tertentu. Contoh hari pertama terdapat 30 pasien yang
dipulangkan, hari ke-2 28, dan hari ke-3 26. Maka nilai total discharge rumah sakit
tersebut dalam 3 hari adalah 30+28+26=84.
Total admissions merupakan total individu yang dirawat inap pada periode
tertentu. Kelahiran tidak termasuk dalam nilai ini kecuali neonatus yang harus masuk
dalam hostpital’s neonatal intensive care unit.
Analisis kasus:
Untuk nilai ALOS dalam kasus di atas masih dalam standar normal.
Namun, jumlah ALOS dibatasi hingga 10 hari, karena kemungkinan rumah
sakit tersebut dapat mengalami kerugian finansial. Hal ini disebabkan,
pemasukan yang diberikan oleh pasien kepada rumah sakit yang paling besar
adalah ketika pasien pertama kali dirawat inap di rumah sakit.
3. BOR
Menurut Depkes RI, BOR adalah presentase pemakaian tempattidur pada satuan
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempa tidur di RS, nilainya berkisar antara 60-85%.
Rumus :
Merupakan presentasi pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya
pamanfaatan tempat tidur RS. Nilai ideal untuk BOR
adalah 60%-85% (Muninjaya, 2004).
Keterangan;
i. Jumlah hari perawatan termasuk pasien yang masih menjalani perawatan
ii. TT = tempat tidur
Analisis dalam kasus:
Peningkatan nilai dari BOR menunjukkan sebuah proses pelayanan
kesehatan yang inefisien yang bisa dianalisa didapatkan dari jumlah hari
perawatan. Semakin lama hari perawatan akan mengakibatkan BOR semakin
tinggi. Kaidah ini tidak berlaku untuk RS khusus/ jiwa dengan masa
penyembuhan yang lama. Tingkat BOR yang tinggi dapat menunjukkan ada
peningkatan kemungkinan untuk terjadi infeksi nosokomial.
4. Klinik
a. Definisi
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik,
diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang
tenaga medis. Tenaga medis yang dimaksud adalah dokter, dokter spesialis, dokter
gigi atau dokter gigi spesialis. Sedangkan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Menkes RI, 2011).
b. Klasifikasi
Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibagi menjadi Klinik Pratama dan
Klinik Utama. Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan
medik dasar, sedangkan Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Klinik
Pratama atau Klinik Utama dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Jenis
Klinik Pratama atau Klinik Utama serta pedoman penyelenggaraannya ditetapkan
oleh Menteri (Menkes RI, 2011).
Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat jalan dapat secara
perorangan atau berbentuk badan usaha. Kepemilikan Klinik Pratama yang
menyelenggarakan rawat inap dan Klinik Utama harus berbentuk badan usaha
(Menkes RI, 2011).
c. Tugas
Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan dalam
bentuk rawat jalan, one day care, rawat inap dan/atau home care. Klinik yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua puluh empat) jam harus
menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan yang setiap saat
berada di tempat (Menkes RI, 2011).
d. Persyaratan
Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan, prasarana,
peralatan, dan ketenagaan (Menkes RI, 2011).
1) Lokasi
Lokasi pendirian klinik harus sesuai dengan tata ruang daerah masing-
masing. Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran klinik yang
diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan
pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk. Kecuali untuk klinik perusahaan
atau klinik instansi pemerintah tertentu yang hanya melayani karyawan
perusahaan atau pegawai instansi pemerintah tersebut.
2) Bangunan dan Ruangan
Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak
bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Dimana, Bangunan
klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Bangunan klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang
usia lanjut.
Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:
a) ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b) ruang konsultasi dokter;
c) ruang administrasi;
d) ruang tindakan;
e) ruang farmasi;
f) kamar mandi/wc;
g) ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
3) Prasarana
Prasarana klinik meliputi:
a) instalasi air;
b) instalasi listrik;
c) instalasi sirkulasi udara;
d) sarana pengelolaan limbah;
e) pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
f) ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
g) sarana lainnya sesuai kebutuhan.
