makalah infeksi jamur.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Infeksi jamur pada kulit ada 4, yaitu tinea pedis, tinea korporis, tinea capitis,
dan tinea cruris. Dari keempat jamur tersebut dapat mengganggu sistem integument
manusia. Ada banyak factor resiko yang dapat menyebabkan kulit terinfeksi keemppat
jamur tersebut. Masing-mmasing infeksi jamur itu memiliki cirikas yang berbeda.
Tinea pedia atau ringworn of the foot adalah infeksi dermatifia pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit
menular yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Tinea capitis adalah infeksi
superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatophyta (biasanya spesies Microsporum dan
Trichophyton), menyerang folikel rambut di kulit kepala dan sekitar kulit. Tinea Cruris
adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat
bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit.
Oleh karena banyaknya jamur yang dapat menginfeksi kulit sehingga
mengganggu kesehatan system integument maka penulis tertarik untuk memberi judul
asuhan keperawatan infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea capitis, dan tinea
cruris.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan tinea
cruris?
2. Bagaimanakah etiologi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan
tinea cruris?
3. Bagaimanakah patofisiologi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis,
dan tinea cruris?
4. Bagaimanakah woc dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan
tinea cruris?
5. Apa-apa sajakah manifestasi klinis dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris?
6. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis,
tinea kapitis, dan tinea cruris?
1
7. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris?
9. Bagaimanakah pencegahan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis,
dan tinea cruris?
10. Bagaimana Asuhan kepeawatan pasien dengan infeksi jamur tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis,
dan tinea cruris
2. Untuk mengetahui etiologi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis,
dan tinea cruris
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris
4. Untuk mengetahui woc dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan
tinea cruris
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis,
tinea kapitis, dan tinea cruris
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari infeksi jamur tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris
7. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris
9. Untuk mengetahui pencegahan dari infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris
10. Untuk mengetahui Asuhan kepeawatan pasien dengan infeksi jamur tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Infeksi Jamur Tinea Pedis
A. Defenisi
Tinea pedia atau ringworn of the foot adalah infeksi dermatifia pada
kaki, terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan infeksi jamur
yang paling sering terjadi. Penyebabnya yang paling sering adalah Trichophyton
rubrum yang memberikan kelainan menahun. Paling banyak ditemukan diantar jari
ke-4 dan ke-5, dan sering kali meluas kebawah jari dan sela-sela jari lain. Oleh
karena daerah ini lembab, maka sering terlihat maserasi berupa kulit putih dan
rapuh. Jika bagian kulit yang mati ini di bersihkan, maka akan terlihat kulit baru,
yang pada umumnya juga telah diserang jamur.
Jamur dapat tumbuh jika ada faktor kelembaban. Sedangkan jari jari kaki
sangat mudah terkena infeksi janur dikarenakan kaki lebih mudah berkeringat,
memakai sepatu tertutup dalam keseharian, serta kaus kaki kurang dijaga
kebersihannya, jadi infeksi jamur memang berhubungan dengan kebersihan dan
keringat (Budimulya, 2006)
B. Etiologi
Epidermophyton, trichophyton, microsporum, dan C. albicans yang
ditularkan secara kontak langsung atau tidak langsung. (Siregar, 2005)
C. Patofisiologi
Spesies jamur penyebab tinea pedis tersering adalah trichophyton
rubrum, trichophyton mentagrophytes dan epidermophyton floccosum. penyebaran
jamur jamur tersebut tergantung dari sumber infeksi yaitu berasal dari manusia lain,
hwan, tanah.
3
Pada manusia T. Rubrum memiliki sifat sifat anthropophilic, ectothirx
dan tes urease negatif.selain itu, T.rubrum juga menghasilkan keratinase yang dapat
meliliskan lapisan keratin pada stratum kaoneum kulit sehingga dapat timbul
skuama. Kerusakan yang terjadi pada startum koeneum ini, maka jamur akan dapat
dengan mudah masuk menginvasi pada jaringan yang lebih dalam dan dapat
menyebabkan reaksi peradangan lokal, yang menimbulkan pula beberapa gejala
tambahan lain seperti deman, gatal kemerahan dan nyeri. Gejala dapat pula di
perparah dengan infeksi sekunder karena bakteri.
Tinea pedis menyukai bagian kulit yang sering lembab dan basah. Serta
beberapa faktor lain yaitu memakai sepatu tertutup dalam waktu lama yang
menyebabkan keringat berlebih sehinga menambah kelembababn di daerah sekitar
kaki. Selain itu, pemakaian kaus kaki, khususnya kaus kaki yang bersala dari bahan
yang tidak mudah menyerap keringat juga dapat menambah kelembaban.
Kondisi ekonomi rendah diikuti status gizi buruk serta daya tahan tubuh
terhadap penyakit merupakan faktor pendukung yang saling berpengaruh pada
infeksi jamur. Selain itu faktor kebersihan pribadi yang kurang di jaga ikut
mendukung timbulnya infeksi jamur karena jamur dapat tumbuh.
