laporan praktikum sistem informasi geografi

20
Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi dan Kartografi Kelompok Praktikum Hari Senin MINI PROJECT; Analisis Pemetaan Zonasi Kawasan Resapan Air di Kabupaten Bogor Disusun Oleh: Gilang Sukma Putra A14070010 Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2010

Upload: rini-dwi-kusumawati

Post on 05-Jul-2015

351 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi dan Kartografi

Kelompok Praktikum Hari Senin

MINI PROJECT; Analisis Pemetaan Zonasi Kawasan Resapan Air di Kabupaten Bogor

Disusun Oleh:

Gilang Sukma Putra

A14070010

Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2010

Page 2: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air adalah faktor penting dari segala macam bentuk kehidupan di bumi. Dari air bermula

kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Logika sederhananya, tanpa air

peradaban akan surut dan bahkan kehidupan akan musnah. Air menopang kehidupan manusia,

termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai pangan mahluk hidup di bumi. Karena itulah

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan bahwa air merupakan hak azasi manusia;

artinya, setiap manusia di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian

air. Pemanfaatan air terutama air tanah yang terus meningkat dapat menimbulkan dampak negatif

terhadap air tanah itu sendiri maupun lingkungan di sekitarnya, diantaranya berkurangnya

kuantitas dan kualitas air tanah, penyusupan air laut dan amblesan tanah. Menurunnya kuantitas

dan kualitas air tanah tersebut akan memberikan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.

Agar pemanfaatan air tanah dapat optimal tanpa menimbulkan dampak negatif, maka dalam

pelaksanaan kegiatan tersebut diperlukan panduan perencanaan pendayagunaan air tanah

berwawasan lingkungan yang meliputi kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan,

pengembangan, dan pengusahaan air tanah.

Namun, inilah yang saat ini menjadi pokok masalah kita, umat manusia. Air secara sangat

cepat menjadi sumberdaya yang makin langka dan tidak ada sumber penggantinya. Walaupun

sekitar 70 persen permukaan bumi ditempati oleh air, namun 97 persen darinya adalah air asin dan

tidak dapat langsung dikonsumsi manusia. Dari jumlah yang sedikit yang mungkin dapat

dimanfaatkan tersebut, manusia masih menghadapi permasalahan yang amat mendasar. Pertama,

adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air. Pada musim hujan, beberapa

bagian dunia mengalami kelimpahan air yang luar biasa besar dibandingkan dengan bagian lain

sehingga berakibat terjadinya banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkannya.

Penggunaan air tanah sebagai sarana kehidupan semakin meningkat di daerah

Kabupaten Bogor, baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk industri. Peningkatan

pemanfaatan air ini dapat kita jumpai pada daerah-daerah yang padat penduduk, daerah

pemukiman baru dan daerah-daerah industri. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu

upaya mitigasi. Analisis Pemetaan Zonasi Resapan Air Untuk Kawasan Perlindungan Sumberdaya

Air Tanah (Groundwater) PDAM daerah Kabupaten Bogor. Usah ini dilakukan sebagai tindakan

dalam mempertahankan dan melestarikan sumberdaya air yang sangat bermanfaat untuk

kelangsungan hidup di Kabupaten Bogor.

Page 3: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari Mini Project ini adalah :

1. Pembuatan daerah zonasi resapan air untuk kawasan lindung sumberdaya air tanah

PDAM Kabupaten Bogor.

2. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor terkait terhadap zonasi resapan air tanah

PDAM Kabupaten Bogor.

3. Untuk membuat rekomendasi terhadap penentuan kebijakan penggunaan lahan zonasi

resapan air tanah PDAM Kabupaten Bogor.

Page 4: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Zonasi dalam konsep perlindungan mata air adalah bertujuan untuk menentukan batas-

batas alami dari suatu kawasan daerah resapan (recharge area) dari mata air atau air tanah

dimana semua aktifitas dan peruntukan lahan didalamnya akan memberikan pengaruh secara

langsung maupun tidak langsung terhadap sumberdaya mata air atau air tanah tersebut baik

secara kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Herlambang (1996) air tanah adalah air yang

bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke

dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut akuifer. Lapisan yang mudah

dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang terdapat pada pasir atau

kerikil, sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan impermeable, seperti lapisan

lempung atau geluh. Air tanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah pada

lajur/zona jenuh air (zone of saturation). Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air

permukaan, yang meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan

kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air

tanah. Air tanah dan air permukaan saling berkaitan dan berinteraksi. Setiap aksi (pemompaan,

pencemaran dan perlakuan lainnya) terhadap air tanah akan memberikan reaksi terhadap air

permukaan, demikian sebaliknya.