4) Peralatan
Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang
memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan
nonmedis harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Selain
memenuhi standar, peralatan medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi
secara berkala oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi
penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.
5) Ketenagaan
Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi,
sedangkan Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya. Pimpinan
klinik merupakan penanggung jawab klinik dan merangkap sebagai pelaksana
pelayanan.
Ketenagaan klinik terdiri atas tenaga medis, tenaga kesehatan lain dan
tenaga non kesehatan.Tenaga medis pada Klinik Pratama minimal terdiri dari 2
(dua) orang dokter dan/atau dokter gigi. Tenaga medis pada Klinik Utama
minimal terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dari masing-masing
spesialisasi sesuai jenis pelayanan yang diberikan. Klinik Utama dapat
mempekerjakan dokter dan/atau dokter gigi sebagai tenaga pelaksana pelayanan
medis.
Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non
kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh
klinik.
Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Begitu pun, setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di
klinik harus mempunyai Surat Izin sebagai tanda registrasi/Surat Tanda Registrasi
dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan
pasien. Klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing.
e. Perizinan
Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari
pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas
kesehatan kabupaten/kota setempat. Dinas kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan
rekomendasi setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik (Menkes RI,
2011).
Permohonan izin klinik diajukan dengan melampirkan (Menkes RI, 2011):
a. surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;
b. salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan
b) perorangan;
c) identitas lengkap pemohon;
d) surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah
e) setempat;
f) bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin
g) penggunaan bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik
h) pribadi atau surat kontrak minimal selama 5 (lima) tahun bagi yang
i) menyewa bangunan untuk penyelenggaraan kegiatan;
j) dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
k) Pemantauan Lingkungan (UPL);
l) profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi
m) kepengurusan, tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan
n) peralatan serta pelayanan yang diberikan; dan
o) persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan
p) perundang-undangan.
Izin klinik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan sebelum
habis masa berlaku izinnya (Menkes RI, 2011).
f. Penyelenggaraan
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap harus menyediakan
(Menkes RI, 2011):
a. ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
b. tempat tidur pasien minimal 5 (lima) dan maksimal 10 (sepuluh);
c. tenaga medis dan keperawatan yang sesuai jumlah dan
b) kualifikasinya;
a. tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian dan
c) tenaga kesehatan dan/atau tenaga non kesehatan lain sesuai
d) kebutuhan;
e) dapur gizi;
f) pelayanan laboratorium Klinik Pratama.
Pelayanan rawat inap hanya dapat dilakukan maksimal selama 5 (lima) hari
(Menkes RI, 2011).
g. Tarif pelayanan
Tarif atas jasa sarana merupakan biaya penggunaan sarana dan fasilitas klinik,
akomodasi, sediaan farmasi, bahan dan/atau alat kesehatan habis pakai yang
digunakan dalam rangka pelayanan (Menkes RI, 2011).
Besarnya tarif pelayanan klinik berpedoman pada komponen jasa pelayanan
dan jasa sarana. Komponen jasa pelayanan meliputi (Menkes RI, 2011):
a) jasa konsultasi;
b. jasa tindakan;
c. jasa penunjang medik;
d. biaya pelayanan kefarmasian;
e. ruang perawatan (untuk rawat inap);
f. administrasi; atau komponen lainnya yang menunjang pelayanan.
5. Radiografer
Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dengan tugas, wewenang, dan
tanggung jawab untuk melakukan kegiatan radiografi, imejing, kedokteran nuklir,
dan radioterapi di layanan kesehatan dalam upaya meningkatkan pelayanan
kesehatan (Menkes, 2007).
6. Rawat inap
Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat umum dan
dilaksanakan pada puskesmas perawatan, untuk keperluan observasi, perawatan,
diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau
keluarganya dirawat inap paling singkat satu hari (Permenkes, 2012). Tempat
tidur pasien minimal 5 dan maksimal 10 (Permenkes, 2014).
7. Akreditasi
Akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh
pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi standart yang ditentukan.
