laptup 2008 sken 2 dmf 2

26
KELAINAN KONGENITAL SKELETAL DAN MALOKLUSI Posted: April 13, 2011 in Uncategorized 0 KELAINAN KONGENITAL SKELETAL DAN MALOKLUSI LAPORAN TUTORIAL Ketua : Trias Leonita (08- 092) Penulis 1: Novan Tri H (08-040) Penulis 2: Adila Novarani (08-013) 1. Ramita Anggraini (08-005) 2. Irma Yunita (08-022) 3. Erni Kartika Sari (08- 073) 4. Sylfiatus Zahroh (08-047) 5. Hidayat Purwanto (08-080) 6. Zuraida (08-083) 7. Gattadah H. (08-117) 8. Rizkiyah Savira

Upload: dewdewanggra

Post on 24-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

KELAINAN KONGENITAL SKELETAL DAN MALOKLUSI

Posted: April 13, 2011 in Uncategorized 0

KELAINAN KONGENITAL SKELETAL DAN MALOKLUSI

LAPORAN TUTORIAL

Ketua     : Trias Leonita                       (08-092)

Penulis 1: Novan Tri H                        (08-040)

Penulis 2: Adila Novarani        (08-013)

1. Ramita Anggraini                    (08-005)2. Irma Yunita                             (08-022)3. Erni Kartika Sari                     (08-073)4. Sylfiatus Zahroh                     (08-047)5. Hidayat Purwanto                   (08-080)6. Zuraida                                    (08-083)7. Gattadah H.                            (08-117)8. Rizkiyah Savira                       (08-015)9. Farizan Zatta H.                      (08-030)10. Wildhan S.                              (08-081)11. Rizal Akbar     K.                    (08-072)

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Jember

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan hidayah dan inayahnya berupa kemampuan berfikir dan analisis sehingga laporan tutorial

Page 2: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

yang membahas tentang KELAINAN KONGENITAL SKELETAL DAN MALOKLUSI dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan tutorial ini disusun dengan alasan penting yang menjadi pendorong untuk pengetahuan berdasarkan refrensi-refrensi yang mendukung. Laporan ini juga bertujuan untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi di lingkungan Universitas Jember dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Laporan tutorial ini disusun melalui tahap baik dari pencarian bahan,teksbook, dan dari refrensi yang penulis dapat. Laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya komitmen dan kerja sama yang harmonis diantara para pihak yang terlibat,oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan trimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing dan membantu sehingga laporan tutorial ini dapat terselesaikan.

Akhirnya tiada suatu usaha yang besar dapat berhasil tanpa dimulai dari usaha yang kecil. Semoga laporan tutorial ini beermanfaat,terutama bagi mahasiswa Universitas Jember sendiri dan di luar lingkungan Universitas Jember. Sebagai pembuat laporan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan serta penyempurnaan lebih lanjut  pada masa yang akan datang. Atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan.

Jember, 20 Oktober 2009

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin. (www.yuwie.com/blog/entry.asp)

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui

Page 3: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%. (www.yuwie.com/blog/entry.asp)

Keadaan patologis ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, misalnya lingkungan dan faktor intrinsik, yaitu gen. Cacat lahir dapat berasal dari perubahan lingkungan selama dalam kandungan, seperti keadaan toksik, hipoksia yang menyebabkan terjadinya palsi serebral, dan cacat mental. Keadaan seperti malnutrisi, kelainan hormonal, dan bahan kimiawi seperti thalidomide juga dapat menyebabkan malformasi. (Sudiono, 2008)

Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali terjadi. Sumbing bibir dan palatum menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Seringkali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi kongenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran. Kelainan  lain adalah mikrognatia, makrognasia, makroglosia, mikroglosia, dan fibromatosis gingival herediter. (Sudiono, 2008)

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada laporan tutorial ini adalah :

1. Apa sajakah macam-macam kelainan kongenital skeletal yang sering terjadi dan bagaimanakah patogenesisnya?

2. Bagaimanakah cara pemeriksaan kelainan congenital skeletal?3. Apakah definisi maloklusi dan apa sajakah klasifikasinya?4. Bagaimanakah hubungan antara celah bibir dan celah palatum?5. Bagaimanakah hubungan antara kelainan kongenital skeletal dengan maloklusi?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan penulisan laporan tutorial ini adalah :

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui macam-macam kelainan kongenital skeletal yang sering terjadi beserta patogenesisnya.

2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pemeriksaan kelainan kongenital skeletal, baik fisik, radiologis, dan laboratoris.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi maloklusi dan klasifikasinya.4. Agar mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara celah bibir dan celah palatum.5. Agar mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara kelainan kongenital skeletal

dengan maloklusi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Kelainan Kongenital Skeletal

Page 4: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada neonatus yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomali kongenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan berupa cacat fisik saja.

Gangguan pettumbuhan dan perkembangan struktur skeletal banyak disebabkan olehfaktor herediter selain iu juga lingkungan

1. Faktor genetik

II.   Faktor lingkungan

1. Infeksi 1. Rubella2. Influenza A3. Injuri fisikal

1. Radiasi2. Perubahan temperatur3. Hormon

1. Insulin

2. Esterogen

3. Kortison

4. Androgens

5. ACTH

1. Nutrisi

1. Vitamin A

2. Vitamin D

3. Vitamin E

4. Vitamin K

5. Amino acids

6. Unsaturated fatty acid

7. Protein

1. Pernafasan

1. hipoksia

Page 5: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

2. carbon monoxide

3. carbon dioxide exess

1. Obat-obatan dan bahan kimia

1. Nikotin

2. Aminopterin

3. Anti metabolisme

1. Penyakit dari ibu

1. Stres

2. Usia

3. Tumor rahim

1. Ganguan pada embrionik

1. Reaksi antigen dan antibodi

2. Ketidaknormalan ovum

3. Ketidaknormalan cairan semen

Macam-macam kelainan kongenital skeletal di antaranya yaitu :

1. Gangguan Perkembangan Rahang 1. Agnathia (tidak memiliki maksila atau mandibula)2. Micrognathia (ukuran rahang lebih kecil dari normal)3. Macrognathia (ukuran rahang lebih besar dari normal)4. Gangguan Perkembangan Bibir dan Palatum

1. Celah palatum2. Celah bibir3. Celah bibir dan celah palatum4. Gangguan Perkembangan Lidah

1. Microglossia (ukuran lidah lebih kecil dari normal)2. Macroglossia (ukuran lidah lebih besar dari normal)3. Ankyoglossia (frenululum lingual pendek)4. Celah lidah5. Gangguan Perkembangan Gigi (Ukuran, Bentuk, Jumlah,

Struktur, Pertumbuhan) 1. Ukuran (microdontia, macrodontia)2. Bentuk (fusi, dislaserasi)3. Jumlah (anodonsia, supernumeri)4. Struktur (amelogenesis imperfekta,enamel hipoplasia)

Page 6: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

5. Pertumbuhan (erupsi premature, erupsi yang tertunda, embedded, dan impaksi)

2.2.      Maloklusi dan Klasifikasinya

Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang normal. Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau transversal. (Huoston, 1989)

ETIOLOGI MALOKLUSI

Graber menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi maloklusi sebagai berikut ini:

1. Faktor umum : faktor yang tidak berpengaruh langsung pada gigi yang meliputi 1. Herediter2. Kelainan kongenital3. Lingkungan:

-       Prenatal

-       Postnatal

1. Penyakit atau gangguan metabolisme2. Problema diet3. Kebiasaan jelek dan aberasi fungsional:

-       Abnormal sucking

-       Thumb and finger sucking

-       Tongue thrust and tongue sucking

-       Lip and nail biting

-       Abnormal swallowing habits

-       Speech defects

-       Respiratory abnormalities

-       Tonsils and adenoids

-       Bruxism

1. Posture2. Trauma dan kecelakaan3. Faktor lokal : faktor yang berpengaruh langsung pada gigi, yang terdiri atas

1. Anomali jumlah gigi:

-       Gigi kelebihan

Page 7: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

-       Missing

1. Anomali ukuran gigi2. Anomali bentuk gigi3. Frenulum labial abnormal4. Kehilangan prematur5. Retensi6. Erupsi gigi permanen terlambat7. Pola erupsi gigi abnormal8. Ankilosis9. Karies gigi10. Restorasi gigi yang tidak baik