2.2 Kondisi Air Tanah

Air tanah adalah salah satu fase dalam daur hidrologi, yakni suatu peristiwa yang selalu

berulang dari urutan tahap yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer,

penguapan dari darat atau laut atau air pedalaman, pengembunan membentuk awan, pencurahan,

pelonggokan dalam tanah atau badan air dan penguapan kembali. Dari daur hidrologi tersebut

dapat dipahami bahwa air tanah berinteraksi dengan air permukaan serta komponen-komponen

lain yang terlibat dalam daur hidrologi termasuk bentuk topografi, jenis batuan penutup,

penggunaan lahan, tumbuhan penutup, serta manusia yang berada di permukaan (Handoyo,

2008). Objek material hidrologi dapat dilihat pada Gambar berikut,

Page 5: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

Sumber: Sunarto (1997)

Air tanah tidak dijumpai di semua tempat. Keterdapatan air tanah tergantung dari ada

tidaknya lapisan batuan yang dapat mengandung air tanah yang disebut akuifer. Akuifer adalah

formasi batuan yang dapat menyimpan dan melalukan air, seperti misalnya pasir dan kerikil lepas

(Seyhan, 1977; Simoen, 2001; Purnama, 2004). Akuifer ditemukan pada sejumlah lokasi. Deposit

glacial, pasir dan kerikil, kipas alluvial dataran banjir dan deposit delta pasir semuanya merupakan

sumbersumber air yang sangat baik. Pada suatu akuifer, air tanah menempati lubang batuan yang

dikenal sebagai pori-pori batuan maupun lubang yang besar. Retakan mungkin terdapat dalam

batuan kristalin maupun batuan padat dan mungkin mempunyai ukuran kapiler maupun subkapiler.

Air yang disimpan dalam retakan disebut air celah dan air retakan. Lubang-lubang yang besar

merupakan ciri formasi batu kapur dan kadang-kadang batuan gunung berapi. Pori-pori merupakan

ciri batuan sedimen klasik dan bahan butiran lainnya. Kapasitas penyimpanan/cadangan air suatu

bahan ditujukan oleh porositas yang merupakan nisbah volume rongga dengan volume total

batuan (Seyhan, 1993).

2.3 Kondisi Air Tanah Dataran Alluvial

Dataran alluvial merupakan dataran yang terbentuk akibat proses-proses geomorfologi

yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara lain iklim, curah hujan, angin, jenis batuan,

topografi, suhu, yang semuanya akan mempercepat proses pelapukan dan erosi. Hasil erosi

diendapkan oleh air ke tempat yang lebih rendah atau mengikuti aliran sungai. Dataran alluvial

menempati daerah pantai, daerah antar gunung, dan dataran lembah sungai. Daerah alluvial ini

tertutup oleh bahan hasil rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu ataupun dari daerah yang

lebih tinggi letaknya. Potensi air tanah daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur batuan

(Handoyo, 2008).

Volume air tanah dalam dataran alluvial di tentukan oleh tebal danpenyebaran

permeabilitas dari akuifer yang terbentuk dalam aluvium dan diluvium yang mengendap dalam

dataran. Apabila suatu daerah materi penyusunnya atas materi halus (liat/berdebu) umumnya

Page 6: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

permeabilitasnya kecil, sedangkan suatu daerah yang tersusun atas pasir dan kerikil

permeabilitasnya besar. Air tanah yang mengendap di dataran banjir ditambah langsung dari

peresapan air susupan. Permukaan air tanahnya dangkal sehingga pengambilan air dapat dengan

sumur dangkal (Handoyo, 2008).

2.4 Sifat-sifat Batuan terhadap Air Tanah

Akuifer sering pula disebut waduk air atau formasi air. Formasi batuan yang merupakan

kebalikan dari akuifer adalah akuifug (Aquifug), seperti misalnya granit. Akuifug merupakan formasi

batuan yang tidak dapat menyimpan dan melalukan air (Fetter, 1988).

Sifat batuan lain yang berhubungan dengan air tanah adalah akuiklud dan akuitard.

