machsun rifauddin* dan arfin nurma halida*

14
DOI: https://doi.org/10.24252/kah.v6i2a2 ABSTRAK Informasi dengan sangat mudah tersebar menggunakan teknologi informasi dan internet saat ini. Namun berbagai permasalahan muncul akibat penyalahgunaan teknologi tersebut, seperti cybercrime dan penyebaran informasi hoax. Kontrol informasi sangat penting untuk mengevaluasi kredibilitas informasi dan sumbernya. Penelitian ini menjelaskan bagaimana mengatasi cybercrime dan hoax melalui seleksi informasi yang tepat. Pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan digunakan dalam penelitian ini serta delengkapi dengan data dan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cybercrime dan penyebaran informasi hoax masih terjadi bahkan sampai saat ini. Terdapat tiga ancaman UU ITE di Indonesia yang berpotensi menimpa pelaku cybercrime dengan memanfaatkan facebook yaitu ancaman pelanggaran kesusilaan pasal 27 ayat (1), penghinaan atau pencemaran nama baik pasal 27 ayat (3), dan penyebaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) pasal 28 ayat (2). Upaya untuk mencegah cybercime dapat dilakukan dengan cara melindungi komputer dari virus, menjaga privasi, mengamankan e-mail, melindungi Id/Account, membuat backup data, dan selalu up to date terhadap informasi. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menyeleksi sumber informasi dari internet agar terhindar dari bahaya cybercrime, yaitu: relevansi, akurasi, otoritas reputasi, objektivitas, kekinian, cakupan, bukti yang kuat, serta bahasa dan gaya penulisan. Kata kunci: Cybercrime; hoax; internet; media sosial; facebook; UU ITE ABSTRACT Information is very easily spread use of information technology and the internet today. But various problems arise out due to the abuse of this technology, such as cybercrime and dissemination hoax. Control of information is very important to evaluate the credibility of the information and its source. The study explains how to overcome cybercrime and hoax through the selection of appropriate information. Qualitative approach with literature study method was used in this research and complemented by data and document. The results showed that cybercrime and hoax information still occur even today. There were three threats of UU ITE in Indonesia that could potentially overwrite the perpetrators of cybercrime by utilizing facebook; the threat of moral violation in article 27 section (1), insults or defamation in article 27 section (3), and the dissemination of hatred based on ethnic, religion, race and intergroup (SARA) in article 28 section (2). Efforts to prevent cybercime can be done by protecting the computer from viruses, maintaining privacy, secure e-mail, protecting ID/account data, making backups, and always up to date to information. There are several factors that must be considered in selecting the source of information from the internet to avoid the dangers of cybercrime; relevance, accuracy, authority of reputation, objectivity, currency, coverage, strong evidence, as well as the language and style of writing. Keywords: Cybercrime; hoax; internet; social media; facebook; UU ITE WASPADA CYBERCRIME DAN INFORMASI HOAX PADA MEDIA SOSIAL FACEBOOK Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida* *Institut Agama Islam Negeri Tulungagung Email korespondensi: [email protected], [email protected] 98 Pengutipan: Rifauddin, M., Halida, A. N. (2018). Waspada cybercrime dan informasi hoax pada media sosial facebook. Khizanah al-Hikmah : Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan. 6(2), 98-111.

Upload: others

Post on 13-Nov-2021

42 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

DOI: https://doi.org/10.24252/kah.v6i2a2

ABSTRAKInformasi dengan sangat mudah tersebar menggunakan teknologi informasi dan internet saatini. Namun berbagai permasalahan muncul akibat penyalahgunaan teknologi tersebut, seperticybercrime dan penyebaran informasi hoax. Kontrol informasi sangat penting untukmengevaluasi kredibilitas informasi dan sumbernya. Penelitian ini menjelaskan bagaimanamengatasi cybercrime dan hoax melalui seleksi informasi yang tepat. Pendekatan kualitatifdengan metode studi kepustakaan digunakan dalam penelitian ini serta delengkapi dengan datadan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cybercrime dan penyebaran informasi hoaxmasih terjadi bahkan sampai saat ini. Terdapat tiga ancaman UU ITE di Indonesia yangberpotensi menimpa pelaku cybercrime dengan memanfaatkan facebook yaitu ancamanpelanggaran kesusilaan pasal 27 ayat (1), penghinaan atau pencemaran nama baik pasal 27 ayat(3), dan penyebaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) pasal28 ayat (2). Upaya untuk mencegah cybercime dapat dilakukan dengan cara melindungikomputer dari virus, menjaga privasi, mengamankan e-mail, melindungi Id/Account, membuatbackup data, dan selalu up to date terhadap informasi. Terdapat beberapa faktor yang harusdiperhatikan dalam menyeleksi sumber informasi dari internet agar terhindar dari bahayacybercrime, yaitu: relevansi, akurasi, otoritas reputasi, objektivitas, kekinian, cakupan, buktiyang kuat, serta bahasa dan gaya penulisan.

Kata kunci: Cybercrime; hoax; internet; media sosial; facebook; UU ITE

ABSTRACTInformation is very easily spread use of information technology and the internet today. But variousproblems arise out due to the abuse of this technology, such as cybercrime and dissemination hoax. Controlof information is very important to evaluate the credibility of the information and its source. The studyexplains how to overcome cybercrime and hoax through the selection of appropriate information.Qualitative approach with literature study method was used in this research and complemented by dataand document. The results showed that cybercrime and hoax information still occur even today. Therewere three threats of UU ITE in Indonesia that could potentially overwrite the perpetrators of cybercrimeby utilizing facebook; the threat of moral violation in article 27 section (1), insults or defamation in article27 section (3), and the dissemination of hatred based on ethnic, religion, race and intergroup (SARA) inarticle 28 section (2). Efforts to prevent cybercime can be done by protecting the computer from viruses,maintaining privacy, secure e-mail, protecting ID/account data, making backups, and always up to date toinformation. There are several factors that must be considered in selecting the source of information fromthe internet to avoid the dangers of cybercrime; relevance, accuracy, authority of reputation, objectivity,currency, coverage, strong evidence, as well as the language and style of writing.

Keywords: Cybercrime; hoax; internet; social media; facebook; UU ITE

WASPADA CYBERCRIME DAN INFORMASIHOAX PADA MEDIA SOSIAL FACEBOOK

Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

*Institut Agama Islam Negeri TulungagungEmail korespondensi: [email protected], [email protected]

98

Pengutipan: Rifauddin, M., Halida, A. N. (2018). Waspada cybercrime dan informasi hoax padamedia sosial facebook. Khizanah al-Hikmah : Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan. 6(2),98-111.

