law aspec of compensation of transboundary oil and …
TRANSCRIPT
Vol. 2(1) Februari 2018, pp. 175-187
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6885 (online)
175
ASPEK HUKUM TERHADAP GANTI RUGI PENCEMARAN MIGAS LINTAS
BATAS YANG DISEBABKAN OLEH OFFSHORE ACTIVIES
(Suatu Tinjauan Dari Perspektif Hukum Lingkungan Internasional)
LAW ASPEC OF COMPENSATION OF TRANSBOUNDARY OIL AND GAS
POLLUTION CAUSED BY OFFSHORE ACTIVITIES
(The Perspective Of International Environmental Law)
Arfi Fazrian
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111
Nurdin
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111
Abstract - Polluter Pay’s Principle, which ones of principle of compensation in international environmental
law, exploitation oil and gas activities on offshore areas would be damage not only the jurisdiction of the sea
areas belong to coastal states but also spread to jurisdiction of other coastal states. So that, the states which
exposed damage are involving compensation to remedy the environment of the sea that tainted. The wrote
Thesis has aimed to know and to explain concerning regulations and mechanism toward compensation of
transboundary oil and gas pollution caused by offshore activity based on International Convention on Oil
Pollution Preparedness, Response and Cooperation 1990. Convention on Civil Compensation for Oil Pollution
Damage Resulting from Exploration and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977. Convention on
Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001 and regulations in Indonesia. In order to
obtain data in this wrote Thesis has been doing library research. That is to learn and to analyze the
Conventions, the Regulations, text books, news paper, journal and any literate have related to this Thesis. The
resulted of this Thesis explaining the regulations toward compensation of transboundary oil and gas pollution
caused by offshore activities have not been be regulated definitely, because the regulations have not yet entry
into force. But, The parties that wanted compensation are operator from offshore installation, whereas the claim
could be propose when the activity to repair of marine environment tried to be done and together with party of
origin to do study about Environmental Impact Assessment. Mechanism for giving compensation could be done
with two ways, through insurance of environment and special body in this case is OPOL Association Limited.
Based on the explanation, recommended to any states are studying exhaustive and doing the convention related
transboundary oil and gas pollution caused by offshore Activities. Furthermore, recommended to Indonesian
government is doing regional cooperation with ASEAN Countries, Asia Pacific and Australia and also ratify
Espoo Convention.
Keywords: Law Aspec, Compensation, Transboundary
PENDAHULUAN
Ganti rugi pada dasarnya merupakan pertanggung jawaban yang dilakukan oleh pihak
yang telah merugikan pihak lain. Ganti rugi sangat diperlukan dalam hal permasalahan
pencemaran lingkungan, sehingga lahirlah konsep ganti rugi mutlak (strict liability) yang
pada dasarnya bukan mengatur ganti rugi yang timbul antar pribadi-pribadi hukum,
melainkan para pihak yang mencemari lingkungan dan dalam hal ini adalah lingkungan laut.1
Potensi sumber daya laut yang kemudian banyak menimbulkan masalah secara global
adalah pemanfaatan laut sebagai tempat melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan
gas bumi. Permasalahan terbesar merupakan pencemaran lingkungan laut akibat hasil
1 Komar Kantaatmadja, Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Bandung: Alumni, 1982,
hlm. 6
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 176
Arfi Fazrian, Nurdin
penambangan yang dapat berupa pembuangan limbah hasil olahan ataupun adanya
kecelakaan yang terjadi dalam kegiatan penambangan minyak dan gas bumi, sehingga
tercemarnya laut dan rusaknya ekosistem laut.
Melakukan eksplorasi dan eksploitasi bawah laut atau tanah di bawahnya bagi setiap
negara pantai memiliki legalitas yang sah. Hal ini sesuai dengan aturan yang terdapat dalam
Pasal 77 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982). Bahwa setiap
negara pantai memiliki hak eksklusif dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya laut di landas kontinen yang berupa kekayaan mineral, kekayaan non-hayati atau
organisme sedenter.
