lp combustio
DESCRIPTION
pendahuluanTRANSCRIPT
A. Pengertian
Luka bakar adalah kelainan kulit yang disebabkan agen thermal, listrik, atau radioaktif
(Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jarinan yang
disebabkan oleh kontak dengan sumber panas, api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Muttaqin, 2011). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi (Smeltzer, 2002).
B. Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin ataupun zat kimia. Ketika
kulit terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi oleh derajat panas, durasi
kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit (Smeltzer, 2002).
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal biasanya disebabkan oleh air panas (scald) , jilatan api ke tubuh
(flash), kobaran apai di tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-
objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas, dll.).
2. Luka Bakar Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah;
dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan
berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri
ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam
dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
5. Forstbite
Frosbite (Pembekuan jaringan) karena terbentuknya kristal intraseluler dan oklusi
mikrovaskuler yang menyebabkan anoksia jaringan, setelah dilakukan pemanasan
tubuh dan terjadi reperfusi akan ada kerusakan jaringan. Ada 4 derajat kerusakan
Frosbite:
a. Derajat I : Hiperemia dan edema tanpa nekrosis
b. Derajat II : Vesikel/ bulla, edema dan sedikit nekrosis
c. Derajat III : Nekrosis seluruh tebal kulit, subkutis, disertai
pembentukan vesikel hemoragik
d. Derajat IV : Nekrosis seluruh tebal kulit dan ganggren otot dan
tulang.
C. Patofisiologi
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh. Meskipun tidak aktif secara metabolik, tetapi kulit
melayani beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidup di mana dapat terganggu
akibat suatu cedera luka bakar. Suatu luka bakar akan mengganggu fungsi kulit, seperti
berikut ini.
1. Gangguan proteksi terhadap invasi kuman
2. Gangguan sensasi yang memberikan informasi tentang kondisi lingkungan
3. Gangguan sebagai fungsi termoregulasi dan keseimbangan air
Jenis umum sebagian besar luka bakar adalah luka bakar akibat panas. Jaringan
lunak akan mengalami cedera bila terkena suhu di atas 460C. Luasnya kerusakan
bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai contoh, pada kasus luka
bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas
dari shower dengan suhu 68,90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidemis
dan dermis sehingga terjadi cedera derajat-tiga (full-thickness injury). Sebagai
manifestasi dari cedera luka bakar panas, kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif
yang menyebabkan pembentukan oksigen relatif yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma
meningkat dengan menghasilkan suatu formasi mikrotrombus.
Cedera luka bakar dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik dimanifestasikan
dengan adanya demam, peningkatan laju metabolism, peningkatan ventilasi, peningkatan
curah jantung, peningkatan glukoneogenesis, serta meningkatkan katabolisme otot
visceral dan rangka. Pasien membutuhkan dukungan komprehensif, yang berlanjut
sampai penutupan luka selesai (Price, 2001)
D. Fase luka bakar
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ–organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
E. Klasifikasi
1. Dalamnya luka bakar
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna PerasaanKetebalan partial superfisial (tingkat 1)
Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari)
Kering tidak ada gelembung.Qedem minimal atau tidak ada.Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Bertambah merah
Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial (tingkat II)SuperfisialDalam
Kontak dengan bahan air atau bahan padat.Jilatan api kepada pakaian.Jilitan langsung kimiawi.Sinar ultra violet.
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.Pucar bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya (tingkat III)
Kontak dengan bahan cair atau padat.Nyala api.Kimia.Kontak dengan arus listrik.
Kering disertai kulit mengelupas.Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.Gelembung jarang dindingnya sangat tipis, tidak membesar.Tidak pucat bila ditekan
Putih, kering, hitam, coklat tua.HitamMerah
Tidak sakit, sedikit sakit.Rambut mudah lepas bila dicabut.
2. Luas luka bakar
Metode The Rule of Nines
Membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nine atau rule of wallace yaitu:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai maisng-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
(Mansjoer, 2000)
F. Penatalaksanaan
1. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban luka
bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut mengalami luka
bakar (Carpenito, 2006).
a. Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan menyelimuti
dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen bagi api
yang menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat menjatuhkan diri dan
berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang terbakar. Kontak dengan
bahan yang panas juga harus cepat diakhiri missal dengan mencelupkan bagian
yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang
tersiram air panas. Jika sumber luka bakarnya adalah arus listrik, sumber listrik
harus dipadamkan.
b. Mendinginkan luka bakar
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu
dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang terbakar
selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan
suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan demikian
luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat dihentikan pada derajat I atau luka
yang menjadi derajat III dihentikan pada tingkat I atau II. Pencelupan atau
penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin sekurang-kurangnya
15 menit
c. Melepaskan benda penghalang
Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan, pakaian lain
dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk melakukan penilaian
serta mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema yang timbul dengan
cepat.
d. Menutup luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkecil kemungkinan
kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah aliran udara agar
tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.
e. Mengirigasi Luka bakar kimia
Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air mengalir.
Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk.
2. Penanganan luka bakar di rumah sakit
Menurut Guyton (1997) untuk penanganan luka bakar di rumah sakit adalah sebagai
berikut :
a. Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi,
yaitu :
1) Periksa jalan nafas.
2) Bila dijumpai obstruksi, jalan nafas dibuka dengan pembersihan, bila perlu
tracheostomy atau intubasi.
3) Berikan oksigen 100%.
4) Pasang IV line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi
syok.
5) Pasang kateter buli-buli untuk memantau diuresis.
6) Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik.
7) Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP) untuk pemantauan sirkulasi
darah.
b. Resusitasi cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, Pemberian
cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat
harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar.
Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan
edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah
diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya
sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran
kapiler. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan
terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum
edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian
cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang
pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular
adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar.
c. Perawatan Luka
Dikenal dua cara merawat luka :
1) Perawatan terbuka (exposure method)
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit
berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-
argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang
enak karena melihat luka yang tampak kotor. Perawatan terbuka ini
memerlukan ketelatenan dan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan luka
harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat luka
bakar yang dangkal. Untuk luka bakar derajat III dengan eksudasi dan
pembentukan pus harus dilakukan pembersihan luka berulang-ulang untuk
menjaga luka tetap kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh
sebagian yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara bertahap
dilakukan eksisi eskar atau debridement.
2) Perawatan tertutup (occlusive dressing method)
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan
untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Keuntungannya adalah
luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi penderita. Hanya diperlukan
tenaga dan biaya yang lebih karena dipakainya banyak pembalut dan
antiseptik. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak,
sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap (tulle) setelah dibubuhi dan
dikompres dengan antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari.
Pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan
terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk luka bakar luas
debridement harus lebih aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi eskar.
d. Tindakan Bedah
Tindakan bedah selanjutnya pada penderita luka bakar yang dapat melewati fase
aktif adalah eksisi dan penutupan luka. Hal ini sangat penting bila ingin
menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat-akibat hipermetabolisme yang
sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan nekrotik
dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam.
Keuntungan eksisi eskar dan penutupan luka yang dini adalah :
1) Keadaan umum cepat membaik.
2) Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.
3) Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft.
4) Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.
5) Sensitivitas lebih baik.
Pencangkokan kulit digunakan dalam mengobati luka bakar ketebalan
parsial dan ketebalan penuh. Operasi pengangkatan Dini (eksisi atau debridemen)
dari kulit yang terbakar diikuti oleh pencangkokan kulit dapat meningkatkan
fungsi dan penampilan area yang terbakar, terutama saat wajah, tangan, atau kaki
yang terlibat. Namun, jika hidup pasien dalam bahaya pencangkokan kulit
biasanya ditunda. Cangkokan kulit paling baik menggunakan kulit pasien itu
sendiri. Cangkokan (autografts) idealnya diambil dari lokasi yang tidak biasa
terlihat, seperti bokong atau paha atas, karena kulit donor tidak akan normal
penampilannya setelah mereka sembuh. Namun, ukuran cangkok yang dibutuhkan
dan lokasi luka bakar juga akan menentukan darimana cangkok diambil dari. Alat
yang disebut dermatom listrik diatur ke kedalaman kulit tertentu dan mengiris dari
lapisan kulit yang sehat untuk graft ke kulit yang terbakar. Ketebalan cangkok
kulit tergantung pada daerah yang memerlukan graft. Kulit donor untuk cangkok
tidak perlu pembedahan tertutup dan biasanya akan membentuk lapisan atas kulit
baru dalam 10 sampai 14 hari.
e. Terapi Suportif
Luka bakar menimbulkan hipermetabolisme dengan akibat nitrogen balans
negatif. Hiperpigmentasi dimulai hari ke 4 selama 7 – 10 hari dengan formula :
1) Tinggi protein : 2-3 g/kgBB/hari
2) Tinggi kalori : 50-75 kal/kgBB/hari
Dewasa : 25 kal/kgBB + 40 kal % LB
Anak-anak : 40 kal/kgBB + 40 kal % LB
Kalorinya terdiri dari : 20% protein, 50 – 60% KH, 30 – 30% lemak, vitamin
C 1.500 mg, B1 50 mg, Riboflavin 50 mg, Niacide 500 mg (anak-anak dosis
disesuaikan)
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
2. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan
penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
3. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
4. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan
dalam dan kehilangan protein.
5. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
6. Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
7. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
8. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
9. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
10. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
11. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
12. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya
H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri b.d reaksi inflamasi
2. Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan dengan jalan evaporasi
3. PK kontraktur b.d pergerakan sendi terbatas
4. Resiko infeksi b.d berkurangnya barier kulit
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur b.d koping individu inefektif
(Santosa,2005)
Resiko infeksi Gangguan rasa nyamanKerusakan integritas kulit
Luka bakar
Faktor penyebab (kimia termis, listrik, radiasi)
Psikologis Biologis Gangguan citra tubuh Defisiensi pengetahuan Anxietas
Kerusakan kulitDiruang tertutup Pada wajah
Oedem laring
Kerusakan mukosa
Ketidakefektifan pola nafas
Gagal nafas
Obstruksi jalan nafas
Hipoxsia otak
HB tidak mampu mengikat O2
CO mengikat HB
Keracunan gas
Peningkatan pembuluh darah
Penguapan
Cairan intravaskular menurun
Tekanan onkotik menurun
Ekstravasasi cairan H2O2, elektrolit
Gangguan perfusi
Gangguan perfusi organ penting
Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi makroHpovolemia &
hemokonsentrasi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
glukogenolisis
Laju metabolisme meningkat
Kekurangan volume cairan
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
PATWAYS COMBUSTIO
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba
Medika
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta : EGC
Carpenito,Moyet, Linda Jual. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC
Guyton, A C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC
Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK-UI : Jakarta
Price, A. S. 2001. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta : Prima Medika
Smeltzer, 2002 .Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.ECG : Jakarta