lapsus malaria
DESCRIPTION
malariaTRANSCRIPT
Laporan Kasus
Malaria Vivax
Oleh:
Nuryandi Khairunanda
I1A010091
Pembimbing
dr. Soefyani Sp.PD KGEH
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2014
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus
Plasmodium, yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Secara klinis
ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik, disertai anemia, pembesaran
limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare,
black water fever, acutetubular necrosis, dan malaria cerebral (1,2,3).
Malaria masih merupakan masalah kesehatan utama negara yang sedang
berkembang seperti di Indonesia. Dari empat spesies parasit malaria yang
menginfeksi manusia yaitu Plasmodium falciparum, plasmodium vivax,
plasmodium malariae dan plasmodium oval, dua spesies yangg pertama
merupakan penyebab lebih dari 95% kasus malaria di dunia (4).
Menurut WHO, sekitar 40% populasi dunia hidup dinegara miskin,
populasi tersebut memiliki resiko tinggi terkena malaria. Sekitar 2,5 milyar
manusia beresiko dan Diperkirakan 350 – 500 juta manusia terkena malaria setiap
tahun. Kebanyakan disebabkan oleh P.falciparum dan P.vivax. Lebih dari 1 juta
manusia meninggal karena malaria (5). Malaria 90% terjadi di Afrika. Peningkatan
malaria di Afrika berkaitan dengan resistensi pengobatan klorokuin dan
sulfapiridoksin pirimetamin, resistensi terhadap insektisida dan status sosial
ekonomi. Tingkat mortalitas malaria pada anak sekitar 1 – 2 juta setiap tahunnya
(1).
Hampir separuh populasi Indonesia sebanyak lebih dari 90 juta orang
tinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap
1
tahunnya, kurang lebih hanya 10 % saja yang mendapat pengobatan di fasilitas
kesehatan. Menurut data dari fasilitas kesehatan pada 2001, diperkirakan
prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang
tertinggi 20% di Gorontalo, 13% di NTT dan 10% di Papua. Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesifik
akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per
100.000 untuk perempuan. Prevalensi kasus malaria di Indonesia atau daerah-
daerah endemi malaria tidak sama, hal ini tergantung pada prilaku spesies nyamuk
yang menjadi vektor. Di Kalimantan Selatan sendiri merupakan daerah endemis
malaria. Vektor malaria yang terdapat di Kalimantan adalah Anopheles letifer dan
Anopheles balabacensis (6,7).
Diseluruh dunia, kasus malaria vivax dibandingkan jenis malaria yang lain
sekitar 70 – 80 juta per tahun (8). Menurut WHO, sekitar 40% kasus malaria di
dunia disebabkan oleh P.vivax. Kasus malaria vivax walaupun jarang fatal tapi
merupakan penyebab utama morbiditas dan mempengaruhi ekonomi baik tingkat
individu maupun nasional (9). P.vivax merupakan spesies parasit yang paling
dominan di Asia Tenggara, Eropa Timur, Asia Utara, Amerika tengah dan Selatan
(10).
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus malaria di ruang Penyakit Dalam Pria
RSUD Ulin Banjarmasin.
2
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Akaba kampung arab Pasar Lama Banjarmasin
Pekerjaan : Tukang Urut
Masuk rumah sakit : 2 Mei 2014
B. Anamnesis
Sejak ± 10 hari SMRS, pasien mengeluhkan demam. Demam muncul tiba-
tiba dan hilang timbul. Muncul panas tidak tentu, biasanya durasi 2 jam. Pasien
juga mengeluhkan menggigil. Menggigil mucul sebelum demam. Pasien juga
mengeluhkan berkeringat dingin. Berkeringat dingin muncul setelah pasien
demam. Mual muntah (+). Nafsu makan turun. Minum normal. BAB dan BAK
normal. Aktivitas pasien terganggu saat demam, namun pada saat tidak demam
pasien dapat melanjutkan aktivitasnya. Obat yang telah diminum adalah panadol,
dan keluhan berkurang sedikit. Pasien pernah ke daerah rawan malaria + 1 bulan
3
yang lalu. Riwayat tifus tidak ada, riwayat TB tidak ada, penyakit lain tidak ada.
