laporan pemicu 2

49
BAB. I PENDAHULUAN Pemicu 2 Berikut ini adalah pengalaman yang diceritakan oleh Intan, dokter Internsip di sebuah Puskesmas di Kabupaten Kubu Raya. Bacalah kasus ini dengan seksama: Saya akan menceritakan pengalaman yang Saya dengar dari seorang bidan tempat Saya menjalankan Internsip di suatu Puskesmasdi Kabupaten Kubu Raya. Setelah hampir satu bulan Saya menjalankan Internsip di sana, saya mengamati adanya fenomena yang unik di masyarakat sana…. Bidan tersebut bercerita bahwa ia pernahbersitegang dengan seorang pasien yang didampingi oleh beberapa orang keluarganya. Kejadian tersebut bermula ketika bidan tersebut mendapat laporan dari seorang warga di sebuah desa bahwa ada seorang pasien wanita yang sedang mengalami penyulit dalam proses persalinannya. Setelah melihat kondisi pasien, bidan tersebut menyarankan agar pasien dibawa ke fasilitas kesehatan.Namun pasien dan keluarga menolak saran tersebut karena menurut tradisi di sana, persalinan biasanya ditolong dukun beranak.Karena tidak kuasa meladeni pasien dan keluarga, bidan tersebut akhirnya membiarkan kondisi tersebut. Dia mengatakan kepada Saya bahwa masyarakat di sana sulit untuk dipahamkan, terlebih penguasaan bahasa Indonesia mereka cukup kurang, walaupun menurutnya, dia telah mencoba dengan berbagai cara penyampaian. 1

Upload: richardus-kevin-leonardo

Post on 06-Nov-2015

53 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Kedokteran Komunitas

TRANSCRIPT

BAB. I

PENDAHULUAN

Pemicu 2

Berikut ini adalah pengalaman yang diceritakan oleh Intan, dokter Internsip di sebuah Puskesmas di Kabupaten Kubu Raya.

Bacalah kasus ini dengan seksama:Saya akan menceritakan pengalaman yang Saya dengar dari seorang bidan tempat Saya menjalankan Internsip di suatu Puskesmasdi Kabupaten Kubu Raya. Setelah hampir satu bulan Saya menjalankan Internsip di sana, saya mengamati adanya fenomena yang unik di masyarakat sana.Bidan tersebut bercerita bahwa ia pernahbersitegang dengan seorang pasien yang didampingi oleh beberapa orang keluarganya. Kejadian tersebut bermula ketika bidan tersebut mendapat laporan dari seorang warga di sebuah desa bahwa ada seorang pasien wanita yang sedang mengalami penyulit dalam proses persalinannya. Setelah melihat kondisi pasien, bidan tersebut menyarankan agar pasien dibawa ke fasilitas kesehatan.Namun pasien dan keluarga menolak saran tersebut karena menurut tradisi di sana, persalinan biasanya ditolong dukun beranak.Karena tidak kuasa meladeni pasien dan keluarga, bidan tersebut akhirnya membiarkan kondisi tersebut. Dia mengatakan kepada Saya bahwa masyarakat di sana sulit untuk dipahamkan, terlebih penguasaan bahasa Indonesia mereka cukup kurang, walaupun menurutnya, dia telah mencoba dengan berbagai cara penyampaian.1

1. Diskusikan fenomena yang terjadi pada kasus ini.

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut yang disadur dan disesuaikan dari Model Pendekatan Explanatory dalam mempelajari suatu kasus kompetensi budaya pada pelayanan kesehatan:

a. Disebut sebagai masalah apa cerita tersebut?

b. Menurut anda, apa penyebab dari kasus tersebut?

c. Apakah menurut anda kasus ini merupakan kasus yang serius?

d. Intervensi yang bagaimana yang sebaiknya dilakukan?

e. Bagaimana akibatnya pada diri anda dan pikiran anda bila kasus tersebut terjadi disekitar anda?

f. Apa yang paling anda khawatirkan terjadi dengan pasien pada kasus tersebut?

g. Apa yang paling anda khawatirkan terjadi pada saat petugas kesehatan melakukan penatalaksanaan pada pasien tersebut?

3. Laporkan hasil dikusi kelompok anda pada saat pleno

1.1. Klarifikasi dan Definisi

Pendekatan Explanatory : menjelaskan alasan mengapa masalah itu ada dan sebagai panduan untuk mencari faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masalah dan dapat diubah.Kata Kunci:

Tradisi

Permasalahan

Dukun beranak

Pendekatan explanatory

Puskesmas

Internsip 1.2. Rumusan Masalah

Seorang pasien wanita mengalami penyulit dalam proses persalinan tetapi menolak dibawa ke fasilitas kesehatan karena masalah tradisi dan bahasa di masyarakatnya.

1.3. Analisi Masalah

1.4. Hipotesis

Terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang menjadi kendala dalam penyelesaian masalah kesehatan di lingkungan masyarakat tersebut sehingga diperlukan pendekatan explanatory dalam hal tradisi dan bahasa.1.5. Pertanyaan Diskusi

1. Jelaskan mengenai budaya! 2. Jelaskan mengenai kompetensi budaya! 3. Jelaskan mengenai metode pendekatan explanatory! 4. Bagaimana peran tenaga kesehatan dalam kasus? 5. Bagaimana cara komunikasi dokter-pasien yang efektif? 6. Apa yang dapat dilakukan dokter keluarga dalam menyelesaikan masalah sosial-budaya? 7. Apa yang dimaksud dengan paradigma sehat? 8. Jelaskan mengenai puskesmas: a. Definisi

b. Fungsi

c. Program-program

9. Jelaskan mengenai faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi masalah kesehatan di lingkungan pada kasus! 10. Pendekatan apa yang digunakan ke masyarakat pada kasus? 11. Siapa saja tenaga kesehatan pembantu persalinan yang diakui? 12. Apa saja program kerja bidan yang berkaitan dengan dukun beranak? BAB. II

PEMBAHASAN

2.1 Budaya

Budaya didefinisikan sebagai pola perilaku manusia yang terdiri dari etnis, ras, agama atau kelompok sosial. Beberapa perbedaan kelompok budaya dapat dipengaruhi oleh imigrasi, struktur keluarga, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi.1Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya. Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.2.2 Kompetensi budaya

Kompetensi budaya merupakan kumpulan dari kemampuan personal dan akademik yang dapat membuat diri kita meningkatkan pengertian dan apresiasi terhadap perbedaan budaya antar kelompok. kompetensi budaya merupakan hal yang penting bagi seorang praktisi dan juga bagi layanan dan organisasi. pada tingkat praktisi, definisi mengenai kompetensi budaya biasanya mengarah kepada pengetahuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan yang menjadikan seorang praktisi mengerti dan menghargai perbedaan budaya, dan kapasitas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif yang memperhitungkan keyakinan budaya seseorang, perilaku, dan kebutuhan.Kompetensi budaya adalah seperangkat perilaku, sikap, dan kebijakan yang datang bersama-sama dalam suatu sistem, lembaga atau kalangan profesional dan mengaktifkan sistem itu, lembaga atau profesi mereka bekerja secara efektif dalam situasi lintas budaya. Kata budaya digunakan karena menyiratkan pola yang terintegrasi dari perilaku manusia yang meliputi pikiran, komunikasi, tindakan, kebiasaan, keyakinan, nilai-nilai dan lembaga-lembaga dari kelompok ras, etnis, agama atau sosial. Kompetensi Kata digunakan karena berarti memiliki kapasitas untuk berfungsi secara efektif. Lima elemen penting berkontribusi pada sistem lembaga, atau kemampuan lembaga untuk menjadi lebih kompeten budaya yang meliputi: a. menghargai keanekaragaman

b. Memiliki kapasitas untuk self-assessment budayac. Menjadi sadar akan dinamika yang melekat ketika budaya berinteraksid. Setelah dilembagakan pengetahuan budayae. Setelah mengembangkan adaptasi dengan pemberian layanan yang mencerminkan pemahaman tentang keragaman budaya

Kelima elemen harus diwujudkan pada setiap jenjang organisasi termasuk pembuatan kebijakan, administrasi, dan praktek. Selanjutnya elemen-elemen ini harus tercermin dalam sikap, struktur, kebijakan dan layanan organisasi.Kompetensi budaya memiliki kapasitas untuk (1) keragaman nilai, (2) melakukan penilaian diri, (3) mengelola dinamika perbedaan, (4) mendapatkan dan melembagakan pengetahuan budaya, dan (5) beradaptasi dengan keragaman dan konteks budaya masyarakat yang mereka layani. Penggabungan di atas, dalam semua aspek pembuatan kebijakan, administrasi, praktek dan pelayanan, sistematis melibatkan konsumen, keluarga dan masyarakat. Pada sistem, organisasi atau tingkat program, kompetensi budaya memerlukan rencana yang komprehensif dan terkoordinasi yang mencakup intervensi pada tingkat:

a. Pembuatan kebijakan

b. Bangunan infrastrukturc. Program administrasi dan evaluasid. Pemberian layanan dan memungkinkan mendukunge. Individu.

Hal ini sering membutuhkan pemeriksaan kembali pernyataan misi; kebijakan dan prosedur; praktek administratif; perekrutan staf, perekrutan dan retensi; pengembangan profesional dan pelatihan in-service; penerjemahan dan proses interpretasi; keluarga / profesional / kemitraan masyarakat; praktek perawatan kesehatan dan intervensi termasuk mengatasi kesenjangan kesehatan ras / etnis dan masalah akses; praktek pendidikan dan promosi kesehatan / bahan; dan masyarakat dan negara perlu protokol penilaian. Di tingkat individu, ini berarti pemeriksaan sikap dan nilai-nilai sendiri, dan perolehan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan atribut yang akan memungkinkan seseorang untuk bekerja tepat dalam situasi lintas budaya. Kompetensi budaya mengamanatkan bahwa organisasi, program dan individu harus memiliki kemampuan untuk:

a. Keragaman nilai dan kesamaan di antara semua bangsa

b. Memahami dan secara efektif menanggapi perbedaan budaya

c. Terlibat dalam self-assessment budaya di tingkat individu dan organisasid. Membuat adaptasi dengan pemberian layanan dan memungkinkan mendukunge. Melembagakan pengetahuan budaya.2.3 Metode pendekatan explanatory Model pendekatan eksplanatory oleh kleinman dan benson, mendukung pemberian pelayanan kesehatan berbasis person-centered dan juga perjanjian dari pengguna layanan, pemberi pelayanan kesehatan dan keluarga pengguna layanan. 6 langkah pada pendekatan ini adalah2:1. Identitas suku/etnis

Pada langkah ini seorang praktisi diharapkan untuk menanyakan identitas suku pasien dan menentukan apakah hal tersebut dapat menjadi suatu masalah bagi pasien, dan apakah hal tersebut menjadi bagian yang penting dari perasaan pasien terhadap dirinya.

2. Konsekuensi pasien

Mengevaluasi apa yang dpertaruhkan oleh pasien dan orang-orang yang dicitainya dalam peristiwa penyakit yang dialami pasien. Evaluasi termasuk hubungan dekat, sumber material, komitmen agama, dan kehidupan itu sendiri.

3. Menarasikan penyakit pasien

Membangun kembali narasi penyakit yang diutarakan oleh pasien. Hal ini melibatkan beberapa pertanyaan yang mengarah kepada pengertian pasien terhadap penyakitnya.

4. Stres psikososial

Mempertimbangkan stres yang sedang dialami, dan bantuan sosial yang mencirikan kehidupan seseorang.

5. Pengaruh dari budaya terhadap hubungan klinis

Memeriksa budaya dalam hal pengaruhnya terhadap hubungan klinis.

6. Masalah dari pendekatan kompetensi budaya

Memperhitungkan efikasi, karena kompetensi budaya memiliki efek samping yang cukup serius seperti perhatian terhadap perbedaan budaya dapat diintepretasikan oleh pasien dan keluarga sebagai hal yang membosankan, bahkan mungkin dapat berkontribusi pada perasaan terasingkan atau mendapat suatu stigma buruk.

2.4 Peran tenaga kesehatan dalam kasus

Peran merupakan konsekuensi dari status seseorang. Bila dalam masyarakat ada orang yang berstatus sebagai perawat, dokter, bidan, atau pasien, maka terhadap individu-individu tersebut diharapkan muncul perilaku yang sesuai dengan statusnya masing-masing.3Tokoh kunci dalam proses penyembuhan suatu penyakit adalah petugas kesehatan, lebih khususnya adalah dokter. Menurut undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, profesi dokter berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani.3Merujuk pada kode etik tersebut, peran dokter dapat dirinci lebih spesifik lagi kedalam beberapa perilaku berikut3:

a. Dokter sebagai pendidik, yaitu memberikan promosi pendidikan kepada masyarakat baik individu, keluarga, maupun masyarakat

b. Dokter sebagai pengembang teknologi layanan kesehatan , yaitu dalam praktik layanan kesehatan, seorang dokter dituntut untuk memiliki kreatifitas dan inisiatif untuk menemukan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi pasien sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya sendiri

c. Dokter sebagai pengabdi masyarakat, yang dituntut memiliki kesediaan untuk memberikan pertolongan. Setiap dokter harus siap siaga sebagai dokter yang profesional dalam membantu masyarakat.d. Dokter adalah pembelajar, yaitu dengan berbagai praktik atau pengembangan ilmu yang ada ,seorang dokter dapat belajar dan mengajari kembali baik kepada rekan sejawat atau pihak lain mengenai perkembangan ilmu kedokteran.

Dalam kasus ini, dokter sebagai pelayan kesehatan meskipun tidak semua ideal dapat memaksimalkan perannya untuk memberikan pencerdasan kepada masyarakat dengan berbagai cara pendekatan.32.5 Cara komunikasi dokter-pasien yang efektifKurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.

Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya.4Menurut Kurzt dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan4:

Disease centered communication style atau doctor centered communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.

Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.

Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style. Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan apabila dokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat dipelajari dan dilatih.

Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic Communication in Physician-Patient Encounter, menyatakan betapa pentingnya empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut5:

(1) kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (a physician cognitive capacity to understand patients needs),

(2) menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affective sensitivity to patients feelings),

(3) kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinya kepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).

Sementara, camal, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati tersebut:

Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien

Mengacuhkan pendapat pasien

Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti Kalau stress ya, mengapa datang ke sini? Atau Ya, lebih baik operasi saja sekarang.

Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu

A ha, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan lain-lain

Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit

Pasien, Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja

Dokter, Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?

Level 3: Dokter menghargai pendapat pasien

Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasien

Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan berolah raga

Level 5: Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience) dengan pasien.

Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir

Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.Berdasarkan hari penelitian, manfaat komunikasi efektif dokter-pasien di antaranya:

(1) Meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan medis dari dokter atau institusi pelayanan medis.

(2) Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar hubungan dokter-pasien yang baik.(3) Meningkatkan keberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.(4) Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal dalam menghadapi penyakitnya.Aplikasi Komunikasi Efektif Dokter-Pasien1. Sikap Profesional Dokter

Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif.6 Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:

Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.

Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.

Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).

Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-lain).

Menilai suasana hati lawan bicara

Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh) pasien

Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.

Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu.

Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.

Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan keputusan.

Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.

Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak. Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.2. Sesi Pengumpulan Informasi

Sesi penggalian informasi terdiri dari:

a. Mengenali alasan kedatangan pasien

b Penggalian riwayat penyakit

Sesi Penyampaian Informasi

Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:

a Materi Informasi apa yang disampaikan

Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit saat pemeriksaan).

Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.

Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi.

Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

Diagnosis, jenis atau tipe.

Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masing-masing cara).

Prognosis.

Dukungan (support) yang tersedia.

b Siapa yang diberi informasi

Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.

Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.

Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung

c Berapa banyak atau sejauh mana

Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.

Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.

d Kapan menyampaikan informasi

Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.

e Di mana menyampaikannya

Di ruang praktik dokter.

Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.

Di ruang diskusi.

Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan dokter.

f Bagaimana menyampaikannya

Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet.

Persiapan meliputi:

materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh tim);

ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon;

waktu yang cukup;

mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari satu orang).

Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan.

3. SAJI, Langkah-langkah Komunikasi

Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu SAJI.S = Salam

A = Ajak Bicara

J = Jelaskan

I = Ingatkan2.6 Peran Dokter keluarga dalam menyelesaikan masalah sosial-budayaPelayanan dokter keuarga sellau berusaha berpartisipasi aktif dalam segala kegiatan peningkatan kesehatan di sekitarnya dan siap memberikan pendapatnya pada setiap kondisi kesehatan di daerahnya. Bentuknya antara lain7:

a Menjadi anggota perkumpulan sosial

b Partisipasi dalam kegiata kesehatan masyarakat

c Partisipasi dalam penanggulangan bencana disekitarnya

2.7 Paradigma sehat

Paradigma sehat merupakan model pembangunan kesehatan yang jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam merubah derajat kesehatan melalui pembangunan kesehatan, seluruh penduduk harus menjadi sasaran pembangunan kesehatan. Artinya, setiap penduduk atau warga masyarakat dimana pun berada dan siapapun mereka, harus terjangkau oleh pembangunan kesehatan dan dapat dirasakan hasil upayanya oleh seluruh lapisan masyarakat.8Paradigma sehat dengan sebutan: Gerakan Pembangunan Yang Berwawasan Kesehatan dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 1 Maret 1999. Lebih dari itu, paradigma sehat adalah bagian dari pembangunan peradaban dan kemanusiaan secara keseluruhan. Paradigma sehat adalah perubahan mental dan watak dalam pembangunan. Paradigma sehat adalah perubahan sikap dan orientasi, yaitu sebagai berikut9:

1. Pola pikir yang memandang kesehatan sebagai kebutuhan yang bersifat pasif, menjadi merupakan keperluan dan bagian dari hak asasi manusia (HAM).2. Sehat bukan hal yang konsumtif, melainkan suatu investasi karena menjamin tersedianya SDM yang produktif secara sosial dan ekonomi.3. Kesehatan yang semula hanya berupa penanggulangan yang bersifat jangka pendek ke depannya akan menjadi bagian dari upaya pengembangan SDM yang bersifat jangka panjang.4. Pelayanan kesehatan tidak hanya pelayanan medis yang melihat bagian dari yang sakit/penyakit, tetapi merupakan pelayanan kesehatan paripurna yang memandang manusia secara utuh.5. Kesehatan tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga sehat mental dan sosial.6. Pelayanan kesehatan tidak lagi terpecah-pecah (fragmented), tetapi terpadu (integrated).7. Fokus kesehatan tidak hanya penyakit, tetapi juga bergantung pada permintaan pasar.8. Sasaran pelayanan kesehatan bukan hanya masyarakat umum (pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan umum), melainkan juga masyarakat swasta (pelayanan kesehatan untuk perorangan/pribadi, misalnya homecare).9. Kesehatan bukan hanya menjadi urusan pemerintah, melainkan juga menjadi urusan swasta.10. Biaya yang ditanggung pemerintah adalah untuk keperluan publik (seperti pemberantasan penyakit menular, penyuluhan kesehatan), sedangkan keperluan lainnya perlu ditanggung bersama dengan pengguna jasa.11. Biaya kesehatan bergeser dari pembayaran setelah pelayanan menjadipembayaran di muka dengan model Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.12. Kesehatan tidak hanya berfungsi sosial, tetapi juga dapat berfungsi ekonomi.13. Pengaturan kesehatan tidak lagi diatur dari atas (top down), tetapi berdasarkan aspirasi dari bawah (bottom up).14. Pengaturan kesehatan tidak lagi tersentralisasi, tetapi telah terdesantralisasi.15. Pelayanan kesehatan tidak lagi bersifat birokratis tetapi entrepreneur.16. Masyarakat tidak sekedar ikut berperan serta, tetapi telah berperan sebagai mitra.

