majalah online kopi sastra edisi 2
DESCRIPTION
Majalah Online Kopi Sastra Edisi 2/Tahun I/Agustus 2012TRANSCRIPT
E d i s i 2 / T h n . I / A g u s t u s 2 0 1 2
Online
Hamsad Rangkuti
Susy AyuHAMKA
Sutardji Colzum Bachri
Wildan Fauzi Mubarock
JanwarAskar Marlindo
A. Mustofa Bisri
Sastra Reboan #51MP Diksatrasia
Ngobrol Secangkir Kopi Bersama Kopi Sastra
Bumi Sandiwara
Ilustrasi sampul depan: Sucikan Indonesia karya Wahyudimalamhari
Online
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
Hamsad Rangkuti, 3
Redaksi Majalah Online terbuka dalam segala bentuk komunikasi berupa tegur sapa, kiriman karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya (regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke [email protected], atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra
WANGI
ULAS
TOKOH
LEGIT
LIMUN
TUNAS
Pemimpin Redaksi-Penanggung Jawab: Presiden Kopi Sastra Wakil Pemimpin Redaksi: Celoteh Jincurichi Pengumpul Naskah: Celoteh Jincurichi, Helmy Fahruroji, Nugraha A. Baesuni Editor: Indri Guli, Sanghitam, Peliput Berita: Doni Dartafian A., Indra Nugraha, Rahmat Halomoan, Agus Arifin Pemotret: Hady Alvino. Sekretaris: Restu Restiani. Perancang Grafis dan Tata Letak: SangHitam. Ilustrasi Gambar: Wahyudimalamhari, Distribusi: Celoteh Jincurichi, Miftahul Falah,
. Iklan dan Keuangan: Nugraha A. Baesuni, Presiden Kopi Sastra, Qustan Sabar. Surel Redaksi: [email protected]
Nugraha A. Baesuni.
Havid Yazid Al Gifari
KOPI Sastra
@kopisastra
Sutardji Colzum Bachri, 14
HAMKA, 20
Ngobrol Secangkir Kopi Bersama Kopi Sastra, 57
MP Diksatrasia, 39
2
Susy Ayu, 34
Ujung Senja
Askar Marlindo, 36Wildan Fauzi Mubarock, 58
Sastra Reboan #51, 30
Janwar, 48
Ngabubutit Bareng Bumi Sandiwaradan teater Cermin, 58
A. Mustofa Bisri, 67
Malam Takbir
Hamsad Rangkuti
WANGI
Ilustrasi sampul depan: Sucikan Indonesia karya Wahyudimalamhari
Online
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
Hamsad Rangkuti, 3
Redaksi Majalah Online terbuka dalam segala bentuk komunikasi berupa tegur sapa, kiriman karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya (regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke [email protected], atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra
WANGI
ULAS
TOKOH
LEGIT
LIMUN
TUNAS
Pemimpin Redaksi-Penanggung Jawab: Presiden Kopi Sastra Wakil Pemimpin Redaksi: Celoteh Jincurichi Pengumpul Naskah: Celoteh Jincurichi, Helmy Fahruroji, Nugraha A. Baesuni Editor: Indri Guli, Sanghitam, Peliput Berita: Doni Dartafian A., Indra Nugraha, Rahmat Halomoan, Agus Arifin Pemotret: Hady Alvino. Sekretaris: Restu Restiani. Perancang Grafis dan Tata Letak: SangHitam. Ilustrasi Gambar: Wahyudimalamhari, Distribusi: Celoteh Jincurichi, Miftahul Falah,
. Iklan dan Keuangan: Nugraha A. Baesuni, Presiden Kopi Sastra, Qustan Sabar. Surel Redaksi: [email protected]
Nugraha A. Baesuni.
Havid Yazid Al Gifari
KOPI Sastra
@kopisastra
Sutardji Colzum Bachri, 14
HAMKA, 20
Ngobrol Secangkir Kopi Bersama Kopi Sastra, 57
MP Diksatrasia, 39
2
Susy Ayu, 34
Ujung Senja
Askar Marlindo, 36Wildan Fauzi Mubarock, 58
Sastra Reboan #51, 30
Janwar, 48
Ngabubutit Bareng Bumi Sandiwaradan teater Cermin, 58
A. Mustofa Bisri, 67
Malam Takbir
Hamsad Rangkuti
WANGI
Online
4Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Pada malam terakhir bulan Ramadhan aku duduk di warung
murah tepi jalan menunggu saat berbuka puasa. Warung itu terletak
jauh dari kesibukan kota besar. Di depanku duduk seorang lelaki yang
tampak tidak begitu muda dan tidak pula terlalu tua. Aku memesan air
teh panas, sedangkan dia memesan air teh biasa. Radio pemilik
warung sedang mengumandangkan ayat suci pengantar waktu
berbuka. Di tempat seperti itu bagiku adalah saat yang indah di bulan
Ramadhan. Saat seperti itu adalah puncak kenikmatan memerangi
hawa nafsu.
Dikeluarkannya kantung plastik dari dalam saku bajunya.
Diambilnya beberapa biji kurma dari dalam kantung plastik itu. Aku
cepat mengalihkan pandang, tapi masih sempat kulihat kalau dia
memendang ke arahku. Mungkin ia hendak menawarkan sebiji kurma.
Dia tampak seperti orang lelah. Wajahnya memancarkan
suasana kemiskinan. Pucat dan kurang gizi. Pakaiannya tua dan lusuh.
Dia mengenakan kaca mata. Rambutnya tidak disisir rapi. Barangkali
dia baru berjalan jauh.
Memandangnya aku jadi teringat akan tukang kebun keliling
yang sebulan sekali datang ke rumah kami untuk membersihkan
pekarangan. Wajah mereka selalu menipu umur mereka. Kurasa usia
orang ini tidak jauh terpaut dari usia tukang kebun langganan kami.
Dua hari yang lalu tukang kebun itu datang menawarkan jasa.
Padahal bila dicocokan dengan jadwal kedatangan setiap bulan,
seharusnya dia datang pertengahan bulan depan. Tetapi karena aku
tahu mungkin dia ingin bersiap-siap menghadapi lebaran, semak-
semak yang belum begitu meninggi kubiarkan dipangkasnya.
Untunglah kami masih menyenangi pagar tumbuhan perdu. Kalau
tidak tentu telah berkurang satu lowongan kerja untuk tukang kebun
keliling seperti dia.
Dua hari yang lalu itu kukemas pakaian-pakaian bekas anak-
anak yang sudah tidak muat lagi mereka kenakan. Aku juga
menyisihkan pakaian-pakaian tua milikku, begitu pula milik istriku.
Pakaian-pakaian itu kuberikan kepadanya di samping upah yang dia
terima.
Kami sebenarnya bukan orang yang mampu. Tapi kebiasaan
seperti itu telah ditularkan orang tuaku sejak aku masih kecil. Di saat
menjelang lebaran selalu aku bertanya kepada ayah mengapa pakaian-
pakaian yang masih bisa kupakai selalu saja diberikan kepada tukang
kebun yang datang membersihkan pekarangan rumah kami. Ayah
selalu berkata bahwa mereka membutuhkan sedangkan kita telah
membeli yang baru. Kebiasaan yang kulihat sejak aku masih kecil itu
tertular kepadaku setelah aku berdiri sendiri membina keluarga. Insya
Allah dengan demikian aku telah membina keluarga menjadi keluarga
yang pemberi.
“Apakah di sekitar sini ada mesjid?” kudengar orang yang
duduk di depanku itu berkata keada pemilik warung.
“Mesjid terlalu jauh dari sini. Tetapi mushala ada,” kata
pemilik warung. “Di ujung jalan ini. Sebentar lagi kalau tiba waktu
berbuka, azan akan terdengar berkumandang dari sana.”
“Aku sudah terbiasa shalat magrib dulu sebelum makan.”
“Silakan. Silakan shalat magrib dulu. Kalau mau makan
setelah shalat, silakan datang kembali. Tapi kalau untuk sekadar
makan kecil untuk berbuka puasa, di mushala itu disediakan warga.”
“Biarkan aku berbuka di sini dengan sebiji kurma.”
Dipandangnya aku. Aku tidak sempat mengelak. Kubalas
dengan senyum.
“Mau sebiji kurma?”
“Terima kasih. Saya telah terbiasa berbuka dengan segelas air
Online
5 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Online
4Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Pada malam terakhir bulan Ramadhan aku duduk di warung
murah tepi jalan menunggu saat berbuka puasa. Warung itu terletak
jauh dari kesibukan kota besar. Di depanku duduk seorang lelaki yang
tampak tidak begitu muda dan tidak pula terlalu tua. Aku memesan air
teh panas, sedangkan dia memesan air teh biasa. Radio pemilik
warung sedang mengumandangkan ayat suci pengantar waktu
berbuka. Di tempat seperti itu bagiku adalah saat yang indah di bulan
Ramadhan. Saat seperti itu adalah puncak kenikmatan memerangi
hawa nafsu.
Dikeluarkannya kantung plastik dari dalam saku bajunya.
Diambilnya beberapa biji kurma dari dalam kantung plastik itu. Aku
cepat mengalihkan pandang, tapi masih sempat kulihat kalau dia
memendang ke arahku. Mungkin ia hendak menawarkan sebiji kurma.
Dia tampak seperti orang lelah. Wajahnya memancarkan
suasana kemiskinan. Pucat dan kurang gizi. Pakaiannya tua dan lusuh.
Dia mengenakan kaca mata. Rambutnya tidak disisir rapi. Barangkali
dia baru berjalan jauh.
Memandangnya aku jadi teringat akan tukang kebun keliling
yang sebulan sekali datang ke rumah kami untuk membersihkan
pekarangan. Wajah mereka selalu menipu umur mereka. Kurasa usia
orang ini tidak jauh terpaut dari usia tukang kebun langganan kami.
Dua hari yang lalu tukang kebun itu datang menawarkan jasa.
Padahal bila dicocokan dengan jadwal kedatangan setiap bulan,
seharusnya dia datang pertengahan bulan depan. Tetapi karena aku
tahu mungkin dia ingin bersiap-siap menghadapi lebaran, semak-
semak yang belum begitu meninggi kubiarkan dipangkasnya.
Untunglah kami masih menyenangi pagar tumbuhan perdu. Kalau
tidak tentu telah berkurang satu lowongan kerja untuk tukang kebun
keliling seperti dia.
Dua hari yang lalu itu kukemas pakaian-pakaian bekas anak-
anak yang sudah tidak muat lagi mereka kenakan. Aku juga
menyisihkan pakaian-pakaian tua milikku, begitu pula milik istriku.
Pakaian-pakaian itu kuberikan kepadanya di samping upah yang dia
terima.
Kami sebenarnya bukan orang yang mampu. Tapi kebiasaan
seperti itu telah ditularkan orang tuaku sejak aku masih kecil. Di saat
menjelang lebaran selalu aku bertanya kepada ayah mengapa pakaian-
pakaian yang masih bisa kupakai selalu saja diberikan kepada tukang
kebun yang datang membersihkan pekarangan rumah kami. Ayah
selalu berkata bahwa mereka membutuhkan sedangkan kita telah
membeli yang baru. Kebiasaan yang kulihat sejak aku masih kecil itu
tertular kepadaku setelah aku berdiri sendiri membina keluarga. Insya
Allah dengan demikian aku telah membina keluarga menjadi keluarga
yang pemberi.
“Apakah di sekitar sini ada mesjid?” kudengar orang yang
duduk di depanku itu berkata keada pemilik warung.
“Mesjid terlalu jauh dari sini. Tetapi mushala ada,” kata
pemilik warung. “Di ujung jalan ini. Sebentar lagi kalau tiba waktu
berbuka, azan akan terdengar berkumandang dari sana.”
“Aku sudah terbiasa shalat magrib dulu sebelum makan.”
“Silakan. Silakan shalat magrib dulu. Kalau mau makan
setelah shalat, silakan datang kembali. Tapi kalau untuk sekadar
makan kecil untuk berbuka puasa, di mushala itu disediakan warga.”
“Biarkan aku berbuka di sini dengan sebiji kurma.”
Dipandangnya aku. Aku tidak sempat mengelak. Kubalas
dengan senyum.
“Mau sebiji kurma?”
“Terima kasih. Saya telah terbiasa berbuka dengan segelas air
Online
5 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Online
6Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
teh panas. Perut untuk orang seusia saya harus dijaga. Jangan sampai
diberi di luar kebiasaan di saat berbuka.”
“O begitu. Apakah dengan kurma aku telah membiasakan
perutku di bulan Ramadhan ini?”
“Lakukalah kalau itu telah menjadi kebiasaanmu. Saat
berbuka adalah saat yang rawan bagi perut seusia kita. Dari kosong
menjadi berisi. Kata dokter, dulukan yang hangat dan yang lunak-
lunak.”
Orang itu mengangguk seperti mengiakan ucapanku. Kami
pun kemudian sama-sama diam. Masih terus menunggu bedug.
“Hari ini adalah bedug terakhir yang kita tunggu. Mudah-
mudahan Allah memberi umur kepada kita agar bisa menunggu beduk
di tahun yang akan datang.”
“Insya Allah,” kataku sambil berpikir, aku heran, entah apa
yang membawaku sampai ke warung yang wilayahnya cukup jauh
dari tempat tinggalku. Tapi kemudian aku berpikir Allah telah
mengatur pertemuan kami.
Warung itu adalah warung di pinggir jalan yang sepi. Tidak
ada tampak kendaraan roda empat yang melintas sejak aku singgah di
situ. Mungkin jalan ini buntu. Atau barangkali jalan ini hanya dilewati
mobil-mobil para penghuni sepanjang jalan ini. Jalan itu dipenuhi
anak-anak bermain. Mungkin mereka adalah anak-anak yang
bertempat tinggal di sepanjang jalan ini. Tapi kalau dilihat dari rumah-
rumah yang ada di sepanjang jalan itu para penghuninya adalah orang-
orang yang mampu. Tapi barangkali karena rumah di kota besar
umumnya tidak memiliki pekarangan yang luas untuk tempat
bermain, maka anak-anak usia bermain memanfaatkan jalan raya
Saat yang kami tungu pun tiba. Bedug berbuka terdengar.
Adzan magrib mengumandang baik di radio maupun di pengeras
suara dari mushala yang dikatakan si pemilik warung. Kubaca doa
berbuka puasa di dalam hati dan kuteguk teh manis panas. Dan orang
yang duduk di depanku berkomat kamit bibirnya, menengguk teh dan
memakan sebutir kurma.
“Alhamdulilah.” Katanya. Dipandangnya aku. Kulihat dia
berdiri. “Saya ingin shalat dulu,” katanya seperti meminta diri. Atau
barangkali dia ingin mengajakku. Pemilik warung melihat kepadaku
dijulurkannya tutup gelas.
“Silakan kalau ingin shalat dulu. Waktu magrib sangat
singkat. Mari bersama-sama ke mushala.”
Aku menerima tutup gelas. Aku merasa tidak bisa mengelak.
***
Aku kembali ke tempat semula. Orang itu pun kembali duduk
di tempatnya semula. Pemilik warung kembali berada di antara
pembantunya.
Aku memesan sepiring nasi dengan lauk daging rendang
berkuah dan terong goreng dengan sambal kesukaanku. Orang itu
memesan nasi dengan lauk gulai telur.
Di depan warung dua anak perempuan asik bermain
badminton kelihatannya mereka sudah terbiasa bermain di bawah
lampu jalan yang terang benderang itu. Mereka saling memukul bola
bulu ayam tanpa net pembatas.
Tiba-tiba secara tak terduga bola bulu ayam itu jatuh kedalam
piring laki-laki yang duduk di depanku. Bola bulu ayam itu bertengger
di atas tumpukan nasi.
Aku bersikap seolah tidak melihat peristiwa itu. Di belakang
laki-laki itu muncul seorang anak perempuan. Dia mematung melihat
bola bulu ayamnya. Orang itu bereaksi menoleh ke belakang.
Tampaklah olehnya anak perempuan itu. Dia berpaling ke piringnya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
7
Online
6Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
teh panas. Perut untuk orang seusia saya harus dijaga. Jangan sampai
diberi di luar kebiasaan di saat berbuka.”
“O begitu. Apakah dengan kurma aku telah membiasakan
perutku di bulan Ramadhan ini?”
“Lakukalah kalau itu telah menjadi kebiasaanmu. Saat
berbuka adalah saat yang rawan bagi perut seusia kita. Dari kosong
menjadi berisi. Kata dokter, dulukan yang hangat dan yang lunak-
lunak.”
Orang itu mengangguk seperti mengiakan ucapanku. Kami
pun kemudian sama-sama diam. Masih terus menunggu bedug.
“Hari ini adalah bedug terakhir yang kita tunggu. Mudah-
mudahan Allah memberi umur kepada kita agar bisa menunggu beduk
di tahun yang akan datang.”
“Insya Allah,” kataku sambil berpikir, aku heran, entah apa
yang membawaku sampai ke warung yang wilayahnya cukup jauh
dari tempat tinggalku. Tapi kemudian aku berpikir Allah telah
mengatur pertemuan kami.
Warung itu adalah warung di pinggir jalan yang sepi. Tidak
ada tampak kendaraan roda empat yang melintas sejak aku singgah di
situ. Mungkin jalan ini buntu. Atau barangkali jalan ini hanya dilewati
mobil-mobil para penghuni sepanjang jalan ini. Jalan itu dipenuhi
anak-anak bermain. Mungkin mereka adalah anak-anak yang
bertempat tinggal di sepanjang jalan ini. Tapi kalau dilihat dari rumah-
rumah yang ada di sepanjang jalan itu para penghuninya adalah orang-
orang yang mampu. Tapi barangkali karena rumah di kota besar
umumnya tidak memiliki pekarangan yang luas untuk tempat
bermain, maka anak-anak usia bermain memanfaatkan jalan raya
Saat yang kami tungu pun tiba. Bedug berbuka terdengar.
Adzan magrib mengumandang baik di radio maupun di pengeras
suara dari mushala yang dikatakan si pemilik warung. Kubaca doa
berbuka puasa di dalam hati dan kuteguk teh manis panas. Dan orang
yang duduk di depanku berkomat kamit bibirnya, menengguk teh dan
memakan sebutir kurma.
“Alhamdulilah.” Katanya. Dipandangnya aku. Kulihat dia
berdiri. “Saya ingin shalat dulu,” katanya seperti meminta diri. Atau
barangkali dia ingin mengajakku. Pemilik warung melihat kepadaku
dijulurkannya tutup gelas.
“Silakan kalau ingin shalat dulu. Waktu magrib sangat
singkat. Mari bersama-sama ke mushala.”
Aku menerima tutup gelas. Aku merasa tidak bisa mengelak.
***
Aku kembali ke tempat semula. Orang itu pun kembali duduk
di tempatnya semula. Pemilik warung kembali berada di antara
pembantunya.
Aku memesan sepiring nasi dengan lauk daging rendang
berkuah dan terong goreng dengan sambal kesukaanku. Orang itu
memesan nasi dengan lauk gulai telur.
Di depan warung dua anak perempuan asik bermain
badminton kelihatannya mereka sudah terbiasa bermain di bawah
lampu jalan yang terang benderang itu. Mereka saling memukul bola
bulu ayam tanpa net pembatas.
Tiba-tiba secara tak terduga bola bulu ayam itu jatuh kedalam
piring laki-laki yang duduk di depanku. Bola bulu ayam itu bertengger
di atas tumpukan nasi.
Aku bersikap seolah tidak melihat peristiwa itu. Di belakang
laki-laki itu muncul seorang anak perempuan. Dia mematung melihat
bola bulu ayamnya. Orang itu bereaksi menoleh ke belakang.
Tampaklah olehnya anak perempuan itu. Dia berpaling ke piringnya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
7
Online
8Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Dipandangnya bola bulu ayam itu. Diambilnya dan diberikan kepada
anak perempuan itu.
Dia melanjutkan makannya tanpa sedikit pun membuang nasi
yang tercemar oleh bola bulu ayam itu. Dia menyuap nasinya seperti
tidak terjadi apa-apa. Anak perempuan itu tercengan melihat kejadian
itu. Dia tampak seperti terpukau. Dia tampak tidak yakin dengan apa
yang dia lihat. Tiba-tiba dia tersentak dan lari meninggalkan kami.
Aku terus saja makan dan melupakan peristiwa itu. Kukira
orang lain pun tidak akan menghiraukan kejadian itu. Bahkan si
pemilik warung.
Sejurus kemudian terjadilah hal yang tidak kuduga sama
sekali. Anak perempuan itu muncul bersama seorang wanita. Dia
menunjuk ke arah laki-laki itu.
Wanita yang datang bersamanya mendekat ke arah laki-laki
itu. Dan menyentuh tangan orang itu.
“Maafkan anak saya, Pak. Dia tidak sengaja.”
“Apa-apaan ini?” tanya laki-laki itu menoleh.
“Bola ayam itu kata anak saya jatuh ke dalam piring bapak.
Mengotori nasi bapak. Anak saya menangis menceritakan kejadian itu
di rumah. Dia melihat Bapak memankan nasi bekas bola bulu ayam
itu. Ia takut sekali kalau Bapak akan sakit. Ia sangat khawatir. Ia
menangis menceritakannya. Katanya bola itu jatuh ke dalam got.
Dipungutnya. Dipukulnya dan jatuh ke piring Bapak. Dia khawatir
bapak akan sakit. Kami semua khawatir Bapak akan sakit. Saya tidak
ingin Bapak sakit karena kecerobohan anak saya. Maafkan anak saya
ya, Pak.”
“Tidak usah dipikirkan. Saya malah tidak menghiraukan
kejadian itu.”
“Tetapi kejadian itu menjadi beban pikiran anak saya. Juga
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
9
Sejurus kemudian
terjadilah hal yang tidak
k u d u g a s a m a
sekali. Anak perempuan
i tu muncul bersama
seorang wanita. Dia
menunjuk ke arah laki-
laki itu.
““
Online
8Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Dipandangnya bola bulu ayam itu. Diambilnya dan diberikan kepada
anak perempuan itu.
Dia melanjutkan makannya tanpa sedikit pun membuang nasi
yang tercemar oleh bola bulu ayam itu. Dia menyuap nasinya seperti
tidak terjadi apa-apa. Anak perempuan itu tercengan melihat kejadian
itu. Dia tampak seperti terpukau. Dia tampak tidak yakin dengan apa
yang dia lihat. Tiba-tiba dia tersentak dan lari meninggalkan kami.
Aku terus saja makan dan melupakan peristiwa itu. Kukira
orang lain pun tidak akan menghiraukan kejadian itu. Bahkan si
pemilik warung.
Sejurus kemudian terjadilah hal yang tidak kuduga sama
sekali. Anak perempuan itu muncul bersama seorang wanita. Dia
menunjuk ke arah laki-laki itu.
Wanita yang datang bersamanya mendekat ke arah laki-laki
itu. Dan menyentuh tangan orang itu.
“Maafkan anak saya, Pak. Dia tidak sengaja.”
“Apa-apaan ini?” tanya laki-laki itu menoleh.
“Bola ayam itu kata anak saya jatuh ke dalam piring bapak.
Mengotori nasi bapak. Anak saya menangis menceritakan kejadian itu
di rumah. Dia melihat Bapak memankan nasi bekas bola bulu ayam
itu. Ia takut sekali kalau Bapak akan sakit. Ia sangat khawatir. Ia
menangis menceritakannya. Katanya bola itu jatuh ke dalam got.
Dipungutnya. Dipukulnya dan jatuh ke piring Bapak. Dia khawatir
bapak akan sakit. Kami semua khawatir Bapak akan sakit. Saya tidak
ingin Bapak sakit karena kecerobohan anak saya. Maafkan anak saya
ya, Pak.”
“Tidak usah dipikirkan. Saya malah tidak menghiraukan
kejadian itu.”
“Tetapi kejadian itu menjadi beban pikiran anak saya. Juga
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
9
Sejurus kemudian
terjadilah hal yang tidak
k u d u g a s a m a
sekali. Anak perempuan
i tu muncul bersama
seorang wanita. Dia
menunjuk ke arah laki-
laki itu.
““
menjadi beban pikiran saya.”
Wanita itu menarik tangan anaknya. Dia suruh anak itu
mengulurkan tangan untuk meminta maaf. Anak perenpuan itu
menangis sambil menjulurkan tangannya.
“Saya minta Mama menemui Bapak. Saya takut Bapak sakit.
Saya lihat di dalam got, dekat bola itu ada bangkai tikus. Saya takut
Bapak akan sakit. Saya meminta Mama memberi Bapak uang. Kalau
Bapak sakit, Bapak bisa menggunakannya ke dokter.”
Wanita itu mengeluarkan sesuatu di dalam saku bajunya. Dia
mengeluarkan amplop.
“Terimalah ini, Pak. Mungkin besok Bapak memerlukannya.
Kalau Bapak sakit, Bapak harus ke dokter ya.”
“Aduh mengapa sampai begitu? Aku tidak apa-apa. Jangan
terlalu dipikirkan.”
“Terimalah, Pak. Agar tentram hati kami.”
Lelaki itu tersenyum sambil menolak amplop itu. “Jangan
terlalu dibesar-besarkan.”
“Anak saya melihat Bapak menyuap nasi di bekas bola itu.
Dia takut sekali. Dia menangis menceritakan itu. Ambillah supaya
hatinya tenteram. Kalau Bapak sakit bisa gunakan ke dokter.”
“Jangan, Bu. Saya tidak mau menerima sesuatu karena rasa
bersalah orang lain.”
“Kami ingin batin kami dalam keadaan tenteram menyambut
takbir dan sembahyang Ied besok pagi. Biarkan kami tidak dibebani
pikiran yang bukan-bukan. Terimalah, Pak.”
Aku terkejut melihat lelaki itu menangis. Air matanya
meleleh menuruni pipinya. Melihat itu aku tiba-tiba berucap,
“Biarkan saya yang memberikannya nanti, Bu. Sekarang pulanglah.
S a y a b e r j a n j i , p e m b e r i a n I b u i n i a k a n s a y a
Online
10Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
11
sampaikan.”
Kuulurkan tanganku ke arahnya.
“Tolonglah Bapak berikan biar tenteram hati kami.”
Diserahkannya amplop itu kepadaku
“Terima kasih ya, Pak,” katanya setelah amplop itu berada di
tanganku. “Maafkan anak saya ya, Pak,” katanya kepada lelaki itu.
Lelaki itu mengangguk sambil tersedu-sedu.
Sebelum berpisah kuyakinkan agar dia mensyukuri nikmat
Allah. Kuulurkan amplop itu ke dalam genggamannya. Dia tiba-tiba
menangis.
“Berhari-hari aku mendatangi rumah-rumah orang yang bisa
kubersihkan pekarangan mereka. Tiap tahun aku mengecat rumah
mereka menjelang Idul Fitri. Aku memangkas pagar hidup
pekarangan mereka. Tetapi lebaran ini semua tidak kudapatkan.
Mereka telah mengubah pagar mereka menjadi tembok dan besi.
Rumah mereka juga sudah dicat oleh orang lain yang bernasib sama
dengan aku. Tak ada apa pun yang tersedia untuk anak-anak
menyambut lebaran.”
“Kalau begitu bersyukurlah. Ternyata Allah maha pengasih.
Masih ada rezeki keluargamu untuk lebaran besok pagi.”
“Wanita itu mengeluarkan
sesuatu di dalam saku bajunya.
Dia mengeluarkan amplop.”
menjadi beban pikiran saya.”
Wanita itu menarik tangan anaknya. Dia suruh anak itu
mengulurkan tangan untuk meminta maaf. Anak perenpuan itu
menangis sambil menjulurkan tangannya.
“Saya minta Mama menemui Bapak. Saya takut Bapak sakit.
Saya lihat di dalam got, dekat bola itu ada bangkai tikus. Saya takut
Bapak akan sakit. Saya meminta Mama memberi Bapak uang. Kalau
Bapak sakit, Bapak bisa menggunakannya ke dokter.”
Wanita itu mengeluarkan sesuatu di dalam saku bajunya. Dia
mengeluarkan amplop.
“Terimalah ini, Pak. Mungkin besok Bapak memerlukannya.
Kalau Bapak sakit, Bapak harus ke dokter ya.”
“Aduh mengapa sampai begitu? Aku tidak apa-apa. Jangan
terlalu dipikirkan.”
“Terimalah, Pak. Agar tentram hati kami.”
Lelaki itu tersenyum sambil menolak amplop itu. “Jangan
terlalu dibesar-besarkan.”
“Anak saya melihat Bapak menyuap nasi di bekas bola itu.
Dia takut sekali. Dia menangis menceritakan itu. Ambillah supaya
hatinya tenteram. Kalau Bapak sakit bisa gunakan ke dokter.”
“Jangan, Bu. Saya tidak mau menerima sesuatu karena rasa
bersalah orang lain.”
“Kami ingin batin kami dalam keadaan tenteram menyambut
takbir dan sembahyang Ied besok pagi. Biarkan kami tidak dibebani
pikiran yang bukan-bukan. Terimalah, Pak.”
Aku terkejut melihat lelaki itu menangis. Air matanya
meleleh menuruni pipinya. Melihat itu aku tiba-tiba berucap,
“Biarkan saya yang memberikannya nanti, Bu. Sekarang pulanglah.
S a y a b e r j a n j i , p e m b e r i a n I b u i n i a k a n s a y a
Online
10Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
11
sampaikan.”
Kuulurkan tanganku ke arahnya.
“Tolonglah Bapak berikan biar tenteram hati kami.”
Diserahkannya amplop itu kepadaku
“Terima kasih ya, Pak,” katanya setelah amplop itu berada di
tanganku. “Maafkan anak saya ya, Pak,” katanya kepada lelaki itu.
Lelaki itu mengangguk sambil tersedu-sedu.
Sebelum berpisah kuyakinkan agar dia mensyukuri nikmat
Allah. Kuulurkan amplop itu ke dalam genggamannya. Dia tiba-tiba
menangis.
“Berhari-hari aku mendatangi rumah-rumah orang yang bisa
kubersihkan pekarangan mereka. Tiap tahun aku mengecat rumah
mereka menjelang Idul Fitri. Aku memangkas pagar hidup
pekarangan mereka. Tetapi lebaran ini semua tidak kudapatkan.
Mereka telah mengubah pagar mereka menjadi tembok dan besi.
Rumah mereka juga sudah dicat oleh orang lain yang bernasib sama
dengan aku. Tak ada apa pun yang tersedia untuk anak-anak
menyambut lebaran.”
“Kalau begitu bersyukurlah. Ternyata Allah maha pengasih.
Masih ada rezeki keluargamu untuk lebaran besok pagi.”
“Wanita itu mengeluarkan
sesuatu di dalam saku bajunya.
Dia mengeluarkan amplop.”
Online
12Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
“Aku takut istriku takabur. Dalam shalat subuhnya dia
memanjatkan doa meminta rezeki kepada Allah. Seselai shalat ia
berkata kepadaku ada rezeki untuk kita hari ini. Tadi pagi dia
menyuruhku untuk pergii mengais rezeki. Ia yakin hari ini kami akan
mendapatkan rezeki.”
“Kalau begitu kau harus mensyukuri nikmat Allah. Terimalah
rezeki keluargamu ini. Cepatlah pulang. Masih ada waktu untuk
memanfaatkannya. Kau dengar takbir itu? Sambutlah idul Fitri
dengan mensyukurinikmat Allah.”
Masih mendengar dia bergumam, “Aku takut istriku
takabur.”
Kutinggalkan dia dengan amplop dan gumamannya.
Gema takbir menyuruhku pulang.
Balai Budaya, 1443 H/1993
Hamsad Rangkuti, lahir di Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943, adalah seorang sastrawan Indonesia. Ia sangat dikenal luas masyarakat melalui cerita pendek (cerpen). Gaya penulisan Hamsad yang khas: realistis, deskriptif, fan kaya detail, seakan-akan membawa pembacanya masuk pusaran kisah-kisah yang apik, menarik, sekaligus menggelitik. Cerpen-cerpennya dimuat dalam berbagai harian dan majalah, terbitan dalam dan luar negeri. Bahkan beberapa di antaranya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman, antara lain dimuat dalam New Voice in Southeast Asia Solidarity (1991), Manoa, Pasific Journal of International Writing, University of Hawaii Presss (1991, Beyond The Horison, Short Stories from Contemporary Indonesia, Monash Asia Institute, Jurnal Rima, Review of Indonesia and Malaysia Affairs, University Sydney. Vol. 25,1991. Cerpen-cerpennya juga termuat dalam beberapa antologi cerita pendek mutakhir, antara lain Cerpen-cerpen indonesia Mutakhir, editor Suratman Markasam, 1991.
Sumber foto: Google Images
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1433 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Online
12Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
“Aku takut istriku takabur. Dalam shalat subuhnya dia
memanjatkan doa meminta rezeki kepada Allah. Seselai shalat ia
berkata kepadaku ada rezeki untuk kita hari ini. Tadi pagi dia
menyuruhku untuk pergii mengais rezeki. Ia yakin hari ini kami akan
mendapatkan rezeki.”
“Kalau begitu kau harus mensyukuri nikmat Allah. Terimalah
rezeki keluargamu ini. Cepatlah pulang. Masih ada waktu untuk
memanfaatkannya. Kau dengar takbir itu? Sambutlah idul Fitri
dengan mensyukurinikmat Allah.”
Masih mendengar dia bergumam, “Aku takut istriku
takabur.”
Kutinggalkan dia dengan amplop dan gumamannya.
Gema takbir menyuruhku pulang.
Balai Budaya, 1443 H/1993
Hamsad Rangkuti, lahir di Medan, Sumatera Utara, 7 Mei 1943, adalah seorang sastrawan Indonesia. Ia sangat dikenal luas masyarakat melalui cerita pendek (cerpen). Gaya penulisan Hamsad yang khas: realistis, deskriptif, fan kaya detail, seakan-akan membawa pembacanya masuk pusaran kisah-kisah yang apik, menarik, sekaligus menggelitik. Cerpen-cerpennya dimuat dalam berbagai harian dan majalah, terbitan dalam dan luar negeri. Bahkan beberapa di antaranya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman, antara lain dimuat dalam New Voice in Southeast Asia Solidarity (1991), Manoa, Pasific Journal of International Writing, University of Hawaii Presss (1991, Beyond The Horison, Short Stories from Contemporary Indonesia, Monash Asia Institute, Jurnal Rima, Review of Indonesia and Malaysia Affairs, University Sydney. Vol. 25,1991. Cerpen-cerpennya juga termuat dalam beberapa antologi cerita pendek mutakhir, antara lain Cerpen-cerpen indonesia Mutakhir, editor Suratman Markasam, 1991.
Sumber foto: Google Images
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1433 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Online
14Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
oleh Yusuf Nugraha
ULAS Presiden Penyair Tak Sehebat Tuhan
Sutardji Colzum Bachri adalah salah satu pelopor angkatan 70-an dalam genre puisi--dijuluki sebagai 'Presiden Penyair”.
Sumber foto : Google Images
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
15
Puisi-puisi karya penyair kelahiran Rengat (Riau) 24 Juli 1941 ini lebih
mengedepankan gaya estetika pembebasan kata dengan mengedepankan
akar tradisi. Puisi-puisinya bagaikan sebuah mantra hingga harus
mengerutkan dahi saat menguyahnya. Karyanya terkumpul dalam O (1873),
Amuk (1977), dan Kapak (1979). Ketiga kumpulan puisinya itu kemudian
dijadikan satu antologi yaitu O Amuk Kapak (1981). Berikut ini akan dikaji
salah satu puisinya yang berjudul Walau.
WALAU
Sutardji Colzum Bachri
walau penyair besar takkan sebatas Allah
dulu pernah kuminta Tuhandalam dirisekarang tak
kalau matimungkin matiku bagai batu tamatbagai pasir tamatjiwa membumbung dalam baris sajak
tujuh puncak membilang-bilangnyeri hari mengucap-ngucapdi butir pasir kutulis rindu rindu
walau huruf habislah sudahalif bataku belum sebatas Allah
(O,Amuk, Kapak, 1981:131)
Online
14Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
oleh Yusuf Nugraha
ULAS Presiden Penyair Tak Sehebat Tuhan
Sutardji Colzum Bachri adalah salah satu pelopor angkatan 70-an dalam genre puisi--dijuluki sebagai 'Presiden Penyair”.
Sumber foto : Google Images
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
15
Puisi-puisi karya penyair kelahiran Rengat (Riau) 24 Juli 1941 ini lebih
mengedepankan gaya estetika pembebasan kata dengan mengedepankan
akar tradisi. Puisi-puisinya bagaikan sebuah mantra hingga harus
mengerutkan dahi saat menguyahnya. Karyanya terkumpul dalam O (1873),
Amuk (1977), dan Kapak (1979). Ketiga kumpulan puisinya itu kemudian
dijadikan satu antologi yaitu O Amuk Kapak (1981). Berikut ini akan dikaji
salah satu puisinya yang berjudul Walau.
WALAU
Sutardji Colzum Bachri
walau penyair besar takkan sebatas Allah
dulu pernah kuminta Tuhandalam dirisekarang tak
kalau matimungkin matiku bagai batu tamatbagai pasir tamatjiwa membumbung dalam baris sajak
tujuh puncak membilang-bilangnyeri hari mengucap-ngucapdi butir pasir kutulis rindu rindu
walau huruf habislah sudahalif bataku belum sebatas Allah
(O,Amuk, Kapak, 1981:131)
Online
16Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
P u i s i i n i
mengingatkan pada sejarah
saat Nabi Muhammad ketika
mener ima wahyu (A l -
Quran). Sebelum Al-Quran
diturunkan, masyarakat Arab
mendapat julukan 'jahiliah'.
Kejahilan mereka bukan
karena tidak bisa membaca
atau menulis, melainkan
sikap dan perbuatannya
yang jauh sekali dari ahlak
mulia. Kota Mekah saat itu
s u d a h m e n j a d i p u s a t
kebudayaan. Di sana sering
diadakan lomba membaca
syair. Banyak penyair yang
datang dari berbagai daerah
u n t u k m e n u n j u k a n
kehebatannya. Setiap syair
yang paling bagus akan
dipajang di Kabah.
Saat itulah Al-Quran di wahyukan kepada nabi muhamad
untuk mencounter para jahiliah—salah satu asfek saja. Al-Quran
menjadi syair yang tak tertandingi. Selain kehaluasan bahasanya,
juga ketinggian maknanya. Waktu itu pun ada beberapa penyair
terkemuka mencoba untuk membuat tandingan Al-Quran, tetapi
tidak ada satu pun yang mampu menyamai syair Tuhan. Kejadian
tersebut diabadikan dalam surat Al Baqarah ayat 23-24.
MERDEKAKAN KEMBALI INDONESIA
DI HARI YANG SUCI!
HUT NKRI Ke-67
Online
16Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
P u i s i i n i
mengingatkan pada sejarah
saat Nabi Muhammad ketika
mener ima wahyu (A l -
Quran). Sebelum Al-Quran
diturunkan, masyarakat Arab
mendapat julukan 'jahiliah'.
Kejahilan mereka bukan
karena tidak bisa membaca
atau menulis, melainkan
sikap dan perbuatannya
yang jauh sekali dari ahlak
mulia. Kota Mekah saat itu
s u d a h m e n j a d i p u s a t
kebudayaan. Di sana sering
diadakan lomba membaca
syair. Banyak penyair yang
datang dari berbagai daerah
u n t u k m e n u n j u k a n
kehebatannya. Setiap syair
yang paling bagus akan
dipajang di Kabah.
Saat itulah Al-Quran di wahyukan kepada nabi muhamad
untuk mencounter para jahiliah—salah satu asfek saja. Al-Quran
menjadi syair yang tak tertandingi. Selain kehaluasan bahasanya,
juga ketinggian maknanya. Waktu itu pun ada beberapa penyair
terkemuka mencoba untuk membuat tandingan Al-Quran, tetapi
tidak ada satu pun yang mampu menyamai syair Tuhan. Kejadian
tersebut diabadikan dalam surat Al Baqarah ayat 23-24.
MERDEKAKAN KEMBALI INDONESIA
DI HARI YANG SUCI!
HUT NKRI Ke-67
Online
18Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Inti makna Puisi “Walau” karya Sutardji ini hampir
sama dengan ayat Al-Quran tersebut yang menggambarkan
tentang penyair besar yang tak mungkin mampu untuk
menandingi dan menyamai Tuhan. Mungkin selain
gambaran seperti yang dikemukakan di atas, puisi ini juga
merupakan ungkapan perasaan penyairnya sendiri bahwa
sehebat apa pun dia, walaupun banyak temannya menjuluki
'presiden penyair, tetapi dia sadar, ia tidak mungkin mampu
menandingi kehebatan Tuhan. Ia tetaplah manusia yang
terbatas kemampuannya seperti yang diungkapkan pada
dua baris pertama, walau penyair besar// takkan sebatas
allah. Dan juga ditegaskan kembali pada dua baris terakhir,
walau huruf habislah sudah// alif bataku belum sebatas allah.
Dalam puisi ini tersirat salah satu amanat yang
begitu berharga untuk manusia bahwa sehebat apa pun
manusia, tidak mungkin mampu menandingi Sang Pencipta
(Tuhan).
Yusuf Nugraha, laki-laki kelahiran Bogor, Babakan
Madang, 5 Mei 1981 ini kegiatan sehari-harinya
adalah mengajar. Selain itu, sarjana lulusan S1
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Universitas Pakuan ini aktif di kelompok musikalisasi
puisi Saung Pangulinan. Dalam kesendiriannya pun
dia selalu menyempatkan diri untuk menulis. Karya
yang pernah ditulisnya adalah Sastra Sufistik, Kajian
terhadap Antologi Puisi Tarian Mabuk Allah karya
Kuswaidi Syafiie, Perjalanan Adalah Proses (Panduan
Musikalisasi Puisi dan CD Musikalisasi Puisi, 2008)
bersama Saung Pangulinan. Saat ini, laki-laki berbintang
taurus ini sedang merintis membentuk komunitas budaya
di BabakanMadang, Kab. Bogor
Selamat Iedul Fitri
Mohon Maaf Lahri dan Batin
Mengucapkan
Keluarga Besar POC
Phoeghoers Organization Center
WADAH KREATIVITAS PEMUDA
Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia
Online
18Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Inti makna Puisi “Walau” karya Sutardji ini hampir
sama dengan ayat Al-Quran tersebut yang menggambarkan
tentang penyair besar yang tak mungkin mampu untuk
menandingi dan menyamai Tuhan. Mungkin selain
gambaran seperti yang dikemukakan di atas, puisi ini juga
merupakan ungkapan perasaan penyairnya sendiri bahwa
sehebat apa pun dia, walaupun banyak temannya menjuluki
'presiden penyair, tetapi dia sadar, ia tidak mungkin mampu
menandingi kehebatan Tuhan. Ia tetaplah manusia yang
terbatas kemampuannya seperti yang diungkapkan pada
dua baris pertama, walau penyair besar// takkan sebatas
allah. Dan juga ditegaskan kembali pada dua baris terakhir,
walau huruf habislah sudah// alif bataku belum sebatas allah.
Dalam puisi ini tersirat salah satu amanat yang
begitu berharga untuk manusia bahwa sehebat apa pun
manusia, tidak mungkin mampu menandingi Sang Pencipta
(Tuhan).
Yusuf Nugraha, laki-laki kelahiran Bogor, Babakan
Madang, 5 Mei 1981 ini kegiatan sehari-harinya
adalah mengajar. Selain itu, sarjana lulusan S1
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Universitas Pakuan ini aktif di kelompok musikalisasi
puisi Saung Pangulinan. Dalam kesendiriannya pun
dia selalu menyempatkan diri untuk menulis. Karya
yang pernah ditulisnya adalah Sastra Sufistik, Kajian
terhadap Antologi Puisi Tarian Mabuk Allah karya
Kuswaidi Syafiie, Perjalanan Adalah Proses (Panduan
Musikalisasi Puisi dan CD Musikalisasi Puisi, 2008)
bersama Saung Pangulinan. Saat ini, laki-laki berbintang
taurus ini sedang merintis membentuk komunitas budaya
di BabakanMadang, Kab. Bogor
Selamat Iedul Fitri
Mohon Maaf Lahri dan Batin
Mengucapkan
Keluarga Besar POC
Phoeghoers Organization Center
WADAH KREATIVITAS PEMUDA
Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia
Online
20Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Berbicara mengenai kemerdekaan, haram bila melupakan para pahlawan. Merekalah yang berjuang mendapatkan kemerdekaan dari para penjajah. Jasa mereka untuk kemerdekaan sangat luar biasa.
TOKOHHAMKA Pahlawan yang Juga Sastrawan
Sumber foto: Google Images
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
21
Jangan lupa juga, ada salah satu pahlawan nasional
Indonesia yang juga seorang sastrawan. Ya, Beliau adalah Prof. Dr.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan
julukan Hamka, yakni singkatan namanya. Seorang pahlawan
Indonesia sekaligus sastrawan, ulama, ahli filsafat, dan aktivis
politik. Hamka baru dinyatakan sebagai pahlawan nasional
Indonesia setelah dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/Tahun 2011
pada tanggal 9 November 2011.
Meski bukan pahlawan perang, Hamka adalah salah satu
pahlawan Indonesia saat kemerdekaan direbut dari penjajah.
Perannya dalam meramu bangsa memang sangat diakui oleh
negara. Sehingga pada tahun 2011 Hamka dinyatakan sebagai salah
satu pahlawan nasional.
Hamka merupakan salah satu orang Indonesia yang paling
banyak menulis dan menerbitkan buku. Karena itu Hamka dijuluki
sebagai
, yaitu panggilan untuk orang Minangkabau yang berasal dari
kata abi atau abuya dalam bahasa Arab yang berartiayahku atau
seseorang yang dihormati.
Hamka juga merupakan seorang wartawan, penulis,
editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi
wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan
Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun
1928, Hamka menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada
tahun1932, Hamka menjadi editor dan menerbitkan majalah al-
Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah
Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Hamzah Fansuri di era modern. Hamka diberikan sebutan
Buya
Online
20Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Berbicara mengenai kemerdekaan, haram bila melupakan para pahlawan. Merekalah yang berjuang mendapatkan kemerdekaan dari para penjajah. Jasa mereka untuk kemerdekaan sangat luar biasa.
TOKOHHAMKA Pahlawan yang Juga Sastrawan
Sumber foto: Google Images
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
21
Jangan lupa juga, ada salah satu pahlawan nasional
Indonesia yang juga seorang sastrawan. Ya, Beliau adalah Prof. Dr.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan
julukan Hamka, yakni singkatan namanya. Seorang pahlawan
Indonesia sekaligus sastrawan, ulama, ahli filsafat, dan aktivis
politik. Hamka baru dinyatakan sebagai pahlawan nasional
Indonesia setelah dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/Tahun 2011
pada tanggal 9 November 2011.
Meski bukan pahlawan perang, Hamka adalah salah satu
pahlawan Indonesia saat kemerdekaan direbut dari penjajah.
Perannya dalam meramu bangsa memang sangat diakui oleh
negara. Sehingga pada tahun 2011 Hamka dinyatakan sebagai salah
satu pahlawan nasional.
Hamka merupakan salah satu orang Indonesia yang paling
banyak menulis dan menerbitkan buku. Karena itu Hamka dijuluki
sebagai
, yaitu panggilan untuk orang Minangkabau yang berasal dari
kata abi atau abuya dalam bahasa Arab yang berartiayahku atau
seseorang yang dihormati.
Hamka juga merupakan seorang wartawan, penulis,
editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi
wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan
Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun
1928, Hamka menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada
tahun1932, Hamka menjadi editor dan menerbitkan majalah al-
Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah
Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.
Hamzah Fansuri di era modern. Hamka diberikan sebutan
Buya
Online
22Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Beliau juga seorang otodidak dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti
filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik,
baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran
bahasa Arabnya yang tinggi, Hamka dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar
di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji
Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-
Manfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui
bahasa Arab juga, Hamka meneliti karya
sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti
Albert Camus, William James, Sigmund
Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre,
Karl Marx, dan Pierre Loti.
Di awal karir, Hamka bekerja
sebagai guru agama di Padang Panjang pada
tahun 1927. Kemudian Hamka mendirikan
cabang Muhammadiyah di Padang Panjang
dan mengetuai cabang Muhammadiyah
tersebut pada tahun 1928. Pada tahun 1931,
Hamka diundang ke Bengkalis untuk
k e m b a l i m e n d i r i k a n c a b a n g
Muhammadiyah. Dari sana Hamka
melanjutkan perjalanan ke Bagansiapiapi,
Labuhan Bilik, Medan, dan Tebing Tinggi,
sebagai mubaligh Muhammadiyah. Pada
tahun 1932 Hamka dipercayai oleh pimpinan
Muhammadiyah sebagai mubalig ke
Makassar, Sulawesi Selatan.
Sumber foto : Google Images
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
23
Ketika di Makassar, sambil
melaksanakan tugasnya sebagai seorang
m u b a l i g M u h a m m a d i y a h , H a m k a
memanfaatkan masa baktinya dengan
s e b a i k - b a i k n y a , t e r u t a m a d a l a m
mengembangkan lebih jauh minat
sejarahnya. Hamka mencoba melacak
beberapa manuskrip sejarawan muslim lokal.
Bahkan Hamka menjadi peneliti pribumi
pertama yang mengungkap secara luas
riwayat ulama besar Sulawesi Selatan,
Syeikh Muhammad Yusuf Al-Makassari.
Bukan itu saja, Hamka juga mencoba
menerbitkan pengetahuan Islam
yang terbit sekali sebulan. Majalah tersebut
diberi nama "Al-Mahdi".
P a d a t a h u n 1 9 3 4 , H a m k a
meninggalkan Makassar dan kembali ke
Padang Panjang, dan kemudian berangkat ke
Medan. Di Medan—bersama M. Yunan
Nasution—Hamka mendapat tawaran dari
Haji Asbiran Ya'kub, dan Mohammad
Rasami (mantan sekretaris Muhammadiyah
Bengkalis) untuk memimpin majalah
mingguan Pedoman Masyarakat. Pada
majalah ini untuk pertama kali Hamka
memperkenalkan nama pena Hamka, melalui
rubrik Tasawuf Modern, tulisannya telah
mengikat hati para pembacanya, baik
majalah
masyarakat awam maupun
kaum intelektual, untuk
senantiasa menantikan dan
membaca setiap terbitan
P e d o m a n M a s y a r a k a t .
Pemikiran cerdas yang
dituangkannya di Pedoman
Masyarakat merupakan alat
yang sangat banyak menjadi
tali penghubung antara
d i r i n y a d e n g a n k a u m
intelektual lainnya, seperti
Natsir, Hatta, Agus Salim,
dan Muhammad Isa Anshary.
Online
22Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Beliau juga seorang otodidak dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti
filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik,
baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran
bahasa Arabnya yang tinggi, Hamka dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar
di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji
Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-
Manfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui
bahasa Arab juga, Hamka meneliti karya
sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti
Albert Camus, William James, Sigmund
Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre,
Karl Marx, dan Pierre Loti.
Di awal karir, Hamka bekerja
sebagai guru agama di Padang Panjang pada
tahun 1927. Kemudian Hamka mendirikan
cabang Muhammadiyah di Padang Panjang
dan mengetuai cabang Muhammadiyah
tersebut pada tahun 1928. Pada tahun 1931,
Hamka diundang ke Bengkalis untuk
k e m b a l i m e n d i r i k a n c a b a n g
Muhammadiyah. Dari sana Hamka
melanjutkan perjalanan ke Bagansiapiapi,
Labuhan Bilik, Medan, dan Tebing Tinggi,
sebagai mubaligh Muhammadiyah. Pada
tahun 1932 Hamka dipercayai oleh pimpinan
Muhammadiyah sebagai mubalig ke
Makassar, Sulawesi Selatan.
Sumber foto : Google Images
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
23
Ketika di Makassar, sambil
melaksanakan tugasnya sebagai seorang
m u b a l i g M u h a m m a d i y a h , H a m k a
memanfaatkan masa baktinya dengan
s e b a i k - b a i k n y a , t e r u t a m a d a l a m
mengembangkan lebih jauh minat
sejarahnya. Hamka mencoba melacak
beberapa manuskrip sejarawan muslim lokal.
Bahkan Hamka menjadi peneliti pribumi
pertama yang mengungkap secara luas
riwayat ulama besar Sulawesi Selatan,
Syeikh Muhammad Yusuf Al-Makassari.
Bukan itu saja, Hamka juga mencoba
menerbitkan pengetahuan Islam
yang terbit sekali sebulan. Majalah tersebut
diberi nama "Al-Mahdi".
P a d a t a h u n 1 9 3 4 , H a m k a
meninggalkan Makassar dan kembali ke
Padang Panjang, dan kemudian berangkat ke
Medan. Di Medan—bersama M. Yunan
Nasution—Hamka mendapat tawaran dari
Haji Asbiran Ya'kub, dan Mohammad
Rasami (mantan sekretaris Muhammadiyah
Bengkalis) untuk memimpin majalah
mingguan Pedoman Masyarakat. Pada
majalah ini untuk pertama kali Hamka
memperkenalkan nama pena Hamka, melalui
rubrik Tasawuf Modern, tulisannya telah
mengikat hati para pembacanya, baik
majalah
masyarakat awam maupun
kaum intelektual, untuk
senantiasa menantikan dan
membaca setiap terbitan
P e d o m a n M a s y a r a k a t .
Pemikiran cerdas yang
dituangkannya di Pedoman
Masyarakat merupakan alat
yang sangat banyak menjadi
tali penghubung antara
d i r i n y a d e n g a n k a u m
intelektual lainnya, seperti
Natsir, Hatta, Agus Salim,
dan Muhammad Isa Anshary.
Online
24Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Pada tahun 1945 Hamka kembali ke
Padang Panjang. Sesampainya di Padang
Panjang, Hamka dipercayakan untuk
memimpin Kulliyatul Muballighin dan
menyalurkan kemampuan jurnalistiknya
dengan menghasilkan beberapa karya tulis. Di
antaranya: Negara Islam, Islam dan Demokrasi,
Revolusi Pikiran, Revolusi Agama, Adat
Minangkabau Menghadapi Revolusi, dan Dari
Lembah Cita-Cita.
Pada tahun 1949, Hamka memutuskan
untuk meninggalkan Padang Panjang menuju
Jakarta. Di Jakarta, Hamka menekuni dunia
jurnalistik dengan menjadi koresponden
majalah Pemandangan dan Harian Merdeka.
Tahun1950, setalah menunaikan
ibadah haji untuk kedua kalinya, Hamka
melakukan kunjungan ke beberapa negara
Arab. Di sana, Hamka dapat bertemu langsung
dengan Thaha Husein dan Fikri Abadah.
Sepulangnya dari kunjungan tersebut, Hamka
mengarang beberapa buku roman. Di antaranya
Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah
Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Hamka
kemudian mengarang karya otobiografinya,
Kenang-Kenangan Hidup pada tahun 1951, dan
pada tahun 1952 Hamka mengunjungi Amerika
Serikat atas undangan pemerintah setempat.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
25
Hamka juga banyak menghasilkan
karya ilmiah Islam dan karya lain seperti novel
dan cerpen. Pada tahun 1928, Hamka menulis
buku romannya yang pertama dalam bahasa
Minang dengan judul Si Sabariah. Kemudian,
Hamka juga menulis buku-buku lain, baik yang
berbentuk roman, sejarah, biografi dan
otobiografi, sosial kemasyarakatan, pemikiran
dan pendidikan, teologi, tasawuf, tafsir, dan
fiqih. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir
Al-Azhar. Di antara novel-novelnya seperti
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah
Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke Deli juga
menjadi perhatian umum dan menjadi buku teks
sastra di Malaysia dan Singapura. Beberapa
penghargaan dan anugerah juga ia terima, baik
peringkat nasional maupun internasional.
Tahun 1959, Hamka mendapat
anugerah gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas Al-Azhar, Kairo atas jasa-jasanya
dalam penyiaran agama Islam dengan
menggunakan bahasa Melayu. Kemudian pada
6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar
kehormatan tersebut dari Universitas Nasional
Malaysia pada bidang kesusasteraan, serta gelar
Profesor dari Universitas Prof. Dr. Moestopo.
Online
24Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Pada tahun 1945 Hamka kembali ke
Padang Panjang. Sesampainya di Padang
Panjang, Hamka dipercayakan untuk
memimpin Kulliyatul Muballighin dan
menyalurkan kemampuan jurnalistiknya
dengan menghasilkan beberapa karya tulis. Di
antaranya: Negara Islam, Islam dan Demokrasi,
Revolusi Pikiran, Revolusi Agama, Adat
Minangkabau Menghadapi Revolusi, dan Dari
Lembah Cita-Cita.
Pada tahun 1949, Hamka memutuskan
untuk meninggalkan Padang Panjang menuju
Jakarta. Di Jakarta, Hamka menekuni dunia
jurnalistik dengan menjadi koresponden
majalah Pemandangan dan Harian Merdeka.
Tahun1950, setalah menunaikan
ibadah haji untuk kedua kalinya, Hamka
melakukan kunjungan ke beberapa negara
Arab. Di sana, Hamka dapat bertemu langsung
dengan Thaha Husein dan Fikri Abadah.
Sepulangnya dari kunjungan tersebut, Hamka
mengarang beberapa buku roman. Di antaranya
Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah
Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Hamka
kemudian mengarang karya otobiografinya,
Kenang-Kenangan Hidup pada tahun 1951, dan
pada tahun 1952 Hamka mengunjungi Amerika
Serikat atas undangan pemerintah setempat.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
25
Hamka juga banyak menghasilkan
karya ilmiah Islam dan karya lain seperti novel
dan cerpen. Pada tahun 1928, Hamka menulis
buku romannya yang pertama dalam bahasa
Minang dengan judul Si Sabariah. Kemudian,
Hamka juga menulis buku-buku lain, baik yang
berbentuk roman, sejarah, biografi dan
otobiografi, sosial kemasyarakatan, pemikiran
dan pendidikan, teologi, tasawuf, tafsir, dan
fiqih. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir
Al-Azhar. Di antara novel-novelnya seperti
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah
Lindungan Ka'bah, dan Merantau ke Deli juga
menjadi perhatian umum dan menjadi buku teks
sastra di Malaysia dan Singapura. Beberapa
penghargaan dan anugerah juga ia terima, baik
peringkat nasional maupun internasional.
Tahun 1959, Hamka mendapat
anugerah gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas Al-Azhar, Kairo atas jasa-jasanya
dalam penyiaran agama Islam dengan
menggunakan bahasa Melayu. Kemudian pada
6 Juni 1974, kembali ia memperoleh gelar
kehormatan tersebut dari Universitas Nasional
Malaysia pada bidang kesusasteraan, serta gelar
Profesor dari Universitas Prof. Dr. Moestopo.
Online
26Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Hamka juga aktif di kancah politik melalui
Masyumi. Pada Pemilu 1955, Hamka terpilih menjadi
anggota konstituante mewakili Jawa Tengah. Akan
tetapi pengangkatan tersebut ditolak karena merasa
tempat tersebut tidak sesuai baginya. Atas desakan
kakak iparnya, Ahmad Rasyid Sutan Mansur, akhirnya
Hamka menerima untuk diangkat menjadi anggota
konstituante. Sikapnya yang konsisten terhadap
agama, menyebabkannya sering kali berhadapan
dengan berbagai rintangan, terutama terhadap
beberapa kebijakan pemerintah. Keteguhan sikapnya
ini membuatnya dipenjarakan oleh Soekarno dari
tahun 1964 hingga 1966. Pada awalnya, Hamka
diasingkan ke Sukabumi, kemudian ke Puncak,
Megamendung, dan terakhir dirawat di rumah sakit
Persahabatan Rawamangun, sebagai tawanan. Di
dalam penjara, Hamka mulai menulis Tafsir Al-Azhar
yang merupakan karya ilmiah terbesarnya.
Sumber fot : Google Images
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
27
Pada tahun 1977, Hamka dipilih sebagai ketua
umum Majelis Ulama Indonesia yang pertama. Semasa
jabatannya, Hamka mengeluarkan fatwa yang bersisi
penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang akan
memberlakukan RUU Perkawinan tahun 1973, dan
mengecam kebijakan diperbolehkannya merayakan Natal
bersama umat Nasrani. Meskipun pemerintah
mendesaknya untuk menarik kembali fatwanya tersebut
dengan diiringi berbagai ancaman, Hamka tetap teguh dengan pendiriannya. Akan tetapi, pada tanggal 24 Juli
1981, Hamka memutuskan untuk melepaskan jabatannya
sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia, karena
fatwanya yang tidak kunjung dipedulikan oleh pemerintah
Indonesia.
Hamka meninggal dunia pada 24 Juli 1981 dalam
usia 73 tahun dan dikebumikan di Tanah Kusir, Jakarta
Selatan. Jasanya tidak hanya diterima sebagai seorang
tokoh ulama dan sastrawan di negara kelahirannya,
bahkan di negara-negara berpenduduk muslim di Asia
Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Thailand Selatan,
Brunei, Filipina Selatan, dan beberapa negara Arab.
(WHY dari berbagai sumber)
Online
26Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Hamka juga aktif di kancah politik melalui
Masyumi. Pada Pemilu 1955, Hamka terpilih menjadi
anggota konstituante mewakili Jawa Tengah. Akan
tetapi pengangkatan tersebut ditolak karena merasa
tempat tersebut tidak sesuai baginya. Atas desakan
kakak iparnya, Ahmad Rasyid Sutan Mansur, akhirnya
Hamka menerima untuk diangkat menjadi anggota
konstituante. Sikapnya yang konsisten terhadap
agama, menyebabkannya sering kali berhadapan
dengan berbagai rintangan, terutama terhadap
beberapa kebijakan pemerintah. Keteguhan sikapnya
ini membuatnya dipenjarakan oleh Soekarno dari
tahun 1964 hingga 1966. Pada awalnya, Hamka
diasingkan ke Sukabumi, kemudian ke Puncak,
Megamendung, dan terakhir dirawat di rumah sakit
Persahabatan Rawamangun, sebagai tawanan. Di
dalam penjara, Hamka mulai menulis Tafsir Al-Azhar
yang merupakan karya ilmiah terbesarnya.
Sumber fot : Google Images
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
27
Pada tahun 1977, Hamka dipilih sebagai ketua
umum Majelis Ulama Indonesia yang pertama. Semasa
jabatannya, Hamka mengeluarkan fatwa yang bersisi
penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang akan
memberlakukan RUU Perkawinan tahun 1973, dan
mengecam kebijakan diperbolehkannya merayakan Natal
bersama umat Nasrani. Meskipun pemerintah
mendesaknya untuk menarik kembali fatwanya tersebut
dengan diiringi berbagai ancaman, Hamka tetap teguh dengan pendiriannya. Akan tetapi, pada tanggal 24 Juli
1981, Hamka memutuskan untuk melepaskan jabatannya
sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia, karena
fatwanya yang tidak kunjung dipedulikan oleh pemerintah
Indonesia.
Hamka meninggal dunia pada 24 Juli 1981 dalam
usia 73 tahun dan dikebumikan di Tanah Kusir, Jakarta
Selatan. Jasanya tidak hanya diterima sebagai seorang
tokoh ulama dan sastrawan di negara kelahirannya,
bahkan di negara-negara berpenduduk muslim di Asia
Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Thailand Selatan,
Brunei, Filipina Selatan, dan beberapa negara Arab.
(WHY dari berbagai sumber)
Pasang Aksimu!
Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini
hanya Rp. 75.000,- untuk edisi September 2012
silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu)
Indonesia
Pasang Aksimu!
Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini
hanya Rp. 75.000,- untuk edisi September 2012
silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu)
Indonesia
Online
30Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
LEGIT Sastra Reboan Edisi #51
Sumber foto: Sastra Reboan
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
31
“'Pengantin Surga' meski hasil terjemahan dari Inggris, tidak
langsung dari Persia, cukup mampu menghadirkan pesona dari sebuah
kisah cinta klasik kelas dunia dan telah menjadi standar bagi semua
bentuk penulisan cerita-cerita serupa dalam berbagai genre sastra.
Kitab ini layak dimiliki dan dibaca baik oleh orang yang berkehendak
mencari makna cinta yang hakiki maupun oleh orang-orang yang
gemar dengan cerita-cerita berbau 'Love melulu.'
Pekatnya nuansa spiritualisme dalam “Pengantin Surga,”
sebagaimana secara meyakinkan dapat terbaca pada perlambang dan
peribahasa yang secara konstan ada di dalamnya, menjadikan kitab ini
layak dibaca sebagai sebua novel sufistik yang ciamik.
Kekhasan dari novel sufistik menurut saya pengarangnya
sedang berbagi pengalaman paling personal yang pernah dimiliki,
pengembaraan spiritualnya, atau sekurang-kurangnya gambaran ideal
pengarang tentang sebuah hubungan antara mahluk dengan khalik;
Hubungan yang biasanya diperantarai oleh laku pengingatan (dzikir).
Dengan kata lain proses penulisa kitab bagi seorang sufi setara dengan
zikir kepada Yang Ilahi.”
Online
30Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
LEGIT Sastra Reboan Edisi #51
Sumber foto: Sastra Reboan
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
31
“'Pengantin Surga' meski hasil terjemahan dari Inggris, tidak
langsung dari Persia, cukup mampu menghadirkan pesona dari sebuah
kisah cinta klasik kelas dunia dan telah menjadi standar bagi semua
bentuk penulisan cerita-cerita serupa dalam berbagai genre sastra.
Kitab ini layak dimiliki dan dibaca baik oleh orang yang berkehendak
mencari makna cinta yang hakiki maupun oleh orang-orang yang
gemar dengan cerita-cerita berbau 'Love melulu.'
Pekatnya nuansa spiritualisme dalam “Pengantin Surga,”
sebagaimana secara meyakinkan dapat terbaca pada perlambang dan
peribahasa yang secara konstan ada di dalamnya, menjadikan kitab ini
layak dibaca sebagai sebua novel sufistik yang ciamik.
Kekhasan dari novel sufistik menurut saya pengarangnya
sedang berbagi pengalaman paling personal yang pernah dimiliki,
pengembaraan spiritualnya, atau sekurang-kurangnya gambaran ideal
pengarang tentang sebuah hubungan antara mahluk dengan khalik;
Hubungan yang biasanya diperantarai oleh laku pengingatan (dzikir).
Dengan kata lain proses penulisa kitab bagi seorang sufi setara dengan
zikir kepada Yang Ilahi.”
Online
32Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Itulah sedikit kutipan yang
d i tu l i s Khudor i Husnan
mengenai Novel terjemahan
berjudul Pengantin Surga.
Novel ini adalah novel kisah
cinta klasih yang berasal dari
pers ia . Judul as l i novel
terjemahan ini adalah The Story
Of Layla and Majnun karya
Nizami Ganjavi. Novel ini
diulas pada Sastra Reboan Edisi
#51, 25 Juli 2012.
S e l a i n n o v e l i n d a h
tersebut, Sastra Reboan edisi
#51 yang berjudul tadarus sastra
"Cinta dan Wanita dalam
Sastra" di Wapres Bulungan
Jakarta ini juga mengulas buku
kumpulan cerpen karya Khrisna
Pabichara yang berjudul Gadis
Pakarena. Kumpulan cerpen ini
seperti halnya tarian Pakarena,
mengungkapkan hubungan
manusia dengan Tuhan dan
b e r c e r i t a t e n t a n g r i t m e
kehidupan.
Sumber foto: Sastra Reboan
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
33
Geliat sastra di Bulungan
yang rutin diadakan setiap Rabu
malam di akhir bulan ini memang
selalu menghadirkan panggung baru
bagi para sastrawan yang memang
tak memiliki ruang untuk tampil. Ya,
memang lahirnya Sastra Reboan
adalah bentuk kepedulian atas
terbatasannya panggung sastra bagi
para pemula, terutama mereka yang
karena berada di luar “arena” tidak
mendapatkan kesempatan utk bisa
tampil. Karena di Indonesia,
dominasi sastra hanya berkutat di
TIM dan Utan Kayu. Setidaknya itu
yang dikatakan oleh Zabidi Zay
Lawanglangit selaku penggagas dan
ketua Sastra Reboan saat ini. (WHY)
Sumber foto: Sastra Reboan
Online
32Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Itulah sedikit kutipan yang
d i tu l i s Khudor i Husnan
mengenai Novel terjemahan
berjudul Pengantin Surga.
Novel ini adalah novel kisah
cinta klasih yang berasal dari
pers ia . Judul as l i novel
terjemahan ini adalah The Story
Of Layla and Majnun karya
Nizami Ganjavi. Novel ini
diulas pada Sastra Reboan Edisi
#51, 25 Juli 2012.
S e l a i n n o v e l i n d a h
tersebut, Sastra Reboan edisi
#51 yang berjudul tadarus sastra
"Cinta dan Wanita dalam
Sastra" di Wapres Bulungan
Jakarta ini juga mengulas buku
kumpulan cerpen karya Khrisna
Pabichara yang berjudul Gadis
Pakarena. Kumpulan cerpen ini
seperti halnya tarian Pakarena,
mengungkapkan hubungan
manusia dengan Tuhan dan
b e r c e r i t a t e n t a n g r i t m e
kehidupan.
Sumber foto: Sastra Reboan
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
33
Geliat sastra di Bulungan
yang rutin diadakan setiap Rabu
malam di akhir bulan ini memang
selalu menghadirkan panggung baru
bagi para sastrawan yang memang
tak memiliki ruang untuk tampil. Ya,
memang lahirnya Sastra Reboan
adalah bentuk kepedulian atas
terbatasannya panggung sastra bagi
para pemula, terutama mereka yang
karena berada di luar “arena” tidak
mendapatkan kesempatan utk bisa
tampil. Karena di Indonesia,
dominasi sastra hanya berkutat di
TIM dan Utan Kayu. Setidaknya itu
yang dikatakan oleh Zabidi Zay
Lawanglangit selaku penggagas dan
ketua Sastra Reboan saat ini. (WHY)
Sumber foto: Sastra Reboan
Susy Ayu
Suay Ayu
Tak Sanggup
PARTNER
Setelah Tujuh TahunSusy Ayu
Online
34Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
“Untuk kasus ini, gantikan aku dengan ahli yang lain.” Tangisnya tumpah sambil menutup kain ke wajah suaminya.” “Kau Paling tahu tempat yang
tersembunyi, kubur ia di situ!” Aku segera mengeluarkan kantong besar dan berat dari bagasi mobilnya.
“Aku berhasil, Yah. Uang kita kembali!” ia mengusap nisan ayahnya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Hari Bebas Kritik
Depresi
Susy Ayu
Susy Ayu
Online
35
Seorang ibu dan anak-anaknya Merdeka sekali dalam setahun. Sang ayah menutup mulutnya dengan sapu tangan.
“Jaga adikmu ya, Nak! Dia suka pipis di celana.” ia mengecup dua buah hatinya sebelum dia kubur diam-diam di makam sang istri
Susy Ayu Lahir di Purwakarta 14 Juni 1972. Sering menulis puisi dan cerpen yang beberapa dimuat di Aneka Cemerlang, Kartini, Story dan lain-lain. Karyanya juga dimuat dalam antologi puisi Merah yang Meremah (2009), Perempuan dalam Sajak (2010), Beranda Senja (2010) dan masih banyak yang lain. Tahun 2012 bersama Kurniawan Junaedhie mengagas buku kumpulan Fiksimini yang berasal dari grup Fiksimini di Facebook
Susy Ayu
Suay Ayu
Tak Sanggup
PARTNER
Setelah Tujuh TahunSusy Ayu
Online
34Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
“Untuk kasus ini, gantikan aku dengan ahli yang lain.” Tangisnya tumpah sambil menutup kain ke wajah suaminya.” “Kau Paling tahu tempat yang
tersembunyi, kubur ia di situ!” Aku segera mengeluarkan kantong besar dan berat dari bagasi mobilnya.
“Aku berhasil, Yah. Uang kita kembali!” ia mengusap nisan ayahnya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Hari Bebas Kritik
Depresi
Susy Ayu
Susy Ayu
Online
35
Seorang ibu dan anak-anaknya Merdeka sekali dalam setahun. Sang ayah menutup mulutnya dengan sapu tangan.
“Jaga adikmu ya, Nak! Dia suka pipis di celana.” ia mengecup dua buah hatinya sebelum dia kubur diam-diam di makam sang istri
Susy Ayu Lahir di Purwakarta 14 Juni 1972. Sering menulis puisi dan cerpen yang beberapa dimuat di Aneka Cemerlang, Kartini, Story dan lain-lain. Karyanya juga dimuat dalam antologi puisi Merah yang Meremah (2009), Perempuan dalam Sajak (2010), Beranda Senja (2010) dan masih banyak yang lain. Tahun 2012 bersama Kurniawan Junaedhie mengagas buku kumpulan Fiksimini yang berasal dari grup Fiksimini di Facebook
Online
hujan deras sore iniseperti luruh rinduyang kuhimpun dari terik harisatupersatusejak semula mata kita meneruskanjarak tanpa arahtanpa kau-aku mengenal "sudah" kemudian tak lagi kuhitung apa yangtak perlu diperhitungkanseperti halnya wajahmuyang menjadi langit tak terukurdi jantungku
Depok, 21 Oktober 2011
36Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Senja ini mengantarkuKembali pada sosok penantian yang teduh
Surga yang paling teduhSetelah ibu
Penghantar bahtera ke segara alamAgar aku bisa menyelami
Rahasia keindahanmuIndahnya rasa rinduku kepadamu
BegitulahTelah kita lalui
Jejak- jejak yang indahdi setiap hari-harikuMenjadi suatu cerita
Tentang kebaikanDan nafsu amarah yang menggoda
Yang menggoda Betapa kita tak lelah
Membasuh segala kebaikanMembawa maknaDijalanan sunyi
Lalu atas nama jiwaKita tuliskan tanda-tanda kebesaraan Ilahi
Dan masa depanAda bayang muka
Yang takkan sirna oleh kalbuAda bayang cintamu
Yang tak pernah pergiMenyuguhkan gemericik air teduh
Indahnya Indonesiaku Ya Allah
Askar Marlindo
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
37
Air surgawi Yang mengkristalkan kata
Menjadi mantera penawar galau Ada yang menyerah Dan kalah bersaing
Pada awal kehidupanMaka nafsunya menjadi tempatnya bermain
Ada yang menyerahPada pertengahan kehidupan
Lalu setan dan iblisMenjadi semacam keranda
Rasul sebagai cendekia pewaris ilmuKubiarkan cahaya indah yang ada padamu
Mendiami taman asadi antara kuntum mawar peradaban
Yang merekah indahdi antara mulia cinta
Duhai INDONESIAKUHadirmu dijalan yang berbunga
Rinduku padamuYang hilir berhembus
Duniamu peribahasa hidupYang tak pernah akan lekang
Engkau bagai awan indahTerbang rendah
Melimpahiku hujanPada musim gersang
Menyegarkan benih ilmuBerbuah hikmah
Menjelma menjadi tangis embunPada tanah yang berbunga
Online
hujan deras sore iniseperti luruh rinduyang kuhimpun dari terik harisatupersatusejak semula mata kita meneruskanjarak tanpa arahtanpa kau-aku mengenal "sudah" kemudian tak lagi kuhitung apa yangtak perlu diperhitungkanseperti halnya wajahmuyang menjadi langit tak terukurdi jantungku
Depok, 21 Oktober 2011
36Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Senja ini mengantarkuKembali pada sosok penantian yang teduh
Surga yang paling teduhSetelah ibu
Penghantar bahtera ke segara alamAgar aku bisa menyelami
Rahasia keindahanmuIndahnya rasa rinduku kepadamu
BegitulahTelah kita lalui
Jejak- jejak yang indahdi setiap hari-harikuMenjadi suatu cerita
Tentang kebaikanDan nafsu amarah yang menggoda
Yang menggoda Betapa kita tak lelah
Membasuh segala kebaikanMembawa maknaDijalanan sunyi
Lalu atas nama jiwaKita tuliskan tanda-tanda kebesaraan Ilahi
Dan masa depanAda bayang muka
Yang takkan sirna oleh kalbuAda bayang cintamu
Yang tak pernah pergiMenyuguhkan gemericik air teduh
Indahnya Indonesiaku Ya Allah
Askar Marlindo
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
37
Air surgawi Yang mengkristalkan kata
Menjadi mantera penawar galau Ada yang menyerah Dan kalah bersaing
Pada awal kehidupanMaka nafsunya menjadi tempatnya bermain
Ada yang menyerahPada pertengahan kehidupan
Lalu setan dan iblisMenjadi semacam keranda
Rasul sebagai cendekia pewaris ilmuKubiarkan cahaya indah yang ada padamu
Mendiami taman asadi antara kuntum mawar peradaban
Yang merekah indahdi antara mulia cinta
Duhai INDONESIAKUHadirmu dijalan yang berbunga
Rinduku padamuYang hilir berhembus
Duniamu peribahasa hidupYang tak pernah akan lekang
Engkau bagai awan indahTerbang rendah
Melimpahiku hujanPada musim gersang
Menyegarkan benih ilmuBerbuah hikmah
Menjelma menjadi tangis embunPada tanah yang berbunga
Online
38Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Duhai INDONESIAKUTeruslah mendekap dirikuMenyusuri lembah Ilahi
Engkaulah penegak kebenaranMelayani jiwa yang fana
Penjunjung cikal buah negeriCermin introspeksi diri yang takwa
Aku banggaKarena setiap untaian rasa rindu yang engkau beri
Adalah sekumpulan deret bait surgawi
Askar Marlindo, alumni Fakultas Pertanian USU MEDAN. Saat ini berdomisili di Jl. Kapten Muslim Gg Bersama No. 112 Kel. Helvetia Timur, Kec. Medan Helvetia Kode Pos 20124. Bias dihubungi melalui [email protected], akun Facebook ASKAR MARLINDO, atau nomor ponsel 085262794686. Aktif meenulis, serta mengajar Bahasa Inggris dan Mandarin Dasar.
LIMUN
Online
38Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Duhai INDONESIAKUTeruslah mendekap dirikuMenyusuri lembah Ilahi
Engkaulah penegak kebenaranMelayani jiwa yang fana
Penjunjung cikal buah negeriCermin introspeksi diri yang takwa
Aku banggaKarena setiap untaian rasa rindu yang engkau beri
Adalah sekumpulan deret bait surgawi
Askar Marlindo, alumni Fakultas Pertanian USU MEDAN. Saat ini berdomisili di Jl. Kapten Muslim Gg Bersama No. 112 Kel. Helvetia Timur, Kec. Medan Helvetia Kode Pos 20124. Bias dihubungi melalui [email protected], akun Facebook ASKAR MARLINDO, atau nomor ponsel 085262794686. Aktif meenulis, serta mengajar Bahasa Inggris dan Mandarin Dasar.
LIMUN
Online
40Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Musikalisasi Puisi Diksatrasia
Pada edisi perdana telah kita resapi tulisan kiriman Pohon Kopi mengenai musikalisasi puisi. Kali ini, kita akan berkenalan dengan salah satu grup musikalisasi puisi. Mereka adalah Diksatrasia. Sebuah grup musikalisasi puisi asal Bogor.
Sumber foto: Diksatrasia
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
41
Diksatrasia beranggotakan 11 mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pakuan. Nama Diksatrasia ini pun merupakan akronim dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Nama itu memang sama dengan nama kelembagaan mahasiswa program studi tersebut. Nama Diksatrasia dipilih karena semua anggota memang berasal dari pendidikan sama meski angkatan mereka berbeda.
Diksatrasia memang belum begitu lama menggeluti bidang ini, baru sekitar empat tahun, namun apa yang telah mereka lakukan cukup beraroma kental, bahwa mereka serius di musikalisasi puisi. Ini ditandai dengan keaktifan Diksatrasia dalam menampilkan musikalisasi pada berbagai acara musik dan sastra.
Ya, Diksatrasia selalu menampilkan musikalisasi pada berbagai acara musik dan sastra. Mereka telah beberapa kali menjadi kontributor dalam acara teater, festival musik, parade puisi, workshop puisi, launching buku beberapa sastrawan, serta seminar tentang puisi.
Mengenai pandangan Diksatrasia terhadap musikalisasi puisi, menurut mereka adalah menyuguhkan puisi serta maknanya dalam kemasan yang berbeda. Bagi orang-orang yang sangat menyukai musik, musikalisasi puisi ini tentu menjadi penting, terutama sekali dalam penyampaian nilai dalam puisi, di samping memberikan estetika auditori itu sendiri.
Meski begitu, apa yang telah dilalui ini mereka anggap proyek moral, karena proyek ini didasari atas hobi dan kecintaan mereka terhadap sastra dan musik. Meski awalnya hanya karena iseng-iseng memetik gitar dan membaca puisi di halaman kampus, dengan dasar pemikiran yang kuat terhadap sastra dan musik, tentu sebuah aransemen musikalisasi menjadi karya yang tak terbantahkan.
Online
40Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Musikalisasi Puisi Diksatrasia
Pada edisi perdana telah kita resapi tulisan kiriman Pohon Kopi mengenai musikalisasi puisi. Kali ini, kita akan berkenalan dengan salah satu grup musikalisasi puisi. Mereka adalah Diksatrasia. Sebuah grup musikalisasi puisi asal Bogor.
Sumber foto: Diksatrasia
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
41
Diksatrasia beranggotakan 11 mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pakuan. Nama Diksatrasia ini pun merupakan akronim dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Nama itu memang sama dengan nama kelembagaan mahasiswa program studi tersebut. Nama Diksatrasia dipilih karena semua anggota memang berasal dari pendidikan sama meski angkatan mereka berbeda.
Diksatrasia memang belum begitu lama menggeluti bidang ini, baru sekitar empat tahun, namun apa yang telah mereka lakukan cukup beraroma kental, bahwa mereka serius di musikalisasi puisi. Ini ditandai dengan keaktifan Diksatrasia dalam menampilkan musikalisasi pada berbagai acara musik dan sastra.
Ya, Diksatrasia selalu menampilkan musikalisasi pada berbagai acara musik dan sastra. Mereka telah beberapa kali menjadi kontributor dalam acara teater, festival musik, parade puisi, workshop puisi, launching buku beberapa sastrawan, serta seminar tentang puisi.
Mengenai pandangan Diksatrasia terhadap musikalisasi puisi, menurut mereka adalah menyuguhkan puisi serta maknanya dalam kemasan yang berbeda. Bagi orang-orang yang sangat menyukai musik, musikalisasi puisi ini tentu menjadi penting, terutama sekali dalam penyampaian nilai dalam puisi, di samping memberikan estetika auditori itu sendiri.
Meski begitu, apa yang telah dilalui ini mereka anggap proyek moral, karena proyek ini didasari atas hobi dan kecintaan mereka terhadap sastra dan musik. Meski awalnya hanya karena iseng-iseng memetik gitar dan membaca puisi di halaman kampus, dengan dasar pemikiran yang kuat terhadap sastra dan musik, tentu sebuah aransemen musikalisasi menjadi karya yang tak terbantahkan.
Online
42Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Sementara ini, dalam langkah lanjutan proyeknya, Diksatrasia tengah menyibukkan diri dengan tur-tur ke sekolah, terutama SMA. Mengapa sekolah? Karena musikalisasi puisi memang bagian dari materi apresiasi puisi mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Karena itulah, Diksatrasia memperkenalkan lebih musikalisasi puisi dengan tegas kepada adik-adik siswa.Salah satu bentuk realisasi proyek mereka, Diksatrasia telah mengeluarkan album perdana. Album tersebut diluncurkan pada tanggal 10 Juli 2012 di aula FKIP Universitas Pakuan. Pada hari itu aula dipenuhi oleh penikmat sastra, penikmat musik, penggiat sastra, dan media lokal Bogor. Di antara mereka, penyair Gemi Mohawk pun hadir. Gemi sengaja datang untuk menyaksikan geliat muda-mudi sastra kampus. Ketika Kopi Sastra bertanya pada para anggota Diksatrasia, “sampai kapan mau bikin kayak gini?” Mereka menjawab “Sampai mati! Hahaha” tawa mereka terdengar sangat muda.“Kalau tak ada pemasukan untuk kalian? Kalau ternyata album kalian tak laku di pasaran? Kalau ternyata kesibukan kalian ini tidak mencukupi perut kalian?”“Ini soal karya, bukan soal menjadi kaya raya,” jawab Doni, ketua grup musikalisasi puisi Diksatrasia. -Dalam beberapa detik, kalimat Doni meluruhkan tawa muda tadi. Sejenak mereka lurus menatap ke depan, depan yang masih jauh.-
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
43
Profil Grup Musikalisasi Puisi DiksatrasiaNama : DiksatrasiaJumlah Anggota : 11 OrangPersonil : Doni Dartafian
Nurhadi Munfarid Moch. Iqbal Ryza Satriana Irfan Agustin C. Anwar Hakim Salman Deden Fahmi. Ridho S
Produser : Wildan F.M.Menajer : Hima DiksatrasiaKontak dan pesan album : 085716204818 / 085717004364
Sumber foto: Diksatrasia Sumber foto: Diksatrasia
Online
42Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Sementara ini, dalam langkah lanjutan proyeknya, Diksatrasia tengah menyibukkan diri dengan tur-tur ke sekolah, terutama SMA. Mengapa sekolah? Karena musikalisasi puisi memang bagian dari materi apresiasi puisi mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Karena itulah, Diksatrasia memperkenalkan lebih musikalisasi puisi dengan tegas kepada adik-adik siswa.Salah satu bentuk realisasi proyek mereka, Diksatrasia telah mengeluarkan album perdana. Album tersebut diluncurkan pada tanggal 10 Juli 2012 di aula FKIP Universitas Pakuan. Pada hari itu aula dipenuhi oleh penikmat sastra, penikmat musik, penggiat sastra, dan media lokal Bogor. Di antara mereka, penyair Gemi Mohawk pun hadir. Gemi sengaja datang untuk menyaksikan geliat muda-mudi sastra kampus. Ketika Kopi Sastra bertanya pada para anggota Diksatrasia, “sampai kapan mau bikin kayak gini?” Mereka menjawab “Sampai mati! Hahaha” tawa mereka terdengar sangat muda.“Kalau tak ada pemasukan untuk kalian? Kalau ternyata album kalian tak laku di pasaran? Kalau ternyata kesibukan kalian ini tidak mencukupi perut kalian?”“Ini soal karya, bukan soal menjadi kaya raya,” jawab Doni, ketua grup musikalisasi puisi Diksatrasia. -Dalam beberapa detik, kalimat Doni meluruhkan tawa muda tadi. Sejenak mereka lurus menatap ke depan, depan yang masih jauh.-
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
43
Profil Grup Musikalisasi Puisi DiksatrasiaNama : DiksatrasiaJumlah Anggota : 11 OrangPersonil : Doni Dartafian
Nurhadi Munfarid Moch. Iqbal Ryza Satriana Irfan Agustin C. Anwar Hakim Salman Deden Fahmi. Ridho S
Produser : Wildan F.M.Menajer : Hima DiksatrasiaKontak dan pesan album : 085716204818 / 085717004364
Sumber foto: Diksatrasia Sumber foto: Diksatrasia
Online
REKOMENDASI
44Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Judul: Diksatrasia Musikalisasi PuisiGrup: Musikalisasi Puisi Diksatrasia
Penerbit : Hima Diksatrasia, PBSI Unpak, dan Dapur Seni FKIP UNpakTerbit : 2012 Harga : Rp. 30.000,-
CD berisikan apresiasi sastra berupa musikalisasi puisi karya mahasiswa PBSI Universitas Pakuan Bogor.
Judul: Gadis PakarenaPenulis: Khrisna PabicharaPenerbit : DolphinTerbit : Juli 2012
“Gadis Pakarena” adalah karya fiksi pertama Khrisna Pabichara yang menjadi penanda bahwa ia adalah salah satu penulis roman terbaik di Indonesia saat ini. “Gadis Pakarena” membabar makna dan hakikat cinta, kesetiaan, kerinduan, kebencian, juga angkara murka. Sebuah senarai kisah yang digali dari khazanah tradisi, diramu dalam narasi-narasi tak terperi, seakan hendak menyadarkan kita betapa dekatnya cinta dan benci, tak henti-henti bertarung di ruang yang sangat sempit bernama hati.
MERDEKAKAN KEMBALI INDONESIA
DI HARI YANG SUCI!
DIRGAHAYUKEMERDEKAAN
INDONESIA
Online
REKOMENDASI
44Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Judul: Diksatrasia Musikalisasi PuisiGrup: Musikalisasi Puisi Diksatrasia
Penerbit : Hima Diksatrasia, PBSI Unpak, dan Dapur Seni FKIP UNpakTerbit : 2012 Harga : Rp. 30.000,-
CD berisikan apresiasi sastra berupa musikalisasi puisi karya mahasiswa PBSI Universitas Pakuan Bogor.
Judul: Gadis PakarenaPenulis: Khrisna PabicharaPenerbit : DolphinTerbit : Juli 2012
“Gadis Pakarena” adalah karya fiksi pertama Khrisna Pabichara yang menjadi penanda bahwa ia adalah salah satu penulis roman terbaik di Indonesia saat ini. “Gadis Pakarena” membabar makna dan hakikat cinta, kesetiaan, kerinduan, kebencian, juga angkara murka. Sebuah senarai kisah yang digali dari khazanah tradisi, diramu dalam narasi-narasi tak terperi, seakan hendak menyadarkan kita betapa dekatnya cinta dan benci, tak henti-henti bertarung di ruang yang sangat sempit bernama hati.
MERDEKAKAN KEMBALI INDONESIA
DI HARI YANG SUCI!
DIRGAHAYUKEMERDEKAAN
INDONESIA
Pasang Aksimu!
Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini
hanya Rp. 75.000,- untuk edisi September 2012
silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu)
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
47
Online
Ujung Senja
Ulasan
Sedikit ulasan untuk pembelajaran di sekolah
Sintaksis
Pasang Aksimu!
Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini
hanya Rp. 75.000,- untuk edisi September 2012
silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu)
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
47
Online
Ujung Senja
Ulasan
Sedikit ulasan untuk pembelajaran di sekolah
Sintaksis
Online
48Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Ulasan
Sintaksisoleh Janwar
Pada hakikatnya masyarakat belum mengenal secara jelas tentang sintaksis. Pembahasan kali ini akaan mengulas mengenai Sintaksis yang m e r u p a k a n b a g i a n d a r i pembentukan tata bahasa setelah morfologi atau pembentukan kata. Untuk lebih jelasnya mari kita bahas m e n g e n a i s i n t a k s i s b a h a s a Indonesia.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
49
Apa itu Sintaksis?
Linguistik (ilmu bahasa) memiliki dua tataran, yaitu tataran
fonologi dan tataran gramatika atau tataran grmatika atau
bahasa. Dalam tataran bahasa terdapat subbahasan morfologi
dan sintaksis. Morfologi adalah bagian tata bahasa yang
membicarakan hubungan internal sebuah kata atau
membicarakan perihal hubungan antar morfem dalam sebuah
kata. Sintaksis membicarakan hubungan antar kata dalam
tuturan.
Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan
hubungan antar kata dalam tuturan (Junaiyah dkk, 2008:1).
Unsur bahasa yang termasuk didalam ingkup sintaksis adalah
frasa, klausa, dan kalimat. Frasa adalah gabungan dua kata atau
lebih yang bersifat nonpredikatif, misalnya rumah mewah. Pada
contoh tersebut baik rumah maupun mewah sama-sama tidak
mempunyai fungsi sebagai predikat.
Klausa adalah satuan gramatikal yang kelompok kata yang
sekurng-kurangnya memiliki sebuah predikat yang
kemungkinan akan membentuk sebuah kalimat utuh (Junaiyah
dkk, 2008:2). Kalimat adalah satuan bahasa yang relatif berdiri
sendiri, yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah objek dan
predikat, mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara
aktual ataupun potensi terdiri atas klausa (Junaiyah dkk,
2008:2).
Online
48Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Ulasan
Sintaksisoleh Janwar
Pada hakikatnya masyarakat belum mengenal secara jelas tentang sintaksis. Pembahasan kali ini akaan mengulas mengenai Sintaksis yang m e r u p a k a n b a g i a n d a r i pembentukan tata bahasa setelah morfologi atau pembentukan kata. Untuk lebih jelasnya mari kita bahas m e n g e n a i s i n t a k s i s b a h a s a Indonesia.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
49
Apa itu Sintaksis?
Linguistik (ilmu bahasa) memiliki dua tataran, yaitu tataran
fonologi dan tataran gramatika atau tataran grmatika atau
bahasa. Dalam tataran bahasa terdapat subbahasan morfologi
dan sintaksis. Morfologi adalah bagian tata bahasa yang
membicarakan hubungan internal sebuah kata atau
membicarakan perihal hubungan antar morfem dalam sebuah
kata. Sintaksis membicarakan hubungan antar kata dalam
tuturan.
Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan
hubungan antar kata dalam tuturan (Junaiyah dkk, 2008:1).
Unsur bahasa yang termasuk didalam ingkup sintaksis adalah
frasa, klausa, dan kalimat. Frasa adalah gabungan dua kata atau
lebih yang bersifat nonpredikatif, misalnya rumah mewah. Pada
contoh tersebut baik rumah maupun mewah sama-sama tidak
mempunyai fungsi sebagai predikat.
Klausa adalah satuan gramatikal yang kelompok kata yang
sekurng-kurangnya memiliki sebuah predikat yang
kemungkinan akan membentuk sebuah kalimat utuh (Junaiyah
dkk, 2008:2). Kalimat adalah satuan bahasa yang relatif berdiri
sendiri, yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah objek dan
predikat, mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara
aktual ataupun potensi terdiri atas klausa (Junaiyah dkk,
2008:2).
Online
50Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Aspek-aspek Sintaksis
1 Kata
Kata dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, kata dilihat dari
pemakai bahasa. menurut pemakai bahasa, kata adalah satuan gramatikal
yang diujarkan, beersifat berulang-ulang, dan secara potensia ujaran itu
dapat berdiri sendiri. Kedua, kata dilihat dari segi bahasa. Secara linguistis
bahasa dapat dibedakan atas satuan fonologis, satuan gramatikal, dan satuan
ortografis.
Kata sebagai satuan fonologis mempunyai ciri fonologis yang sesuai
dengan ciri fonologis yang bersangkutan. Ciri fonologis kata bahasa
Indonesia yaitu:
1. mempunyai pola fonotatik suku kata;
2. bukan bahasa vokalik;
3. tidak ada gugus konsonan pada posisi akhir;
4. batas kata tidak ditentukan oleh fonem supragmental.
Kata sebagai satuan gramatikal, masih banyak ahli yang belum sepakat
mengenai batasan kata sebagai satuan gramatikal. Namun, menurut Lyons
dan Dik (dalam buku sintaksis karangan junaiyah dkk, 2008:3), secara
gramatikal, kata bebas bergerak, dapat dipindah-pindahkankan letaknya,
tetapi identitasnya tetap.kata memiliki keutuhan internal yang kuat sehingga
tidak bisa disisipi kata atau bentuk apa pun lainnya.
Kata sebagai satuan ortografis. Secara ortografis, kata di tentukan oleh
sistem aksara yang berlaku dalam bahasa itu. Bahasa Indonesia misalnya,
menggunakan aksara latin. Jadi, sebuah kata dituliskan dari kata lainnya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
51
2 Frasa
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
bersifat nonpredikatif (Rusyana dan Syamsuri,1976) atau satu kontruksi
ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih. Menurut Ramlan
(1987) frasa adalah satuan gramatika yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Macam-macam frasa
yaitu frasa eksosentrik, frasa endosentris yang masing-masing mempunyai
bagian-bagian tersendiri.
a. Frasa Eksosentrik
Frasa eksosentrik adalah frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak
memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua komponennya baik
dengan sumbu maupun dengan preposisi. Frasa eksosentirk terbagi lagi
menjadi dua bagian yaitu:
· frasa eksosentrik direktif (frasa preposisional)
contoh frasa preposisional adalah dengan baik, sejak kemarin, demi
waktu, bagai pinang dibelah dua, di samping, ke tengah-tengah,
menjelang malam dan lain-lain. Frasa preposisional pada umumnya
berfungsi sebagai keterangan.
· Frasa eksosentrik nondirektif
Frasa eksosentrik nondirektif dapat dibedakan menjadi dua yaitu
frasa sebagian dan frasa yang seluruhnya. Contoh frasa sebagian
yaitu si kancil, si terdakwa, sang kancil, sang kekasih, dan
sebagainya.
Contoh frasa eksosentrik seluruhnya yaitu, aku bertanya kepada si
terdakwa dan ia tampak gusar saat menunggu sang kekasi. Kedua
contoh ini menduduki fungsi sebagai subjek. Sang terdakwa
menembak rekannya yang justru ingin menolongnya dan si kancil
berlari mengikuti mangsanya. Kedua contoh ini memiliki fungsi
yang sama sebagai subjek.
Online
50Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Aspek-aspek Sintaksis
1 Kata
Kata dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, kata dilihat dari
pemakai bahasa. menurut pemakai bahasa, kata adalah satuan gramatikal
yang diujarkan, beersifat berulang-ulang, dan secara potensia ujaran itu
dapat berdiri sendiri. Kedua, kata dilihat dari segi bahasa. Secara linguistis
bahasa dapat dibedakan atas satuan fonologis, satuan gramatikal, dan satuan
ortografis.
Kata sebagai satuan fonologis mempunyai ciri fonologis yang sesuai
dengan ciri fonologis yang bersangkutan. Ciri fonologis kata bahasa
Indonesia yaitu:
1. mempunyai pola fonotatik suku kata;
2. bukan bahasa vokalik;
3. tidak ada gugus konsonan pada posisi akhir;
4. batas kata tidak ditentukan oleh fonem supragmental.
Kata sebagai satuan gramatikal, masih banyak ahli yang belum sepakat
mengenai batasan kata sebagai satuan gramatikal. Namun, menurut Lyons
dan Dik (dalam buku sintaksis karangan junaiyah dkk, 2008:3), secara
gramatikal, kata bebas bergerak, dapat dipindah-pindahkankan letaknya,
tetapi identitasnya tetap.kata memiliki keutuhan internal yang kuat sehingga
tidak bisa disisipi kata atau bentuk apa pun lainnya.
Kata sebagai satuan ortografis. Secara ortografis, kata di tentukan oleh
sistem aksara yang berlaku dalam bahasa itu. Bahasa Indonesia misalnya,
menggunakan aksara latin. Jadi, sebuah kata dituliskan dari kata lainnya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
51
2 Frasa
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
bersifat nonpredikatif (Rusyana dan Syamsuri,1976) atau satu kontruksi
ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih. Menurut Ramlan
(1987) frasa adalah satuan gramatika yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Macam-macam frasa
yaitu frasa eksosentrik, frasa endosentris yang masing-masing mempunyai
bagian-bagian tersendiri.
a. Frasa Eksosentrik
Frasa eksosentrik adalah frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak
memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua komponennya baik
dengan sumbu maupun dengan preposisi. Frasa eksosentirk terbagi lagi
menjadi dua bagian yaitu:
· frasa eksosentrik direktif (frasa preposisional)
contoh frasa preposisional adalah dengan baik, sejak kemarin, demi
waktu, bagai pinang dibelah dua, di samping, ke tengah-tengah,
menjelang malam dan lain-lain. Frasa preposisional pada umumnya
berfungsi sebagai keterangan.
· Frasa eksosentrik nondirektif
Frasa eksosentrik nondirektif dapat dibedakan menjadi dua yaitu
frasa sebagian dan frasa yang seluruhnya. Contoh frasa sebagian
yaitu si kancil, si terdakwa, sang kancil, sang kekasih, dan
sebagainya.
Contoh frasa eksosentrik seluruhnya yaitu, aku bertanya kepada si
terdakwa dan ia tampak gusar saat menunggu sang kekasi. Kedua
contoh ini menduduki fungsi sebagai subjek. Sang terdakwa
menembak rekannya yang justru ingin menolongnya dan si kancil
berlari mengikuti mangsanya. Kedua contoh ini memiliki fungsi
yang sama sebagai subjek.
Online
52Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
b. Frasa Endosentris
Frasa endosentris adalah frasa yang seluruhnya memiliki perilaku
sintaksis yang sama dengan periaku yang satu dengan komponennya.
Frasa endosentris dapat dibedakan menjadi frasa endosentris berinduk
tunggal dan frasa endosentris berinduk jamak.
· Frasa endosentrik berinduk tunggal
Frasa endosentrik berinduk tunggal terdiri atas induk yang
menjadi penanda kategorinya dan modifikator yang jadi
pemerinya. Kategori induk yang sama dengan kategori frasa.
Frasa endosentrik brinduk tungga dapat dibagi lagi yaitu:
1. frasa nominal
yaitu frasa yang terdiri atas nomina (sebagai pusat) dan
unsur lain yang berupa adjektiva, verbal, numeralia,
demonstrativa dan yang lainnya. Contoh meja batu,
tukang sepatu, dokter mata, kedai kopi, dan yang
lainnya
2. frasa pronominal
yaitu frasa yang terdiri atas gabungan pronomina
dengan pronomina atau gabungan pronomina dengan
adverbial, adjektiva, numeralia, demonstrativa dan
yang lainnya. Contoh, kami berdua, mereka itu, bukan
Cuma dia, kamu dan dia, dan yang lainnya
3. frasa verbal
frasa verbal adalah frasa yang terdiri atas gabungan
frasa verba dengan frasa verba atau frasa verba dengan
adjektiva, adverbia dan yang lainnya. Contoh, pergi
kerja, pulang pergi, berlari cepat, masuk desa, dan
sebagainya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
53
4. frasa adjektival
frasa yang terdiri atas gabungan frasa adjektiva
dengan frasa lainnya. Contoh, sedikit masam,
cantik benar, gagah berani, panas terik, hitam
kelam, dan sebagainya
5. frasa numeral
frasa yang terdiri atas numeralia sebagai induk dan
perluasan lain yang meempunyai hubungan
subordinatif dengan nomina penggolongan
bilangan, dan nomina ukuran. Contoh, sembilan
belas, dua lusin, dua atau tiga, cetakan pertama,
beribu-ribu lalat dan sebagainya.
· Frasa endosentris berinduk jamak atau banyak
1. frasa koordinatif
yaitu frasa endosentris berinduk banyak, yang
potensial komponennya dapat dihubungkan dengan
partikel, seperti ke, atau, tetapi, ataupun konjungsi
korelatif, seperti baik. Kategori frasa koordinatif
sesuai dengan kategori komponennya. Contoh,
kaya atau miskin, dari, untuk, dan oleh rakyat, baik
merah maupun biru, entah suka entah tidak, dan
yang lainnya.
2. frasa apositif
yaitu frasa yang secara luar bahasa komponennya
menunjuk pada wujud yang sama. Contoh, ria, anak
kakakku yang tinggal dilampung, megawati
soekarno puteri, salah satu presiden RI dan
sebagainya.
Online
52Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
b. Frasa Endosentris
Frasa endosentris adalah frasa yang seluruhnya memiliki perilaku
sintaksis yang sama dengan periaku yang satu dengan komponennya.
Frasa endosentris dapat dibedakan menjadi frasa endosentris berinduk
tunggal dan frasa endosentris berinduk jamak.
· Frasa endosentrik berinduk tunggal
Frasa endosentrik berinduk tunggal terdiri atas induk yang
menjadi penanda kategorinya dan modifikator yang jadi
pemerinya. Kategori induk yang sama dengan kategori frasa.
Frasa endosentrik brinduk tungga dapat dibagi lagi yaitu:
1. frasa nominal
yaitu frasa yang terdiri atas nomina (sebagai pusat) dan
unsur lain yang berupa adjektiva, verbal, numeralia,
demonstrativa dan yang lainnya. Contoh meja batu,
tukang sepatu, dokter mata, kedai kopi, dan yang
lainnya
2. frasa pronominal
yaitu frasa yang terdiri atas gabungan pronomina
dengan pronomina atau gabungan pronomina dengan
adverbial, adjektiva, numeralia, demonstrativa dan
yang lainnya. Contoh, kami berdua, mereka itu, bukan
Cuma dia, kamu dan dia, dan yang lainnya
3. frasa verbal
frasa verbal adalah frasa yang terdiri atas gabungan
frasa verba dengan frasa verba atau frasa verba dengan
adjektiva, adverbia dan yang lainnya. Contoh, pergi
kerja, pulang pergi, berlari cepat, masuk desa, dan
sebagainya.
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
53
4. frasa adjektival
frasa yang terdiri atas gabungan frasa adjektiva
dengan frasa lainnya. Contoh, sedikit masam,
cantik benar, gagah berani, panas terik, hitam
kelam, dan sebagainya
5. frasa numeral
frasa yang terdiri atas numeralia sebagai induk dan
perluasan lain yang meempunyai hubungan
subordinatif dengan nomina penggolongan
bilangan, dan nomina ukuran. Contoh, sembilan
belas, dua lusin, dua atau tiga, cetakan pertama,
beribu-ribu lalat dan sebagainya.
· Frasa endosentris berinduk jamak atau banyak
1. frasa koordinatif
yaitu frasa endosentris berinduk banyak, yang
potensial komponennya dapat dihubungkan dengan
partikel, seperti ke, atau, tetapi, ataupun konjungsi
korelatif, seperti baik. Kategori frasa koordinatif
sesuai dengan kategori komponennya. Contoh,
kaya atau miskin, dari, untuk, dan oleh rakyat, baik
merah maupun biru, entah suka entah tidak, dan
yang lainnya.
2. frasa apositif
yaitu frasa yang secara luar bahasa komponennya
menunjuk pada wujud yang sama. Contoh, ria, anak
kakakku yang tinggal dilampung, megawati
soekarno puteri, salah satu presiden RI dan
sebagainya.
Online
Mengucapkan
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1433 HMohon Maaf Lahir dan Batin
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
55
2.1 Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat (Junaiyah dan
Arifin,2008:34). Klausa atau gabungan kata itu berpotensi menjadi kalimat.
Sedangkan menurut Ramlan (1987) klausa adalah satuan gramatik yang terdiri
dari S P baik disertai O, Pel, dan Ket ataupun tidak.
· Klausa berdasarkan distribusi satuan
Berdasarkan potensinya untuk dibentuk menjadi kalimat, klausa dapat
dibagi menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang
berpotensi menjadi kalimat lengkap. Klausa terikat adalah klausa yang tidak
berpotensi menjadi kalimat lengkap, tetapi hanya berpotensi menjadi kalimat
minor.
· Klausa berdasarkan fungsi
Berdasarkan fungsinya, klausa ternyata dapat menduduki fungsi subjek,
objek, keterangan dan pelengkap. Contoh klausa subjek, berlibur kami
sekeluarga, contoh klausa objek, bibi sedang menanak nasi, klausa keterangan
dibagi lagi menjadi klausa keterangan akibat, sebab, jumlah, alat, cara, dan
sebagainya. Contohnya keterangan sebab, karena sakit, ia tidak jadi ikut. Contoh
klausa pelengkap, abangku menjadi pilot.
· Klausa berdasarkan struktur
Berdasarkan strukturnya, klausa dapat dibedakan menjadi klausa verbal
dan klausa nonverbal. Klausa verbal contoh, saya makan. Contoh klausa
nonverbal, adik ke bandung.
Janwar Lahir di Bogor 25 Januari 1987. Saat ini menjadi pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Mandala Leuwiliang Bogor.
Online
Mengucapkan
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1433 HMohon Maaf Lahir dan Batin
Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
55
2.1 Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat (Junaiyah dan
Arifin,2008:34). Klausa atau gabungan kata itu berpotensi menjadi kalimat.
Sedangkan menurut Ramlan (1987) klausa adalah satuan gramatik yang terdiri
dari S P baik disertai O, Pel, dan Ket ataupun tidak.
· Klausa berdasarkan distribusi satuan
Berdasarkan potensinya untuk dibentuk menjadi kalimat, klausa dapat
dibagi menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang
berpotensi menjadi kalimat lengkap. Klausa terikat adalah klausa yang tidak
berpotensi menjadi kalimat lengkap, tetapi hanya berpotensi menjadi kalimat
minor.
· Klausa berdasarkan fungsi
Berdasarkan fungsinya, klausa ternyata dapat menduduki fungsi subjek,
objek, keterangan dan pelengkap. Contoh klausa subjek, berlibur kami
sekeluarga, contoh klausa objek, bibi sedang menanak nasi, klausa keterangan
dibagi lagi menjadi klausa keterangan akibat, sebab, jumlah, alat, cara, dan
sebagainya. Contohnya keterangan sebab, karena sakit, ia tidak jadi ikut. Contoh
klausa pelengkap, abangku menjadi pilot.
· Klausa berdasarkan struktur
Berdasarkan strukturnya, klausa dapat dibedakan menjadi klausa verbal
dan klausa nonverbal. Klausa verbal contoh, saya makan. Contoh klausa
nonverbal, adik ke bandung.
Janwar Lahir di Bogor 25 Januari 1987. Saat ini menjadi pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Mandala Leuwiliang Bogor.
Online
56Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Ngobrol Secangkir Kopi Bersama Kopi Sastra
Jumat sore 3 Agustus 2012, Kedai Kopi Ijo (Kedai Kojo) diserbu segenap menteri Kopi Sastra yang akan membuka magrib hari itu dengan kopi racikan kedai KoJo. Ya, para mentri Kopi Sastra yang muslim berencana berbuka puasa dan yang non muslim menemani buka puasa. Tapi, itu bukan tujuan utamanya, karena acara sebelum berbuka-lah yang menjadi agenda, yakni ngobrol tentang menulis bersama keluarga besar Kedai KoJo serta penulis buku Secangkir Kopi, Fariz dan Anna.
Fariz dan Anna adalah dua anak muda yang telah yakin untuk membukukan tulisannya ke dalam sebuah judul Secangkir Kopi. Saat acara ngobrol dilaksanakan, buku ini memang belum terbit dan masih dalam proses percetakan, tapi ya… namanya juga ngobrol. Boleh kan!Acara sore itu berlangsung cukup renyah. Diawali dengan penampilan Fariz dan Anna membaca puisi, Kopi Sastra bersama Kedai KoJo serta Fariz dan Anna saling berbagi kisah dan trik seputar menulis, termasuk di dalamnya berbagai permasalahan menulis.Ketika obrolan tepat di puncak detik seru, adzan magrib berkumandang. Muslimin dalam obrolan kala itu tak ragu untuk membatalkan puasa mereka dan kawan nonmuslim pun tak ragu menyesap hidangan yang sedia. Dan pada akhirnya, magrib kali itu memanglah saat yang baik untuk sesama pecinta kopi mengobrol, serta awal yang baik bagi pecinta sastra berkomplot.(NAB)
Sumber foto: Kopi Sastra
Online
57 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Ngabuburit Bareng Bumi Sandiwara dan Teater Cermin
Bumi Sandiwara sebuah kelompok penggiat seni peran di Sukabumi mengadakan acara untuk mengisi waktu menunggu berbuka puasa. Selain menunggu waktu berbuka, acara yang berjudul Ngabuburit Bareng Bumi Sandiwara dan Teater Cermin ini bertujuan untuk ajang silaturahmi antara para penggiat dan penonton.
Acara yang rutin diadakan setiap Ramadhan ini diisi oleh para penggiat seni dan sastra di Sukabumi dan sekitarnya. Pada edisi Ramadhan 1433 H ini, acara diadakan pada 10 - 12 Agustus 2012, dan mengadirkan beragam pementasan seni dan sastra dengan genre yang berbeda. Mulai dari seni tari, pencak silat, komedi, hingga musikalisasi puisi.
Para pengisi acaranya berasal dari Sukabumi, Bogor, dan Bandung. Diksat Musikalisasi Puisi, Sula Cicurug Magician Comunity, Standup Komedi Sukabumi, Musikalisasi Senandung Bumi Universitas Muhammadiah Sukabumi, sarjana tari UPI bandung, dan siswa SMAN 1 Cicirug dengan eksul karawtan, marawis, tari, paduan suar, gitar.
Sumber foto: Aray
Online
56Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Ngobrol Secangkir Kopi Bersama Kopi Sastra
Jumat sore 3 Agustus 2012, Kedai Kopi Ijo (Kedai Kojo) diserbu segenap menteri Kopi Sastra yang akan membuka magrib hari itu dengan kopi racikan kedai KoJo. Ya, para mentri Kopi Sastra yang muslim berencana berbuka puasa dan yang non muslim menemani buka puasa. Tapi, itu bukan tujuan utamanya, karena acara sebelum berbuka-lah yang menjadi agenda, yakni ngobrol tentang menulis bersama keluarga besar Kedai KoJo serta penulis buku Secangkir Kopi, Fariz dan Anna.
Fariz dan Anna adalah dua anak muda yang telah yakin untuk membukukan tulisannya ke dalam sebuah judul Secangkir Kopi. Saat acara ngobrol dilaksanakan, buku ini memang belum terbit dan masih dalam proses percetakan, tapi ya… namanya juga ngobrol. Boleh kan!Acara sore itu berlangsung cukup renyah. Diawali dengan penampilan Fariz dan Anna membaca puisi, Kopi Sastra bersama Kedai KoJo serta Fariz dan Anna saling berbagi kisah dan trik seputar menulis, termasuk di dalamnya berbagai permasalahan menulis.Ketika obrolan tepat di puncak detik seru, adzan magrib berkumandang. Muslimin dalam obrolan kala itu tak ragu untuk membatalkan puasa mereka dan kawan nonmuslim pun tak ragu menyesap hidangan yang sedia. Dan pada akhirnya, magrib kali itu memanglah saat yang baik untuk sesama pecinta kopi mengobrol, serta awal yang baik bagi pecinta sastra berkomplot.(NAB)
Sumber foto: Kopi Sastra
Online
57 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Ngabuburit Bareng Bumi Sandiwara dan Teater Cermin
Bumi Sandiwara sebuah kelompok penggiat seni peran di Sukabumi mengadakan acara untuk mengisi waktu menunggu berbuka puasa. Selain menunggu waktu berbuka, acara yang berjudul Ngabuburit Bareng Bumi Sandiwara dan Teater Cermin ini bertujuan untuk ajang silaturahmi antara para penggiat dan penonton.
Acara yang rutin diadakan setiap Ramadhan ini diisi oleh para penggiat seni dan sastra di Sukabumi dan sekitarnya. Pada edisi Ramadhan 1433 H ini, acara diadakan pada 10 - 12 Agustus 2012, dan mengadirkan beragam pementasan seni dan sastra dengan genre yang berbeda. Mulai dari seni tari, pencak silat, komedi, hingga musikalisasi puisi.
Para pengisi acaranya berasal dari Sukabumi, Bogor, dan Bandung. Diksat Musikalisasi Puisi, Sula Cicurug Magician Comunity, Standup Komedi Sukabumi, Musikalisasi Senandung Bumi Universitas Muhammadiah Sukabumi, sarjana tari UPI bandung, dan siswa SMAN 1 Cicirug dengan eksul karawtan, marawis, tari, paduan suar, gitar.
Sumber foto: Aray
Coretan Kata yang Terbuang
Cerpen
oleh Wildan Fauzi Mubarock
Online
59 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Februari 2012
Aku masih duduk di sofa ruang tamu, berteman secangkir kopi pahit
racikan istriku beserta buah hati kami, Daaris Goswatul Ilmi Mubarock yang
sesekali tersenyum kearahku. Seyumannya seolah mewakili kesejukkan embun
yang nampaknya absen pagi ini. Sementara Bapak mertuaku yang sebagian
rambutnya telah memutih itu masih terlihat gagah berdiri disamping Corrola
1976, bersiap untuk mengantarkanku menuju terminal Baranangsiang. Setelah
terlebih dahulu berpamitan kepada istri dan mencium kening putraku, aku pun
bergegas meninggalkan rumah sederhana yang masih menyisakan
pembangunannya. Yah, setengah pekerjaan yang terhenti, karena Tuhan lebih
menginginkanku menyimpan uang untuk biaya kuliah lagi, bukan
mempercantik istanaku.
Mobil antik yang kuyakini
akan beranak pinak itu pun melaju
m e n i n g g a l k a n t e m p a t
persinggahannya. Namun, kali ini
laju si Biru begitulah aku menamai
m o b i l t u a k u , t a m p a k t a k
bersemangat. Mungkin si Biru takut
jika aku menjualnya untuk biaya
kuliah, sebuah ketakutan yang tak
beralasan, karena tentu saja aku tak
akan pernah menjual si Biru yang
telah menemaniku sekian lama dan
m e l e w a t k a n s u k a d u k a k u
bersamanya. Kurasakan lajunya
semakin membaik sesaat setelah
meyakini hatiku bahwa aku tak akan
pernah menjualnya.
Sepuluh menit pun berlalu, tak terasa aku telah sampai di terminal Baranangsiang. Dengan segera aku pun meninggalkan Bapak mertuaku dan si Biru untuk menghampiri seorang teman yang dengan setia menunggu kedatanganku. Rosid, begitulah aku akrab menyapa temanku yang bernama lengkap Abdul Rosyid ini. Dia merupakan rekan kerja yang baru beberapa bulan aku kenal, namun ia telah menjadi teman seperjuanganku yang kelak akan kuceritakan pada Daaris ketika ia dewasa nanti. Pasalnya kami mempunyai banyak kesamaan, status di kampus yang b e l u m k o n t r a k , s e r t a k e p u t u s a n u n t u k meninggalkan sekolah Negeri demi menggapai sebuah mimpi yang kami
Coretan Kata yang Terbuang
Cerpen
oleh Wildan Fauzi Mubarock
Online
59 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Februari 2012
Aku masih duduk di sofa ruang tamu, berteman secangkir kopi pahit
racikan istriku beserta buah hati kami, Daaris Goswatul Ilmi Mubarock yang
sesekali tersenyum kearahku. Seyumannya seolah mewakili kesejukkan embun
yang nampaknya absen pagi ini. Sementara Bapak mertuaku yang sebagian
rambutnya telah memutih itu masih terlihat gagah berdiri disamping Corrola
1976, bersiap untuk mengantarkanku menuju terminal Baranangsiang. Setelah
terlebih dahulu berpamitan kepada istri dan mencium kening putraku, aku pun
bergegas meninggalkan rumah sederhana yang masih menyisakan
pembangunannya. Yah, setengah pekerjaan yang terhenti, karena Tuhan lebih
menginginkanku menyimpan uang untuk biaya kuliah lagi, bukan
mempercantik istanaku.
Mobil antik yang kuyakini
akan beranak pinak itu pun melaju
m e n i n g g a l k a n t e m p a t
persinggahannya. Namun, kali ini
laju si Biru begitulah aku menamai
m o b i l t u a k u , t a m p a k t a k
bersemangat. Mungkin si Biru takut
jika aku menjualnya untuk biaya
kuliah, sebuah ketakutan yang tak
beralasan, karena tentu saja aku tak
akan pernah menjual si Biru yang
telah menemaniku sekian lama dan
m e l e w a t k a n s u k a d u k a k u
bersamanya. Kurasakan lajunya
semakin membaik sesaat setelah
meyakini hatiku bahwa aku tak akan
pernah menjualnya.
Sepuluh menit pun berlalu, tak terasa aku telah sampai di terminal Baranangsiang. Dengan segera aku pun meninggalkan Bapak mertuaku dan si Biru untuk menghampiri seorang teman yang dengan setia menunggu kedatanganku. Rosid, begitulah aku akrab menyapa temanku yang bernama lengkap Abdul Rosyid ini. Dia merupakan rekan kerja yang baru beberapa bulan aku kenal, namun ia telah menjadi teman seperjuanganku yang kelak akan kuceritakan pada Daaris ketika ia dewasa nanti. Pasalnya kami mempunyai banyak kesamaan, status di kampus yang b e l u m k o n t r a k , s e r t a k e p u t u s a n u n t u k meninggalkan sekolah Negeri demi menggapai sebuah mimpi yang kami
Online
60Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
sendiri tidak yakin apakah bisa kami wu judkan .Mesk ipun d iawa l keputusan kami meninggalkan sekolah Negeri, kami terus dihatui perasaan yang tak tentu. Bagaimana tidak, secara logika, penghasilan kami akan berkurang, sementara biaya kuliah tidaklah sedikit. Namun, satu yang kami pahami bahwa Tuhan Maha kaya raya. Dia-lah yang telah membimbing kami untuk kuliah, maka kami yakin pasti ada jalan yang telah Ia persiapkan untuk segala kebutuhan kuliah kami. Sebuah keyakinan yang murni bertumpu pada keimanan, bukan logika semata. Berbekal keyakinan itulah, kami mantap keluar dari sekolah Negeri. Bissmillah..UHAMKA, sebuah keputusan yang berani kuambil disaat sebagian rekan kerjaku lebih memilih untuk masuk ke Universitas Negeri. N a m u n , T u h a n - l a h y a n g menuntunku untuk memil ih universitas tersebut, Ia-lah yang mempertemukanku dengan Bu Cic ih Sukars ih , guru yang m e m b a w a k a n b r o s u r d a n m e n d a f t a r k a n k u . S e r t a B u Lungguh, yang menyerahkan formulirnya saat aku tak punya
waktu untuk mengurus semuanya . Semua i tu mempermudah jalanku untuk masuk ke universitas
tersebut, sebuah universitas berlatarkan organisasi Islam, sehingga aku tak perlu repot bolak-balik Bogor-Jakarta. Tentu saja dengan segala pertimbangan baik dan buruknya
Antrean di Bank Mandiri
Ada rasa bersalah pada
keluarga kecilku. Sebuah perasaan
wajar tentunya, karena penghasilan
yang seharusnya kupakai untuk
segala kebutuhan keluargaku, malah
aku gunakan untuk membayar biaya
kuliah. Adalah istriku yang dengan
senyum ikhlasnya merelakan jatah
belanjanya mengalir ke rekening
Mandiri kampusku. Yah, ia adalah
wanita tercantik dimataku. Ia selalu
menguatkan, mendukung serta
mengingatkanku agar selalu berada
di jalan yang benar.
Empat juta empat ribu
r u p i a h u n t u k c i c i l a n S K S
pertamaku, sementara BPP yang
seharusnya kubayar tiga juta, kucicil
lima ratus lima ribu rupiah. Sebuah
k e k o n y o l a n p e r t a m a y a n g
kulakukan dalam mengawali
perkuliahanku. Aku melakukannya
Online
61 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
bukan karena aku malas untuk
membayarnya kontan, tapi tentu
saja karena kondisi yang tak
m e m u n g k i n k a n k u u n t u k
melunasinya. Hikmahnya adalah
biaya terasa kecil j ika aku
mencicilnya, setidaknya aku bisa
bernafas untuk sebulan pertama.
Minimal pihak Bank dan Yayasan
tidak akan mengingatku tentang
kekurangan pembayarannya,
m e l a i n k a n m e n g i n g a t
kekonyolanku. Hebat bukan?
Sebuah pengalihan isu yang
s p e k t a k u l e r p i k i r k u .
Suaranya serak merdu dan
semangatnya bergelora bagai
wanita muda yang baru dilamar
kekasihnya. Perawakannya kecil,
namun pengalamannya seluas
gunung pasir. Ibu yang lebih pantas
disebut nenek bergelar professor itu
adalah Ketua jurusanku. Lantunan
lagu Satu Nusa Satu Bangsa
mengawali perjumpaan kami,
dibawanya aku dalam lirik penuh
makna. Semangatku kalah telak bila
dibandingkan dengan Beliau.
Padahal aku selalu berteriak lantang
pada siswa dan mahasiswaku
'Keberhasilan itu bukan semangat
sesaat, melainkan semangat yang
terus menerus!'. Mengenal Beliau,
seperti menemukan semangat api
yang terpenjara dalam tubuhku,
seolah jiwa mudaku membrontak
ingin keluar dari persembunyiannya
selama ini.
Tuhan telah membimbingku
dengan cara-Nya hingga aku lulus
seleksi masuk dan kembali bertatus
mahasiswa. Dua tahun saja, aku
pasti BISA!
Maret 2012
Secangk i r kop i pah i t
kembali mengawali pagiku. Setelah
shalat Subuh, aku pun bergegas
berpamitan pada istri dan putra
pertamaku yang masih tertidur pulas
bak Malaikat kecil. Aku berpacu
melawan waktu dengan kendaraan
roda duaku ditemani langit gelap
dan bintang venus yang
berkelap-kelip genit di
ufuk barat. Kurasakan
Online
60Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
sendiri tidak yakin apakah bisa kami wu judkan .Mesk ipun d iawa l keputusan kami meninggalkan sekolah Negeri, kami terus dihatui perasaan yang tak tentu. Bagaimana tidak, secara logika, penghasilan kami akan berkurang, sementara biaya kuliah tidaklah sedikit. Namun, satu yang kami pahami bahwa Tuhan Maha kaya raya. Dia-lah yang telah membimbing kami untuk kuliah, maka kami yakin pasti ada jalan yang telah Ia persiapkan untuk segala kebutuhan kuliah kami. Sebuah keyakinan yang murni bertumpu pada keimanan, bukan logika semata. Berbekal keyakinan itulah, kami mantap keluar dari sekolah Negeri. Bissmillah..UHAMKA, sebuah keputusan yang berani kuambil disaat sebagian rekan kerjaku lebih memilih untuk masuk ke Universitas Negeri. N a m u n , T u h a n - l a h y a n g menuntunku untuk memil ih universitas tersebut, Ia-lah yang mempertemukanku dengan Bu Cic ih Sukars ih , guru yang m e m b a w a k a n b r o s u r d a n m e n d a f t a r k a n k u . S e r t a B u Lungguh, yang menyerahkan formulirnya saat aku tak punya
waktu untuk mengurus semuanya . Semua i tu mempermudah jalanku untuk masuk ke universitas
tersebut, sebuah universitas berlatarkan organisasi Islam, sehingga aku tak perlu repot bolak-balik Bogor-Jakarta. Tentu saja dengan segala pertimbangan baik dan buruknya
Antrean di Bank Mandiri
Ada rasa bersalah pada
keluarga kecilku. Sebuah perasaan
wajar tentunya, karena penghasilan
yang seharusnya kupakai untuk
segala kebutuhan keluargaku, malah
aku gunakan untuk membayar biaya
kuliah. Adalah istriku yang dengan
senyum ikhlasnya merelakan jatah
belanjanya mengalir ke rekening
Mandiri kampusku. Yah, ia adalah
wanita tercantik dimataku. Ia selalu
menguatkan, mendukung serta
mengingatkanku agar selalu berada
di jalan yang benar.
Empat juta empat ribu
r u p i a h u n t u k c i c i l a n S K S
pertamaku, sementara BPP yang
seharusnya kubayar tiga juta, kucicil
lima ratus lima ribu rupiah. Sebuah
k e k o n y o l a n p e r t a m a y a n g
kulakukan dalam mengawali
perkuliahanku. Aku melakukannya
Online
61 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
bukan karena aku malas untuk
membayarnya kontan, tapi tentu
saja karena kondisi yang tak
m e m u n g k i n k a n k u u n t u k
melunasinya. Hikmahnya adalah
biaya terasa kecil j ika aku
mencicilnya, setidaknya aku bisa
bernafas untuk sebulan pertama.
Minimal pihak Bank dan Yayasan
tidak akan mengingatku tentang
kekurangan pembayarannya,
m e l a i n k a n m e n g i n g a t
kekonyolanku. Hebat bukan?
Sebuah pengalihan isu yang
s p e k t a k u l e r p i k i r k u .
Suaranya serak merdu dan
semangatnya bergelora bagai
wanita muda yang baru dilamar
kekasihnya. Perawakannya kecil,
namun pengalamannya seluas
gunung pasir. Ibu yang lebih pantas
disebut nenek bergelar professor itu
adalah Ketua jurusanku. Lantunan
lagu Satu Nusa Satu Bangsa
mengawali perjumpaan kami,
dibawanya aku dalam lirik penuh
makna. Semangatku kalah telak bila
dibandingkan dengan Beliau.
Padahal aku selalu berteriak lantang
pada siswa dan mahasiswaku
'Keberhasilan itu bukan semangat
sesaat, melainkan semangat yang
terus menerus!'. Mengenal Beliau,
seperti menemukan semangat api
yang terpenjara dalam tubuhku,
seolah jiwa mudaku membrontak
ingin keluar dari persembunyiannya
selama ini.
Tuhan telah membimbingku
dengan cara-Nya hingga aku lulus
seleksi masuk dan kembali bertatus
mahasiswa. Dua tahun saja, aku
pasti BISA!
Maret 2012
Secangk i r kop i pah i t
kembali mengawali pagiku. Setelah
shalat Subuh, aku pun bergegas
berpamitan pada istri dan putra
pertamaku yang masih tertidur pulas
bak Malaikat kecil. Aku berpacu
melawan waktu dengan kendaraan
roda duaku ditemani langit gelap
dan bintang venus yang
berkelap-kelip genit di
ufuk barat. Kurasakan
Online
62Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
dingin menjalari sekujur tubuhku,
angin seolah menjadi belati tajam
yang menembus paru-paruku.
Namun, semangatku mengalahkan
itu semua. 'Semangat!' kata itulah
yang selalu tertanam dibenakku. 'I
will be happy today' begitu bisik
h a t i k u s e t e l a h B i s m i l l a h
mengawalinya.
Baranangsiang, kali ini
giliranku yang menunggu Rosid.
Bukan sebuah kesengajaan, tapi
memang aku datang lebih awal pagi
itu. Bus pun telah berjejer rapi
m e n u n g g u g i l i r a n u n t u k
diberangkatkan. Pandanganku pun
berfokus pada bus urutan terdepan.
Bus hampir penuh, namun Rosid
belum juga muncul. Kuputuskan
untuk segera menempati bangku
yang tersisa. Sengaja ku simpan tas
disamping kiriku, berharap Rosid
menempatinya ketika datang nanti.
Namun, sebelum ia tiba, bus melaju
meninggalkan terminal. Bagaimana
dengan Rosid? Pikirku.
Semoga ia memahami.
Langit mulai gelap, matahari
s e m a k i n d e k a t d e n g a n
persinggahannya. Tepat pukul 17.00
WIB aku sampai di terminal Lebak
Bulus. Kali ini aku tak harus
menunggu lama, karena bus jurusan
Bogor-Lebak Bulus telah melaju
dihadapanku dan kuputuskan untuk
segera menaikinya dengan memilih
jajaran kursi paling belakang
sebagai tempat dudukku.
A k u t e r l e l a p , k u l i a h
memang melelahkan, membuat
mata sayuku perlahan menutup.
Irama bus semakin membawaku ke
alam bawah sadarku. Sesekali
mataku terjaga dikarenakan suara
seorang anak bertopi hitam yang
membuat kegaduhan didepanku.
S e o r a n g i b u b e r u s a h a
menenagkannya. Menganggu
memang, tapi inilah resiko menjadi
penumpang angkutan umum. Baru
saja aku akan berpetualang ke alam
mimpi, suara adzan terdengar
s a y u p - s a y u p d i t e l i n g a k u ,
membuatku mengurungkan niat
untuk bersilaturahmi dengan
Online
63 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
mimpiku. Kulihat waktu di
ponselku yang telah menunjukkan
pukul 18.30 WIB. Pertanda bahwa
adzan yang kudengar adalah adzan
Maghrib. Sebuah kegelisahan
d a l a m h a t i p u n m u n c u l ,
ketidakyakinan bahwa bus bisa
sampai di terminal sebelum waktu
Maghrib berakhir. Maghrib begitu
sempit, karena Isya sudah menanti,
begitulah yang aku pahami tentang
Maghrib dari Ayahku.
Ditengah pergumulan batinku,
aku teringat akan sebuah kosakata
lama, yaitu 'Tayamum'. Dengan
sekejap otak merangsang tanganku
untuk bertayamum, tapi aku lupa
caranya. Yang aku tahu, tayamum
adalah alternatif bersuci bila tak ada
air, seperti saat kita berada dalam
pesawat atau bus. Namun, aku
benar-benar lupa bagaimana
caranya bertayamum, karena aku
s e n d i r i b e l u m p e r n a h
melakukannya.
Satu-satunya hal yang bisa
kulakukan adalah memutar waktu,
ya… Memutar waktu ke masa silam.
Aku pun mulai memejamkan mata
agar lebih terfokus pada bayangan
masa lampau. Kini mulai terlihat
jelas gambaran pengajianku waktu
kecil dulu. Aku, Eko, Uloh dan Eli
membuat lingkaran kecil di ruang
tamu yang telah disulap Ayah
menjadi ruang pengajian bila malam
tiba. Bayangan ayahku pun mulai
terlihat jelas, aku perhatikan
bagaimana ia bertayamum sambil
setengah bercanda dengan teman
pengajianku. Diusapnya tangan
Ayah pada tembok yang berdebu,
lalu tanpa sadar tanganku pun
bergerak menyentuh jok didepanku.
Imajinasiku pun berlanjut, kembali
ke tangan ayah yang mulai
mengusap perlahan lengannya, aku
pun mengikutinya. Sampai selesai
aku melakukan tayamum, aku pun
segera melaksanakan ibadah shalat
Maghrib di dalam bus untuk
pertama kalinya. Semoga tuhan
m e n e r i m a s h a l a t k u d a n
membukakan pintu surga
untuk ayahku yang telah
m e n g a j a r k a n k u
bertayamum.
Online
62Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
dingin menjalari sekujur tubuhku,
angin seolah menjadi belati tajam
yang menembus paru-paruku.
Namun, semangatku mengalahkan
itu semua. 'Semangat!' kata itulah
yang selalu tertanam dibenakku. 'I
will be happy today' begitu bisik
h a t i k u s e t e l a h B i s m i l l a h
mengawalinya.
Baranangsiang, kali ini
giliranku yang menunggu Rosid.
Bukan sebuah kesengajaan, tapi
memang aku datang lebih awal pagi
itu. Bus pun telah berjejer rapi
m e n u n g g u g i l i r a n u n t u k
diberangkatkan. Pandanganku pun
berfokus pada bus urutan terdepan.
Bus hampir penuh, namun Rosid
belum juga muncul. Kuputuskan
untuk segera menempati bangku
yang tersisa. Sengaja ku simpan tas
disamping kiriku, berharap Rosid
menempatinya ketika datang nanti.
Namun, sebelum ia tiba, bus melaju
meninggalkan terminal. Bagaimana
dengan Rosid? Pikirku.
Semoga ia memahami.
Langit mulai gelap, matahari
s e m a k i n d e k a t d e n g a n
persinggahannya. Tepat pukul 17.00
WIB aku sampai di terminal Lebak
Bulus. Kali ini aku tak harus
menunggu lama, karena bus jurusan
Bogor-Lebak Bulus telah melaju
dihadapanku dan kuputuskan untuk
segera menaikinya dengan memilih
jajaran kursi paling belakang
sebagai tempat dudukku.
A k u t e r l e l a p , k u l i a h
memang melelahkan, membuat
mata sayuku perlahan menutup.
Irama bus semakin membawaku ke
alam bawah sadarku. Sesekali
mataku terjaga dikarenakan suara
seorang anak bertopi hitam yang
membuat kegaduhan didepanku.
S e o r a n g i b u b e r u s a h a
menenagkannya. Menganggu
memang, tapi inilah resiko menjadi
penumpang angkutan umum. Baru
saja aku akan berpetualang ke alam
mimpi, suara adzan terdengar
s a y u p - s a y u p d i t e l i n g a k u ,
membuatku mengurungkan niat
untuk bersilaturahmi dengan
Online
63 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
mimpiku. Kulihat waktu di
ponselku yang telah menunjukkan
pukul 18.30 WIB. Pertanda bahwa
adzan yang kudengar adalah adzan
Maghrib. Sebuah kegelisahan
d a l a m h a t i p u n m u n c u l ,
ketidakyakinan bahwa bus bisa
sampai di terminal sebelum waktu
Maghrib berakhir. Maghrib begitu
sempit, karena Isya sudah menanti,
begitulah yang aku pahami tentang
Maghrib dari Ayahku.
Ditengah pergumulan batinku,
aku teringat akan sebuah kosakata
lama, yaitu 'Tayamum'. Dengan
sekejap otak merangsang tanganku
untuk bertayamum, tapi aku lupa
caranya. Yang aku tahu, tayamum
adalah alternatif bersuci bila tak ada
air, seperti saat kita berada dalam
pesawat atau bus. Namun, aku
benar-benar lupa bagaimana
caranya bertayamum, karena aku
s e n d i r i b e l u m p e r n a h
melakukannya.
Satu-satunya hal yang bisa
kulakukan adalah memutar waktu,
ya… Memutar waktu ke masa silam.
Aku pun mulai memejamkan mata
agar lebih terfokus pada bayangan
masa lampau. Kini mulai terlihat
jelas gambaran pengajianku waktu
kecil dulu. Aku, Eko, Uloh dan Eli
membuat lingkaran kecil di ruang
tamu yang telah disulap Ayah
menjadi ruang pengajian bila malam
tiba. Bayangan ayahku pun mulai
terlihat jelas, aku perhatikan
bagaimana ia bertayamum sambil
setengah bercanda dengan teman
pengajianku. Diusapnya tangan
Ayah pada tembok yang berdebu,
lalu tanpa sadar tanganku pun
bergerak menyentuh jok didepanku.
Imajinasiku pun berlanjut, kembali
ke tangan ayah yang mulai
mengusap perlahan lengannya, aku
pun mengikutinya. Sampai selesai
aku melakukan tayamum, aku pun
segera melaksanakan ibadah shalat
Maghrib di dalam bus untuk
pertama kalinya. Semoga tuhan
m e n e r i m a s h a l a t k u d a n
membukakan pintu surga
untuk ayahku yang telah
m e n g a j a r k a n k u
bertayamum.
64Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
Malam yang sama, Pukul 19.30
I s t r i k u t e l a h b e r d i r i
diambang pintu, menyambut
k e p u l a n g a n k u d e n g a n
senyumannya. Secangkir kopi pahit
pesananku telah siap sedia dalam
cangkir tak bercorak. Bunyi
pemantik gas sedikit mengejutkan
putraku, untung saja ia tidak sampai
terjaga. Sepuluh menit berlalu, air
dingin pun bergejolak memanas.
Lalu dengan cekatan, istriku
menuangkannya persis ke cangkir
yang telah ia letakkan dihadapanku
sebelumnya. Jadilah secangkir kopi
pahit dengan aroma khas yang
menenangkanku. Rasa syukur tak
hentinya kupanjatkan pada Ilahi,
karena masih bisa menikmati
kesempurnaan kopi yang tersaji
dihadapanku. Terimakasih pula
pada mereka yang berperan dalam
secangkir kopi pahitku. Istriku yang
telah menyajikannya, pohon kopi,
buruh-buruh perkebunan yang
m e r a w a t d a n
memproduksi biji-biji
kopi tersebut hingga
menyulapnya menjadi bubuk-bubuk
beraroma, juga kepada para supir
yang mengantarkannya ke toko-
toko, abang penjual kopi eceran
serta kepada manusia pertama yang
menemukan ide menumbuk biji
kopi dan mencampurkannya dengan
gula, hingga tersajilah minuman
halal beraroma di meja kerjaku.
S e m o g a T u h a n m e l i h a t
kebahagiaanku dalam meneguk
secangkir kopi, lalu menempatkan
mereka di surga atas ini semua.
Penghujung Maret 2007
Empat puluh ribu rupiah,
begitulah jumlah nominal yang
tertera dalam amplop honorku
bulan ini. Bahkan amplopnya
terlihat lebih gagah dari isinya.
Empat puluh ribu rupiah dalam
sebulan, sebuah apresiasi luar biasa
untukku. Ya, tentu saja luar biasa,
yang bermakna tidak biasa.
Walaupun sebenarnya te lah
kukorbankan segala aktivitasku
demi bisa berkonsentrasi di tempat
yang kucintai namun sepertinya tak
mencintaiku itu.
65 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
Empat puluh ribu tak cukup untuk
600 gram susu termurah sekalipun,
tak juga memenuhi pembayaran
listrikku selama sebulan, bahkan tak
mencukupi ongkos kuliahku dalam
sehari. Empat puluh ribu perbulan,
yang be ra r t i i s t r i ku ha rus
mengeluarkan 1 .333 rupiah
perharinya. Sebuah angka luar biasa
untuk seseorang sepertiku.
Tuhan, jika memang aku
belum pantas kau tempatkan
ditempat yang layak, aku terima
segalanya sebagai sebuah ujian atau
bahkan teguran sekalipun. Namun,
apabila seharusnya dengan segala
kerja kerasku, aku pantas mendapat
lebih dan ada dari mereka yang
memperlambat, mempersulit serta
menimbang-nimbang perhitungan
f i n a n s i a l s e m a t a , m a k a
tampatkanlah mereka di nerakaMu
sebagai temanku disana. Kemudian,
sergahlah aku menjamah surgaMu
jauh sebelum mereka mencium
wanginya. Tempatkanlah mereka
ditempat terpanas yang Kau
janjikan dalam kitab-kitab Mu. Buat
mereka merasakan betapa aku
menahan haus karena sebotol air
mineral seharga lima ribu rupiah,
buat pula mereka lapar karena
semangkuk bakso berlabel sepuluh
ribu rupiah. Buatlah mereka
merasakan apa yang kurasakan,
Tuhan. Kutahan dahaga dan laparku
demi keutuhan empat puluh ribu
rupiah. Namun, jika memang aku
belum pantas mendapat penghasilan
yang lebih dan keputusan mereka
adalah adil untukku, maka izinkan
aku singgah di surgaku untuk
sekedar bersilaturahmi barang
setengah jam waktu surge. Lalu, saat
kopi-kopi surga itu dipenghujung
gelas, kembalikan mereka ketempat
yang telah Engkau janjikan.
Empat puluh ribu rupiah siang itu,
akan mengantarkanku menuju
kebahagiaan dan menjadi pelita
dalam kuburku kelak. Karena
Tuhan, mengutus seorang janda tua
berkain lusuh berkunjung kerumah
sederhanaku. Bercerita
panjang lebar tentang
kehidupannya yang
tampak tak hidup, ia
64Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
Malam yang sama, Pukul 19.30
I s t r i k u t e l a h b e r d i r i
diambang pintu, menyambut
k e p u l a n g a n k u d e n g a n
senyumannya. Secangkir kopi pahit
pesananku telah siap sedia dalam
cangkir tak bercorak. Bunyi
pemantik gas sedikit mengejutkan
putraku, untung saja ia tidak sampai
terjaga. Sepuluh menit berlalu, air
dingin pun bergejolak memanas.
Lalu dengan cekatan, istriku
menuangkannya persis ke cangkir
yang telah ia letakkan dihadapanku
sebelumnya. Jadilah secangkir kopi
pahit dengan aroma khas yang
menenangkanku. Rasa syukur tak
hentinya kupanjatkan pada Ilahi,
karena masih bisa menikmati
kesempurnaan kopi yang tersaji
dihadapanku. Terimakasih pula
pada mereka yang berperan dalam
secangkir kopi pahitku. Istriku yang
telah menyajikannya, pohon kopi,
buruh-buruh perkebunan yang
m e r a w a t d a n
memproduksi biji-biji
kopi tersebut hingga
menyulapnya menjadi bubuk-bubuk
beraroma, juga kepada para supir
yang mengantarkannya ke toko-
toko, abang penjual kopi eceran
serta kepada manusia pertama yang
menemukan ide menumbuk biji
kopi dan mencampurkannya dengan
gula, hingga tersajilah minuman
halal beraroma di meja kerjaku.
S e m o g a T u h a n m e l i h a t
kebahagiaanku dalam meneguk
secangkir kopi, lalu menempatkan
mereka di surga atas ini semua.
Penghujung Maret 2007
Empat puluh ribu rupiah,
begitulah jumlah nominal yang
tertera dalam amplop honorku
bulan ini. Bahkan amplopnya
terlihat lebih gagah dari isinya.
Empat puluh ribu rupiah dalam
sebulan, sebuah apresiasi luar biasa
untukku. Ya, tentu saja luar biasa,
yang bermakna tidak biasa.
Walaupun sebenarnya te lah
kukorbankan segala aktivitasku
demi bisa berkonsentrasi di tempat
yang kucintai namun sepertinya tak
mencintaiku itu.
65 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
Empat puluh ribu tak cukup untuk
600 gram susu termurah sekalipun,
tak juga memenuhi pembayaran
listrikku selama sebulan, bahkan tak
mencukupi ongkos kuliahku dalam
sehari. Empat puluh ribu perbulan,
yang be ra r t i i s t r i ku ha rus
mengeluarkan 1 .333 rupiah
perharinya. Sebuah angka luar biasa
untuk seseorang sepertiku.
Tuhan, jika memang aku
belum pantas kau tempatkan
ditempat yang layak, aku terima
segalanya sebagai sebuah ujian atau
bahkan teguran sekalipun. Namun,
apabila seharusnya dengan segala
kerja kerasku, aku pantas mendapat
lebih dan ada dari mereka yang
memperlambat, mempersulit serta
menimbang-nimbang perhitungan
f i n a n s i a l s e m a t a , m a k a
tampatkanlah mereka di nerakaMu
sebagai temanku disana. Kemudian,
sergahlah aku menjamah surgaMu
jauh sebelum mereka mencium
wanginya. Tempatkanlah mereka
ditempat terpanas yang Kau
janjikan dalam kitab-kitab Mu. Buat
mereka merasakan betapa aku
menahan haus karena sebotol air
mineral seharga lima ribu rupiah,
buat pula mereka lapar karena
semangkuk bakso berlabel sepuluh
ribu rupiah. Buatlah mereka
merasakan apa yang kurasakan,
Tuhan. Kutahan dahaga dan laparku
demi keutuhan empat puluh ribu
rupiah. Namun, jika memang aku
belum pantas mendapat penghasilan
yang lebih dan keputusan mereka
adalah adil untukku, maka izinkan
aku singgah di surgaku untuk
sekedar bersilaturahmi barang
setengah jam waktu surge. Lalu, saat
kopi-kopi surga itu dipenghujung
gelas, kembalikan mereka ketempat
yang telah Engkau janjikan.
Empat puluh ribu rupiah siang itu,
akan mengantarkanku menuju
kebahagiaan dan menjadi pelita
dalam kuburku kelak. Karena
Tuhan, mengutus seorang janda tua
berkain lusuh berkunjung kerumah
sederhanaku. Bercerita
panjang lebar tentang
kehidupannya yang
tampak tak hidup, ia
Online
66Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
bertutur bahwa cucunya tidak dapat mengikuti ujian sekolah
karena tak ada biaya. Air matanya menemani keluh kesahnya di
sore yang sudah tampak gelap karena awan mendung telah hadir
menaungi langit.
Sore itu, hujan semakin deras. Empat puluh ribu yang
kupunya pun berpindah ketangannya. Yah, telapak tangan seorang
janda tua yang lusuh dan kotor. Matanya memancarkan
kekosongan semata, ada luka tersirat disana, luka akan kerasnya
hidup yang telah ia lewati. Namun, lewat empat puluh ribu rupiah,
kekosongan itu seolah terisi, bibir keriputnya tertarik keatas
hingga membentuk sebuah senyuman terimakasih. Yah, hari ini
telah kutitipkan kebahagiaanku padanya. Empat puluh ribu
memang tak cukup untukku dan keluargaku menjalani hidup
dalam tiga hari, tapi cukup mampu membuat keluarga kecilku
tersenyum bahagia.
Wildan Fauzi Mubarock Lahir di Bogor 7 Desember 1994. Aktivitas saat ini adalah sebagai dosen di Universitas Pakuan Bogor.
Online
67 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Selamat idul fitri, bumiMaafkan kami
Selama iniTidak semesa-mena
Kami memperkosamu
Selamat idul fitri, langitMaafkanlah kami
Selama iniTidak henti-hentinya
Kami mengelabukanmu
Selamat idul fitri, mentariMaafkanlah kami
Selama iniTidak bosan-bosan
Kami mengaburkanmu
Selamat idul fitri, lautMaafkanlah kami
Selama iniKami mengeruhkanmu
Selamat Idul Fitri
A. Mustofa Bisri
Online
66Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
bertutur bahwa cucunya tidak dapat mengikuti ujian sekolah
karena tak ada biaya. Air matanya menemani keluh kesahnya di
sore yang sudah tampak gelap karena awan mendung telah hadir
menaungi langit.
Sore itu, hujan semakin deras. Empat puluh ribu yang
kupunya pun berpindah ketangannya. Yah, telapak tangan seorang
janda tua yang lusuh dan kotor. Matanya memancarkan
kekosongan semata, ada luka tersirat disana, luka akan kerasnya
hidup yang telah ia lewati. Namun, lewat empat puluh ribu rupiah,
kekosongan itu seolah terisi, bibir keriputnya tertarik keatas
hingga membentuk sebuah senyuman terimakasih. Yah, hari ini
telah kutitipkan kebahagiaanku padanya. Empat puluh ribu
memang tak cukup untukku dan keluargaku menjalani hidup
dalam tiga hari, tapi cukup mampu membuat keluarga kecilku
tersenyum bahagia.
Wildan Fauzi Mubarock Lahir di Bogor 7 Desember 1994. Aktivitas saat ini adalah sebagai dosen di Universitas Pakuan Bogor.
Online
67 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Selamat idul fitri, bumiMaafkan kami
Selama iniTidak semesa-mena
Kami memperkosamu
Selamat idul fitri, langitMaafkanlah kami
Selama iniTidak henti-hentinya
Kami mengelabukanmu
Selamat idul fitri, mentariMaafkanlah kami
Selama iniTidak bosan-bosan
Kami mengaburkanmu
Selamat idul fitri, lautMaafkanlah kami
Selama iniKami mengeruhkanmu
Selamat Idul Fitri
A. Mustofa Bisri
Selamat idul fitri, burung-burungMaafkanlah kami
Selama iniMemberangusmu
Selamat idul fitri, tetumbuhanMaafkanlah kami
Selama iniTidak puas-puas
Kami menebasmu
Selamat idul fitri, para pemimpinMaafkanlah kami
Selama iniTidak habis-habis
Kami membiarkanmu
Selamat idul fitri, rakyatMaafkanlah kami
Selama iniTidak sudah-sudah
Kami mempergunakanmu.
(1410/1990)
Online
68Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
Kami juga mengundang semua pembaca untuk mengirimkan karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya
(regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke
[email protected], atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra
Kami mengundang semua pembaca
Online
untuk memberi kritik dan saran
agar kami bisa lebih baik
Sebagai upaya melestarikan Majalah Online Kopi Sastra, kami pun mengundang para pembaca untuk turut serta membantu kami dengan
berdonasi kepada Majalah Online Kopi Sastra.
D o n a s iKlik!
69 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012
Selamat idul fitri, burung-burungMaafkanlah kami
Selama iniMemberangusmu
Selamat idul fitri, tetumbuhanMaafkanlah kami
Selama iniTidak puas-puas
Kami menebasmu
Selamat idul fitri, para pemimpinMaafkanlah kami
Selama iniTidak habis-habis
Kami membiarkanmu
Selamat idul fitri, rakyatMaafkanlah kami
Selama iniTidak sudah-sudah
Kami mempergunakanmu.
(1410/1990)
Online
68Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012Online
Kami juga mengundang semua pembaca untuk mengirimkan karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya
(regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke
[email protected], atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra
Kami mengundang semua pembaca
Online
untuk memberi kritik dan saran
agar kami bisa lebih baik
Sebagai upaya melestarikan Majalah Online Kopi Sastra, kami pun mengundang para pembaca untuk turut serta membantu kami dengan
berdonasi kepada Majalah Online Kopi Sastra.
D o n a s iKlik!
69 Edisi 2 / Thn. I / Agustus 2012