lp dhf pediatrik.docx
DESCRIPTION
laporan pendahuluan DHF pada keperawatan pediatrikTRANSCRIPT
KONSEP DHF
1. Definisi
DHF (Dengue Hemmoragi Fever) adalah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne
virus) akut yang ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes (Hassan dan Alatas, 2005).
2. Etiologi
Virus dengue termasuk ke dalam kelompok arbovirus B (Hassan dan Alatas, 2005).
Diketahui empat serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Nyamuk
penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes (Ae) dari subgenus Stegomya. Vektor adalah
hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular penyakit. Vektor DD dan DBD di
Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus
sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan nyamuk pemukiman, stadium
pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah
yang berada di permukiman dengan air yang relatif jernih.
Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak di tempat-tempat
penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung,
kaleng bekas, ban bekas dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar
rumah di wilayah perkotaan; sedangkan Ae. albopictus lebih banyak ditemukan di
penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu
dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di
tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut
mempunyai sifat anthropofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping
itu juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang
dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali.
Sifat tersebut meningkatkan risiko penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang
penduduknya lebih padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu
menggigit akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang. Penyakit ini
disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk
Masa inkubasi penyakit berkisar antara 1 hingga 4 hari, timbul demam. Sehari sebelum
demam atau H-1 dengan teknik diagnosis deteksi NS1, maka antigen virus telah bisa di
deteksi. Sebelumnya deteksi atau diagnosis DBD mendasarkan kepada antigen-antibodi
yang baru bisa di deteksi pada hari ke 3 atau 4 setelah demam berlangsung, atau hari ke-7
setelah infeksi berjalan.
3. Epidemiologi
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun
terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382
(77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun
2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD,
pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun
1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15
tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok
umur >=15 tahun.
Melihat data ini kemungkinan penularan tidak hanya di rumah tetapi di sekolah atau
di tempat kerja. Sehingga gerakan PSN perlu juga digalakkan di sekolah dan di tempat
kerja. Tampak telah terjadi perubahan pola penyakit DBD, dimana dahulu DBD adalah
penyakit pada anak-anak dibawah 15 tahun, saat ini telah menyerang seluruh kelompok
umur, bahkan lebih banyak pada usia produktif. Perlu diteliti lebih lanjut hal
mempengaruhinya, apakah karena virus yang semakin virulen (ganas) atau karena
pengaruh lain.
4. Patofisiologi
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai
pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog
yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc
reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog
maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
an transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan
berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan
syok sangat penting guna mencegah kematian.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),
itandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang
kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun
perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
5. Manifestasi Klinis
Kasus DHF ditandai dengan 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan
terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure)
(Hassan dan Alatas, 2005). Berdasarkan fase terpajannya, gambaran klinis penderita
dengue terdiri atas 3 fase yaitu :
a. Pada fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema
kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus
ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal.
b. Fase kritis
Terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh
lekopeniprogresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi
syok.
c. Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan diuresis
membaik.
Dengue Berat
Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan :
a. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat secara
progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau syok (takhikardi,
ekstremitas yang dingin, waktu pengisian kapiler (capillary refill time) > 3 detik, nadi
lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada syok lanjut
tidak terukurnya tekanan darah)
b. Adanya perdarahan yang signifikan
c. Gangguan kesadaran
d. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen yang hebat
atau bertambah, ikterik)
e. Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati/ensefalitis,
kardiomiopati dan manifestasi tak lazim lainnya
Syok DHF
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari
sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi
< 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok
biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak
adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis
metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa
penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus
bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila
pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan. Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD
adalah infeksi (pneumonia, sepsis,flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi),
manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati
6. Kriteria Klasifikasi DHF
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan
DHF dengan dengue yang lain adalah meningginya permeabilitas dinsing pembuluh darah,
menurunnya volume plasma darah, hipotensi, trombositopeniadan diatesis hemoragik.
Halstead mengemukakan bahwa gejala yang dipertimbangkan dalam diferensiasi DHF dari
demam dengue adalah dalam Hassan dan Alatas (2005):
DHF pada umumnya disertai pembesaran hati
Leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam dengue yang
pada umumnya disertai leukopenia berat
Manifestasi perdarahan seperti petekie, ekomosis, uji tornikuetpositif dan
trombositopenia lebih menonjol pada DHF
Limfadenopatia, ruam makulopapukar dan mialgia bersifat lebih ringan pada DHF
Patokan WHO untuk membuat diagnosis DHF dalam Hassan dan Alatas
(2005) ditetapkan sebagai berikut:
Demam tinggi dengan mendadakdan terus menerus selama 2-7 hari
Manifestasi perdarahan termasuk setidak-tidaknya uji tornikuet positif dan salah satu
bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epitaksis dan perdarahan gusi),
hematemesis atau melena
Pembesaran hati
Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah,cepat disertai tekanan nadi menurun
(menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistole menurun
sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dna lembab terutama
pad aujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar
mulut.
Teori klasik metode diagnostic membagi Infeksi Virus Dengue (lazim disebut virus
Demam Berdarah) menjadi 2 kategori umum, yaitu (WHO, 1999; Depkes, 2005)
Asymptomatic dengue infection or dengue without symptoms and the symptomatic dengue.
Sedangkan infeksi virus Dengue dengan gejala (the symptomatic dengue) di bagi menjadi 3
kelompok yaitu: (a). Demam Dengue tanpa gejala spesifik (b) Demam Dengue dengan
demam di tambah 2 gejala spesifik yakni pendarahan dan tanpa pendarahan (c) Demam
Berdarah Dengue (DBD) dengan atau tanpa shock syndrome
a. Secara Laboris
Presumtif Positif(Kemungkinan Demam Dengue)
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_ 1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.
Corfirmed DBD (Pasti DBD) Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikutdeteksi antigen dengue, peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus.
b. Secara Minis
Kasus DBD 1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa• uji tourniquet positif• petekia, ekimosis, atau purpura• Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan• Hematemesis atau melena3. Trombositopenia < 100.00/pl4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan• Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.• Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.• Efusi pleura, asites, hipoproteinemi
SSD Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :• Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun• Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita infeksi
dengue. Riwayat penyakit yang harus digali adalah saat mulai demam/sakit, tipe
demam, jumlah asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya
gangguan kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di lingkungan kerja, rumah
yang sakit serupa.
Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan kesadaran penderita,
status hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih
dini, adalah takipnea/pernafasan Kusmaul/efusi pleura, apakah ada
hepatomegali/asites/kelainan abdomenlainnya, cari adanya ruam atau ptekie atau
tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak ditemukan maka
lakukan uji torniket.
b. Uji Tornikuet
Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat
membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya
mencapai 82 %9.
c. Darah
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan
adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit cenderung memberikan hasil
yang rendah. Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium,
yaitu isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus.
Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai hari ke-
5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun. Ig M
masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi primer,
konsentrasi Ig M lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi
primer, Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke -14 dengan titer yang
rendah (<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah dapat terdeteksi pada
hari ke-2 dengan titer yang tinggi (> 1 :2560) dan dapat bertahan seumur hidup17-
Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan Antigen protein NS-1 Dengue (Ag NS-l)
diharapkan memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan pemeriksaan serologis
lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi dalam darah pada hari pertama
onset demam.
Trombositopenia (100.000/m3 atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat
diliaht dari meningginya Hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan
nilai hematokrit pada masa konvalesen. Melalui ditemukannya 2 atau tiga patokan
klinis pertama disertai trombositopenia sudah cukup membaut diagnosis DHF dari
87% penderita yang dibuktikan dengan pemeriksaan serologis dan dapat dihindari
dibuatnya diagnosis berlebihan.
d. Perdarahan
Ditetapkan adanya manifestasi perdarahan paling sering ditemukan pada
DHF adalah perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak,
muka dan aksila sering ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan juga dapat
terjadi pada seluruh organ tubuh. Epiteksis dan perdarahan gusi lebih jarang
dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang dan
biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan
subkonjungtiva kadang-kadang ditemukan. Perdarahan pad amasa konvaselen
seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan atau kaki.
e. Pembesaran Hati
Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit
dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri tekan
seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus.
f. Perubahan Suhu
Fase penyembuhan ditandai dengan suhu yang menurundisertai hilangnya
gejala lain. Suhu menurun secara lisis disertai keringat banyak, perubahan ringan
pada frekuensi nadi dan tekanan darah bersamaan dengan ujung ekstremitas
yangmendingin.Gejala ini mencerminkan kegagalan sirkulasi yang bersifat ringan
dan sementara.
8. Penatalaksanaan
a. Indikasi rawat inap
Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti berikut. Bila
ditemukan tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi , perdarahan, gangguan organ
(ginjal, hepar, jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit pada pemeriksaan ulang, efusi
pleura, asites, komorbiditas (kehamilan, diabetes mellitus, hipertensi, tukak petik dll), kondisi
social tertentu (tinggal sendiri, jauh dari fasilitas kesehatan, transportasi sulit).
Semua penderita, baik dengan atau tanpa gejala, baik dengan pendarahan maupun
tanpa pendarahan, semuanya mengandung virus dalam tubuhnya dan siap menularkan
penyakit dan menjadi FOCI sebuah KLB. Setiap kasus infeksi virus dengue dengan atau
tanpa gejala, dengan atau tanpa pendarahan adalah berbahaya karena dapat menularkan
kepada masyarakat disekitarnya atau lazim dikenal sebagai population at risk.
b. Strategi Pengobatan
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan
fisiologi berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan plasma dapat
mengakibatkan syok, anoksia, dankematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan
plasma danpenggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan
plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase
penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh
karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya
perembesan plasma danperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis
danpemantauan kadar hematokrit danjumlah trombosit.
Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan
pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah, danobat-obat lain
dilakukan atas indikasi yang tepat Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan
perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam
isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan
sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan
hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum
pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C danpads
ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA.
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang
diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama ~demam
pada 7BD. Parasetamoi direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan.
Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup,
susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama.
Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB
dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping
larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama
demam.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode
kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik
untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma
danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif
walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb
Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah
penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana danberhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam
pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan
dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit,
danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan
rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl
0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan.
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6%
(5 sampai 8%).
Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat
badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan
ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan.
Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20)
=1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma
tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume
cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat
diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan danterus
menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti
ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali
kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan
edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai
tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri,
dannadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi,
danpeningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus
menerus walaupun telah diberi cairan intravena.
Jenis Cairan (rekomendasi WHO)
KristaloidLarutan ringer laktat (RL)(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak bolehlarutan yang mengandung dekstran)
Larutan ringer asetat (RA)Larutan garam faali (GF)Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
Koloid Dkstran 40PlasmaAlbumin
Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB. Tetesan
diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi
cairan sesuai berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian
cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit
beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop
pemberian kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada
umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB.
Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat
perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap
sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan
pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan
darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulangsampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis
dankadar hematokrit.
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma Pemberian
cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dankadar hematokrit turun.
Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang
ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai
Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok
teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi
reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah
pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema
paru dangagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan
dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat,
tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase
reabsorbsi.
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka
analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila
asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi
lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya
dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat
KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.
Ruang Rawat Khusus Untuk DBD
Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya
dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang
perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, dantrombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan
hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh orang
tua pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara
intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.
Kreteria Memulangkan Pasien
1.Tampak perbaikan secara klinis
2.Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
ASKEP DHF
a. PENGKAJIAN
a. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian
anak, remaja dan dewasa
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu
makan menurun.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh
tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan
menurun.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui
gigitan nyamuk aides aigepty.
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng
bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi
jarang dibersihkan.
g. Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat gangguan tumbuh kembang dapat berpengaruh pad afase penyembuhan
penyakit
h. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan
dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
i. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade
IV dapat trjadi DSS
j. Sistem Persyarafan
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni,
pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi,
cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan
tekanan darah tak dapat diukur.
k. Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik,
pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
l. Sistem Perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan
nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
m.Sistem Integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji
tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada
kuli
2. Diagnosa Keperawatan Prioritas Yang Mungkin Muncul
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma
c. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual dan muntah
3. Rencana Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37, Nyeri otot hilang
Intervensi :
Beri komres air kran
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi
Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai
toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3
jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai
program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh
yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh pasien
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada tanda presyok
Akral hangat
Capilarry refill < 3 detik
Intervensi :
Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer\
Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga
dehidrasi.
Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah
terjadinya hipovolemic syok.
c. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
Monitor keadaan umum pasien
Raisonal ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat
terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan
tidak terjadi presyok / syok
Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan
jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat
segera diberikan.
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
tubuh secara hebat.
Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual dan muntah
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi
makanan
Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu
makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
masukan juga mencegah distensi gaster.
Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
e. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan
darah ( trombositopeni )
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, Tidak ada tanda
perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat
Intervensi :
Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran
pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda
klinis seperti epistaksis, ptike.
Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui
tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang
dialami pasien.
Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada
tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk
penaganan dini bila terjadi perdarahan.
Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara
kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanju