laporan rempah dan oleoresin

46
LAPORAN PENGETAHUAN BAHAN REMPAH-REMPAH DAN OLEORESIN Disusun oleh Kelompok A-4 : NATHANIA CHRISTIINE 6103011018 CAROLINE NATAZIA 6103011021 FELISIA PUSPITANINGSIH 6103011086 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Upload: nathchristine

Post on 14-Dec-2014

1.268 views

Category:

Documents


67 download

DESCRIPTION

Rempah merupakan bahan tambahan pangan yang biasanya ditambahkan dalam suatu masakan atau makanan. Oleoresin merupakan campuran minyak atsiri dan damar dari suatu rempah yang didapatkan dengan cara ekstraksi.Seiring banyaknya kebutuhan akan flavor dari rempah, dilakukan ekstraksi oleoresin dan minyak atsiri dalam rempah tersebut. Salah satu diantaranya adalah oleoresin dari jahe.

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Rempah Dan Oleoresin

LAPORAN PENGETAHUAN BAHAN

REMPAH-REMPAH DAN OLEORESIN

Disusun oleh Kelompok A-4 :

NATHANIA CHRISTIINE 6103011018

CAROLINE NATAZIA 6103011021

FELISIA PUSPITANINGSIH 6103011086

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

SURABAYA

2013

Page 2: Laporan Rempah Dan Oleoresin

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rempah-rempah merupakan salah satu kekayaan tumbuhan yang ada di Indonesia,

rempah pun sering dijumpai dalam setiap masakan Asia, terutama Indonesia, India, Thailand,

dll. Kebutuhan bahan alami oleoresin saat ini meningkat tajam, untuk mengekspor Indonesia

belum mampu memenuhi permintaan pasar padahal bahan baku rempah di Indonesia sangat

melimpah.

Oleoresin merupakan campuran minyak atsiri dan damar diperoleh dari hasil

ekstraksi maupun pemekatan minyak esensial dan komponen non-volatil dari rempah-

rempah. Oleoresin ini berbentuk cairan kental, pasta dan padat.

Penggunaan oleoresin untuk bahan baku flavor pada industri pengalengan daging,

minuman segar, bahan pengawet, bahan baku obat, kosmetik, parfum, sampai industri

kembang gula dan roti pun menggunakan oleoresin.

Maka dari itu, kita perlu mempelajari dan mengenal banyak rempah-rempah, agar

kita dapat membedakannya, karena setiap rempah memiliki karakteristik fisik dan kandungan

senyawa kimiawi yang berbeda-beda.

Tujuan

Agar dapat memahami sifat fisik dan kimia rempah-rempah.

Sasaran Belajar

Mengidentifikasi jenis-jenis rempah dari bentuk, warna, dan aroma.

Melakukan ekstraksi oleoresin.

Menganalisis hasil ekstraksi berdasarkan perbedaan kondisi bahan baku.

II. DASAR TEORI

Rempah-rempah adalah bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang biasa

dicampurkan dalam makanan untuk member aroma/flavor dan membangkitkan selera makan

(Somaatmadja, 1985). Dalam kehidupan sehari-hari rempah-rempah ini sering digunakan

untuk memasak. Hasil olahan rempah-rempah dapat dimanfaatkan dalam industri parfum,

farmasi, flavor, pewarna dan lain-lain (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Asal kata rempah-rempah (spice) diturunkan dari bahasa latin yaitu spesies aromatacea

yang berarti buah-buahan bumi. Kata ini kemudian disingkat menjadi species yang berarti

komoditi yang mempunyai nilai spesial. Menurut Farrell (1985), rempah-rempah

diklasifikasikan menjadi 4 kategori yang berbeda, yaitu :

Page 3: Laporan Rempah Dan Oleoresin

a. Species Aromata : rempah-rempah yang digunakan sebagai parfum, seperti kapulaga,

kayu manis, dan sweet marjoram.

b. Species Thumiamata : rempah-rempah yang digunakan untuk dupa/kemenyan, seperti

thyme, kayu manis, dan rosemary.

c. Species Condimenta : rempah-rempah yang digunakan untuk pembalseman atau

pengawetan, seperti kayu manis, jinten, adas, cengkeh dan sweet marjoram.

d. Species Theriaca : rempah-rempah yang digunakan untuk menetralkan racun, seperti

adas, ketumbar, bawang putih, dan oregano.

Rempah-rempah dapat berasal dari umbi atau rimpang, biji, kulit batang, bunga ataupun

dari bagian tanaman tertentu. Jahe, kunyit, temulawak, kencur, kunci, lengkuas, temuireng

dan lempu yang merupakan rempah-rempah yang berasal dari umbi atau rimpang, sedangkan

pala, kemiri, kapol (kapulaga) dan kardamon merupakan rempah-rempah yang berasal dari

biji. Lada atau merica merupakan rempah yang berasal dari buah, sedangkan kayu manis

berasal dari kulit batang dan cengkeh yang berasal dari bunga (Muchtadi dan Sugiyono,

1992).

Bahan rempah – rempah dapat dihasilkan dari umbi, biji, kulit batang, bunga, daun, dan

buah. Berikut table pengelompokkan jenis rempah-rempah (Septiatin, 2008) :

Jenis ContohUmbi / rimpang Jahe, kunyit, temulawak, kencur,

lengkuas, temuireng, lempuyangBiji Pala, kemiri, kapol / kardamon

Kulit batang Kayu manisBunga CengkehBuah Lada / merica

Oleoresin merupakan hasil ekstraksi rempah yang memiliki flavor yang menyerupai

karakteristik yang mendekati flavor rempah segar. Dalam industri makanan, oleoresin lebih

menarik daripada rempah kering maupun rempah segar dikarenakan flavor serta

konsistensinya tepat. Akan tetapi oleoresin sangat mudah rusak dikarenakan adanya degradasi

yang disebabkan oleh udara, cahaya, air, suhu penyimpanan tinggi yang menyebabkan umur

simpannya rendah (Harimurti dkk, 2011).

Adapun metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, terdiri dari (Prasetya, 2011) :

1. Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Remaserasi

berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama, dan seterusnya.

Page 4: Laporan Rempah Dan Oleoresin

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan

pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan yaitu

serbuk simplisia dimasukkan kedalam bejana tertutup, cairan penyari dituangi sampai

semua simplisia terendam, biarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam, lalu tahapan

maserasi antara yaitu Pindahkan masa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil

tiap kali ditekan hati-hati, tuangi cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai

menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator,

biarkan selama 24 jam, tahap perkolasi sebenarnya yaitu biarkan cairan menetes

dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari

secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi

dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan

sisa (Ditjen POM, 1986).

2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik.

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga

terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontiniu) pada temperatur yang

lebih tinggi dari temperatur kamar, secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98o C selama 15-20

menit di penangas air, dapat berupa bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih.

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air

(Ditjen POM, 2000).

Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri pembawa aroma dan

damar pembawa rasa. Oleoresin diperoleh dengan cara mengekstrak dengan pelarut non polar.

Oleoresin biasanya berbentuk cairan kental, pasta, atau padat yang memiliki rasa dan aroma

Page 5: Laporan Rempah Dan Oleoresin

sesuai dengan bahan yang diekstraksi. Ekstraksi dengan pelarut didasarkan pada sifat

kelarutan komponen-komponen bahan terhadap pelarut dalam suatu campuran. Ekstraksi

dapat dilakukan untuk komponen cair-cair, cair-padat, padat-padat maupun padat-cair. Prinsip

ekstraksi adalah melarutkan minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia dengan pelarut

organik yang mudah menguap.

Faktor yang menentukan berhasilnya proses ekstraksi adalah kecocokan pelarut yang

dipakai, pelarut yang ideal harus memenui syarat sebagai berikut (Guenther, 1987) :

a. Harus dapat melarutkan semua zat aromatis dari sampel dengan cepat dan sempurna dan

sedikit dapat melarutkan bahan seperti lilin, pigmen, senyawa albumin dan pelarut harus

bersifat selektif.

b. Harus memiliki titik didih yang cukup rendah. Hal ini bertujuan agar pelarut mudah

diuapkan tanpa membutuhkan suhu tinggi. Akan tetapi bila titik didih pelarut terlalu

rendah, hal ini akan mengakibatkan hilangnya sebagian pelarut dikarenakan suhu simpan

yang berkisar suhu ruang (25-30°C).

c. Pelarut tidak boleh larut dalam air.

d. Pelarut harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak atsiri

rempah.

Dengan demikian, pemilihan jenis pelarut harus menjadi pertimbangan dan bersifat

selektif. Pelarut harus mempunyai kemampuan melarutkan komponen yang akan dipisahkan

dan mempunyai viskositas yang cukup rendah sehingga mudah disirkulasikan. Beberapa

pelarut yang dapat digunakan adalah etanol, methanol, metilen atau etilen diklorida, heksan,

aseton (Somaatmadja, 1985), eter dan isopropyl alkohol (Widiyanto, 2012). Menurut Thomas

dan Duethi (2001), pelarut yang paling banyak digunakan untuk ekstraksi oleoresin adalah

etanol.

Minyak atsiri yang dikenal dengan minyak eteris atau minyak terbang (essensial oil /

volatile oil) dapat diperoleh dari akar, batang, daun, dan bunga tanaman dengan cara ekstraksi

yaitu dengan sistem destilasi uap air mendidih atau dengan pelarut yang mudah menguap dan

tidak larut dalam air (Ketaren, 1985). Minyak atsiri dapat menguap pada suhu kamar tanpa

mengalami dekomposisi dan penguapan akan semakin besar dengan kenaikan suhu,

mempunyai rasa getir, berbau wangi seperti tanaman penghasilnya dan umumnya larut dalam

alkohol dan pelarut organik lainnya akan tetapi kurang larut dalam alkohol encer yang

konsentrasinya kurang dari 70%. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas senyawa volatil

pada bahan adalah jenis bahan, umur bahan dan kondisi bahan (Syarief dan Irawati, 1988).

Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia dengan sifat fisika

dan kimia yang juga berbeda. Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan

Page 6: Laporan Rempah Dan Oleoresin

perbedaan kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang

digunakan, cara penyiapan minyak atsiri dan jenis tanaman penghasil.

Minyak atsiri biasanya tersusun dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O).

Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu (Ketaren,

1985) :

1. Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen :

Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen

(2 unit isoprene), sesquiterpen (3 unit isoprene) dan diterpen (4 unit isoprene).

2. Hidrokarbon teroksigenasi :

Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid,

keton, ester, eter, dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari

ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan

tunggal dan ikatan rangkap dua. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut

dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan

hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena

umumnya aroma yang lebih wangi.

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti didalam rambut kelenjar (pada

family Labiatae), didalam sel-sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), didalam saluran

minyak yang disebut vittae (famili Umbelliferae), didalam rongga-rongga skizogen dan

lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae), terkandung didalam semua jaringan (pada famili

Conifera). Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya

peruraian lapisan resin pada dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peranan

paling utama minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri adalah penggusir serangga, serta

pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya (Gunawan & Mulyani, 2004).

Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fugsi yaitu : membantu proses

penyerbukan dengan menarik perhatian beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah

kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman.

Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri

parfum, kosmetik, farmasi, bahan penyedap dalam industri makanan dan minuman (Ketaren,

1985).

Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) merupakan tumbuhan rimpang yang termasuk

dalam familia Zingiberaceae yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan temu hitam

(Curcuma aeruginosa). Curcuma berasal dari bahasa Arab, kurkum, yang berarti kuning.

Sedangkan xanthoriza berasal dari bahasa Yunani, xanthos, yang berarti kuning dan rhiza

Page 7: Laporan Rempah Dan Oleoresin

yang berarti umbi akar. Dalam bahasa Indonesia, temulawak memiliki arti umbi akar yang

berwarna kuning (Afifah dan Tim Lentera, 2003).

Rimpang temulawak mengandung pigmen berwarna kuning (kurkumin), minyak atsiri,

pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa dan mineral. Diantara komponen tersebut, yang paling

banyak dimanfaatkan adalah pati, kurkuminoid dan minyak atsiri (Afifah dan Tim Lentera,

2003). Minyak atsiri ini terdiri atas seskuiterpen, α-curcumene, zinglberene, xanthorrhizol, 1-

sikloisoprenmyrcene, phellandreen, kamfen, turunan lisabolen, epolisid-bisakuron, bisakuron

A, bsiakuron B, bisakuron C, dll (Said, 2008) sebanyak 7,3 – 29,5%. Selain itu, beberapa

komponen yang khas dari minyak atsiri temulawak, yaitu isofuranogermakren, trisiklin, allo-

aromadendren, germaken dan xanthorrhizol (Oei Ban Liang, 1986). Minyak atsiri temulawak

juga mengandung phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, tumerol dan sineal (Sudarmadji

dkk, 1996). Minyak atsiri dan kurkumin memberikan flavor yang khas pada temulawak

(Prasetiyo, 2003).

Temu Hitam

Tanaman temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) dari famili Zingiberaceae

merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang ada di Indonesia (Nugrahaningtyas dkk,

2005). Menurut Hartini (2001) hasil pengamatan mengenai ciri-ciri morfologi tanaman temu

hitam mencakup sebagai berikut :

a. Batang temu hitam merupakan batang semu, basah, dan berwarna hijau.

b. Rimpang berdaging dan bercabang horizontal dengan bagian dalam bila diiris melintang

terlihat lingkaran berwarna biru, biru kehijauan atau violet, dan sebagian berwarna putih.

Rimpang temu hitam umumnya berwarna putih pada bagian tengahnya, dan diikuti

warna gelap melingkar pada bagian luar rimpang saat diiris melintang. Rimpang yang

terbentuk pada umumnya memiliki aroma khas dengan bau yang agak menyengat. Baunya

yang khas disebabkan oleh minyak atsiri yang terkandung didalam rimpang (Avicenna, 2010).

Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) tumbuhan ini mengandung saponin, flavonoid,

dan polifenol, disamping minyak atsiri.

Page 8: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Temugiring

Temu giring (Curcuma heyneana Val. & V) merupakan tanaman obat-obatan yang juga

termasuk dalam golongan rempah-rempah yang sering digunakan sebagai bahan baku jamu

(Rempah Indonesia, 2012). Rempah jenis ini mengandung kadar minyak atsiri tidak kurang

dari 1,5% v/b tannin dan kurkumin (Ditjen POM, 1989). Kandungan kimia temu giring adalah

minyak atsiri, amilum, damar, lemak, tannin dan lainnya. Sedangkan kandungan kimia

minyak atsiri dari rimpang temu giring antara lain minyak atsiri dengan komponen utama

8(17),12-labdadiene-15,16-dial, tanin dan kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin,

desmetoksi-kurkumin dan bis-desmetoksi-kurkumin, pati, saponin, dan flavonoid (Ditjen

POM, 1989).

Ubi bagian tepi umumnya memiliki rasa yang lebih pahit, sedangkan isi dalamnya yang

berwarna kuning menyerupai kunyit dengan aroma yang khas. Ubi dari temugiring

mengandung amilum, lemak, tanin, zat pahit serta minyak atsiri degan kadar 0,8-3%.

