makalah jung
DESCRIPTION
Journal about Jung theoryTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI JUNG DAN GAMBARAN UMUM PSIKOLOGI ANALITIS
Jung dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswil dan meninggal pda tanggal 6 Juni 1961 di
Kusnach, Swiss. Ia adalah lulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Basle pada tahun 1900. Pada tahun
1923 ia berhenti menjadi dosen untuk mengkhususkan dirinya dalam riset-riset. Sejak 1906 ia mulai menulis
surat kepada Sigmund Freud yang baru dijumpainya pertama kali pada tahun 1907. Pertemuan pertama
tersebut sangat mengesankan kedua pihak, sehingga terjadi persahabatan antar keduanya. Jung dianggap
sebgaai orang yang patut menggantikan Freud di kemudian hari.
Doktrin Jung yang dikenal dengan Psikologi Analitis sangat dipengaruhi oleh mitos, mistisisme,
metafisika, dan pengalaman religius. Ia percaya bahwa hal ini dapat memberikan keterangan yang
memuaskan sifat spiritual manusia. Individuasi adalah inti ajaran Jung. Individuasi adalah kemungkinan yang
terdapat dalam manusia dimana psike individual dapat mencapai perkembangan yang lengkap dan utuh.
Proses individuasi berpangkal dari keseluruhan psike. Suatu organisme yang bagian - bagian individualnya
dikoordinir oleh sistem relasi komplementer, saling mengimbangi dan mengembangkan kematangan
kepribadian. Jung menekankan pentingnya fungsi religius dari psike. Penekanan relasi fungsi religius ini
dapat membawa gangguan psikis, sedangkan perkembangan religius adalah satu komponen integral dari
proses individuasi.
Tingkatan Psike
Jung menekankan bahwa bagian yang paling penting dari ketidaksadaran seseorang bukanlah
berasal dari pengalaman personal, melainkan dari keberadaan manusia di masa lalu. Konsep ini yang disebut
Jung sebgai ketidaksadaran kolektif. Poin penting dari teori Jung adalah kesadaran dan ketidaksadaran
personal.
1. Kesadaran
Menurut Jung, kesadaran (conxious) merupakan hal yang dapat dirasakan oleh ego, sementara
ketidaksadaran tidak memiliki keterkaitan dengan ego. Jung meihat ego sebagai pusat dari kesadaran,
tetapi bukan merupakan inti dari kesadaran itu sendiri. Ego bukanlah keseluruhan dari kepribadian dan
harus dipenuhi oleh diri (self). Ego juga merupakan aspek kedua dari kesadaran diri. Sehingga, kesadaran
memainkan peranan yang relatif kecil dalam psikologi analitis. Psikologi analitis yang dikemukakan oleh
Jung lebih menekankan pada penjelajahan kesadaran psike seseorang yang menyebabkan
ketidakseimbangan psikologis.
2. Ketidaksadaran Personal
Ketidaksadaran Personal (personal unconsious) merangkum seluruh pengalaman yang terlupakan,
ditekan, atau dipersepsikan secara subliminal pada seseorang. Ketidaksadaran tersebut mengandung
ingatan dan impuls pada masa silam, kejadian yang terlupakan, serta berbagai pengalaman yang
disimpan dalam alam bawah sadar. Ketidaksadaran kita dibentuk oleh pengalaman individual.
Ketidaksadaran personal ada yang dapat diingat secara mudah atau sulit, namun ada juga beberapa
bagian yang jauh dari jangkauan kesadaran manusia. Menurut Jung ketidaksadaran personal ini disebut
dengan kompleks. Kompleks merupakan akumulasi dari kumpulan gagasan yang diwarnai dengan
perasaan.
3. Ketidaksadaran Kolektif
Kebalikan dari ketidaksadaran personal yang dihasilkan dari pengalaman individu biasanya disebut
dengan ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran kolektif (collective unconcious), sudah mengakar dari
masa lalu leluhur seluruh makhluk hidup. Hal ini mempresentasikan konsep Jung yang paling terkenal
dan mungkin yang paling penting. Isi fisik yang menyertai ketidaksadaran kolektif diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya sebagai sebuah kondisi psikis yang potensional. Isi dari ketidaksadaran
kolektif ini tidak diam begitu saja, melainkan ia aktif dan mempengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan
seseorang. Ketidaksadaran kolektif bertanggung jawab terhadap kepercayaan terhadap agama, mitos
serta legenda. Hal tersebut juga memunculkan “impian besar”, yaitu mimpi yang memiliki arti di luar
jangkauan impian seseorang dan dipenuhi kepentingan manusia pada setiap waktu dan tempat.
a) Arketipe
Arketipe (archetype) adalah bayangan bayangan leluhur atau arkaik (archaic) yang datang dari
ketidaksadaran kolektif. Arketipe bersifat sama dengan kompleks karena mereka merupakan
kumpulan bayangan-banyangan yang diasosiasikan dan diwarnai dengan sangat kuat oleh
perasaan. Perbedaannya, kompleks merupakan komponen ketidaksadaran personal yang
diindividuasi, sedangkan arketipe merupakan konsep yang umum dan muncul dari
ketidaksadaran kolektif. Arketipe harus dibedakan dari insting. Jung mendefinisikan insting
sebagai ketidaksadaran impuls fisik pada tindakan, sedangkan arketipe adalah pasangan psikis
dari sebuah insting. Arketipe tidak dapat muncul sendiri, tetapi ketika aktif arketipe muncul
dalam beberapa bentuk, kebanyakan muncul dalam bentuk mimpi, fantasi, dan delusi. Ia sering
kali memuculkan fantasinya dengan membayangkan dirinya menuju luar semesta (cosmic abbys)
yang sangat dalam. Pada saat tersebut, ia dapat meraskan bayangan dan mimpinya. Kemudian,
ketika ia mulai memahami bahwa bayangan mimpi dan bentuk fantasinya adalah arketipe,
pengalaman-pengalaman ini menjadi sangat bermakna dan sama sekali baru. Mimpi merupakan
sumber utama material arketipe.
b) Persona
Sisi kepribadian yang ditunjukkan orang kepada dunia disebut persona. Pemilihan istilah ini
sangat tepat karena mengacu pada topeng yang digunakan oleh pemain teater pada masa itu.