Kasus pencemaran yang diakibatkan dari kegiatan penambangan di lepas pantai akan
sering terjadi seiring dengan kegiatan eksploitasi migas. Sehingga diperlukan pengaturan
hukum yang memadai, dalam konteks ini adalah hukum lingkungan.2 Agar terdapat batasan-
batasan dan aturan dalam menjaga lingkungan, maka setiap negara wajib mematuhi prinsip
Good Neighborliness atau ‘sic utere tuo, ut alienum non laedas, dan juga peraturan-peraturan
terkait.3
Konvensi-konvensi yang mengatur permasalahan pencemaran minyak lintas batas
akibat offshore Activities.4 Konvensi-konvensi tersebut antara lain, International Convention
on Oil Pollution Preparedness, Response and Coorporation 1990 (CPPRC). Merupakan
konvensi yang pada dasarnya mengatur pencemaran dalam hal kesiapsiagaan, respon dan
kerjasama dalam pencemaran lingkungan laut yang berasal dari laut.5
Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from Exploration
and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977 (CLCEE). Konvensi yang dilakukan di
London ini berfokus pada pencemaran lingkungan yang terjadi di laut akibat offshore
Activities terlebih khusus akibat offshore installations. Dan juga terdapat Convention on
Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001.
Adapun permasalahan yang diteliti dan dibahas adalah:
2 Adji Sumekto, Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009,
hlm. 117. 3 Marsudi Triamodjo, Anatomi Hukum Lingkungan Internasional: Sistem Generik Penyangga Kehidupan
Umat Manusia, Mimbar Hukum 34 (2), Yogyakarta: FH UGM, 2000, hlm. 136. 4 Lyons, Youna, Transboundary Pollution from Offshore Oil and Gas Activities in the Seas of Southeast
Asia, Centre For Internastional Law, 2012, hlm. 11. Dapat dilihat di http://cil.nus.edu.sg/wp/wp-
content/uploads/2010/08/YounaLyons-Transboundary-Pollution-From-Offshore-Platforms.pdf. 5 Oktoriana Saleh, Pencemaran Laut Oleh Ladang Minyak Montara: responsibility and liability, Opinio
Juris vol. 01 Jan-Mar 2010, hlm. 3.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 177
Arfi Fazrian, Nurdin
1. Bagaimanakah pengaturan nasional dan internasional terhadap ganti rugi pencemaran
migas lintas batas yang disebabkan oleh offshore Activities?
2. Bagaimana mekanisme dan tatacara mengenai ganti rugi akibat pencemaran migas
lintas batas yang disebabkan oleh offshore Activities?
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian dan Jenis Pendekatan
Jenis penelitian dan pendekatan dalam penelitian ini adalah normative legal
reasearch, 6 yaitu jenis pendekatan penelitian yang menjelaskan mengani norma-
norma yang mengatur, dalam hal ini khususnya aturan terkait pencemaran migas
lintas batas akibat offshore activities. Metode penelitian hukum normatif adalah
metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.7 Metode ini melakukan pengumpulan
data melalui cara library research yaitu, dengan mencari berbagai informasi baik
berita analisis, konsep-konsep hasil pemikiran para ahli yang dimuat dalam buku-
buku, jurnal, dan karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Tahap Penelitian dan Sumber Data
Sesuai dengan tipe penelitian ini yaitu, menggunakan penelitian hukum
normatif. Maka, tahapan penelitian dalam penulisan ini meniliti kepada bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri
dari:8
a. Peraturan nasional Indonesia.
b. Konvensi-konvensi Internasional (Perjanjian Internasional);
c. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum kebiasaan internasional;
d. Prinsip Hukum Umum Internasional yang diakui oleh negara beradab.
e. Yurisprudensi.
Bahan hukum sekunder yaitu, bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal, tulisan-tulisan ilmiah serta berbagai
6 Soetandyo Wignjosoebroto, Penelitian Hukum: Sebuah Tipologi, Makalah Masyarakat Indonesia,
Tahun ke-1 No.2, 1974, hlm. 92-94. 7Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2009, hlm. 13–14. 8Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Gravindo Persada, 2004,
hlm. 31.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 178
Arfi Fazrian, Nurdin
bahan bacaan lainnya yang diperoleh melalui media elektronik, baik dari dalam atau
luar negeri dan berhubungan dengan penelitian ini.
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus
hukum, kamus Black’s Law Dictionary, kamus bahasa Indonesia dan ensiklopedia.
Sedangkan dalam penelitian ini sumber-sumber yang digunakan adalah yang
berkaitan dengan asas-asas hukum bagi ketentuan-ketentuan internasional mengenai
ganti rugi pencemaran migas lintas batas, khususnya ketentuan dalam beberapa
peraturan, antara lain:
1) Peraturan Nasional Indonesia (Undang-Undang).
2) International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and
Coorporation 1990.
3) Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from
Exploration and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977.
4) Convention on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context
2001.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pengaturan Ganti Rugi Akibat Pencemaran Migas Lintas Batas Di Laut
Law as a tool of social engineering merupakan suatu hal yang tepat untuk dijadikan
suatu pedoman untuk memahami fungsi dari hukum,9 karena adanya suatu peraturan akan
menguatkan keinginan yang diinginkan oleh pihak korban dan juga akan menjadi pedoman
bagi hakim untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Sehingga tercapailah tujuan dari
hukum tersebut yaitu, kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
Memahami ganti rugi yang terjadi akibat pencemaran migas lintas batas harus dilihat
dari segi yuridis baik secara nasional maupun internasional. Hal ini guna menjadi dasar bagi
suatu negara yang menjadi korban akibat pencemaran untuk melakukan tindakan-tindakan
yang dapat dilakukan secara hukum untuk mendapatkan haknya dan memperbaiki lingkungan
lautnya yang tercemar akibat kegiatan lepas pantai yang bersifat lintas batas. Berikut
merupakan legal framework mengenai pencemaran migas lintas batas:
9 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2006, hlm.
75.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 179
Arfi Fazrian, Nurdin
Tabel. 1
Legal Framework of Transboundary Oil Pollution By Offshore Activities
General Provision
Specific Issues
Prevention
and Response
Asessment Liability and
Compensation
UNCLOS 1982 OPRC 1990 Espoo Convention 2001 CLCEE 1977
Special Agreement
Between States
OPOL 2016
National Regulations
2. Peraturan Nasional dan Internasional Tentang Ganti Akibat Pencemaran Minyak
Lintas Batas Di Laut
1. Peraturan Nasional
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pelestarian
Lingkungan Hidup
Pencemaran dalam pandangan UUPPLH adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Demi mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka apabila terjadi suatu
pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan lepas pantai, UUPPLH
menekankan konsep ganti rugi dengan menggunakan prinsip polluter pays
principle dan menerapkan strict liability dalam pertanggung jawabannya.
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982
Pencemaran (pollution of the marine environment) menurut Pasal 1
ayat (4) UNCLOS 1982 adalah dimasukkannya oleh manusia, secara langsung
atau tidak langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, yang
mengakibatkan atau mungkin membawa kerusakan pada kekayaan hayati laut
dan kehidupan di laut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap
kegiatan-kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut
yang sah lainnya, penurunan kualitas kegunaan air laut dan pengurangan
kenyamanan.
Terhadap pencemaran laut Pasal 192 UNCLOS 1982 mengatur bahwa
semua negara wajib untuk melindungi dan melestarikan lingkungan lautnya.
Dan terkait tindakan-tindakan untuk mencegah, mengurangi dan
mengendalikan pencemaran lingkungan laut diatur dalam Pasal 194.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 180
Arfi Fazrian, Nurdin
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE
Pasal 11 menyatakan bahwa pencemaran yang dilakukan pada
lingkungan ZEE Indonesia dan menyebabkan kerusakan, maka pihak yang
mencemarkan wajib bertanggung jawab secara mutlak (strict liability). Ganti
rugi tersebut digunakan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat
pencemaran.
d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
Peraturan ini mengatur secara khusus mengenai laut, termasuk
pencemaran yang terjadi di laut wilayah Republik Indonesia. Menurut Pasal
52 undang-undang kelautan ini, pencemaran di laut berasal dari tiga sumber,
pencemaran yang asalnya dari darat, pencemaran yang berasal dari kegiatan
laut, dan pencemaran yang berasal dari udara.