Kurkuminoid adalah kelompok senyawa fenolik yang terkandung dalam rimpang

tanaman famili Zingiberaceae, termasuk temu giring. Kandungan utama dari kurkuminoid

adalah kurkumin yang berwarna kuning. Kandungan kurkumin dalam rimpang temu-temuan

berkisar 3 – 4% (Joe et al., 2004; Eigner dan Schulz, 1999). Kurkumin tidak dapat larut dalam

air, tetapi larut dalam etanol dan aseton (Joe et al., 2004; Chattopadhyay et al., 2004; Araujo

dan Leon, 2001). Menurur Bermawie dkk. (2008) kurkuminoid terdiri dari kurkumin

(deferuloilmetan), desmetoksi-kurkumin (feruloil-p-hidroksi-sinnamoiletan) dan bis-

desmetoksikurkumin (bis-(p-hidroksisinnamoil)-metan).

Page 9: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Cengkeh

Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perry), dalam bahasa Inggris disebut

cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae (Situmeang,

2008). Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendek

serta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan, kemudian

berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah

tua. Sedang bunga cengkeh kering akan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab

mengandung minyak atsiri. Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun

(Najiyati, S. dan Danarti, 1992).

Minyak cengkeh yang berasal dari bunga cengkeh, tangkai dan daun cengkeh

mengandung eugenol dan bersifat anestetik dan antimikrobial. Minyak cengkeh memiliki

aktivitas biologi, antara lain sifat antibakteri, antijamur, pemberantas serangga, dan

antioksidan, dan secara tradisional digunakan sebagai agen flavor dan bahan antibakteri dalam

pangan (Huang et al., 2002; Lee dan Shibamoto, 2001). Bunga cengkeh mengandung minyak

atsiri, fixed oil (lemak), resin, tannin, protein, cellulosa, pentosan dan mineral, karbohidrat

terdapat dalam jumlahnya bervariasi tergantung dari banyak faktor diantaranya jenis tanaman,

tempat tumbuh dan cara pengolahan. Ayoola et al. (2008) menyatakan bahwa senyawa yang

terkandung dalam minyak cengkeh antara lain eugenol, caryophyllene, eugenol acetate dan

alpha-humelene, dan eugenol merupakan senyawa terbanyak. Eugenol tersebut dapat

digunakan untuk aromaterapi, mengobati sakit gigi, menghilangkan bau nafas, dan dapat

mengendalikan beberapa jamur patogen pada tanaman. Bunga cengkeh dalam bentuk tepung

digunakan dalam proses pembuatan makanan yang dimasak dengan suhu tinggi (Departemen

Pertanian, 2007).

Zat yang terkandung di dalam cengkeh bernama eugenol sering digunakan dokter gigi

untuk menghilangkan rasa sakit pada gigi yang karies dan bahan dasar penambalan gigi,

eugenol yang diproses lebih lanjut akan menghasilkan iso-eugenol yang digunakan untuk

pembuatan parfum dan vanilin sintesis, minyak cengkeh juga digunakan untuk bahan baku

pembuatan balsem cengkeh dan obat kumur. Minyak atsiri akhir-akhir ini menarik perhatian

dunia, karena ada beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan antiseptik

Page 10: Laporan Rempah Dan Oleoresin

internal atau eksternal, sebagai bahan analgesik, minyak atsiri juga mempunyai sifat

membius, merangsang, disamping itu beberapa jenis minyak atsiri lainnya dapat digunakan

sebagai obat cacing (Guenther, 1987).

Jahe

Jahe (Zingiber officinale R.) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun

berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh

karena itu, kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan

jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe

termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya

seperti temu lawak (Curcuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit

(Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-

lain (Kementrian Riset dan Teknologi, 2002).

Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya.

Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu (Paimin, 1999; Harmono dan Andoko, 2005) :

1. Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah (jahe badak) :

Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari

kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun

berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Jahe putih besar mempunyai

rimpang yang tumbuh bergerombol pada pangkal batangnya, berdaging dan berukuran

tebal serta bercabang tidak beraturan. Ukuran panjang dan lebar rimpang jahe putih besar

berkisar antara 15.83 – 32.75 cm dan 6.20 – 11.30 cm (Rostiana et al., 1999).

2. Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit

Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen

setelah berumur tua. Jahe putih kecil memiliki panjang yang berkisar antara 6.13 – 31.70

cm dan lebar 6.38 – 11.10 cm (Rostiana et al., 1999). Kandungan minyak atsirinya lebih

besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe

ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3. Jahe merah

Page 11: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil. Ukuran

jahe merah memiliki kisaran panjang sebesar 12.33 – 12.60 cm dan lebar 5.26 – 10.40 cm

(Rostiana et al., 1991). Sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua,

dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok

untuk ramuan obat-obatan.

Dari ketiga jenis jahe yang ada jahe merah yang lebih banyak digunakan sebagai obat,

karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi dibandingkan dengan jenis

jahe yang lain sehingga lebih ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit (Tim Lentera,

2002).

Komposisi rimpang jahe sangat mempengaruhi tingkat aroma dan pedasnya rimpang

jahe tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe yaitu di

antaranya jenis, kondisi tanah,umur panen, cara budidaya, penanganan pasca panen, cara

pengolahan dan ekosistem tempat tanaman ditanam. Rimpang jahe umumnya mengandung

minyak atsiri sebesar 0.25% - 3.3%. Ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)

mengandung senyawa gingerol, gingerdiol, dan zingerone yang memiliki efek antijamur dan

menimbulkan rasa pedas bila dimakan. Rimpang jahe mengandung lemak sekitar 6 – 8%,

protein 9%, karbohidrat dengan jumlah lebih dari 50%, vitamin (khususnya niacin dan

vitamin A), beberapa jenis mineral, dan asam amino. Lemak pada rimpang jahe tersusun atas

asam phosphatidat, lesitin, dan asam lemak bebas. Rimpang jahe segar juga mengandung

enzim protease sekitar 2.26%. Selain itu, jahe juga mengandung gingerol dan shogaol yang

menimbulkan rasa pedas (Septiatin, 2008).

Lengkuas (Laos)

Rempah yang memiliki nama latin (Alpinia galanga L.) ini sering disebut laos.

Lengkuas merupakan jenis rimpang besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris, diameter

sekitar 2-4 cm, dan bercabang-cabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau

kuning kehijauan pucat, mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau kemerahan, keras

mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging rimpang yang sudah tua

berserat kasar. Apabila dikeringkan, rimpang berubah menjadi agak kehijauan, dan seratnya

menjadi keras dan liat. Untuk mendapatkan rimpang yang masih berserat halus, panen harus

dilakukan sebelum tanaman berumur lebih kurang 3 bulan. Rasanya tajam pedas, menggigit,

dan berbau harum karena kandungan minyak atsirinya.

Page 12: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Lengkuas yang dikenal kaya akan kandungan kimia mengandung lebih kurang 1%

minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48%, sineol

20% - 30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, dan δ-pinen (Mc Vicar, 1994). Komponen

bioaktif pada rempah-rempah, khususnya dari golongan Zingiberaceae yang terbanyak adalah

dari jenis flavonoid yang merupakan golongan fenolik terbesar dan terpenoid. Pada golongan

flavonoid dikenal golongan flavonol. Komponen flavonol yang banyak tersebar pada tanaman

misalnya yang terdapat pada lengkuas adalah galangin, kaemferol, kuerstin dan mirisetin.

Salah satu golongan flavonoid adalah kalkon. Kalkon adalah komponen yang berwarna

kuning terang. Komponen lainnya yang ditemukan pada Alpinia adalah flavonon. Komponen

flavonon dan dihidroflavonol dikenal sebagai senyawa yang bersifat fungistatik dan fungisida

dan yang terdapat pada tumbuhan Alpinia dan Kaempferia dari golongan Zingiberaceae

adalah alpinetin (Hezmela, 2006).

Bentuk senyawa bioaktif lainnya adalah dari golongan terpenoid. Golongan ini dikenal

sebagai kelompok utama pada tanaman sebagai penyusun minyak atsiri. Terpenoid

mempunyai rumus dasar (C5H8)n atau dengan satu unit isopren. Jumlah n menunjukkan

klasifikasi pada terpenoid yang dikenal dengan monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen,

tetraterpen dan politerpen. Struktur terpenoid ada yang berbentuk siklik dan ada yang tidak

(Hezmela, 2006).

Kapulaga

Kapulaga (Amomum compactum Sol.ex Maton) selama ini dikenal sebagai rempah

untuk masakan dan juga lebih banyak digunakan untuk campuran jamu (Hartono, 1996).

Kapulaga merupakan rempah yang berasal dari bunga. Perbungaan berupa bulir (bongkol)

yang kecil terletak di ujung batang, berwarna putih atau putih kekuningan. Senyawa yang

terdapat dalam buah kapulaga antara lain saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri

(Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, 2000). Aroma kapulaga sangat khas

dikarenakan kandungan minyak atsiri yang tinggi (Septia, 2009).

Page 13: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Di Indonesia, kapulaga terbagi ke dalam dua jenis yaitu kapulaga hijau dan kapulaga

putih. Meskipun masih dalam satu jenis, tapi keduanya memiliki aroma dan juga bentuk fisik

yang berbeda. Kapulaga putih, bentuk fisiknya agak bulat dan ringan. Bijinya berwarna

hitam, kulitnya putih kecoklatan. Sedangkan kapulaga Hijau (Kapol India), bentuknya sedikit

lebih panjang dan pipih. Aromanya lebih tajam dan wangi, dengan biji berwarna hitam dan

kulit sedikit kehijauan. Sebenarnya masih ad asatu jenis kapulga lain, yaitu kapulaga cokelat.

Aromanya mirip dengan kamper dan biasanya digunakan untuk hidangan nasi di Timur

Tengah (Septia, 2009).

Kayu Secang

Tanaman secang termasuk famili Fabaceae. Kayu secang memiliki rasa sepat dan tidak

berbau dan mengandung asam galau, tannin, resin, resorsin, brazilin, brasilein, D-alfa-

phellandene, oscimene dan minyak atsiri (IPTEK, 2005). Hasil isolasi yang dilakukan

terhadap secang menunjukkan adanya senyawa diterpenoid, senyawa aktif flavonoid dan

fenolik, yaitu 4-0-metilsapanol, protosappanin A, protosappanin B, protosappanin E, brazilin,

brazilein, caesalpini, brazilide A, neosapanone, 7,3,4-trihidroksi-3-benzil-2H (Batubara et al.,

2010).

Tanaman ini mengandung senyawa anti bakteri dan bersifat anti koagulasi atau anti

penggumpalan (Waluyani, 2012).

Page 14: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica Val.) mempunyai bau khas aromatik, rasa agak pahit, agak

pedas dan dapat bertindak sebagai astringensia. Astringensia merupakan zat yang bekerja

lokal yaitu dengan mengkoagulasi protein tetapi demikian kecil penetrasinya sehingga hanya

permukaan sel yang dipengaruhi. Serbuk akar kunyit menberikan zat warna yang berwarna

kuning jika dilarutkan didalam air. Serbuk akar kunyit juga telah lama digunakan secara

tradisional terutama oleh kaum India sebagai zat warna di kulit. Selain itu, akar kunyit telah

digunakan berabad-abad sebagai pewarna dan sebagai komponen pewarna makanan seperti

bubuk kari dan lain-lain (Sudarsono dkk, 1996).

Zat warna curcuminoid suatu senyawa diarylheptanoide 3-4% terdiri dari curcumin,

dihydrocurcumin, desmethoxy curcumin dan bisdesmethoxy-curcumin (Sudarsono dkk,

1996).

Lada putih

Lada memiliki nama latin Piper nigrum L. mengandung senyawa alkaloid non-volatil

seperti pipperine yang menciptakan rasa pedas pada merica. Piperine adalah suatu senyawa

alkaloid yang banyak dtemukan pada lada hitam dan lada putih. Senyawa ini merupakan trans

stereoisomer dari 1-piperoylpiperidine. Senyawa ini bersifat anti-kanker, antihistamin, anti-

mikroba (Rustanto, 2007).

Lada mengandung sekitar 1.5% minyak volatil dan lebih dari 6% oleoresin (Farrel

1990). Minyak atsiri lada hitam mengandung karen, simen, limonen, phellandren, pinen,

Page 15: Laporan Rempah Dan Oleoresin

sabinen, bisabolen, kariopillen, kopaen, elemen, humulen dan terpinen-4-ol. Lada secara

umum dapat digunakan untuk mengobati haid yang tidak teratur, masuk angin, influensa,

demam dan tekanan darah rendah (Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso 1985).

III. ALAT dan BAHAN

Alat yang digunakan :

o Gelas beker 500 mL

o Pisau dan telenan

o Penangas air

o Termometer

o Oven

o IR Moisture tester

o Oven vakum

o Cawan porselen

o Desikator

o Kain saring

o Gelas ukur 100 mL

o Pipet tetes

o Aluminium foil

o Batang pengaduk

o Pipet volume 25 mL

o Mikrometer sekrup

Bahan yang digunakan :

o Berbagai jenis temu-temuan kering (temulawak, temeireng, dan temugiring)

o Berbagai jenis rempah kering dan bubuk (jahe, kunir bubuk, kunyit, kapulaga, kayu

secang, cengkeh, merica, dan laos)

o Etanol 96%

IV. CARA KERJA

a. Penentuan kadar air rempah segar dan kering

Bahan rempah-rempah kering

Penimbangan rempah sebanyak 1 gram

Tekan tombol “start”

Pendiaman hingga muncul tulisan “over” pada layar

Pembacaan dan pencatatan kadar air bahan

b. Ekstraksi Oleoresin

Bahan rempah-rempah kering

Page 16: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Penimbangan kasar ± 25 g, dimasukkan dalam gelas piala

Penambahan etanol 95% (4x jumlah bahan)

Pemanasan dalam penangas air 50˚-60˚C selama 1 jam

Penambahan etanol 95% (sebagai pengganti etanol yang menguap)

Penyaringan dengan kain saring

Pengambilan 25 mL filtrat

Pemasukkan dalam cawan porselen (telah diketahui beratnya)

Penimbangan sampel dengan cawan

Penentuan berat filtrat

Penguapan fltrat pada oven vakum sampai etanol menguap dari jam 12 siang sampai 7

pagi

Penimbangan oleoresin

Perhitungan % rendemen

Pengamatan sifat fisik oleoresin (warna, aroma, dan viskositas)

V. HASIL PENGAMATAN

Tabel pengamatan karasteristik rempah-rempah

Bahan Aroma Warna Rasa Ukuran (mm)

Kapulaga Sedikit mint,

pedas, aromanya

menusuk tajam

Bagian luar :

putih

kecoklatan,

Mint, sedikit

pedas pada lidah

bagian ujung

Tinggi : 12,270 ; 10,610 ;

19, 675

Lebar : 12,300 ; 11,330 ;

Page 17: Laporan Rempah Dan Oleoresin

bagian dalam :

coklat

kehitaman

12,790

Tebal : 11,090 ; 10,205 ;

10,790

Cengkeh Terkesan segar,

bau rokok atau

tembakau kering,

serta aroma khas

cengkeh

coklat Pedas diujung

lidah dan

terkesan pahit

bila di terlalu

lama di mulut

Tinggi : 13,505 ; 12,630 ;

15,760

Lebar : 7,920; 6,440 ;

6,900

Tebal : 7,745 ; 6,615 ;

6,970

Kunyit kering Seperti jamu dan

pahit

Jingga

kecoklatan

Tidak berasa

hanya terkesan

pahit

-

Kayu secang Gurih sepeti

MSG

Jingga

kecoklatan dan

coklat muda

khas warna kayu

Terkesan pahit

namun kurang

kuat

-

Merica bubuk Pedas menusuk

hidung

Coklat muda

kehitaman

Tidak berasa

pedas

-

Jahe bubuk Pedas manis Coklat

kekuningan

pedas -

Laos bubuk Sedikit pedas Coklat muda

cenderung krem

Tidak berasa -

Kunir bubuk Pahit khas kunir Kuning

kejinggaan

Tidak berasa

atau hambar

-

Temulawak Pedas (+++) Kuning Pahit -

Temuireng Pedas (+) Coklat muda Pahit -

Temugiring Pedas (++) Coklat Pahit -

Tabel gambar untuk beberapa jenis rempah

Bahan Gambar

Page 18: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Kapulaga

Cengkeh

Kayu secang

Kunyit kering

Page 19: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Temulawak

Temuireng

Temugiring

Bahan Kadar air (%) mL filtrat

awal

Berat

cawan (g)

Berat

oleoresin (g)

mL filtrat yang

digunakan

Temulawak 14,67 (1,009 g) 154,4 40,4 19,8 25,0

Temuireng 3,87 (0,930 g) 159,5 36,1 20,0 25,0

Temugiring 11,50 (1,052 g) 159,0 41,2 20,0 25,0

Bahan Intensitas

warna

oleoresin

Viskositas Warna

oleoresin

% Rendemen

Temulawak +++ - Kuning (+3) 2,90

Temuireng ++ - Kuning (+) 0

Temugiring + - Kuning (+2) 2,87

Page 20: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Contoh perhitungan Rendemen untuk temugiring:

%Rendemen=¿

¿( 41,3−41,225 (1−0,1150) ) x ( 159,0

25 ) x100 %=2,87 %

Gambar Filtrat dan oleoresin beberapa jenis temu-temuan

Temugiring Temuireng Temulawak

VI. PEMBAHASAN

Rempah-rempah merupakan bahan pangan yang biasa digunakan sebagai bumbu

pada masakan untuk menambah cita rasa dan aroma. Cita rasa dan aroma yang khas ini

karena dalam rempah-rempah terkandung oleoresin (campuran antara minyak atsiri dan

damar yang diperoleh melalui ekstraksi dengan pelarut non polar atau polar). Rempah-

rempah yang digunakan sangatlah beragam. Rempah ini dapat dihasilkan dari umbi-umbian

atau rimpang misalnya jahe, lengkuas, temulawak, dari biji misalnya pala, kemiri, ketumbar,

Page 21: Laporan Rempah Dan Oleoresin

dari kulit batang misalnya kayu manis, dari bunga misalnya bunga lawang, bunga cengkeh,

dari buah misalnya lada, merica dan dari daun misalnya daun bawang daun seledri, daun

serai dan lain-lain.

Pada praktikum rempah-rempah ini dilakukan pengamatan pada struktur dan sifat

fisik rempah-rempah. Pengamatan ini dilakukan dengan mengamati struktur luar dari

rempah-rempah dan struktur di dalamnya. Serta diamati pula aroma dari rempah-rempah ini.

Rempah-rempah yang digunakan kapulaga, cengkeh, kunyit kering, kayu secang, merica/lada

(bubuk), jahe (bubuk), laos (bubuk), kunir (bubuk), temulawak kering, temuireng kering, dan

temugiring kering.

KARAKTERISTIK REMPAH – REMPAH (Warna, kenampakan, aroma, dan rasa)

Kapulaga

Kapulaga (Amomum compactum Sol.ex Maton) merupakan rempah yang berasal dari

bunga. Kapulaga yang digunakan pada praktikum adalah kapulaga putih yang bentuk

fisiknya agak bulat dan ringan, bijinya berwarna hitam dan kulitnya berwarna putih

kecoklatan. Dari hasil pengamatan, kapulaga mempunyai aroma dan rasa mint, pedas,

dan baunya tajam. Kandungan minyak atsiri pada kapulaga didominasi oleh zat-zat,

seperti borneol (sejenis terpena), alfa-terpinilasetat, limonen, alfa terpinen, dan

sineol. Aroma dan mint yang ditimbulkan disebabkan oleh kandungan sineol dalam

kapulaga yang menimbulkan rasa agak pedas namun menghangatkan seperti minyak

kayu putih (Septia, 2009). Kelima zat penysun minyak atsiri tersebut memberikan

aroma khas pada kapulaga, namun karena kurang pekanya indera penciuman setiap

individu, sehingga tercium aroma sineol yang dominan.

Cengkeh

Cengkeh dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia

aromaticum. Ayoola et al. (2008) menyatakan bahwa senyawa yang terkandung

dalam minyak cengkeh antara lain eugenol, caryophyllene, eugenol acetate dan

alpha-humelene, dan eugenol merupakan senyawa terbanyak. Pada hasil pengamatan

didapatkan aroma cengkeh yang khas dan seperti rokok, berwarna coklat kehitaman

dan rasanya pahit dan pedas. Aroma cengkeh yang khas tersebut dihasilkan oleh

senyawa eugenol yang merupakan senyawa utama (72-90%) penyusun minyak atsiri

cengkeh. Sedangkan aroma seperti rokok yang ditimbulkan karena cengkeh

digunakan sebagai bahan campuran rokok. Eugenol memiliki sifat antiseptik dan

anestetik (bius) yang berguna memenangkan syaraf. Selain eugenol, minyak atsiri

cengkeh juga mengandung senyawa asetil eugenol, beta-caryophyllene, dan vanilin.

Terdapat pula kandungan tanin, asam galotanat, metil salisilat (suatu zat penghilang

Page 22: Laporan Rempah Dan Oleoresin

nyeri), asam krategolat, beragam senyawa flavonoid (yaitu eugenin, kaemferol,

rhamnetin, dan eugenitin), berbagai senyawa triterpenoid (yaitu asam oleanolat,

stigmasterol, dan kampesterol), serta mengandung berbagai senyawa seskuiterpen.

Kunyit kering dan bubuk

Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada hasil pengamatan mempunyai aroma yang

khas jamu, pahit, dan berwarna jingga kecoklatan yang disebabkan oleh kandungan

minyak atsiri Curcumin oil yang terdapat pada rimpang kunyit. Rimpang kunyit

berbentuk bulat, silindris, membentuk rimpang – rimpang cabang yang yang banyak

jumlahnya di sisi kiri dan kanan.

Zat warna kurkuminoid suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% terdiri dari kurkumin,

Dihidrokurkumin, desmetoksi kurkumin dan Bisdesmetoksi-kurkumin.  Minyak atsiri

2-5% terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropan yang meliputi turmeron, ar-

turmeron, α- dan β-turmeron, kurlon, kurkumo, atlanton, turmerol, β-bisabolen, β-

Sesquifellandren, Zingiberen, ar-kurkumen, humulen, arabinosa, fruktosa, glukosa,

pati, tanin, dan damar serta mineral yaitu Mg, Mn, Fe, Cu, Ca, Na, K, Pb, Zn, Co, Al

dan Bi (Tjitrosoepomo, 1994). Selain itu rimpang kunyit juga mengandung 28 %

glukosa, 12 % fruktosa, 8 % protein, vitamin C.

Minyak  atsiri  mempunyai efek koleretik dan bakteriostatika, sedangkan

kurkuminoid bersifat kolekinetik. Penelitian terhadap ekstrak kunyit dalam etanol

50% yang diberikan pada kultur sel hepar yang telah diberi karbon tetraklorida atau

galaktosamin sebagai senyawa hepatotoksik menunjukkan adanya perbaikan yang

nyata.  Kunyit diketahui pula mempunyai efek sebagai anti radang, baik lokal maupun

sistemik yang ditimbulkan oleh curcuminoid Minyak atsiri kunyit mempunyai

aktivitas anti bakteri terhadap Eschericia coli dan anti jamur terhadap Candida

albicans (Schneider G, 1990).  Rimpang kunyit mempunyai efek antifertilitas pada

tikus karena adanya minyak atsiri dan kurkuminoid, sedangkan efek anti koagulan

Page 23: Laporan Rempah Dan Oleoresin

disebabkan oleh kurkuminoid.  Disamping itu kurkuminoid memberi efek sebagai

anti oksidan dan anti koagulan, sedangkan kandungan minyak atsiri  turmeron dan ar-

turmeron mempunyai aktivitas antiserangga (insect repellant).  Rimpang kunyit

sendiri diketahui mempunyai efek anti botulinus (Tjitrosoepomo, 1994).

Kayu secang

Tanaman secang termasuk famili Fabaceae. Pada hasil pengamatan, kayu secang

memiliki aroma yang gurih, berasa agak pahit dan berwarna jingga kecoklatan. Kayu

secang mengandung asam galau, tannin, resin, resorsin, brazilin, brasilein, D-alfa-

phellandene, oscimene dan minyak atsiri (IPTEK, 2005). Warna agak kemerahan dari

kayu secang dapat ditimbulkan dari senyawa brazilin yang terkandung didalamnya.

Lada (bubuk)

Lada (Piper ningrum, L) pada hasil percobaan memiliki aroma dan rasa yang pedas

serta berwarna coklat muda kehitaman. Lada mengandung minyak atsiri, pinena,

kariofilena, lionena, filandrena alkaloid piperina, kavisna, piperitina, piperidina, zat

pahit dan minyak lemak. Rasa pedas disebabkan oleh senyawa alkaloid non-volatil

seperti pipperine yang menciptakan rasa pedas pada merica.

Jahe (bubuk)

Jahe (Zingiber officinale R.) pada hasil percobaan memiliki aroma dan rasa yang

pedas serta berwarna coklat kekuningan. Rimpang jahe mengandung lemak sekitar 6

– 8%, protein 9%, karbohidrat dengan jumlah lebih dari 50%, vitamin, beberapa jenis

mineral, dan asam amino. khususnya mineral sineol, fellandren, minyak damar,

kamfer, zingiberin, borneol, zingiberol, gigerol (paling banyak terkandung pada jahe

merah), zingeron, vitamin A, B1, C, niacin dan masih banyak lagi lainnya.. Lemak

pada rimpang jahe tersusun atas asam phosphatidat, lesitin, dan asam lemak bebas.

Rimpang jahe segar juga mengandung enzim protease sekitar 2,26%. rasa dan aroma

pedas yang ditimbulkan disebabkan oleh senyawa zingiberin dan zingiberol yang

terkandung didalamnya.

Laos (bubuk)

Laos / lengkuas (Alpinia galanga L.) pada hasil percobaan memiliki aroma sedikit

pedas, tidak berasa dan berwarna coklat muda. Rimpang, batang dan daun Alpinia

purpurata mengandung saponin dan tanin, di samping itu rimpang dan batang

mengandung flavonoida, juga rimpangnya mengandung minyak atsiri sekitar 0,15 -

1,5 %, yang terdiri dari sesquiterpen hidrokarbon, sesquiterpen alkohol sebagai

komponen utama; minyak atsiri terdiri atas 5,6% sineol, 2,6% metilsinamat. Di

samping itu terdapat pula (walau dalam jumlah relative kecil) eugenol; galangol

Page 24: Laporan Rempah Dan Oleoresin

(diaril heptanoid) (senyawa berasa pedas), gingerol; asetoksikavikol asetat,

asetoksieugenol asetat, kariofillenol-1. (Hegnauer, 1986).

Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) pada hasil percobaan memiliki aroma yang

pedas (+++), rasanya pahit dan berwarna kuning. Rimpang temulawak mempunyai

beberapa kandungan senyawa kimia antara lain fellandrean dan turmerol atau yang

sering disebut minyak menguap. Kemudian minyak atsiri, kamfer, glukosida,

foluymetik dan karbinol. Minyak atsiri rimpang temulawak memiliki kadar sekitar 7.3

– 29.5% di mana minyak ini dan senyawa kurkumin yang memberi aroma yang khas

pada temulawak (Prasetiyo, 2003).

Temuireng

Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) pada hasil percobaan memiliki kenampakan

yang mirip dengan temulawak, aroma yang pedas (+) berasa pahit seperti halnya

dengan temulawak dan berwarna coklat muda. Aromanya yang khas disebabkan oleh

minyak atsiri yang terkandung didalam rimpang (Avicenna, 2010).

Temugiring

Temu giring (Curcuma heyneana Val. & V) pada hasil percobaan memiliki

kenampakan yang sama dengan temulawak dan temuireng karena temu-temun yang

digunakan pada paraktikum adalah temu-temuan yang sudah kering sehingga beda

dari bentuk aslinya, aromanya pedas (++), rasanya pahit seperti temulawak dan

temuireng dan warnanya coklat. Rempah jenis ini mengandung kadar minyak atsiri

tidak kurang dari 1,5% v/b tannin dan kurkumin (Ditjen POM, 1989).

PENGUKURAN KADAR AIR

Untuk pengukuran kadar air pada praktikum kali

ini digunakan alat IR Moisture Tester. Bahan yang akan diukur kadar air nya adalah

temulawak, temuireng, dan temugiring yang dlam keadaan kering. Sebelum bahan-bahan

Page 25: Laporan Rempah Dan Oleoresin

tersebut dimasukkan ke dalam alat, bahan-bahan tersebut harus dipotong kecil-kecil dan

dihaluskan agar alat mudah mendeteksi kadar air dalam bahan tersebut dan hasil yang

dihasilkan lebih akurat.

Dari hasil pengukuran kadar air didapatkan data temulawak mempunyai kadar air

tertinggi yaitu 14,67%, kemudian temugiring 11,50% dan yang terendah adalah temuireng

3,87%. Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan kandungan air yang berbeda tiap bahan.

Temulawak mengandung air sebanyak 75% sehingga didapatkan kadar air tertinggi,

sedangkan temuireng mengandung air sebanyak 10,38% sehingga memiliki kadar air yang

terendah (Listiana, 2006).

EKSTRAKSI OLEORESIN

Ekstraksi merupakan istilah yang digunakan untuk mengambil senyawa tertentu

dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi tergantung pada polaritas

senyawa yang akan di ekstrak. Suatu senyawa menunjukkkan kelarutan yang berbeda-beda

pada dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut

adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas kemudahan untuk diuapkan dan

harga pelarut (Schmidt dan List, 1989).

Pada praktikum ini metode ekstraksi yang dipakai untuk mengekstrak oleoresin yang

ada pada temulawak, temugiring dan temuireng adalah metode ekstraksi cara panas digesti

yaitu maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari

temperatur kamar, secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C dan pelarut yang

digunakan adalah etanol 95%. Bahan yang akan di ekstrak dimasukkan dalam kain saring

kemudian dimasukkan ke dalam beker gelas yang berisi etanol 96% yang volumenya 4x

bahan yang akan di ekstrak. Kemudian beker gelas yang sudah berisi bahan dipanaskan di

atas penangas air selama 1 jam dan di aduk tiap selang waktu 5 menit. Etanol di tambahakan

sampai batas volume awal etanol jika selama pemanasan terjadi pengurangan volume etanol

karena etanol menguap. Setelah pemanasan dilakukan penyaringan yang bertujuan untuk

menghilangkan endapan dan kotoran dan diperoleh filtrat hasil akhir yang jernih dan bersih.

Filtrat yang dihasilkan tersebut kemudian di ambil sebanyak 25 ml lalu dimasukan dalam

cowan porselen yang kemudian akan di oven vakum selama 1 hari yang bertujuan untuk

menguapkan etanol agar dapat diketahui % rrendemen oleoresin yang terbentuk pada

masing-masing bahan.