D. Manifestasi Klinis
Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering
ditemukan adalah:
1. Bentuk interdigitalis yang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi
serta erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih,
dapat berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat
meluas ke bawah jari dan telapak kaki.
2. Bentuk hiperkeratosis menahun yaitu terjadi penebalan kulit disertai sisik
terutama pada tumit, telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi dapat
berupa bercak dengan skuama putih agak mengkilat, melekat, dan relative tidak
meradang. Lesi umumnya setempat, akan tetapi dapat bergabung sehingga
mengenai seluruh telapak kaki, sering simetris dan disebut moccasin foot.
3. Bentuk vesikular subakut yaitu kelainan timbul pada daerah sekitar jari
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki, disertai rasa gatal yang
4
hebat. Bila vesikel pecah akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut
koloret. Bila terjadi infeksi akan memperberat keadaan sehingga terjadi
erysipelas.
D. Komplikasi
a. Selulitis
Infeksi tinea pedis, terutam , a tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis.
Selulitis dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan
infeksi bakteri pada daerah subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi
sekunder pada luka. Faktor predisposisi selulitis adalah trauma, ulserasi dan
penyakit pembuluh darah perifer. Antibiotik yang dapat digunakan berupa
ampisillin, golongan beta laktam ataupun golongan kuinolon.
b. Tinea Ungium
Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan biasanya
dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum
merupakan jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal,
pecah-pecah, dan tidak berwarna yang merupakan dampak dari infeksi jamur
tersebut.
c. Dermatofid
Dermatofid juga dikenal sebagai reaksi “id”, merupakan suatu penyakit
imunologik sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya. Hal ini dapat
menyebabkan vesikel atau erupsi pustular di daerah infeksi sekitar palmaris
dan jari-jari tangan. Reaksi dermatofid bisa saja timbul asimptomatis dari
infeksi tinea pedis. Komplikasi ini biasanya terkena pada pasien dengan
edema kronik, imunosupresi, hemiplegia dan paraplegia, dan juga diabetes.
Tanpa perawatan profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali.(4,12)
E. WOC
(terlampir)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tinea menurut Mansjoer Arief (2000).
a. Diagnosis yang tepat
5
b. Penentuan obat dilakukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan,
daerah yang terkena yakni lokasi dan luas lesi. Stadium penyakit (akut atau
kronis), jamur penyebab, karena adanya perbedaan kepekaan terhadap obat,
serta harga sehingga dapat ditentukan apakah akan diberikan obat oral,
topikal, atau pun kombinasi.
c. Mengefektifkan cara penggunaan obat :
Obat-obat sistemik dan topikal yang digunakan antara lain :
Sistemik :
1) Griseofulvin
Bersifat pungistatik dan bekerja hanya terhadap dermatofit.Dosis 0,5 -1
gram untuk orang dewasa dan 0,25 -0,5 gram untuk anak-anak sehari atau
10-25 mg/ kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyebab, dan
keadaan komunitas.Obat diberikan sampai gejala klinis membaik. Biasanya
lebih kurang 1 bulan. Efeksampingnya ringan,misalnya sakit kepala mual
atau diare dan reakasi fotosensitifitas pada kulit.
2) Golongan asol
Ketokonasol efektif untuk dermatofitosis.Pada kasus-kasus resisten
terhadap griseofulfin, obat tersebut dapat diberikan 200mg /hari selama 3-4
minggu pada pagi hari setelah makan.Ketokonasal merupakan kontra
indikasi untuk pasien kelainan hati.. Pada tinea ungulium dengan dosis 400
mg perhari selama seminggu tiap bulan dalam 2-3 bulan
Penatalaksanaan keperawatan:
a.Menghilangkan atau mencegah fakto predisposisi. Fakttor tersebut antara lain
adalah kelembabapan karena keringat atau lingkungan yang panas, iritasi oleh
baju, orang sakit yang berbaring lama, friksi lipatan kulit pada orang gemuk,
imunitas rendah.
b. Manghilangkan sumber penularan baik dari manusia, hewan,tanah
maupun benda disekeliling yang mengandung elemen jamur. Spora dermatofit
dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama.
6
c.Mengoptimalkan kepatuhan pasien dengan menerangkan perjalan penyakitnya,
pemilihan obat yang tepat dapat diterima oleh pasien, dan bila dianggap perlu
diterangkan juga tentang biaya pengobatan.
2.2 Teori Infeksi Jamur Tinea Korporis
A. Definisi Tinea Corporis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk,misalnya stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku yang
disebabkan jamur golongan dermatofita. Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit
menular yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Penyakit kulit ini
mempunyai banyak sekali nama lain, yaitu tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende
flechte, kurap, herpes sircine trichophytique, atau ringworm of the body. ( Dr.
Fransisca S. K. 2009).
Tinea Corporis mengacu pada infeksi jamur superfisial pada daerah
kulit halus tanpa rambut, kecuali telapak tangan, telapak kaki. Dinamakan Tinea
Corporis karena berdasarkan bagian tubuh yang terkena, yaitu di badan dan anggota
badan; disebabkan oleh golongan jamur Epidermophyton, Trichophyton, dan
Microsporum.
B. Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas
fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp,
Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa
menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling umum adalah Trichophyton
Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes. (Saraswati, hal. 2)
Jamur geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapatmenyebabkan
radang yang moderat pada manusia. Golongan jamur ini antaralain adalah Microsporum
gypseum dan Microsporum fulvum. Jamur zoofilik merupakan jamur yang hidup pada
hewan (Tjioe Chiang Weng. 2012).
7
C. Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama
perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk
bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban,
kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit.
Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik. Yang
kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan spora harus
berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat
daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase
dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan
maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam
dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika m=begitu jamur mencapai lapisan terdalam
epidermis.
Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi
dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan
peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita.pada pasien yang belum
pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi
minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema
dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan
bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi
dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi
tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap
transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan
menjadi sembuh.
D. WOC
Terlampir
8
E. Manifestasi Klinis
1. Penderita merasa gatal, kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam
effloresensi kulit (polimorfi).
2. Bagain tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan) tampak lebih jelas dari pada
bagian tengah.
3. Lesi bulat atau lonjong berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-
kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi.
4. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif
yang sering disebut dengan central healing.
5. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan.
6. Kelainan pada sela paha.
7. Lesi berbentuk bulat dengan pinggir meninggi dan bersisik, bagian tengah agak
cekung dan sering bebas dari peradangan.
8. Sangat gatal, terutama saat berkeringat
9. Pada kepala : Lesi berupa bercak-bercak kebotakan kadang-kadang meradang
jelas, kadang-kadang tidak meradang
10. Pada kuku : Penebalan kuku/jaringan dibawah kuku, lama-lama kuku akan
rusak dan lepas
F. Penatalaksanaan
a. Umum
1. Menjaga kebersihan badan.
2. Memakai pakaian yang menyerap keringat.
b. Khusus
Sistemik
1) Antihistamin
2) Griseofulvin,dosis anak-anak: 15-20 mg/Kg berat badan/hari.dosis dewasa:
500-1000 mg per hari selama 3-4 minggu.
9
3) Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu.
4) Ketokonazol 200 mg/hari selama 3 minggu.
5) Terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu.
2.3 Teori Infeksi Jamur Tinea Kapitis
A. Definisi Tinea Capitis
Tinea capitis adalah infeksi superfisial yang disebabkan oleh jamur
dermatophyta ( biasanya spesies Microsporum dan Trichophyton), menyerang
folikel rambut di kulit kepala dan sekitar kulit (Higgins et al, 2000). Penyakit ini
juga sering dikenal dengan istilah ringworm of the scalpatau fungal infection of the
scalp. Penyakit ini terbentuk dari mikosis superficial atau dermatofitosis.
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Ringkasnya, tinea kapitis adalah
dermatofitosis pada scalp dan rambut.
B. Epidemiologi dan Insidensi Tinea Capitis
Kenaikan prevalensi kejadian Tinea Capitis dilaporkan di banyak pada
daerah urban, terutama sekali pada anak-anak keturunan afro-karibian. Walaupun
jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi penyebab
lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom. Kasus – kasus di
perkotaan biasanya didapatkan dari teman bermain atau anggota keluarga.
Kepadatan penduduk, hygiene yang buruk dan malnutrisi protein memudahkan
seseorang mendapatkan penyakit ini.
Tinea capitis adalah penyakit yang dominan dialami oleh anak-anak,
sementara pada orang dewasa kasus ini jarang terjadi meskipun kejadiannya
mungkin dapat dijumpai pada pasien – pasien tua. Insidensi Tinea capitis paling
sering di jumpai pada anak anak usia 3 sampai 14 tahun. Sementara itu, Tinea
kapitis terjadi lebih dari 92,5 % dari dermatofitosis pada anak – anak berumur
kurang dari 10 tahun. Di Indonesia sendiri angka insidensi dermatofitosis yang
tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan sangat bervariasi, dimulai dari prosentase
terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 %
(Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis.
C. Etiologi Tinea Capitis
10
Tinea Capitis disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus
Trichophyton dan Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T.
mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii, M. canis, M. ferrugineum. Penyebab
tinea capitis ini berbeda – beda berdasarkan letak geografis. Di Amerika Serikat
penyebab terbanyak ialah Trichophyton tonsuran dan Microsporum canis. Di
Eropa, Amerika Selatan, Australia, Asia, dan Afrika Utara, tinea kapitis umumnya
disebabkan M.canis. Sementara itu T.violaceummenjadi penyebab tinea kapitis
terbanyak di India , sebagian Eropa dan Afrika, sedangkan M.ferrugineum adalah
penyebab terbanyak di Jepang, Cina, Korea, dan Afrika Selatan. Di Indonesia
sendiri tinea kapitis terbanyak disebabkan T. Rubrum dan T. Mentagrophytes.
(Budimuljia,2004)
D. Patofisiologi dan Patogenesis Tinea Capitis ( WOC terlampir )
Tinea Capitis disebabkan oleh jamur dari spesies Trichophyton dan
Microsporum. Tinea Capitis merupakan infeksi dermatofit yang paling umum
terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. Agen penyebab tinea capitis termasuk
jamur keratinofilik dermatofit. Jamur ini biasanya ada pada lapisan tanduk kulit
yang sudah mati dan kandang-kadang mampu menembus lapisan kulit yang paling
dalam, stratum korneum, atau bagian bagian kulit yang telah terkeratinisasi lainnya
yang diturunkan dari kulit, seperti rambut dan kuku.
Menurut elewski (1996) jamur penyebab tinea kapitis secara invivo
hidup pada keratin yang terbentuk lengkap pada bagian rambut yang sudah mati.
Jamur menyebabkan keratolisis karena adanya enzim keratinase, walaupun banyak
juga jamur penghasil keratinase yang tidak menyebabkan tinea kapitis
(Epidermophyton floccosum, T.concentricum dll). Rockman (1990)
mengemukakan bahwa insiden tinea kapitis pada anak prapubertas terjadi karena
menurunnya asam lemak dalam sebum. Infeksi dimulai dengan invasi dermatofita
melalui perifolikuler stratum korneum, hifa tumbuh kedalam folikel dan
berkembang membentuk rangkaian spora dan berhenti tiba – tiba pada pertemuan
antar sel yang berinti dan yang mempunyai keratin tebal.(Budimulja, 2004)
E. Manifestasi Klinis Tinea Capitis
11
Tinea kapitis mempunyai gejala klinis bervariasi mulai dari karier
asimptomatik, alopesia tanpa peradangan, alopesia dengan blackdot, kerion dengan
peradangan dan alopesia yang mirip furunkulosis bakterial, serta gambaran seperti
dermatitis seboroik (Budimulja, 2001). Gejala klinis ini bervariasi tergantung pada
agen etiologisnya. Namun secara umum, tanda dan gejala Tinea Kapitis yang
mungkin timbul adalah :
1.Benjolan atau gumpalan berisi nanah
2. Kerontokan rambut pada daerah yang terkena
3. Rasa gatal di sekitar daerah yang terkena
4. Ruam berwarna merah dan bersisik pada kulit kepala
Gambar 1. Gejala Tinea Capitis
F. Pemeriksaan Klinis Tinea Capitis
1. Pengambilan specimem
Daerah yang terinfeksi di kerok mengunakan skalpel tumpul sampai
pada daerah rambut yang terinfeksi, akar rambut yang patah dan kulit kepala
yang terinfeksi.
2. Pemeriksaan mikroskopis dan Kultur
Pahan rambut yang rontok beserta akarnya dan kerokan kulit kepala
dimasukkan ke dalam larutan potasium hidrosxida 10-30% dan di lihat
dibawah cahaya mikroskop hasil positif apabila pada specimen tersebut
terlihat hifa atau spora.
3. Pemeriksaan Lampu Wood
Biasanya digunakan untuk infeksi ectothrix misalnya yang disebabkan
oleh M.canis, M.rivaliery dan M.audouinii, yang menyebabkan rambut
12
terlihat berwarna hijau terang dibawah lampu wood. Apabila terinfeksi
T.schoenleinii menunjukkan warna hijau muda atau biru keputihan
4. Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan ini menggunakan cara biopsi kulit pada rambut yang
terinfeksi menggunakan bahan histokimia untuk memudahkan identifikasi
jamur penyebab.
G.Penatalaksanaan dan Pencegahan Tinea Capitis
Tujuan dari penanganan tinea capitis ini adalah untuk mencapai klinis
dan micology obat secepat mungkin. Secara umum pada gangguan ini digunakan
dua jenis penatalaksanaan, yaitu :
1. Topikal
Penanganan secara topical saja tidak direkomendasikan untuk pengobatan tinea
tinea capitis. Namun hal tersebut mungkin dapat mengurangi penularan kepada
orang lain dalam tahap awal pengobatan secara sistemik. Selenium sulfide dan
providone iodine shampoo di gunakan 2 kali seminggu, dapat mengurangi spora
dan diasumsikan dapat mengurangi infektivitas
2. Oral
a. Griseofulvin
merupakan fungistatik, dan menghambat sintesis asam nukleat, menghambat
pembelahan sel pada metafase dan mempengaruhi sintesis dinding sel
jamur. Juga merupakan antiinflamasi
b. Terbinafine
bekerja pada membran sel jamur dan merupakan fungisida. Efektif terhadap
semua dermatofit. Obat ini sama efektifnya dengan gliserofulvin, aman bagi
pengobatan ruam pada kulit kepala yang disebabkan oleh Trichophyton sp.
c. Flukonazol
d. Ketokonazol.
e. Pengobatan tambahan
Steroid / antibiotik / antihistamin, penggunaan kortikosteroid(baik
secara oral atau topikal) untuk varietas inflamasi,misalnya kerions, reaksi
13
inflamasi hebat controversial untuk digunakan, tapi dapat membantu
mengurangi gatal dan ketidaknyamanan.
2.4 Teori Infeksi Jamur Tinea Cruris
A. Pengertian tinea cruris
Menurut Budimulja (1999), Siregar R.S. (2004), Graham-Brown (2008),
Murtiastutik (2009), dan Berman (2011) Tinea kruris adalah penyakit
dermatofitosis (penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk) yang
disebabkan infeksi golongan jamur dermatofita pada daerah kruris (sela paha,
perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Tinea kruris merupakan salah satu bentuk mikosis superfisialis yang
tergolong ke dalam kelompok dermatofitosis. Istilah dermatofitosis didefinisikan
sebagai sebuah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis (epidermomikosis), rambut (trikomikosis), serta
kuku (onikomikosis). Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum
dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada
daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain (Rasad, Asri, Prof.Dr.
2005).
Berikut ini adalah gambar predileksi terjadinya Tinea kruris :
Siregar R.S., 2004) Gambar 2.1. Predileksi Tinea Kruris
B. Etiologi tinea cruris
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan
jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin (Budimulja, 1999). Menurut
Emmons (1934) dalam Budimulja (1999), dermatofita termasuk kelas Fungi
14
imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton
floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2004).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena
mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini
dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis (Boel, 2003).
C. Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat
ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini
menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim
keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya
kelainan di kulit adalah:
a.Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula
satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-
bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang
15
rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha
bagian dalam.
b.Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha,
sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.
d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah
sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e.Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
D. Woc
Terlampir
E. Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesis, tinea kruris umumnya ditandai dengan adanya
keluhan gatal. Sifat keluhan dapat terjadi secara akut, namun umumnya subakut
atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur
hidup.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, kelainan yang ditemui memiliki batas
yang tegas dan terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit / polimorfik. Lesi
awal dapat berupa lesi eritematosa kecil beserta vesikel dan skuama yang
menyebar hingga umumnya berupa plak eritematosa / hiperpigmentasi /
kecoklatan berukuran besar, berbatas tegas, disertai skuama. Predileksi awal
adalah pada paha bagian atas sisi dalam kemudian mennyebar ke paha bagian
bawah, perineum, serta anus, namun jarang untuk mengenai skrotum.
Di samping itu, ditemukan pula gambaran central healing, dengan
bagian tepi lesi cenderung akan lebih aktif dibandingkan bagian tengahnya, yaitu
dalam bentuk tanda peradangan yang lebih jelas ataupun papul dan pustul. Bila
penyakit terjadi secara menahun, dapat ditemukan gambaran bercak hitam disertai
16
skuama. Apabila lesi digaruk, dapat pula muncul temuan erosi diikuti pengeluaran
cairan dan apabila terjadi secara kronik dapat terjadi perubahan ke arah liken
simpleks kronikus.
Gambaran Klinis Tinea Kruris
F. Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang
lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi
kulit.
G.Penatalaksanaan
1. Terapi topikal
Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung
agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka
perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.Berikut obat yang sering digunakan :
a) Topical azol terdiri atas: Econazol 1 %, Ketoconazol 2 %, Clotrimazol
1%, Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara
menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol
membran sel jamur.
b) Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan
ergosterol membran sel jamur, yaitu naftifine 1%, butenafin 1%.
Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan
hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
c) Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal
dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.
1.2,4,9,10
2. Terapi sistemik
a) Griseofulvin.
17
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis
adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan
topikal tidak ada perbaikan.
b) Ketokonazol.
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari
– 2 minggu pada pagi hari setelah makan
c) Flukonazol.
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
d) Itrakonazol.
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas,
bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik
maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat
diminum bersama dengan makanan.
e) Amfoterisin B. Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi
oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi
rendah akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga.
Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang
membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol. 1.2,4,9,10
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Pedis
A. Pengkajian
1) Anamnesa
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering
terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran
kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas
pasien. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada
keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana,
ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu
perawat yang mengkaji.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
4. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2) Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan
i. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
ii. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
iii. Lingkungan yang kurang sehat
iv. Hygiene personal yang kurang
b. Pola Nutrisi /Metabolik
i. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali sehari
makan
ii. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
19
iii. Jenis makanan yang disukai.
c. Pola Eliminasi
i. Sering berkeringat
ii. Tanyakan pola perkemihan
d. Pola Aktifitas dan Latihan
i. Pemenuhan sehari –hari terganggu
e. Pola Kognitif – Persepsi
i. Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
ii. Mimpi buruk
f. Pola istirahat tidur
i. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
g. Pola persepsi dan konsep diri
i. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
h. Pola peran hubungan
i. Frekuensi interaksi berkurang
i. Pola seksual
i. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
ii. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
j. Nilai kepercayaan
i. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. Diagnosa keperawatan
NO NANDA NOC NIC
1. Kerusakan
Integritas Kulit b.d
adanya lesi
Data
penunjang :Tu
rgor kulit
jelek,tampak
ada
lesi,pustule.
Integritas Jaringan :Kulit
dan Membran Mukosa
Sensasi IER
Pigmentasi IER
Warna IER
Tekstur IER
Penyembuhan luka:
Tujuan Primer
Pengeringan
Pengawasan Kulit
Amati
warna,kehangatan(suhu)
,bengkak,getaran,tekstur
,edema,dan nanah pada
ekstremitas
Periksa
kemerahan,perubahan
suhu yang ekstrim,atau
20
Klien
mengatakan
bahwa kulit
kepalanya
gatal,dan
memerah
Purulensi
Pengeringan serosa
dari luka
Pengurangan drainase
dari luka
Pengeringan
seroanginosa dari
luka
Penyembuhan luka: tujuan
sekunder
Pengeringan purulensi
Pengeringan serosa
Pengurangan drainase
Pengeringan Seroanginosa
Pengurangan area kuit
kemerahan
Bau Luka
Ukuran Luka
drainase dari kulit dan
membrane mukosa
Pantau infeksi,
khususnya pada daerah
edematous
Pantau kelainan
kekeringan dan
kelembaban kulit
Catat perubahan kulit
atau membrane mukosa
Perawatan luka
Cukur rambut
sekitar area yang
rusak
Bersihkan dengan
sabun antibakterial
Bersihkan area yang
rusak pada air
mengalir
Gunakan salep kulit
dengan tepat
2 NYERI AKUT KONTROL NYERI Menilai factor penyebab Recognize lamanya
Nyeri Gunakan ukuran
pencegahan Penggunaan mengurangi
nyeri dengan non analgesic
Penggunaan analgesic yang tepat
Gunakan tanda –tanda vital memantau perawatan
Laporkan tanda / gejala
MANAJEMEN NYERI
Lakukan penilaian nyeri
secara komprehensif
dimulai dari lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas dan penyebab.
Pastikan pasien
mendapatkan perawatan
dengan analgesic
21
nyeri pada tenaga kesehatan professional
Gunkan sumber yang tersedia
Menilai gejala dari nyeri
Pertimbangkan pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
Tentukan dampak nyeri
terhadap kehidupan sehari-
hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood,
hubungan sosial,
performance kerja dan
melakukan tanggung jawab
sehari-hari
Tentukan tingkat kebutuhan
pasien yang dapat
memberikan kenyamanan
pada pasien dan rencana
keperawatan
Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri, bagaimana
kejadiannya, mengantisipasi
ketidaknyamanan terhadap
prosedur
Kontrol faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada
pasien (suhu ruangan,
pencahayaan, keributan)
3.2 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Korporis
A. Pengkajian
1) Anamnesa
22
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang
sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai
gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai
identitas pasien. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada
keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana,
ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu
perawat yang mengkaji.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
4. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
b) Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan
i. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
ii. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
iii. Lingkungan yang kurang sehat
iv. Hygiene personal yang kurang
b. Pola Nutrisi /Metabolik
i. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali
sehari makan
ii. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
iii. Jenis makanan yang disukai.
c. Pola Eliminasi
i. Sering berkeringat
ii. Tanyakan pola perkemihan
d. Pola Aktifitas dan Latihan
23
i. Pemenuhan sehari –hari terganggu
e. Pola Kognitif – Persepsi
i. Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
ii. Mimpi buruk
f. Pola istirahat tidur
i. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
g. Pola persepsi dan konsep diri
i. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
h. Pola peran hubungan
i. Frekuensi interaksi berkurang
i. Pola seksual
ii. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
iii. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
j. Nilai kepercayaan
ii. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. NANDA, NOC dan NIC
NO NANDA NOC NIC
1. Kerusakan
Integritas Kulit b.d
adanya lesi
Data
penunjang :Tu
rgor kulit
jelek,tampak
ada
lesi,pustule.
Klien
mengatakan
bahwa kulit
kepalanya
gatal,dan
Integritas Jaringan :Kulit
dan Membran Mukosa
Sensasi IER
Pigmentasi IER
Warna IER
Tekstur IER
Penyembuhan luka:
Tujuan Primer
Pengeringan
Purulensi
Pengeringan serosa
dari luka
Pengurangan drainase
dari luka
Pengawasan Kulit
Amati
warna,kehangatan(suhu)
,bengkak,getaran,tekstur
,edema,dan nanah pada
ekstremitas
Periksa
kemerahan,perubahan
suhu yang ekstrim,atau
drainase dari kulit dan
membrane mukosa
Pantau infeksi,
khususnya pada daerah
edematous
24
memerah Pengeringan
seroanginosa dari
luka
Penyembuhan luka: tujuan
sekunder
Pengeringan purulensi
Pengeringan serosa
Pengurangan drainase
Pengeringan Seroanginosa
Pengurangan area kuit
kemerahan
Bau Luka
Ukuran Luka
Pantau kelainan
kekeringan dan
kelembaban kulit
Catat perubahan kulit
atau membrane mukosa
Perawatan luka
Cukur rambut
sekitar area yang
rusak
Bersihkan dengan
sabun antibakterial
Bersihkan area yang
rusak pada air
mengalir
Gunakan salep kulit
dengan tepat
2. Gangguan Konsep
Diri (body image) b.d
perubahan
penampilan
Body image positif
a. Mampu
mengidentifikasi
kekuatan personal
b. Mendiskripsikan
secara faktual
perubahan fungsi
tubuh
c. Mempertahankan
interaksi sosial
d. Adaptasi terhadap
kemampuan fisik
e. Penghargaan diri
f. Klien menilai
keadaan dirinya
Peningkatan Citra Diri
Tentukan harapan
gambaran diri pasien
berdasarkan tahapan
perkembangan
Gunakan bimbingan
antisipasi untuk
mempersiapkan pasien
terhadap perubahan
tubuh yang dapat di
prediksi
Pantau apakah pasien
bisa melihat perubahan
bagian tubuh
Monitor frekuensi
25
terhadap hal-hal yang
realistik tanpa
menyimpang
g. Klien dapat
menyatakan dan
menunjukkan
peningkatan konsep
diri
h. Klien dapat
menunjukkan
adaptasi yang baik
dan menguasai
kemampuan diri.
statement diri yang kritis
binHubungan saling
percaya antara perawat-
klien
Body image enhancement
Kaji secara verbal dan
nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
Monitor frekuensi
mengkritik dirinya
3.3 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Kapitis
A. Pengkajian
1) Anamnesa
5. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang
sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai
gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai
identitas pasien. Keluhan Utama
6. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada
keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana,
ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu
perawat yang mengkaji.
7. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
8. Riwayat psikososial
26
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
b) Pola Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan
i. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
ii. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
iii. Lingkungan yang kurang sehat
iv. Hygiene personal yang kurang
b. Pola Nutrisi /Metabolik
i. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali
sehari makan
ii. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
iii. Jenis makanan yang disukai.
c. Pola Eliminasi
i. Sering berkeringat
ii. Tanyakan pola perkemihan
d. Pola Aktifitas dan Latihan
i. Pemenuhan sehari –hari terganggu
e. Pola Kognitif – Persepsi
i. Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
ii. Mimpi buruk
f. Pola istirahat tidur
i. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
g. Pola persepsi dan konsep diri
i. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
h. Pola peran hubungan
i. Frekuensi interaksi berkurang
i. Pola seksual
ii. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
iii. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
k. Nilai kepercayaan
27
iii. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. NANDA, NOC dan NIC
NO NANDA NOC NIC
1. Kerusakan
Integritas Kulit b.d
adanya lesi
Data
penunjang :Tu
rgor kulit
jelek,tampak
ada
lesi,pustule.
Klien
mengatakan
bahwa kulit
kepalanya
gatal,dan
memerah
Integritas Jaringan :Kulit
dan Membran Mukosa
Sensasi IER
Pigmentasi IER
Warna IER
Tekstur IER
Penyembuhan luka:
Tujuan Primer
Pengeringan
Purulensi
Pengeringan serosa
dari luka
Pengurangan drainase
dari luka
Pengeringan
seroanginosa dari
luka
Penyembuhan luka: tujuan
sekunder
Pengeringan purulensi
Pengeringan serosa
Pengurangan drainase
Pengeringan Seroanginosa
Pengurangan area kuit
kemerahan
Bau Luka
Ukuran Luka
Pengawasan Kulit
Amati
warna,kehangatan(suhu)
,bengkak,getaran,tekstur
,edema,dan nanah pada
ekstremitas
Periksa
kemerahan,perubahan
suhu yang ekstrim,atau
drainase dari kulit dan
membrane mukosa
Pantau infeksi,
khususnya pada daerah
edematous
Pantau kelainan
kekeringan dan
kelembaban kulit
Catat perubahan kulit
atau membrane mukosa
Perawatan luka
Cukur rambut
sekitar area yang
rusak
Bersihkan dengan
sabun antibakterial
Bersihkan area yang
rusak pada air
mengalir
28
Gunakan salep kulit
dengan tepat
1.4 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Cruris
1. Pengkajian keperawatan
a.Pengumpulan Data
Aktivitas/ istirahat
Tanda: klien tampak gelisah
Integritas ego
Gejala: klien mengatakan stress terhadap penyakit
Tanda: tampak murung
Hygiene
Gejala:
- klien mengatakan kurang dalam merawat kebersihan dirinya
- klien mengatakan lukanya memerah dan bau
Tanda: klien nampak kotor dan bau, lesi nampak berisik
Integritas kulit
Gejala: klien mengatakan gatal pada lukanya
Tanda: tampak adanya pustule eritema, lesi nampak kasar
Kenyamanan
Gejala: klien mengatakan malu dengan kondisi badannya
Tanda: nampak sering menutup daerah lukanya
Pengetahuan/ pemahaman
Gejala: klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya.
b. Pengelompokkan Data
Data Subyektif
- klien mengatakan gatal pada lukanya
- klien mengatakan malu dengan kondisi badannya
- klien mengatakan lukanya memerah dan bau
- klien mengatakan kurang dalam merawat kebersihan dirinya
- Klien mengatakan kurang mengetahui tentan penyakitnya
Data Obyektif
29
- klien tampak gelisah
- tampak murung
- klien tampak kotor dan bau
- lesi tampak kasar
- lesi tampak bersisik
- tampak adanya pustule, erytema, lesi
c. Pengkajian Fisik
Pengkajian Kulit
a. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan yang terang dan hangat, pemeriksa menggunakan
penlight untuk menyinari lesi sehingga pemeriksa akan melihat apakah keadaan
kulit pasien, meliputi: Warna kulit, kelembaban kulit, tekstur kulit, lesi,
vaskularisasi, mobilitas kondisi rambut serta kuku. Turgor kulit, edema, warna
kebiruan, sianosis (hipiksia seluler) dapat dilihat pada ekstremitas dan dasar
kuku, bibir, membran mukosa. Ikterus (kulit yang menguning) akibat kenaikan
bilirubin, skelera membran mukosa, perubahan vaskular (petekie), ekimosis.
b. Palpasi
Dalam melakukan tindakan ini pemeriksa harus menggunakan sarung tangan,
guna melindungi dari terpaparnya penyakit pasien. Tindakan ini dimaksudkan
untuk memeriksa: Turgor kulit, edem, elastisitas kulit
2 . Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC
No. NANDA NOC NIC
1. Perubahan
kenyamanan (nyeri,
gatal)
Tujuan:
Pasien akan
mempertahankan tingkat
kenyamanan selama
dalam perawatan
Kriteria hasil:
Pasien akan menunjukan
nyeri dan gatal berkurang
setelah tindakan
Intervensi yang dilakukan :
Teliti keluhan nyeri
tentang lokasi, intensitas
khusus (skala 0-10).
Catat faktor peningkatan
nyeri. Beri lingkungan
tenang
Dorong teknik relaksasi
(bimbingan imajinasi,
30
keperawatan 1 x 24 jam. visualisasi) aktivitas
hiburan (radio & TV)
Pertahankan perawatan
kulit, dengan teknik
septik aseptik
Kolaborasi untuk
pemberian analgetik
(memperidin)
2. Gangguan integritas
kulit berhubungan
dengan kerusakan
permukaan kulit,
karena
destruksinlapisan kulit
Tujuan:
Menunjukkan regenerasi
jaringan.
Kriteria hasil:
Mencapai penyembuhan
tepat waktu pada area luka
bakar.
Intervensi yang dilakukan :
Kaji, catat: warna,
kedalaman, luas luka.
Berikan perawatan luka
secara cepat, dan
kontrol infeksi (balutan
basah, topical)
Kolaborasi untuk insisi
(bila terdapat abses/
furunkel)
Mencegah perluasan
infeksi
Pendidikan kesehatan
31
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Infeksi jamur pada kulit ada 4, yaitu tinea pedis, tinea korporis, tinea capitis,
dan tinea cruris. Masing-masing infeksi jamur tersebut memiliki etiologi, anifes,
komplikasi dan patofisiologi yang berbed-beda meskipun mereka sejenis
Tinea pedia atau ringworn of the foot adalah infeksi dermatifia pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit
menular yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Tinea capitis adalah
infeksi superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatophyta (biasanya spesies
Microsporum dan Trichophyton), menyerang folikel rambut di kulit kepala dan sekitar
kulit. Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.
infekssi Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit..
4.2 Saran
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas penulis ingin memberikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Agar perawat sebagai insan kesehatan dapat memahami apa itu infeksi jamur
tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris, penyebabnya,
pejalanan penyakitnya, tanda dan gejalanya serta penatalaksaan medisnya.
2. Kepada teman-teman mahasiswa keperawatan agar dapat menggali
pengetahuan lebih dalam lagi mengenai apa itu infeksi jamur tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris, penyebabnya, pejalanan penyakitnya,
tanda dan gejalanya serta penatalaksaan medisnya.
32