Riwayat penyakit keluarga : hipertensi.
C. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, secara keseluruhan, pada saat tidak demam, pasien
terlihat sakit ringan, berat badan 65 kg, tinggi badan 168 cm, status gizi sedang.
Kesadaran compos mentis, tekanan darah 70/40 mmHg, nadi 80 kali per menit,
frekuensi napas 24 kali per menit, suhu tubuh 36,3oC, saturasi oksigen 95%..
Pada pemeriksaan mata didapatkan konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
dan tidak didapatkan oedem palpebra. Dari pemeriksaan leher tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan paru
tidak didapatkan ronkhi di paru kanan dan kiri. Sedangkan pada pemeriksaan
jantung didapatkan iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba, ukuran dalam batas
normal, batas jantung kiri ICS 4 linea mid klavikula sinistra dan batas jantung
kanan ICS 5 linea parasternal sinistra. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur, tidak ada gallop.. Pada pemeriksaan terhadap abdomen normal, nyeri
tekan pada regio epigastrium dan hipokondria kanan. Dari pemeriksaan fisik
ekstrimitas tidak terdapat kelainan.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 2 Mei 2014 menunjukkan GDS
119 mg/dl,, SGOT 39 U/l, SGPT 51 U/l, hemoglobin 8,1 g/dl, leukosit 6,0 ribu/ul,
eritrosit 3,17 juta/ul, hematokrit 25,4 %, trombosit 213 ribu/ul, DW 17,3%, MCH
4
25,5 fl, MCV 80,2 pg, MCHC 31,8. Tes widal negatif. Pada MDT tanggal 4 Mei
2014 ditemukan Plasmodium vivax stadium trofozoit pada eritrosit.
E. Ringkasan Data Dasar
Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak ± 10 hari SMRS.
Demam muncul tiba-tiba dan hilang timbul.. Pasien juga mengeluhkan menggigil.
Pasien juga mengeluhkan berkeringat dingin.. Mual muntah (+). Nafsu makan
turun. Minum normal. Aktivitas pasien terganggu saat demam. Obat yang telah
diminum adalah panadol, dan keluhan berkurang sedikit. Pasien pernah ke daerah
rawan malaria + 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pada
abdomen terdapat nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondria kanan.
F. Daftar Masalah
Dari data diatas didapatkan masalah yaitu:
1) Obs Febris
Data pendukung :
Anamnesis : panas menggigil dan berkeringat pada pagi hari
Temperatur : 39,7oC saat demam
2) Dispepsia
Data pendukung :
Anamnesis : Mual, muntah, nyeri epigastrium
Pemeriksaan Fisik : terdapat nyeri tekan pada regio epigastrium dan
hipokondria kanan
G. Rencana Awal
a. Obs febris ec malaria dd
5
1. typhoid
2. DHF
3. Hepatitis fulminan
Rencana diagnosis : - MDT,
- widal test,
- darah rutin,
- kimia darah
Rencana terapi : - infus Rl 20 tpm
- Drip Farmadol 1 amp
Rencana monitoring : Keadaan umum, tanda vital
b. Sindrom dispepsia
Rencana diagnosis : - OMD,
Rencana terapi : - Ranitidin 2x1
- Sotatic 3x1
Rencana monitoring : Monitoring keluhan
H. Tindak Lanjut
Pada tanggal 2 Mei 2014 pasien datang ke IGD dengan diagnosis
observasi febris, anemia dan sindrom dispepsia. Tekanan darah pasien 150/80
mmHg. Keluhan pasien adalah demam, menggigil, keringat dingin, nyeri leher
dan nyeri ulu hati. Demam terjadi subuh pagi. Siang dan malam tidak demam.