Oleh karena itu, kegiatan penambangan minyak dan gas yang
dilakukan di laut, kemudian karena kegiatan tersebut terjadi pencemaran laut,
maka undang-undang ini telah mengakomodir dengan memasukan adanya
sumber pencemaran yang berasal dari laut.
2. International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Coorporation
1990
Kaitan antara konvensi ini dengan adanya ganti rugi pencemaran migas lintas
batas akibat kegiatan laut lepas tidaklah diatur secara siginifkan dan jelas. Melainkan,
konvensi ini menjadi suatu rujukan terhadap prosedur yang harus dilakukan oleh
pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan offshore Activities, sehingga dapat dijadikan
suatu dasar dalam tuntutan kerugian yang akan diajukan oleh negara korban apabila
pihak yang terkait tidak melakukan tindakan-tindakan yang diatur dalam konvensi ini.
Tindakan-tindakan yang diatur dalam konvensi ini dan harus dilakukan oleh
pihak-pihak yang melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di laut lepas, antara
lain:
a. Melakukan kerjasama internasional, regional dan bilateral.
b. Memberikan laporan pencemaran kepada negara pantai yang terdekat dari
tempat terjadinya pencemaran dan juga melaporkan kejadian tersebut
kepada International Maritime Organization (IMO).
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 181
Arfi Fazrian, Nurdin
c. Setiap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di lepas pantai harus
memiliki rencana penanggulangan pencemaran (oil pollution emergency
plans).
d. Membentuk peraturan nasional yang mengatur khusus mengenai kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi di laut, yang isinya wajib terdapat National
Contingency Plan, penentuan badan nasional yang berwenang dan
penanggung jawab operasi mulai dari persiapan, penanggulangan
pencemaran, pelaksanaan, pelaporan, dan permintaan bantuan yang
diperlukan.
e. Negara pantai tempat dilakukannya offshore Activities baik secara sendiri
ataupun kerjasama, harus mempersiapkan peralatan pencegahan
pencemaran.
f. Kerjasama dalam hal tekonologi dalam menanggulangi pencemaran yang
terjadi. Termasuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam
menjaga lingkungan yang terjadi.
g. Menjadikan “polluter pay’s principle” sebagai prinsip umum bagi hukum
lingkungan internasional.
3. Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from
Exploration and Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977
Berdasarkan konvensi CLCEE ini, pollution damage yang dimaksud berfokus
pada dua hal, yaitu pencemaran yang diakibatkan dari sebuah insiden yang terjadi di
luar garis pantai namun, masih dalam kendali negara pantai dan wilayah teritorial laut
dari suatu negara yang mengalami kerusakan.10 Sehingga, dapat dipahami bahwa
konvensi ini juga mengatur adanya pencemaran lintas batas.
Pencemaran yang terjadi akibat offshore installation tersebut sangat
mempengaruhi kepada pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Berdasarkan
konvensi ini, pihak yang harus bertanggung jawab terhadap pencemaran tersebut
adala operator negara yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas di laut lepas
tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 konvensi.