WARNA, AROMA, VISKOSITAS OLEORESIN

Dari hasil percobaan ekstraksi oleoresin didapatkan warna, aroma yang berbeda pada

temulawak, temuireng dan temugiring. Warna yang dihasilkan dari ketiga bahan tersebut

sama yaitu berwarna coklat namun intensitas nya berbeda, intensitas warna dari yang

Page 26: Laporan Rempah Dan Oleoresin

tertinggi adalah temulawak (+++), temugiring (++) kemudian temuireng (+). Perbedaan

warna sebelum dan sesudah pengeringan berbeda. Warna dari filtrat cenderung lebih kuning

karena adanya kandungan kurkumin pada bahan yang larut pada etanol. Perbedaan intensitas

warna ini juga disebabkan karena perbedaan warna masing-masing bahan. Temulawak

berwarna kuning sehingga menghasilkan warna oleoresin yang paling terang, temugiring dan

temuireng sama-sama berwarna coklat namun temuireng intensitas warna coklatnya lebih

rendah sehingga oleoresin yang terbentuk juga menghasilkan intensitas warna yang paling

rendah dari ketiga bahan tersebut.

Untuk aroma yang dihasilkan didapatkan intensitas aroma yang berbeda juga. Aroma

dari yang paling menyengat dari ekstraksi oleoresin adalah temulawak (+++), temuireng (+

+), lalu temugiring (++). Perbedaan intensitas aroma ini disebabkan karena kandungan

minyak atsiri yang berbeda dari setiap bahan. Temulawak mempunyai kandungan minyak

atsiri 7.3 – 29.5%, temuireng sebanyak 2% dan temugiring tidak kurang dari 1,5%.

Pengukuran viskositas oleoresin yang terbentuk tidak dapat diukur karena oleoresin yang

terbentuk sangat sedikit.

% RENDEMEN

Dari hasil percobaan dapat diukur % rendemen yang terbentuk dengan rumus :

% Rendemen=¿

Hasil ekstraksi rempah-rempah adalah oleoresin yang mengandum minyak atsiri dan

damar. Proses ekstraksi oleoresin dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : ukuran bahan,

jenis pelarut, metode ekstraksi, waktu dan suhu ekstraksi (Purseglove et al., 1981). Suhu

yang tinggi akan mempersingkat waku ekstraksi dikarenakan pelarut akan lebih mudah

menembus sel-sel bahan dan mengekstrak komponen yang bertitik didih tinggi sehingga

ekstraksi lebih mudah dan cepat. Sedangkan suhu yang rendah dengan waktu ekstraksi yang

pendek akan mempersingkat waktu kontak antara pelarut dengan bahan dan pelarut akan sulit

menembus sel-sel bahan sehingga komponen dalam oleoresin yang terdapat dalam bahan

tidak akan terekstraksi dengan sempurna (Fajriyani, 2008).

Akan tetapi suhu ekstraksi yang terlalu tinggi dan waktu yang lama akan merusak

beberapa komponen seperti pigmen dan vitamin yang terkandung dalam oleoresin (Moestafa,

1991). Selain itu minyak atsiri akan menguap dan mengalami oksidasi yang akan

menyebabkan oleoresin akan berbau tengik (Ketaren, 1985).

Berdasarkan data praktikum, diperoleh data % rendemen rempah-rempah yakni

temulawak, temuireng dan temu giring berturut-turut adalah 2,90%; 0%; 2,87%. Hasil

rendemen yang kecil mungkin dikarenakan ukuran bahan yang terlalu besar saat di ekstraksi.

Ekstraksi dapat berjalan maksimal bila luas permukaan bahan yang digunakan besar sehingga

Page 27: Laporan Rempah Dan Oleoresin

luas permukaan bahan yang kontak dengan pelarut semakin banyak sehingga semakin

banyak oleoresin yang terlarut dalam alkohol. Selain itu, waktu ekstraksi yang dilakukan

pada praktikum ini adalah 1 jam, dengan ukuran bahan yang tergolong besar dan waktu yang

tergolong singkat akan mengakibatkan oleoresin yang dihasilkan dari ekstraksi tidak terlalu

banyak (ekstraksi tidak sempurna).

Pada ekstraksi temuireng, hasil perhitungan rendemen oleoresin menunjukkan 0%.

Seharusnya hal ini tidak mungkin terjadi dikarenakan pasti ada oleoresin yang terekstrak dan

didukung dengan adanya pigmen temuireng (kurkumin) yang berwarna kekuningan

tertinggal pada cawan petri yang telah diuapkan dengan oven vakum. Diduga terdapat

oleoresin yang terdapat pada cawan porselin setelah diuapkan, hanya saja berat oleoresin

tersebut tergolong kecil sehingga pada saat penimbangan berat cawan dan oleoresin yang

menggunakan timbangan kasar, berat oleoresin tersebut tidak terdeteksi oleh timbangan kasar

dikarenakan beratnya yang terlalu kecil.

VII. KESIMPULAN

Aroma rempah yang berbeda-beda pada setiap oleoresin disebabkan adanya perbedaan

kandungan senyawa volatil dalam setiap rempah.

Kadar air temu-temuan kering dari tinggi ke rendah berturut-turut : temulawak (14,67%);

temugiring (11,50%) dan temuireng (3,87%).

Oleoresin merupakan campuran dari minyak atsiri dan damar.

Ekstraksi oleoresin dilakukan dengan metode digesti.

Proses ekstraksi oleoresin dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : ukuran bahan, jenis

pelarut, metode ekstraksi, waktu dan suhu ekstraksi.

Adanya pigmen kurkumin pada temu-temuan (temugiring, temuireng dan temulawak)

menyebabkan warna kuning pada oleoresin.

Intensitas warna oleoresin dari tinggi ke rendah adalah temulawak (+++), temugiring (++),

dan temuireng (+).

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E. dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuh Aneka

Penyakit. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka.

Apriyanto. 2012. Ekstraksi Oleoresin dari Kayu Manis Berbantu Ultrasonik dengan Menggunakan

Pelarut Alkohol. Tesis. http://eprints.undip.ac.id/36560/ (Diakses : 7 April 2013).

Araujo, C.A.C dan L.L. Leon. 2001. Biological Activities of Curcuma longa L. Mem. Inst. Oswaldo

Cruz. Jurnal. Rio de Janeiro 96 (5) : 723 - 728.

Page 28: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Avicenna. 2010. Daya Multiplikasi Tunas Temu Hitam (Curcuma eeruginosa Roxb.) Secara In

Vitro Melalui Efisiensi Komposisi Media Dasar dan Penambahan Benzil Amino Purin. Jurnal.

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44660 (Diakses : 7 April 2013).

Ayoola, G. A; F. M. Lawore; T. Adelowotan; I.E. Aibinu; E. Adenipekun; H.A.B. Coker dan T.O.

Odugbemi. 2008. Chemical Analysis and Antimicrobial Activity of the Essential oil of Syzigium

aromaticum (clove). Jurnal. African Journal of Microbiology Research (2) : 162-166.

Batubara, I.; T. Mitsunaga; L.K. Darusman; S. Febriani; dan M. Rahminiwati. 2010. Efisiensi

Sonikasi dan Penyaringan Ekstrak Secang Terhadap Aktivitas Antijerawat. Makalah Prosiding.

Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia, 2-3 Agustus 2010.

Bermawie, N.; D. Raharjo, Wahyuno dan Ma’mun. 2008. Status Teknologi Budidaya dan Pasca

Panen Panaman Kunyit dan Temulawak Sebagai Penghasil Kurkumin. http://balitro.litbang.

deptan.go.id/index.php?option=com (Diakses ; 7 April 2013).

Chattopadhyay, I.; K. Biswas; U. Bandyopadhyay dan R.K. Banerjee. 2004. Tumeric and Curcumin

: Biological Actions and Medicinal Applications. Jurnal. Current Science. 87 (1) : 44 - 53.

Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia,

Volume 1. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh, Edisi Kedua.

Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM. 1989. Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Eigner, D. dan D. Schulz. 1999. Ferulasa-foetida and Curcuma longa in Traditional Medical

Treatment and Diet in Nepal. Jurnal. J. Ethnopharmacol 67 : 1 - 6.