Akreditasi merupakan pengakuan yang diberikan kepada institusi kesehatan yang
telah menerapkan standar pelayanan yang ditetapkan (external review process
oleh badan independen). Akreditasi bersifat voluntary dan by request serta.
Akreditasi di indonesia dilakukan oleh KARS kementerian RS serta dilakukan
secara bertahap. (DR. AGUS, 2014)
STANDAR AKREDITASI BARU RS
1. Kelompok Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien
2. Kelompok Standar Manajemen RS
3. Sasaran Keselamatan Pasien RS
4. Program nasional untuk penurunan AKI, AKB, HIV/AIDS dan TB
B. Batasan Masalah
a. Tingkat kepuasan 60% (ideal: 75%)
b. Rawat inap 65% (ideal: 75%)
c. BOR 65%, ALOS 7,6 hari
d. Pasien rawat jalan mengeluh waktu tunggu pemeriksaan yang lama
e. Pasien rawat inap mengeluh lama tinggal yang lama
f. Biaya mahal
C. Analisis Masalah
1. Apa saja indikator kualitas rumah sakit?
a. BTO (Bed Turn Over)
BTO merupakan frekuensi pemakaian tempat tidur per tahun. Indikatr
pemakaian tempat tidur
Jumlah pasien keluar RS (hidup + mati)
Jumlah tempat tidur
b. TOI (Turn Over Interval)
Rata-rata tempat tidur tidak ditempati sampai terisi lagi
(Jumlah tempat tidur x hari) – hari perawatan RS
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
c. GDR (Gross Death Rate)
Angka kematian umum, tidak bergantung waktu
Jumlah pasien mati
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
d. NDR (Net Death Rate)
Angka kematian di RS lebih dari 48 jam
Jumlah pasien RS – kematian kurang dari 48 jam
2. Apa saja indikator kepuasan pasien?
Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur
dengan (Muninjaya, 2004):
a. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya
b. Surat pembaca di Koran
c. Surat kaleng
d. Surat masuk di kotak saran, dan sebagainya
e. Survey tingkat kepuasan pengguna pelayanan RS
f. Komunikasi yang efektif sehingga dapat pasien menjadi paham
g. Empati dari petugas medis yang berefek pada kepatuhan terapi
h. Cost atau harga yang ideal dengan pelayanan
3. Apa akar masalah pada kasus?
Pendapatan klinik setiap bulannya tidak pasti. Dengan sistem gaji, ada
kelebihan dan keuntungan tersendiri untuk klinik. Apabila pasien banyak dan
pendapatan banyak, klinik akan untung karena berapapun banyak pasien dokter
akan dibayar dengan gaji yang sama. Namun jika pasien sedikit dan gaji dokter
tetap, bisa terjadi kemungkinan klinik rugi dan tidak bisa menutup biaya
operasional, hanya menutup gaji dokter saja.
Tidak adanya standar baku terapi sehingga dokter yang bertugas tidak
memahami standar minimal pelayanan atau prosedur operasional yang harus
dilakukan untuk menerapi pasien. Hal itu yang menyebabkan banyaknya kasus
komplikasi pada pasien rawat inap dan menambah waktu inap di klinik tersebut.
selain itu kedisiplinan dokter yang kurang karena sering terlambat juga bisa
menjadi penyebab masalah yang mengakibatkan durasi pemeriksaan dokter
bervariasi serta waktu tunggu memanjang. Sistem pelayanan medis yang kurang
teknologi, Panduan terapi baku, Staff kurang pengalaman juga menjadi masalah
pada klinik tersebut. Panduan terapi baku dapat berefek pada lamanya waktu
periksa dokter pula yang akan mengurangi kepuasan pasien yang menunggu.
4. Apa saja klasifikasi rumah sakit?
Sesuai dengan perkembangan yang dialami, maka rumah sakit dapat
dibedakan atas beberapa macam yakni:
1. Menurut Pemilik
a) Rumah Sakit Pemerintah
1) RS Pemerintah Pusat
Pengelolaannya diatur oleh Kemenkes dan Kementrian lainnya.
2) RS Pemerintah Daerah
Pengelolaannya diatur oleh Pemerintah Daerah (UU Pokok Pem.
Daerah No. 5 Tahun 1974)
b) Rumah Sakit Swasta
Berdasarkan UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, beberapa RS di
Indonesia dikelola oleh pihak swasta dan biasanya profit oriented.
Namun 20% untuk orang kurang mampu.
1. Menurut stratanya
Tingkat Utama : Pelayanan medik umum,
spesialis dan subspesialis
Tingkat Madya : Mempunyai 4 pelayanan medik
spesialis
Tingkat Pratama : Mempunyai pelayanan medik
umum
2. Menurut Sumber dana
PMDN : Sumber dana dari dalam negeri
PMA : Sumber dana dari luar negeri
2. Menurut Filosofi yang Dianut
a) Profit Hospital (komersial dan bersifat mencari keuntungan)
b) Non-Profit Hospital
3. Menurut Jenis Pelayanan yang Diselenggarakan
a) RS Umum, jika menyelenggarakan semua jenis pelayanan kesehatan.
b) RS Khusus, jika hanya satu jenis pelayanan yang diselenggarakan.
4. Menurut Lokasi Rumah Sakit
a) RS Propinsi
b) RS Kabupaten
c) RS Pusat
5. Menurut Kemampuan yang Dimiliki
a) RS Tipe A
Disebut juga sebagai RS Pusat yang memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan sub-spesialis luas sehingga ditetapkan
sebagai tempat rujukan tertinggi (Azwar, 2010).
Rumah sakit kelas A harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik
spesialis dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan
medik spesialis lain dan 13 pelayanan medik sub-spesialis
(Permenkes, 2010).
b) RS Tipe B
Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik
spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan
medik spesialis lainnya dan 2 pelayanan sub-spesialis dasar
(Permenkes, 2010).
Terdiri dari RS Pendidikan maupun Non-Pendidikan yang
berada di wilayah propinsi dan menyediakan pelayanan spesialis luas
dan spesialis terbatas (Azwar, 2010).
a) Rumah Sakit Kelas B I (Non pendidikan)
Merupakan Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medis spesialistik sekurang - kurangnya 11 spesialistik dan
subspesialistik terbatas. Mempunyai kapasitas tempat tidur antara 300 – 500
buah.
b) Rumah Sakit Kelas B II (Pendidikan)
Merupakan Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medis spesialistik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan
subspesialistik luas. Mempunyai kapasitas tempat tidur antara 500 – 1000
buah. Rumah sakit ini biasa terdapat di Ibukota Propinsi.
c) RS Tipe C
Memberikan pelayanan spesialis terbatas seperti penyakit
dalam, bedah, anak, dan kebidanan dan kandungan. RS type ini
menerima rujukan dari Puskesmas (Azwar, 2010).
Rumah sakit kelas C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik
spesialis dasar dan 4 pelayanan spesialis penunjang medik
(Permenkes, 2010).
d) RS Tipe D
Rumah sakit tipe ini merupakan rumah sakit transisi karena
pada satu saat akan ditingkatkan menjadi RS Type C. Pada saat ini
pelayanan yang diberikan hanyalah pelayanan Kedokteran Umum dan
Gigi (Azwar, 2010).
Rumah Sakit Kelas D
- Pelayanan medik dasar harus ada dokter gigi dan dokter umum
sesuai dengan kebutuhan rumah sakit
- Keadaan ketenagaan pelayanan medik spesialis 4 dasar
minimal ada 2 jenis spesialis dasar
- Pelayanan gawat darurat
- Pelayanan penunjang klinik, kecuali perawatan intensif
- Pelayanan penunjang non klinik
- Pelayanan administrasi (Depkes RI, 2007).
Pelayanan spesialis dasar
a. Pelayanan penyakit dalam
b. Pelayanan kesehatan anak
c. Pelayanan bedah
d. Pelayanan obstetri dan ginekologi (Depkes RI, 2007).
e) RS Tipe E
Merupakan rumah sakit dengan pelayanan khusus (Azwar,
2010).
