laporan praktikum teknologi bahan penyegar 1

101
Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar Dosen Ir. M. Zein Nasution, M. App, Sc. PROSES PENGOLAHAN DAN ANALISA MUTU KOMODITI KOPI, COKLAT, TEH DAN TEMBAKAU Oleh Sri Alam Nasution F34070006 Huda Adhiyaksa F34070068 Eko Nopianto F34070102 M. Iqbal Ardi Wibowo F34070119 2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

Upload: eko-nopianto

Post on 30-Jun-2015

5.277 views

Category:

Documents


34 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar

Dosen Ir. M. Zein Nasution, M. App, Sc.

PROSES PENGOLAHAN DAN ANALISA MUTU KOMODITI

KOPI, COKLAT, TEH DAN TEMBAKAU

Oleh

Sri Alam Nasution F34070006

Huda Adhiyaksa F34070068

Eko Nopianto F34070102

M. Iqbal Ardi Wibowo F34070119

2010

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup melimpah, komoditas

perkebunan di Indonesia yang mempunyai banyak manfaat adalah tanaman teh,

kopi, coklat dan tembakau. Keempat komoditi ini termasuk ke dalam kategori

bahan penyegar, yakni bahan yang dapat memberikan efek segar dan anti

depressan pada tubuh karena kandungan alkaloidnya yang cukup tinggi.

Keempat komoditi ini juga cukup penting peranannya karena pengaruhnya yang

cukup signifikan dalam kehidupan dan penghidupan sebagian masyarakat

disamping sebagai penyumbang devisa negara.

. Saat ini, komoditi tersebut-komoditi menjadi salah satu komoditi unggulan

Indonesia baik berorientasi perdagangan lokal maupun ekspor. Keempat jenis

komoditi ini memiliki proses pengolahan, karakteristik warna, rasa dan aroma

(flavor) khas masing-masing. Produk utama dari hasil olahan teh, kopi dan coklat

adalah minuman (beverages) dan makanan serta kosmetika, sedangkan untuk

tembakau biasanya dijadikan rokok. Proses pengolahan dan analisa mutu menjadi

sangat penting dan menentukan tingkat kualitas bahan penyegar yang

diperdagangkan. Identifikasi dan pengendalian mutu bahan-bahan penyegar

sebagai bahan utama minuman merupakan syarat mutlak agar produk perkebunan

Indonesia dapat bersaing secara regional dan global.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengamati empat jenis sifat fisik komoditas

dan produk bahan penyegar yaitu kopi, coklat, teh dan tembakau, mengetahui

berbagai cara pengolahan kopi, coklat teh, dan tembakau, serta menganalisis

mutu berdasarkan karakteristik keempat komoditi tersebut.

Page 3: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

3

II. METODOLOGI

A. Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun teh, buah

coklat, biji kopi beras, daun tembakau, beras, jagung, margarin, air.

Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain, timbangan, gelas ukur 50

ml, kuali, termometer, penangas atau kompor, blender, alat ukur, pisau dari

bambu, kantong plastik, panci, wajan, pengaduk, stopwatch, loyang, oven,

gelas, desikator, alumunium foil, vacuum drying dan sealer.

B. Metode

A. Kopi

1. Analisa Fisik Kopi

Sebanyak 250 gram biji kopi diambil dan ditimbang. Dari 250

gram tersebut diambil sebanyak 10 gram untuk dilakukan pengujian

mutu kopi. Mutu kopi yang diujikan diantaranya warna biji kopi (hijau,

kuning, dan hitam), cacat fisik yang dialami (biji berlubang, biji pecah,

dan biji kisut) serta dihitung masing-masing persentasinya. Biji kopi

hasil analisa tersebut dicampur lagi dengan biji kopi yang tidak

dilakukan analisa sehingga total biji kopi tetap sama yaitu 250 gram.

2. Pengujian kadar Air

Sebanyak 2 gram biji kopi diambil untuk pengujian kadar air.

Kadar air dilakukan dengan mengeringkan biji kopi dalam oven pada

suhu 105 0C selama kurang lebih 2 jam. Setelah itu biji kopi

didinginkan dalam desikator ditimbang. Lalu dipanaskan lagi dalam

oven selama kurang lebih 15 menit, didinginkan dalam desikator lagi,

ditimbang sampai mendapatkan bobot yang tetap.

3. Pengolahan Kopi

3.1 Kopi Bubuk

Biji kopi yang telah dianalisa di-roasting dengan cara disangrai

diatas wajan. Penyangraian kopi ditambahkan margarin. Kopi beras

dicampur dengan beras atau jagung sebanyak 15-20%. Penyangraian

(roasting) dilakukan selama 30 menit. Kopi diangin-anginkan sampai

Page 4: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

4

dingin. Kemudian dilakukan penghancuran (grinding) sampai menjadi

kopi bubuk. Setelah itu dihitung rendemennya. Pada kopi dilakukan

pula uji organoleptik dengan bobot kopi sebanyak 3 gram untuk

masing-masing seduhan.

3.2 Kopi instan

Sebanyak 140 gram kopi ditimbang setelah itu diseduh dengan

perbandingan bubuk kopi dengan air 1:4. Kopi yang telah diseduh

disaring dengan penyaring. Kemudian kopi ditempatkan pada loyang

besi ataupun loyang gelas untuk dikeringkan dengan cara divakumkan.

Pengeringan dengan vakum ini membutuhkan waktu sekitar 24 jam

sampai menghasilkan ekstrak kopi. Kopi yang telah menjadi ekstrak

kopi kemudian dihaluskan dan dihitung neraca massanya. Kopi instant

dilakukan pengujian organoleptik.

B. Kakao

1. Analisa Fisik Kakao

Buah kakao dianalisa dengan mengamati bentuk buah kakao,

warna buah, dan pengukuran dimensi buah kakao serta penimbangan

buah utuh. Buah tersebut lalu dibelah dengan menggunakan bambu yang

tajam secara melintang. Pemotongan diharapakan tidak melukai biji

kakao yang dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dalam kakao.

Bagian dalam buah kakao yang diamati meliputi pulp kakao (untuk yang

bukan fermentasi), kulit kakao, biji kakao dan dihitung persentase bagian

masing-masing.

Bagian-bagian buah kakao :

• kulit buah (cocoa pod) 73,73%,

• placenta 2,0%,

• dan biji 24,2%.

Buah kakao yang masak mempunyai kulit tebal dan berisi 30 – 40 biji

yang diselimuti oleh pulp.

Sedangkan biji terdiri dari 2 bagian, yaitu kulit biji dan keping biji

Page 5: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

5

2. Pengolahan Biji Kakao

a. Fermented

- Biji coklat yang belum dipisahkan dari pulp dimasukkan ke dalam

plastik yang telah dilubangi (fermentasi).

- Fermentasi dilakukan selama ± 4-6 hari.

- Amati perubahan yang terjadi selama masa fermentasi setiap hari

(warna, aroma, ukuran).

- Setelah fermentasi selesai, biji dicuci dan dikeringkan dengan cara

dijemur atau dioven.

b. Unfermented

- Biji coklat dipisahkan dari pulpnya.

- Lakukan pengeringan dengan cara penjemuran dibawah sinar

matahari atau menggunakan oven.

- Bandingkan hasil pengolahan biji coklat dengan cara fermentasi

dan tanpa fermentasi.

3. Pengolahan sekunder menjadi bubuk cokelat dan lemak cokelat.

C. Teh

1. Analisa Petikan

Sebanyak 10 gram daun teh diambil, lalu di pisahkan antara ranting

peko, daun muda, dan pucuk burung. Setelah itu dihitung persentase

masing-masing bagian.

2. Pengolahan teh

2.1 Teh Hijau

Sebanyak ¼ kg daun teh dipilih, kemudian dilakukan pengukusan

untuk proses pelayuan dengan steam suhu 45 0C selama 10-15 menit.

Daun yang telah di steam diangin-anginkan agar tidak basah. Setelah

agak kering, dilakukan penggulungan diatas wajan yang panas dengan

suhu 45-60 0C sampai kering dan berubah warna. Neraca massa

dihitung dengan diamati perubahan yang terjadi sebelum dan setelah

pengolahan.

2.2 Teh Oolong

Page 6: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

6

Sebanyak ¼ kg daun teh segar dipilih dan dilakukan penggulungan

daun secara manual menggunakan tangan manusia dalam waktu 30-45

menit. Setelah daun tergulung, kemudian dilakukan proses

pengeringan di atas wajan berbahan bakar gas dengan lama

pengeringan tergantung keadaan daun teh. Jika sudah terlihat kering

dan berubah warna, maka pemanasan dihentikan. Daun yang telah

kering diamati perubahan yang terjadi.

2.3 Teh Hitam

Sebanyak ¼ kg daun teh segar dipilih dan dilakukan pengukusan.

Setelah dilayukan kemudian daun digulung-gulung sambil ditekan-

tekan agar enzim keluar. Daun yang telah digulung dilakukan proses

fermentasi dengan cara diangin-anginkan agar daun layu. Suhu yang

dibutuhkan untuk kondisi fermentasi ini adalah suhu ruang dengan

lama fermentasi bervariasi yaitu ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam, 2 jam dan 2 ½

jam. Daun yang telah difermentasi kemudian dikeringkan dengan suhu

kurang lebih 100 0C sampai kadar air 6-8 %. Pada teh yang telah

diolah diamati perubahan yang terjadi baik warna, aroma serta dihitung

neraca massanya.

3. Pembuatan Teh Instan

Sejumlah teh diseduh dengan air mendidih lalu disaring kain yang

bersih. Perbandingan daun teh dengan air yang digunakan sebesar 1:4.

Hasil penyaringan ditempatkan dalam cawan atau loyang yang berbahan

gelas kemudian dikeringkan dengan vakum sampai air hilang sehingga

tinggal ekstrak teh yang tersisa. Suhu yang dibutuhkan untuk ekstraksi teh

dengan vakum ini sebesar 45 0C.

4. Organoleptik Teh

Organoleptik teh dilakukan dengan memberikan seduhan pada teh

yang telah dibuat dengan jenis teh yang berbeda-beda. Sebanyak 5 gram

teh diambil lalu diseduh ke dalam gelas dengan air mendidih. Masing-

masing teh yang diseduh diberikan kode yang berbeda-beda. Form atau

Page 7: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

7

Pohon Tembakau

Daun Bagian Bawah

Penggantungan Kawat

Pelayuan suhu kamar

Pengamatan Selama 21 hari

DaunTembakau layu

Daun Bagian Atas

Pengambilan 3-4 daun/kelompok

Penimbangan

Penggulungan

Perajangan halus

Pengeringan dengan sinar matahari ± 4 hari

Pengamatan setiap hari

Daun Tembakau layu

lembar penilaian untuk pengujian organoleptik disiapkan dengan

menetapkan parameter yang akan diujikan pengujian organoleptik

dilakukan dengan skala skor tertentu. Parameter yang digunakan

mencakup aroma, rasa, warna, dan seduhan. Pengujian dilakukan per

individu dan dilakukan di ruang organoleptik yang tenang dengan jumlah

sampel tidak terlatih minimal sebanyak 20 orang.

D. Tembakau

1. Pengamatan Tanaman Tembakau meliputi aroma, warna dan tingkat

kesobekan.

Metode Gantung dan Rajangan

Page 8: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan

1. Komoditas Kopi (Coffea sp)

A. Analisa Fisik

Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas banyak

jenis, yakni Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Negara asal

tanaman kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Tanaman kopi

Robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m diatas

permukaan laut, daerah-daerah dengan suhu sekitar 200oC. Tanaman kopi arabika

tumbuh di daerah-daerah yang lebih tinggi sampai ketinggian sekitar 1700 m

diatas permukaan laut, daerah-daerah yang umumnya dengan suhu sekitar 10-

16°C. Tanaman kopi liberika dapat tumbuh di dataran rendah. Untuk tumbuh

subur kopi diperlukan curah hujan sekitar 2000-3000 mm tiap tahun serta

memerlukan waktu musim kering sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu

berbunga dan pada waktu pemetikan buah. Tanaman kopi mulai dapat

menghasilkan setelah umur 4-5 tahun tergantung pada pemeliharaan dan iklim

setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai umur 8 tahun dan dapat

berbuah baik selama 15 -18 tahun, jika pemeliharaan tanaman kopi baik, akan

menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun (Ridwansyah, 2003).

Pada praktikum kali ini yang digunakan sebagai bahan baku praktikum

adalah jenis biji kopi beras dari yang berasal dari kopi robusta. Kopi robusta

memiliki beberapa sifat penting, antara lain: resisten terhadap penyakit HIV,

Page 9: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

9

tumbuh pada ketinggian 400-700 m dpl tetapi masih toleran pada ketinggian

kurang dari 400 m dpl dengan temperatur 21-24° C, daerah yang bulan kering 3-

4 bulan secara berturut-turut, dengan 3-4 kali hujan kiriman, produksi lebih

tinggi daripada kopi arabika dan liberika (rata-rata ± 9–13 ku kopi beras/ha/th)

dan bila dikelola secara intensif bisa berproduksi 20 ku/ha/th, kualitas buah lebih

rendah daripada kopi arabika, tetapi lebih tinggi daripada kopi liberica, dan

rendemen ± 22 %. Beberapa varietas yang termasuk kopi robusta antara lain

Quillou, Uganda, dan Chanephora dengan sifat-sifat seperti pada Tabel 1

(Anonim, 2001).

Tabel 1. Beberapa Jenis Kopi Robusta dan Sifat-sifatnya

Varietas SifatQuillou Pohon tegap, cabang primer panjang dengan

arah pertumbuhan mendatar dan ujung agak melengkung ke bawah

Daun agak sempit dan panjang dengan permukaan berombak

Uganda Buah matang berwarna merah jernih dan bergaris

Produksi tinggi pada tahun-tahun pertama, tetapi setelah itu menurun cepat

Contoh klon yang baik : Quill 121Canephora Cabang primer lemah, dengan bagian ujung

agak melengkung ke atas seperti membentuk huruf S, bisa tahan lama

Daun kecil dan sempit, helaiannya agak menutup, permukaan berombak

Buah mudah rontok dan mudah terserang hama bubuk

Sesuai untuk dataran tinggi (> 500 m dpl) Contoh klon yang baik : Ugn 1, Ugn 2, Ugn 3-

02, Ugn 2-08 Pohon banyak mengeluarkan cabang reproduksi Daun sempit dengan permukaan berombak.

Daun muda berwarna coklat-kemerahan Buah muda berwarna coklat-kemerahan Mudah terserang HV Bersifat self steril, sehingga harus dicampur

dengan klon lain Contoh klon yang baik : BP 39, BP 42, SA 13,

SA 34, SA 56, BGN 300, BGN 471

Menurut Ridwansyah (2003), buah kopi tediri atas tiga bagian, yaitu: 1.

lapisan kulit luar (excocarp), 2. lapisan daging (mesocarp), dan 3. lapisan kulit

Page 10: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

10

'tanduk (endoscarp). Adapun susunan buah kopi disajikan pada gambar 1 berikut

ini :

Gambar 1. Penampang lintang buah kopi

Pembagian komoditi berdasarkan ukuran dan bentuk biasanya merupakan

salah satu tahap awal dalam pengelompokkan mutu hasil pertanian. Pembagian ini

dapat dilakukan secara manual atau menggunakan alat, misalnya saringan. Tujuan

dari pembagian mutu berdasarkan ukuran dan bentuk adalah untuk mendapatkan

keseragaman. Pada praktikum ini, kopi yang akan dianalisis berbentuk kopi beras.