10 Pasal 2, Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from Exploration and
Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 182
Arfi Fazrian, Nurdin
4. Convention on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001
Pada dasarnya EIA (Environmental Impact Assessment) dibuat pada tahun
1991. Namun, pada tahun 2001 dilakukan amandemen dan mulai berlaku mulai 26
Agustus tahun 2014. Konvensi yang memang hanya berfokus kepada adanya
pencemaran lintas batas untuk dilakukannya assessment11 (penilaian/keterlibatan)
antara Party of Origin (negara pencemar)12 dan Affected Party (negara tercemar),13
sehingga pencemaran tersebut dapat diukur secara pasti dan data kerusakan serta
pencemaran yang terjadi antara party of origin dan affected party adalah sama,14
3. Mekanisme Ganti rugi Akibat Pencemaran Migas Lintas Batas di Laut
Melihat mekanisme ganti rugi pencemaran lingkungan laut pada umumnya, terdapat
dua mekanisme yang dapat dilakukan. Pertama, adalah dengan menggunakan mekanisme
tradisional berupa melakukan asuransi kecelakaan dan pencemaran lingkungan. Dan kedua,
adalah dengan membentuk badan khusus yang berfungsi untuk menangani permasalahan
ganti rugi pencemaran lingkungan laut, khususnya yang diakibatkan oleh offshore facility.15
Terkait pencemaran yang terjadi akibat offshore facility, telah ada suatu badan khusus
seperti halnya FUNDs, yaitu bernama OPOL (Offshore Pollution Liability Association
Limited) atau disebut OPOL Association. Merupakan badan industri minyak yang didirikan
sebagai perusahaan terbatas dengan jaminan yang mengelola dana tanggung jawab untuk
ganti rugi dengan skema OPOL agreement yang berpusat di Inggris dengan berfokus kepada
operator sebagai pihak yang bertanggung jawab dan dapat dimintai klaim ganti rugi dengan
syarat tunduk pada agreement yang berisikan ketentuan menjadi anggota, termasuk prosedur
standar dalam melakukan perbaikan terhadap kerusakan lingkungan dengan maksimal dana
reimburse saat ini US $ 250.000.000 + per kejadian.16
11 Di Indonesia disebut sebagai AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). 12 Pasal 1, Convention Environmental Impact Asessment in a Transboundary Context 2001. 13 Ibid. 14 UNECE, Introduction to Espoo Convention, https://www.unece.org/env/eia/eia.html, diakses pada 29
Maret 2017. 15 Michael Faure, A Shift Toward Alternative Compensation Mechanisms For Environmental Damage,
New York: Springer Wien, 2007, hlm. 74. 16 Clause IV- Remedial Measures and Pollution Damage Reimbursment and Compensation of Claims
Therefor, OPOL Agreement.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 183
Arfi Fazrian, Nurdin
KESIMPULAN
Peraturan secara Internasional terkait ganti rugi akibat pencemaran migas lintas batas
sebenarnya telah lengkap, dimana pengaturan dari tahap awal telah diatur. Dimulai dari
prinsip-prinsip untuk mengantisipasi terjadinya pencemaran, kemudian cara penanganan,
perhitungan tingkat polusi, sampai kepada pemberian ganti rugi, telah ada dan terbuat secara
sistematis, seperti halnya demi mencegah adanya pencemaran migas lintas batas, setiap
negara perlu mengambil langkah-langkah dan tindakan sebagaimana diatur dalam
International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Coorporation
(CPPRC) 1990. Kemudian apabila pencemaran telah terjadi dan perlu adanya pengukuran
tingkat polusi (Impact Assessment), maka pengaturan tersebut telah diatur dalam Convention
on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context (Espoo Convention) 2001.
Dan sebagai dasar hukum untuk negara yang menjadi korban pencemaran dalam meminta
ganti rugi diatur dalam Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting
from Exploration For and Exploitation of Seabed Mineral Reasources (CLCEE) 1977,
Namun, satu kelemahan terhadap konvensi-konvensi tersebut adalah belum adanya kekuatan
hukum (khusus untuk CLCEE) untuk berlaku.
Mekanisme pemberian ganti rugi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui
asuransi lingkungan dan badan khusus yang dibentuk untuk memberikan ganti rugi apabila
terjadi pencemaran lintas batas, khususnya yang terjadi akibat offshore Activities. Di dunia
terdapat OPOL Association Limited yang khusus menenangani permasalahan ganti rugi
pencemaran migas akibat offshore Activities. Berpusat di London dan berlandasakan hukum
Offshore Pollution Libility (OPOL) Agreement 2016.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti: Jakarta. 2010.
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Gravindo Persada:
Jakarta. 2004.
Adji Sumekto, Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, PT. Citra Aditya Bakti:
Bandung. 2009.
Alan Boyle, “Impact of International Law and Policy” dalam Environmental Regulation and
Economic Growth, Clarendon Press: Oxford. 1994.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 184
Arfi Fazrian, Nurdin
Alexander Kiss & Dinah Shelton , International Enviromental Law, Martinus Nijhoff
Publisher. 2007.