Tiga pilar Indonesia sehat, antara lain9:

1. Lingkungan sehat, adalah lingkungan yang kondusif untuk hidup yang sehat, yakni bebas polusi, tersedia air bersih, lingkungan memadai, perumahanpemukiman sehat, perencanaan kawasan sehat, terwujud kehidupan yang saling tolong-menolong dengan tetap memelihara nilai-nilai budaya bangsa.2. Perilaku sehat, yaitu bersikap proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan (contih: aktifitas fisik, gizi seimbang), mencegah resiko terjadinya penyakit (contoh: tidak merokok), melindungi diri dari ancaman penyakit (contoh: memakai helm dan sabuk pengaman, JPKM), berperan aktif dalam gerakan kesehatan (contoh: aktif di posyandu).3. Pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata, yang menjangkau semua lapisan masyarakat tanpa adanya hambatan ekonomi, sesuai dengan standar dan etika profesi, tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, serta memberi kepuasan kepada pengguna jasa.

2.8 Puskesmas

a. Definisi

Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.10 Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.11b. FungsiPuskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta jiwa atau lebih, wilayah kerja puskesmas dapat meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.12Menurut Trihono ada 3 (tiga) fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit

dan pemulihan kesehatan.13Pusat pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.Pusat pelayanan kesehatan strata pertama berarti puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi : Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (privat goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat disebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.c. Program-programProgram Pokok Puskesmas

Kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun fasilitasnya, karenanya kegiatan pokok di setiap Puskesmas dapat berbeda-beda. Namun demikian kegiatan pokok Puskesmas yang lazim dan seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut :

1. Kesejahteraan ibu dan Anak ( KIA )

2. Keluarga Berencana

3. Usaha Peningkatan Gizi

4. Kesehatan Lingkungan

5. Pemberantasan Penyakit Menular

6. Upaya Pengobatan termasuk Pelayanan Darurat Kecelakaan

7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

8. Usaha Kesehatan Sekolah

9. Kesehatan Olah Raga

10. Perawatan Kesehatan Masyarakat

11. Usaha Kesehatan Kerja

12. Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut

13. Usaha Kesehatan Jiwa

14. Kesehatan Mata

15. Laboratorium ( diupayakan tidak lagi sederhana )

16. Pencatatan dan Pelaporan Sistem Informasi Kesehatan

17. Kesehatan Usia Lanjut

18. Pembinaan Pengobatan Tradisional

Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Karenanya, kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk kepentingan kesehatan keluarga sebagai bagian dari masyarakat di wilayah kerjanya. Setiap kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Disamping penyelenggaraan usaha-usaha kegiatan pokok Puskesmas seperti tersebut di atas, Puskesmas sewaktu-waktu dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu oleh Pemerintah Pusat ( contoh: Pekan Imunisasi Nasional ). Dalam hal demikian, baik petunjuk pelaksanaan maupun perbekalan akan diberikan oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah. Keadaan darurat mengenai kesehatan dapat terjadi, misalnya karena timbulnya wabah penyakit menular atau bencana alam. Untuk mengatasi kejadian darurat seperti di atas bisa mengurangi atau menunda kegiatan lain.2.9 Faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi masalah kesehatan di lingkungan pada kasus

a Faktor internal : Kendala bahasa antara pelayan kesehatan dan pasien

b Faktor eksternal : Tradisi

2.10 Pendekatan yang digunakan ke masyarakat pada kasus

Pendekatan yang digunakan ke masyarakat pada kasus adalah pendekatan explanatory.2.11 Tenaga kesehatan yang membantu persalinan

Tenaga penolong persalinan dikenal beberapa jenis tenaga yang memberi pertolongan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah sebagai berikut :

a Tenaga kesehatan, meliputi : dokter spesialis dan bidan.

b Tenaga non kesehatan :

(1) Dukun terlatih : Dukun yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan dan telah dinyatakan lulus.(2) Dukun tidak terlatih : Dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.

Tenaga penolong persalinan adalah orang yang memberikan pertolongan persalinan selama persalinan berlangsung. Pada dasarnya ada dua jenis tenaga penolong persalinan, yaitu mereka yang mendapat pendidikan formal (Tenaga Medis), seperti bidan, dokter umum, dokter ahli, dan mereka yang tidak mendapat pendidikan formal melainkan mendapat keterampilan secara tradisional (Tenaga

Non medis) seperti dukun beranak.142.12 Program kerja bidan yang berkaitan dengan dukun beranak