Menurut Walton (1970), akuiklud adalah formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidak

dapat melalukannya dalam jumlah yang berarti, misalnya liat, serpih, tuf halus dan batuan lain yang

butirannya berukuran liat, sedangkan akuitard adalah formasi batuan dengan susunan sedemikian

rupa, sehingga dapat menyimpan air, tetapi hanya dapat melalukannya dalam jumlah terbatas

seperti misalnya pada rembesan atau kebocoran.

Ada berbagai formasi geologi yang dapat berfungsi sebagai akuifer. Formasi geologi

tersebut adalah endapan aluvial, batu gamping, batuan vulkanik, batu pasir serta batuan beku dan

batuan metamorfose (Todd, 1980). Sekitar 90% air tanah terdapat pada endapan aluvial yang

merupakan bahan lepas seperti pasir dan kerikil. Ditinjau dari muka air tanah, akuifer

dikelompokkan menjadi akuifer bebas dan akuifer tertekan (Bouwer, 1978). Air tanah yang berasal

dari akuifer bebas umumnya ditemukan pada kedalaman yang relatif dangkal, kurang dari 40

meter. Tinggi permukaan air dan kemiringannya bervariasi, sedangkan fluktuasi muka air tanah

berhubungan erat dengan volume air dalam akuifer. Kasus khusus dari akuifer bebas adalah

adanya akuifer menggantung (perched aquifer), yang terjadi akibat terpisahnya air tanah dari tubuh

air tanah utama oleh suatu formasi batuan yang kedap air (Kodoatie, 1996). Lensa-lensa liat pada

batuan endapan seringkali membentuk akuifer menggantung.

Pada akuifer tertekan, air tanah terletak di bawah lapisan kedap air dan mempunyai

tekanan lebih besar daripada tekanan udara. Akuifer jenis ini sering pula disebut akuifer artesis. Air

tanah pada akuifer ini, dibagian atas ditekan oleh lapisan batuan kedap air, sehingga tekanannya

melebihi tekanan atmosfir. Bila sumur menembus lapisan akuifer ini, air tanah akan naik melebihi

lapisan penekannya atau bahkan muncul di permukaan tanah (Chorley, 1969).

Disamping kedua jenis akuifer tersebut, ada pula yang disebut akuifer semi tertekan dan

akuifer semi tidak tertekan yang merupakan kombinasi dari kedua jenis akuifer tersebut (Krussman

dan de Ridder, 1970). Akuifer semi tertekan sering dijumpai di daerah lembah aluvial dan dataran,

yang air tanahnya terletak di bawah lapisan yang setengah kedap.

Page 7: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

Selanjutnya, air tanah sebagai salah satu komponen dalam siklus hidrologi, akan

mengalami perubahan komposisi kimia, baik berupa penambahan maupun pengurangan

konsentrasi unsur kimia (Stauffer dan Canfield, 1992). Adapun proses-proses yang dapat

mempengaruhi perubahan komposisi kimia tersebut diantaranya adalah hujan, evaporasi dan

transpirasi, pelarutan air fosil, pertukaran kation, pelarutan mineral, proses oksidasi-reduksi serta

aktivitas manusia. Menurut Wagner, et al (1992) adanya air tanah asin di daratan merupakan salah

satu bentuk pencemaran air, yang umumnya disebabkan oleh intrusi air laut. Aktivitas manusia

merupakan penyebab utama fenomena ini, terutama akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan,

pembangunan permukiman yang sangat pesat di perkotaan, serta usaha tambak udang dan ikan di

pantai. Meskipun demikian, faktor lingkungan alami juga dapat mempermudah terjadinya intrusi air

laut, seperti karakteristik pantai dan batuan penyusun, kekuatan aliran air tanah ke laut dan

fluktuasi air tanah di daerah pantai.

2.5 Jenis-Jenis Akuifer

Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air disebut akuifer. Menurut Krussman

dan Ridder (1970) bahwa macam-macam akuifer sebagai berikut:

2.5.1 Akuifer bebas (Unconfined Aquifer)

Akuifer bebas adalah lapisan lolos air yang hanya sebagian terisi oleh air dan

berada di atas lapisan kedap air. Permukaan tanah pada akuifer ini disebut dengan water

table (preatik level), yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama

dengan atmosfer

2.5.2. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer)

Akuifer tertekan adalah akuifer yang seluruh jumlah air yang dibatasi oleh lapisan

kedap air, baik yang di atas maupun di bawah, serta mempunyai tekanan jenuh lebih

besar dari pada tekanan atmosfer.

2.5.3. Akuifer Semi Tertekan (Semi Confined Aquifer)

Akuifer semi tertekan adalah akuifer yang seluruhnya jenuh air, dimana bagian

atasnya dibatasi oleh lapisan semi lolos air dibagian bawahnya merupakan lapisan kedap

air.

2.5.4. Akuifer Semi Bebas (Semi Unconfined Aquifer)

Akuifer semi bebas adalah akuifer yang bagian bawahnya yang merupakan lapisan

kedap air, sedangkan bagian atasnya merupakan material berbutir halus, sehingga pada

lapisan penutupnya masih memungkinkan adanya gerakan air. Dengan demikian akuifer

ini merupakan peralihan antara akuifer bebas dengan akuifer semi tertekan.

Page 8: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

Todd (1980) menyatakan tidak semua formasi litologi dan kondisi geomorfologi

merupakan akuifer yang baik. Berdasarkan pengamatan lapangan, akuifer dijumpai pada

bentuk lahan sebagai berikut:

a. Lintasan air (water course), materialnya terdiri dari aluvium yang mengendap di

sepanjang alur sungai sebagai bentuk lahan dataran banjir serta tanggul alam.

Bahan aluvium itu biasanya berupa pasir dan kerikil.

b. Lembah yang terkubur (burried valley) atau lembah yang ditinggalkan

(abandoned valley), tersusun oleh materi lepas-lepas yang berupa pasir halus

sampai kasar.

c. Dataran (plain), ialah bentuk lahan berstruktur datar dan tersusun atas bahan

aluvium yang berasal dari berbagai bahan induk sehingga merupakan akuifer

yang baik.

d. Lembah antar pegunungan (intermontane valley), yaitu lembah yang berada

diantara dua pegunungan, materialnya berasal dari hasil erosi dan gerak massa

batuan dari pegunungan di sekitarnya.

e. Batu gamping (limestone), air tanah terperangkap dalam retakan-retakan atau

diaklas-diaklas. Porositas batu gamping ini bersifat sekunder. Batuan vulkanik,

terutama yang bersifat basal. Sewaktu aliran basal ini mengalir, ia mengeluarkan

gas-gas. Bekas-bekas gas keluar itulah yang merupakan lubang atau pori-pori

dapat terisi air (Todd, 1980).

Page 9: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

III. METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penetapan kawasan zonasi adalah dengan menggunakan

beberapa peta sebaran sumberdaya lembar kabupaten bogor yang terdiri dari,

1. Peta geologi

2. Peta hidrogeologi

3. Peta kemiringan lereng

4. Peta kawasan hutan

5. Peta jenis tanah, dan

6. Peta administrasi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari hardwere menggunakan computer

jenis PC Intel Core 2 Duo ® dan Softwere Arcview GIS 3.3 serta Ms. Word dan Ms. Excel untuk

pengolahan data.

3.2 Teknik Analisis Data

Pendekatan yang dilakukan pada dasarnya bersifat deskriptif analisis dengan melakukan

upaya pendeskripsian zonasi resapan air tanah dengan menggunakan beberapa data dan peta-

peta yang menggunakan aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografik) dengan teknik tumpang susun

(over lay) sehingga menghasilkan peta analisis zonasi resapan air tanah, dapat dilihat pada

gambar bagan. Analisis peta-peta yang memiliki skala peta yang berbeda dapat diproyeksikan ke

skala lebih besar dengan menambah informasi dalam peta tersebut. Selanjutnya peta dikonversi

dan dikoreksi dengan memasukkan data-data yang terdapat pada peta-peta yang dilakukan over-

lay.

3.6 Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metoda deskriptif. Secara harfiah dimaksudkan untuk

membuat gambaran mengenai situasi, kondisi, atau kejadian, sehingga lebih mengarah

menghimpun data dasar. Metoda ini secara lebih umum sering disebut sebagai metoda survei.