Andri G. WIbisana, Prinsip-Prinsip Hukum Lingkungan, FH UI: Jakarta. 2014.
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,
Alumni: Bandung. 2001.
Esmaili, Hossain, The Legal Regime of Offshore Oil Rigs in International Law, Ashgate
Dartmouth: Aldershot. 2001.
Gavouneli, Maria, Pollution from Offshore Installations, Graham & Trotman Press: London.
1995.
Harald Hohmann, Precautionary Legal Duties and Principles of Modern International
Environmental Law: The precautionary principle: International Environmental Law
between Exploitation and Protection, Graham & Trotman: London. 1994.
Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Prespektif Bisnis Internasional,
Refika Aditama: Bandung. 2003.
Jack, Jacobs. A new look at environmental impact assessments: using customary law to
prevent domestic and transboundary environmental damage, Edward Elgar Publishing
Limited: UK. 2008.
Komar Kantaatmadja, Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Alumni:
Bandung. 1982.
________, Beberapa Masalah Sekitar Ganti Rugi Polusi Minyak di Laut, Lembaga Penelitian
Hukum FH UNPAD: Bandung. 1977.
Martens, E.W. A Literature Review of the Biological Impact of Oil Spil in Marine Waters,
National Academy of Science: Washington DC. 1973.
Mochtar Kusumaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, Bina Cipta: Jakarta. 1978.
_________, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni: Bandung. 2006.
Michael Mason, Transnational Compensation for Oil Pollution Damage: Examining
Changing Spatialities of Environmental Liability, Department of Geography and
Environment, London School of Economics: London.
Michael Faure, A Shift Toward Alternative Compensation Mechanisms for Environmental
Damage, Springer Wien: New York. 2007.
N.H.T. Siahaan, Ekologi Pembangunan Dan Hukum Tata Lingkungan, Erlangga: Jakarta.
1987.
Philippe Sands, Principles of International Evironmental Law, Manchester University Press:
England. 1995.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 185
Arfi Fazrian, Nurdin
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
PT Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2009.
Subekti, cet. Ke-32 Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa. 2005.
Taverne, Bernard, Petroleum, Industry and Governments: A study of the Involvement of
Industry and Governments in the Production and Use of Petroleum, Second Edition,
Kluwer Law International B.V: The Netherlands. 2008.
WCED, Our Common Future, Oxford University Press: Oxford. 1987.
B. JURNAL Aili Zong, Liability Regime Concerning The Oil Pollution Rising From Offshore Facilities,
Oslo University, Thesis Master of Law. 2016.
Australia Government, Final Montara Inquairy Report, 2011.
BPHN Departemen Hukum dan Ham RI, Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional
Bidang Lingkungan Hidup, Jakarta: Kemenkumham, 2007.
Purwatinigsih dan Masykur, Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
di Laut Natuna Bagian Utara Laut Yurisdiksi Nasional Untuk Meningkatkan
Kesejahteraan masyarakat di Kepulauan Natuna., Jurnal Reformasi, Volume 2, Nomor
2, Juli – Desember 2012.
Alfa, Lintin, Dkk, Perhitungan Biaya Kerugian Akibat Tumpahan Minyak Montara di Pesisir
Nusa Tenggara Timur, ITS, Surabaya.
Daniel B. Shilliday, Contractual Risk-Shifting In Offshore Energy Operations, Tulane Law
Review, Volume 81, Numbers 5 & 6, June 2007.
Denis V. Rodin, Offshore transboundary petroleum deposits: cooperation as a customary
obligation, Small Master’s Thesis Masters of Laws in Law of the Sea University of
Troms , 2011.
De Sadeleer, Nicolas Michel, The Polluter-Pays Principle in EU Law - Bold Case Law and
Poor Harmonisation (2012).
Harjasoemantri, Koesnadi. 1998. Strict Liability (Tanggung Jawab Mutlak). Paper presented
at the Lokakarya Legal Standing & Class Action, Hotel Kartika Chandra, Jakarta.