Terapi yang diberikan IGD adalah infus RL 7 tpm, Ranitidine 50 mg 2x1 ampul,
sotatic 3x1 ampul, dan amlodipine 1x10 mg. Pasien diperiksa darah rutin dan di
6
test widal. Hasil tes widal negatif. Kemudian pada tanggal 3 Mei 2014 pasien di
rawat di bagian penyakit dalam pria. Pasien mengeluhkan batuk dan diberikan
terapi ditambah gg 3x1. Tekanan darah pasien 70/40, terapi amlodipine 1x10 mg
dihentikan. Dilakukan tranfusi PRC 1 kolf. Pasien direncakan dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan morfologi darah tepi untuk mengetahui apakah pasien
terkena penyakit malaria.
Pada tanggal 4 Mei 2014 pasien masih mengeluhkan hal yang sama..
Dilakukan MDT pada saat pasien menggigil dan siangnya didapatkan hasil pasien
malaria vivax positif. Terapi yang ditambahkan yaitu suldox 1x3.
Pada tanggal 6 Mei 2014 pasien diberikan darplex 1x3 tab dan infus
dinaikkan menjadi 20 tpm. Terapi gg 3x1 diganti dengan codein 20 mg 3x1. Pada
tanggal 7 Mei 2014 pasien mengeluhkan hal yang sama dan diberikan terapi yang
sama. Pada tanggal 8 Mei 2014 pasien pulang keluar dari rumah sakit atas
keinginan sendiri karena ingin datang ke pengajian.
PEMBAHASAN
7
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus
Plasmodium, yang penularannya melalui gigitan nyamuk betina Anopheles. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu plasmodium vivax, plasmodium falcifarum,
plasmodium malaria dan plasmodium ovale. Daur hidup keempat spesies malaria
pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen
(sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam
badan horpes. Fase aseksual mempunyai 2 daur yaitu skizogoni eritrosit dan
skizogoni eksoeritrosit. Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivax
(malaria tertiana). Pada infeksi plasmodium vivax daur eksoeritrosit berlangsung
terus sampai bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat
berlangsung lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps (7).
Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang mengarah pada malaria.
Pada anamnesa didapatkan lebih kurang 10 hari penderita demam,
berkeringat, pusing, mual, tidak nafsu makan dan badan terasa lemah. Selama
perawatan pasien mengalami demam disertai menggigil.
Masa tunas intrinsik malaria vivax biasanya berlangsung 12 – 17 hari,
tetapi beberapa strain P.vivax dapat sampai 6 – 9 bulan atau mungkin lebih lama.
Menurut Kevin S et al, masa inkubasi untuk P. vivax lebih lama dibandingkan
P.falcifarum yaitu 18 – 40 hari. Anamnesa yang sangat mendukung diagnosis
malaria pada penderita demam adalah riwayat bepergian kedaerah endemis
malaria. Tetapi tidak adanya riwayat bepergian keluar kota tidak menyingkirkan
kemungkinan terkena malaria (10). Menurut Center for Disease Control (CDC)
8
2007, gejala malaria tidak spesifik, dimulai dengan sindrom prodormal berupa
demam, malaise, lemah, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, dan diare),
gangguan neurologi, dan sakit kepala. Demam adalah gejala yang paling sering
muncul sekitar 78% - 100% tapi demam yang periodik tidak selalu muncul (10).
Menurut WHO, gejala klinis saja tidak dapat menegakkan diagnosis malaria
karena pada daerah yang endemis gejala klinis tidak selalu muncul. Kurva demam
pada permulaan penyakit tidak teratur tetapi kemudian kurva demam menjadi
teratur, yaitu dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam mulai jelas dengan
stadium menggigil, panas dan berkeringat. Demam dan menggigil disebabkan
oleh eritrosit lisis dan keluarnya merozoit ke sirkulasi (11).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,7 oC, dan konjungtiva anemis.