PENGGOLONGAN MALOKLUSI

Maloklusi dapat dibagi dalam 4 golongan:

1. Malposisi dan malrelasi tiap gigi2. Malrelasi dari lengkung gigi dan tulang rahang3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi4. Malformasi dari tulang rahang

KLASIFIKASI ANGLE

Angle mendeskripsikan tujuh malposisi untuk satu gigi:

1. Bukal atau labial2. Lingual3. Mesial4. Distal5. Torso (berotasi)6. Infra (erupsi tidak sampai garis oklusal)7. Supra (erupsi melebihi garis oklusal)

Penggolongan malposisi gigi ini dapat digunakan unruk menggambarkan maloklusi dengan lebih lengkap.

(orthodontics: diagnosis and treatment)

Klasifikasi maloklusi Angle berdasar pada hubungan rahang di bidang sagital. Kunci klasifikasi Angle adalah hubungan antara molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah. Molar pertama permanen digunakan sebagai kuncinya karena dianggap sebagai gigi yang paling stabil, jarang berubah kedudukannya, karena gigi ini tertanam dalam  tulang zygomaticus yang sangat kuat.

Pada oklusi normal, cusp mesiobukal M1 permanen atas beroklusi dengan groove bukal depan M1 permanen bawah.

Angle Klas 1

Page 8: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

Maloklusi dimana terdapat hubungan antero-posterior rahang yang normal dilihat dari M1 permanen.

Angle Klas 2

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke distal dari rahang atas, dilihat dari hubungan M1 tetap.

Klas 2 dibagi menjadi dua divisi:

Divisi 1 : insisivus atas proklimasi sehingga terdapat peningkatan overjet

Divisi 2: insisivus pertama atas retroklinasi. Insisivus kedua selalu proklinasi dan overbite dalam.

Angle Klas 3

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke mesial dari atas, dilihat dari hubungan M1.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.      Maping

3.2 PEMBAHASAN

3.2.1 Patogenesis Kelainan Kongenital Skeletal

Patogeneis celah bibir bibir dan palatum

Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan (congenital). Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Sumbing bibir merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal pertumbuhan muka dalam bentuk defisiensi prosesus muka merupakan penyebab kesalahan perkembangan bibir. Karena tidak menyatunya sebagian atau seluruh proc. maksila dengan proc nasalis medialis pada satu atau kedua sisi. Sebagian besar ahli embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua deformitas sumbing sehingga stuktur anatomi normal tidak terbentuk. Periode perkembangan struktur anatomi bersifat  spesifik sehingga sumbing bibir dapat terjadi terpisah dari sumbing palatum, meskipun keduanya dapat terjadi bersama-sama dan bervariasi dallam derajat keparahannya bergantung pada luas sumbing yang dapat bervariasi mulai dari lingir alveolar (alveolar ridge) sampaii ke bagian akhir dari palatum lunak.

Page 9: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

Sumbing bibir umumnya terjadi pada minggu ke 6 hingga 7 itu, sesuai dengan waktu perkembangan bibir normal dengan terjadiinya kegaggalan penetrasi dari sel mesodermal pada groove epitel di antara proc. nasalis medialis dan lateralis.

Kelainan Kongenital Skeletal adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit.

Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio. Gangguan pertumbuhan ini tidak saja menyulitkan penderita, tetapi juga menimbulkan kesulitan pada orangtua, terutama ibu. Tidak saja dalam hal pemberian makan, tetapi juga efek psikologis karena mempunyai anak yang “tidak sempurna”.Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir :

1. Teori Fusi

Disebut juga teori kalsik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa kehamilan, processus maxillaries berkembang kea rah depan menuju garis median, mendekati processus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi.

1. Teori Penyusupan Mesodermal

Disebut juga teori hambatan perkembangan. Mesoderm mengadakan penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal menyebrangi celah bibir akan terbentuk.

1. Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial

Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memrlukan jaringan mesodermal yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir.

D. Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal

Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah.

3.2.2 Macam-macam Kelainan Kongenital Skeletal

Sumbing

Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan congenital yang sering kali menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pngunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Sering kali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi congenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran.

Page 10: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

Sumbing bibir dan palatum ditemukan pada hampir 50% kasus. Sumbing bibir saja merupakan 25% kasus, dapat terjadi pada 1 diantara 700-1000 kelahiran dengan predileksi ras yang bervariasi. Sumbing palatum saja lebih sedikit disbanding sumbing bibir, insidennya anatara 1 daiantara 1500-3000 kelahiran. Sumbing bibir dengan atau tanpa sumbing palatum lebih sering pada pria dan sumbing palatum saja lebih sering pada wanita.

Umumnya sumbing bibir dan palatum dibagi dalam empat kelompok besar

Sumbing bibir Sumbing palatum Sumbing bibir dan palatum unilateral Sumbing bibir dan palatum bilateral

Sumbing bibir dan mulut lainnya adalah:

Pit pada bibir Cekungan linear pada bibir Sumbing palatum submukosa Bifid uvula dan lidah Sumbing muka yang meluas melalui hidung, bibir, dan rongga mulut

Deformitas sumbing dapat sangat bervariasi dari alur dalam kulit dan mukosa sampai meluas membelah tulang dan otot. Kombinasi sumbing bibir dan palatum merupakan deformitas sumbing yang paling sering terlihat .

Beberapa pendapat tentang klasifikasi celah :

1. Berdasarkan organ yang terlibat

a. Celah di bibir (labioskizis)

b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Page 11: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Defek tabung sarafTerjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan korda spinalis. Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk tabung pada hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara sempurna, maka akan terjadi defek tabung saraf.Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan atau meninggal segera setelah lahir.2 macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan:- Spina bifida, terjadi jika kolumna spinalis tidak menutup secara sempurna di sekeliling korda spinalis.- Anensefalus, terjadi jika beberapa bagian otak tidak terbentuk.

-          Cerebral palsyBiasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi lahir, tergantung kepada beratnya kelainan.

-          Sindroma DownMerupakan sekumpulan kelainan yang terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dengan kelebihan kromosom nomor 21 pada sel-selnya.Mereka mengalami keterbelakangan mental dan memiliki wajah dan gambaran fisik lainnya yang khas; kelainan ini sering disertai dengan kelainan jantung.

3.2.3 Pemeriksaan Kelainan Kongenital Skeletal

1. Tes darah

Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk diperiksa apakah terinfeksi virus tertentu atau resus antibodi. Contoh darah calon ibu juga digunakan untuk pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran menemukan, kadar hCG yang tinggi pada darah ibu hamil berarti ia memiliki risiko yang tinggi memiliki bayi dengan sindroma Down.

2. Alfa Fetoprotein (AFP)Tes ini hanya pada ibu hamil dengan cara mengambil contoh darah untuk diperiksa. Tes dilaksanakan pada minggu ke-16 hingga 18 kehamilan. Kadar Maternal-serum alfa-fetoprotein (MSAFP) yang tinggi menunjukkan adanya cacat pada batang saraf seperti spina bifida (perubahan bentuk atau terbelahnya ujung batang saraf) atau anencephali (tidak terdapatnya semua atau sebagian batang otak). Kecuali itu, kadar MSAFP yang tinggi berisiko terhadap kelahiran prematur atau memiliki bayi dengan berat lahir rendah.

3. Sampel Chorion Villus (CVS)Tes ini jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan berisiko menyebabkan abortus spontan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa kemungkinan kerusakan pada kromosom. Serta untuk mendiagnosa penyakit keturunan. Tes CVS ini mampu mendeteksi adanya kelainan pada janin seperti Tay-Sachs, anemia sel sikel, fibrosis berkista, thalasemia, dan sindroma Down.

Page 12: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

4. Ultrasonografi (USG)Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan struktural pada janin, seperti; bibir sumbing atau anggota tubuh yang tidak berkembang. Sayangnya USG tidak bisa mendeteksi kecacatan yang disebabkan oleh faktor genetik. Biasanya USG dilakukan pada minggu ke-12 kehamilan. Pada pemeriksaan lebih lanjut USG digunakan untuk melihat posisi plasenta dan jumlah cairan amnion, sehingga bisa diketahui lebih jauh cacat yang diderita janin.Kelainan jantung, paru-paru, otak, kepala, tulang belakang, ginjal dan kandung kemih, sistem pencernaan, adalah hal-hal yang bisa diketahui lewat USG.

5. AmiosentesisPemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu berusia di atas 35 tahun. Karena hamil di usia ini memiliki risiko cukup tinggi. Terutama untuk menentukan apakah janin menderita sindroma Down atau tidak. Amniosentesis dilakukan dengan cara mengambil cairan amnion melalui dinding perut ibu. Cairan amnion yang mengandung sel-sel janin, bahan-bahan kimia, dan mikroorganisme, mampu memberikan informasi tentang susunan genetik, kondisi janin, serta tingkat kematangannya. Tes ini dilakukan pada minggu ke-16 dan 18 kehamilan. Sel-sel dari cairan amnion ini kemudian dibiakkan di laboratorium. Umumnya memerlukan waktu sekitar 24 sampai 35 hari untuk mengetahui dengan jelas dan tuntas hasil biakan tersebut.

6. Sampel darah janin atau cordosentesisSampel darah janin yang diambil dari tali pusar. Langkah ini diambil jika cacat yang disebabkan kromosom telah terdeteksi oleh pemeriksaan USG. Biasanya dilakukan setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu. Tes ini bisa mendeteksi kelainan kromosom, kelainan metabolis, kelainan gen tunggal, infeksi seperti toksoplasmosis atau rubela, juga kelainan pada darah (rhesus), serta problem plasenta semisal kekurangan oksigen.

7. FetoskopiMeski keuntungan tes ini bisa menemukan kemungkinan mengobati atau memperbaiki kelainan yang terdapat pada janin. Namun tes ini jarang digunakan karena risiko tindakan fetoskopi cukup tinggi. Sekitar 3 persen sampai 5 persen kemungkinan kehilangan janin. Dilakukan dengan menggunakan alat mirip teleskop kecil, lengkap dengan lampu dan lensa-lensa.Dimasukkan melalui irisan kecil pada perut dan rahim ke dalam kantung amnion. Alat-alat ini mampu memotret janin. Tentu saja sebelumnya perut si ibu hamil diolesi antiseptik dan diberi anestesi lokal.

8. Biopsi kulit janinPemeriksaan ini jarang dilakukan di Indonesia. Biopsi kulit janin (FSB) dilakukan untuk mendeteksi kecacatan serius pada genetika kulit yang berasal dari keluarga, seperti epidermolysis bullosa lethalis (EBL). Kondisi ini menunjukkan lapisan kulit yang tidak merekat dengan pas satu sama lainnya sehingga menyebabkan panas yang sangat parah. Biasanya tes ini dilakukan setelah melewati usia kehamilan 15-22 minggu.

3.2.4 Maloklusi dan klasifikasi maloklusi

Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang normal.

Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau transversal.

Page 13: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

(Huoston, 1989)

ETIOLOGI MALOKLUSI

Graber menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi maloklusi sebagai berikut ini:

1. Faktor umum : faktor yang tidak berpengaruh langsung pada gigi yang meliputi:

- Herediter

- Kelainan kongenital

- Lingkungan:

-          Prenatal

-          Postnatal

- Penyakit atau gangguan metabolisme

- Problema diet

- Kebiasaan jelek dan aberasi fungsional:

-          Abnormal sucking

-          Thumb and finger sucking

-          Tongue thrust and tongue sucking

-          Lip and nail biting

-          Abnormal swallowing habits

-          Speech defects

-          Respiratory abnormalities

-          Tonsils and adenoids

-          Bruxism

- Posture

- Trauma dan kecelakaan

b. Faktor lokal : faktor yang berpengaruh langsung pada gigi, yang terdiri atas:

-          Anomali jumlah gigi:

Page 14: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

- Gigi kelebihan

- Missing

-          Anomali ukuran gigi

-          Anomali bentuk gigi

-          Frenulum labial abnormal

-          Kehilangan prematur

-          Retensi

-          Erupsi gigi permanen terlambat

-          Pola erupsi gigi abnormal

-          Ankilosis

-          Karies gigi

-          Restorasi gigi yang tidak baik

MALOKLUSI

1. Maloklusi dapat dibagi menjadi 3 golongan yakni :2. Dental dysplasia3. Skeleto dental dysplasia4. Skeletal dysplasia

1. Dental dysplasia

Adalah maloklusi yang disebabkan oleh relasi yang tidak harmonis dari gigi-gigi. Berbagai posisi gigi dapat terjadi dalam deretan lengkung gigi, seperti misalkan terjadinya : rotasi, labioversi, linguoversi, impaksi, gigi yang berjejal-jejal, ektopioc, dsb.dalam hal ini maka relasi dari tulang rahangnya masih normal dan fungsi dari otot-otot adalah baik.

1. Skeleto dental dysplasia

Dalam hal ini tidak adanya gigi-giginya yang maloklusi, tapi juga meliputi rahang. Dimana hubungan antara tulang maksila dan mandibula adalah tidak normal, atau dapat pula maksila atau mandibulanya atau kedua-duanya hubungannya dengan cranium adalah tidak normal. Maloklusi ini adalah sangat kompleks dan memerlukan perawatan yang khusus.

1. Skeletal dysplasia

Maloklusi ini disebabkan karena malrelasi antara maksila dan mandibula, atau karena malrelasi dari tulang rahang dan kraniumnya.kedudukan gigi-giginya ada kemungkinan normal. Maloklusi semacam ini sering menunjukkan bentuk muka yang maju ke depan

Page 15: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

(forward facial divergent) atau bentuk muka yang mundur ke belakang (backward facial divergent). Hal ini disebabkan karena perkembangan kurang atau lebih dari tulang rahang.

1. B. Secara lebih terperinci maloklusi dapat dibagi menjadi 4 golongan : 1. Malposisi dan malrelasi dari tiap-tiap gigi2. Malrelasi dari lengkung gigi dan tulang rahang3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi4. Malformasi dari tulang rahang

1. 1. Malposisi dan malrelasi gigi

Dalam keadaan ini terdapat kedududukan gigi yang abnormal, seperti : mesioversi, distoversi, labioversi, torsiversi, infraversi, supraversi, dan perversi.

1. 2. Malrelasi lengkung gigi dan tulang rahang

Hal ini merupakan relasi yang tidak baik antara lengkungan geligi atas dan lengkungan geligi bawah, dan hubungan yang tidak baik dari maxilla dan mandibula dalam dataran sagital atau relasi antero-posterior.

1. 3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi

Kadang-kadang oleh karena adanya pertumbuhan dan perkembangan yang tidak baik, maka lengkungan gigi menjadi sempit, dan untuk mempelajari anomaly yang berhubungan dengan ini kita berpangkal pada raphe median line (median sagital plane of the face).

Garis median ini pada muka orang ialah melalui : trichion, glabella, pertengahan garis inter pupil, ujung dari hidung, pertengahan dari bibir, pertengahan dari gnation dan pada model ialah melalui papilla isisivus, perpotongan rugea kedua kanan kiri, pertengahan fovea palatine kanan-kiri.

Bila lebih dekat dengan median line disebut contraction, = compression = introversion.

Bila menjauhi median line disebut distraction = extraversion.

1. 4. Malformasidari rahang dan gigi dan malposisi dari mandibula.

Maloklusi seperti ini adalah sering disebabkan karena adanya mandibula displacement baik kekiri maupun ke kanan. Bila mandibula displace kekiri maka teraba bahwa kondil sebelah kanan kedudukannya lebih kebawah dan kedepan serta ke medial (glides downward & medialto medial line, sedangkan yang sebelah kiri kondilnya hanya memutar. Terlihat dalam keadaan oklusi, maka terlihat gigi-gigi sebelah kanan gigi-gigi bawahnya lebih ke mesial adri pada normal an hubungan bucco-lingual sebelah kanan tetap tak berubah, yang berubah adalah hubungan antero-posteriornya. Sedangkan yang sebelah kiri akan berubah ke jurusan atau dalam jurusan bucco-lingual, sehingga menyebabkan cross-bite, gigi bawah lebih keluar.

1. C. Maloklusi dapat berkembang dalam 3 dimensi: 1. Sagital (antero-posterior) ialah ditinjau dari orbital plane ada atau tidak adanya

protraction-retraction. Misalkan maloklusi kelas II atau kelas III.

Page 16: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

2. Transversal (medio-lateral) ialah ditinjau dari raphe median line. Ada atau tidaknya : contraction/distravtion.

3. Vertical ditinjau dari suatu garis yang menghubungkan tragus dan foramen infra orbitalis dan tegak lurus orbital plane serta sejajar dengan bidang horizontal. Garis ini disebut Frankfurt Horizontal Plane (F.P.H) tau sering pula disebut sebagai gaya Eye Ear Plane (E.E.P). perkataan Frankfurt berasal dari tempat dimana para sarjana anthtropology berkongres di Frankfurt.

Klasifikasi Angle

Klasifikasi maloklusi Angle berdasar pada hubungan rahang di bidang sagital. Kunci klasifikasi Angle adalah hubungan antara molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah. Molar pertama permanen digunakan sebagai kuncinya karena dianggap sebagai gigi yang paling stabil, jarang berubah kedudukannya, karena gigi ini tertanam dalam  tulang zygomaticus yang sangat kuat.

Pada oklusi normal, cusp mesiobukal M1 permanen atas beroklusi dengan groove bukal depan M1 permanen bawah.

Angle Klas 1

Maloklusi dimana terdapat hubungan antero-posterior rahang yang normal dilihat dari M1 permanen.

Angle Klas 2

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke distal dari rahang atas, dilihat dari hubungan M1 tetap.

Klas 2 dibagi menjadi dua divisi:

Divisi 1 : insisivus atas proklimasi sehingga terdapat peningkatan overjet

Divisi 2: insisivus pertama atas retroklinasi. Insisivus kedua selalu proklinasi dan overbite dalam.

Angle Klas 3

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke mesial dari atas, dilihat dari hubungan M1.

Oleh Dr. martin Dewey, maka kelas Idibagi menjadi atas beberapa tipe maloklusi dari Angle yakni:

1. type I : Gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak dilabial

2.type II   : Protusi atau labio versi dari insisiv atas

3.type III : Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas adalah lebih dari kea rah lingual terhadap gigi insisiv bawah. (cross bite gigi depan/ anterior crossbite)

Page 17: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

4.type IV :Crossbite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross bite)

5.type V : Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya gigi depannya

6.type VI : Spacing, openbite,dll

Kelas II maloklusi (Angel) dapat dibagi atas:

1. Divisi I : bilateral distal —- insisiv atas protusi

Subdivisi. Unilateral distal (hanya menggunakan satu sisi saja)

1. Divisi II : Bilateral dital —- insisiv atas retrusi / step bite

Subdivisi. Unilateral distal

Kelas III Angle (Mesioklusi). Dapat berupa : Bilateral atau Unilateral — subdivisi. Kelas III maloklusi dapat pula dibagi beberapa type yakni:

1. type 1 : hubungan incisornya adalah edge to edge2. type 2 : insisiv atas menumpang pada insisiv bawah, seperti hubungan yang normal

dan insisiv bawah agak berjejal-jejal3. insisiv  atasnya adalah linguoversi —- cross bite dan hal ini merupakan progenik.

KLASIFIKASI ANGLE

Angle mendeskripsikan tujuh malposisi untuk satu gigi:

Bukal atau labial Lingual Mesial Distal Torso (berotasi) Infra (erupsi tidak sampai garis oklusal) Supra (erupsi melebihi garis oklusal)

Penggolongan malposisi gigi ini dapat digunakan unruk menggambarkan maloklusi dengan lebih lengkap.

(orthodontics: diagnosis and treatment)

3.2.5 Hubungan celah bibir dan celah palatum

Pertumbuhan dan perkembangan craniofasial dimulai pada trismeter pertama kehamilan. Pada minggu ke lima terjadi pertumbuhan yang cepat pada tonjolan nasal media. Secara simultan tonjolan maksila yang ada dilateral bergerak ke median. Pada minggu-minggu selanjutnya tonjolan maksila bertemu dengan tonjolan nasal medial dan menekan tonjolan nasal medial ke arah midline. Selanjutnya terjadi fusi  membentuk segmen intermaksilari yaitu bibir atas dan philtrum, rahang atas yang menyangga gigi anterior dan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi  akan terjadi celah bibir. Pada minggu ke delapan palatum

Page 18: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

sekunder tumbuh vertikal sampai sejajar dengan lidah  lalu tumbuh horizontal dan keduanya berfusi dengan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi pada pemebentukan palatum akan terjadi celah palatum. Jika ada celah bibir mungkin ada celah palatum tetapi kebanyakan kasus jika ada celah bibir juga akan terdapat celah palatum. Tetapi jika ada celah palatum belum tentu ada celah bibir karena pembentukan bibir lebih dulu daripada pembentukan palatum.

