l.o gawat janin.doc
DESCRIPTION
dfgTRANSCRIPT
BAB II
GAWAT JANIN
2.1. Definisi
Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin ( kadar
oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada antepartum
maupun intrapartum.3
Fetal Distress (Gawat janin) adalah gangguan pada janin dapat terjadi pada masa antepartum
atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum menjadi nyata dalam bentuk retardasi
pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh darah
janin. (Nelson, Ilmu Kesehatan Anak)
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima Oksigen cukup, sehingga mengalami
hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 ). Secara luas istilah gawat janin telah banyak
dipergunakan, tapi didefinisi istilah ini sangat miskin. Istilah ini biasanya menandakan
kekhawatiran obstetric tentang obstetric tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir
dengan seksio secarea atau persalinan buatan lainnya.
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin (DJJ). Dan
memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan amniom. Sering dianggap DJJ
yang abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis.
Akan tetapi, hal tersebut sering kali tidak benarkan . Misalnya, takikardi janin dapat
disebabkan bukan hanya oleh hipoksia dan asidosis, tapi juga oleh hipotemia, sekunder dari
infeksi intra uterin.
Keadaan tersebut biasanya tidak berhubungan dengan hipoksia janin atau
asidosis.sebaliknya, bila DJJ normal, adanya mekonium dalam cairan amnion tidak berkaitan
dengan meningkatnya insidensi asidosis janin. Untuk kepentingan klinik perlu ditetapkan
criteria apa yang dimaksud dengan gawat janin. Disebut gawat janin bila ditemukan bila
denyut jantung janin diatas 160 / menit atau dibawah 100 / menit, denyut jantung tidak teratur
, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan.
2.2. Patofisiologi
Ada beberapa kemungkinan penyebab gawat janin, namun biasanya gawat
janin terjadi karena beberapa mekanisme yang berkesinambungan. Penurunan aliran darah
plasenta akibat kontraksi dapat menyebabkan kompresi terhadap tali pusat. Sehingga pada
wanita yang mengalami persalinan lama hal ini dapat menyebabkan kegawatan pada bayi
melalui mekanisme di atas. Kegawatan akut dapat terjadi akibat abrupsio plasenta,
prolaps tali pusat (terutama dengan presentasi bokong), keadaan hipertonik uterine dan
penggunaan oksitosin. Hipotensi dapat terjadi akibat anestesi epidural atau posisi supine,
dimana hal ini dapat mengurangi aliran darah vena cava kembali ke jantung. Penurunan
aliran darah pada hipotensi dapat menyebabkan kegawatan pada janin.5,6
Hendaknya kita dapat menganalisa kondisi janin dan ibu,untuk kemudian membuat
pemeriksan khusus dalam membuktikan kebenaran analisa tersebut. Kondisi klinik yang
berkaitan dengan hipoksia ialah :
1. Kelainan pasokan plasenta : solutio plasenta, plasenta previa, postterm,
prolapsus tali pusat, lilitan tali pusat, pertumbuhan janin terhambat,
isufisiensi plasenta
2. Kelainan arus darah plasenta : hipotensi ibu, hipertensi, kontraksi
hipertonik,
3. Saturasi oksigen ibu berkurang: hipoventilasi, hipoksia, penyakit jantung.
Bila pasokan oksigen dan nutrisi berkurang , maka janin akan mengalami retardasi organ
bahkan risiko asidosis dan kematian. Bermula dari upaya redistribusi aliran darah yang
akan ditujukan pada organ penting seperti otak dan jantung dengan mengorbankan visera
(hepar dan ginjal). Hal ini tampak dari volume cairan amnion yang berkurang
(oligohidramnion). Bradikardia yang terjadi merupakan mekanisme dari jantung dalam
bereaksi dari baroreseptor akibat tekanan (misalnya hipertensi pada kompresi tali pusat)
atau reaksi kemoreseptor akibat asidemia. 3
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress, antara lain :
a) Perubahan pada kehamilan Postterm
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada kehamilan
postterm. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk
mengelola persalinan postterm.
b) Perubahan cairan amnion
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion
mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan
menurun sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion
berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml pada usia
kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang berkurang.
Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan postterm dan
menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion
menjadi kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan
komposisi phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-
paru janin dan perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4 : 1
atau lebih besar. Dengan adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion
menjadi hijau atau kuning.
Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal
meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali
pusat. Keadaan ini menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan
postterm.
Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di ukur dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat popular. Dengan
mengukur diameter vertikal dari kantung paling besar pada setiap kuadran.
Hasil penjumlahan 4 kuadran disebut Amniotic Fluid Index ( AFI ). Bila AFI
kurang dari 5 cm indikasi oligrohidramnion. AFI 5 – 10 cm indikasi
penurunan volume cairan amnion. AFI 10 – 15 cm adalah normal. AFI 15 – 20
cm terjadi peningkatan volume cairan amnion. AFI lebih dari 25 cm indikasi
polihidramnion.
c) Perubahan pada plasenta
Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat pertukaran gas
antara maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur kehamilan, maka
terjadi pula perubahan struktur plasenta.
Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan pengurangan diameter dan
panjang villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau di dahului dengan
titik-titik penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Pada kehamilan
atterm terjadi infark 10 % - 25 % sedangkan pada postterm terjadi 60% - 80
%. Timbunan kalsium pada kehamilan postterm meningkat sampai 10 g / 100
g jaringan plasenta kering, sedangkan kehamilan atterm hanya 2 – 3 g / 100 g
jaringan plasenta kering.
Secara histology plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan infark
plasenta, kalsifikasi, thrombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus,
thrombosis arterial dan endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi
plasenta sebagai suplai makanan dan pertukaran gas. Hal ini menyebabkan
malnutrisi dan asfiksia.
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan sebagai berikut :
Piring korion : lekukan garis batas piring korion mencapai daerah
basal.
Jaringan plasenta : berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal
dari satu kotiledon ( ada darah dengan densitas gema tinggi dari proses
kalsifikasi, mungkin memberikan bayangan akustik ) .
Lapisan basal : daerah basal dengan gema kuat dan memberikan
gambaran bayangan akustik. Keadaan plasenta ini di kategorikan
tingkat 3.
d) Perubahan pada janin
Sekitar 45 % janin yang tidak di lahirkan setelah hari perkiraan lahir, terus
berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta belum mengalami
insufisiensi. Dengan penambahan berat badan setiap minggu dapat terjadi
berat lebih dari 4000 g. keadaan ini sering disebut janin besar. Pada umur
kehamilan 38 – 40 minggu insiden janin besar sekitar 10 % dan 43 minggu
sekitar 43 %. Dengan keadaan janin tersebut meningkatkan resiko persalinan
traumatik.
Janin postmatur mengalami penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit
menjadi keriput dan vernik kaseosa hilang. Hal ini menyebabkan kulit janin
berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lain yaitu : rambut
panjang, kuku panjang, warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar
mekonium.
2.3. Etiologi
Klasifikasi Penyebab dari gawat janin yaitu:
A. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam
waktu singkat) :
1. Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan
dengan pemberian oksitosin.
2. Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.
3. Solusio plasenta.
4. Plasenta previa dengan pendarahan.
B. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam
waktu lama) :
1. Penyakit hipertensi
2. Diabetes mellitus
3. Postmaturitas atau imaturitas
C. Kompresi (penekanan) tali pusat
1. Oligihidramnion
2. Prolaps tali pusat
3. Puntiran tali pusat
D. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen
1. Anemia berat misalnya isomunisasi , perdarahan fetomaternal
2. Kesejahteraan janin dalm persalinan asfiksia intrapartum dan komplikasi
3. Skor APGAR 0-3 selam > 5 menit
4. Sekuele neorologis neonatal
5. Disfungsi multi organ neonatal
6. PH arteri tali pusat 7,0
Beberapa penyebab yang umum dan sering terjadi:
- Kontraksi : Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi.
Kontraksi secara langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat
mengkompresi tali pusat sehingga penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi
pada keadaan:
o persalinan yang lama ( kala II lama)
o penggunaan oksitosin
o uterus yang hipertonik ( otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak dapat
berkontraksi ritmis dengan benar)
- Infeksi
- Perdarahan
- Abrupsi plasenta
Plasenta terlalu dini memisahkan diri dari fetus
- Tali pusat prolaps
- Hipotensi : Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke
fetus akan berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh:
o anestesi epidural
o posisi supine
Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari vena cava ke
jantung
- Masalah pernafasan janin
- Posisi dan presentasi abnormal dari fetus
- Kelahiran multipel
- Kehamilan prematur atau postmatur
- Distosia bahu
Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah insufisiensi
uteroplasental. Faktor yang menyebabkan gawat janin dalam persalinan/ intrapartum adalah
kompleks, contohnya seperti: penyakit vaskular uteroplasental, perfusi uterus yang
berkurang, sepsis pada janin, pengurangan cadangan janin, dan kompresi tali pusat.
Pengurangan jumlah cairan ketuban, hipovolemia ibu dan pertumbuhan janin terhambat
diketahui mempunyai peranan.4
2.4. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian gawat janin:5
- Wanita hamil usia > 35 tahun
- Wanita dengan riwayat:
o Bayi lahir mati
o Pertumbuhan janin terhambat
o Oligohidramnion atau polihidramnion
o Kehamilan ganda/ gemelli
o Sensitasi rhesus
o Hipertensi
o Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya
o Berkurangnya gerakan janin
o Kehamilan serotinus
2.5. Tanda dan Gejala
Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat
melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah tendangan janin/
’kick count’. Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan
makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus
menghitung lagi sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi
penghitungan gerakan ini terutama diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap
gawat janin atau ibu yang mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila ternyata tidak
tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera datang ke
RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6
Tanda-tanda gawat janin:4,5
Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala
Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin
Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauan
menggunakan kardiotokografi
Asidosis janin
Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.
Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan keadaan Gawat Janin:
1. Denyut jantung janin (DJJ)
Dellinger dkk. (2000) secara retrospektif menganalisis pola frekuensi denyut
jantung janin intrapartum pada 898 kehamilan dengan menggunakan suatu
sistem klasifikasi yang mereka rancang sendiri. Pola frekuensi denyut jantung
janin selarna persalinan sebelum pelahiran diklasifikasikan sebagai "normal",
"stres", atau "gawat". "Gawat" janin didiagnosis pada 8 (1 persen) rekaman dan
70 persen diklasifikasikan sebagai "normal". Hampir sepertiga adalah pola
intermediet. Yang digolongkan ke dalam "gawat" janin antara lain tidak adanya
variabilitas plus deselerasi larnbat atau deserasi variabel sedang sampai parah
atau denyut basal kurang dari 110 dpm selama 5 menit atau lebih. Hasil akhir
seperti seksio sesarea, asidemia janin, dan rawat inap di ruang perawatan
intensif secara bermakna berkaitan dengan pola frekuensi denyut jantung janin.
Para penulis ini menyimpulkan bahwa sistem klasifikasi mereka secara akurat
dapat memprediksi hasil akhir normal bagi janin serta membedakan gawat janin
yang sesungguhnya. 2
Singkatnya, setelah lebih dari 30 tahun pengalaman dengan interpretasi pola
frekuensi denyut jantung janin, akhirnya ditemukan bukti bahwa beberapa
kombinasi pola frekuensi denyut jantung janin dapat digunakan untuk
mengidentifikasi janin normal dan abnormal parah. Pola gawat janin yang sejati
tampaknya berupa tidak adanya variabilitas denyut-demi-denyut disertai
deselerasi berat atau perubahan frekuensi basal persisten atau keduanya. Salah
satu penjelasan mengapa manfaat pemantauan frekuensi denyut jantung sulit
dibuktikan secara ilmiah adalah gawat janin semacam itu jarang terjadi sehingga
sulit dilakukan uji klinis yang sahih (Hornbuckle dkk., 2000). 2
Pemantauan dan pencatatan denyut jantung janin yang segera dan kontinyu
dalam hubungan dengan kontraksi uterus memberikan sutu penilaian kesehatan
janin yang sangat membantu selama persalinan. Akselerasi periodik pada
gerakan janin merupakan keterangan dari reaktifitas janin yang normal.2
Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin:
Bradikardi : Denyut jantung janin kurang dari 120 denyut per menit
Takikardi : Akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160)
dapat dihubungkan dengan demam pada ibu yang sekunder terhadap
infeksi intrauterine. Prematuritas atropine juga dihubungkan dengan
denyut jantung janin yang meningkat.
Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun : Yang berarti depresi
system saraf otonom janin oleh medikasi ibu (atropine , skopolamin,
diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesic narkotik).
Pola deselerasi : Deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang
disebabkan oleh insufisiensi uteriplasenter. Deselerasi yang bervariasi
tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih sering dan
muncul untuk menunjukkan kompresi sementara waktu saja dari
pembuluh darah umbilicus. Peringatan tentang peningkatan hipoksia
janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya variabilitas,
bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.4,7
2. Air ketuban hijau dan kental (mekonium)
Mekonium akan keluar dari usus pada keadaan stres hipoksia, telah terbukti
bahwa pasase mekonium disebabkan karena rangsangan saraf dari saluran
pencernaan yang sudah matur. Pada saat janin aterm, saluran pencernaan
menjadi matur, terjadi stimulasi vagal dari kepala atau kompresi tali pusat yang
akan menyebabkan timbulnya peristaltik dan relaksasi dari spinkter ani yang
menyebabkan keluarnya mekonium. Walaupun etiologinya belum dipahami
dengan baik, namun efek dari mekonium telah diketahui.8,9
Pasase mekonium pada janin yang matur difasilitasi oleh myelinisasi serabut
saraf, peningkatan tonus parasimpatis dan bertambahnya konsentrasi motilin
(suatu peptida yang yang merangsang kontraksi usus). Ditemukan adanya
hubungan antara kejadian gawat jain dengan peningkatan kadar motilin. 8,9
Mekonium secara langsung merubah air ketuban, menekan efek antibakteri dan
selanjutnya meningkatkan risiko infeksi perinatal, juga dapat mengiritasi kulit
janin sehingga meningkatkan kejadian erythema toksikum. Namun komplikasi
yang paling berbahaya dari keluarnya mekonium in utero adalah aspirasi air
ketuban yang mengandung mekonium sebelum, selama dan sesudah persalinan.8
Mekonium menyebabkan inflamasi dan obstruksi jalan nafas. Mekonium yang
teraspirasi ke jalan nafas akan menimbulkan fenomena katup bola dimana udara
yang melewati mekonium pada saat inspirasi akan terperangkap di bagian distal
pada saat ekspirasi, menyebabkan peningkatan resistensi ekspirasi paru,
kapasitas residu fungsional dan diameter anteroposterior rongga dada.9
Udara yang terjebak di bagian distal saluran pernafasan menyebabkan
hiperekspansi alveoli dan atelektasis dan menimbulkan terjadinya ventilasi yang
tidak seimbang dan shunt intrapulmoner. Kebocoran udara terjadi pada sekitar
50 % bayi dengan aspirasi mekonium, dan umumnya terjadi pada saat dilakukan
tindakan resursitasi. Hipertensi pulmonar merupakan komplikasi yang sering
ditemukan.8,9
Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan
kematian pada bayi baru lahir. Pendidikan obstetri sepanjang abad ini
mengajarkan konsep bahwa keluamya mekonium kemungkinan merupakan
peringatan adanya asfiksia janin. J.Whitridge Williams mengamati pada tahun
1903 bahwa "tanda khas ancaman asfiksia adalah keluamya mekonium". Ia
menyatakan bahwa keluamya mekonium disebabkan oleh "relaksasi otot
sfingter ani yang dipicu oleh kurangnya aerasi darah janin". Namun, para ahli
kebidanan juga telah lama menyadari bahwa deteksi mekonium selama
persalinan menimbulkan masalah dalam memprediksi asfiksia atau gawat janin.
Memang, walaupun 12 sampai 22 persen persalinan pada manusia dipersulit
oleh mekonium, hanya sedikit yang mengakibatkan kematian bayi. Dalam
sebuah penelitian baru-baru ini di Parkland Hospital, mekonium terbukti
sebagai bahaya obstetris "risiko-rendah" karena angka kematian perinatal yang
disebabkan oleh mekonium adalah 1 kematian per 1000 kelahiran hidup
(Nathan dkk.,1994). Tiga teori diajukan untuk menjelaskan keluamya
mekonium dari janin dan mungkin, sebagian menjelaskan korelasi yang lemah
antara deteksi mekonium dan mortalitas bayi. Penjelasan patologis menyatakan
bahwa janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia,
dengan demikian mekonium merupakan tanda gangguan janin (Walker, 1953).
Penjelasan lain, keluamya mekonium in utero mungkin merupakan pematangan
normal saluran cerna di bawah kontrol saraf (Mathews dan Warshaw, 1979).
Ketiga, keluamya mekonium juga terjadi setelah stimulasi vagus akibat
terjepitnya tali pusat yang sering terjadi tetapi berlangsung singkat dan
menyebabkan peningkatan peristalsis (Hon et al., 1961). Dengan demikian,
pengeluaran mekonium oleh janin juga mungkin mencerminkan proses
fisiologis. 2
Ramin dan rekan (1996) mempelajari hampir 8000 persalinan yang air
ketubannya tercemar mekonium di Parkland Hospital. Sindrom aspirasi
mekonium secara bermakna berhubungan dengan asidemia janin saat lahir. Hal-
hal lain yang secara bermakna berkaitan dengan aspirasi antara lain seksio
sesarea, pemakaian forseps untuk mempercepat kelahiran, kelainan frekuensi
denyut jantung intrapartum, penurunan skor Apgar, dan perlunya bantuan
ventilasi saat lahir. Analisis jenis asidemia janin berdasarkan gas darah tali
pusat menunjukkan bahwa gangguan janin yang menyertai sindrom aspirasi
mekonium merupakan suatu kejadian yang akut karena sebagian besar janin
asidemik lebih memperlihatkan peningkatan abnormal PC02 daripada asidemia
metabolik murni.
Yang menarik, hiperkarbia pada janin domba terbukti memicu janin tersengal-
sengal (gasping) dan menyebabkan peningkatan inhalasi cairan amnion (Dawes
dkk., 1972). Jovanovic dan Nguyen (1989) mengamati bahwa mekonium yang
terhirup ke dalam paru menyebabkan sindrom aspirasi hanya pada janin hewan
yang mengalami asfiksia. Ramin dan rekan (1996) berhipotesis bahwa
patofisiologi sindrom aspirasi mekonium melibatkan, tetapi tidak terbatas pada:
hiperkarbia janin-yang merangsang respirasi janin sehingga terjadi aspirasi
mekonium ke dalam alveolus, dan kerusakan parenkim paru akibat asidemia
yang memicu kerusakan sel alveolus. Dalam skenario patofisiologi ini,
mekonium dalam cairan amnion lebih merupakan suatu bahaya potensial yang
terdapat di lingkungan janin daripada menjadi penanda sudah terjadinya suatu
gangguan. Rangkaian proses patofisiologi yang dihipotesiskan ini tidak bersifat
menyeluruh, karena tidak memperhitungkan sekitar separuh kasus sindrom
aspirasi mekonium dengan janin yang tidak mengalami asidemia saat lahir.
Disimpulkan bahwa tingginya insiden ditemukannya mekonium dalam cairan
amnion selama persalinan sering mencerminkan pengeluaran isi saluran cerna
janin yang merupakan proses fisiologis normal. Namun, mekonium ini dapat
menjadi suatu bahaya potensial lingkungan apabila disertai asidemia janin.
Yang penting, asidemia janin tersebut terjadi secara akut sehingga aspirasi
mekonium tidak dapat diperkirakan dan besar kemungkinannya tidak dapat
dicegah. 2
3. Pemeriksaan pH darah janin
Contoh darah janin memberikan informasi yang objektif tentang status asam
basa janin. Pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi begitu sensitive
terhadap perubahan-perubahan dalam denyut jantung janin dimana gawat janin
dapat diduga bahkan bila janin itu dalam keadaan sehat dan hanya memberi
reaksi terhadap stress dari kontraksi uterus selama persalinan. Oleh karena itu,
pengukuran pH kapiler janin dikombinasikan dengan pemantauan denyut
jantung janin memberikan informasi kesehatan janin yang dapat dipercaya
dibandingkan jika hanya melakukan pemantauan denyut jantung janin saja. 4,10
Pengambilan contoh darah janin diindikasikan bilamana pola denyut jantung
janin abnormal atau kacau. Jika pH kulit kepala yang lebih besar dari 7,25, hal
ini menandakan pH normal. Sedangkan pH kulit kepala yang kurang dari 7,20
menandakan hipoksia janin dengan asidosis. Jika hal ini terdeteksi maka
persiapan kelahiran segera dilakukan. Sksiosesaria dianjurkan, kecuali jika
kelahiran pervaginam sudah dekat. 1,7
Jika terjadi pH patologis, hal ini membuat rangsangan pada kemoreseptor, yang
mengakibatkan :
Takikardi.
Irama detak jantung irreguler ; rangsangan saraf simpatikus dan saraf
vagus yang bersamaan
Detak jantung menurun dan irama tidak teratur.
Rangsangan saraf vagus mempengaruhi sfingter ani terbuka sehingga
mekonium keluar.
Metabolisme anaerobik membuat cadangan glukosa menurun dan
kontraksi melemah sehingga terjadi kegagalan total dan janin mati.
Diagnosis Gawat Janin :
A. Gawat Janin Sebelum Persalinan
Gerakan janin menurun, pasien mengalami kegagalan dalam pertambahan berat badan
dan uterus tidak bertambah besar. Uterus yang lebih kecil daripada umur kehamilan
yang diperkirakan memberi kesan retardasi pertumbuhan intrauterin atau
oligohidramnion. Riwayat dari satu atau lebih faktor-faktor risiko tinggi, masalah-
masalah obstetri, persalinan prematur atau lahir mati dapat memberi kesan suatu
peningkatan risiko gawat janin. Faktor-faktor risiko tinggi meliputi penyakit
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, postmaturitas, malnutrisi ibu, anemia,
isoimunisasi Rh dan penyakit ginjal. 1,10
Pemantauan denyut jantung janin menyingkirkan gawat janin sepanjang:
1) denyut dasar dalam batas normal;
2) variabilitas denyut ke denyut normal,
3) akselerasi terjadi sesuai gerakan janin, dan
4) tidak ada deselerasi lanjut dengan adanya kontraksi uterus.
Untuk mengetahui keterangan kesehatan janin dapat dilakukan Non-stress test
atau pun contraction stress test.
1) Non-stress test atau Tes nonstres (TNS) merupakan tindakan observasi
dari respon denyut jantung janin terhadap pergerakan janin , memberikan
suatu evaluasi yang cepat dari kesejahteran janin selama periode
antepartum. Pasien diletakkan pada posisi semi-Fowler untuk menghindari
hipotensi telentang. Transduser denyut jantung eksterna dan
tokodinamometer dipasang pada abdomen. Tekanan darah diperiksa
sesering mungkin. 1,2,7
Pergerakan janin direkam. Dapat terjadi dua pola : 1,2,7
Pola reaktif yaitu dua atau lebih akselerasi denyut jantung janin
dari 15 denyut per menit yang berlangsung sedikitnya 15 detik
selama suatu periode tes 20 menit. Garis dasar denyut jantung
berkisar antara 110 dan 160 denyut per menit dengan variabilitas
garis dasar antara 5 dan 15 denyut per menit. Suatu pola reaktif
tampaknya merupakan suatu indikator yang dapat dipercaya dari
kesejahteraan janin.
Pola nonreaktif yaitu tidak adanya akselerasi denyut jantung janin
di atas suatu interval 40 menit. Walaupun garis dasar denyut
jantung janin dapat berkisar antara 110 dan 160 denyut, variabilitas
garis dasar berkurang sampai kurang dari 5 denyut per menit.
Penjelasan terhadap pola nonreaktif meliputi asfiksia, medikasi
maternal, anomali janin dan keadaaan istirahat yang memanjang.
2) Contraction Stress Test
Contraction Stress Test atau Tes stres kontraksi atau OCT (oxytocin
challenge test) bertujuan untuk menilai cadangan plasenta untuk
penghantaran oksigen ke janin dan mendeteksi insufisiensi uteroplasenter
melalui observasi respon denyut jantung terhadap kontraksi- kontraksi
uterus spontan atau yang diinduksi. Pasien diletakkan pada posisi semi-
Fowler untuk menghindari hipotensi telentang, dan monitor eksterna yang
tersedia ditempatkan pada abdomen untuk merekam kontraksi uterus.
Pertama-tama tekanan darah ibu diperiksa dan selanjutnya setiap sepuluh
menit selama pengujian. 1,2,7
Rekaman batas dasar denyut jantung janin harus diperoleh, baik dengan
tranduser ultrasonik atau dengan elektroda EKG janin abdominal.
Akselerasi denyut jantung janin berkaitan dengan pergerakan janin dicatat
seperti juga variabilitas batas dasar denyut jantung dan batas dasar
aktivitas uterus. 1,2,7
Suatu penolakan yang adekuat dianggap tiga kontraksi uterus, masing-
masing berlangsung 40-60 detik, selama interval sepuluh menit. Apabila
garis dasar aktivitas uterus tidak adekuat untuk menyokong penolakan
yang cukup, perangsangan dengan oksitosin dimulai dengan 0,5 mU/menit
dengan pompa infus intravena. Infus di naikkan setiap 15 menit sampai
timbul tiga kontraksi dalam interval sepuluh menit. Perangsangan puting
susu merupakan suatu alternatif terhadap oksitosin intrdvena. 1,2,7
Kontraindikasi terhadap perangsangan oksitosin meliputi seksio sesarea
klasik sebelumnya, plasenta previa, ketuban pecah dini, kehamilan ganda,
dan inkompetensi serviks.
Tes Negatif: Tidak ada deselerasi lanjut dari denyut jantung janin
yang teramati dengan tiga kontraksi selama suatu interval sepuluh
menit. Suatu tes negatif dianggap merupakan suatu perkiraan yang
dapat dipercaya dari kesejahteraan janin.
Tes Positif: Adanya deselerasi lanjut persisten dan konsisten
dengan tiga kontraksi uterus selama interval 10 menit. Karena tes
positif dapat mewakili hilangnya cadangan uteroplasenter,
kelahiran biasanya dianjurkan bila keadaan memberi kesan bahwa
bayi akanjauh lebih baik dalam perawatan daripada di dalam
uterus. Suatu tes stres yang positif tidak selalu berarti bahwa unit
fetoplasenter tidak dapat mentolerir persalinan; sebanyak 20%-40%
pasien dengan tes stres yang positif dapat tidak kontinu
memperlihatkan deselerasi lanjut bila denyut jantung selama
persalinan diamati dengan suatu elektroda yang ditempatkan pada
kulit kepala janin (scalp electrode). Pada peninjuauan kembali tes
stres dapat dianggap sebagai suatu tes positif palsu. Penjelasan
yang mungkin meliputi hipotensi terlentang, aktivitas uterus yang
berlebihan dan faktor-faktor teknik.
Tes Kecurigaan atau Ekuivokal: Kadang-kadang deselerasi
lanjut yang tidak persisten dengan semua kontraksi uterus dianggap
ekuivokal (tidak tegas). Tes ini dapat diulang dalam 24 jam.
Hiperstimulasl: Deselerasi denyut jantung janin dikaitkan dengan
aktivitas uterus yang tinggi. Tes ini dapat diulang dalam 24 jam.
Tes yang tidak memuaskan: data aktivitas uterus dan denyut
jantung tidak adekuat untuk menegakkan tidak adanya deselerasi
lanjut. Tes tidak memuaskan paling cenderung ditemukan bila
pasien gemuk atau bayi-bayi yang aktif tidak seperti biasanya. Tes
ini diulangi dalam 24 jam.
Pada peta gerakan janin didapatkan gerakan janin yang berkurang merupakan
tanda dini dari gawat janin. Rekaman gerakan janin harian dapat membantu
dalam evaluasi kehamilan risiko tinggi. 1,10
Pada pemeriksaan ultrasonografi, dilakukan pengukuran diameter biparietal
secara seri dapat mengungkapkan bukti dini dari retardasi pertumbuhan
intrauterin. Gerakan pemapasan janin, aktivitas janin dan volume cairan
ketuban memberikan penilaian tambahan dari kesehatan janin.
Oligohidramnion memberi kesan anomali janin atau retardasi pertumbuhan.
Sonografi dapat juga mengidentifikasi kehamilan ganda dan anomali janin. 1,10
Kadar estriol dalam darah atau urin ibu memberikan suatu pengukuran fungsi
janin dan plasenta, karena pembentukan estriol memerlukan aktivitas dari
enzim-enzim dalam hati dan kelenjar adrenal janin seperti dalam plasenta.
Karena kehamilan berlanjut, kadar estriol meningkat. Kadar estriol yang
nom1al merupakan indikator dari unit fungsional fetoplasental normal dan
menentramkan keadaan kesehatan janin. 1,10
HPL (Human Placental Lactogen) dalam darah ibu jika didapatkan Kadar 4
meg/ml atau kurang setelah kehamilan 30 minggu memberi kesan fungsi
plasenta yang abnormal dan janin dalam bahaya. 1,10
Amniosentesis didapatkan mekonium dalam cairan amnion. Arti dari
mekonium adalah tidak tentu dan kontroversial. Banyak yang percaya bahwa
mekonium dalam cairan amnion menunjukkan stres patologis atau fisiologis
terhadap janin, sementara yang lainnya percaya bahwa pasase mekonium in-
trauterin hanya menunjukkan stimulasi vagal temporer tanpa bahaya yang
mengancam. Penetapan rasio lesitinsfingomielin (rasio LIS) memberikan suatu
perkiraan maturitas janin. 1,10
B. Gawat Janin Selama Persalinan
Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia janin. Tanpa oksigen yang
adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan
deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob
menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. 1 Gerakan janin yang
menurun atau berlebihan menandakan gawat janin.Tetapi,biasanya tidak ada gejala-
gejala subjektif. Seringkali indikator gawat janin yang pertama adalah perubahan
dalam pola denyut jantung janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya variabilitas,
atau deselerasi lanjut). Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau kontraksi
uterus yang hipertonik atau ketiganya secara keseluruhan dapat menyebabkan asfiksia
janin. 1,10 Pemantauan Denyut Jantung Janin(DJJ) dapat menggunakan kardiotokograf,
yang merupakan suatu instrumen elektronik yang dirancang untuk mendeteksi
kecepatan denyut jantung janin (KDJ) secara serentak dan mengukur intensitas dan
lamanya kontraksi uterus (KU). Instrumen itu menyediakan suatu peragaan langsung
sumber sinyal denyut jantung janin, indikator audibel yang sejalan dengan sinyal dan
kertas tulis berlipat yang kontinu yang merekam data KDJ-KU. Kecepatan kertas
dapat bervariasi dari 1 em sampai 3 em per menit; keeepatan yang lebih lambat
biasanya digunakan untuk skrining keeepatan denyut jantung jamn, sedangkan
keeepatan yang lebih cepat membantu dalam pengellalan pola KDJ. Kecepatan denyut
jantung janin dapat direkam seeara tidak langsung melalui dinding abdomen lewat
transduser uItrasonik, suatu mikrofon kontak yang mendeteksi bunyi jantung janin
(fonokardiografi), atau elektroda abdomen yang merekam elektrokardiogram janin. 1,2
Elektrokardiogram janin diperoleh secara tidak langsung bila sebuah elektroda
ditempatkan pada bagian presentasi janin, biasanya kulit kepala. Kontraksi uterus
dapat diamati dari luar lewat sensor aktifitas persalinan per abdominam
(tokodinamometer) atau dari dalam melalui suatu kateter yang diisi eairan yang
ditempatkan seeara transervikal di dalam uterus. Pengamatan janin secara langsung
ataupun internal hanya mungkin setelah ketuban pecah dan serviks agak dilatasi. 1,2
Pencatatan denyut jantung janin yang segera dan kontinu dalam bubungan dengan
kontraksi uterus memberikan suatu penilaian kesehatan janin yang sangat membantu
selama persalinan. Akselerasi periodik pada gerakan janin merupakan keterangan dari
reaktivitas janin yang normal. 1,2