Pembinaan Dukun Bayi

Dalam lingkungan dukun bayi merupakan tenaga terpercaya dalam segala soal yang terkait dengan reproduksi wanita. Pengetahuan tentang fisiologis danpatologis dalamkehamilan,persalinan, sertanifassangat terbatas oleh karena itu apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang professional.15,16,17Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayinya seperti kecacatan bayi sampai pada kematian ibu dan anak. Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan anak maka tenaga kesehatan sepertibidanmengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan dalam menolongpersalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda bahaya dalamkehamilandanpersalinandan segera minta pertolongan padabidan.Tingginya angka kematian ibu dan bayi menunjukan masih rendahnya kualitas pelayanaan kesehatan. Delapan puluh persenpersalinandi masyarakat masih di tolong oleh tenaga non-kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat masih memegang peranan penting, dukun di anggap sebagai tokoh masyarakat. Masyarakat masih memercayakan pertolonganpersalinanoleh dukun, karena pertolonganpersalinanoleh dukun di anggap murah dan dukun tetap memberikan pendampingan pada ibu setelah melahirkan, seperti merawat dan memandikan bayi. Untuk mengatasi permasalahanpersalinanoleh dukun, pemeritah membuat suatu terobosan dengan melakukan kemitraan dukun danbidan. Salah satu bentuk kemitraan tersebut adalah dengan melakukan pembinaan dukun.15,16,17Pembinaan dukun adalah suatu pelatihan yang di berikan kepada dukun bayi oleh tenaga kesehatan yang menitik beratkan pada peningkatan pengetahuan dukun yang bersangkutan, terutama dalam hal hygiene sanitasi, yaitu mengenai kebersihan alat-alatpersalinandan perawatan bayi baru lahir, serta pengetahuan tentang perawatankehamilan, deteksi dini terhadap resiko tinggi pada ibu dan bayi,KB, gizi serta pencatatan kelahiran dan kematian. Pembinaan dukun merupakan salah satu upaya menjalin kemitraan antara tenaga kesehatan (bidan) dan dukun dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat sudah mengenal dukun bayi atau dukun beranak sebagai tenaga pertolonganpersalinanyang diwariskan secara turun temurun. Dukun bayi yaitu mereka yang memberi pertolongan pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal yang berhubungan dengan pertolongan kelahiran, seperti memandikan bayi, upacara menginjak tanah, dan upacara adat serimonial lainnya. Pada kelahiran anak dukun bayi yang biasanya adalah seorang wanita tua yang sudah berpengalaman, membantu melahirkan dan memimpin upacara yang bersangkut paut dengan kelahiran itu..Pembagian Dukun Bayi, Menurut Depkes RI, dukun bayi dibagi menjadi 2 yaitu15,16,17:

1. Dukun Bayi Terlatih, adalah dukun bayi yang telah mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.

2. Dukun Bayi Tidak Terlatih, adalah dukun bayi yang belum pernah terlatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.

Kesalahan yang sering dilakukan oleh dukun sehingga dapat mengakibatkan kematian ibu dan bayi, antara lain :1. Terjadinya robekan rahim karena tindakan mendorong bayi didalam rahim dari luar sewaktu melakukan pertolongan pada ibu bersalin2. Terjadinya perdarahan pasca bersalin yang disebabkan oleh tindakan mengurut-ngurut rahim pada waktu kala III.

3. Terjadinya partus tidak maju, karena tidak mengenal tanda kelainan partus dan tidak mau merujuk ke puskesmas atau RS.Untuk mencegah kesalahan tindakan dukun tersebut di perlukan suatu bimbingan bagi dukun.

Upaya Pembinaan Dukun Bayi

Dalam praktiknya, melakukan pembinaan dukun di masyarakat tidaklah mudah. Masyarakat masih menganggap dukun sebagai tokoh masyarakat yang patut dihormati, memiliki peran penting bagi ibu-ibu di desa. Oleh karena itu, di butuhkan upaya agarbidandapat melakukan pembinaan dukun. Beberapa upaya yang dapat dilakukanbidandi antaranya adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pendekatan dengan para tokoh masyarakat setempat.

2. Melakukan pendekatan dengan para dukun.

3. Memberikan pengertian kepada para dukun tentang pentingnyapersalinanyang bersih dan aman.

4. Memberi pengetahuan kepada dukun tentang komplikasi-komplikasikehamilandan bahaya prosespersalinan.5. Membina kemitraan dengan dukun dengan memegang asas saling menguntungkan.6. Menganjurkan dan mengajak dukun merujuk kasus-kasus resiko tinggikehamilankepada tenaga kesehatan.

Pelaksana supervisi / bimbingan / pembinaan

a. Dokter

b. Bidanc. Perawat kesehatand. Petugas imunisasie. Petugas gizi

Tempat pelasanaan pembinaan dukun bayi

a. Posyandu pada hari buka oleh petugas / pembina posyandu

b. Perkumpulan dukun bayi dilaksankan di puskesmas.

Waktu pelaksanaan pembinaan dukun bayi

a. Saat kunjungan supervisi petugas puskesmas di posyandu di desa tempat tinggal dukun.

b. Pertemuan rutin yang telah disepakatic. Waktu-waktu lain saat petugas bertemu dengan dukun bayi

d. Saat mendampingi dukun bayi waktu menolongpersalinanKlasifikasi Pembinaan Dukun Bayi

Berikut adalah klasifikasi materi yang di berikan untuk melakukan pembinaan dukun15,16,17:

1. PromosiBidanSiaga

Salah satu cara untuk melakukan promosibidansiaga, yaitu dengan melakukan pendekatan dengan dukun bayi yang ada di desa untuk bekerja sama dalam pertolonganpersalinan.Bidandapat memberikan imbalan jasa yang sasuai apabila dukun menyerahkan ibu hamil untuk bersalin ke tempatbidan. Dukun bayi dapat di libatkan dalam perawatan bayi baru lahir. Apabila cara tersebut dapat di lakukan dengan baik, maka dengan kesadaran, dukun akan memberitaukan ibu hamil untuk melakukanpersalinandi tenaga kesehatan (bidan). Ibu dan bayi selamat, derajat kesehatan ibu dan bayi di wilayah tersebut semakin meningkat.

