makalah ham pendidikan
TRANSCRIPT
Pembelajaran Berbasis Hak
Asasi Manusia
Sulaiman Zuhdi Manik
Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA)
Makalah pada Sosialisasi HAM bagi Tenaga Pendidik di Provinsi Aceh, KementerianHukum dan HAM RI, Kantor Wilayah Aceh, Banda Aceh 09 Februari 2011
Pengertian
• Pendidikan; usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
• Pembelajaran; proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (pasal 1 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
• Hak asasi manusia; seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dankeberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa danmerupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dandilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demikehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (pasal 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM)
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan(pasal 4 UU No. 20/2003 ttg Sisdiknas)
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH(PASAL 5 UU NO. 20/2003 TTG SISDIKNAS)
1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus
3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus
5. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat
Pasal 9 UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Setiap anak berhakmemperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangkapengembangan pribadinyadan tingkat kecerdasannyasesuai dengan minat dan
bakatnya
3 pilar utama pendidikan
Pemerintah sebagaipengada dan/atau badanpenyandang dana untuksekolah-sekolah negeri
Anak-anaksebagai pemegang
hak-hak ataspendidikan danterkait dengan
syarat-syarat wajibbelajar
Orang tua anak pendidikpertama dan
terlama
Kerangka Kerja Aksi Dakar (2000)
• Berisi pernyataan tegas; pendidikan merupakan hak
asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia;
dan memberikan penekanan tentang pentingnya aksi
pemerintah berbasis hak asasi untuk mencapai tujuan
Pendidikan untuk Semua
• Pendekatan berbasis hak asasi dalam pembangunan
pendidikan merupakan prasyarat untuk mewujudkan
Pendidikan untuk Semua
SKEMA 4-A• Available; agar pendidikan dapat disediakan penjaminan pendidikan
tanpa biaya dan wajib belajar bagi semua anak
• Accessible; agar pendidikan dapat dijangkau memprioritasikan
penghapusan diskriminasi sebagai mandat dari undang-undang hak asasi
manusia internasional -- Kerangka Kerja Aksi Dakar menekankan pada
penghapusan segala bentuk diskriminasi, dan memprioritaskan anak-anak
dengan kondisi keeksklusivitasan, lemah, marginal dan/atau berkelainan
• Acceptable; agar pendidikan dapat diterima mengacu pada mutu
pendidikan, dengan meringkas standar hak-hak manusia yang seyogianya
diterapkan dalam proses pembelajaran
• Adaptable; agar pendidikan dapat disesuaikan prinsip-prinsip utama
hak-hak anak, yaitu pendidikan perlu mengakomodasi dan menyesuaikan
minat utama setiap individu anak –bukan anak yang menyesuikan diri pada
silabus
Hubungan antara Pendidikan dan Hak Asasi
• Pendidikan dan hak-hak sebagai proses yang
berhubungan satu sama lain, hal yang satu akan
memperkuat hal yang lain
• Untuk dapat menjamin terakomodasinya minat utama
dari setiap anak, keberadaan hak-hak harus tercakup
dalam sistem pendidikan nasional maupun
internasional.
• Sekolah-sekolah dan kurikulum harus berorientasi
pada upaya penerapan seluruh hak manusia oleh
setiap anggota masyarakat
2 Isu penting
• Penghapusan pekerja anak
• Perkawinan anak di bawah umur
Ketentuan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO); usia
minimum meninggalkan sekolah adalah 14 tahun, dan
beberapa negara mengadopsi ketentuan tersebut dengan
menaikkan usia minimum menjadi 16 tahun.
5 Perjanjian inti HAM tentang hak atas pendidikan
1. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil danPolitik(International Covenant on Civil and Political Rights) –1966
2. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosialdan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) – 1966
3. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala BentukDiskriminasi Rasial (International Convention on the Elimination of Forms of Racial Discrimination) -- 1965
4. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasiterhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) --1979
5. Konvensi tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) --1989
Integrasi HAM dalam Pendidikan
• Kovenan internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Kebudayaan, bersama dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) sebagai
Perjanjian Internasional tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
• Tiga perjanjian internasional lain yang menjadi tolok ukur dalam upaya global mencapai
tujuan Pendidikan Untuk Semua (PUS) dan secara khusus untuk menghapus diskriminasi
dalam pendidikan yaitu: (1) Konvensi UNESCO tentang Penentangan Diskriminasi dalam
Pendidikan; (2) Konvensi tentang Penghapusan terhadap Diskriminasi Rasial; dan (3)
Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
• Fokus tujuan PUS adalah anak-anak sehingga diprioritaskan pada Konvensi tentang Hak-hak
Anak (KHA) memberi petunjuk umum terhadap usaha untuk memperbaiki akses
pendidikan bagi anak-anak, dan menjelaskan hak-hak anak yang seyogianya diterapkan di
bidang pendidikan.
• Keterkaitan antara pendidikan dan penghapusan kemiskinan, khususnya penghapusan pekerja
anak (1) Konvensi tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dan (2) Konvensi
tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak.
Keuntungan pendidikan berbasis HAM
• Melalui integrasi, semua strategi pendidikan akansaling terkait dengan seluruh HAM dan kebebasan-kebebasan yang bersifat mendasar, seperti halnya hakuntuk bekerja yang berperan penting dalam upayapenuntasan kemiskinan, hak untuk menikah danmembentuk suatu keluarga yang berdampak padaperubahan-perubahan demografi, dan hak untukberpartisipasi dalam politik yang menyorotpentingnya pendidikan untuk membangun seluruhmasyarakat.
Pembelajaran berbasis HAM:
1. Larangan Diskriminasi
• Bentuk-bentuk diskriminasi selama ini hanya sebatassuku, warna kulit, jenis kelamin, agama, atau opini politik
• Merujuk Konvensi Hak-Hak Anak; penting diperhatikananak-anak yang lahir dari perkawinan yang tidaksah/korban perkosaan, pengidap HIV/AIDS, kelompok minoritas atau memiliki kelainan
• Terdapat cara-cara lain yang memungkinkan anak untukdidiskriminasi, misalnya ketika mereka bukan beradadalam kelompok umur yang secara hukum dilindungi; yang usianya terlalu muda kemungkinan akan akanditolak untuk diterima bersekolah, demikian halnya bagimereka yang terlalu tua juga akan ditolak
Konvensi Hak Anak
• Mengakui adanya kebutuhan khusus dari anak yang
memiliki tingkat kesulitan belajar tertentu. Harus ada
langkah untuk menjamin anak-anak yang memiliki
tingkat kesulitan belajar tertentu memiliki akses yang
efektif atas pendidikan
• Anak-anak penduduk asli atau minoritas; suku
bangsa, agama, bahasa, atau penduduk asli tidak
boleh diabaikan haknya untuk berinteraksi dengan
anggota lain dalam kelompoknya, menikmati
budayanya, mengakui dan menjalankan agamanya
atau menggunakan bahasanya
2. Proses Belajar Mengajar• Hasil belajar yang diharapkan cenderung direfleksikan dalam definisi-
definisi berbasiskan mutu. Ditinjau dari perspektif pendidikan berdasarkanhak asasi manusia (HAM), bawaan (intake) dan dampak (impact) perludimasukkan ke dalam kerangka kerja standar (masukan-proses-hasilbelajar), sehingga kerangka kerjanya menjadi intake-input-process-outcome-impact
• Perjanjian-perjanjian internasional HAM belum sampai pada pendefinisianpendidikan bermutu; hal ini diserahkan kepada setiap negara. HukumHAM internasional hanya mendefinisikan fungsi-fungsi yang harusdipenuhi oleh pendidikan (seperti penghapusan terhadap diskriminasi, dantujuan-tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan)
• Indikator-indikator yang telah dikembangkan untuk memantau pendidikandari perspektif HAM dan kemajuan yang dicapai oleh berbagai negaraberbeda. Terungkap perbedaan antar dan dalam negara, di satu sisi, disejumlah sekolah tidak mempunyai perlindungan kesehatan dankeselamatan lingkungan, dan banyak gurunya yang tidak terlatih dan seringtidak dibayar, sedangkan di sisi lain terdapat banyak sekolah yang berhasilbaik dalam tes hasil belajar yang diselenggarakan secara internasional.
Penilaian terhadap situasi yang ada
sekarang dalam konteks HAM
• Tidak ada sistem pendidikan yang mampu
mengembangkan potensi anak sepenuhnya apabila
sekolahnya kekurangan peralatan, gedung
rusak, tidak aman dan gurunya tidak terlatih
• Penghapusan diskriminasi tidak dapat dicapai melalui
pendidikan bila anak-anak dari kelompok minoritas
belajar di sekolah-sekolah berkualitas rendah
Prinsip Pokok Konvensi Hak Anak
• Pendidikan harus direncanakan dan dilaksanakan
berdasarkan minat anak, memerlukan identifikasi dan
penghilangan faktor-faktor penghambat belajar anak.
• Faktor-faktor ini mencakup bahasa pengantar yang
bukan bahasa si anak, atau kurikulum yang tidak
sesuai dengan usia anak.
• Karena itu, pada saat pendaftaran diperlukan
identifikasi dan pencatatan data anak yang terkait
dengan proses pembelajaran
3. Media Pembelajaran
• Fokus dari Kerangka Kerja Aksi Dakar tentang
pendidikan dengan bahasa ibu telah menjelaskan
kendala utama anak dalam belajar
• Apabila anak tidak mengerti bahasa
pengajaran, tidak akan terjadi proses belajar
• Selanjutnya KHA menekankan pentingnya
pengajaran menggunakan bahasa ibu selama
pendidikan awal, dengan menegakkan hukum HAM
internasional ”dengan penjaminan perlakuan
sama, setiap individu berhak mempelajari bahasanya
sendiri selain bahasa resmi
4. Metode Pembelajaran dan evaluasi
• Ada jurang lebar antara pencapaian tujuan pendidikan denganpraktek pembelajaran untuk membuat anak-anak menghafalteks-teks agar lulus ujian karena keterbatasan fasilitas ataukualitas guru rendah
• Masih banyak hanya memperhatikan pengembangan kognitif(logika). Pembelajaran bersifat hafalan: dogmatis dan tidakmengarah pada pemahaman dan pembentukan karakter
• Penilaian dengan soal yang sama dan merata dengan tidakmemperhatikan kemampuan peserta setiap didik yang berbeda
• Evaluasi hendaknya tidak membuat anak kehilangan hakmemperoleh pendidikan, atau mengalami tekanan dalamproses evaluasi tersebut
• Lebih umum; penilaian secara nasional dengan berbagaikeragaman, kekurangan dan potensi disetiap lokasi, apakahtepat dilakukan?
5. Penerapan disiplin
•Mengajar Vs Menghajar
•Disiplin Vs Kekerasan
• Metode-metode mengajar yang menggunakan
hukuman fisik sebagai motivasi tidak cocok dengan
tujuan inti pendidikan
• Kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan
Kekerasan terhadap anak
• Semua bentuk perlakuan salah secara fisik dan/atau
emosional, penganiayaan seksual, penelantaran, atau
eksploitasi secara komersial atau lainnya yang
mengakibatkan gangguan nyata ataupun potensial
terhadap perkembangan, kesehatan, dan
kelangsungan hidup anak ataupun terhadap
martabatnya dalam konteks hubungan yang
bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan
Negara-negara yang melarang
hukuman fisik di sekolah
• AfrikaSelatan, Albania, Andora, Armenia, Austria, Azerbaijan, Bahrain, Belanda, Belarus, Belgia, Bosnia dan Herzegovina, Bulgaria, Burkina Faso, China, Ciprus, Denmark, El Salvador, Eritria, Estonia, Ethiopia, Filipina, Fiji, Finlandia, Georgia, Jerman, Guinea Bissau, Honduras, Hongkong, Hongaria, Indonesia, Inggris, Iran, Irak, Irlandia, Islandia, Israel, Italia, Jepang, Kamerun, Kazakhstan, Kenya, Kolumbia, Kongo, KostaRika, Kroasia, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Macedonia, Malawi, Maladewa, Malta, Mauritius, Mesir, Moldova, Monaco, Mongolia, Namibia, Norwegia, Oman, Perancis, Polandia, Portugal, Qatar, RepublikCheko, Republik Dominika, Republik Korea, Rusia, Samoa, San Marino, Selandia Baru, Serbia, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Sri Lanka, Suriname, Swedia, Switzerland, Taiwan, Thailand, Trinidad danTobago, Turki, Uganda, Ukraina, Uzbakistan, Yunani, Zambia, Zimbabwe
Studi Budiartati (1992), mengungkapkan
• Anak-anak yang dibesarkan di lingkungan keras dan
kasar akan membentuk watak
indolen, pasif, inferior, tercekam stigma mentalitas
rendah diri, pasif, agresif, eksploitatif dan mudah
protes atau marah. Dalam kondisi parah ini, tata nilai
yang akan ditanamkan akan sulit karena oto-
aktivitas, rasa percaya diri, pengandalan diri sendiri
hampir punah, hingga timbul mental ”primitif” dan
”sindrom kemiskinan”.
Dua hal dalam mempertimbangkan keparahan akibat
kekerasan yang dialami anak
• Bukan saja ditentukan tingkat luka tertentu tapi juga
oleh usia anak. Sesuatu yang tidak membahayakan
bagi orang dewasa belum tentu tidak membahayakan
bagi anak.
• Hubungan si pelaku dengan anak. Jika anak dipukul
orang yang dicintai, luka batin yang dialaminya jauh
lebih menyakitkan dibandingkan jika dilakukan orang
lain (dalam Irwanto: 2000)
6. Anak berkebutuhan khusus
• Anak cacat anak berkebutuhan khusus (dengan
tingkat kesulitan belajar tertentu) Perlu ada proses
pembelajaran sesuai kebutuhan anak, bukan
memaksakan anak menyesuaikan diri terhadap sistem
• HAM Internasional mensyaratkan pengakuan anak
sebagai individu-individu
• Kurangnya akses terhadap pendidikan bermutu akan
menjauhkan dari lapangan kerja mempercepat dan
meningkatkan kemiskinan
NILAI DAN PRINSIP MENDASAR:
• Persamaan (equality)
• Keadilan (justice)
• Kemerdekaan (freedom)
• Martabat manusia (dignity)
• Universalitas (universality)
• Tak dapat dikecualikan (inalienability)
• Tak dapat dipisahkan (indivisibility)
• Tidak diskriminatif (non-discriminative)
MenujuSekolah Ramah Anak [SRA]
Sekolah Berbasis HAM
Dalam SRA sekolah menjadi:
Tempat yang nyaman dan kondusif bagi anakuntuk melangsungkan proses pembelajaran
• Harus dapat memberikan kesenangan, keleluasaan ataukebebasan kepada anak untuk melakukan pengembangan diridan berekreasi secara optimal
• Hal ini akan melahirkan rasa suka dan termotifasi untukberkreatifitas sesuai bakat dan minatnya dan akhirnya akandapat membangun kesadaran kritis menuju masyarakat yang kritis dan mandiri
Sekolah bebas dari segala bentuk tindakkekerasan terhadap anak, baik fisik dannon fisik
Selama ini kekerasan hanya difahami jikadilakukan secara fisik padahal kekerasan non
fisik sangat menyakitkan bagi anak
• Sekolah seharusnya tidak semena-mena membuataturan dan kebijakan yang mengekang kebebasanberpikir anak
• Sekolah adalah wadah untuk mencapai harapan dancita-cita hingga sekolah seharusnya menjadi sahabatyang selalu dicintai dan disenangi
Prinsip-prinsip SRA
Anak sebagaipusat
Pembelajaran
Kelangsunganhidup dan tumbuh
kembang anak
Partisipasianak
Tidak melakukandiskriminasi dalam
bentuk apapun
Mengutamakankepentingan
terbaik bagi anak
1. Sikap terhadap murid
a. Penerapan norma agama, sosial dan budaya
setempat
b. Kasih sayang kepada murid, memberikan
perhatian bagi mereka yang lemah dalam
proses belajar
c. Saling menghormati antar murid, antar
tenaga kependidikan dan sesama warga
sekolah
2. Methode pembelajaran
• Proses pembelajaran menyenangkan: siswa tidak merasa
terpaksa, takut atau rendah diri
• Proses pembelajaran efektif melalui metode
kreatif, variatif dan inovatif
• Penggunaan alat bantu
• Kooperatif & interaktif baik belajar individu/kelompok
• Partisipatif, guru sebagai fasilitator
• Pelibatan dalam berbagai aktifitas untuk
mengembangkan kompetensi (praktek)
3. Penataan kelas
• Anak dilibatkan dalam panataan kelas. Penataan bangkuberbaris ke belakang membatasi kreatifitas anak dalaminteraksi dan kerja diskusi kelompok.
• Anak dilibatkan dalam menentukan warna dinding ataudekorasi dinding kelas sehingga murid menjadi betahdidalam kelas
• Murid dilibatkan dalam memajang hasil karyamurid, hasil ulangan/ test, bahan ajar dan buku sehinggaartistik dan menarik
• Bangku dan kursi sebaiknya ukurannya disesuaikandengan ukuran postur anak Indonesia serta mudah digeserguna mencipatakan kelas yang dinamis
4. Lingkungan sehat
1. Gagasan/pendapat anak menentukan terhadap
lingkungan sekolah (warna dinding, hiasan, kotak
saran, majalah dinding, taman-kebun sekolah, dll)
2. Tersedia fasilitas air bersih, hygiene dan
sanitasi, fasilitas kebersihan dan fasilitas kesehatan
3. Fasilitas sanitasi seperti kamar mandi disesuaikan
dengan postur dan usia anak
4. Ada peraturan mendukung kebersihan dan kesehatan
yang disepakati, dikontrol dan dilaksanakan semua
murid
5. Bebas kekerasan
• Ada kebijakan sekolah: Bebas dari segala bentuk
kekerasan
• Kebijakan tersebut disusun bersama-sama dengan
anak, disosiliasikan dan dilaksanakan bersama
6. Peran orang tua
• Keterlibatan orang tua dalam mengawasi sekolah
baik terhadap keberadaan sekolah, harapan dan cita-
cita anak serta kualitas pendidikan yang didapat
anak, yang tidak semata-mata diukur dari
kemampuan akademis
7. Lingkungan masyarakat
• Lingkungan/masyarakat turut menciptakan
suasana yang aman dan kondusif sebagai
manifestasi dari rasa kepedulian terhadap
sekolah yang merupakan akses anak untuk
tumbuh dan berkembang sesuai bakat dan
minat anak, sehingga akan tumbuh menjadi
generasi yang cerdas dan kritis sehingga dapat
menjawab tantangan yang ada
ilingkungan/masyarakatnya
Rudolf Dreikurs menawarkan langkah menuju
SRA1. Jadilah guru yang tidak lagi sebagai penguasa kelas/mata
pelajaran atau mata pelajaran (mapel), tetapi pembimbingkelas/mapel.
2. Kurangi kelantangan suara dan utamakan keramah-tamahansuara
3. Kurangi sebanyak mungkin nada memerintah dan digantiajakan
4. Hindarkan sebanyak mungkin hal-hal yang menekan siswa5. Hal-hal yang menekan diganti dengan memberi motivasi
sehingga bukan paksaan yang dimunculkan, tetapi memberistimulasi
6. Jauhkan sikap guru yang ingin “menguasai” siswa karenalebih baik ialah mengendalikan. Hal itu terungkap bukandengan kata-kata mencela, tetapi kata-kata guru yang membangun keberanian/kepercayaan diri siswa
7. Guru hendaknya menjauhkan diri dari hanya mencari-cari kesalahansiswa, tetapi akuilah prestasi sekecil apa pun yang dihasilkan siswa
8. Guru sering berkata, “Aku yang menentukan, kalian menurut saja apaperintahku,” gantilah dengan “Aku anjurkan/minta, mari kalian ikutmenentukannya juga.
9. Perubahan sikap guru tak akan banyak berarti jika tidak terusdikomunikasikan kepada siswa, kepala sekolah, orangtua siswa, danpihak lain, seperti polisi.
10. Guru hendaknya memberi tahu (dan mengajak siswa) tentang pentingnyagerakan anti kekerasan di sekolah. Sekecil apa pun tindak kekerasanterhadap siswa harus didiskusikan dan dicari penyelesaiannya. Laporanadanya tindak kekerasan juga perlu diakomodasi cepat dan jangandibiarkan/tertunda sampai hari berikut.
11. Langkah lebih lanjut yang lebih jitu adalah libatkan siswa menyusunperaturan sekolah atau mendaftar perilaku yang baik yang harusditunjukkan, baik oleh guru maupun siswa, setiap saat. Melibatkan siswamembuat rambu-rambu atau aturan pasti akan membuahkan hal yang amat mengejutkan bagi banyak guru.
SRA dan MBS
•Konsep Sekolah Ramah Anak (SRA)
melengkapi Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah
•SRA bukan mengganti, tetapi menuju
ke arah lebih baik
•SRA bukan membatasi dan mendikte
guru