Menurut Kathryn N.S et al, demam pada penderita malaria sering dengan
suhu badan lebih dari 38oC (12). Anemia pada serangan pertama biasanya belum
jelas atau tidak berat, pada malaria menahun yang biasanya lebih jelas. Malaria
menyebabkan anemia hemolitik berat karena sel darah merah diinfestasi oleh
parasit Plasmodium. Mekanisme terjadinya kerusakan eritrosit pada infeksi
malaria sangat kompleks. Anemia disebabkan oleh penghancuran eritrosit yang
berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama, dan gangguan pembentukan
eritrosit karena depresi eritropoesis dalam susmsum tulang (13). Menurut Geoffrey
Pasvol, indikasi transfusi pada penderita malaria apabila Hb kurang dari 7 g/dl
pada orang dewasa. Menurut B.A Biggs, transfusi diberikan apabila hematokrit
kurang dari 20%. Selama dirawat pasien hanya mendapatkan transfusi 1 kolf.
9
Seharusnya transfusi sampai Hb 10 g/dl tapi pasien tidak kooperatif walaupun
sudah diberikan edukasi (14,15).
Lien pada serangan pertama mulai membesar. Sekitar 24% - 40%
splenomegali paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik (10). Lien mengalami
kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit
dam jaringan ikat yang bertambah. Patofisiologi terjadinya splenomegali adalah
produksi berlebih dari IgM sebagai respon terhadap Plasmodium. (12).
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis malaria yaitu pemeriksaan darah
tepi serta apusan darah tebal dan tipis. Menurut Kathryn N.S et al, pada malaria
didapatkan trombositopenia pada 70% kasus, anemia pada 25% kasus. Leukosit
dapat normal atau rendah, lekositosis ditemukan kurang dari 5% kasus. Fungsi
hati dapat abnormal, peningkatan transaminase ditemukan pada 25% kasus.
Peningkatan bilirubin dengan adanya peningkatan laktat dehidrogenase yang
menunjukkan adanya proses hemolisis. Pada malaria juga bisa didapatkan
hiponatremia dan peningkatan kreatinin (12). Albumin yang rendah pada penderita
malaria menunjukkan infeksi akut (14). Penelitian Myoung-Don Oh et al
disimpulkan bahwa trombositopenia sering terjadi pada penderita malaria sekitar
85,1%. Walaupun kadar trombosit sangat rendah tapi jarang terjadi perdarahan.
Mekanisme terjadinya trombositopenia masih belum dapat dimengerti,
kemungkinan terjadi peningkatan platelet yang berkaitan dengan stimulasi Ig G
dan makrofag (16).
Hasil pemeriksaan morfologi darah tepi menunjukkan stadium dari spesies
P.vivax, yaitu stadium tropozoit. Diagnosis pasti malaria dilakukan dengan
10
menemukan parasit dalam darah yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi melalui
apusan darah tepi tebal maupun tipis dengan pewarna Giemsa. Pada morfologi
darah tepi menunjukkan adanya fase aseksual dan seksual parasit dalam darah.
Pada fase aseksual, merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran darah
menghinggapi eritrosit. Merozoit dalam eritrosit tumbuh menjadi trofozoit muda
yang berbentuk cincin, dengan pulasan giemsa sitoplasmanya berwarna biru, inti
merah mempunyai vakuol yang besar. Eritrosit yang dihinggapi parasit
mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna pucat dan tampak titik-titik
halus berwarna merah yang bentuk dan besarnya sama disebut titik schuffner.
Trofozoit muda kemudian menjadi trofozoit dewasa yang sangat aktif sehingga
sitoplasmanya tampak berbentuk amoeboid. Setelah daur eritrosit berlangsung
beberapa kali terjadi fase seksual, merozoit yang tumbuh menjadi trofozoit dapat
membentuk gametosit (7).
Untuk terapi malaria pada kasus ini penderita diberi SULDOX dan
DARPLEX. SULDOX adalah sulfadoxine-pyrimethamine diberikan 2-3 tablet
sebagai single dose. DARPLEX adalah Dihyroartemisinin + Piperaquine,
memiliki aksi skizontisidal kuat, tetapi tidak berpengaruh pada bentuk
eksoeritrositik, sporogoni dan gametosit, diberikan pada 1x3 tablet selama 3 hari.