2. Pengenalan Tanda BahayaKehamilan,Persalinan,Nifas, dan Rujukan

Dukun perlu mendapatkan peningkatan pengetahuan tentang perawatan pada ibu hamil, sehingga materi tentang pengenalan terhadap ibu hamil yang beresiko tinggi, tanda bahayakehamilan,persalinan,nifas, dan rujukan merupakan materi yang harus di berikan, agar dukun bayi dapat melakukan deteksi dini kegawatan atau tanda bahaya pada ibu hamil, bersalin,nifasdan segera mendapatkan rujukan cepat dan tepat.Peran Bidan Dengan Dukun Dalam Pelaksanaan Kemitraan

A. Periode Kehamilan18BIDANDUKUN

1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil dalam hal:

a. Keadaan umum

b. Menentukan taksiran partus

c. Menentukan keadaan janin dalam kandungan

d. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan

2. Melakukan tindakan pada ibu hamil dalam hal:

a. Pemberian Imunisasi TT

b. Pemberian tablet Fe

c. Pemberian pengobatan/tindakan apabila ada komplikasi

3. Melakukan Penyuluhan dan konseling pada ibu hamil dan keluarga mengenai :

a. Tanda-tanda Persalinan

b. Tanda bahaya kehamilan

c. Kebersihan pribadi & lingkungan

d. Gizi

e. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan transportasi, menggalang dalam menyiapkan biaya, menyiapkan calon donor darah)f. KB setelah melahirkan menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)

4. Melakukan kunjungan rumah untuk:

a. Penyuluhan/Konseling pada keluarga tentang persencanaan persalinan

b. Melihat Kondisi Rumah persiapan persalinan

c. Motivasi persalinan di Bidan pada waktu menjelang taksiran pertus

5. Melakukan rujukan apabila diperlukan6. Melakukan pencatatan seperti :

a. Kartu ibu

b. Kohort ibu

c. Buku KIA

7. Melakukan Laporan :

a. Melakukan laporan cakupan ANC1. Memotivasi ibu hamil untuk periksa ke bidan2. Mengantar ibu hamil yang tidak mau periksa ke bidan3. Membantu bidan pada saat pemeriksaan ibu hamil4. Melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga tentang

a. Tanda-tanda persalinan

b. Tanda bahaya kehamilan kebersihan

c. pribadi & lingkungand. Kesehatan & Gizi

e. Perencanaan Persalinan (Bersalin di bidan, menyiapkan transportasi, menggalang dalam menyiapkan biaya, menyiapkan calon donor darah)

5. Memotivasi ibu hamil dan keluarga tentang:

a. KB setelah melahirkan

b. Persalinan di bidan pada waktu menjelang taksiran partus

6. Melakukan ritual keagamaan/ tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat bila keluarga meminta7. Melakukan motivasi pada waktu rujukan diperlukan8. Melaporkan ke Bidan apabila ada ibu hamil baru

B. Periode Persalinan18BIDANDUKUN

1. Mempersiapkan sarana prasara persalinan aman dan alat resusitasi bayi baru lahir, termasuk pencegahan infeksi2. Memantau kemajuan persalinan sesuai dengan partogram3. Melakukan asuhan persalinan

4. Melaksanakan inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI segera kurang dari 1 jam.5. Injeksi Vit K1 dan salep mata antibiotik pada bayi baru lahir6. Melakukan perawatan bayi baru lahir7. Melakukan tindakan PPGDON apabila mengalami komplikasi8. Melakukan rujukan bila diperlukan9. Melakukan pencatatan persalinan pada:

a. Kartu ibu/partograf

b. Kohort Ibu dan Bayi

c. Register persalinan

10. Melakukan pelaporan:

a. Cakupan persalinan1. Mengantar calon ibu bersalin ke bidan2. Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transport untuk pergi ke bidan/memanggil bidan3. Mempersiapkan sarana prasaran persalinan aman seperti :

a. Air bersih

b. Kain bersih

4. Mendampingi ibu pada saat persalinan5. Membantu Bidan pada saat proses persalinan6. Melakukan ritual keagamaan/ tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat7. Membantu Bidan dalam perawatan bayi baru lahir8. Membantu ibu dalam inisiasi menyusu dini kurang dari 1 jam

9. Memotivasi rujukan bila diperlukan10. Membantu bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan

C. Periode Nifas18BIDANDUKUN

1. Mengantar calon ibu bersalin ke bidan2. Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transport untuk pergi ke bidan/ memanggil bidan3. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman seperti :

a. Air bersih

b. Kain bersih

4. Mendampingi ibu pada saat persalinan5. Membantu bidan pada saat proses persalinan6. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat7. Membantu bidan dalam perawatan bayi baru lahir8. Membantu ibu dalam inisiasi menyusu dini kurang dari 1 jam9. Memotivasi rujukan bila diperlukan10. Membantu Bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan1. Melakukan kunjungan rumah dan memberikan penyuluhan tentang:

a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas

b. Tanda-tanda bayi sakit

c. Kebersihan pribadi & lingkungan

d. Kesehatan & Gizi

e. ASI Ekslusif

f. Perawatan tali pusat

g. Perawatan payudara

2. Memotivasi ibu dan keluarga untuk ber-KB setelah melahirkan3. Melakukan ritual keagamaan/ tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat4. Memotivasi rujukan bila diperlukan5. Melaporkan ke Bidan apabila ada calon akseptor KB baru

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut yang disadur dan disesuaikan dari Model Pendekatan Explanatory dalam mempelajari suatu kasus kompetensi budaya pada pelayanan kesehatan:

a. Disebut sebagai masalah apa cerita tersebut?Jawab: Masalah Budayab. Menurut anda, apa penyebab dari kasus tersebut?Jawab: Tradisi persalinan yang ditolong oleh dukun yang masih dipegang masyarakat dan kesulitan dalam komunikasi antara dokter dan masyarakat karena penggunaan bahasa indonesia masyarakat yang kurang.c. Apakah menurut anda kasus ini merupakan kasus yang serius?Jawab: iya, seriusd. Intervensi yang bagaimana yang sebaiknya dilakukan?Jawab: melakukan komunikasi efektif, mengerti buaya, bahasa dan dapat mengerti kebiasaan masyarakat setempat, serta mengadakan suatu kegiatan yang mengajak masyarakat ikut berpartisipasi aktif di dalamnya.e. Bagaimana akibatnya pada diri anda dan pikiran anda bila kasus tersebut terjadi disekitar anda?Jawab: kita menjadi khawatir terhadap pasien yang berada di wilayah kerja kita.f. Apa yang paling anda khawatirkan terjadi dengan pasien pada kasus tersebut?Jawab: dikhawatirkan pasien akan mengalami kegawatdaruratan medik. Apabila dirujuk ke tenaga kesehatan terdekat dan jika terjadi hal yang fatal ditakutkan tenaga kesehatan tersebut yang disalahkan oleh keluarga pasien.g. Apa yang paling anda khawatirkan terjadi pada saat petugas kesehatan melakukan penatalaksanaan pada pasien tersebut?Jawab: kondisi pasien semakin memburuk sehingga sulit ditatalaksana, yang seharusnya dapat ditangani dengan mudah tetapi menjadi sulit dan terancam mengalami kematianBAB. III

PENUTUP

3.1. KseimpulanTerdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang menjadi masalah dalam penyelesaian masalah kesehatan dan lingkungan masyarakat tesebut sehingga diperlukan komunikasi efektif dan memaksimalkan peran sosial tenaga kesehatan kepada pasien tersebut, keluarga, dan komunitasnya.Daftar Pustaka1. Kodjo, Cheryl. Cultural Competence In Clinician Communication. National Institute of Health. Pediatr Rev, P1-12; 2009.

2. Kleinman A, Benson P (2006) Anthropology in the clinic: The problem of cultural competency and how to fix it. PLoS Med 3(10): e294. DOI: 10.1371/ journal.pmed.0030294

3. Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

4. Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. (1998). Teaching and Learning Communication Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press.

5. Carma, L. Bylund & Gregory Makoul, Patient Education & Counseling 48 (2002) 207-216

6. Silverman, J., Kurtz, S. & Drapper, J. 1998. Skills for Communicating with Patients. Oxon: Radcliffe Medical Press.

7. Eka, Arsyta. 2010. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya. Universitas Sebelas Maret.

8. Anonymous. Pembangunan kesehatan pakai paradigm sehat. Pangkalan Bun. Bpost. 20029. Entjang I. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti; 2000.

10. Depkes RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas III tahun 1991/1992. Jakarta: Depkes RI.

11. Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 ttg Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta12. Efendi, F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktek dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

13. Trihono. 2005. Manajemen puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta : sagung Seto

Novi Khila Firani. Universitas Brawijaya : Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan Perilaku Ibu Dalam Memilih Penolong Persalinan ; 1996.

14. Dep Kes RI.1994.Pedoman Supervisi Dukun Bayi

15. Syafrudin, SKM, M. Kes, dkk. 2009. KebidananKomunitas. Jakarta : EGC

16. Yulifah, Rita. 2009. Asuhan KebidananKomunitas. Jakarta : Salemba Medika

17. Kemenkes RI. Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan dan Dukun. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

Herediter

Ras

Suku

Masalah kesehatan (sesuai Pemicu)

Perilaku

Pengetahuan pasien

Pendidikan

Peran/upaya puskesmas

Lingkungan

Budaya

Kepercayaan

Pelayanan kesehatan

Dokter

Bidan

Komunikasi

Hubungan :

Dokter

Peran dokter keluarga

Bahasa

Tradisi

Paradigma sehat

Faktor internal/eksternal

Explanatory theory

Solusi/outcome