Page 2: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

KHIZANAH AL-HIKMAH Vol.6 No.2, Juli – Desember 2018

1. PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi informasi saat initelah membawa dampak besar terhadapperubahan sosial masyarakat di dunia,termasuk juga perubahan perilaku dalampencarian informasi. Hal ini didukungoleh adanya internet sebagai mediapencarian informasi yang canggih.Perkembangan pengguna internet sendirimengalami peningkatan yang sangatsignifikan di mana hingga saat ini lebihdari delapan triliun halaman interfacepada web dan tidak mungkin dapatmembaca semuanya, bahkan hanyamelihatpun tidak mungkin sampai selesai(Yusuf & Subekti, 2010: 121). Penelusuraninformasi melalui internet sendiri sudahmenjadi tren terkini bagi kalanganmasyarakat baik itu akademisi maupunnon akademisi. Penetrasi penggunainternet di Indonesia pada Tahun 2016sebesar 132,7 juta jiwa, dan meningkatpada Tahun 2017 menjadi 143,26 juta jiwadari total populasi penduduk Indonesia262 juta orang (APJII, 2017). Sedangkanberdasarkan survei We Are Social (2018)menunjukkan jumlah pengguna internetdi dunia pada kuartal kedua 2018 sebesar4.087 miliar, dengan jumlah penggunamedia sosial facebook mencapai total2,234 miliar dan Indonesia menempatiurutan ketiga terbanyak penggunafacebook setelah India dan Amerika.

Sumber informasi dapat dikategorikansebagai sumber informasi cetak dan noncetak (electronic), dalam hal ini sumberinformasi dari internet termasuk dalamkategori sumber informasi non cetak.Internet sebagai sumber informasi non-cetak memiliki banyak kelebihan dari segikemudahan, kecepatan dan ketepatan,kapasitas (free space), kerahasiaan, efisiensidan keefektifan (Yusuf & Subekti, 2010;57-59). Tanpa disadari kehadiran internetsaat ini memudahkan seseorang dalam

mengakses informasi dari berbagaipenjuru dunia, berinteraksi satu sama laintanpa harus bertatap muka. Pada sisi lain,penggunaan internet yang nyaris tanpakendali menyebabkan berbagai tindakkejahatan di dunia maya, angka kejahatanonline alias cybercrime telah menjadi trenbaru di banyak negara saat ini, termasukdi Indonesia kejahatan tersebut terjadisejak tahun 1983 (Widodo, 2013: 30).Cybercrime merupakan setiap aktifitasseseorang, sekelompok orang, badanhukum yang menggunakan komputersebagai sarana melakukan kejahatan, dankomputer sebagai sasaran kejahatan(Widodo, 2013: 4).

Kasus besar terkait cybercrime diIndonesia adalah pembajakan websiteresmi mantan Presiden RepublikIndonesia Susilo Bambang Yudhoyonopada tahun 2013 yang membuktikankerentanan jaringan sistem teknologiinformasi di Indonesia dan duniaInternasional (Widodo, 2013: III).Kejahatan cyber meningkat sangat cepatseiring dengan perkembangan teknologi,dan penyelidikan kejahatan cyber menjaditugas yang sangat rumit untuk dilakukantanpa kerangka kerja yang tepat (Poonia,2014: 119). Tindak pidana cybercrime diIndonesia telah di atur dalam Undang-Undang Informasi dan TransaksiElektronik (UU ITE) Pasal 27 dan 28,namun penerapanya belum maksimalsampai pada saat ini, terbukti dalampembuktian mengenai cybercrime KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidanabelum mengatur mengenai informasielektronik sebagai salah satu alat bukti(Windara & Sukranatha, 2013: 5).

Cybercrime dengan sangat mudahmenyebar dan berkembang di mediasosial, karena media sosial menyediakanplatform bagi penggunanya untukberbicara tentang apa pun topik tanpa

99

Page 3: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

Machsun Rifauddin, Arfin Nurma Halida: Waspada cybercrime dan informasi hoax pada media sosial facebook

sensor atau kontrol yang diawasi (Goyal,2012: 16). Sebagai contoh facebook yangmemungkinkan penggunanyaberinteraksi dengan orang lain baik yangdikenal maupun tidak, sehinggamembuka peluang bagi kejahatan duniamaya seperti, penculikan, perdaganganmanusia (trafficking), hingga pembunuhan(Jayanti, dkk, 2016: 30), dan yang palingsering dijumpai di facebook adalahpenyebaran informasi atau berita hoax.

Indonesia merupakan negarademokrasi terbesar ketiga di dunia setelahIndia dan Amerika yang mengalamipermasalahan serius soal penyebaranberita palsu (fake news/hoax) (Firmansyah,2017: 230). Hoax telah menyebar sepertivirus yang bermula dari para pembuatberita, opini, data, foto, dan gambar yangmengandung hoax dan dibagikan melaluimedia sosial seperti facebook, twitter,whatsapp, line, youtube, path, daninstagram (Triartanto, 2015: 33).Setidaknya sampai saat ini masih banyakmasyarakat yang belum memahamidengan benar dan tanpa sengajamelakukan aktifitas yang mengandungunsur cybercrime di media sosial. Olehsebab itu perlu kajian ulang mengenaicybercrime dan hoax serta upaya untukmenanggulanginya.

2. KAJIAN PUSTAKA

a. Informasi dan Sumber InformasiInternet

Informasi merupakan salah satu istilahatau kata yang sering digunakan dalamkehidupan sehari-hari hingga saat ini. DalamOxford English Dictionary, informasimempunyai pengertian, “1) The action ofinforming; The action of telling or fact of being toldof something, 2) That which one is apprised or told;intelegence, news” (Case, 2007: 40-42).Sementara, dalam KBBI online, informasimempunyai arti, yaitu, “1) penerangan; 2).pemberitahuan; kabar atau berita tentang

sesuatu; 3). keseluruhan makna yangmenunjang amanat yang terlihat dalambagian-bagian amanat itu”. Pengertianinformasi menurut Estabrook, adalah suaturekaman fenomena yang diamati, atau bisajuga berupa putusan-putusan yang dibuat(Yusuf & Subekti, 2010: 1). Sedangkanmenurut Basuki (2010: 135) informasi adalahsesuatu yang mempengaruhi atau mengubahstatus pikiran. Informasi dapat dipahamisebagai segala sesuatu yang memberikanpenerangan, atau pemberitahuan yangmempunyai nilai penting, dan dapatmempengaruhi atau mengubah status pikiranmanusia. Informasi merupakan suatukebutuhan yang penting bagi manusia,dengan adanya informasi maka manusia akanmengetahui kejadian-kejadian baru yang saatini terjadi di kehidupan dan lingkungansekitar.

Jika diibaratkan informasi itu ialah isi,maka sumber informasi adalah wadah dari isitersebut (Basuki, 2010: 15). Sumber informasidapat dipahami dan diartikan sebagai tempatberkumpulnya informasi dan tempat dimanainformasi itu berasal. Sumber informasi jikadilihat berdasarkan jenisnya sangat beragam,antara lain manusia, koran, televisi, VCD, e-mail, internet, dll. Informasi yang terekam dariberbaga media termasuk internet, merupakanbenda mati apabila tidak memberikanmanfaat atau digunakan (Yusuf dan Subekti,2010: 120). Adapun sumber informasi yangterkait dengan kegiatan ilmiah adalah buku,jurnal, standar, paten, thesis, laporanpenelitian, yang tersedia di perpustakaan ataudapat di akses melalui internet, pangkalandata, maupun katalog secara online (Hartina,dkk, 2012: 12). Selain perpustakaan, internetmerupakan media yang sering digunakanoleh masyarakat dalam melakukanpenelusuran informasi. Hal ini dikarenakaninternet merupakan media yang bisadigunakan dengan tanpa batas. Internetadalah sebuah jaringan yang dibuatsedemikian rupa sehingga dapatmenghubungkan perangkat komputer dariberbagai wilayah sehingga masing-masingdata dapat ditransmisikan ke dalam jaringandan dapat diakses dari berbagai wilayah(Yusuf dan Subekti, 2010: 55).

100

Page 4: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

KHIZANAH AL-HIKMAH Vol.6 No.2, Juli – Desember 2018

b. Cybercrime dan Penyebaran Berita Palsu(Hoax)

Pada awalnya cybercrime didefinisikan sebagaikejahatan komputer. Para sarjana sendirimendeskripsikan cybercrime denganmenggunakan beberapa istilah seperti“computer misuse”, “computer abuse”, “computerfraud”, “computer-related crime”, atau “computercrime”, dari beberapa definisi tersebut“computer crime” yang lebih luas dan biasadigunakan dalam dunia internasional(Puslitbang Hukum dan Peradilan MA RI,2004: 4). The British Law Commission dalamSuhariyanto mengartikan “computer fraud”sebagai manipulasi komputer dengan caraapapun yang dilakukan dengan iktikad burukuntuk memperoleh uang, barang ataukeuntungan lainnya atau dimaksudkan untukmenimbulkan kerugian pada pihak lain(Widodo, 2013: 9-10). Cybercrime adalah segalamacam penggunaan jaringan komputer untuktujuan kriminal dan/ atau kriminalberteknologi tinggi dengan menyalahgunakankemudahan teknologi digital (Wahid & Labib,2005: 40). Sedangkan Mansur (2005: 10)mendiskripsikan cybercrime dengan segalatindak pidana yang berkenaan dengan sisteminformasi, sistem informasi (informationsystem) itu sendiri, serta sistem komunikasiyang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaran informasi kepada pihak lainnya(transmitter/originator to reciptient). Secara garisbesar cybercrime dapat diartikan sebagaisegala bentuk tidak kriminal/perbuatanmelanggar hukum yang memanfaatkanteknologi komputer berbasis padakecanggihan perkembangan teknologiinternet. Sedangkan penjahat cyber adalahorang yang melakukan tindakan ilegaldengan niat bersalah atau melakukankejahatan dalam konteks kejahatan duniamaya (Poonia, 2014: 119). Sama sepertikejahatan konvensional, cybercrime juga terdiridari banyak tipe. Berbagai bentuk kejahatanyang dapat dikategorikan sebagai cybercrime,diantaranya e-mail crime, hacking, cyberterrorism, financial crime, cyber pornography,cyber stalking, dsb. (lihat Poonia, 2014: 120).Termasuk salah satu bentuk cybercrime adalah

penyebaran berita palsu (hoax), yaitu artikelberita yang sengaja dibuat untukmenyesatkan pembaca (Firmansyah, 2017:231). Hoax merupakan sebuah isu atauinformasi palsu yang dibuat dan disebarkanoleh seseorang atau kelompok denganmaksud dan tujuan tertentu. Informasi hoaxini muncul seiring dengan perkembanganteknologi informasi saat ini. Informasi hoaxbiasanya disebarkan oleh orang yangmembuat informasi namun tidak menutupkemungkinan orang lain yang tanpa sengajamenyebarkan informasi tersebut karenakurangnya pemahaman.

c. Kategori Pelaku Cybercrime

Skema taksonomi atau klasifikasi yangdilakukan (Rogers dalam Ghosh dan Turrini,2010: 2018-220), menghasilkan tujuh kategoriperilaku kriminal cybercrime yang meliputi:

1) Script Kiddies: Individu denganpengetahuan teknis terbatas danmenganggap menyerang suatu sistemadalah sensasi menggetarkan danmemberikan dorongan adrenalin, tidakmemahami konsekuensi dari tindakanmereka, cenderung memiliki pemahamanmoral yang belum berkembang, seringsesumbar tentang eksploitasi mereka danmencari perhatian dan menyerang egoorang lain.

2) Cyber-punks: yaitu kelompok yangmemperluas mentalitas "punk" dunianyata ke dalam dunia maya, tidakmenghormati otoritas dan simbolnya sertamengabaikan norma-normakemasyarakatan. Kelompok inididominasi oleh laki-laki berusia 12hingga 18 tahun, dan mereka telahmemahami konsekuensi dari tindakanmereka, tetapi masih kurang pedulikarena konsekuensi terhadap diri merekamasih sangat ringan.

3) Hacktivist: Individu atau kelompok yanghanya mencoba menyembunyikantindakan mereka dibalik semantikkamuflase untuk menyamarkan tindakanmenyimpangnya, cenderungmembenarkan perilaku destruktif mereka,termasuk merusak situs web, dengan label

101

Page 5: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

Machsun Rifauddin, Arfin Nurma Halida: Waspada cybercrime dan informasi hoax pada media sosial facebook

“pembangkangan publik” danpembenaran politik dan moral atasperilakunya. Motif pelaku ini adalah balasdendam, kekuasaan, keserakahan,pemasaran, atau perhatian media.

4) Thieves: Termasuk kategori penjahat biasa,dan motivasi utama kelompok ini adalahuang dan keserakahan. Kejahatan yangdilakukan biasanya adalah penipuantransfer bank dan penyalahgunaan nomerkartu kredit, serta pencurian identitas.

5) Virus Writers: Sensasi individu berasal daritantangan mental dan latihan akademisyang terlibat dalam penciptaan virus,namun sering kali orang yangmenyebarkan virus bukanlah orang yangmenciptakannya dan orang ini memilikikarakteristik dan motivasi yang miripdengan kelompok cyber-punks, yaitumenginginkan perhatian, pencariansensasi, dan tidak takut sanksi.

6) Profressional: Kategori kelompok yangpaling elit dalam kelompok penjahat cyber,yang memiliki inteligensi kompetitif danaktivitas yang abu-abu. Kelompok initerlibat dalam penipuan tingkat tinggihingga spionase korporat, dan menjualinformasi dan kekayaan intelektualmereka kepada penawar tertinggi. Bagikelompok ini, kegiatan kriminal adalahsebuah pekerjaan dan mereka sangatprofesional.

7) Cyber-terrorist: Merupakan bagian darimiliter atau paramiliter sebuah negara dandiposisikan sebagai tentara maupunsebaliknya sebagai pejuang pembebasandalam medan peperangan di dunia maya.Kelompok ini menjalankan dua fungsiyaitu menyerang sistem pertahananmusuh dan melindungi sistemnya sendiridari serangan serupa dari pihak lawan.

d. Undang-Undang yang MengaturCybercrime di Indonesia

Cybercrime (kejahatan dunia maya) diIndonesia diatur dalam Undang-UndangNo.11 Tahun 2008 tentang Informasi danTransaksi Elektronik (UU-ITE). Dalam UU ITEtersebut diatur tentang bentuk-bentukcybercrime di Indonesia yaitu sebagai berikut:

1) Cybercrime yang berkaitan denganperbuatan mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lainsecara tidak sah, yaitu:a) Distribusi atau penyebaran, transmisi,

dapat diaksesnya isi (muatan) yangtidak sah, yang mengandung unsur-unsur berikut:(1) Bertentangan dengan rasa

kesusilaan sebagai mana di aturdalam pasal 27 ayat 1

(2) Perjudian sebagaimana diaturdalam pasal 27 ayat 2

(3) Penghinaan atau pencemarannama baik sebagaimana di aturdalam pasal 27 ayat 3

(4) Pemerasan atau pengancamansebagimana dalam pasal 27 ayat 4.

(5) Berita bohong yang menyesatkandan merugikan konsumensebagaimana diatur dalam pasal 28ayat 1

(6) Menimbulkan rasa kebencianberdasarkan suku, agama, ras, danantar golongan (SARA)sebagaimana diatur dalam pasal 28ayat 2

(7) Informasi yang berisi ancamankekerasan atau menakut-nakutiyang ditujukan kepada pribadisebagaimana di atur dalam pasal29 (Widodo, 2013: 9).

b) Dengan cara apapun mengakses secaratidak sah terhadap sistem elektroniksebagaimana diatur dalam pasal 30.

c) Intersepsi tidak sah terhadap informasiatau dokumen elektronik dan sistemelektronik sebagaimana diatur dalampasal 31

2) Tindak pidana yang berkaitan dengangangguan (interpensi) terhadap informasiatau dokumen elektronik, yaitu terdiriatas perbuatan berupa:a) Gangguan terhadap informasi atau

dokumen elektronik sebagaiman diataur dalam pasal 32

b) Gangguan terhadap sistem elektroniksebagaimana diatur dalam pasal 33

3) Tindak pidana yang memfasilitasiperbuatan yang dilarang oleh hukumsebagaimana diatur dalam pasal 34.

102

Page 6: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

KHIZANAH AL-HIKMAH Vol.6 No.2, Juli – Desember 2018

4) Tindak pidana pemalsuan informasi ataudokumen elektronik sebagaimana diaturdalam pasal 35 (Widodo, 2013: 9-10).

Cybercrime dapat dipahami sebagaikejahatan dalam arti yuridis, yaitu kejahatanyang kualifikasinya sudah diatur dalamundang-undang. Namun aplikasi dari semuaketentuan hukum pidana di Indonesiatersebut tunduk pada “ketentuan induk”hukum pidana, yaitu ketentuan KUHP(Widodo, 2013: 10).

3. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan denganmenggunakan pendekatan kualitatifdengan metode studi kepustakaan.Analisis data dilakukan denganmengumpulkan sejumlah literatur baikdari buku, jurnal, website ataupun karyailmiah lain, selanjutnya dianalisis dandisimpulkan dalam pembahasan hasilpenelitian. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk menjelaskan unsur-unsurapa saja yang termasuk dalam kategoripidana cybercrime khususnya di mediasosial facebook, dan diharapkan pembacamampu memahami secara lebihmendalam mengenai cybercrime danpenerapan UU ITE melalui beberapakasus yang dipaparkan penulis dalampenelitian ini. Sehingga feedback bagipembaca agar lebih berhati-hati dalammenggunakan media sosial khususnyamedia sosial facebook.

4. HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN

a. Kasus Cybercrime di Facebook danAncaman Pidana UU ITE

Internet menyediakan berbagaisumber informasi yang bisa memenuhikebutuhan informasi penggunanya.Sumber informasi yang ada di internetsangat banyak tanpa batas dan bisadiakses dengan fasilitas online. Koleksi

dari fasilitas online baik berbayar maupuntidak berbayar (free) jumlah setiap harinyaterus bertambah, dan sumber informasitersebut bisa diakses dimana saja dankapan saja tanpa melihat ruang danwaktu. Salah satu produk perkembanganteknologi dan internet saat ini adalahfacebook. Facebook adalah sebuahlayanan jejaring sosial dan situs web yangdiluncurkan pada 4 Februari 2004, yangdibuat oleh Mark Zuckerberg, seorangmahasiswa Harvard kelahiran 14 Mei1984. Facebook merupakan situs mediasosial di mana seseorang dapatberinteraksi, berbagi data dan informasi,serta menjalin relasi sesama penggunanya(Jayanti, dkk, 2016: 30). Facebook menurutMadcoms (2010: 1) adalah suatu situsjejaring sosial yang dapat dijadikansebagai tempat untuk menjalin hubunganpertemanan dengan seluruh orang yangada di belahan dunia untuk dapatberkomunikasi satu dengan yang lainnya.Facebook merupakan situs pertemananyang dapat digunakan oleh manusiauntuk bertukar informasi, berbagi foto,video, dan lainnya.

Penggunaan media sosial facebookyang tanpa kontrol terkadangmenimbulkan dampak negatif bagipenggunanya seperti kasus cybercrime.Beberapa contoh kasus cybercrime yangpernah terjadi pada media sosial facebookdi Indonesia antara lain:

1) Kasus Pornografi/Asusila via Facebook

Sebagaimana di lansir majalah Tempo(16 April 2014) Direktorat Tindak PidanaKhusus Ekonomi Badan Reserse KriminalMabes Polri mengungkap kasuspornografi anak melalui media Facebookdan Kaskus di Surabaya, Jawa Timur.Kasus yang terjadi tersebut menimpakorban enam anak di bawah umur. Polisiberhasil mengidentifikasi pelaku danmenetapkan manajer PT. KSM yang

103

Page 7: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

Machsun Rifauddin, Arfin Nurma Halida: Waspada cybercrime dan informasi hoax pada media sosial facebook

berinisial TAG sebagai tersangka. Kasusyang dilakukan tersangka termasukdalam ranah cybercrime. Pelanggaran yangdilakukan pelaku cybercrime sesuaidengan kasus pornografi/asusila viafacebook di atas sesuai dengan ketentuanPasal 27 ayat (1) UU ITE dan ancamanpidana bagi pelanggar pasal tersebutadalah sesuai yang dijelaskan pada Pasal45 ayat (1) UU ITE yaitu pidana penjarapaling lama enam tahun dan/atau dendapaling banyak satu miliar rupiah. Apabiladipahami secara lebih mendalam,ketentuan pasal 27 ayat (1) UU ITEmemiliki cakupan yang sangat luas.Cakupan tersebut bisa saja setiapuser/member facebook yang memberikangambar-gambar senonoh ataumemberikan hyperlink ke sebuah situsyang memiliki muatan pornografi ataujasa penjualan seks komersial danmemanfaatkan facebook sebagai tempattransaksi juga dapat dikenakan dalampasal ini. Meskipun pengertian pornosendiri masih sangat kabur dan tidakdapat diinterpretasikan dengan jelas,misalnya gambar tersebut dikategorikansebagai unsur seni fotografi. Dalam hal initentunya diperlukan prosedur danpemahaman lebih mendalam dari parapenyidik dan hakim.

2) Kasus Pencemaran Nama Baik LewatFacebook

Rektor IKIP Mataram, NTB,melaporkan dosen Bahasa InggrisFakultas Pendidikan Bahasa dan SastraInstitut Keguruan dan Ilmu PendidikanMataram ke polisi. Dosen tersebut yangmenyamarkan identitasnya di facebookmenjadi Chunk Jagger kerap menuliskanhinaan kepada Said. Menurut KasubagHumas Polres Mataram, kemungkinanterlapor akan dikenakan Undang-UndangNomor 11 Tahun 2008 tentang Informasidan Transaksi Elektronik (UU ITE)

(Hazliansyah, 2012). Kasus pencemarannama baik yang dilakukan seseorang baiksenganja maupun tidak sengaja dapatdikenakan Pasal 27 ayat (3) UU ITEtentang penyebaran dokumen elektronikyang memiliki muatan penghinaandan/atau pencemaran nama baik, danancaman pidana bagi pelanggar pasaltersebut adalah sesuai yang dijelaskanpada Pasal 45 ayat (1) UU ITE yaitupidana penjara paling lama enam tahunpenjara dan/atau denda paling banyaksatu miliar rupiah. Dalam ketentuan pasal27 ayat (3) dan pasal 45 ayat (3) Undang-Undang ITE tersebut tidak terdapatdefinisi secara jelas apa yang dimaksuddengan penghinaan atau pencemarannama baik. Untuk menentukan secarajelas apa yang dimaksud denganpenghinaan atau pencemaran nama baik,harus merujuk pada ketentuan pasal 310ayat (1) KUHP mengenai pencemaranlisan (smaad), pasal 310 ayat (2) mengenaipencemaran tertulis (smaadscrifft), danpasal 310 ayat (3) sebagai penghapusanpidana (untuk kepentingan umum danpembelaan terpaksa). Ketentuan dariPasal 27 ayat (3) UU ITE dapat kitapahami bahwa cakupan pasal tersebutjuga cukup luas. Mengenai, perbuatanmemberikan hyperlink ke sebuah situsyang memiliki muatan penghinaan ataupencemaran nama baik juga dapat dijeratunsur ketiga pasal tersebut. Karena itumungkin dapat dipahami mengapasebagian orang melihat pasal tersebutsebagai ancaman serius bagi penggunafacebook pada umumnya. Disisi lain,dalam UU ITE juga dinyatakan bahwasuatu informasi/ dokumen elektroniktidak dengan serta-merta atau otomatisakan menjadi suatu bukti yang sah. Untukmenentukan apakah informasi/ dokumeneletronik dapat menjadi alat bukti yangsah masih memerlukan suatu prosedurtertentu yang diatur berdasarkan undang-undang tersebut. Dalam UU No. 11 Tahun

104

Page 8: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

KHIZANAH AL-HIKMAH Vol.6 No.2, Juli – Desember 2018

2008 tentang ITE ini berlaku untuk semuaorang yang memberikan suatu informasiyang memiliki unsur penghinaan. Olehkarena itu, etika dalam berkomunikasimenggunakan media sosial harus tetapdijaga oleh segenap masyarakat.

3) Kasus Penyebaran kebencianberdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)

Menurut laporan merdeka.com dalamMangadil (2016: 124) menyatakan bahwastatus facebook salah seorang mahasiswainisial IRF pada 16 Maret 2010 memicukemarahan masyarakat Bali, yangmayoritas beragama Hindu. Sebab di saatmayoritas masyarakat Bali menggelarritual Nyepi, ia malah menulis status yangmemicu konflik. Status tersebut langsungmenuai komentar kemarahan darisejumlah temannya di akun tersebut,hingga akhirnya yang bersangkutanmenuliskan status terbaru yangmenyatakan permintaan maaf kepadaseluruh masyarakat Bali, khususnya yangberagama Hindu. Namun sejumlah grupbermunculan yang menyatakanpenentangan, dan salah satu grupmenggalang dukungan untuk mengusirIRF dari Bali.

Kasus tentang SARA sebenarnya telahmenjadi masalah besar masyarakat didunia, dan kasus seperti ini sangat seringterjadi di Indonesia mengingatmasyarakat Indonesia yang beranekaragam, terdiri dari banyak suku, ras,golongan bahkan agama sehinggamemungkinkan terjadinya keteganganantara golongan tersebut. Kata-kata dalambentuk hinaan atau pencemaran namabaik dan dapat menimbulkan rasakebencian bagi seseorang atau golongan(SARA), dan dapat dikenakan Pasal 28ayat (2) UU ITE dengan ancaman pidanasebagaimana dijelaskan pada Pasal 45Aayat (2) UU ITE yaitu pidana penjara

paling lama enam tahun dan/atau dendapaling banyak satu miliar rupiah. Ababiladigeneralisasikan, ancaman pidana inijuga dapat menjerat seseorang yangmemberikan hyperlink ke sebuah situsyang memiliki muatan berbau SARAataupun status facebook yang dianggapmengandung SARA dan bisa jugakomentar-komentar di facebook yangmengakibatkan kelompok, suku atauagama lain terusik ketenangannya. Padakasus ini tidak terlalu banyak pihak yangdirugikan secara finansial/materimaupun ekonomi, namun yang jadipermasalahan adalah dampak yangditimbulkan. Penghinaan terhadapkepercayaan atau agama dapatmenimbulkan ketidaknyamanan ataubahkan kerusuhan antar umat beragama.

4) Kasus Penyebaran Informasi bohong(Hoax)

Termasuk dalam ranah cybercrime yangpaling familiar saat ini adalah penyebaraninformasi bohong (hoax). Apabilapenyebaran informasi hoax inimengandung unsur-unsur pelanggaransebagaimana dijelaskan pada UU ITEmaka juga dapat dikenakan pidana. Kasusterbaru menimpa salah seorang dosenPegawai Negeri Sipil (PNS) UniversitasSumatera Utara (USU). DirektoratKrimsus Subdit cybercrime Polda SumateraUtara menangkap tersangka karena salahsatu postingan akun facebook yangmenyebutkan kalau 3 bom gereja diSurabaya hanyalah pengalihan isu hinggamenjadi viral dan mengundangperdebatan netizen karena didugamengandung unsur ujaran kebencian(SARA) (TribrataNews, 2018).

Masyarakat media cyber telah terbiasadengan segala teks yang cenderung hoax,sehingga sulit membedakan informasimana yang benar dan yang bohong(Triartanto, 2015: 33). Meskipun tidak

105

Page 9: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

Machsun Rifauddin, Arfin Nurma Halida: Waspada cybercrime dan informasi hoax pada media sosial facebook

terlihat secara langsung, dampak yangditimbulkan daripada penyebaraninformasi hoax ini, banyak pihak yangdirugikan diberbagai sektor, mulai darimasalah politik, ekonomi, dan sosial.Setidaknya sampai saat ini penyebaraninformasi hoax di Indonesia semakintumbuh subur dan merajalela seakantidak ada kontrol. Maka dari itu setiappengguna facebook diharapkanmemahami secara mendalam mengenaiaturan-aturan dalam UU ITE kaitannyadengan ranah pidana cybercrime danpenyebaran informasi hoax.

b. Upaya untuk Mengatasi BahayaCybercrime

Pengguna media sosial khususnyafacebook diharapkan berhati-hati danmenjaga etika agar tidak terjadipelanggaran hukum cybercrime. Beberapacontoh kasus di atas dapat dijadikanperingatan bagi siapa saja yang secarasengaja ataupun tidak untuk tidakmenyalahgunakan media sosial sebagaitempat pencurahan kata-kata penghinaanatau sejenisnya. Beberapa cara yang dapatdilakukan untuk mengatasi bahayacybercrime adalah:

1) Melindungi komputer. Cybercrimeseringkali dilakukan pelaku melaluipenyebaran virus melalui internet.Setidaknya setiap pengguna komputerperlu mengaplikasikan beberapaprogram untuk menjaga keamanan,yaitu antivirus, antispyware, dan firewall.Fungsi dari ketiga aplikasi tersebutmenjaga perangkat komputer dari virusyang semakin beragam. Persepsimasyarakat Indonesia terhadapkeamanan internet dengan pemasangananti-virus sebesar 58,52% (APJII, 2017).Itu artinya sebagian besar masyarakatpengguna internet di Indonesia belummenyadari arti pentingnya sebuah

keamanan cyber, dan inimemungkinkan terjadinya cybercrime.

2) Menjaga privasi (identitas diri). Pelakucybercrime pastinya tidak akanmelakukan kejahatan menggunakanidentitasnya sendiri melainkanmemanfaatkan identitas orang lain.Oleh sebab itu, kerahasiaan identitasbagi segenap pengguna internet sangatpenting, dan jangan sesekalimemberitahukan identitas pentingseperti NIK, nomor rekening, tanggallahir, dsb kepada orang lain yangbelum dikenal, karena akan sangatmudah disalah gunakan oleh pelakukejahatan cyber. Selain itu, pengunainternet harus selalu berhati-hati danwaspada apabila mengisi identitas diripada aplikasi atau situs web yangkurang terpercaya, biasaya pelakucybercrime mengarahkan user padasebuah link dan meminta untukmemasukkan biodata. Hanya 61,38%masyarakat pengguna internet diIndonesia yang menyadari pentingnyamenjaga kerahasiaan data (APJII, 2017),dan itu yang menjadi salah satu faktorcybercrime tumbuh subur di Indonesia.

3) Mengamankan e-mail. Salah satubentuk cybercrime yang paling mudahdan sering digunakan pelaku adalahpenyerangan e-mail. Pengguna e-mailharus waspada setiap menerima ataumengirim e-mail yang belum diketahuiidentitasnya dengan jelas. Jikamenerima e-mail dari seseorang yangtidak diketahui identitasnya denganpesan yang aneh atau mengarahkanpada link tertentu maka sebaiknyaabaikan. Selain itu juga harusmewaspadai e-mail palsu yangsekarang banyak digunakan pelakucybercrime.

4) Melindungi ID/account. Penggunaankata sandi dalam sebuah aplikasi selainmudah diingat juga harus bervariasi(susah ditebak). Setiap kali membuat

106

Page 10: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

KHIZANAH AL-HIKMAH Vol.6 No.2, Juli – Desember 2018

kata sandi pada sebuah aplikasisebaiknya menggunakan kombinasiangka, huruf, dan simbol, agar tidakmudah diketahui orang lain ataudibajak. Menggunakan password yangsulit dan bervariasi merupakantindakan tepat guna menghindaricybercrime. Selain itu, sebaiknyapassword harus rutin diubah secaraberkala, dan mengeluarkan akun (log-out) dari aplikasi setiap meninggalkankomputer (biasanya dalam penggunaankomputer kantor atau warnet).

5) Membuat backup atau salinan data. Parapengguna komputer sebaiknyamemiliki salinan dari dokumenpribadinya, baik dokumen pribadiyang berupa foto, musik, atau yanglainnya. Data-data tersebut akanterselamatkan apabila sewaktu-waktuterjadi pencurian data atau adakesalahan pada sistem komputer.

6) Selalu Up to Date dan mencariinformasi. Pelaku cybercrime selalumelihat adanya celah-celah pada sistemkomputer calon korbanya saatmelakukan kejahatanya. Oleh karenaitu, harus rutin melakukan updateaplikasi mulai dari aplikasi antivirusdan aplikasi-aplikasi penunjanglainnya. Selain itu pengguna internetdapat memantau perkembanganinformasi pada salah satu penyedia jasalayanan keamanan internet, sepertiNational Cyber Alert System dansebagainya. Pencarian informasidimaksudkan untuk mengetahuiinformasi jenis cybercrime yang sedangmarak terjadi dan bagaimanamenanggulanginya.

Terkait media sosial facebook, terdapatbanyak informasi hoax yang tekadang sulituntuk dibedakan dengan informasi yangsebenarnya. Terdapat beberapa informasidi facebook dapat dindikasikan sebagaiinformasi hoax antara lain:

1) Informasi hoax selalu tidakmencantumkan sumber informasidengan jelas (bukan dari instansiresmi), namun terkadang hanyamencatumkan nama tokoh tertentu.Beberapa informasi hoax di facebookbiasanya hanya mencantumkan sumberinformasi “dari group sebelah” atau“dari kamar sebelah”.

2) Informasi hoax sering kali bersifatprovokatif atau cenderungmenggunakan bahasa yang provokatif,sebagai contoh “ayo viralkan”.Informasi hoax biasanya bersifat anehatau tidak wajar, seperti tidak adanyakesesuaian antara judul dengan isi ataubertolak belakang. Informasi hoaxbiasanya hanya mencantumkan juduldengan isi yang sepotong kemudianmencantumkan hyperlink yang sekedaruntuk di share, like dan comment.

3) Informasi hoax biasanya memanfaatkanisu yang sedang tren, misalnya kasuspornografi yang melibatkan tokohterkenal/ pejabat, pelayanan instansipemerintah yang buruk, atau masalahterorisme dan bom. Isi dari informasiyang disebarkan biasanya tidakberkualitas dan hanya sebatasmenviralkan dan terkadang jugadigunakan untuk promosi atau iklan.

4) Informasi hoax sering menggunakangaya bahasa tidak baku atau sederhana,dan judul terkesan melebih-lebihkan.

5) Informasi hoax biasanya mengandungunsur penghinaan, pencemaran namabaik bahkan SARA. Seseorang yangdengan atau tanpa sengajamembagikan informasi hoax yangmengandung unsur-unsur tersebutdapat dipidanakan.

c. Seleksi Informasi dari Internet

Internet menyediakan berbagai sumberinformasi yang bisa memenuhi kebutuhaninformasi penggunanya. Sumber

107

Page 11: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

Machsun Rifauddin, Arfin Nurma Halida: Waspada cybercrime dan informasi hoax pada media sosial facebook

informasi yang ada di internet sangatbanyak dan tanpa batas. Koleksielektronik dengan internet bisa diaksesdengan fasilitas online, dan jumlahnyaterus bertambah, dapat diakses dari manasaja dan kapan saja. Alasan inilah yangmendasari tentang diperlukannya seleksiinformasi melalui internet. Terdapatbeberapa faktor yang perlu diperhatikandalam menyeleksi informasi dari internet,yaitu:

1) Relevansi adalah penilaian tentangsejauh mana informasi yang dikandungsuatu sumber informasi sesuai denganmasalah yang akan dibahas. Penilaianini dapat dilakukan dengan caramelihat judul, daftar isi, abstrak, danpendahuluan atau tujuan suatusumber, baik tercetak maupunnoncetak, termasuk situs (Diao, 2010:51).

2) Akurasi (accuracy) adalah menentukankeakuratan suatu informasi sering kalimenjadi alasan untuk mengkritisi suatusumber informasi. Akurasi suatuinformasi selalu dikaitkan denganorang yang menulis atau yangbertanggung jawab atas informasitersebut, dan penjelasan keakuratansebuah informasi dalam website bisadilihat dalam menu about us, atauprofile, atau contact us (Cooke, 2001: 21).

3) Otoritas reputasi. Menurut Cooke(2001, 69) faktor utama untuk menilaiotoritas dari suatu sumber informasiadalah pengetahuan dan keahlianpenanggung jawab pembuat informasi.Suatu sumber informasi umumnyamemiliki otoritas jika ditulis olehseorang yang ahli, atau diproduksi olehsebuah lembaga yang dikenalberpengetahuan dan keahlian dalambidang tertentu. Otoritas terkait eratdengan reputasi sumber informasi danreputasi dari penanggung jawab yangmemproduksi informasi tersebut.

Penilaian sejauh mana otoritas danreputasi suatu informasi dapatdilakukan dengan pertanyaan berikut:a) Siapa atau instansi apa yang

mempublikasi informasi?b) Periksa domain situs dari institusi

yang mempublikasi informasitersebut. Apakah doamin tersebuttermasuk domain yang dapatdipercaya (.edu, ac.[kode negara],.sch[kode negara], .gov atau.go[kode negara]. Atau domain lainseperti .com, .co[kode negara], .org,.or[kode negara], .net, dan lainsebagainya.

c) Apakah ada informasi mengenaikualifikasi penulis ataupunlembaga yang mengeluarkaninformasi?

d) Apakah jelas siapa yangmensponsori dan memliharakonten situs tersebut?

e) Apakah ada informasi yangbernilai mendeskripsikan tujuansuatu lembaga ataupun lembagayang mensponsori?

f) Apakah ada cara untukmemverifikasi legitimasi halamanlembaga. Seperti terdapat nomortelepon atau alamat yang tersediauntuk menghubungi danmenanyakan informasi lebih lanjut?

4) Objektivitas (objectivity) adalah situsyang terpercaya di dalamnyamenjelaskan tujuan dari situs tersebut.Misalnya, situs tersebut untuk siapa,digunakan untuk membahas apa, dandibuat untuk apa. Informasi tersebutdapat di lihat pada menu yang terdapatpada situs, sepeti about us (Diao, 2010:51-52). Untuk mengidentifikasi tujuandari sebuah sumber, dapat dilakukandengan menggunakan pertanyaanberikut:

a) Apakah ada pernyataan yangmenunjukkan tujuan dari situstersebut?

108

Page 12: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

KHIZANAH AL-HIKMAH Vol.6 No.2, Juli – Desember 2018

b) Siapakah pembaca yang ditujuoleh informai tersebut?

c) Adakah tujuan dalam situstersebut bersifat mempengaruhi,menjual, mendasarkan padapandangan pribadi tanpa datapendukung atau bias terhadapsuatu hal?

5) Kekinian (currency). Berhubungan eratdengan ke-update-an informasi, danjuga menunjukkan bahwa informasitersebut senantiasa diperbarui.Pertimbangan dan penilaian untukmelihat sejauh mana suatu informasidikatakan update (Chooke, 2001: 75):

a) Apakah tercantum tanggal padahalaman web yangmengindikasikan kapan halamansitus tersebut di tulis dan kapanhalaman situs tersebut direvisiatau diedit?.

b) Apakah ada indikasi lain bahwamateri informasi yang disajikandiperbarui secara berkala untukmemastikan seberapa baruinformasi tersebut?

6) Cakupan (coverage). Terkait dengan isiinformasi atau dokumen dalam situs,seperti hal apa yang dibahas, seberapadalam/detail informasi yang disajikan,dan adakah link yang terhubung kesitus-situs lain yang dapat dipercayadengan pembahasan informasi yangsama (Proboyekti, 2014).

7) Bukti yang kuat yaitu membandingkaninformasi yang diperoleh denganinformasi lainnya yang berasal darisitus lain yang terpercaya, apakah adakesamaan ataukah perbedaan(Proboyekti, 2014).

8) Bahasa dan gaya penulisan. Penulisyang tidak memiliki kredibiltas kurangmemperhatikan aspek bahasa dan gayapenulisanya. Meskipun situs yangmemiliki bahasa dan gaya penulisanyang bagus bukan merupakanindikator situs yang akurat, namun

kecerobohan mungkin akanmenjadikan situs tersebut kurang dapatdiandalkan (Doyle, 2006: 56-57).

Selain memperhatikan faktor-faktorseleksi informasi sebagaimana yang telahdisebutkan, setiap pengguna media sosialkhususnya facebook juga harus mematuhietika dalam penyampaian informasiuntuk mencegah terjadinya cybercrime danpenyebaran informasi hoax. Cybercrimedan hoax sebenarnya dapat diminimalisirapabila setiap pengguna internetmenyadari batasan-batasan dan selalumemperhatikan etika berkomunikasi didunia maya dengan netiquette, yaitupanduan untuk bersikap dan berperilakusesuai dengan kaidah normatif dilingkungan internet. Inti aturan netiquetteadalah menyadari bahwa kita semuamanusia, bahkan saat berada di internetsekalipun, mengikuti aturan seperti dikehidupan nyata saat online, selalu ingatdimana berada ketika sedang online, danmenghormati orang lain ketika sedangonline (Nur Hadi, 2006).

5. KESIMPULAN

Pengguna internet yang semakinbanyak menyebabkan berbagai tindakkejahatan cybercrime dibanyak negaratermasuk Indonesia. Secara garis besarpelaku kejahatan cybercrime baik disengajamaupun tidak disegaja akan dijeratdengan Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008 tentang Informasi danTransaksi Elektronik. Setidaknya ada tigaancaman yang dibawa UU ITE diIndonesia yang berpotensi menimpapelaku cybercrime dengan memanfaatkanfacebook yaitu ancaman pelanggarankesusilaan Pasal 27 ayat (1), penghinaandan/atau pencemaran nama baik Pasal 27ayat (3), dan penyebaran kebencianberdasarkan suku, agama, ras danantargolongan (SARA) Pasal 28 ayat (2).Ancaman pidana bagi pelanggar pasal

109

Page 13: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

Machsun Rifauddin, Arfin Nurma Halida: Waspada cybercrime dan informasi hoax pada media sosial facebook

tersebut sesuai yang dijelaskan pada Pasal45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3) dan Pasal 45Aayat (2) UU ITE yaitu penjara paling lamaenam tahun dan/atau denda palingbanyak satu miliar rupiah. Setiappengguna internet dan media sosialkhususnya facebook harus melakukanupaya yang dapat dilakukan untukmencegah cybercrime diantaranyadilakukan dengan cara melindungikomputer dari virus, menjaga privasi,mengamankan e-mail, melindungiId/Account, membuat backup data, danselalu up to date terhadap informasi.mempertimbangkan etika berkomunikasiyang baik dan seleksi informasi. Terdapatbeberapa faktor yang harus diperhatikandalam menyeleksi sumber informasi dariinternet, yaitu relevansi, akurasi, otoritasreputasi, objektivitas, kekinian (currency),cakupan, bukti yang kuat, serta bahasadan gaya penulisan.

DAFTAR PUSTAKA

APJII (Asosiasi Penyelenggara JasaInternet Indonesia). (2017). InfografisPenetrasi & Perilaku Pengguna InternetIndonesia 2017. Diakses 26 April 2018dari: https://apjii.or.id/survei2017.

Baskoro, D. G. (2010). “Effective InternetResearch”, Seminar Workshop LiterasiInformasi untuk Trainer. Diakses 20Desember 2017 dari:http://eprints.rclis.org/25690/.

Basuki, S. (2010). Materi Pokok PengantarIlmu Perpustakaan. Jakarta: UniversitasTerbuka.

Case, D. O. (2007). Looking for Information:A Survey of Research on InformationSeeking, Needs, and Behaviour. London:Academic Press.

Cooke, A. (2001). A Guide to FindingQuality Information on The Internet:Selection and Evaluation Strategies.London: Facet Publishing.

Doyle, T and John L. H. (2006). Net Cred:Evaluating The Internet as a ResearchSource. Reference Service Review,Academic Research Library, 34 (1). 56-70.

Diao, L. A, dkk. (2010). Literasi Informasi 7Langkah Knowledge Management.Jakarta: Penerbit Universitas AtmaJaya.

Firmansyah, R. (2017). Web KlarifikasiBerita Untuk MeminimalisirPenyebaran Berita Hoax. JURNALINFORMATIKA, 4 (2). 230-235.

Ghosh. S. dan Turrini. E. (Ed). (2010).Cybercrimes: A MultidisciplinaryAnalysis. New York: Springer.

Goyal, S. (2012). Facebook, Twitter,Google+: Social Networking.International Journal of SocialNetworking and Virtual Communities(Int J SocNet & Vircom),1 (1). 16-18.

Hartina, S., Djatin, J dan Tupan, (2012),Penelusuran Literatur. TangerangSelatan: Universitas Terbuka.

Hazliansyah. (2012) Tuding Dihina diFacebook, Rektor Polisikan Dosen.Diakses 21 Desember 2017 dari:http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/05/10/m3srs3-tuding-dihina-di-facebook-rektor-polisikan-dosen.

Jayanti, L, dkk. (2016). Analisa PolaPenyalahgunaan Facebook SebagaiAlat Kejahatan TraffickingMenggunakan Data Mining. E-journalTeknik Informatika, 8 (1). 30-35.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)versi online. Diakses 21 Desember2017 dari: http://kbbi.web.id/.

Mangadil, D. M. (2016). Dampak YuridisPenggunaan Media Sosial MenurutUndang-Undang Nomor 11 Tahun2008 Tentang Informasi dan TransaksiElektonik”. Lex et Societatis, 4 (1). 120-128.

Mansur, D. M. Arief dan Ghultom, E.(2005). Cyber law-Aspek HukumTeknologi Informasi. Bandung: RefikaAditama.

110

Page 14: Machsun Rifauddin* dan Arfin Nurma Halida*

KHIZANAH AL-HIKMAH Vol.6 No.2, Juli – Desember 2018

Nur Hadi, W. (2006). Etika Berkomunikasi diDunia Maya dengan Netiquette. Diakses21 Desember 2017 dari:eprints.uny.ac.id/7229/.

Puslitbang Hukum dan PeradilanMahkamah Agung RI. (2004). NaskahAkademis Kejahatan Internet(Cybercrimes). Jakarta: MahkamahAgung.

Poonia A. S. (2014). Cyber Crime:Challenges and its Classification.International Journal of Emerging Trends& Technology in Computer Science(IJETTCS), 3 (6). 119-121.

Proboyekti, U. (2014). Pengujian HasilPencarian di Internet. Diakses 22Desember 2017 darihttp://lecturer.ukdw.ac.id/othie/index.php?itemid=43.

Tempo.co. (2014). Sebar 10 Ribu PornografiAnak, Manajer Ditangkap. Diakses 21Desember 2017 dari:https://nasional.tempo.co/read/571209/sebar-10-ribu-pornografi-anak-manajer-ditangkap.

Triartanto A. Y. (2015). Kredibilitas TeksHoax Di Media Siber. JurnalKomunikasi, VI (2). 33-36.

Tribrata News. (2018). Breaking News,Polda Sumut Tangkap Oknum PNSDosen USU Karena Sebut Bom SurabayaSebagai Pengalihan Isu. Diakses 21 Mei2018 dari:http://tribratanews.sumut.polri.go.id/2018/05/19/breaking-news-polda-sumut-tangkap-oknum-pns-dosen-usu-karena-sebut-bom-surabaya-sebagai-pengalihan-isu/.

Windara, I M. A dan Sukranatha AA. K.(2013). Kendala dalamPenanggulangan Cybercrime SebagaiSuatu Tindak Pidana Khusus. KerthaNegara, 01(04).

Undang-Undang No.11 Tahun 2008tentang Informasi dan TransaksiElektronik.

Wahid, A dan Labib, M. (2005). KejahatanMayantara (Cyber Crime). Jakarta: PT.Refika Aditama.

Widodo. (2013). Memerangi Cybercrime(Karakteristik, Motivasi, dan StrategiPenanganannya dalam PrespektifKriminologi). Yogyakarta: AswajaPressindo.

We Are Social. (2018). Social Media UseJumps in Q1 Despite Privacy Fears.Diakses 26 April 2018 darihttps://wearesocial.com/blog/2018/04/social-media-use-jumps-in-q1-despite-privacy-fears.

Yusup, M. P dan Subekti, P. (2010). Teori &Praktik Penelusuran Informasi. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

111