Kopi beras berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat

proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka

terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras, yaitu yang

disebut pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi

secara basah disebut W.I.B (West lndische Bereiding), sedangkan pengolahan

cara kering disebut O.I.B (Ost Indische Bereiding). Perbedaan pokok dari kedua

cara tersebut diatas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk

dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah

pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah (Ridwansyah, 2003).

Dilakukan pengamatan pada biji kopi beras, antara lain warna dominan

biji, keadaan biji berupa jenis cacat, bulk density, dan kadar air. Berdasarkan hasil

pengamatan, warna dominan biji kopi yang diamati adalah kuning, tetapi terdapat

pula biji kopi yang berwarna hijau, coklat, dan abu-abu.

Kuning Hijau Coklat Abu - abu012345678

Perbandingan Warna Dominan Biji

Biji

Page 11: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

11

Gambar 2. Perbandingan warna dominan biji

Sedangkan parameter kerusakan atau cacat yang diamati antara lain: biji

berlubang, biji pecah, biji kisut, dan biji utuh. Menurut Kramer dan Twigg (1970)

dalam Kustiyah (1985), cacat dari suatu bahan adalah ketidaksempurnaan suatu

bahan akibat hilang atau berkurangnya suatu faktor yang diperlukan untuk

kesempurnaan bahan tersebut. Terdapat 12 jenis cacat biji kopi pada standar kopi

menurut Daga (1983), antara lain: biji hitam, biji hitam sebagian, biji hitam pecah,

kopi gelondong, biji coklat, biji berkulit ari, biji berkulit tanduk, biji pecah, biji

muda, biji berlubang satu, biji berlubang lebih dari satu dan biji bertutul-tutul.

Tabel 2. Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi

No. Jenis cacat Nilai cacat1. 1 (satu) biji hitam 1 (satu)2. 1 (satu) biji hitam sebagian ½ (setengah)3. 1 (satu) biji hitam pecah ½ (setengah)4. 1 (satu) kopi gelondongan 1 (satu)5. 1 (satu) biji coklat ¼ (seperempat)6. 1 (satu) kulit kopi (husk) ukuran besar 1 (satu)7. 1 (satu) kulit kopi (husk) ukuran sedang ½ (setengah)8. 1 (satu) kulit kopi (husk) ukuran kecil 1/5 (seperlima)9. 1 (satu) biji berkulit tanduk ½ (setengah)

10. 1 (satu) kulit tanduk ukuran besar ½ (setengah)11. 1 (satu) kulit tanduk ukuran sedang 1/5 (seperlima)12. 1 (satu) kulit tanduk ukuran kecil 1/10 (sepersepuluh)13. 1 (satu) biji pecah 1/5 (seperlima)14. 1 (satu) biji muda 1/5 (seperlima)15. 1 (satu) biji berlubang satu 1/10 (sepersepuluh)16. 1 (satu) biji berlubang lebih dari satu 1/5 (seperlima)17. 1 (satu) biji bertutul-tutul (untuk proses basah) 1/10 (sepersepuluh)18. 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran

besar5 (lima)

(Sumber : http://www.djdaglu.go.id)

Biji hitam adalah biji kopi yang setengah atau lebih bagian luarnya

berwarna hitam. Biji hitam ini dapat disebabkan oleh penyakit buah dan

pembusukan buah selama penimbunan atau pemetikan buah yang terlalu muda.

Sedangkan biji hitam sebagian adalah biji kopi yang kurang dari setengah bagian

luarnya berwarna hitam. Hal ini disebabkan oleh luka-luka yang terjadi pada saat

pengupasan pulp (pulping) atau pencucian (washing). Biji hitam pecah adalah biji

Page 12: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

12

kopi yang berwarna hitam tidak utuh, berukuran sama atau kurang dari ¾ bagian

biji utuh. Pecahnya biji hitam ini disebabkan oleh penyetelan pulper, washer, atau

huller yang terlalu rapat, penggerbusan langsung setelah pengeringan atau

penggerbusan kopi yang sangat rendah kadar airnya (Kustiyah, 1985).

Kopi gelondong adalah buah kopi yang kering atau biji kopi kering yang

masih terbungkus dalam kulit buahnya. Hal ini disebabkan oleh terlalu tingginya

kadar air buah kopi pada saat dilakukan penggerbusan. Biji coklat adalah biji kopi

yang setengah atau lebih bagian luarnya berwarna coklat. Penyebab terjadinya biji

coklat adalah pemanenan buah yang terlalu masak, terjadinya absorbs daging

buah yang hancur selama fermentasi biji, pencucian yang kurang sempurna atau

terlalu tinggi suhu pengeringan. Biji berkulit ari adalah biji kopi yang setengah

atau lebih bagian luarnya berkulit ari. Hal ini disebabkan oleh pengeringan secara

perlahan-lahan pada suhu rendah atau pengeringan pada suhu tinggi dengan

ventilasi dan pembalikan yang kurang. Biji berkulit tanduk adalah biji kopi yang

masih terbungkus dalam kulit tanduk. Hal ini disebabkan oleh kurang

sempurnanya pengeringan (kadar air terlalu tinggi) sebelum buah kopi mengalami

penggerbusan. Biji pecah adalah biji kopi tidak utuh, berukuran sama atau kurang

dari ¾ bagian biji utuh. Biji muda adalah biji kopi yang kecil dan keriput pada

seluruh bagian luarnya. Hal ini disebabkan oleh pemanenan buah yang terlalu

muda. Biji berlubang satu adalah biji kopi yang berlubang satu akibat serangan

serangga. Biji berlubang lebih dari satu adalah biji kopi yang berlubang lebih dari

satu akibat serangan serangga. Biji bertutul-tutul adalah biji kopi yang bertutul-

tutul pada bagian luarnya. Hal ini disebabkan oleh penyetelan pulper atau washer

yang kurang sesuai (terlalu rapat) sehingga terjadi luka-luka pada permukaan biji

tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan, maka perbandingan persentase jumlah biji

utuh, berlubang, pecah dan kisut dapat dilihat dalam diagram berikut :

Page 13: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

13

lubang

pecah

kisut

utuh

01020304050607080

Penampakan Fisik Biji Kopi Beras

Jumlah biji kopi beras (%)

Gambar 3. Grafik perbandingan keadaan biji kopi beras.

Analisis fisik biji kopi menunjukkan keadaan biji yang paling dominan

adalah biji yang utuh (tidak mengalami kerusakan) yaitu sebanyak 73,27 %, biji

pecah 12,77 %, biji kisut 11,91% dan biji berlubang 2,04%.

Kandungan air suatu bahan perlu diketahui karena air dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur serta cita rasa bahan tersebut. Di samping itu, kandungan air

dalam bahan pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan

bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kadar air biji kopi

sebelum diolah, didapatkan nilai kadar air berkisar 2-8%. Sedangkan menurut

Clifford (1985), komposisi kimia biji robusta berupa kadar air, nilainya berkisar

11-13%. Hal ini dapat disebabkan karena biji kopi yang digunakan dalam

praktikum sudah mengalami proses pengeringan sebelumnya sehingga nilai kadar

airnya lebih kecil.

Ada dua senyawa utama yang membuat kopi memiliki citarasa dan aroma

yang disukai masyarakat. Dua senyawa tersebut adalah kafein yang berpengaruh

terhadap rangsangan metabolisme tubuh, dan kafeol yang menghasilkan aroma

yang khas dari kopi (Sivetz, 1963 dalam Almada, 2009). Kandungan kafein yang

tinggi memiliki beberapa pengaruh negatif, antara lain dapat menyebabkan

jantung berdebar, pusing, mempertinggi tekanan darahd an juga dapat

menyebabkan sulit tidur dengan jalan mempergiat kerja otak (Sivetz, 1979 dalam

Almada, 2009).

Menurut Winarno (1992), senyawa ini dapat meningkatkan sekresi asam

lambung, memperbanyak produksi urin, dan memperlebar pembuluh darah serta

Page 14: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

14

meningkatkan kerja otot. Selain senyawa kafein, kopi mengandung beberapa

senyawa kimia lain dengan berbagai macam tingkatan kadarnya. Komposisi kimia

biji kopi arabika dan robusta menurut Clifford (1985) disajikan pada tabel 2

sebagai berikut:

Tabel 3. Komposisi kimia biji arabika dan robusta (Clifford, 1985)

Komponen Senyawa Jenis Kopi

Arabika (% bk) Robusta (% bk)

Kahweol 0.70-1.10 Tidak Terdeteksi

Kafein 0.94-1.59 1.50-2.72

Asam Khlorogenat 4.07-7.70 6.20-1.7

Trigonellin 0.97-1.15 0.30-0.90

Fruktosa 0.04 0.19-0.21

Sukrosa 4.60-8.60 2.20-6.60

Glukosa 1.20 0.16-0.50

Galaktosa 0.04 13.1

Total Asam Amino 0.40-2.40 0.80-0.90

Lemak 14-20 11-16

Kadar Air 11-13 11-13

Abu 4 4

Tiap jenis kopi mempunyai karakter komponen cita rasa yang berbeda-

beda. Hal ini menyebabkan masing-masing kopi tersebut bersifat unik (Wahyudi

dan Ismayadi, 1995).

B. Pengolahan Kopi

Selanjutnya biji kopi beras yang telah diamati keadaan fisiknya, kemudian

diolah menjadi kopi bubuk dan juga kopi instan. Di bawah ini merupakan tahapan

pengolahan kedua produk tersebut.

Page 15: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

15

Gambar 4. Diagram Alir Pengolahan Produk Kopi

A. Kopi Bubuk

1. Penyangraian

Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada

waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi

kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya.

Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan

berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian (Ridwansyah,2003).

Dalam proses roasting, dapat ditambahkan beberapa variasi perlakuan

yang memiliki tujuan berbeda. Seperti yang dilakukan pada praktikum. Variasi

perlakuan tersebut meliputi penambahan komoditas lain (beras dan jagung) /

blending dengan jumlah yang jika diolah menjadi minuman kopi, tidak

mempengaruhi rasa. Selain itu juga dilakukan penambahan mentega pada

penyangraian yang dapat meningkatkan cita rasa kopi bubuk saat diseduh.

Menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985)

Perubahan sifat fisik dan kimia yang terjadi selama proses penyangraian antara

lain seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi

karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2

sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma kopi. Swelling selama

penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri

dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi.

Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan

Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :

Page 16: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

16

1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat,

asam clorogenat, asam ginat dan riboflavin.

2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol,

vanilin aldehid.

3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat,

hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.

4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline,

alanine, threonine, glysine dan asam aspartat.

5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat

dan volerat.

Senyawa yang terbentuk pada masing-masing sampel kopi yang disangrai

memiliki waktu pembentukan yang berbeda-beda seperti pada praktikum yang

berkisar antara 3 – 17 menit. Terdapat pula perbedaan aroma yang dihasilkan pada

kopi yang di-blend dengan bahan lain, karena aroma yang berasal dari bahan

lainnya juga akan keluar walaupun dalam jumlah yang sedikit dan tidak terlalu

berpengaruh signifikan terhadap aroma asli yang keluar dari kopi.

Didalam proses penyangraian, sebagian kecil dari caffein akan menguap

dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia,

rimethylamine, asam formiat dan asam asetat. Caffein di dalam kopi terdapat baik

sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat

sebagai senyawa kalium kaffein klorogenat (Ridwansyah,2003).

Biji kopi harus matang merata baik luar maupun dalamnya dan tidak boleh

hangus. Penggorengan dapat dilakukan dengan mesin maupun manual. Namun

yang terpenting disini adalah kecermatan untuk mengetahui kematangan biji kopi.

Sebab, jika hanya matang diluar atau terlalu matang maka akan berpengaruh pada

cita rasa saat dibuat minuman. Untuk satu kilogram biji kopi dapat menghasilkan

8 ons kopi bubuk (Prayitno,2009).

Rendemen yang dihasilkan pada tiap kelompok berbeda. Perbedaan selain

disebabkan oleh pengaruh blending, juga disebabkan waktu penyangraian. Teknik

penyangraian oleh operator juga mempengaruhi, apakah ada loss yang terbuang di

tempat penyangraian atau tercecer di lantai. Sehingga, didapatkan hasil rendemen

Page 17: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

17

yang tertinggi adalah penyangraian kopi + mentega pada kelompok 7 dan

rendemen terendah adalah penyangraian kopi pada kelompok 10.

Berikut disajikan tabel sebagai gambaran bagaimana komponen pada biji

kopi, baik arabika maupun robusta, sebelum dan sesudah disangrai. Serta

gambaran komponen pada bubuk kopi instan.

(Clarke dan Macrae,1987)

2. Penggilingan

Selanjutnya, biji kopi sangrai digiling dengan disk mill dan juga blender

sehingga didapatkan bentuk bubuk. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan

menjadi: coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very

fine (bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara

penyeduhan kopi yang digemari oleh masyarakat.

Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama Robusta, ikut

tergiling. Kulit ini bisa dibuang menggunakan hembusan udara maupun, metode

lainnya, meskipun mengakibatkan kehilangan padatan terlarut. Pencampuran kulit

tipis ini, khususnya dengan kopi gosong, memberikan keuntungan berupa

peningkatan sifat aliran dengan penyerapan minyak yang menetes. Penggilingan

melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar dilepaskan

selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah besar mungkin masih tertahan

terutama pada kopi giling kasar (Ridwansyah, 2003).

Page 18: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

18

Pada praktikum ini penggilingan dilakukan dengan menggunakan disk

mill serta blender. Rendemen tertinggi yang dihasilkan adalah kelompok 7 dan

yang terendah adalah kelompok 10. Loss disebabkan tertinggalnya bubuk kopi

pada alat grinding atau karena ukurannya kecil, kopi bubuk mudah berterbangan

ke udara. Oleh karema itu perlu diperhatikan bagaimana metode penggilingan

yang baik agar rendemen yang dihasilkan tinggi/ tidak banyak loss.

Uji cita rasa nantinya akan dilakukan pada kopi bubuk yang dihasilkan.

Hal ini bertujuan untuk menjaga konsistensi dari warna, aroma, dan rasa kopi

bubuk yang dihasilkan. Uji ini meliputi penampakan warna kopi bubuk, aroma

kopi sesudah diseduh dan rasa. Beberapa karakteristik khas kopi seperti acidity,

bitter, green grasy, fermented, earth mouldy, dan yang lainnya.

Acidity biasanya ada pada kopi bubuk jenis arabika, apabila pada kopi

robusta terdapat flavour acidity berarti biji kopi telah mengalami fermentasi dan

terjadi penyimpangan. Green grasy biasanya disebabkan karena kopi muda atau

kopi beras yang baru jadi langsung diolah menjadi kopi bubuk. Untuk

menghindari Green grasy, kopi beras yang diolah menjadi kopi bubuk adalah kopi

beras yang telah disimpan selama 1 – 2 tahun. Sedangkan smokey menandakan

ada aroma asap pada kopi, hal ini bisa terjadi karena asap pada saat penyangraian

masuk kedalam ruang penyangraian atau kopi terlalu lama di ruang penyangraian.