3.2.6 Hubungan Kelainan Kongenital Skeletal dengan Maloklusi

Hubungan Kelainan Kongenital Skletal dengan Maloklusi

1. Kelainan celah palatum primer

Kelainan yang ada bervariasi dari lekukan bibir sampai celah bibir menyeluruh dengan kelainan alveolar. Kelainan ortodonti dan gigi bersifat lokal serta tercermin pada maloklusi yang masih dalam ambang normal. Celah alveolar terdapat pada daerah gigi seri kedua sehingga kelainan gigi ini sering terlihat; gigi mungkin tidak tumbuh atau tumbuh tidak sempurna dan/atau malposisi; atau terdapat dikkotomi gigi seri kedua dengan satu gigi peg shaped kecil pada kedua sisi garis celah.

1. Kelainan celah palatum sekunder

Celah palatum lunak saja menimbulkan gangguan skletal ringan tetapi dapat berhubungan dengan mikrognasia dan glosoptopis yang keduanya dapat menyebabkan maloklusi.

Bila palatum keras telah diperbaiki, rahang atas seringkali sempit sehingga gigi berjejal-jejal (crowding) dan terdapat gigitan terbalik (crossbite, uni atau bilateral)

1. Celah yang mengenai palatum primer dan sekunder

Kasus ini menunjukan problem yang besar; operasi, gigi, ortodonsi, dan bicara. Faktor yang menyebabkan maloklusi adalah kelainan maksila, bibir atas yang telah diperbaiki dan kelainan gigi pada daerah celah yang semuanya dapat menimbulkan maloklusi.

1. Cerebral Palsy

Paralysis atau kurang koordinasinya otot karena lesi intrakranial kelainan neuromuskular, yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi; misalnya lengkung geligi tidak normal atau colaps.

1. Torticollis

Berkaitan dengan kekuatan otot yang abnormal, dimana terjadi pemendekan otot cleidomastoid yang menyebabkan perubahan bentuk tulang cranium dan muka sehingga terjadi asimetri muka.

1. Cleidoeranial Dysotosis

Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan maloklusi, dapat unilateral maupun bilateral, tidak terbentuk clavicula parsial atau keseluruhan karena keterlambatan penutupan sutura

Page 19: Laptup 2008 Sken 2 Dmf 2

cranial, retrusi maksila, dan protrusi mandibula, gangguan erupsi gigi permanen dan gigi sulung yang tidak tanggal. Akar gigi permanen pendek dan tipis dan gigi kelebihan juga sering dijumpai.

1. Congenital Syphilis

Dapat menyebabkan bentuk gigi abnormal dan malposisi gigi.

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dihasilkan yaitu :

1. Kelainan kongenital adalah kelainan yang ada pada bayi sejak ia dilahirkan.2. Etiologi dari kelainan kongenital adalah genetik dan non genetik (lingkungan, nutrisi,

trauma, obat-obatan, paparan radiasi, umur ibu hamil, infeksi pada ibu, aktivitas ibu terlalu berat selama hamil dan psikologis ibu selama hamil)

3. Macam–macam kelainan kongenital pada kraniofasial gangguan wajah, perkembangan kista, gangguan lidah, gangguan rahang, dan gangguan gigi.

4. Patogenesis dari cleft lips dan cleft palate dapat dijelaskan dengan berbagai teori, namun pada dasarnya adalah terjadinya kegagalan pada penyatuan prosesus maksilaris dan prosesus nasalis medialis selama proses tumbuh kembang kraniofasial janin.

5. Kelainan kongenital dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik, laboratoris, dan radiologi.

DAFTAR PUSTAKA

Shafer, William G. 1983. A Textbook of Oral Pathology. Toronto : W.B. Saunders Company

Kerr, Donald A. 1960. Oral Pathology. Philadelpia : Lea & Febinger

Sudiono, Janti. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta : EGC

Sperber, G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Jakarta : Hipokrates

Foster, T. D. 1997. Buku Ajar Ortodonsi. Jakarta : EGC