Penelitian dilakukan untuk memperoleh fakta dari gejala gejala yang ada secara faktual (Nasir,

1988). Kajian dalam pendekatan ini memberi gambaran mengenai situasi yang berkaitan dengan

bentang alam (land scape) berdasarkan peta topografi wilayah untuk menentukan batas-batas

alami dari suatu kawasan daerah resapan (recharge area), sebaran batuan berdasarkan peta

geologi dan sebaran vegetasi (tutupan lahan)

Page 10: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

Gambar bagan langkah kerja pembuatan peta zonasi Kawasan Resapan Air

Peta administrasi

Peta jenis tanah

Peta kawasan hutan

Peta kemiringan lereng

Peta hidrogeologi

Peta geologi

Digitasi Peta sebaran SDA

Over lay

Peta Zonasi Kawasan resapan Air

Nilai-nilai dan kriteria

penetapan Zonasi

Page 11: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

IV. HASIL PROJECT

Berikut peta hasil digitasi dan peta zonasi,

4.1 Peta geologi

4.2 Peta hidrogeologi

Page 12: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

4.3 Peta kemiringan lereng

4.4 Peta kawasan hutan

Page 13: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

4.5 Peta jenis tanah

4.6 Peta administrasi

Page 14: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

4.7 Peta daerah Rawan Erosi

4.8 Peta Zonasi Kawasan Resapan Air

Page 15: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

V. PEMBAHASAN

5.1 Pembentukan Zonasi Daerah Resapan Air

Zonasi merupakan pengelompokan dari suatu kawasan yang memiliki satu kesamaan

atau keseragaman. Zonasi dalam ilmu bentang alam (land scape) adalah pembentukan zona atau

wilayah yang memiliki keseragaman tertentu di suatu kawasan dengan pembatasan wilayah atau

bentukan topografi.

Teknik zonasi ini juga digunakan untuk menjaga kualitas air dan menjaga debit

produktifitas air disuatu kawasan, dengan menentukan luas daerah wilayah dan mengkaji daya

serap tanah dengan teknik peresapan air melalui penanaman tumbuhan yang tepat dan

pembangunan sumur-sumur resapan. Zonasi juga terkait erat dengan perilaku masyarakat sekitar

daerah zonasi, apakah sebuah wilayah zona tertentu akan dijaga atau dialih-fungsikan.

5.2 Delineasi Zonasi Kawasan

Dalam konsep perlindungan sumberdaya air atau mata air ini adalah menentukan zonasi

dari kawasan daerah resapan yang telah ditentukan batas-batas alaminya (delineasi). Setelah

dilakukan delineasi zonasi daerah resapan air dengan proses Sistem Informasi Geografis dengan

metoda tumpang susun (over lay) yang menggunakan data-data dan peta-peta sebaran SDA maka

dapat terbentuk peta arahan zonasi.

Pembagian dan banyaknya zonasi dari sebuah daerah resapan mata air tersebut sangat

bergantung kepada sifat dan karakteristik dari kawasan daerah resapan itu sendiri, misalnya jenis

dan karakteristik batuan penyusun kawasan, penggunaan dan peruntukan lahan daerah resapan,

kondisi topografi dan lainnya.

Di Indonesia dan khususnya di kalangan PDAM, dikenal dengan pembagian zonasi

kawasan daerah resapan dalam 3 (tiga) zona, yaitu zona I, zona II dan zona III. Pembagian ke

dalam tiga zona tersebut lebih mempertimbangkan kepada aspek mobilitas dan daya tahan hidup

bakteri dalam aliran air tanah (air bawah permukaan), dimana asumsinya bahwa bakteri akan

dapat bertahan hidup didalam tanah dalam aliran air selama kurang lebih 30 hari, dimana secara

umum dianggap bahwa kecepatan aliran air tanah adalah sekitar 2 meter per harinya, sehingga

disimpulkan bahwa diperlukan jarak sekitar 60 meter sejak bakteri masuk pertama kali kedalam

tanah dan diharapkan akan mati pada saat keluar terbawa oleh air dari mata air setelah melewati

jarak dalam tanah sekitar 60 meter, sehingga PDAM membuat pedoman batasan untuk zona I

adalah sekitar 60 s/d 70 meter dari lokasi dimana mata air keluar dari dalam tanah.

Page 16: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

Secara teknis model pembagian zona seperti tersebut, maka pembagian zona dapat

dibagi ke dalam beberapa zona yang dapat disesuaikan dengan kompleksitas dan kondisi

dilapangan juga disesuaikan dengan tujuan dilakukannya pembagian zonasi tersebut. Berdasarkan

kompilasi data dan peta, kondisi dan data-data dilapangan juga berdasarkan hasil diskusi dan

kesepakatan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, maka dalam proses pembuatan model

zonasi ini dibuat ke dalam 3 (tiga) zonasi, antara lain :

5.2.1 Zona I

Suatu kawasan yang berada di bagian hulu (atas) dari lokasi keluarnya mata air

atau kolam penampungan alami. Tidak ada batasan luas area dan jarak mendatar,

adapun dalam penentuan batasan di lapangan sangat bergantung kepada kondisi

topografi dan geologi (jenis batuan) serta penggunaan lahan. Zona I ini berada dan

berbatasan langsung dengan kolam penampungan alami dari suatu mata air, maka

penggunaan lahan untuk zona ini hanya diperuntukan sebagai kawasan konservasi dan

kawasan lindung dengan penggunaan lahan sebagai hutan, tidak boleh ada kegiatan

pengolahan dan penggunaan lahan secara konvensional, pemukiman, kandang ternak,

lokasi penimbunan sampah dan sumber-sumber potensi polutan lainnya.

5.2.2 Zona II

Zona II adalah kawasan yang berada lebih ke arah hulu dan berbatasan langsung

dengan zona I, tetapi tidak ada batasan jarak secara mendatar dan batasan luas.

Beberapa kondisi dalam menentukan jarak mendatar dan luas zona II ini adalah

penggunaan dan peruntukan lahan, jenis batuan dan geologi, kondisi topografi dan

kelerengan. Pada zona II ini mulai diperbolehkan melakukan beberapa penggunaan dan

pengolahan lahan secara sangat terbatas. Kegiatan pada area zona II ini tidak akan

secara langsung mempengaruhi kondisi kualitas sumberdaya air, akan tetapi masih

sangat besar pengaruhnya terhadap potensi sumberdaya air dari mata air tersebut.

5.2.3 Zona III

Zona III adalah suatu kawasan yang berada pada bagian hulu diatas kawasan

zona II, tidak terdapat batasan jarak mendatar dan besarnya luas. Dalam menentukan

batasan zona III ini sangat ditentukan oleh kondisi dilapangan sehingga dalam proses

analisis dan penentuan zonasi diperlukan data primer yang langsung diamati dilapangan

dan juga verifikasi data pada saat penentuan batas zonasi. Beberapa aspek yang

mempengaruhi zona III ini adalah aspek topografi dan kelerengan, tata guna dan

peruntukan lahan serta geologi dan jenis batuan.

Page 17: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

5.3. Analisis Zonasi

Berikut disajikan data hasil perhitungan luas daerah tipa zonasi daerah resapan air pada

table:

Zonasi Hidrogeologi Luas (ha) Presentase Luas

(%)

Zona I Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas

9750.54 4.112052496

Zona II Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas, setempat Akuifer produktif

87860.66 37.05309104

Zona III Setempat akuifer produktif 122074.00 51.48173295

Daerah air Tanah Langka 17435.80 7.353123511

Jumlah 237121 100

Berdasarkan data pada table di atas, didapat bahwa secara umum daerah resapan air di

Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelas zonasi. Yaitu Zona I, Zona II, dan Zona

III. Daerah air tanah langka dimasukkan ke dalam Zona III dimana pada daerah ini hanya sedikit

ditemukan daerah resapan air, walaupun ada biasanya resapannya tidak berarti. Zona I memiliki

luas 9750.54 Ha, Zona II dengan luas 87860.66 Ha, dan Zona III dengan luas 139509.8 Ha.

Dari ketiga Zona tersebut, Zona I memiliki presentase luas paling kecil (hanya sekitar

4.112 %) dari luas total kabupaten Bogor. Sedangkan Zona III merupakan yang paling

besar presentasenya (mencapai 58.83 %) dari luas tital Kabupaten Bogor. Jika dilihat dari

persebaran kondisi geologi maupun hidrogeologinya, daerah dengan Zona I merupakan

daerah yang memiliki Akuifer kecil produktif lokal dengan jenis batuan tersier yang

tersebar sangat terbatas pada bagian timur Kabupaten Bogor. Di sekitar daerah

Kecamatan Jonggol dan Sukamakmur dan sedikit di daerah Cigudeg. Zona I merupakan

daerah resapan utama dan tidak boleh digunakan untuk fungsi selain daerah resapan.

Fungus alami dari daerah ini dibiarkan alami dan tidak digunakan untuk aktifitas industri,

pemukiman, maupaun aktifitas hasil budaya lainnya. Sedangkan Zona II persebarannya

cukup luas di daerah bagian selatan yang nerupakan daerah pegunungan dan termasuk

kawasan hutan lindung dengan jenis akuifer luas pruduktifitas sedang sampai tinggi dan

bahan dari gunung api muda. Zona II merupakan daerah penyangga resapan air utama

setelah daerah Zona I. dalam pemanfaatan atau kebijakan penggunaan lahan yang

digunakan di atas Zona II ini lebih tolerir dibandingkan daerah Zona I. Zona II masih

dimungkinkan dalam penggunaan lahan oleh manusia. Seperti pemggunaan pemukiman

dengan beberapa persyaratan dan penerapan pertanian konservasi. Daerah Zona III

Page 18: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

paling besar persebarannya, hampir menutupi seluruh bagian Kota bogor. Sebenarnya,

daerah Zona III yang terbentuk di sini bukan merupakan proses pembentukkan secara

alami, melainkan akibat penyebaran daerah kedap air yang luas di Zona ini. Daerah-

daerah kedap tersebut antara lain, bangunan-banguan serta jalan-jalan buatan manusia.

Air tidak dapat masuk dan terinfiltrasi dengan baik ke dalam tanah. Sering terjadi

limpahan air ke daerah Jakarta yang menimbilkan banjir pada musim hujan. Sedangkan

pada musim kemarau tidak tersedia cukup air karena hanya sedikit air yang masuk ke

dalam tanah.

Page 19: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil Project ini didapat rekomendasi penentuan

kebijakan penggunaan lahan terhadap daerah Zonasi, natara lain :

a. Pada zona I tidak boleh ada aliran air permukaan (run-off) yang dapat masuk

kedalam kolam penampungan alami, untuk menghindari adanya berbagai material

polutan yang terbawa oleh aliran air permukaan sehingga akan menurunkan kualitas

sumberdaya air tersebut.

b. Pada area zona II diperbolehkan terdapatnya aktifitas pemukiman dengan batasan-

batasan yang secara ekologi, tidak diperbolehkan terdapatnya aktifitas penimbunan

sampah atau tempat pembuangan sampah akhir (TPS/TPA), lokasi penimbunan

bahan kimia, kandang ternak dan peternakan serta kegiatan yang berpotensi

menimbulkan pencemaran seperti perbengkelan dan industri. Akan tetapi pada area

zona II ini masih diperbolehkan beberapa kegiatan budidaya pertanian kering, seperti

ladang, kebun dengan tanaman keras dan tumpangsari dan pertanian dengan

menggunakan pupuk organik dan memperhatikan kaidah-kaidah ekologi kawasan.

c. Di dalam zona III tidak diperbolehkan ada kegiatan pengolahan dan aktifitas

masyarakat, karena kawasan ini merupakan Kawasan Pelestarian Alam lindung dan

juga kawasan lindung untuk kawasan zona II, di luar kawasan lindung kegiatan

pertanian diperbolehkan dengan batasan-batasan yang harus mengacu kepada

konservasi tanah dan air dan penggunaan pupuk organik, pemukiman penduduk

skala kecil (bukan komplek perumahan yang besar) yang sangat tergantung pada

aspek jenis dan sifat batuan penyusun daerah tersebut dan lain-lain.

Page 20: Laporan Praktikum Sistem Informasi Geografi

DAFTAR PUSTAKA Ahnert, F.A. and Williams, P.W. 1997. Karst Landform Development in a Threedimensional

Theoretical Model. Z. Geonlorph. N.F, Suppl. Bd108, 63 - 80.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Bouwer, H. 1978. Ground Water Hydrology. McGraw-Hill Book Company., New York.

CIFOR, 2002, Warta Kebijakan, Ford Foundation and ADB.

Chorley. 1969. Introduction to Physical Hydrology. Barnes and Noble Inc., New York.

Fetter, C.W. 1988. Applied Hydrogeology. Second edition. MacMillan, New York.

Suharta, K.; Merit, N. dan Sunarta, N. 2008. Studi Peresapan Air Hujan di Kota Denpasar.

Journal Ecotropic 3 (2) : 49 - 54.

Todd, D.K. 1980. Ground Water Hydrology. John Wiley and Sons Inc., New York.

Todd, D. K. 1980. Ground Water Hydrology. Mc Graw ñ Hill Book Company., New York.