Fajriyani, G. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen Oleoresin dan

Beberapa Komponen Oleoresin Kunyit (Curcuma domestica Val). http://repository.unand.ac.id/

5799/1/IMG.pdf (Diakses : 14 April 2013).

Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments, and Seasonings. Westport : The AVI Publishing Company,

Inc.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri, Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. Jakarta : Penerbit Universitas

Indonesia.

Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jakarta : Penebar Swadaya.

Harimurti, N.; N. Nhestricia; S.Y. Subardjo; S. Yuliani. 2011. Effect of Oleoresin Concentration

and Composition of Encapsulating Material on Properties of The Microencapsulated Ginger

Page 29: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Oleoresin Using Spray Drying Method. Jurnal. Indonesian Journal of Agriculture 4(1) : 33-39.

Harmono dan A. Andoko. 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Hartini, S. 2001. Konservasi Ex-situ Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) di Kebun Raya

Bogor. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 7:1-5.

Hartono S. 1996. Tumbuhan Monokotil, Cetakan I. Jakarta : Penerbit Swadaya.

Hegnauer, R. 1986. Chemotaxonomic def Pflanzen, Band 7. Stuttgart : Birkhauser Verlag.

Hezmela, R. 2006. Daya Antijamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) dalam

Sediaan Salep. Skripsi. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/3762/

F06rhe.pdf?sequence=4 (Diakses : 13 April 2013).

Huang, Y.; S.H. Ho; H.C. Lee, & Y.L. Yap. 2002. Insecticidal Properties of Eugenol, Isoeugenol

and Methyleugenol and Their Effects on Nutrition of Sitophilus zeamais Motsch. (Coleoptera:

Curculionidae) and Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). Jurnal. J. of

Stored Products Research, 38, 403–412.

IPTEK. 2009. Tanaman Obat Indonesia : Secang. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/

view.php?id=100 (Diakses : 13 April 2013).

Joe, B.; M. Vijaykumar dan B.R. Lokesh. 2004. Biological Properties of Curcumin-Cellular and

Molecular Mechanisms of Action. Jurnal. Critical Review in Food Science and Nutrition 44

(2) : 97-112.

Kementrian Riset dan Teknologi. 2002. Jahe (Zingiber officinale). http://www.warintek.ristek.

go.id/pertanian/jahe.pdf (Diakses : 12 April 2013).

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Balai Pustaka.

Kiso Y.; Y.  Suzuki;  N.  Watanabe;   Y. Oshima dan H. Hikino. 1985. "Antihepatotoxic principles

of Curcuma longa Rhizomes" dalam Proceeding Nasional Temulawak. Bandung : Universitas

Padjajaran.

Lee, K.G.; & T. Shibamoto. 2001. Antioxidant Property of Aroma Extract Isolated from Clove Buds

[Syzygium aromaticum (L.) Merr. et Perry]. Jurnal. Food Chem. (74) : 443–448.

Listiana, T. 2006. Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Nugget Keong Sawah (Pila ampullacea)

Dengan Bahan Pengisi Pati Temu Ireng. Skripsi. http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=

b rowse&op=read&id=jtptunimus-gdl-trilistian-6432 (Diakses : 13 April 2013).

List, P.H. dan P.C. Schmidt. 1989. Phytopharmaceutical Technology. London : Heyden & Son

Limited.

Mardisiswojo, S. dan H. Rajakmangunsudarso. 1985. Cabe Puyang Warisan

Nenek Moyang, Cetakan I. Jakarta : Penerbit Balai Pustaka.

Mc Vicar, J. 1994. Jekka’s Complete Herb Book. London : Kyle Cathie Limited.

Page 30: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Moestafa, A. 1981. Aspek Teknis Pengolahan Rempah-rempah Oleoresin dan Minyak Rempah-

rempah. Bogor : BBHIP.

Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : PAU Pangan dan

Gizi, IPB.

Najiyati, S. dan Danarti. 1992. Budidaya dan Penanganan Pasca Panen Cengkeh. Jakarta : Penebar

Swadaya.

Nugrahaningtyas, K.D.; S. Matsjeh; T.D. Wahyuni. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa

Flavonoid dalam Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb). Jurnal. Biofarmasi (1) :

32-35, Februari 2005, ISSN : 1692-2522.

Liang, O.B. 1986. Penentuan Efek Anti-inflamasi Minyak Atsiri Curcuma domestica Val dan

Curcuma xanthorrhiza Roxb. Secara In-vitro. Laporan Penelitian. PT. Daria Varia Laboratoria.

Paimin, F.B. 1999. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe. Jakarta : Penebar Swadaya.

Paris R.R. dan Moyse. 1981. Percis de Matiere Medicale, Tome II. Paris : Mason.

Prasetiyo, Y.T. 2003. Instan : Jahe, Kunyit, Kencur, Temulawak. Yogyakarta : Kanisius.

Prasetya, R.B. 2011. Pengaruh Ekstrak Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Valeton &

Zijp.) Terhadap Aktivitas Fagositosis Pada Mencit Jantan. Skripsi. http://repository.usu.ac.

id/handle/123456789/26611 (Diakses : 9 April 2013).

Purseglove, J.W.; E.G. Brown; S.L. Green; dan S.R.J. Robbins. 1995. Spices. New York :

Longmans.

Rostiana O.; A. Abdullah, Taryono, E.A. Hadad. 1991. Jenis-Jenis Tanaman Jahe. Artikel.

LITTRO.7 (1) : 7-16.

Rustanto. 2007. Isolasi dan karakterisasi Senyawa Bioaktif Tanaman Ceraken (Croton tiglium L.)

Sebagai Larvasida Pencegah Demam Berdarah Dengue. Fakultas Teknik Untirta.

Said, A. 2008. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta : PT. Sinar Wadja Lestari.

Schneider, G. 1990. Arzneidrogen  (Ein Kompendium fur Pharmazeuten Biologen und Chemiker).,

B.I. Manheim : Wissenschaftsverlag.

Septia, E. 2009. Kapulaga, Si Kecil Harum Berkhasiat. http://food.detik.com/read/2009/07/09/

150950/1162124/295/kapulaga-si-kecil-harum-berkhasiat (Diakses : 13 April 2013).

Septiatin, A. 2008. Apotek Hidup dari Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan Tanaman Liar.

Bandung : Yrama Widya.

Situmeang, T.H. 2008. Analisis, Produksi, Konsumsi dan Harga Cengkeh Indonesia. Skripsi.

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2913/A08ths.pdf (Diakses : 12 April

2013).

Somaatmadja, D. 1985. Rempah-rempah Indonesia. Bogor : Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Industri Hasil Pertanian.

Page 31: Laporan Rempah Dan Oleoresin

Sudarmadji, S.; B. Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Yogyakarta : Liberty.

Sudarsono; A. Pujdoanto; D. Gunawan; S. Wahyuono; I. Donatus; M. Drajad; S. Wibowo dan

Ngatidjan. 1996. Tumbuhan Obat : Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan. Yogyakarta :

Pusat Penelitan Obat Tradisional, UGM.

Syamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapea. 1991. Invetaris Tanaman Obat Indonesia, Jilid I. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta :

Mediayatama Sarana Perkasa.

Rempah Indonesia. 2012. Rempah : Info Komoditi. http://www.rempahindonesia.org/info komoditi-

t.html (Diakses : 9 April 2013).

Thomas, J. dan P.P. Duethi. 2001. Cinnamon Handbook of Herbs and Spices. New York : CRC

Press.

Tim Lentera. 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Jakarta : Agromedia

Pustaka.

Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Waluyani, D.O. 2012. Secang, Kayu Kering Berkhasiat. http://food.detik.com/read/2012/05/31/

140053/1929425/900/secang-kayu-kering-berkhasiat (Diakses : 13 April 2013).

Zwaving,  J.  1987. Mid Career Training in Pharmacochemistry. Yogyakarta : Fakultas Farmasi

UGM.