Seharusnya diberikan Primakuin 15 mg diberikan selama 14 hari tetapi pasien
pulang atas keinginan sendiri. Pilihan pertama rekomendasi WHO untuk malaria
vivax yaitu kloroquin 25 mg/KgBB atau dihyroartemisinin + Piperaquine dibagi 3
hari dan dikombinasikan dengan primakuin 0,25 mg/KgBB 1 kali sehari selama
11
14 hari. Khusus untuk Asia Tenggara dan Oceania dosis primakuin 0,5 mg/KgBB
(5).
Pasien ini pulang atas permintaan sendiri dan dirawat hanya selama 5 hari.
Sehingga sulit untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan kesembuhan.
Komplikasi serius pada malaria vivax sangat jarang, pada beberapa kasus
komplikasi yang serius adalah rupturnya limpa.
PENUTUP
12
Telah dilaporkan laporan kasus seorang penderita laki-laki (45 tahun)
dengan diagnosis malaria vivax, telah dirawat di ruang Penyakit Dalam Pria
RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 3 – 8 Mei 2014 . Penderita datang dengan
keluhan badan panas disertai badan lemah, pusing, mual, dan nafsu makan yang
menurun. Hasil Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dan pada morfologi
darah tepi ditemukan parasit P. Vivax stadium trofozoit. Pasien pulang atas
permintaan sendiri dan dirawat hanya selama 5 hari. Sehingga sulit untuk
mengevaluasi perkembangan penyakit dan kesembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Millet JP, Ollalla PG, Santisteve PC et al. Imported malaria in a cosmopolitan European city: a mirror image of the world epidemiological situation. Malaria Journal 2008; 7 (56): 1-9
2. Munthe CE. Malaria serebral. Cermin dunia kedokteran 2001; 131: 5-6
3. Kawai S, Ikeda E, Sugiyama M et al. Enhancement of splenic glucose metabolism during acute malarial infection: correlation of findings of FDG-PET imaging with pathological changes in a primate model of sever human malaria. Am. J. Trop. Med. Hyg 2006; 74 (3): 353 - 60
4. Umar N. Gambaran penyakit malaria di bagian anak Rumah Sakit Umum Langsa Aceh Timur. Cermin dunia kedokteran 1994; 94: 14-15
5. WHO. Guidelines fot the treatment of malaria. 2006. Dari URL: www.who.int
6. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 UNICEF Indonesia, 2000, Multiple Indicator Cluster Survey Report on the Education and Health of Mothers and Children
7. Gandahusada, Srisasi dkk. Parasitologi Kedokteran, Edisi 3. FKUI Jakarta, 1998; 171-209
8. Rodrigues MHC, Cunha MG, Machado RLD, Ferreira OC, Rodrigues MM, Soares IS. Serological detection of Plasmodium vivax malaria using recombinant proteins corresponding to the 19-kDA C-terminal region of the merozoite surface protein-I. Malaria Journal 2003; 2: 1-7
9. Leslie T, Mayan MI, Hasan MA et al. Sulfadoxine-Pyrimethamine, Chlorpraguanil-Dapson, or Chloroquine for the treatment of plasmodium vivax malaria in Afganistan and Pakistan: a randomized controlled trial. JAMA 2007; 297 (20) 2201- 9
10. Griffith KS, Lewis LS, Mali S et al. Treatment of malaria in the United States: a systemic review. JAMA 2007; 297 (20): 2264 – 77
11. CDC. Malaria. 2007. Dari URL: www.CDC.gov
12. Suh KN, Kain KC, Keystone JS. Malaria. JMAC 2004; 170 (11): 1-10
13. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. EGC Jakarta, 2000; 125-126
14. Pasvol G. The treatment of complicated and severe malaria. British medical bulletin 2005; 75: 29 – 47
14
15. Biggs BA, Goller JL, Jolley D, Ringwald P. Regional differences in the response of P.vivax malaria to primaquine as anti-relapse therapy. Am.J.Trop.Med.Hyg 2007; 76: 203-7
16. OH MD, Shin H, Shin D et al. Clinical features of vivax malaria. Am.J.Trop.Med.Hyg 2001; 65 (2) 145-6
17. Sukarban, S dan Zunilda. Obat Malaria Dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FKUI, 1995; 545-59
15