Laura Siahainena , Pencemaran Laut Dampak dan Penaggulangannya, Makalah Falsafah
Sains Program, Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor, 2001.
Lyons, Youna, Transboundary Pollution from Offshore Oil and Gas Activities in the Seas of
Southeast Asia. Centre for Internastional Law. 2012.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 186
Arfi Fazrian, Nurdin
Marsudi Triamodjo, Anatomi Hukum Lingkungan Internasional: Sistem Generik Penyangga
Kehidupan Umat Manusia, Mimbar Hukum 34 (2), FH UGM, Yogyakarta, 2000.
M. AJiesatria, Pengalaman DIplomasi Indonesia Dalam Sengketa Tumpahan Minyak
Montara Dan Kebutuhan Hukum Regional ASEAN, Jurnal Opinio Juris, Vol. 18 Mei-
September 2015.
OECD, Liability for Environmental Damage In Eastern Europe, Caucasus and Central Asia,
2012.
Oktoriana Saleh, Pencemaran Laut Oleh Ladang Minyak Montara: responsibility and
liability, Opinio Juris vol. 01 Jan-Mar 2010.
Oluf Langhelle, Sustainable Development and Social Justice: Expanding the Rawlsian
Framework of Global Justice, Environmental Values, Vol. 9, 2000.
Sciculina, Nikita, A Legal Discussion On Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting
From Offshore Oil Rigs In the Light of the Recent Deepwater Horizon Incident,
UNEP, ATHENS, 2013.
Soetandyo Wignjosoebroto, Penelitian Hukum : Sebuah Tipologi, Makalah Masyarakat
Indonesia, Tahun ke-1 No.2, 1974.
Tridoyo Kusumastanto, Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, perikanan dan Perhubungan
Laut Dalam Abad XXI, Ekonomi Kelautan- IPB, Bogor.
World Energy Council, Marine Energy, 2013.
C. INTERNET
Australia, Final Government Response to the Report of the Montara Comission of Inquiry,
http://www.ag.gov.au/cca. diakses pada 10 Maret 2017.
CIDES Indonesia, Kasus Montara dan Good Governance, http://cidesindonesia.org/?p=48.
Diakses pada 6 September 2016.
Departemen Pengelolaan Devisa, METADATA,
http://www.bi.go.id/id/statistik/metadata/seki/documents/21metadata_cad_v_indonesi
aupdate.pdf , diakses pada 27 Maret 2017.
ESDM, PTTEP Ganti Rugi Warga US$ 5 Juta, Pencemaran Laut Timur,
http://www.migas.esdm.go.id/tracking/beritakemigasan/detil/257425/PTTEP-Ganti-
Rugi-Warga-US$-5-Juta-Pencemaran-Laut-Timor. diakses pada 8 Maret 2017.
OECD, principle concerning transfrontier pollution.
http://acts.oecd.org/Instruments/ShowInstrumentView.aspx?InstrumentID=23&Instru
mentPID=21&Lang=en&Book=False. Diakses pada 8 Maret 2016.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.1 Februari 2018 187
Arfi Fazrian, Nurdin
SKK MIgas, Mengelola Migas Untuk Kepentingan Bangsa,
http://www.skkmigas.go.id/mengelola-migas-untuk-kepentingan-bangsa. diakses pada
16 Oktober 2016.
UNECE, Introduction to Espoo Convention, https://www.unece.org/env/eia/eia.html, diakses
pada 29 Maret 2017.
D. REGULASI INTERNASIONAL
Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from Exploration and
Exploitation of Seabed Mineral Resources 1977.
Convention on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context 2001.
Draft Responsibility of States for Internationally Wrongful Act. International Law
Commission.
International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage (CLC).
The International Oil Pollution Compensation (IOPC) Funds 1992.
International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Coorporation 1990.
UNECE, Guidence on the Practical Application of the Espoo Convention.
United Nations Convention on The Law of The Sea 1982.
E. PENGATURAN REGULASI NASIONAL
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Offshore Pollution Liability (OPOL) 2016.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan
Hidup.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE.