laporan penelitian pekutatan revisi
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan
berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner
(untuk pembuluh darah jantung), ginjal dan hipertropi ventrikel kiri/left ventrice
hypertrophy (untuk otot jantung). Menurut WHO dan the International Society of
Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan
3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng, E., 2009). Hipertensi
merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai
31,7% (Depkes, 2010). Di Provinsi Bali, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran
termasuk kasus yang sedang minum obat sebesar 29,1%, prevalensi hipertensi
berdasarkan pengukuran saja sebesar 26,4%, dan prevalensi berdasarkan diagnosis oleh
tenaga kesehatan dan/atau minum obat sebesar 5,7% (Rahajeng, E., 2009). Berdasarkan
hasil Riskesdas 2007, didapatkan besarnya prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran tekanan darah di Kabupaten Jembrana adalah sebesar 25% (Riskesdas Bali,
2007).
Hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kebiasaan
merokok dan konsumsi alkohol. Kebiasaan merokok dengan jumlah rokok 10-20
perhari dapat mempengaruhi tekanan darah dan peningkatan resiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Hal ini memaksa jantung bekerja lebih keras
sehingga mendorong naiknya tekanan darah (Martin, 2011). Diperkirakan sekitar 45,3
juta orang, atau 19,3% dari seluruh orang dewasa (di atas 18 tahun) merokok di
Amerika Serikat. Perokok lebih banyak pada pria (21,5%) daripada wanita (17,3%).
Merokok adalah penyebab utama kematian yang dapat dicegah di Amerika Serikat,
diperkirakan sekitar 443.000 kematian, atau 1 dari setiap 5 kematian di Amerika Serikat
setiap tahun (CDC, 2010). Hasil laporan WHO tahun 2008 dengan statistik jumlah
perokok 1,35 miliar orang, Indonesia menempati peringkat ke-3 dalam daftar 10 negara
2
perokok terbesar di dunia dengan jumlah 65 juta perokok atau 28% per penduduk, di
bawah Cina (390 juta perokok atau 29% per penduduk) dan India (144 juta perokok
atau 12,5% per penduduk) (Nusantaraku, 2009). Berdasarkan Riskesdas tahun 2007,
persentase penduduk umur 10 tahun ke atas 23,7% merokok setiap hari, 5,5% merokok
kadang-kadang, 3,0% adalah mantan perokok, dan 67,8% bukan perokok. Di samping
itu hampir separuh penduduk laki-laki yang merokok setiap hari (45,8%) (Profil
Kesehatan Indonesia, 2008). Secara umum di provinsi Bali persentase penduduk umur
10 tahun ke atas yang merokok tiap hari 20,2%, dengan persentase tertinggi pada
kelompok usia 75 tahun ke atas (33,5%). Persentase perokok tertinggi ditemukan di
Jembrana (24,5%), dengan rata-rata jumlah rokok yang dihisap 9,3 batang per hari
(Riskesdas Bali, 2007).
Kebiasaan konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
hipertensi. Berdasarkan Riskesdas 2007, secara nasional prevalensi penduduk umur 10
tahun ke atas yang minum minuman beralkohol sebesar 4,6% dan di Provinsi Bali
sebesar 6,4% (Profil Kesehatan Indonesia, 2008). Untuk Kabupaten Jembrana,
persentase peminum minuman beralkohol sebesar 3,9% (Riskesdas Bali, 2007).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, persentase prevalensi penyakit akibat
hipertensi seperti stroke dan penyakit jantung di Kabupaten Jembrana sebesar 0,3%
untuk stroke dan 0,9% untuk penyakit jantung (Riskesdas Bali, 2007). Hasil
pemeriksaan kesehatan oleh petugas kesehatan tahun 2012 di Puskesmas Pekutatan I,
Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana menunjukkan bahwa terdapat 1.213
kunjungan hipertensi dan menempati peringkat ke-2 pada sepuluh besar penyakit tahun
2012. Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 290 kunjungan pasien hipertensi dan pada
tahun 2010 terdapat 264 kunjungan pasien hipertensi (Data dari Puskesmas Pekutatan I
Kabupaten Jembrana). Melihat hal tersebut diatas, maka perlu ditelusuri tentang
gambaran kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkol, dan kejadian hipertensi
pada masyarakat dewasa di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I tersebut. Dengan
mengetahui hal tersebut maka diharapkan dapat memberikan sumbangan data kepada
puskesmas, sehingga dapat menentukan prioritas untuk pencegahan hipertensi. Dengan
demikian program menuju Bali sehat yang telah dicanangkan untuk meningkatkan
kesadaran dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang dapat terwujud terutama dalam
rangka menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi.
3
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian adalah:
Bagaimanakah gambaran kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, dan
kejadian hipertensi pada masyarakat dewasa di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I,
Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok, konsumsi
minuman beralkohol, dan kejadian hipertensi pada masyarakat dewasa di wilayah kerja
Puskesmas Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok pada masyarakat dewasa di
wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana.
2. Untuk mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi minuman beralkohol pada
masyarakat dewasa di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan,
Kabupaten Jembrana.
3. Untuk mengetahui angka kejadian hipertensi pada masyarakat dewasa di wilayah
kerja Puskesmas Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana.
4. Untuk mengetahui angka kejadian hipertensi berdasarkan kebiasaan merokok dan
konsumsi minuman beralkohol pada masyarakat dewasa di wilayah kerja Puskesmas
Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Puskesmas Pekutatan I
Dengan mengetahui gambaran kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, dan
angka kejadian hipertensi pada masyarakat dewasa di wilayah kerja Puskesmas
Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana diharapkan dapat dijadikan
masukan dalam mensukseskan program pencegahan bahaya merokok dan minuman
beralkohol, serta penanggulangan hipertensi pada masyarakat.
4
1.4.2 Bagi Peneliti
1. Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang
didapat selama pendidikan di bagian IKK/IKP Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana serta menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian
ilmiah.
2. Menambah pengetahuan peneliti tentang gambaran kebiasaan merokok, konsumsi
minuman beralkohol, dan angka kejadian hipertensi pada masyarakat dewasa di
wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I.
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
yang lebih luas di masa yang akan datang.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengenai hasil penelitian ini kepada masyarakat sehingga
mereka mengetahui kecenderungan kejadian hipertensi pada orang yang memiliki
kebiasaan merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok
2.1.1 Kebiasaan Merokok
Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok. Merokok
dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri, banyak penyakit
yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara langsung maupun tidak
langsung. Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok
secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Rata- rata
merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh faktor psikologis
meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan,
mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga
dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung
rokok seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (Sitepoe, M., 2007).
2.1.2 Jenis Rokok
Menurut Sitepoe, M. (1997), rokok berdasarkan bahan baku atau isi dibagi tiga jenis:
1. Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi
saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
2. Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
Rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis:
1. Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
2. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.
2.1.3 Kandungan Rokok
Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya,
misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama dengan
komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap
oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%).
6
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis di
antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan setidaknya 200
diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan
karbon monoksida (CO). Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-
bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya (David E, 2003). Zat-zat beracun yang
terdapat dalam rokok antara lain adalah sebagai berikut:
1. Nikotin
Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi bersifat
racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak atau
susunan saraf pusat. Nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif.
Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami
kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang
semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya.
2. Karbon monoksida (CO)
Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur ini
dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon.
Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam
transpor maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat
mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah
400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin
dalam darah sejumlah 2-16% (Sitepoe, M., 1997).
3. Tar
Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air
diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat
karsinogenik. Dengan adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat
merusak sel paru karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru
sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap, tar masuk
kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi
padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran
pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang
rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang
menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi
7
filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat
merokok hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang
digunakan bertambah banyak (Sitepoe, M., 1997).
4. Timah hitam (Pb)
Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkus
rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan menghasilkan 10 ug.
Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20
ug per hari (Sitepoe, M., 1997).
5. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang
ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan
mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
6. Hidrogen sianida (HCN)
Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan
sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan.
Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya.
Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan
kematian.
7. Nitrous oxide
Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat
menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit.
8. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat
organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan
membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim.
9. Hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar dengan
bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen).
8
2.1.4 Kategori Perokok
1. Perokok aktif
Menurut Bustan (2000), rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan
perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan
langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri
sendiri maupun lingkungan sekitar.
2. Perokok pasif
Perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok.
Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap
rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok
yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali
lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung
tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).
2.1.5 Jumlah Rokok yang Dihisap
Menurut Bustan (2000), jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang,
bungkus, pak per hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu:
1. Perokok ringan: apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.
2. Perokok sedang: apabila merokok 10 – 20 batang per hari.
3. Perokok berat: apabila merokok lebih dari 20 batang per hari.
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka dalam
tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan
mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya
bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai
titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan (Sitepoe, M, 1997).
2.1.6 Lama Menghisap Rokok
Menurut Bustan (2000), merokok dimulai sejak umur kurang dari 10 tahun atau lebih
dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok.
Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan
semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja,
merokok dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Resiko kematian
9
bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih
dini (Smet, B., 1994). Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik
10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit. Dampak rokok akan
terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. dampak rokok bukan hanya untuk perokok
aktif tetapi juga perokok pasif. Walaupun dibutuhkan waktu 10-20 tahun, tetapi terbukti
merokok mengakibatkan 80% kanker paru dan 50% terjadinya serangan jantung,
impotensi dan gangguan kesuburan (Sitepoe, M., 1997).
2.2 Minuman Beralkohol
2.2.1 Pengertian Minuman Beralkohol
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain alcohol.
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol, bahan psikoaktif dan
mengkonsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran.
2.2.2 Jenis Minuman Beralkohol
1. Anggur (wine)
Minuman beralkohol yang dibuat dari sari anggur jenis Vitis vinifera yang biasanya
hanya tumbuh di area 30 hingga 50 derajat lintang utara dan selatan.
2. Bir
Segala minuman beralkohol yang diproduksi melalui proses fermentasi bahan
berpati tanpa melalui proses penyulingan setelah fermentasi.
3. Rum
Minuman beralkohol hasil fermentasi dan distilasi dari molase (tetes tebu) atau air
tebu yang merupakan produk samping industry gula.
4. Sake
Sebuah minuman beralkohol dari Jepang yang berasal dari hasil fermentasi beras.
5. Tuak
Sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang
mengandung gula. Bahan baku yang biasa dipakai adalah: beras atau cairan yang
diambil dari tanaman seperti nira kelapa atau aren, legen dari pohon siwalan atau tal,
atau sumber lain.
6. Vodka
10
Sejenis minuman beralkohol berkadar tinggi, bening, dan tidak berwarna, yang biasa
disuling dari gandum yang difermentasi.
7. Wiski
Merujuk secara luas kepada kategori minuman beralkohol dari fermentasi serealita
yang mengalami proses mashing (dihaluskan, dicampur air serta dipanaskan), dan
hasilnya melalui proses distilasi sebelum dimatangkan dengan cara disimpan di
dalam tong kecil dari kayu (biasanya kayu ek).
2.2.3 Bahaya Minuman Beralkohol
Minuman beralkohol tidak akan menimulkan bahaya jika dikonsumsi dalam jumlah
yang sangat terbatas seperti di dalam acara keluarga, upacara keagamaan seperti pesta
perkawinan, syukuran, atau penyambutan tamu keluarga dalam santap malam.
Minuman beralkohol akan menimbulkan efek buruk bagi kesehatan jika dikonsumsi
dalam jumlah yang berlebihan.
Kandungan alkohol di atas 40 gram per hari untuk pria atau di atas 30 gram per
hari untuk wanita dapat berakibat kerusakan pada organ, seperti kerusakan jaringan
lunak yang ada di dalam rongga mulut, tenggorokan, dan di dalam sistem pencernaan
(Levine, MD., 2012). Organ tubuh manusia yang paling rawan akibat minuman keras
adalah hati atau lever. Seseorang yang sudah terbiasa meminum minuman beralkohol,
apalagi dengan jumlah yang melebihi batas akan meningkatkan kadar lemak di dalam
hati, mengakibatkan hati harus bekerja lebih berat untuk mengatasi kelebihan lemak
yang tidak larut di dalam darah. Jika tidak cepat diobati akan terjadi sirosis atau
pembentukan jaringan parut yang akan menyebabkan fungsi hati berkurang dan
menghalangi aliran darah ke dalam hati (Mukherjee, S., 2012).
Kadar alkohol di dalam darah yang tinggi menyebabkan kerusakan sel-sel saraf.
Kandungan alkohol di dalam otak lebih dari 0,5% menyebabkan seseorang akan mudah
dan cepat terkena stroke, kemudian menyebabkan koma dan berakhir dengan kematian.
Meskipun tidak berakhir dengan kematian, minimal kelumpuhan akan terjadi dan sukar
untuk disembuhkan karena sel-sel otak sudah rusak. Selain itu juga bisa terjadi
osteoporosis atau pengeroposan tulang (Laker, SR., 2011).
Dampak yang sangat membahayakan bagi peminum alkohol adalah
mempercepat fase menopause pada wanita dan gangguan nyeri atau gejala
membahayakan lainnya pada saat datang bulan (haid). Sementara bagi wanita hamil
11
yang banyak minum alkohol, salah satu akibat yang mengerikan adalah fetal alcohol
syndrome dimana bayi yang akan dilahirkannya mengalami retardasi mental (Vaux,
KK.,2012). Minuman keras tradisional seperti tuak, arak, dan sebagainya, bisa lebih
berbahaya karena pembuatannya tidak terkontrol secara baik, serta penggunaan bahan
baku yang tidak murni dan tidak benar. Di dalamnya bukan saja akan terkandung etil-
alkohol (etanol) yang sesuai dengan persyaratan, tetapi juga metil-alkohol (metanol)
yang berbahaya bagi kesehatan.
2.3 Hipertensi
2.3.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price, S.A. and Wilson, L.M.,
2006). Menurut Basha, A. (2004), hipertensi merupakan suatu keadaan dimana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi seringkali
disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang
mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi
korbannya (Sustrani, L., et al., 2004).
2.3.2 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu
hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian besar terjadi pada 90-95% masyarakat.
Sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh kelainan dari organ lain, seperti
gangguan ginjal, penyempitan pembuluh darah terutama di ginjal, pengaruh obat-
obatan, tumor tertentu atau gangguan hormon, yang terjadi pada 5-10% masyarakat.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII, 2004), klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi
derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
12
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal
Prahipertensi
Hipertensi derajat 1
Hipertensi derajat 2
< 120 dan
120-139 atau
140-159 atau
≥ 160 atau
< 80
80-89
90-99
≥ 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik
Sumber: JNC VII 2004
2.2.3 Patofisiologi Hipertensi
Menurut Corwin (2000) tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung,
volume sekuncup atau curah jantung dan total peripheral resistance (TPR), maka
peningkatan salah satu dari ketiga variabel tersebut dapat menyebabkan hipertensi.
1. Peningkatan kecepatan denyut jantung.
Terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus sinoatrium (SA).
Peningkatan denyut jantung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme,
biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau total peripheral
resistance (TPR).
2. Peningkatan volume sekuncup atau curah jantung yang berlangsung lama.
Terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat
gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi yang berlebihan
yang dapat meningkatkan volume diastolik akhir, biasa disebut preload jantung.
Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.
3. Peningkatan total peripheral resistance (TPR) yang berlangsung lama
Terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau
responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal
tersebut menyebabkan penyempitan pembuluh. Pada peningkatan total peripheral
resistance, jantung harus memompa lebih kuat supaya menghasilkan tekanan yang
lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh-pembuluh yang menyempit.
Hal ini disebut afterload jantung biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan
diastolik. Apabila afterload berlangsung lama, ventrikel kiri mungkin mulai
13
mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi kebutuhan ventrikel akan
oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus memompa darah lebih keras
lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, serat-serat otot jantung juga mulai
teregang melebihi panjang normalnya yang akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup atau curah jantung.
Menurut Guyton and Hall (2006) hipertensi dibedakan atas 2 golongan besar:
1. Hipertensi beban volume
Terjadi akibat kenaikan volume cairan ekstra seluler yang berlebihan dalam tubuh.
Hal ini menyebabkan kenaikan volume darah diikuti dengan peningkatan curah
jantung. Kenaikan curah jantung inilah yang menyebabkan hipertensi.
2. Hipertensi vasokonstriksi
Terjadi akibat peningkatan bahan-bahan yang secara khusus cenderung
meningkatkan hipertensi yaitu angiotensin II, norepinephrin dan epinephrin. Bahan
ini menyebabkan kenaikan tekanan perifer total yang menyebabkan penyempitan
diameter arteriol dan terjadilah hipertensi.
2.3.4 Gejala Hipertensi
Menurut Corwin (2000) sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun, dan berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi essensial, gejala seperti sakit kepala, epistaktis, pusing, migran. Gejala-gejala
yang lain seperti sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditengkuk (Mansjoer, 2000).
2.4 Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat sphygmomanometer dan stetoskop.
Ada tiga tipe dari sphygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa atau
merkuri, aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa adalah jenis sphygmomanometer yang
14
paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah
tekanan sistolik. Sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan
diastolik. Sphygmomanometer aneroid prinsip penggunaanya yaitu menyeimbangkan
tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan udara
didalamnya. Spygmomanometer elektronik merupakan pengukur tekanan darah terbaru
dan lebih mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa
tetapi, akurasinya juga relatif rendah (Sustrani, L., et al., 2004). Sebelum mengukur
tekanan darah yang harus diperhatikan yaitu:
1. Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.
2. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar
dengan jantung (istirahat).
3. Pakailah baju lengan pendek.
4. Buang air kecil dulu sebelum diukur , karena kandung kemih yang penuh dapat
mempengaruhi hasil pengukuran (Sustrani, L., et al., 2004).
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat yang
cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada
posisi terbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit.
Ukuran manset harus cocok dengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkari paling
sedikit 80% lengan atas dan lebar manset paling sedikit 2 atau 3 kali panjang lengan
atas, pinggir bawah manset harus 2 cm diatas fosa cubiti untuk mencegah kontak
dengan stetoskop. Sebaiknya disediakan barbagai ukuran manset untuk dewasa, anak
dan orang gemuk. Balon dipompa sampai ke atas tekanan diastolik kemudian tekanan
darah diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung.
Tekanan sistolik tercatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (korotkoff I)
sedangkan tekanan diastolik dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V).
Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan, pada posisi
berbaring, duduk dan berdiri (Arjatmo, T., Hendra, U., 2001).
2.5 Hubungan Merokok dan Konsumsi Minuman Beralkohol dengan Tekanan
Darah
Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan dua penentu utama yang
mempengaruhi tekanan darah. Maka berbagai faktor yang terlibat dalam mempengaruhi
15
curah jantung dan resistensi perifer total akan mempengaruhi tekanan darah (Sherwood,
L., 2001). Salah satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok.
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok
akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan
meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali
per menit (Sitepoe, M., 1997).
Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar
terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena
merokok secara aktif maupun pasif pada dasarnya mengisap CO (karbon monoksida)
yang bersifat merugikan. Akibat gas CO terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan
pasokan jaringan berkurang. Ini karena, gas CO mempunyai kemampuan mengikat
hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding
oksigen, sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar oksigen udara yang sudah
berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen, oleh
karena yang diangkut adalah CO dan bukan O2 (oksigen). Seharusnya, hemoglobin ini
berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi
karena gas CO lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini merebut tempatnya di
hemoglobin. Sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan berusaha
meningkatkan yaitu melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau
spasme dan mengakibatkan meningkatnya tekanan darah. Bila proses spasme
berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan
terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan).
Selain itu, asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin merupakan dadah yang
kuat. Nikotin bertindak terhadap pusat kepuasan di otak yang menyebabkan perokok
terangsang pada peringkat awal, tetapi keadaan ini kemudiannya disusuli oleh
kemurungan. Nikotin meningkatkan penghasilan bahan kimia yang dinamai dopamine
dan berhubung rapat dengan pusat-pusat emosi di otak. Nikotin mengganggu sistem
saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain
menyebabkan ketagihan merokok. Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap
hormon epinefrin (adrenalin) yang bersifat memacu peningkatan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama
16
jantung. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin
meninggi, berakibat timbulnya hipertensi. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak,
dan banyak bagian tubuh lainnya. Efek lain nikotin adalah merangsang berkelompoknya
trombosit (sel pembekuan darah), trombosit akan menggumpal dan akhirnya akan
menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat asap yang mengandung gas CO
yang berasal dari rokok. Dari gambaran diatas baik gas CO maupun nikotin berpacu
menyempitkan pembuluh darah dan menyumbatnya sekaligus. Menurut kajian, resiko
merokok menyebabkan hipertensi berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari,
dan bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak rokok
sehari menjadi lebih rentan mendapat hipertensi. Zat-zat kimia dalam rokok bersifat
kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga
mulai kelihatan gejala yang ditimbulkannya (Price and Wilson, 2006).
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga
peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan
darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan
hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya
melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi
alkohol sekitar 2 − 3 gelas ukuran standar setiap harinya. Konsumsi alkohol yang
berlebihan, 2 ons atau lebih sehari, telah ditemukan berhubungan dengan prevalens
hipertensi yang tinggi. Berbagai peneltian telah dilakukan misalnya oleh Hull (1996)
yang menyatakan bahwa orang yang minum minuman beralkohol 1,4 liter/hari sangat
tinggi resikonya menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak
mengkonsumsi alkohol sama sekali. Peminum alkohol juga dapat meningkatkan risiko
menderita penyakit stroke. Penelitian yang dilakukan oleh Nuriyadin (2005), tentang
studi faktor risiko kejadian hipertensi yang berobat di Puskesmas Wawonii Kabupaten
Konawe menunjukkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi
alkohol lebih dari satu gelas per hari, memberikan risiko sebesar 1,2 kali lebih besar
menderita hipertensi dibandingkan responden yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi
alkohol kurang dari satu gelas per hari. Pembatasan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2
gelas per hari untuk pria dan tidak lebih dari 1 gelas per hari untuk wanita dan orang-
17
orang dengan berat badan lebih ringan, dapat menurunkan tekanan darah sebesar 2 − 4
mmHg.
18
BAB III
KERANGKA KONSEP TEORI
Berdasarkan teori Bloom, hipertensi dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu genetik, pelayanan
kesehatan, lingkungan, dan perilaku. Faktor genetik seperti jenis kelamin, usia,
keturunan, dan obesitas. Faktor pelayanan kesehatan seperti penyuluhan dan penyakit
lain yang dialami. Faktor lingkungan seperti stres. Faktor perilaku seperti gaya hidup
dan pola makan. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana gambaran kebiasaan
merokok dan konsumsi minuman beralkohol serta angka kejadian hipertensi (Madhur,
MS., 2013).
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Teori
HIPERTENSI
GENETIK Jenis kelamin Usia Keturunan Obesitas
PERILAKU Merokok Alkohol Kopi Garam Kolesterol Olahraga
LINGKUNGAN Stres
PELAYANAN KESEHATAN Penyuluhan Kelainan ginjal DM
19
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan,
Kabupaten Jembrana. Penelitian ini dilakukan mulai 30 Maret sampai 4 April 2013.
4.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif cross-sectional untuk mengetahui
tentang gambaran kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, dan kejadian
hipertensi pada masyarakat dewasa di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I, Kecamatan
Pekutatan, Kabupaten Jembrana.
4.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua masyarakat berusia ≥ 25 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana.
4.4 Besar dan Cara Pengambilan Sampel
4.4.1 Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
n : besar sampel
Zα : 1,96 (α=0,05)
p : 20% (kunjungan pasien hipertensi di Puskesmas Pekutatan I tahun 2012)
q : 1-p (80%)
d : 10% (penyimpangan absolut)
f : 10% (perkiraan drop out)
n=1
1−f×
Zα2 ( pq )
d2
20
Jadi:
n
=
11 − 10 %
x(1 ,96)2 (0,2 ) (0,8 )10 %2
= 68,3
Dari hasil perhitungan berdasarkan angka-angka tersebut di atas, diperoleh sampel
minimal sebesar 68,3 orang. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti mengambil total
sampel sebesar 70 orang.
4.4.2 Cara pengambilan sampel
Wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I terdiri dari 4 desa, yaitu Desa Medewi, Desa
Pulukan, Desa Pekutatan, dan Desa Asah Duren. Sampel penelitian adalah semua
masyarakat yang berada di dusun yang dipilih dalam dua tahap. Langkah-langkah
pemilihan sampel:
1. Tahap pertama adalah pemilihan desa dan dusun.
Dari 4 desa yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I, akan dipilih 1 desa
secara purposive sampling, dipilih Desa Pekutatan dengan alasan: 7 dari 10 kunjungan
pasien hipertensi bulan Januari 2013 berasal dari Desa Pekutatan, memiliki jumlah
penduduk paling banyak (5.393 jiwa), kepadatan penduduk paling tinggi (324,49
jiwa/km2), jarak antar rumah penduduk tidak berjauhan, dan dekat dengan jalan raya
Denpasar-Gilimanuk. Kemudian dipilih 4 dusun (semua dusun) dari 4 dusun yang ada
di Desa Pekutatan.
2. Tahap kedua adalah pemilihan individu sebagai sampel.
Dari 4 dusun sebagai wilayah sampel kemudian dipilih sampel secara proporsional
sesuai dengan jumlah penduduk di setiap dusun.
Tabel 4.1. Jumlah Sampel pada Setiap Dusun
Dusun Jumlah Penduduk Persentase Jumlah Sampel
Pasar 2.355 42,21% 30
Dauh Pangkung 1.271 22,79% 16
Dangin Pangkung 798 14,3% 10
Yeh Kuning 1.155 20,7% 14
Jumlah 5.579 100% 70
Sumber: Data di Kantor Kepala Desa Pekutatan
21
Individu sebagai sampel didapatkan dengan cara mengunjungi rumah-rumah yang ada
pada setiap dusun sampai diperoleh jumlah sampel sesuai dengan Tabel 4.1.
4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.5.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah sampel terpilih yang berusia ≥ 25 tahun yang
berdomisili di 4 dusun yang terpilih.
4.5.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
1. Sampel terpilih tidak bisa melakukan wawancara karena menderita penyakit tertentu
seperti kelainan mental.
2. Sampel terpilih yang berdomisili di daerah lain.
3. Sampel yang menolak untuk dijadikan subjek penelitian.
4.6 Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah semua sampel yang terpilih dan memenuhi
kriteria inklusi. Responden diwawancarai di rumahnya untuk menjawab kuesioner yang
telah disiapkan.
4.7 Variabel penelitian
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Alamat
4. Pekerjaan
5. Kebiasaan merokok
6. Konsumsi minuman beralkohol
7. Diagnosis hipertensi
22
4.8 Definisi Operasional Variabel
1. Jenis kelamin
Jenis kelamin responden sesuai dengan kategori yang telah disediakan. Jenis
kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan.
2. Umur
Usia yang ditanyakan pada responden/berdasarkan KTP dan dinyatakan dalam
tahun.
3. Alamat
Alamat tempat tinggal yang ditanyakan pada responden/berdasarkan KTP. Alamat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu Dusun Pasar, Dusun Dauh Pangkung, Dusun
Dangin Pangkung, dan Dusun Yeh Kuning.
4. Pekerjaan
Pekerjaan yang dilakukan responden saat ini untuk mendapatkan penghasilan.
Pekerjaan yang ditanyakan pada responden, dikelompokkan menjadi pegawai
negeri, pegawai swasta, wiraswasta/dagang, petani, buruh, tidak bekerja, dan
pekerjaan lainnya. Yang digolongkan tidak bekerja disini adalah pensiunan, ibu
rumah tangga, dan penganguran.
5. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok yang ditanyakan pada responden, seperti riwayat mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari (dalam satuan batang), dan jenis rokok
(kretek, filter, linting, atau cerutu).
6. Konsumsi minuman beralkohol
Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol yang ditanyakan pada responden, seperti
riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol dalam 1 bulan terakhir, intensitas
minum (berapa kali per minggu atau per bulan), jenis minuman (bir, whiskey, wine,
tuak, arak, atau yang lain), dan jumlah takaran setiap mengkonsumsi minuman
beralkohol (gelas 200 cc).
7. Diagnosis hipertensi
Diagnosis hipertensi didasarkan pada hasil pemeriksaan tekanan darah
menggunakan sphygmomanometer air raksa merk Riester dan stetoskop merk
Littmann. Diagnosis dan stadium hipertensi yang didapatkan dari hasil pengukuran
tekanan darah berdasarkan JNC VII tahun 2004. Dikatakan prahipertensi bila
23
didapatkan tekanan systole 120-139 mmHg, atau tekanan diastole 80-89 mmHg.
Dikatakan hipertensi stadium satu bila didapatkan tekanan systole 140-159 mmHg,
atau tekanan diastole 90-99 mmHg. Dikatakan hipertensi stadium dua bila
didapatkan tekanan sistolik ≥ 160mmHg, atau tekanan diastolik ≥ 100 mmHg.
4.9 Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tekanan darah menggunakan
sphygmomanometer air raksa merk Riester dan stetoskop merk Littmann untuk
mendapatkan keakuratan hasil pengukuran sesuai dengan standar, serta wawancara
menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan variabel-
variabel yang diteliliti kepada responden. Pertanyaan dalam kuesioner mudah
dimengerti oleh responden sehingga kuesioner tersebut dapat digunakan sebagai
instrumen pada penelitian ini.
4.10 Prosedur Pengumpulan Data
Persiapan pengumpulan data dari responden:
1. Menghubungi kepala dusun dari dusun setempat untuk memperoleh izin penelitian
di wilayahnya.
2. Mengunjungi rumah-rumah di dusun tersebut dan melakukan pengukuran tekanan
darah dan wawancara di rumah masing-masing sampel.
3. Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah responden duduk dan rileks selama 5 –
10 menit. Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali dengan jarak 5 menit. Dari
dua hasil pengukuran tersebut, selanjutnya dicari rata-rata tekanan darah responden.
4. Wawancara dilakukan berdasarkan pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.
4.11 Analisis data
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan bantuan komputer menggunakan
perangkat lunak komputer, kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif
kuantitatif.
24
4.11.1 Analisis Univariat
Merupakan analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dalam hasil penelitian. Pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi persentase dari tiap-tiap
variabel. Hasil analisis univariat akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
4.11.2 Analisis Bivariat
Merupakan analisis yang dilakukan terhadap beberapa variabel dalam hasil penelitian.
Analisis dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang, yaitu variabel jenis kelamin
dan kelompok umur terhadap variabel diagnosis hipertensi, kebiasaan merokok, dan
konsumsi minuman beralkohol, serta variabel kebiasaan merokok dan konsumsi
minuman beralkohol terhadap variable diagnosis hipertensi.
25
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Demografis Responden
Responden penelitian ini berasal dari kelompok penduduk berusia 25 tahun ke atas yang
telah memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian. Responden berasal dari empat
dusun yang diambil dari satu desa di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I yaitu Desa
Pekutatan. Responden diambil sebanyak 70 orang dari total empat dusun. Sebagian
besar responden diwawancarai di rumah masing-masing mulai tanggal 2 April sampai
dengan 4 April 2013. Berdasarkan wawancara dan pemeriksaan yang dikerjakan
diperoleh karakteristik demografis responden meliputi jenis kelamin, umur, alamat, dan
pekerjaan.
Tabel 5.1. Karakteristik Demografis Responden meliputi Jenis Kelamin, Umur, Alamat,
dan Pekerjaan
No. Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
1 Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
42
38
60,0%
40,0%
Total 70 100,0%
2 Kelompok Umur
25 – 44 tahun
45 – 64 tahun
≥ 65 tahun
20
35
15
28,6%
50,0%
21,4%
Total 70 100,0%
3 Alamat
Dusun Pasar
Dusun Dauh Pangkung
Dusun Dangin Pangkung
Dusun Yeh Kuning
30
16
10
14
42,9%
22,9%
14,3%
20,0%
Total 70 100,0%
26
Lanjutan Tabel 5.1
No. Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
4 Pekerjaan
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Wiraswasta/Dagang
Petani
Buruh
Tidak Bekerja
4
5
18
9
14
20
5,7%
7,1%
25,7%
12,9%
20,0%
28,6%
Total 70 100,0%
Dari data di atas didapatkan bahwa jumlah responden laki-laki lebih banyak dari
responden perempuan. Dari kelompok umur, sebagian responden berumur 45 – 64
tahun. Responden paling banyak berasal dari Dusun Pasar dan dari Dusun Dangin
Pangkung berjumlah paling sedikit. Sedangkan dari pekerjaan, responden paling banyak
digolongkan tidak bekerja, dimana yang termasuk tidak bekerja disini adalah para
pensiunan, ibu rumah tangga, dan pengangguran.
5.2 Status Hipertensi Responden
Pada penelitian ini, diagnosis hipertensi didasarkan pada hasil pemeriksaan tekanan
darah menggunakan sphygmomanometer air raksa merk Riester dan stetoskop merk
Littmann. Diagnosis dan stadium hipertensi yang didapatkan dari hasil pengukuran
tekanan darah berdasarkan JNC VII tahun 2004.
Tabel 5.2. Status Hipertensi Responden
No. Status Hipertensi Frekuensi Persentase
1 Klasifikasi Tekanan Darah
Normal
Prahipertensi
Hipertensi Derajat 1
Hipertensi Derajat 2
25
20
14
11
35,7%
28,6%
20,0%
15,7%
Total 70 100%
27
Lanjutan Tabel 5.2
No. Status Hipertensi Frekuensi Persentase
2 Diagnosis Hipertensi
Hipertensi
Tidak Hipertensi
25
45
35,7%
64,3%
Total 70 100,0%
Dari data yang diperoleh dalam status hipertensi, didapatkan sebagian besar
responden tidak menderita hipertensi, dengan klasifikasi tekanan darah normal lebih
banyak daripada prahipertensi. Sedangkan pada responden yang menderita hipertensi
lebih banyak yang hipertensi derajat 1 daripada hipertensi derajat 2.
5.3 Kebiasaan Merokok Responden
Pada penelitian ini, kebiasaan merokok responden didapatkan melalui wawancara
menggunakan kuesioner. Kebiasaan merokok yang ditanyakan pada responden, seperti
riwayat mulai merokok, jenis rokok, dan jumlah rokok yang dihisap per hari.
Tabel 5.3. Kebiasaan Merokok Responden
No. Kebiasaan Merokok Frekuensi Persentase
1 Status Merokok
Ya
Tidak
23
47
32,9%
67,1%
Total 70 100,0%
2 Usia Mulai Merokok
10 – 19 tahun
20 – 29 tahun
≥ 30 tahun
8
12
3
34,8%
52,2%
13,0%
Total 23 100,0%
3 Jenis Rokok yang Dihisap
Rokok dengan filter
Rokok tanpa filter
14
9
60,9%
39,1%
Total 23 100,0%
28
Lanjutan Tabel 5.3
No. Kebiasaan Merokok Frekuensi Persentase
4 Jumlah Batang per Hari
Perokok ringan (< 10 batang per hari)
Perokok sedang (10 – 20 batang per hari)
Perokok berat (> 20 batang per hari)
16
7
0
69,6%
30,4%
0,0%
Total 23 100,0%
Rata-rata Jumlah Batang per Hari 6,52
Dari data yang diperoleh dalam status merokok, didapatkan sebagian besar
responden tidak merokok. Pada responden yang merokok, sebagian besar mulai
merokok antara umur 20 – 29 tahun dan jenis rokok yang dihisap sebagian besar rokok
dengan filter. Sebagian besar responden yang merokok merupakan perokok ringan yang
menghisap rokok kurang dari 10 batang per hari dengan rata-rata 6,52 batang per hari.
5.4 Kebiasaan Konsumsi Minuman Beralkohol Responden
Pada penelitian ini, kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol responden
didapatkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Kebiasaan konsumsi minuman
beralkohol yang ditanyakan pada responden, seperti riwayat mengkonsumsi minuman
beralkohol dalam 1 bulan terakhir, intensitas minum (berapa kali per minggu atau per
bulan), jenis minuman, dan jumlah takaran setiap mengkonsumsi minuman beralkohol.
Tabel 5.4. Kebiasaan Konsumsi Minuman Beralkohol Responden
No. Kebiasaan Konsumsi Alkohol Frekuensi Persentase
1 Konsumsi Alkohol 1 Bulan Terakhir
Ya
Tidak
9
61
12,9%
87,1%
Total 70 100,0%
29
Lanjutan Tabel 5.4
No. Kebiasaan Konsumsi Alkohol Frekuensi Persentase
2 Frekuensi Minum Alkohol
≥ 5 kali per minggu
1 – 4 kali per minggu
1 – 3 kali per bulan
< 1 kali per bulan
0
2
4
3
0,0%
22,2%
44,4%
33,3%
Total 9 100,0%
3 Jenis Minuman
Bir
Whiskey/Vodka
Wine
Minuman tradisional (tuak, arak)
7
0
0
2
77,8%
0,0%
0,0%
22,2%
Total 9 100,0%
4 Jumlah Gelas (200 cc) setiap Minum
1 – 2
3 – 4
7
2
77,8%
22,2%
Total 9 100,0%
Dari data yang diperoleh, didapatkan sebagian besar responden tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol dalam 1 bulan terakhir. Pada responden yang
mengkonsumsi minuman beralkohol dalam 1 bulan terakhir, didapatkan bahwa sebagian
besar mengkonsumsi minuman beralkohol 1 – 3 kali per bulan, sebagian besar
mengkonsumsi bir, dan dengan jumlah 1 – 2 gelas sekali minum.
5.5 Gambaran Jenis Kelamin dan Kelompok Umur berdasarkan Diagnosis
Hipertensi, Kebiasaan Merokok, dan Konsumsi Minuman Beralkohol
Dalam melihat variabel jenis kelamin dan kelompok umur dengan variabel diagnosis
hipertensi, kebiasaan merokok, dan konsumsi minuman beralkohol dilakukan analisis
bivariat dengan tabulai silang.
30
Tabel 5.5.1. Distribusi Jenis Kelamin dan Kelompok Umur berdasarkan Diagnosis
Hipertensi
Karakteristik Hipertensi Total
Ya Tidak
f % f % f %
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
16
9
38,1%
32,1%
26
19
61,9%
67,9%
42
28
100,0%
100,0%
Total 25 35,7% 45 64,3% 70 100,0%
Kelompok Umur
25 – 44 tahun
45 – 64 tahun
≥ 65 tahun
0
14
11
0,0%
40,0%
73,3%
20
21
4
100,0%
60,0%
26,7%
20
35
15
100,0%
100,0%
100,0%
Total 25 35,7% 45 64,3% 70 100,0%
Dari data di atas didapatkan bahwa prevalensi responden laki-laki yang
mengalami hipertensi lebih besar daripada responden perempuan. Didapatkan
kecenderungan semakin bertambah usia, persentase angka kejadian hipertensi semakin
meningkat.
Tabel 5.5.2. Distribusi Jenis Kelamin dan Kelompok Umur berdasarkan Kebiasaan
Merokok
Karakteristik Merokok Total
Ya Tidak
f % f % f %
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
23
0
54,8
0,0
19
28
45,2
100,0
42
38
100,0
100,0
Total 23 32,9 47 67,1 70 100,0
Lanjutan Tabel 5.5.2
31
Karakteristik Merokok Total
Ya Tidak
f % f % f %
Kelompok Umur
25 – 44 tahun
45 – 64 tahun
≥ 65 tahun
5
13
5
25,0%
37,1%
33,3%
15
22
10
75,0%
62,9%
66,7%
20
35
15
100,0%
100,0%
100,0%
Total 23 32,9% 47 67,1% 70 100,0%
Dari data di atas didapatkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan
merokok semuanya berjenis kelamin laki-laki. Pada responden yang memiliki kebiasaan
merokok paling banyak pada kelompok umur 45 – 64 tahun.
Tabel 5.5.3. Distribusi Jenis Kelamin dan Kelompok Umur berdasarkan Kebiasaan
Konsumsi Minuman Beralkohol
Karakteristik Konsumsi Alkohol Total
Ya Tidak
f % f % f %
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
9
0
21,4%
0,0%
33
28
78,6%
100,0%
42
38
100,0
100,0
Total 9 12,9% 61 87,1% 70 100,0
Kelompok Umur
25 – 44 tahun
45 – 64 tahun
≥ 65 tahun
4
3
2
20,0%
8,6%
13,3%
16
32
13
80,0%
91,4%
86,7%
20
35
15
100,0%
100,0%
100,0%
Total 9 12,9% 61 87,1% 70 100,0%
Dari data di atas didapatkan bahwa responden yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi minuman berlakohol semuanya berjenis kelamin laki-laki. Pada
responden yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman berlakohol paling banyak
pada kelompok umur 25 – 44 tahun.
32
5.6 Gambaran Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Minuman Beralkohol
berdasarkan Diagnosis Hipertensi
Dalam melihat variabel kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol dengan
variabel diagnosis hipertensi dilakukan analisis bivariat dengan tabulai silang.
Tabel 5.6.1. Distribusi Kebiasaan Merokok berdasarakan Diagnosis Hipertensi
Pola Hidup Hipertensi Total
Ya Tidak
f % f % f %
Merokok
Ya
Tidak
12
13
52,2%
27,7%
11
34
47,8%
72,3%
23
47
100,0%
100,0%
Total 25 35,7% 45 64,3% 70 100,0%
Dari data yang diperoleh, didapatkan responden yang memiliki kebiasaan
merokok memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami hipertensi daripada yang
tidak merokok.
Tabel 5.6.2. Distribusi Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Beralkohol berdasarkan
Diagnosis Hipertensi
Pola Hidup Hipertensi Total
Ya Tidak
f % f % f %
Konsumsi Alkohol
Ya
Tidak
4
21
44,4%
34,4%
5
40
55,6%
65,6%
9
61
100,0%
100,0%
Total 25 35,7% 45 64,3% 70 100,0%
Dari data yang diperoleh, didapatkan responden yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami
hipertensi daripada yang tidak mengkonsumsi alkohol.
33
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Gambaran Kebiasaan Merokok
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 23 responden (32,9%) mengaku
memiliki kebiasaan merokok setiap hari. Hasil ini lebih besar daripada hasil Riskesdas
Bali 2007, dimana didapatkan 24,5% perokok di Kabupaten Jembrana (Riskesdas Bali,
2007). Berdasarkan jenis kelamin, sebesar 54,8% responden laki-laki memiliki
kebiasaan merokok sedangkan semua responden perempuan tidak ada yang memilki
kebiasaan merokok. Hasil ini lebih besar dari Riskesdas Bali 2007 dimana proporsi laki-
laki yang merokok sebesar 35,5% (Riskesdas Bali, 2007). Pada distribusi berdasarkan
kelompok umur didapatkan responden yang berumur 45 – 64 tahun mempunyai
proporsi terbesar yang memiliki kebiasaan merokok yaitu sebesar 37,1%, diikuti
kelompok umur 65 tahun ke atas dengan proporsi sebesar 33,3%. Hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian Riskesdas Bali 2007 dimana proporsi terbesar perokok
didapatkan pada kelompok umur 65 tahun ke atas sebesar 31,4% (Riskesdas Bali,
2007).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa 12 dari 23 responden (52,2%) yang
merokok mengaku mulai merokok sekitar umur 20 – 29 tahun. Hasil ini berbeda dengan
hasil Riskesdas Bali 2007 dimana 52,8% perokok di Kabupaten Jembrana mulai
merokok sekitar umur 10 – 19 tahun (Riskesdas Bali, 2007). Berdasarkan jenis rokok
yang dihisap, sebesar 60,9% responden yang merokok mengaku mengisap rokok
dengan filter dan 39,1% mengisap rokok tanpa filter. Hasil ini mendekati hasil
Riskesdas Bali 2007 dimana sebesar 59,5% perokok di Kabupaten Jembrana mengisap
rokok dengan filter, 23,4% mengisap rokok tanpa filter, dan sisanya mengisap rokok
jenis lainnya (Riskesdas Bali, 2007). Dari hasil penelitian ini didapatkan 16 dari 23
responden (69,6%) yang merokok merupakan perokok ringan yaitu orang yang merokok
kurang dari 10 batang per hari, dan 7 dari 23 responden (30,4%) yang merokok
merupakan perokok sedang yaitu orang yang merokok antara 10 – 20 batang per hari.
Didapatkan pula rata-rata jumlah rokok yang dihisap responden sebanyak 6,52 batang
atau jika dibulatkan menjadi 7 batang per hari. Hasil ini lebih kecil daripada hasil
Riskesdas Bali 2007 dimana didapatkan rata-rata jumlah rokok yang dihisap orang di
34
Kabupaten Jembrana sebanyak 9,3 batang atau jika dibulatkan menjadi 9 batang per hari
(Riskesdas Bali, 2007).
6.2 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Beralkohol
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 9 responden (12,9%) mengaku
memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol. Hasil ini lebih besar daripada
hasil Riskesdas Bali 2007, dimana didapatkan 3,9% orang yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi minuman beralkohol di Kabupaten Jembrana (Riskesdas Bali, 2007).
Berdasarkan jenis kelamin, sebesar 21,4% responden laki-laki memiliki kebiasaan
mengkonsumsi minuman beralkohol sedangkan semua responden perempuan tidak ada
yang memilki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol. Hasil ini lebih besar dari
Riskesdas Bali 2007 dimana proporsi laki-laki yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi
minuman beralkohol sebesar 12,5% (Riskesdas Bali, 2007). Pada distribusi berdasarkan
kelompok umur didapatkan responden yang berumur 25 – 44 tahun mempunyai
proporsi terbesar yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu
sebesar 20%, diikuti kelompok umur 65 tahun ke atas dengan proporsi sebesar 13,3%.
Hasil penelitian ini lebih besar dari hasil penelitian Riskesdas Bali 2007 dimana
proporsi terbesar orang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol
didapatkan pada kelompok umur 25 – 44 sebesar 8,1% (Riskesdas Bali, 2007).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa 4 dari 9 responden (44,4%) yang memilki
kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol mengaku minum alkohol 1 – 3 kali per
bulan, 3 responden mengaku minum alkohol kurang dari 1 kali per bulan, dan 2
responden mengaku minum alkohol 1 – 4 kali per minggu. Hasil ini mendekati hasil
Riskesdas Bali 2007 dimana 50% orang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi
minuman beralkohol di Kabupaten Jembrana minum alkohol 1 – 3 kali per bulan
(Riskesdas Bali, 2007). Berdasarkan jenis minuman yang dikonsumsi, 77,8% responden
yang memilki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol mengaku minum bir dan
22,2% mengaku minum minuman tradisional seperti tuak dan arak. Hasil ini mendekati
hasil Riskesdas Bali 2007 dimana 71,4% peminum alkohol di Kabupaten Jembrana
mengkonsumsi minuman jenis bir dan 28,6% mengkonsumsi minuman tradisional
(Riskesdas Bali, 2007). Dalam satu kali mengkonsumsi minuman beralkohol sebesar
77,8% responden yang memilki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol
35
mengaku minum 1 – 2 gelas. Hasil ini mendekat hasil Riskesdas Bali 2007 dimana 75%
peminum alkohol di Kabupaten Jembrana minum 1 – 2 gelas setiap mengkonsumsi
minuman beralkohol (Riskesdas Bali, 2007).
6.3 Gambaran Kejadian Hipertensi
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengalami hipertensi sebesar
35,7%. Hasil ini lebih besar daripada hasil Riskesdas Bali 2007, dimana didapatkan
25% penduduk yang mengalami hipertensi di Kabupaten Jembrana (Riskesdas Bali,
2007). Berdasarkan klasifikasi tekanan darah, 35,7% responden memiliki tekanan darah
normal, 28,6% prahipertensi, 20% menderita hipertensi derajat 1, dan 15,7% menderita
hipertensi derajat 2. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa kejadian hipertensi lebih
banyak terjadi pada laki-laki dengan proporsi sebesar 16 dari 42 responden (38,1%)
dibandingkan pada perempuan dengan proporsi sebesar 9 dari 28 responden (32,1%).
Hasil penelitian ini mendekati hasil penelitian Riskesdas Bali 2007 dimana hipertensi
lebih sering pada laki-laki dengan persentase 30,3% dan pada perempuan sebesar
27,9%, sedangkan data dari WHO tahun 2005 dan SKRT tahun 2004 menunjukkan
bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan (Riskesdas Bali, 2007). WHO
menyatakan bahwa sebesar 37% perempuan di dunia menderita hipertensi, sedangkan
pria hanya sebesar 28% (Madhur, MS., 2013). Sedangkan hasil SKRT tahun 2004
menunjukkan kejadian hipertensi di Indonesia pada perempuan sebesar 15,5%
sedangkan pada laki-laki sebesar 12,2% (Profil Kesehatan Indonesia, 2008). Hal ini
mungkin disebabkan karena faktor stres lebih besar dialami oleh perempuan, khususnya
faktor yang mempengaruhi pikiran ataupun perasaan (Madhur, MS., 2013).
Pada distribusi berdasarkan kelompok umur didapatkan responden yang
berumur 65 tahun ke atas menempati proporsi terbesar menderita hipertensi yaitu
sebesar 73,3%, diikuti oleh kelompok umur antara 45 – 64 tahun sebesar 40%, dan pada
kelompok umur 25 – 44 tahun tidak didapatkan yang mengalami hipertensi. Hasil ini
jauh lebih besar daripada hasil Riskesdas Bali 2007 dimana pada kelompok umur 65
tahun ke atas didapatkan 55,4% yang mengalami hipertensi, sedangkan pada pada
kelompok umur 45 – 64 tahun mendekati hasil Riskesdas Bali 2007 yaitu sebesar 41,7%
(Riskesdas Bali, 2007). Jika diperhatikan didapatkan suatu kecenderungan bahwa
kejadian hipertensi akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur
36
seseorang. Dari angka hasil penelitian kami dan angka hasil penelitian Riskesdas Bali
2007 juga dapat diketahui bahwa hipertensi mulai sering terjadi pada umur 65 tahun ke
atas
Menurut analisa peneliti, kejadian hipertensi lebih sering terjadi pada umur 65
tahun ke atas karena proses degenerasi yang pasti terjadi pada setiap orang. Proses
degenerasi ini di antaranya terjadi pada sistem kardiovaskular. Jadi, meskipun besarnya
angka kejadian hipertensi pada penelitian ini hanya 35,7% tapi hipertensi ini adalah
kasus kronis yang akan meningkat seiring bertambahnya umur. Dalam penelitian ini
meskipun jumlah responden yang termasuk kriteria normal lebih dari setengah jumlah
sampel total, namun kejadian hipertensi tetap harus diwaspadai karena jumlah
responden dengan tekanan darah yang tergolong prahipertensi juga cukup banyak yaitu
sebanyak 20 responden (28,6%).
6.4 Gambaran Kejadian Hipertensi berdasarkan Kebiasaan Merokok dan
Konsumsi Minuman Beralkohol
Pada responden yang memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi minuman
beralkohol didapatkan kecenderungan menderita hipertensi. Dari hasil penelitian ini
didapatkan bahwa 52,2% responden yang memiliki kebiasaan merokok menderita
hipertensi, sedangkan pada responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok hanya
27,7% yang menderita hipertensi. Hasil penelitian ini lebih besar dari hasil penelitian
Riskesdas 2007, dimana didapatkan 29,4% penduduk yang memiliki kebiasaan merokok
di Indonesia menderita hipertensi, sedangkan 27,4% penduduk yang tidak merokok
menderita hipertensi (Rahajeng, E., 2009).
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa 44,4% responden yang memiliki
kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol menderita hipertensi, sedangkan pada
responden yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol hanya
34,4% yang menderita hipertensi. Hasil penelitian ini lebih besar dari hasil penelitian
Riskesdas 2007, dimana didapatkan 30,8% penduduk yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi minuman beralkohol di Indonesia menderita hipertensi, sedangkan 28%
penduduk yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol
menderita hipertensi (Rahajeng, E., 2009).
37
6.5 Kelemahan Penelitian
Penelitian yang kami lakukan memiliki beberapa kekurangan, di antaranya:
1. Hasil pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik, pengaruh emosi,
maupun karena faktor makanan atau minuman yang dikonsumsi sebelum
pengukuran.
2. Beberapa responden kurang terbuka dalam menjawab pertanyaan saat diwawancara
mengenai kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol.
3. Sampel kurang menggambarkan kondisi di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I
karena hanya diambil dari satu desa saja.
38
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari penelitian tentang gambaran kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol,
dan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pekutatan I, Kecamatan Pekutatan,
Kabupaten Jembrana tahun 2013 dapat disimpulkan bahwa:
1. Dilihat dari kebiasaan merokok, 32,9% responden memiliki kebiasaan merokok,
dimana semuanya berjenis kelamin laki-laki, dan paling banyak pada kelompok
umur 45 – 64 tahun. Sebagian besar mengaku mulai merokok antara umur 20 – 29
tahun, lebih banyak yang menghisap rokok dengan filter, dan rata-rata menghisap 7
batang rokok setiap hari.
2. Dilihat dari kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, 12,9% responden
mengaku mengkonsumsi minuman beralkohol dalam satu bulan terakhir, dimana
semuanya berjenis kelamin laki-laki, dan paling banyak pada kelompok umur 25 –
44 tahun. Sebagian besar mengaku mengkonsumsi minuman beralkohol 1 – 3 kali
dalam satu bulan, hampir semua mengkonsumsi minuman jenis bir, dan rata-rata
mengkonsumsi 1 – 2 gelas setiap kali minum.
3. Pada penelitian ini didapatkan 35,7% responden menderita hipertensi. Prevalensi
hipertensi lebih banyak terjadi pada laki-laki dan pada kelompok umur 65 tahun ke
atas (73,3%). Penelitian ini juga mendapatkan bahwa sebagian besar responden
termasuk kriteria tekanan darah normal dan prahipertensi.
4. Pada responden yang memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi minuman
beralkohol didapatkan kecenderungan menderita hipertensi.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat penulis sampaikan antara lain
sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan pemeriksaan tekanan darah rutin setiap bulan terutama ditujukan
pada umur 45 tahun ke atas.
39
2. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa orang yang memiliki kebiasaan
merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki kecenderungan untuk
menderita hipertensi.
3. Dapat dipertimbangkan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara kebiasaan
merokok terhadap kejadian hipertensi pada masyarakat.
4. Dapat dipertimbangkan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara kebiasaan
mengkonsumsi minuman beralkohol terhadap kejadian hipertensi pada masyarakat.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Dampak dan Bahaya Minuman Keras Bagi Kesehatan. (online).
(http://www.sehatpangkalkaya.com/makanan-minuman/36-dampak-dan-bahaya-
minuman-keras-bagi-kesehatan) diakses 17 Maret 2013.
Arjatmo, T., Hendra, U., (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Bustan, M.N., (2000). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), (2010). Adult Cigarette Smoking in
the United States: Current Estimate. (online).
(http://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/fact_sheets/adult_data/
cig_smoking) diakses 17 Maret 2013.
Corwin, E.J., (2000). Buku Saku Patofisiologi. Terjemahan Brahman U. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2009). Hipertensi Faktor Resiko Utama
Penyakit Kardiovaskuler. (online).
(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/157-hipertensi-faktor-
resiko-utama-penyakit-kardiovaskular.htm) diakses 13 Maret 2013.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2009). Rokok Membunuh Lima Juta Orang
Setiap Tahun. (online). (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/458-rokok-membunuh-lima-juta-orang-setiap-tahun.html) diakses 17
Maret 2013.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2010). Hipertensi Penyebab Kematian
Nomor Tiga. (online).
(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/810-hipertansi-
penyebab-kematian-nomor-tiga.html) diakses 13 Maret 2013.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2012). Masalah Hipertensi di Indonesia.
(online). (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1909-masalah-
hipertensi-di-indonesia.html) diakses 13 Maret 2013.
Guyton, A.C. and Hall, J.E., (2006). Textbook of Medical Physiology. Pennsylvania:
Elsevier.
41
Laker, SR., (2011). Medscape Reference: Alcoholic Neuropathy. (online).
(http://emedicine.medscape.com/article/315159-overview) diakses 17 Maret
2013.
Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Provinsi Bali, (2008). Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Larson, David E., (2003). Mayo Clinic Family Health Book: The Ultimate Home
Medical Reference. 3rd ed. USA: Mayo Clinic.
Levine, MD., (2012). Medscape Reference: Alcohol Toxicity. (online).
(http://emedicine.medscape.com/article/812411-overview) diakses 17 Maret
2013.
Madhur, MS., (2013). Medscape Reference: Hypertension. (online).
(http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview) diakses 13 Maret
2013.
Mansjoer, A., et al., (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Martin, T., (2011). Smoking and Atherosclerosis. (online).
(http://quitsmoking.about.com/od/heartdisease/a/atherosclerosis.htm) diakses 17
Maret 2013.
Mukherjee, S., (2012). Medscape Reference: Alcoholic Hepatitis. (online).
(http://emedicine.medscape.com/article/170539-overview) diakses 17 Maret
2013.
Natanews, (2012). Merokok di Bali Meningkat Tajam. (online).
(http://www.natanews.com/669/perokok-di-bali-melonjak-tajam) diakses 17
Maret 2013.
National Cancer Institute, (2012). Tobacco Statistics Snapshot. (online).
(http://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/fact_sheets/adult_data/
cig_smoking) diakses 17 Maret 2013.
Nusantaraku, (2009). 10 Negara dengan Jumlah Perokok Terbesar di Dunia. (online).
(http://nusantaranews.wordpress.com/2009/05/31/10-negara-jumlah-perokok-
terbesar-di-dunia) diakses 17 Maret 2013.
42
Price, S.A. and Wilson L.M., (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Perjalanan Penyakit, 6th ed. Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 517-688.
Profil Kesehatan Indonesia 2008, (2009). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Rahajeng, E. dan Tuminah, S., (2009). Prevalensi dan Determinannya di Indonesia.
Jakarta: Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12.
Sherwood, L., (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Pembuluh Darah dan
Tekanan Darah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 297-340.
Sitepoe, M., (1997). Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Cetakan I. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Smet, B., (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Pt Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sustrani, L., et al., (2004). Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia Utama.
The Seventh Report of the Joint National Committee, (2004). Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S: Department of Health
and Human Services.
Vaux, KK., (2012). Medscape Reference: Fetal Alcohol Syndrome. (online).
(http://emedicine.medscape.com/article/974016-overview) diakses 17 Maret
2013.
Wardoyo, (1996). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Solo: Toko Buku Agency.
43
LAMPIRAN