Aroma bau karung (baggy) disebabkan karena kopi yang telah disangrai terlalu

lama disimpan dalam karung. Sedangkan earthmoldy disebabkan karena jamur

atau kopi terlalu sering kontak dengan lantai.

Di bawah ini merupakan diagram yang menunjukkan nilai neraca massa

kopi bubuk. Neraca massa ini diambil dari nilai rendemen yang terbesar yaitu

kopi dengan dicampur mentega.

Gambar 5. Neraca Massa pengolahan kopi bubuk

Page 19: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

19

1 2 3 4 5 6 70

102030405060708090

100

Perbandingan Rendemen Kopi Bubuk (keseluruhan roasting-ginding)

rendemen (keseluruhan roasting-ginding) (%)

Kelompok

Gambar 6. Perbandingan Rendemen pengolahan kopi bubuk

Berdasarkan grafik di atas diketahui rendemen terbesar sebesar 94 % dan

terendah 37,4 % sementara ada 4 kelompok yang tidak dapat menghitung nilai

rendemennya karena data tidak lengkap.

B. Kopi Instan

Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dengan air

(soluble) tanpa meninggalkan serbuk. Pengolahan kopi instan yang essensial

berupa produksi ekstrak kopi melalui tahap: penyangraian (roasting),

penggilingan (grinding), Ekstraksi, Drying (Spray Dryer maupun Freeze Dryer)

dan pengemasan produk. Pada praktikum kali ini, pembuatan kopi instan

dilakukan dengan mengekstrak kopi bubuk dari hasil pengolahan sebelumnya

yang kemudian dilakukan drying dengan metode vakum dan tanpa vakum (oven).

Pengolahan kopi instan (soluble coffee) sangat tergantung dari proses

sebelumnya. Pada tahap penggilingan biji-biji kopi yang berbeda ukuran,

partikelnya harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. Hasil

penggilingan yang terlalu halus akan menganggu perjalanan cairan kopi pada

kolom ekstraksi, karena itu hasil penggilingan yang agak kasar dan seragam lebih

diinginkan.

Page 20: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

20

Umumnya proses ekstraksi untuk pembuatan kopi instan dipergunakan

(penyaring kopi) dan alat sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Proses ini

terjadi di dalam 6 percolator (penyaring kopi) menggunakan prinsip counter

curent. Tujuan pengolahan adalah untuk memperoleh ekstraksi optimum dari

padatan terlarut tanpa merusak kualitas. Ekstraksi yang optimum tergantung pada

suhu air ekstraksi dan laju alir melalui ampas kopi. Air panas dimasukkan dengan

tekanan dan suhunya 180°C. Suhu dari cairan pada setiap kolom makin turun

sampai cairan berhubungan dengan kopi pada suhu 100°C. Penggunaan suhu air

tertinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Akibat penggunaan

suhu tinggi adalah menjaga tekanan sistem tetap rendah untuk mempertahankan

kondisi hidroulik (suhu air 173°C, dibutuhkan tekanan 120 psig atau 828 kPa) dan

kolom yang dihubungkan oleh pipa harus didesain pada tekanan sedemikian rupa

sehingga tidak melebihi hidraulik minimum. Air tersebut mengumpulkan sisa

padatan larut air pada tekanan tinggi dan sisa padatan terlarut yang tidak

terekstraksi akan secara sengaja terbawa ke kolom percolator berikutnya dan

terekstraksi, begitu selanjutnya. Setiap penyaring pelarut mengumpulkan padatan

larut air lebih banyak. Pada gilingan kopi yang lebih bersih akan meningkatkan

ekstraksi dan mengurangi waktu perputaran. Larutan Ekstraks bergerak ke depan

secara kontinu dan pada kolom terakhir keluar berupa sirup dengan konsentrasi

bahan terlarut 25-35 %. Pengisian air panas mengalir secara kontinu dengan

ampas kopi bubuk yang terbanyak (Ridwansyah, 2003).

Menurut Ridwansyah (2003), proses drying terdapat dua cara, yaitu:

dengan spray dryer dan freeze dryer. Proses spray drying terjadi di dalam tower

silindris yang besar dengan dasar kerucut, pada bagian ini cairan kopi dimasukkan

dengan tekanan ke dalam bagian atas tower bersamaan dengan pancaran angin

udara panas sekitar 250°C. Partikel-partikel yang disemprotkan akan kering dan

jatuh serta terkumpul sebagai bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan

menggunakan alat katup yang berputar. Udara yang telah terpakai dilepaskan

melewati sisi tower dan biasanya dilewatkan melalui peralatan siklon dengan

tujuan untuk memperoleh kembali partikel kopi halus yang mungkin tercampur

dengan aliran bubuk. Pada proses kosentrasi awal larutan kopi, kecenderungan

yang terjadi adalah diproduksinya partikel bubuk berukuran besar dan sedikit

Page 21: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

21

halus, jika partikel berukuran besar lebih banyak pada proses recyling akan

mengakibatkan rusaknya kualitas dan rendahnya mutu produk akhir. Selain itu

makin sedikit bagian yang halus, makin kecil pula kemungkinan padatan kopi

menempel pada dinding tower sehingga pengkonsentrasian larutan akan

mengurangi beban pengering dan meningkatkan kapasitas produksi.

Produk akhir Spray Dryer dan Freeze dryer akan kehilangan aroma,

sehingga pada perusahaan industri dilakukan aromatisasi untuk memberikan

aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini

dilakukan dengan cara merecovery aroma volatil yaitu menyemprotkan aroma

volatil tersebut kedalam kopi instant biasanya digunakan minyak kopi sebagai

bahan pembawa aroma volatil dan diperlukan untuk mengurangi resiko oksidasi

dan mengisi gas karbondioksida (Ridwansyah, 2003). Namun pada praktikum ini

pembuatan kopi instan tidak melakukan spray dryer melainkan menggunakan

vacuum dryer yang nantinya akan membentuk lembaran padatan kopi yang

ditaruh dalam loyang, kemudian langsung dilakukan pengecilan ukuran

menggunakan blender, dan jadilah produk kopi instan .

Pada praktikum ini kopi bubuk sebanyak 140 kg pada awalnya diseduh

dengan air sebanyak 560 ml. Perbandingan kopi bubuk dengan air seduhan adalah

1:4. Setelah itu, dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan penyaring

sehingga didapatkan filtrat dari seduhan kopi bubuk tersebut. Setelah itu,

dilakukan pengeringan dengan vakum dan tanpa vakum. Untuk pengeringan tanpa

vakum digunakan oven dengan suhu 40oC. Pembuatan kopi instan dilakukan pada

lima jenis kopi bubuk, antara lain: kopi murni, kopi beras, kopi + mentega, kopi +

jagung + mentega, dan kopi + beras + mentega. Neraca massa yang didapat adalah

sebagai berikut:

Tabel 5. Neraca Massa Kopi Instan

Jenis Kopi PerlakuanBerat awal

(gram)

Berat akhir

(gram)

Rendemen

(%)

Loss

(%)

Kopi Murni tanpa vakum 140 33,96 24,26 5,74

Kopi Beras tanpa vakum 140 53,82 38,44 1,56

Kopi + Mentega vakum 408,909

Kopi + Jagung + vakum 377,377

Page 22: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

22

Mentega

Kopi + Beras +

Mentegavakum 140 45,146 32,25 3,04

Kopi Murni Kopi Beras Kopi + Beras + Mentega

05

10152025303540

Perbandingan Rendemen Kopi Instan (%)

Rendemen (%)

Gambar 7. Perbandingan Rendemen Kopi Instan

Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat rendemen tertinggi dihasilkan

dari kopi yang diblend dengan beras yaitu sebanyak 38,44 % diikuti oleh kopi

yang diblend dengan beras dan ditambah margarin sebesar 32,25 % dan terakhir

kopi murni sebesar 24,6 %.

Gambar 8. Kopi hasil pengeringan vakum yang akan diolah menjadi kopi instan

Page 23: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

23

C. Uji Organoleptik

Kopi Bubuk

Uji organoleptik pada seduhan kopi bubuk yang diterapkan adalah uji

hedonik (uji kesukaan) terhadap warna, aroma, dan rasa oleh 35 panelis tak

terlatih pada kelima sampel kopi bubuk

Pengujian warna dilakukan untuk mengamati secara visual warna kopi

bubuk yang dihasilkan. Kopi yang diblend dengan jagung dan kopi yang diblend

dengan jagung serta margarin merupakan kopi yang paling disukai dari segi

warna. Pengamatan uji organoleptik selanjutnya adalah aroma. Aroma kopi bubuk

yang paling disukai panelis adalah kopi murni. Aroma khas kopi timbul saat

setelah diseduh, sehingga panelis lebih banyak menyukai aroma ini. Sedangkan,

aroma kopi bubuk yang paling tidak disukai panelis adalah kopi yang diblend

dengan beras serta ditambah margarin. Ketidaksukaaan panelis terhadap aroma

ini, karena kopi bubuk yang diseduh aromanya sedikit pudar, tidak khas kopi.

Berkurangnya aroma khas kopi ini karena kopi bubuk telah diberi bahan

tambahan lain seperti margarin dan beras. Uji selanjutnya adalah uji rasa. Rasa

kopi yang paling disukai panelis yaitu kopi margarin. Kopi yang paling tidak

disukai adalah kopi murni. Hasil pengujian ini sangat berbeda jauh dengan

kenyataan, karena seharusnya rasa kopi bubuk yang paling disukai panelis adalah

kopi murni. Hasil ini, dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka

mengkonsumsi kopi instant (kopi dengan bahan pencampur selain kopi, seperti

margarin, beras dan jagung).

Kopi Instan

Uji organoleptik pada seduhan kopi instan yang diterapkan adalah uji

hedonik (uji kesukaan) terhadap aroma, rasa, dan warna oleh 30 panelis tak

terlatih pada kelima sampel kopi instan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada uji aroma, yang telah dihitung dengan

uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antar

perlakuan dan derajat kesukaan terhadap aroma kopi instan murni tanpa

Page 24: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

24

penambahan apapun lebih disukai daripada sampel kopi yang lain. Menurut Gopal

dan Venkataramanan (1974) dalam Kustiyah (1985), rendahnya nilai kesukaan

terhadap aroma kopi instan disebabkan oleh aroma yang ditimbulkannya tidak

terdapat sifat kopinya, karena komponen pembentuk aroma belum sempurna

pembentukannya akibat pemetikan buah yang terlalu muda, begitu pula dengan

biji hitam pecah.

Selanjutnya dalam uji rasa, berdasarkan hasil pengamatan yang telah

dihitung dengan uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang sangat

nyata antar perlakuan. Menurut Jacob (1951) dalam Kustiyah (1985), rasa pahit

pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan mineral-mineral bersama dengan

pemecahan serat kasar, asam khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa

organik dan anorganik lainnya. Jadi rasa kopi dipengaruhi oleh derajat

penyangraian dan jenis kopi serta cara pengolahannya. Sedangkan menurut

MacWilliams (1979) dalam Kustiyah (1985), rasa kopi dipengaruhi oleh ukuran

partikel bubuk, suhu air yang digunakan untuk menyeduh, jumlah kopi bubuk per

satuan volume air, jenis kopi, dan mutu bahan bakunya.

Kemudian dalam uji hedonik terhadap keseluruhan parameter, yang telah

dihitung dengan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

sangat nyata antar perlakuan.

2. KOMODITAS COKLAT (Theobroma Caccao)

A. Analisa Fisik

Tanaman kakao pertama kali dibudidayakan serta digunakan sebagai

bahan makanan dan minuman cokelat oleh suku Maya dan Suku Astek. Kakao

secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe besar yaitu Criollo (Amerika

Tengah, Amerika Selatan) dan Forastero (Amazona, Trinitario).

Criollo termasuk kakao bermutu tinggi atau kakao mulia/ edel cacao/ fine

flavour cacao. Criollo memiliki ciri sebagai berikut :

a. Pertumbuhan tanaman kurang kuat dan produksinya relatif rendah. Tunas-tunas

muda umumnya berbulu

b. Masa berbuah lambat

c. Agak peka terhadap serangan hama dan penyakit

Page 25: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

25

d. Kulit buah tipis dan mudah diiris

e. Terdapat 10 alur yang letaknya berselang-seling, di mana 5 alur agak dalam dan

5 alur dangkal

f. Ujung buah umumnya berbentuk tumpul, sedikit bengkok, dan tidak memiliki

bottle neck

g. Tiap buah berisi 30-40 biji, yang bentuknya agak bulat sampai bulat

h. Endospermnya berwarna putih

i. Proses fermentasinya lebih cepat dan rasanya tidak begitu pahit

j. Warna buah muda umumnya merah dan bila sudah masak menjadi oranye

k. Contoh-contoh dari tipe Criollo adalah DR 1. DR 2, DR 38

Forastero umumnya termasuk kakao bermutu rendah atau disebut kakao

curah / kakao bulai / bulk kakao. Tipe forastero memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Pertumbuhan tanaman kuat dan produksinya lebih tinggi

b. Masa berbuah lebih awal

c. Umumnya diperbanyak dengan semaian hibrida

d. Relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit

e. Kulit buah agak keras tetapi permukaannya halus

f. Alur-alur pada kulit buah agak dalam

g. Ada yang memiliki bottle neck dan ada pula yang tidak memiliki

h. Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk gepeng

i. Proses fermentasinya lebih lama

(Susanto, 1994)

Gambar 9. Penampakan Buah Coklat (http://caliban.mpiz-koeln.mpg.de)

Page 26: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

26

Buah kakao Criollo

Buah kakao forastero Buah kakao Trinitario

Gambar 10. Berbagai jenis buah kakao (Robin, 2009)

Buah cokelat bisa dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada buah

yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang,

cokelat memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan

warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang,

biji biasanya berbunyi. Ketelatan waktu panen akan berakibat pada

berkecambahnya biji di dalam. Terdapat tiga perubahan warna kulit pada buah

cokelat yang menjadi kriteria kelas kematangan buah di kebun – kebun yang

mengusahakan cokelat.

Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan terhadap sifat fisik buah

cokelat yang berjenis criollo yang seperti terlihat pada gambar 11.

Gambar 11. Penampakan buah cokelat sebelum diolah

Terdapat 20 buah cokelat yang diuji, dengan 8 buah matang, 8 buah

mentah, dan 2 buah muda. Panjang buah berkisar antara 9 cm – 15 cm dengan

rataan 13.423 cm. Warna buah bervariasi mulai dari kuning, hijau, hijau tua, hijau

kekuningan, hijau kecoklatan. Di bawah ini penampakan warna kakao

Page 27: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

27

Panen Buah

Sortasi Buah

Pengupasan Buah

Fermentasi

Pencucian dan Perendaman

Pengeringan

Penentuan Mutu

Penyimpanan

berdasarkan literatur. Buah yang belum matang berwarna kuning dan hijau,

sedangkan buah matang umunya berwarna merah sampai orange.