1) Berdasarkan Lama Tinggal
a) Rumah Sakit Untuk Perawatan Jangka Pendek
Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang
merawatpenderita selama rata-rata kurang dari 30 hari. Misalnya penderita
dengan penyakit akut dan kasus darurat. Rumah sakit umum pada umumnya
adalah rumah sakit perawatan jangka pendek.
b) Rumah Sakit Untuk Perawatan Jangka Panjang
Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat
penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian
mempunyai kesakitanjangka panjang, seperti kondisi psikiatri. Contoh rumah
sakit ini adalah Rumah Sakit Rehabilitasi dan Rumah Sakit Jiwa.
2) Berdasarkan Pengelolaan
a) Rumah Sakit Publik
Merupakan suatu rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan badab hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang
dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Rumah Sakit Privat
Rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan provit yang
berbentuk Perseroan atau Persero.
5. Apa yang perlu dilakukan oleh dr. Andi pada kasus?
Dilakukan pendekatan survilance dengan tahap pengumpulan data analisis
informasi identifikasi masalah yang menghasilkan prioritas masalah
rekomendasi penyelesaian masalah. Data-data yang diambil merupakan data yang
berhubungan dengan sumber daya manusia, dana, sarana dan prasarana, metode,
alat, dan berbagai aspek lainnya yang dapat menunjang keberlangsungannya
sebuah klinik atau rumah sakit. Setelah data-data tersebut dikumpulkan, data-data
tersebut segera dianalisis dan diidentifikasi sehingga menghasilkan suatu prioritas
masalah. Prioritas masalah itulah yang akan dicari penyelesaian masalahnya.
Masalah yang diprioritaskan harus merupakan masalah paling utama yang harus
segera diselesaikan untuk meningkatkan kualitas klinik atau rumah sakit tersebut.
Selain itu, perlu juga dilakukan analisis SWOT atau kelebihan dan kekurangan
untuk klinik dan solusi-solusi atas permasalahan yang ada pada klinik:
a. Klinik
1) Kekuatan (strength) :
a) jumlah tenaga kesehatan yang memadai dengan ketenagaan rawat inap
meliputi tenaga medis minimal 2 orang (3 orang), tenaga kefarmasian
(apoteker), tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, tenaga analis
kesehatan, dan tenaga non kesehatan sesuai kebutuhan (Permenkes, 2014)
b) klinik buka 24 jam menyediakan akses kesehatan yang luas
2) Kelemahan (weakness) :
a) rekam medik manual akan memperlambat proses administrasi serta
sulitnya akses terhadap data yang tercantum di dalam rekam medik
tersebut,
b) tenaga yang belum berpengalaman dan kurang disiplin,
c) tidak terdapatnya panduan terapi baku
3) Kesempatan (opportunity) : lokasi klinik jauh dengan fasilitas kesehatan
lainnya (1 km)
4) Ancaman (threat) :
a) tingkat kepuasan pasien menurun yaitu 60% dengan standar 75 %,
b) biaya puskesmas lebih murah
c) lamanya waktu rawat inap (ALOS 7,6 hari) padahal menurut
Permenkes (2014) pelayanan maksimal 5 hari.
b. EMR
Kelebihan : karena menggunakan sistem komputerisasi, rekam medis akan lebih
cepat dan memudahkan pencarian data, memberi kepraktisan untuk
dokter. Di system EMR tersebut akan muncul penalataksanaan
lengkap per diagnosis untuk pasien dan juga system akan secara
otomatis akan langsung memberikan tanda bahaya “warning!” jika
dokter salah member obat, memiliki catatan lengkap pasien hanya
dalam satu layar
Kekurangan : Biaya operasional yang harus dikeluarkan klinik akan lebih besar
(butuh biaya tambahan untuk pengadaan computer dan kenaikan
tanggungan listrik karena pemakaian computer), harus mencari orang
yang bisa membuat sistem software rekam medis
c. Pelatihan staff
+ Dapat meningkatkan kualitas kerja staff, karena pada dasarnya dalam
manajemen organisasi diperlukan upgrading rutin untuk para staff sebagai upaya
peningkatan kualitas SDM. Terlebih staffdi klinik dr.Andi masih muda dan baru
lulus sekolah, sehingga lebih mau belajar hal baru dan antusiasme terhadap
ilmunya lebih tinggi sehingga memudahkan dalam pembelajaran.
6. Apa saja sistem pembayaran yang ada?
a. Salary
1) Kelebihan
a) jumlah yang harus dibayar jelas dan tetap
b) dapat dikontrol dengan baik
2) Kekurangan
Undertreatment
i. Patient shifting
ii. Perlu dimonitor dari performa dan kualitas pekerja
b. Fee for service
Sistem ini menganut pembayaran kepada provider atas jasa kesehatan
yang dilakukan kepada pasien. Ada 3 pembagian dalam sistem ini:
a) Open ended fee: pelayanan kesehatan berhak mengatur sendiri tarif yang
ditetapkan yang nantinya harus dibayar pasien / asuransi.
b) Negotiated fee: tarif yang berlaku disini adalah hasil kesepakatan antara
asuransi dan pemberi pelayanan kesehatan.
c) Regulated fee
Dalam sistem ini pemerintah ikut andil dalam menentukan tarif yang
berlaku melalui aturan yang dikeluarkan berskala nasional.
1) Kelebihan pembayaran sesuai dengan pelayanan yang didapatkan
2) Kekurangan Overtreatment
c. Case Payment
a) Kelebihan :
i. Meminimalisir tindakan yang tidak perlu dilakukan
ii. Biaya yang dikeluarkan lebih jelas
b) Kekurangan (Mulyanto, 2014)
i. Diagnosis pasien dilebih-lebihkan/upcoding
ii. Pasien yang belum sembuh dipulangkan agar datang lagi dengan keluhan yang sama
sehingga dapat dihitung sebagai kasus baru
iii. Under treatment
d. Insentif (Nursalam, 2008)
a) Perangkat fungsional: melihat dari pendidikan formal dan nonformal, pengalaman
kerja sebelumnya, dan prestasi
b) Nilai manajerial
c) Intensif pelayanan pasien: dilihat dari berapa jumlah pasien
d) Nilai jadwal tugas (shft, non shift)
e) Nilai masa pengabdian: semakin lama di perusahaan, semakin banyak insentif yang
didapat
f) Nilai kehadian & pelaksanaan RS: absensi kehadiran, keterlambatan
g) Ratio penghasilan RS: penghasilan RS dialokasikan untuk stafnya.
e. Kapitasi
Sistem pembayaran yang berarti pemberi layanan kesehatan dapat bekerja
sama dengan pihak lain yang kemudian dapat menentukan tarif sesuai dengan
jumlah peserta asuransi tersebut. Pihak yang diajak kerja sama dapat berupa
asuransi kesehatan atau bahkan industri yang ingin menjamin tingkat
kesehatan karyawannya.
f. Line item budget
Sistem pembayaran yang diberikan untuk masing – masing program
pelayanan kesehatan.
g. Global budget
Pembayaran yang diberikan kepada suatu pelayanan kesehatan untuk
menjalankan segala tindakan dan diberi kebebasan untuk mengatur
manajemen sistem pembayaran dan operasional di pelayanan kesehatan itu
sendiri. (DR. JOKO MULYANTO, 2014)
7. Mengapa data demografi dibutuhkan untuk perhitungan kapitasi?
Info demografi berupa jumlah usia muda dan usia tua penting untuk melihat
populasi yang beresiko untuk terserang penyakit. Pada kasus ini lebih banyak
jumlah populasi usia muda dibandingkan dengan usia tua. Sehingga terdapat
populasi yang beresiko untuk terserang penyakit (usia tua) lebih kecil
dibandingkan yang tidak. Pada sistem BPJS, semakin banyak populasi yang
beresiko rendah maka semakin besar kesempatan tempat pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan kualitas pelayanannya akibat tidak terlalu banyak dana yang
keluar. Sehingga dapat bermanfaat juga, khususnya bagi populasi yang beresiko
tinggi, karena memiliki kesempatan lebih untuk mendapatkan pelayanan yang
layak.