Gambar 12. Buah kakao sebelum matang (kiri) dan sesudah matang (kanan)

B. Pengolahan Kakao

1. Pengolahan Primer Kakao

Gambar 13. Diagram Alir proses pengolahan primer kakao

Sortasi Buah

Sortasi buah merupakan salah satu tahapan proses produksi yang penting

untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik. Sortasi buah ditujukan untuk

Page 28: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

28

memisahkan buah yang baik dan yang jelek. Buah yang jelek dapat berupa buah

yang terserang hama/penyakit, buah muda, atau buah lewat masak (busuk). Buah

yang sudah busuk, bila tidak dipisahkan dari tumpukan buah kakao akan

menyebabkan tercemarnya buah yang baik. Buah yang terserang hama/penyakit

harus dipisahkan dari tumpukan dan segera dikupas kulitnya. Setelah diambil

bijinya, kulit buah segera ditimbun dalam tanah untuk mencegah penyebaran

hama dan penyakit ke seluruh kebun. Sortasi buah juga merupakan hal yang

sangat penting bila dalam proses selanjutnya merupakan proses pemeraman

terlebih dahulu sebelum dikupas kulitnya. Biasanya dilakukan pemeraman untuk

memperoleh keseragaman kematangan buah dan memudahkan pengeluaran biji

dari buah kakao. Pemeraman dilakukan di tempat yang teduh, lamanya sekitar 5-7

hari.

Pengupasan Buah

Dalam menghasilkan biji kakao kering dengan mutu yang baik, aspek

pemecahan buah dan sortasi biji merupakan faktor yang menentukkan. Pemecahan

buah dapat menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan buah

lainnya. Perlu diingat untuk menghindari kontak langsung biji kakao dengan

benda-benda logam karena dapat menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu.

Fermentasi

Fermentasi pada awal sejarahnya hanya digunakan untuk membebaskan

biji kakao dari pulp, mencegah pertumbuhan, memperbaiki kenampakan, dan

mempermudah pengolahan berikutnya di pabrikan cokelat. Namun, pada

perkembangan selanjutnya, fermentasi menjadi proses yang mutlak harus

dilakukan. Tujuannya agar diperoleh biji kakao kering yang bermutu baik dan

memiliki calon aroma serta cita rasa khas cokelat.

Biji kakao yang dikeringkan tanpa difermentasi terlebih dahulu akan

bermutu rendah karena tidak mempunyai calon cita rasa cokelat. Begitu pula

dengan fermentasi yang tidak benar, akan menghasilkan biji yang bercita rasa

tidak baik dan bermutu rendah. Cita rasa khas cokelat tersebut berkembang dalam

dua tahapan, yaitu fermentasi oleh pekebun dan penyangraian oleh pabrikan

cokelat. Cita rasa yang baik tidak dapat diperoleh hanya dari salah satu proses

tersebut tanpa melibatkan proses lainnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan biji

Page 29: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

29

dengan kualitas tinggi dan berpotensi menghasilkan cita rasa cokelat yang tinggi

pula, dibutuhkan metode fermentasi yang baik dan benar.

Metode fermentasi bervariasi dari suatu negara dengan negara lainnya,

tetapi pada dasarnya ada dua metode utama yaitu fermentasi dalam kotak dan

dalam tumpukan. Selain dua metode tersebut, terdapat metode fermentasi dalam

keranjang yang juga kerap diterapkan oleh petani kakao. Perbedaan dari masing-

masing metode tersebut sebenarnya hanya terletak pada tempat (wadah) yang

digunakan sehingga pemilihan metode fermentasi ini didasarkan pada kemudahan

untuk mendapatkan tempat dan ketersediaan tenaga yang ada.

a. Fermentasi dalam kotak banyak diterapkan di Asia Tenggara dan

Amerika Latin. Fermentasi ini melibatkan penggunaan kotak kayu yang kuat yang

dilengkapi dengan lubang-lubang di dasar kotaknya yang digunakan sebagai

pembuangan cairan fermentasi atau lubang untuk keluar masuknya udara (aerasi).

Biji dalam kotak fermentasi ditutup dengan daun pisang atau karung goni.

Tujuannya adalah untuk mempertahankan panas. Selanjutnya diaduk setiap hari

atau setiap dua hari selama kurun waktu 6-8 hari.

Kotak fermentasi banyak digunakan oleh perkebunan-perkebunan besar

dengan kapasitas besar, yaitu sekitar 1000 kg / kotak dengan kedalaman kotak

sekitar 90 cm. Lama fermentasi biji kakao lindak pada perkebunan besar adalah

antara 5-7 hari, biasanya pembalikan dilakukan setiap hari. Namun hasil

fermentasi dalam kotak ini kurang baik, yaitu memiliki tingkat keasaman tinggi

sehingga cenderung kurang disukai oleh pabrikan cokelat. Setelah ditemukan

metode fermentasi baru, yakni dengan menggunakan kotak yang kedalamannya

kurang dari 42 cm, pengadukan cukup dilakukan sekali saja, yaitu setelah dua hari

fermentasi . Metode fermentasi ini menghasilkan biji dengan derajat fermentasi

yang baik dan tingkat keasaman yang lebih rendah.

b. Fermentasi dalam tumpukan dilakukan dengan cara menimbun atau

menumpuk biji kakao segar di atas daun pisang hingga membentuk kerucut.

Permukaan atas biji ditutup dengan daun pisang atau karung penutup lainnya yang

memungkinkan udara masuk. Penutupan berfungsi untuk mencegah pembuangan

panas yang terlalu besar. Daun pisang yang digunakan untuk menutup biji kakao

biasanya ditindih dengan potongan-potongan kayu.

Page 30: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

30

Keuntungan metode fermentasi dalam tumpukan adalah penggunaannya

yang sederhana dan tidak membutuhkan wadah khusus sehingga mudah dilakukan

oleh petani. Namun, karena dilakukan hanya di atas daun pisang, fermentasi ini

harus dilakukan di tempat teduh dan terlindung dari hujan dan cahaya matahari

langsung serta perlu dijaga dari kemungkinan biji menjadi kotor oleh tanah.

c. Fermentasi dalam keranjang yaitu memasukkan biji cokelat ke dalam

keranjang bambu atau rotan yang telah dilapisi daun pisang dengan kapasitas

lebih dari 20 kg. Permukaan biji ditutup dengan daun pisang atau karung. Seperti

halnya fermentasi dalam kotak maupun tumpukan, fermentasi dalam keranjang

juga membutuhkan perlakuan pengadukan yang harus dilakukan setelah 48 jam (2

hari) fermentasi. Caranya adalah dengan memindahkan biji ke keranjang lain atau

diaduk di tempat yang sama kemudian ditutup kembali dan dibiarkan hingga

proses fermentasi selesai. Lama fermentasi tidak boleh melebihi 7 hari.

Keuntungan penggunaan fermentasi dengan cara ini adalah wadah mudah didapat,

pengadukan mudah dilakukan, mudah dipindah-pindah, dan biji bisa terhindar

dari kotor akibat bersentuhan fisik dengan tanah.

Pada praktikum ini, fermentasi dilakukan dengan cara sederhana, yaitu

memasukkan biji cokelat ke dalam kantung plastik yang dilubangi dan dibiarkan

selama 7 hari. Hasilnya Pada praktikum ini warna biji setelah fermentasi

umumnya coklat, sedangkan warna biji yang tidak melalui fermentasi berwarna

keunguan. Hal ini sesuai dengan literatur. Biji kakao yang difermentasi dengan

baik akan bertekstur agak remah dan mudah pecah, warna keping biji cokelat

sampai cokelat dengan sedikit warna ungu, cita rasa pahit dan sepat tidak

dominan, dan tentunya berkualitas baik. Biji kakao yang tidak difermentasi

ditandai dengan ciri-ciri bertekstur pejal, berwarna slaty (keabu-abuan), memiliki

rasa sangat pahit dan sepat, serta tidak bercita rasa cokelat. Biji kakao yang

kurang fermentasi ditandai dengan ciri-ciri warna ungu, bertekstur pejal,

didominasi oleh rasa pahit dan sepat, serta sedikit cita rasa cokelat. Biji kakao

yang kurang fermentasi inilah yang mendominasi perdagangan biji kakao rakyat

sampai saat ini. Sementara biji kakao yang kelebihan fermentasi akan sangat

mudah pecah, berwarna keping cokelat sampai cokelat tua, kurang memilki rasa

pahit dan sepat, cita rasa cokelat kurang (apek, hammy dan mouldy), serta serat

Page 31: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

31

permukaan bijinya banyak ditumbuhi jamur. Sementara itu kondisi bahan setelah

fermentasi umumnya retak dan berlendir sedangkan yang tidak melalui fermentasi

seharusnya biji berbentuk utuh. Namun ada juga yang retak sebagian. Pada proses

fermentasi ini pada beberapa biji cokelat terdapat pula jamur di permukaan

bijinya, hal ini terjadi akibat waktu fermentasi yang berlebihan. Seharusnya

cokelat dari jenis criollo hanya difermentasi selama 2-3 hari, namun pada

praktikum ini fermentasi dilakukan selama 7 hari. Faktor lainnya adalah karena

selama fermentasi tidak dilakukan pengadukan. Tujuan pengadukan massa biji

kakao selama fermentasi adalah untuk menjamin keseragaman. Adanya perbedaan

antar bagian massa biji kakao yang difermentasi menyebabkan pentingnya

pengadukan selama berlangsungnya fermentasi. Dalam kotak fermentasi, biji

basah biasanya menggumpal selama hari pertama, sementara itu tetesan mengalir

keluar. Pengadukan dibutuhkan untuk mempermudah udara masuk ke dalam biji.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi antara lain :

1. Kemasakan buah kakao

Dalam putaran panen yang dilakukan kurang dari 3 minggu, buah kakao

mempunyai tingkat kemasakan buah yang relatif seragam, tetapi jika putaran

waktu lebih panjang, akan terjadi pemanenan buah yang kelewat masak dan

kurang masak. Biji dari buah masak dan buah yang sedang dalam proses

perubahan warna kemasakan dapat difermentasi dengan baik, sedangkan biji dari

buah mentah tidak dapat difermentasi dengan baik.

2. Tipe kakao

Terdapat perbedaan mendasar perlakuan / cara fermentasi antara kakao

jenis Criollo dan forastero. Waktu fermentasi kakao Criollo lebih pendek, yakni 2-

3 hari, sementara kakao forastero 3-7 hari dan terkadang lebih lama. Akibat

perbedaan tersebut, fermentasi kedua jenis kakao tersebut sebaiknya tidak

dilakukan. Hal ini dapat diatur dengan cara menanam biji kakao Criollo dan

Forastero secara terpisah, tetapi pada tanaman hibrida silangan dari keduanya

tidak mungkin untuk dipisahkan. Hanya saja, waktu untuk melakukan fermentasi

sebaiknya menggunakan waktu fermentasi biji kakao forastero karena terbilang

lebih baik.

Page 32: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

32

Selama proses fermentasi, biji kakao mengalami perubahan fisik, kimia

dan biologi. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada pulp, kulit biji, dan

kotiledon (bagian dalam biji). Saat biji kakao dikeluarkan dari buah, biji

diselimuti oleh lendir putih atau pulp. Komposisi pulp kakao segar disajikan pada

tabel 6.

No Bahan Kadar (%)

1 Air 84,5

2 Pentosan 2,7

3 Sukrosa 0,7

4 Glukosa, Fruktosa 10

5 Protein 0,6

6 Asam-asam 0,7

7 Garam-garam anorganik 0,8

Pulp tersebut pada mulanya steril, tetapi dengan adanya gula dan

keasaman yang tinggi (pH 3,5) karena kandungan asam sitrat. Kondisi ini ideal

untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kontaminasi skala luas bisa terjadi karena

adanya aktivitas lalat, lalat buah, dan kontaminasi langsung dari kotak fermentasi.

Pada awalnya, kondisi dalam massa biji adalah anaerobik. Kondisi ini

sangat cocok untuk pertumbuhan khamir. Khamir akan merubah sebagian besar

gula dalam pulp menjadi alkohol. Reaksi pembentukan alkhol ini menghasilkan

sejumlah besar karbondioksida. Setelah proses fermentasi dimulai, pulp mulai

pecah. Hal ini terjadi karena tekanan mekanis atau karena prubahan-perubahan

enzimatik. Pulp yang pecah akan mencair dan mengalir ke luar. Persentase cairan

yang keluar tersebut berjumlah 12-15 % dari berat biji. Aliran cairan fermentasi

umumnya selesai setelah 24-36 jam pertama fermentasi. Pada tahap ini, sebagian

asam sitrat berkurang karena mengalir bersama cairan fermentasi dan diuraikan

oleh mikroba. Akibatnya, pH pulp meningkat dan perubahan ini bersamaan

dengan sedikit peningkatan suhu serta sangat mendorong pertumbuhan bakteri

asam laktat. Terdapat dua jenis balteri asam laktat yang terlibat, yaitu

homofermenter dan heterofermenter. Jenis homofermenter bertugas mengkonversi

Page 33: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

33

glukosa menjadi asam laktat, sedangkan heterofermenter di samping mmproduksi

asam laktat juga memproduksi alkohol, asam asetat, dan karbondioksida. Pada

hari kedua, bakteri asam laktat sangat dominan, tetapi akan berkurang seiring

dengan peningkatan suhu dan kondisi yang aerobik. Kondisi seperti ini

mendorong bakteri asam asetat mengonversi alkohol yang terbentuk menjadi

asam asetat dan memetabolisme asam-asam karboksilat, seperti asam sitrat, asam

malat dan asam laktat menjadi asam asetat yang relatif tergolong asam lemah.

(Wahyudi, 2008).

Perendaman dan Pencucian

Tujuan utama dari proses pencucian ini antara lain untuk menghilangkan

atau melepaskan pulp dari biji dan juga digunakan untuk menghambat atau

menghentikan proses fermentasi kakao yang sedang berlangsung. Manfaat dari

proses pencucian serta perendaman biji pada kakao ini agar biji – biji yang

dihasilkan lebih tahan terhadap hama dan seragan serangga perusak selama proses

penyimpanaan.

Pengeringan

Tujuan dari proses pengeringan untuk menurunkan kadar air biji dari 60 %

sampai pada kondisi kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas biji dan

biji tidak ditumbuhi cendawan. Pengeringan biji dapat dilaksanakan dengan sinar

matahari atau pengeringan buatan. Dengan sinar matahari dibutuhkan waktu 2 - 3

hari, tergantung kondisi cuaca, sampai kadar air biji menjadi 7 – 8 %. Dengan

pengeringan buatan,pengeringan biji berlangsung pada temperatur 65oC – 68oC.

Pada praktikum ini, pengeringan dilakukan dalam oven selam + 2 jam.

Pemisahan dan penentuan Mutu

Penentuan mutu biji kakao sekarang ini didefinisikan sebagai alokasi

contoh cokelat berdasarkana ats penentuan kerusakan biji. Pemisahan biji yang

telah dikeringkan dilaksanakan atas dasar berat biji, kemurnian, warna dan bahan

ikutan, serta jamur. Dalam menetapkan kualitas biji, faktor-faktor seperti kulit ari,

kadar lemak dan kadar air turut diperhatikan. Standar minimum persentase

kandungan cokelat ini berbeda-beda pada setiap negara penghasil cokelat. (Siregar

et al., 2003).

Page 34: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

34

Pada umumnya penentuan mutu masih dilakukan secara subyektif dengan

berdasarkan penampakan fisik biji tersebut, yaitu bulat, keriput gepeng, biji pecah

dan warna kulit biji. Menurut Nasution (1985) di Indonesia penentuan mutu biji

dibedakan atas mutu A, B, C, G, dan Z.

Mutu A adalah biji-biji kakao yang berwarna rata dengan bentuk bulat

penuh.

Mutu B adalah biji-biji yang berwarna kurang rata, pada kulitnya terdapat

bercak-bercak, bentuk tidak bulat penuh dan ada bagian biji yang rusak.

Mutu C adalah biji-biji yang berwarna tidak rata, berbentu gepeng dan

keriput

Mutu G adalah campuran biji-biji yang terpecah atau belah

Mutu Z adalah biji-biji yang berwarba hitam.

2. Pengolahan Sekunder Kakao

Setelah mengalami pengolahan primer, maka kakao yang dihasilkan diolah

lebih lanjut menjadi bahan setengah jadi, yaitu menjadi bubuk kakao dan lemak

kakao. Pada pembuatan bubuk kakao, biji hasil pengeringan kemudian di

roasting/disangrai di atas wajan sampai timbul aroma cokelat dan perubahan

warna biji. Di bawah ini merupakan gambar biji cokelat yang telah disangrai

Gambar 14. Biji cokelat yang telah disangrai.

Warna biji cokelat yang telah disangrai umumnya berubah menjadi coklat

tua dan hitam. Sementara itu aroma yang timbul saat disangrai adalah aroma

seperti kacang goreng, aroma gosong dan sedikit yang mengeluarkan aroma

cokelat.

Page 35: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

35

Di bawah ini merupakan neraca massa pengolahan biji cokelat menjadi

cokelat bubuk.

Gambar 15. Neraca Massa Kakao menjadi bubuk cocoa

Di bawah ini tabel 7. yang menunjukkan komposisi nutrisi dari bubuk cokelat.

Carbohydrate 16.5 g

Protein 21.5 g

Fat 11 g

61.3%

38.7%

0%

10.2%

8.3%

100%

Pengupasan

Biji dan Pulp

Kakao utuh

Kulit kakao

Fermentasi

Pencucian

Pengeringan

Roasting

Roasted bean

Penggilingan

Bubuk cocoa

LOSS

Page 36: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

36

Dietary fiber 34 g

Polyphenols 7-18 g

Theobromine 2.5 g

Caffeine 0.1 g

Potassium 2 g

Calcium 150 mg

Magnesium 550 mg

Phosphorous 700 mg

www.montosogardens.com

Gambar 16.Disc Mill untuk menggiling biji cokelat menjadi bubuk cokelat

Pengolahan lainnya selain menjadi bubuk cokelat adalah menjadi lemak

kakao. Lemak kakao merupakan hasil ekstraksi paling berharga dari biji kakao

kering. Lemak kakao sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan baku

manisan/makanan cokelat dan sebagian kecil lainnya langsung dicampur susu,

gula, dan bahan tambahan lain menjadi permen cokelat putih, yang lebih dikenal

sebagai white chocolate. Lemak kakao sebagian kecil digunakan sebagai bahan

kosmetika (misalnya lipstick dan pelembap) serta untuk keperluan farmasi (obat-

obatan supositoria).

Page 37: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

37

Ekstraksi lemak kakao menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut.

Pelarut yang digunakan pada praktikum ini adalah etanol. Bahan baku berupa

cokelat hasil fermentasi dan nonfermentasi menghasilkan lemak kandungan lemak

yang berbeda. Bobot lemak kakao dari coklat non fermentasi lebih besar dari

coklelat non fermentasi. Sementara itu penampakan fisik lemak dari bahan baku

kakao non fermentasi ialah berwarna (tercampur dengan coklatnya) terdapat

minyak berwarna kuning, aroma coklat. Tak jauh berbeda, penampakan fisik

lemak dari bahan baku kakao fermentasi adalah berwarna hitam (tercampur

dengan coklatnya), terdapat minyak berwarna kuning, aroma coklat.

C. Uji Organoleptik Cokelat Bubuk

Kemudian dilakukan juga uji organoleptik terhadap cokelat bubuk

meliputi uji warna, uji aroma, uji rasa dan juga uji keseluruhan. Panelis yang

melakukan pengujian berjumlah 30 orang. Pada uji warna nilai keseluruhan dari

uji untuk cokelat fermentasi senilai 2.47, untuk cokelat non fermentasi senilai

2.70. Semakin kecil angka yang didapat maka tingkat kesukaan pada pengujian

semakin tinggi. Begitupun pada uji aroma, nilai aroma cokelat fermentasi lebih

disukai dengan total nilai 2.87 sedangkan cokelat non fermentasi bernilai 3.00. Uji

rasa menunjukkan hal yang serupa, cokelat fermentasi bernilai 3.13, sedangkan

cokelat non fermentasi bernilai 3,23. Namun pada uji secara keseluruhan, nilai

cokelat non fermentasi ternyata lebih disukai dengan nilai 2.8 sedangkan cokelat

fermentasi kurang disukai dengan nilai 2.9. Terjadi ketidakwajaran, karena pada

3 uji sebelumnya bubuk cokelat ynag berasal dari cokelat hasil fermentasi lebih

disukai, namun saat uji keseluruhan ternyata cokelat non fermentasi yang kebih

disukai. Hali ini disebabkan panelis yang melakukan uji ini adalah termasuk

panelis tak terlatih.

3. KOMODITAS TEH (Camelia sinensis)

A. Analisa fisik

Teh merupakan salah satu komoditas bahan penyegar yang potensial di

Indonesia. Teh pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1684. Komoditas teh

dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh (Camelia sinensis) melalui proses

Page 38: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

38

pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan cara / proses pengolahannya, teh

dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong dan teh hitam.

Tehh hijau dibuat dengan cara menginaktifasi enzim oksidase / fenolase yang ada

dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau penguapan

menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat

dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi

enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Sementara, teh oolong dihasilkan

melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling /

penggulungan daun dengan tujuan untuk menghentian proses fermentasi. Oleh

karena itu, teh oolong disebut sebagai teh semi-fermentasi, yang memiliki

karakteristik khusus dibandingkan teh hitam dan teh hijau.

Perbedaan ketiga jenis teh tersebut secara umum dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 8. Perbedaan Umum antara Teh Hijau, Teh Oolong dan Teh Hitam

Teh Hijau Teh Oolong Teh Hitam

Fermentasi dicegah Fermentasi sebagian Fermentasi penuh

Konstituen natural leaf dipertahankan Minyak essensial

berkembang

Konsentrasi tinggi akan

minyak essensial

Hasil akhir menunjukkan

dipabrik/daerah dimana teh itu dibuat

Tanin tetap/tidak

berubah

Sedikit menyerupai

natural leaf

Sumber : Djoehana Setyamidjaja, 2006

Pada praktikum ini dilakukan uji fisik yang meliputi analisa petikan,

aroma, dan, warna. Dalam proses pengolahan teh, mutu teh yang dihasilkan

berbeda-beda dari setiap perkebunan. Mutu teh yang dihasilkan sangat bergantung

pada sistem petikan yang dilakukan. Pemetikan teh adalah pekerjaan memungut

sebagian dari tunas-tunas teh beserta daunnya yang masih muda, untuk kemudian

diolah menjadi produk teh kering yang merupakan komoditi perdagangan.

Pemetikan harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan sistem petikan dan

syarat-syarat pengolahan yang berlaku. Pemetikan berfungsi pula sebagai usaha

membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara

Page 39: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

39

berkesinambungan. Di bawah ini merupakan sistem petikan menurut cara

konvensional

Tabel 9. Sistem Petikan Konvensional

No Sistem Petikan Rumus Petikan

1 Imperial p/...

2 Halus sekali p+1 / k+1 atau p+1 / k+2

3 Halus P+2 / k+1 berikut b+1 / k+1

4 Sedang / Medium P+2 / k+1 berikut p+3m / k+1 dan b+1 / k+1

5 Kasar P+3 / k+1 berikut b+1 / k+1

6 Kasar sekali P+4 / k+1 berikut b+1 / k+1

Menurut literatur terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar

kualitas pucuk tersebut tetap terjaga:

1. Dalam pengangkutan daun segar tidak boleh terlalu ditekan, agar tidak

terjadi pra fermentasi yang tidak diinginkan.

2. Harus dihindari dari terik sinar matahari, agar tidak terjadi perubahan

kimia seperti daun berwarna kemerah-merahan atau mengering.

3. Tidak boleh terlalu lama ditumpuk sebelum dilayukan

Senyawa tanin / katekin merupakan senyawa yang sangat kompleks dan

tidak berwarna dan paling penting pada daun teh karena dapat menentukan

kualitas daun teh. Hampir semua sifat produk teh termasuk didalamnya warna,

rasa dan aroma secara langsung maupun tidak langsung, dihubungkan dengan

modifikasi pada katekin ester menjadi katekin non ester dapat menurunkan rasa

pahit dan sepat dari teh hijau (Setyamidjaja, 2000).

Sistem petikan adalah beberapa daun (muda) yang dipetik dibawah kuncup

(peko) atau beberapa helai daun yang tertinggal dibawah daun kepel pada ranting

setelah dilakukan pemetikan. Menurut Nasution dan Wachyudin (1975), ranting

peko adalah ranting yang masih mempunyai kuncup (peko) yang masih tergulung

dan tumbuh aktif sedangkan ranting burung adalah ranting yang tidak mempunyai

kuncup dan merupakan ranting yang tumbuh aktif.

Ada berbagai tipe petikan teh dari kebun, yaitu petikan halus, petikan

sedang, dan petikan kasar. Untuk petikan halus yaitu P+1 artinya petikan dengan

Page 40: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

40

1 peko dan 1 daun muda di bawahnya. Petikan sedang adalah petikan pucuk

ditambah 2 helai daun tua dan 3 helai daun muda dibawahnya (P+2, P+3),

sedangkan petikan kasar adalah petikan pucuk ditambah 3 helai daun tua di

bawahnya atau lebih. Petikan yang baik atau petikan medium adalah P+1, P+2,

P+3, dan pucuk burung (B+1M).

Untuk mengetahui kualitas dari petikan teh, maka dilakukan analisis petik.

Tujuan dari analisa petik adalah untuk menilai hasil kebun atau tanaman, menilai

ketepatan atau ketelitian pemetik, dan menentukan harga atau upah karyawan di

kebun. Analisa petik dilakukan berdasarkan rumus petik, apabila persentase dari

pucuk P+4 dan P+5 terlalu banyak berarti giliran petik terlalu lama atau terlalu

panjang. Apabila persentase dari pucuk burung yang banyak, berarti keseluruhan

tanaman kurang baik atau tanaman dalam keadaan dorman. Untuk analisis

petikan, minimal terdapat pucuk petikan medium sebanyak 55%.

Berdasarkan analisa petik yang dilakukan, saat praktikum terlihat bahwa

secara keseluruhan tipe petikan yang relatif banyak adalah petikan sedang yaitu

P+2 dan P+3 yang masing-masing berjumlah 23 dan 22, sedangkan persentase

petikan medium dari petikan ini lebih dari 55%. Hal ini menunjukkan bahwa daun

teh tersebut berkualitas baik, sehingga dapat diperkirakan bahwa mutu bubuk teh

yang dihasilkan akan baik. Selain itu berdasarkan analisa petikan ini dapat

diketahui bahwa ketelitian pemetik dapat dikatakan baik, ketelitian dan ketepatan

pemetik ini akan berpengaruh pada upah yang akan diterima dari setiap pemetik.

P+1 P+2 P+3 P+4 P.burung0

5

10

15

20

25

Perbandingan Analisa Petikan

Jumlah Pucuk (buah)

Gambar 17. Perbandingan Analisa Petikan

Page 41: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

41

B. Proses Pengolahan

Teh Hijau

Tahapan pengolahan teh hijau terdiri dari pelayuan, penggulungan,

pengeringan pertama, pengeringan kedua, sortasi kering, serta pengemasan.

Namun pada dasarnya, pengolahan teh hijau itu merupakan rangkaian proses fisik

dan mekanis tanpa atau dengan sedikit proses fermentasi terhadap pucuk teh

dengan menggunakan sistem panning atau sangrai. Untuk mendapatkan teh hijau

dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar mutu permintaan pasar,

diperlukan suatu program pengolahan yang benar, terarah, dan sesuai dengan

prinsip-prinsip pengolahan yang efisien dan berkesinambungan. Disamping itu,

diperlukan bahan baku (pucuk) yang bermutu tinggi minimal 60% halus (muda)

dan kerusakan pucuk serendah mungkin (5%). Di bawah ini merupakan tahapan

proses pengolahan teh hijau.

a. Pelayuan

Proses Pelayuan pada teh hijau bertujuan untuk menginaktifkan enzim

polifenol oksidase dan menurunkan kandungan air dalam pucuk, agar pucuk

menjadi lentur dan mudah digulung. Proses pelayuan dilakukan sampai pada

tahap layu tertentu, yang sifat pelayuannya berbeda dibanding dengan cara

pelayuan teh lokal. Pelayuan harus segera dilakukan setelah daun teh dipetik.

Daun teh harus segera diolah di pabrik pengolahan secepat mungkin dengan

transportasi yang efisien yang merupakan aspek penting dalam pengolahan teh

untuk meminimalkan kerusakan.

Menurut Arifin (1994), perubahan kimia yang terjadi selama pelayuan

antara lain dalam proses respirasi akan terjadi penurunan gula oleh oksigen

menjadi energi dan karbondioksida. Apabila gula berangsur-angsur berkurang

maka akan terombak pula senyawa-senyawa lain hasil metabolisme yang terlebih

dahulu menjadi gula.

Suhu pelayuan harus sama (stabil) agar dapat dicapai tingkat layu yang

tepat. Tingkat layu pucuk dinilai berdasarkan presentase layu, yaitu perbandingan

berat pucuk layu terhadap pucuk basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase

layu teh hijau lokal adalah 60-70%, dan untuk teh hijau ekspor sekitar 60%

dengan tingkat kerataan layuan yang baik. Tingkat layu yang tepat ditandai

Page 42: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

42

dengan keadaan pucuk layu yang berwarna hijau cerah, lemas, dan lembut, serta

mengeluarkan bau yang khas (Setyamidjaja, 2000). Kriteria untuk menentukan

tingkat kelayuan daun antara lain:

bentuk daun lemas, agak lekat seperti daun yang dimasukkan dalam air

panas.

warna daun hijau kekuning-kuningan atau hijau muda

air seduhan daun layu jernih dengan sedikit warna hijau atau pucat

kadar air 65-70%.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pelayuan adalah kondisi

bahan dasar, tebal hamparan, suhu dan waktu pelayuan, kelembaban udara dan

kecepatan gerakan udara.

b. Penggulungan

Penggulungan pada pengolahan teh hijau bertujuan membentuk mutu

secara fisik, karena selama penggulungan, pucuk teh akan dibentuk menjadi

gulungan-gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Penggulungan dilakukan satu

kali agar tidak terjadi penghancuran daun teh yang terlalu banyak, yang dapat

meningkatkan jumlah bubuk dengan mutu yang kurang menguntungkan. Lama

penggulungan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit dihitung sejak pucuk layu

masuk mesin penggulung. Pada praktikum ini penggulungan tidak dilakukan

dengan mesin, melainkan dengan cara manual mengggunakan tenaga tanagn

manusia.

c. Pengeringan

Pengeringan pada teh hijau bertujuan untuk menurunkan kadar air dari

pucuk yang digulung hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di

permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk

gulungan teh jadi.

Pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Yang biasa dilakukan

oleh para petani diantaranya adalah:

1. Daun yang telah digulung, dipanaskan/disangrai diatas panci besi atau

tanah yang dipanasi dari bawah

2. Daun yang telah digulung dikeringkan dengan cara digarang. Untuk

menggarang ini diperlukan tungku. Dinding mulut lubang tungku yang

Page 43: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

43

mengarah keatas dibuat sedikit lebih tinggi supaya tidak terlalu panas.

Untuk memperoleh pemanasan yang rata, suhu jangan terlalu tinggi, dan

supaya tidak berasap, digunakan arang kayu sebagai bahan bakar. Lama

pengeringan sekitar 30 menit. Daun dianggap telah kering apabila

digenggam dengan tangan lalu ditekan akan berbunyi ‘krak’ karena ada

daun-daun yang patah.

Pada praktikum ini pengeringan dilakukan dengan menggunakan wajan

yang dipanasi di atas kompor gas.

c. Sortasi

Setelah pengeringan selesai, teh hijau diangkat dari tempat penyangraian

kemudian diangin-anginkan sampai dingin dan disortasi. Pada pengolahan teh

hijau dikenal dua macam sortasi yaitu sortasi basah dan sortasi kering.

Pada sortasi kering, teh yang berasal dari pengeringan masih heterogen

atau masih bercampur baur, baik bentuk maupun ukurannya. Selain itu teh masih

mengandung debu, tangkai daun dan kotoran lain yang berpengaruh terhadap

mutu teh nantinya. Untuk itu, dibutuhkan proses penyortiran atau pemisahan yang

bertujuan untuk mendapatkan bentuk dan ukuran teh yang seragam sehingga

cocok untuk dipasarkan dengan mutu terjamin.

Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan, memurnikan dan

mengelompokkan jenis mutu teh hijau dengan bentuk ukuran yang spesifik sesuai

dengan standar teh hijau. Menurut Setyamidjaja (2000), pada prinsipnya, sortasi

kering teh hijau adalah:

memisahkan keringan teh hijau yang banyak mengandung jenis mutu

ekspor,

memisahkan partikel-partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran yang

relatif sama kedalam beberapa kelompok (grade), kemudian

memisahkannya dari tulang-tulang daunnya,

melakukan pemotongan dengan tea cutter bagian-bagian teh yang

ukurannya masih lebih besar dari jenis mutu yang dikehendaki,

setelah hasil sortasi teh hijau terkumpul menjadi beberapa jenis

dilakukan polishing dengan menggunakan mesin polisher,

Page 44: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

44

hasil sortasi ini dikelompokkan kedalam jenis-jenis mutu teh hijau sesuai

dengan mutu yang ada.

Sedangkan sortasi basah bertujuan untuk memisahkan bagian yang halus

(bubuk) dan bagian yang kasar (badag) sehingga diperoleh bubuk yang seragam,

supaya hasil fermentasi sempurna dan pengeringan dapat merata.

Pada praktikum ini, dilakukan uji organoleptik dari bubuk teh hijau yaitu

dilakukan pengamatan terhadap warna, aroma dan rasa dari bubuk teh yang

dihasilkan. Berdasarkan data yang diperoleh warna dari bubuk teh hijau adalah

hijau atau hijau kecoklatan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Arifin

(1994) bahwa pada kenampakan luar warna teh kering adalah hijau muda atau

hijau kehitam-hitaman.

Sedangkan untuk hasil seduhan, warna seduhan dari teh hijau adalah hijau

kekuningan. Oleh karena warna dari seduhan teh hijau kurang disukai oleh

panelis. Untuk aroma yang dihasilkan pada teh hijau tidak terlalu wangi tetapi

tidak apek dan rasa yang dihasilkan teh hijau lebih sepet dari teh hitam. Hal ini

disebabkan pada pengolahan teh hijau tidak melalui proses fermentasi.

Pada praktikum ini pembuatan teh hijau dilakukan oleh dua kelompok, dan

rendemen yang dihasilkan dari kedua kelompok tersebut berbeda. Rendemen yang

dihasilkan kelompok 3 lebih besar daripada rendemen yang dihasilkan kelompok

1 yaitu sebesar 50,56 %, dan rendemen teh hijau kelompok 4 yaitu sebesar 27.65.

3 40

10

20

30

40

50

60

Rendemen Teh Hijau(%)

Rendemen (%)

Kelompok

Gambar 18. Perbandingan rendemen teh hijau

Page 45: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

45

Teh Oolong

Teh oolong merupakan gabungan dari teh hitam dan teh hijau, karena

proses pengolahan teh oolong merupakan peralihan dari pengolahan teh hitam dan

teh hijau. Teh tersebut di proses dengan cara semi fermentasi. Fermentasi pada

proses pengolahan teh oolong berlangsung dengan cepat, sesudah dan sebelum

penggulungan.

Pengolahan teh oolong dimulai dengan proses pelayuan yang sangat lunak

sebelum digulung. Teh yang dihasilkan berwarna coklat kehijau-hijauan dan

mengandung ‘tip’. Teh ini berukuran panjang, kasar dengan bentuk yang tidak

seragam dan dengan rasa yang sedang.

Gambar 19. Pengolahan teh oolong saat proses pengeringan

Pada praktikum ini pembuatan teh oolong dilakukan oleh empat

kelompok, dan rendemen yang dihasilkan dari tiap kelompok tersebut berbeda.

Rendemen tertinggi yang dihasilkan terdapat pada kelompok 8 yaitu sebesar 37,12

%, sedangkan rendemen terendah dihasilkan oleh kelompok 1 yaitu sebesar 4,24

%.

1 5 8 9 1005

10152025303540

Rendemen Teh Oolong(%)

Rendemen (%)

Kelom-pok

Gambar 20. Perbandingan rendemen teh oolong

Page 46: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

46

Teh hitam

Teh hitam dihasilkan dari dua macam teh yaitu teh daun dan teh bubuk.

Teh daun adalah bubuk teh yang berasal dari daun teh dan mengalami

penggulungan sempurna selama pengolahan. Teh bubuk (dust) adalah bubuk teh

yang selama pengolahannya tidak tergulung akan tetapi tersobek sehingga

diteruskan dengan menghancurkannya. Diantara keduanya terdapat teh remuk

(Nasution, Z. dan Wahyudin, 1975).

Menurut Nasution, Z. dan Wahyudin (1975) pengolahan teh hitam

mengalami beberapa tahapan, yaitu pelayuan, penggulungan, pemeraman atau

fermentasi, pengeringan dan sortasi.

Pada praktikum, proses pengolahan teh hitam sama seperti pengolahan teh

hitam pada umumnya. Namun saat praktikum tidak dilakukan pelayuan terlebih

dahulu, melainkan langsung dilakukan proses penggulungan dan diasumsikan

bahwa telah terjadi pelayuan. Proses pelayuan sendiri adalah proses penguapan

secara alamiah pada daun, dengan pelayuan maka penurunan kadar akan terjadi

secara perlahan-lahan. Tujuan dari proses pelayuan ini adalah menghasilkan daun

layu dari berbagai ragam tanaman teh dengan kadar air daun layu relatif seragam

sehingga menjadi lembut dan layu serta mudah digiling.

Terdapat dua cara pengolahan teh hitam, yaitu orthodox dan CTC

(Crushing, Tearing, Curling). Perbedaan proses terletak pada tingkat pelayuan

dan sifat penggulungannya. Pada sistem orthodox diperlukan tingkat pelayuan

berat dengan penggulungan yang ringan, sedangkan CTC menggunakan pelayuan

ringan dengan penggulungan yang keras. Perbedaan rasa dari kedua sistem

tersebut adalah sistem orthodox mempunyai kelebihan pada segi kualitas dan

flavor sedangkan CTC mudah larut, warna seduhan lebih tua dan rasa yang lebih

kuat. (Herzaman, 1998).

Proses penggulungan yang dilakukan dengan menggunakan mesin

penggulung. Berdasarkan gerak meja dan silinder dikenal dengan dua macam alat

penggulung yaitu “single action roller” dan double action roller. Perbedaannya

pada single action roller salah satu antara meja atau silinder berputar sedangkan

lainnya tetap. Proses penggulungan pada praktikum menggunakan single action

roller dengan penggulungan berulang-ulang. Pada awal proses penggulungan di

Page 47: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

47

praktikum, bahan baku teh yang digunakan tiap kelompok dimasukkan sendiri-

sendiri. Namun hasilnya, daun teh tidak tergulung sama sekali atau tergulung

tidak sempurna. Sehingga teh dari semua kelompok dimasukkan secara sekaligus

ke dalam alat penggulung dengan waktu sekitar 25 menit.

Selama proses penggulungan cairan sel akan terperas dan tersebar menjadi

lapisan-lapisan tipis dan sebagai awal terjadinya proses fermentasi (oksidasi).

Akibat proses penggulungan timbul panas akibat gesekan-gesekan dan proses

oksidasi polifenol yang ekstotermik.

Setelah proses penggulungan dilakukan proses fermentasi, dari lima

kelompok yang membuat teh hitam diberi perlakuan fermentasi dengan waktu

fermentasi yang berbeda selang waktu selama 30 menit hingga 150 menit dan

suhu fermentasi yang berbeda. Pada praktikum yang dijadikan tempat fermentasi

adalah lemari pendingin, empat kelompok di simpan pada bagian tengah lemari

pendingin, sedangkan satu kelompok disimpan pada freezer. Di dalam proses

fermentasi terjadi oksidasi polifenol yang menghasilkan theaflavin dan proses

berikutnya menghasilkan thearubigin.

Proses fermentasi membentuk aroma pada bubuk teh, karena banyak

senyawa yang menguap. Perbedaan waktu fermentasi dan suhu dimaksudkan

untuk melihat hasil yang optimum dengan menghasilkan seduhan teh yang

optimum. Proses terakhir dalam pengolahan teh hitam adalah proses pengeringan.

Pengeringan pada praktikum menggunakan oven selama 10 menit, selama proses

pengeringan, enzim yang dibutuhkan untuk proses fermentasi menjadi tidak aktif.

Selama proses pengeringan tidak dianjurkan menggunakan suhu yang terlalu

tinggi karena akan berakibat ketajaman rasa air seduhannya, namun akan

memberikan keawetan hasil akhir yang tinggi.

Dari data uji organoleptik teh hitam yang dihasilkan baik rasa, warna dan

aroma menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara teh hitam dari masing-

masing kelompok, sehingga dari praktikum tidak terlihat perbedaan perlakuan

lama fermentasi dan suhu akan menyebabkan perbedaan rasa atau aroma.

Kemungkinan akibat panelis yang dijadikan tidak terlatih untuk menguji

organoleteptik dari teh hitam, ditambah tidak adanya penambahan gula pada teh

tersebut. Sedangkan rendemen yang dihasilkan pada pengolahan teh hitam, nilai

Page 48: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

48

tertinggi dihasilkan oleh kelompok 11 dengan 28,8%, lost yang hilang dapat

berupa kadar air atau daun teh yang tersisa selama proses.

2 6 7 110

5

10

15

20

25

30

Rendemen Teh Hitam (%)

Rendemen (%)

Kelompok

Gambar 21. Perbandingan rendemen teh hitam

Teh Oolong Teh Hijau Teh Hitam05

10152025303540

Perbandingan Rendemen Teh Oolong, Teh hijau dan Teh hitam (%)

Rendemen (%)

Gambar 22. Perbandingan rendemen teh Oolong, teh hijau dan teh hitam.

Berdasarkan grafik perbandingan di atas maka nilai rendemen terbesar

yang selama pengolahan teh adalah teh hijau sebesar 39.105 %, kemudian teh

oolong sebanyak 25.312 % dan terakhir teh hitam senilai 19.712 %. Hal ini

disebabkan karena pengolahan teh hijau yang tidak melalui tahap fermentasi,

sehingga kemungkinana terjadinya loss tidak terlalu besar.

Teh instant

Teh instan dibuat dari 3 jenis teh yang telah diolah sebelumnya.

Pembuatan teh instan sama dengan pembuatan kopi instan, yaitu dengan

menggunakan vakum dryer. Hasil penguapan dengan cara vakum menghasilkan

Page 49: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

49

partikel-partikel kecil dan tebal, sedangkan penguapan dengan ‘spray dryer’

menghasilkan ‘instant tea’ dengan ukuran partikel kecil seperti bubuk. Perbedaan

hasil ini disebkan oleh karena perbedaan kecepatan penguapan.

Uji organoleptik dilakukan oleh 20 orang panelis terhadap warna, aroma ,

rasa serta keseluruhan. Untuk uji warna, panelis cenderung menyukai teh hitam

dan kurang menyukai teh hijau. Begitu pula dengan uji warna, teh hitam paling

disukai sementara teh oolong tidak terlalu disukai. Sama halnya saat uji rasa, teh

hoityam menjadi teh yang paling disukai, sementara teh hijau kurang disukai.

Sementara itu untuk uji organoleptik secara keseluruhan dapat dilihat bahwa

panelis menyukai teh hitam dan kurang menyukai teh oolong.

Gambar 23. Teh instan sebelum digiling

4. KOMODITAS TEMBAKAU (Nicotiana tobaccum)

Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman

genus Nicotiana. Tembakau dapat dikonsumsi, digunakan sebagai pestisida, dan

dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Jika dikonsumsi, pada

umumnya tembakau dibuat menjadi rokok, tembakau kunyah, dan sebagainya.

Di Indonesia, tembakau yang baik (komersial) hanya dihasilkan di daerah-

daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh lokasi penanaman dan

pengolahan pascapanen. Akibatnya, hanya beberapa tempat yang memiliki

kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik, tergantung produk sasarannya.

Page 50: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

50

Berikut adalah jenis-jenis tembakau yang dinamakan menurut tempat

penghasilnya.

Tembakau Deli, penghasil tembakau untuk cerutu

Tembakau Temanggung, penghasil tembakau rajangan untuk sigaret

Tembakau Vorstenlanden (Yogya-Klaten-Solo), penghasil tembakau untuk

cerutu dan tembakau sigaret (tembakau Virginia)

Tembakau Besuki, penghasil tembakau srintil untuk sigaret

Tembakau Madura, penghasil tembakau untuk sigaret

Tembakau Lombok Timur, penghasil tembakau untuk sigaret (tembakau

Virginia). (http://id.wikipedia.org/wiki/Tembakau, 2009).

Gambar 24. Daun Tembakau (www.tanyuri.files.wordpress.com)

Pengolahan daun tembakau terdiri dari 2 cara, yaitu dilakukan

pengomprongan menjadi tembakau kerosoh (dalam hal ini daun masih dalam

bentuk utuh / tidak dilakukan perajangan), sedangkan cara kedua adalah melalui

proses perajangan. Pada praktikum ini dilakukan pengamatan fisik terhadap daun

tembakau yang dengan perlakuan tersebut, namun proses pengomprongan tidak

dilakukan dalam rumah pengomprongan tapi hanya digantung di laboratorium.

Pengamatan dilakukan terhadap warna dan dan aroma, sedangkan untuk daun

yang digantung diamati pula kekuatan sobeknya.

Seharusnya tembakau yang dipetik adalah tembakau yang telah masak.

Pemetikan daun dilakukan setelah tanaman berumur 65-70 HST. Panen tembakau

dilakukan secara bertahap mulai dari daun bawah ke atas dengan memetik daun

yang benar-benar matang. Pemetikan daun harus dilakukan dengan benar dan

tepat baik waktu baik tepat waktu, cara dan kriteria kematangan daun yang

Page 51: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

51

dipanen. Pada praktikum ini tembakau yang digunakan sudah kelewat masak, hal

ini terlihat dari penampakan secara visual yang ditunjukkan oleh ciri warna daun

tembakau tidak merata, terdapat daun yang berwarna hijau, hijau kekuningan,

kuning dan kecoklatan serta ada pula bagian daun yang sudah terdapat bintik-

bintik hitam, dan terdapat bagian-bagian yang sudah agak mengering terutama

pada bagian tepi dan ujung daun, dan daun sudah kurang elastis namun tidak

terlalu kering atau retak sehingga bermutu rendah.

Tingkat kemasakan tembakau yang digunakan tergolong bermutu rendah

karena lewat masak, tembakau yang memiliki mutu tinggi adalah tepat masak

yang memenuhi ciri-ciri yang disebutkan oleh Badri et al (1994) yaitu

kematangan daun di pohon sesuai dengan posisi daun pada tanaman, yaitu:

- Pemetikan daun bawah (3-4 lembar), daun mendekati kehijau-hijauan,

gagang daun keputih-putihan.

- Pemetikan daun tengah (4-6 lembar), daun yang telah matang, kuning

kenanga,

- Petikan daun atas (6-9 lembar), daun yang telah matang benar.

- Petikan daun pucuk (4-7 lembar), daun yang benar-benar matang.

Selain itu tanda-tanda kematangan daun yang tepat untuk dipetik yaitu:

- Warna daun berubah, tulang daun, gagang daun keputih-putihan.

- Ujung daun mengering.

- Adanya bintik-bintik Corcospora pada daun.

Tingkat kemasakan daun saat dipetik sangat menentukan mutu krosok.

Tingkat kemasakan daun tembakau dapat terbagi menjadi tiga kelas yaitu kurang

masak, tepat masak dan kelewat masak. Mutu tembakau yang rendah sebanding

bobot tembakau yang dihasilkan, yaitu lebih rendah akibat banyak senyawa

penyusun mutu yang telah mengalami perombakan pada saat daun masih di

pohon.

Selain tingkat kemasakan yang terlalu masak, tembakau yang diuji

bermutu rendah karena tembakau yang digunakan merupakan tanaman yang telah

tumbuh beberapa kali dan telah melalui lebih dari satu kali pemanenan. Hal ini

dapat dilihat dari ukuran daun yang sudah mengecil dari ukuran tembakau normal

yang hanya mengalami satu kali pemanenan dan pucuk-pucuk tembakau yang

Page 52: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

52

diuji sudah mengecil dan tidak terbuka, berbeda dengan tembakau normal yang

memiliki daun sebanyak 26 sampai 32 helai dengan komposisi daun sebagai

berikut :

1. Daun tanah (DT) 3 lembar

2. Daun kaki pertama (DKP) 4 lembar

3. Daun kaki atas (DKA) 5-6 lembar

4. Daun madya pertama (DMP) 6 lembar

5. Daun madya tengah (DMT) 3-6 lembar

6. Daun madya atas (DMA) 3-4 lembar

7. Daun pucuk (DP) 3 lembar.

Gambar skema letak daun dan bentuk daun tembakau dapat dilihat pada gambar 1

berikut:

Gambar 25. Skema letak daun dan bentuk daun tembakau

Sumber : Nasution, 1985.

Keterangan :

A = daun koseran

B = daun kaki

C = daun tengah

D = daun pucuk.

Nasution (1985) kembali menjelaskan mengenai ciri-ciri daun tembakau

yang baik untuk dipetik sebagai berikut:

1. Daun tanah, berwarna kekuning-kuningan dan banyak terdapat warna belang

pada bagian daun tersebut.

Page 53: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

53

2. Daun kaki pertama, berwarna kekuning-kuningan dan belang.

3. Daun kaki atas, yang memiliki warna sama dengan daun kaki pertama.

4. Daun madya pertama, memiliki warna daun yang sama dengan daun atas.

5. Daun madya tengah, memiliki warna yang sama dengan daun atas.

6. Daun madya atas, berwarna saksen.

7. Daun pucuk, berwarna belang sakgeblog.

Pemetikan daun tembakau ini sebaiknya dilakukan pada pagi hari saat

embun sudah hilang. Dilakukan pada daun yang benar-benar matang, dengan cara

membelakangi matahari agar tidak salah warna. Daun yang sudah dipetik

langsung ditempatkan pada wadah yang bersih beralaskan tikar, jangan diletakkan

pada tanah berlumpur atau tanah basah.

Pada praktikum, selain diamati warna daun yang berwarna tidak seragam,

diamati pula ukuran, tekstur, elastisitas, dan perbedaan letak daun pada batang.

Pada daun bagian bawah yaitu daun tanah memiliki panjang dan lebar relatif lebih

besar dibanding ukuran daun bagian atas namun memiliki ketebalan yang tipis,

begitu seterusnya semakin atas ukuran daun semakin mengecil. Tekstur daun

menunjukkan ketidakseragaman dimana terdapat daun yang layu dengan

elastisitas tinggi dan terdapat pula daun yang sudah mulai mengering dan kurang

elastis.

Pada umunya tembakau dapat diperdagangkan dalam bentuk tembakau

krosok (lembaran kering), sedangkan tembakau yang dikonsumsi langsung

diperdagangkan dalam bentuk rajangan, antara lain rokok putih, tembakau pipa,

tembakau kunyah (chewing tobacco), smoking tobacco, tembakau isap, serta

cerutu. Tembakau krosok dan tembakau rajangan ini dibedakan berdasarkan jenis

pengolahannya.

Pada praktikum ini dilakukan dua jenis pengolahan daun yaitu:

1. Pengolahan Daun Tembakau Krosok

Pengolahan daun tembakau ini bertujuan agar tembakau yang dihasilkan

masih dalam bentuk lembaran kering tanpa melalui proses perajangan terlebih

dahulu. Pada praktikum ini dilakukan beberapa tahapan pengolahan yaitu:

Page 54: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

54

- Pengerjaan daun basah

Daun tembakau pada tangkai dibawa ke tempat pengolahan, dalam hal ini

laboratorium. Kemudian dilakukan penyujenan pada daun tembakau, yaitu

menusukkan gagang daun tembakau pada bilah bambu atau biting dengan panjang

sekitar 40 cm. Penyujenan daun dilakukan dengan jumlah daun tembakau pada

sujen sebanyak 12 buah daun yang disusun saling membelakangi dan berhadapan

sesuai dengan muka yang saling berhadapan. Bagian daun muka yang halus dan

relatif berbulu harus berhadapan dengan bagian daun yang sama. Sama halnya

dengan bagian belakang daun yang memiliki tekstur lebih kasar harus berhadapan

dengan bagian daun yang sama dan diberikan jarak yang cukup antar pasangan

daun. Penyusunan seperti ini bertujuan agar daun tidak saling berhimpitan antar

pasangan pada saat dicuring dan memperlancar aliran udara panas. Sujen

kemudian disusun pada dua bilah besi pada lemari besi. Namun pada skala

produksi, sujen kemudian disusun pada gelantang, satu pasang gelantang terdiri

dari 10 sujenan daun. Selanjutnya gelantang yang telah dimuati daun tembakau

diatur di atas tingkatan. Penyujenan dan penggantungan daun tembakau yang

dilakukan pada praktikum ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 26. Penyujenan dan penggantungan daun tembakau.

Menurut Nasution (1985), dalam melakukan pekerjaan penyujenan perlu

mengikuti beberapa ketentuan berikut ini:

a. Untuk daun panjang I (45 cm ke atas) 6 atau 8 helai daun per biting atau jarak

antara tangkai-tangkai daun lebih kurang 3 jari.

b. Untuk daun panjang II (35 sampai 45 cm) 10 sampai 12 helai daun per biting

atau jarak antara tangkai-tangkai daun lebih kurang dua setengah jari.

Page 55: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

55

c. Untuk daun panjang III (25 sampai 35 cm) 16 sampai 13 helai daun per biting

atau jarak antara tangkai-tangkai daun lebih kurang dua jari.

d. Untuk daun panjang IV (kurang dari 25 cm) 20 sampai 22 helai daun per biting

atau jarak antara tangkai-tangkai daun lebih kurang satu setengan jari.

Ketentuan tersebut dimaksudkan agar jumlah daun per biting tidak terlalu

berdekatan, karena jika jarak antar sujenan terlalu berdekatan maka aerasi udara

akan terhambat dan daun muda menjadi busuk. Pada praktikum ini daun yang

telah disujen hanya digantungkan saja pada bilah besi lemari laboratorium,

sedangkan pada kegiatan skala produksi setelah penyujenan dilakukan kegiatan

peletakan biting pada dolok, yaitu batang bambu bulat yang panjangnya rata-rata

3,25 meter dan berfungsi sebagai tempat dimana biting-biting yang berisi daun

sujenan diikatkan. Satu dolok biasanya terdiri dari 9 sampai 10 biting. Dolok-

dolok yang telah berisi daun tembakau kemudian diletakkan pada gelantangan.

Gelantangan yaitu susunan kerangka bambu yang dipasang secara melintang pada

setiap kamar dari los pengering. Setiap kamar los pengering mempunyai 48

gelantangan (Nasution, 1985).

- Pengeringan

Setelah dilakukan penggantungan sujen, tahapan proses berikutnya adalah

pengeringan. Pengeringan adalah proses biologis yang menyebabkan perubahan

daun baik warna maupun kandungan air yang biasanya 80% sampai dengan 90%

dan 10% sampai dengan 20% bahan padat, diperkirakan 25% dari bahan padat

adalah tepung dan sisanya mineral-mineral, zat warna, senyawa biokimia dan

jaringan sel (Badri et al, 1994).

Pada praktikum ini pengeringan dilakukan selama 21 hari, dan dilakukan

pengamatan sebanyak 1 minggu sekali. Hasil yang diinginkan adalah tembakau

krosok yang berwarna kuning limau, namun dengan menggunakan pengeringan

manual atau alami ini hasil yang diperoleh berwarna coklat. Daun yang telah

diberi perlakuan pengeringan menunjukkan perubahan menjadi kecoklatan secara

bertahap, semakin lama waktu pengeringan warna coklat pada daun semakin

merata.

Perubahan fisik lain yang terjadi dilihat dari perubahan elastisitas, dimana

pada awal pengeringan elastisitas menjadi meningkat, hal tersebut dibuktikan

Page 56: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

56

ketika daun dipukul-pukulkan tidak terjadi retak-retak tetapi lentur. Namun lama

kelamaan daun akan mulai mengering dan secara otomatis tekstur daun menjadi

kering serta berkurangnya elastisitas daun tembakau. Hal ini diuji dengan cara

yang sama yaitu dengan memukul-mukulkannya pada alas dan diketahui bahwa

daun pada saat akhir menjadi agak kering namun tidak terjadi retak-retak. Hal ini

menunjukkan kondisi pengeringan cukup baik meskipun kualitas bahan baku

tidak terlalu baik. Kondisi pengeringan pada praktikum ini yaitu pada suhu kamar

dan dengan laju alir udara alami tanpa pengaturan panas dan pengubahan kondisi

lingkungan. Kondisi daun yang awalnya terbuka lebar menjadi mengkerut layu

dan kering dengan warna kecoklatan merata pada hari ke 21 proses pengeringan.

Pada industri rokok, warna yang diharapkan adalah warna coklat muda

atau kuning limau. Warna kuning krosok berhubungan dengan kualitas krosok,

yaitu:

a. Di dalam krosok yang berwarna kuning terdapat kadar gula yang tinggi.

b. Sangat sedikit atau hampir tidak ada hasil oksidasi polyphenol-polyphenol yang

dapat merusak aroma krosok.

c. Sangat sedikit atau hampir tidak ada ikatan protein yang dapat menyebabkan

rasa tidak enak saat rokok dihisap.

Warna kuning yang diharapkan tersebut sulit diperoleh melalui cara

alami. Pada skala produksi biasanya dilakukan pengolahan dengan mendasarkan

pada cara mempercepat proses pematian daun, dengan demikian energi yang

terpakai sedikit. Selain itu waktu proses pun menjadi lebih pendek dalam rangka

pemenuhan kapasitas produksi yang dibutuhkan. Rumah pengeringan yang khusus

dipergunakan untuk pengolahan daun tembakau skala produksi disebut

omprongan, sehingga proses pengolahan dalam omprongan ini disebut

pengomprongan (curing).

Proses pengomprongan dilakukan dalam sebuah bangunan khusus yang

yang menyerupai rumah yang terbuat dari dinding batu bata yang dilengkapi

dengan pintu, jendela, ventilasi dan sistem pemanas udara dan dinamakan

bangunan pengomprongan. Di dalam omprongan terdapat rak untuk menggantung

gelantang dan terdapat oven dalam omprongan sebagai media penyedia udara

panas buatan yang akan dialirkan pada daun tembakau. Pengisian oven

Page 57: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

57

diusahakan seragam untuk satu kali pengomprongan, baik kematangan daun,

posisi pada batang, warna dan ketebalan daun. Pengisian oven seragam

memudahkan dalam pengomprongan dan sortasinya. Proses ini bertujuan untuk

memanaskan daun agar timbul aroma tembakau. Pengomprongan dapat dilakukan

dengan bahan bakar minyak tanah dan juga batu bara atau kayu.

Jika menggunakan bahan bakar minyak tanah, umumnya digunakan sistem

pengomprongan dengan flue gas secara langsung. Udara dan gas panas hasil

pembakaran dialirkan sepanjang oven baik secara paksa menggunakan blower

atau secara alami akibat perbedaan temperatur. Temperatur dikontrol dengan

mengatur bukaan kran minyak dan kelembaban diatur dengan membuka atau

menutup jendela angin di bagian ujung atas oven. Ilustrasi pengovenan tembakau

dengan bahan bakar minyak tanah dapat dilihat pada Gambar 27. Daun tembakau

disusun bertingkat-tingkat membentuk rak yang bisa mencapai 9-10 rak.

Gambar 27. Omprong tembakau bahan bakar minyak tanah

Pemanasan dengan flue gas secara langsung memiliki kelemahan vital

yaitu terbentuknya NOx yang menstimulasi terbentuknya senyawa nitrosamin

(TSNA) yang berbahaya untuk kesehatan karena merupakan senyawa

karsinogenik. Sistem distribusi udara yang dilakukan melalui pengaliran alami

(laju alir udara rendah) pada rak daun berlapis menyebabkan penjenuhan udara

dan terjadi pengembunan. Udara panas akan membawa air dari susunan rak bawah

melalui susunan rak diatasnya, akibatnya karena volume udara sedikit akan terjadi

kejenuhan yang menyebabkan terbentuknya tetes-tetes air yang jatuh dari rak atas

ke bawah. Proses penetesan ini akan terjadi secara terus-menerus jika jumlah

Page 58: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

58

udara yang dikeluarkan tidak mencukupi dan akan menyebabkan rendahnya

kualitas krosok yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya

tetes-tetes embun, laju alir udara harus ditingkatkan menggunakan blower. Untuk

mencapai target temperatur yang diinginkan, temperatur flue harus sangat tinggi,

bisa jadi melebihi temperatur maksimum pengovenan yang menyebabkan

rendahnya kualitas krosok.

Konstruksi oven dengan sistem sekali lewat (single pass) mengakibatkan

pemborosan energi. Udara panas yang keluar dari oven dibuang langsung ke

lingkungan tanpa dilakukan pengambilan kembali. Selain itu, kehilangan panas

melalui lantai dan dinding tembok juga sangat besar akibat tidak adanya isolator

pada tembok.

Akibat penggunaan flue gas secara langsung, air sebagai hasil pembakaran

bahan bakar juga bercampur masuk kedalam aliran udara panas. Hal ini

menyebabkan daya pengeringan udara menjadi berkurang. Pengendalian

kelembaban dilakukan dengan membuka jendela atas mengakibatkan pemborosan

bahan bakar. Jika udara pembakaran terlalu lembab/basah maka jendela dibuka,

yang menyebabkan aliran udara dipercepat. Akibatnya temperatur menjadi turun

seketika, dan untuk meningkatkan temperatur perlu dilakukan penampahan bahan

bakar. Siklus ini akan terjadi terus-menerus akibat kelemahan dari sistem. Hal ini

selain menyebabkan pemborosan bahan bakar juga menyebabkan rendahnya

tingkat pengontrolan yang mengakibatkan rendahnya kualitas krosok yang

dihasilkan.

Cara lain dengan menggunakan bahan bakar batu bara atau kayu. Skema

pengovenan tembakau menggunakan batubara atau kayu bakar dapat dilihat pada

Gambar 28. Mengingat gas pembakaran batu bara atau kayu sangat kotor dengan

banyak asap hitam. Pengovenan dilakukan secara tidak langsung dengan

memisahkan antara flue gas dengan udara panas. Udara dipanaskan melalui

kontak tidak langsung dengan gorong-gorong tertutup yang dibuat sebagai saluran

flue gas dibawah oven. Udara mengalir dari bagian bawah oven ke alat penukar

panas selanjutnya naik ke rak-rak daun yang tersusun bertingkat-tingkat. Sistem

pembakaran tidak langsung ini memberikan beberapa keuntungan antara lain,

krosok tembakau bebas nitrosamin karena tidak adanya NOx pada udara

Page 59: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

59

pembakaran, dan mengurangi uap air yang masuk dari hasil pembakaran

langsung.

Gambar 28. Omprong tembakau bahan bakar batu bara atau kayu bakar

Permasalahan utama dari sistem ini adalah penggunaan udara pemanas

aliran alami dan pemanasan sekali lewat (single pass). Seperti yang terjadi pada

oven minyak tanah, udara lewat jenuh akan menghasilkan tetes-tetes embun dan

mengurangi kualitas krosok. Pemborosan energi juga terjadi akibat terbuangnya

panas melalui aliran udara yang keluar dari oven. Pemborosan akibat

pengontrolan temperatur melalui pembukaan ventilasi juga terjadi pada oven

tembakau jenis ini.

Selain melalui udara keluaran, dinding, dan lantai, pemborosan energi

terutama terjadi akibat rendahnya perpindahan panas dari saluran flue ke udara

pemanasan. Jika waktu kontak rendah ditambah dengan rendahnya kapasitas

panas dan kecilnya laju alir udara menyebabkan pemborosan energi. Sebagian

besar panas terbuang melalui cerobong asap dan tidak berhasil dimanfaatkan

untuk memanaskan udara pengeringan.

Pemanasan udara menggunakan pemindah panas juga berakibat terjadinya

perbedaan temperatur yang sangat ekstrim. Agar perpindahan panasnya efisien

dan cukup untuk memanaskan udara pengeringan, sering kali saluran flue harus

sangat panas (diatas 600-1000 °C) yang menyebabkan saluran flue yang terbuat

dari metal sampai memerah membara. Hal ini sering kali menyebabkan kebakaran

oven ketika ada daun tembakau jatuh ke saluran flue tersebut.  Gradien temperatur

yang sangat ekstrim antara rak bawah dengan rak atas menyebabkan temperatur

Page 60: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

60

pengovenan melebihi batas optimum yang berakibat rusaknya krosok. (Bilad,

2009).

Adapun proses pengeringan pada pengomprongan dibagi menjadi empat

tahap yaitu penguningan, pengikatan warna, pengeringan lamina, dan tahapan

terakhir yaitu pengeringan gagang. Krosok yang baik adalah bersifat higroskopis,

mudah menarik uap air dari udara luar dengan ditandai kondisi tembakau tidak

basah dan tidak kering, apabila digenggam dapat kembali dengan mudah dan tidak

rapuh (Tirtosastro, 1998).

2. Pengolahan Daun Tembakau Rajangan

Proses pengolahan selain dalam bentuk lembaran utuh yaitu proses

pengolahan tembakau rajangan. Daun tembakau untuk keperluan pembuatan

tembakau rajangan harus memenuhi persyaratan seperti tebal, berat, keras, dan

kandungan minyak tinggi (Nasution, 1985). Sebelum dilakukan perajangan, daun

digulung dengan arah membujur atau melintang. Diameter gulungan sekitar 8-12

cm. Perajangan dilakukan dengan memotong tembakau secara melintang atau

membujur menjadi potongan-potongan kecil. Lebar potongan diusahakan setipis

mungkin antara 0.5-2 mm (Sugiyanta, 2003).

Pada praktikum ini dilakukan dua jenis rajangan yaitu rajangan melintang

yang memotong bagian tulang daun dan jenis rajangan membujur yang tidak

mengikutsertakan tulang daun (tidak memotong bagian tulang daun). Perajangan

dilakukan dengan menggunakan pisau, karena masih dalam skala kecil. Tembakau

rajangan kemudian dikeringkan atau dijemur di bawah sinar matahari pada siang

hari dan disimpan pada suhu ruang pada sore hari.. Pada saat pengeringan,

tembakau diratakan agar pengeringan terjadi secara merata. Pengeringan

berlangsung selama 1-2 hari bila cuaca baik, namun pada praktikum ini proses

pengeringan berlangsung selama seminggu Setelah kering, tembakau diangin-

anginkan agar lemas dan siap disimpan atau difermentasi selama 2-3 tahun.

Sebelum disimpan tembakau dibungkus dahulu agar kadar airnya terjaga.

Page 61: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

61

Gambar 29. Neraca massa perajangan daun tembakau secara melintang sekaligus

pengeringannya.

Sama dengan pada proses pengolahan tembakau rajangan membujur,

neraca yang dibuat hanya satu buah contoh neraca massa, yaitu kelompok 2.

Gambar 30. Neraca massa perajangan daun tembakau secara membujur sekaligus

pengeringannya.

Di bawah ini dapat dilihat gambar tembakau hasil rajangan.

Gambar 31. Hasil tembakau rajangan

Sedangkan untuk skala industri perajangan dilakukan menggunakan alat

seperti dapat dilihat dalam gambar 3.

Page 62: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

62

Gambar 32. Alat perajangan tembakau

Tembakau rajangan kemudian dikeringkan atau dijemur di bawah sinar

matahari pada siang hari dan disimpan pada suhu ruang pada sore hari.. Pada saat

pengeringan, tembakau diratakan agar pengeringan terjadi secara merata.

Pengeringan berlangsung selama 1-2 hari bila cuaca baik, namun pada praktikum

ini proses pengeringan berlangsung selama seminggu Setelah kering, tembakau

diangin-anginkan agar lemas dan siap disimpan atau difermentasi selama 2-3

tahun. Sebelum disimpan tembakau dibungkus dahulu agar kadar airnya terjaga.

Page 63: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

63

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kopi merupakan komoditi bahan penyegar yang cukup tinggi kandungan

caffeinnya. Analisa cacat pada biji mempengaruhi mutu kopi beras. Kopi beras

yang digunakan sudah cukup baik karena sekitar 73,27 %, adalah biji utuh yang

kemudian akan digunakan dalam proses pembuatan bubuk kopi dan kopi instan.

Sementara itu rendemen kopi olahan menjadi kopi bubuk berkisara antara 37,4 %

sampai 94 % dengan rata-rata rendemen 73,54 %. Sedangkan uji organoleptik

kopi bubuk secara keseluruhan menunjukkan penelis menyukai rasa kopi murni

margarin, aroma kopi murni dan rasa kopi diblend dengan jagung dan ditambah

margarin

Coklat atau kakao adalah salah satu komoditi bahan penyegar yang sangat

popular di masyarakat. Produk olahan yang umum diproduksi adalah bubuk coklat

dan lemak coklat yang kemudian dijadikan bahan baku pembuatan produk

cokelat, permen dll.. Dalam praktikum ini, proses pengolahan coklat dimulai dari

buah coklat utuh yang kemudian diambil bijinya untuk difermentasi dan

dikeringkan. Rendemen yang dihasilkan memiliki nilai yang cukup kecil yakni

sekitar 8,3 % cokelat bubuk. Hal ini disesbabkan terjadinya loss yang cukup besar

saat proses grinding (penggilingan). Semnetara itu berdasarkan uji organoleptik

terhadap rasa, aroma dan warna panelis cenderung menyukai bubuk cokelat yang

berasal dari cokelat fermentasi.

Teh merupakan tanaman berkhasiat dan sangat diminati oleh masyarakat.

Jenis petikan pada teh sangat mempengaruhi mutu dari produk dan air seduhan

teh. Semakin muda daun yang diolah, semakin bagus mutu teh tersebut.

Rendemen terbesar yang selama pengolahan teh adalah teh hijau sebesar 39.105

%, kemudian teh oolong sebanyak 25.312 % dan terakhir teh hitam senilai 19.712

%. Sementara itu berdasarkan uji organoleptik teh instan, maka teh hitam

merupakan teh yang paling disukai dan teh oolong tidak begitu disukai.

Tembakau dapat diolah menjadi tembakau kerosoh dan tembakau

rajangan. Kondisi terakhir daun tembakau kerosoh setelah pengolahan selama 21

hari adalah memiliki warna coklat, daun kering dan ada sedikit aroma tembakau

Page 64: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

64

dengan tingkat sobek yang rendah. Sementara itu untuk tembakau hasil rajangan

yang telah dikeringkan selama 7 hari belum mengeluarkan aroma tembakau.

B. Saran

Pada praktikum kali ini data yang dihasilkan belum terlalu valid dan

belum lengkap, masih banyak data yang kosong, hal ini disebabkan

kekurangtelitian praktikan dalam melakukan praktikum. Selain itu pada uji

organoleptik juga menunjukkan data yang belum terlalu sesuai. Hal ini karena

panelis yang melakukan uji merupakan panelis tak terlatih.

Page 65: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

65

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Kopi Robusta (Coffea Robusta).

http://www.lablink.or.id/Agro/Kopi/kopi-robusta.htm. Diakses pada 7

Januari 2010.

Almada, Deva P. 2009. Pengaruh Peubah Proses Dekafeinasi Kopi dalam

Reaktor Kolom Tunggal Terhadap Mutu Kopi. Tesis. Fakultas Teknologi

Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Arifin, M.S. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian Asosiasi peneliti dan Pengembangan

Perkebunan Indonesia Pusat Penelitian teh dan Kina Gambung, Bandung

Badri, M.H.S Amisastro, M. Anthana, dan K. Hardika. 1994. Standar

Operasional Kultur Teknis Tembakau. Leaf Department PT BAT

Indonesia. Surakarta. 64 hal.

Bilad, M Roil. 2009. Deskripsi dan Evaluasi Teknologi Pengovenan Tembakau

Diakses pada 2 Januari 2009.

Clifford , M. N. 1985. Chlorogenics Acids, Coffee Volume 1. Elsevier Applied

Science, London and New York.

Daga, D.J. 1983. Penjelasan Tambahan untuk Menilai Cacat pada Biji Kopi. Di

dalam Laporan Pertemuan Teknis Kopi VI. Direktorat Standarisasi dan

Pengendalian Mutu, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen

Perdagangan, Jakarta.

Gregory, Robin. 2009. Cacao beans : Criollo, Forastero and Trinitario.

rawketscience.blogspot.com. Diakses pada 2 Januari 2010.

Hartoyo, Arif. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit

Kanisius.

Herzaman, yudi. 1998. Analisis Daya Saing TEH HITAM dan pengembangan

wisata agro di PTPN VIII Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB

Page 66: Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar 1

66

http://tanyuri.files.wordpress.com/2009/02/g_tembakau12.jpg

Kustiyah, Lilik. 1985. Mempelajari Beberapa Karakteristik Kopi Bubuk dan

Berbagai Jenis Cacat Biji Kopi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nasution, Zein dan Wachyudin T. 1975. Pengolahan Teh. Departemen

Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nasution, Zein dan Wachjudin Tjiptadi, dan Goutara. 1985. Pengolahan

Tembakau. IPB Bogor : Agroindustri Press

Nasution, Z. 1985. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Jakarta : sastra

Hudaya

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurnal. Jurusan Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

Setyamidjaja, Djoehana. 2000. Teh Budidaya & Pengolahan Pascapanen.

Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Setyamidjaja, D.2006. Teh dan Pengolahannya. Kanisius, Yogyakarta.

Siregar, Tumpal H.S, S. Riyadi dan L. Nuraeni. 2003. Budidaya Pengolahan

dan Pemasaran Colelat. Jakarta : Penebar Swadaya.

Sugiyanta.2003. Diktat Kuliah tembakau. Departemen agronomi. Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Susanto, F.X. 1994. TANAMAN KAKAO, Budi Daya dan Pengolahan Hasil.

Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Tirtosastro, S. 1998. Panen dan Pengolahan daun tembakau Virginia. Dalam

tembakau Virginia. Buku 2. Balai penelitian tembakau dan tanaman serat.

Malang. Hal 77-99.

Wahyudi, T, dkk. (2008). Panduan Kakao Lengkap, Manajemen Agribisnis dari

Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Yusianto, Wahyudi, T., & Sulistyowati. (2008). Pascapanen. Dalam Panduan

Kakao Lengkap, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta:

Penebar Swadaya.

www.montosogardens.com/theobroma_cacao.htm