8. Apa yang dimaksud dengan utilisasi rate?
Presentase yang menunjukkan kemungkinan jenis pelayanan tersebut digunakan
oleh masyarakat.
9. Bagaimana cara menghitung kapitasi berdasarkan informasi 3?
Rawat jalan
Jenis pengeluaran Unit cost Utilisasi
(n=10.000)
Total cost
Medis:
Biaya obat
Biaya tindakan
Pemeriksaan penunjang
Rp 40.000 12% Rp 48.000.000
Rp 100.000 1% Rp 10.000.000
Rp 50.000 2% Rp 10.000.000
Nonmedis:
Administrasi
Jasa medis &
paramedis
Rp 10.000 12% Rp 12.000.000
Rp 25.000 12% Rp 30.000.000
TOTAL Rp 110.000.000
Cara penghitungan:
a. Biaya medis
1) Biaya obat:
= Rp 48.000.000
2) Biaya tindakan:
= Rp 10.000.000
3) Pemeriksaan penunjang:
= RP 10.000.000
b. Biaya nonmedis:
1) Administrasi:
= Rp 12.000.000
2) Jasa medis dan paramedis:
= Rp 30.000.000
Setelah dijumlahkan biaya medis dan nonmedis didapatkan total Rp 110.000.000 untuk
10.000 penduduk, sehingga setiap kepala iuran sebesar Rp 11.000. Profit maksimal yang
diperbolehkan oleh BPJK untuk klinik adalah 20%.
Profit 20%
=
= Rp 2.200
Biaya perkapita ditambah profit maksimal:
Rp 11.000 + Rp 2.200
= Rp 13.200
Atau dapat pula menggunakan cara:
Rawat jalan
Admin+jasa medis & paramedis+obat) = Rp 75.000x12% = Rp 9.000
Pemeriksaan penunjang = Rp 50.000x2% = Rp 1.000
Tindakan = Rp 100.000x1% = Rp 1.000 +
Kapitasi = Rp 11.000
Total kapitasi:
Rp 11.000 + profit 0-20%
= Rp 11.000 + (20% dari Rp 11.000)
= Rp 11.000 hingga Rp13.200
10. Bagaimana contoh perhitungan case payment untuk rawat inap demam
tifoid?
Demam tifoid sebagai acuan
a. Biaya medis
1) Pemeriksaan penunjang
2) Obat
3) Infus
4) Nutrisi
b. Biaya nonmedis
1) Administrasi
2) Jasa medis dan paramedic
Daftar Pustaka
Jones & Barlett. 2012. Tools of the Trade: Average Length of Stay in Hospitals. Available at
www.portal.state.pa.us/portal/server (2 Juli 2014)
Menteri Kesehatan. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
375/MENKES/SK/III/2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 9 tahun 2014 tentang Klinik.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 29 tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/II/2011 tentang Tarif
Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT Askes (Persero).
Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Penyelenggara Pelayanan Di Rumah Sakit. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Mulyanto J. 2010. Kuliah Community Health Analysis (Problem Solving Cycle). Purwokerto:
Fakultas Kedokteran UNSOED.
Muninjaya, A.A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2008. Remunerasi (Penghitungan Insentif). PSIK FK Unair. Dapat dibuka di
www.ners.ac.id/ materikuliah. 7 PENGHITUNGAN%20INSENTIF-Nurs-08-CD.pdf
Muninjaya, A.A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Penyelenggara Pelayanan Di Rumah Sakit. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
Laksana A. 2014 . Kuliah Medical Informatic. Purwokerto : Fakultas Kedokteran UNSOED
Mulyanto J. 2014. Kuliah Overview of Provider Payment System. Purwokerto: Fakultas
Kedokteran UNSOED.
Purwanto A. 2014. Kuliah Quality Management in Healthcare. Purwokerto: Fakultas
Kedokteran UNSOED
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. “Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 tentang Klinik”. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.