Jung percaya bahwa setiap manusia terlibat dalam peranan tertentu yang dituntut oleh sosial.
Meskipun pesona merupakan sisi yang penting dalam kepribadian kita, sebaiknya kita tidak
mencampurkan bagian yang ditampilkan di depan publik dengan diri kita. Jika kita terlalu dekat
dengan persona, maka kita akan membangun ketidaksadaran mengenai individualitas dan
dibatasi dalam proses mencapai realisasi diri. Agar sehat secara psikologis, Jung percaya bahwa
kita harus bisa mempertahankan keseimbangan antara harapan sosial dengan kepribadian kita
yang sebenarnya.
c) Bayangan
Merupakan arketipe dari kegelapan dan represi yang menampilkan kualitas-kualitas yang tidak
kita akui keberadaannya serta berusaha disembunyikan dari diri kita sendiri dan orang lain. Kita
lebih mudah memproyeksikan sisi gelap kepribadian kita dengan melihat kejelekan dan sifat
jahat pada orang lain yang tidak ingin kita lihat pada diri sendiri. Untuk dapat menguasai
kegelapan dalam diri, kita dapat mencapai “realisasi bayangan”. Tetapi, kebanyakan dari kita
tidak pernah menyadari bayangan. Kita hanya meneliti sisi baik kepribadian kita. Orang yang
tidak menyadari bayangannya, tidak mempunyai kekuasaan dan mengarah pada kehidupan
tragis, serta secara terus-menerus berada dalam “peruntungan buruk”, sehingga individu tidak
mendapatkan dukungan untuk diri mereka sendiri.
d) Anima
Seperti Freud, Jung juga percaya bahwa semua manusia secara psikologis bersifat biseksual dan
memiliki sisi maskulin dan feminim. Sisi feminim seorang pria terbentuk dalam ketidaksadaran
kolektif sebagai arketipe dan menetap di kesadaran. Beberapa pria dapat mengenali animanya.
Seorang pria harus melampaui batasan intelektualnya, jatuh ke bagian terdalam
ketidaksadarannya dan menyadari sisi feminim dari kepribadiannya. Jung berpendapat bahwa
anima berasal dari pengalaman seseorang pria dengan wanita (ibu, kakak perempuan, dan
kekasih) yang digabungkan untuk membentuk gambaran umum mengenai wanita. Dalam
perjalanannya, konsep umum ini menjadi bagian dalam ketidaksadaran kolektif dalam semua
pria sebagai arketipe anima. Anima dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam hubungan pria -
wanita dan juga merupakan faktor yang berperan dalam pikiran pria tentang seorang wanita
yang memikat secara mistis. Anima merupakan penjelasan untuk perasaan-perasaan tertentu
yang tidak masuk akal pada pria. Selama mengalami hal ini, seorang pria tidak pernah mengakui
bahwa sisi feminim ini sedang menguasai dirinya.
e) Animus
Arketipe maskulin pada wanita disebut animus. Bila anima mempresentasikan mood dan
perasaan yang irasional, animus merupakan simbol dari proses berpikir dan bernalar. Animus
mampu mempengaruhi proses berpikir seorang wanita, yang sebenarnya tidak dimiliki oleh
seorang wanita. Dalam hubungan pria - wanita, seorang wanita memiliki risiko untuk
memproyeksikan pengalaman antara leluhurnya dengan ayah, saudara laki-laki, atau anak laki-
laki terhadap pria yang tidak diharapkan. Jung percaya bahwa animus bertanggung jawab dalam
proses berpikir dan berpendapat seorang wanita, sama dengan anima yang menghasilkan
perasaan dan mood seorang pria. Animus juga merupakan penjelasan mengapa perempuan
terkenal dengan proses berpikir yang valid dan objektif, Seperti anima, animus juga muncul
dalam bentuk mimpi, penampakan, dan fantasi yang dilebih-lebihkan.
f) Great Mother
Ibu Agung (great mother) dan orang tua bijak (the wise old man) adalah dua arketipe yang
diturunkan dari anima dan animus. Setiap orang, baik pria maupun wanita memiliki arketipe
great mother. Konsep yang sudah ada mengenai ibu ini selalu dikaitkan dengan perasaan positif
dan negatif. Great Mother menampilkan dua dorongan yang berlawanan. Pada satu sisi,
dorongan untuk kesuburan dan pengasuhan serta sisi lain, kekuatan untuk menghancurkan.
Perlu diingat bahwa Jung melihat ibunya sebagai seorang yang menakutkan, konservatif, dan
kejam. Oleh karena great mother juga merupakan representasi dari kekuatan dan kehancuran,
maka ia juga kerap disimbolkn sebagai Godmother, Tuhan Ibu (Mother of God), Ibu Alam
(Mother Nature), Ibu Pertiwi (Mother Earth), Ibu Tiri, atau Penyihir.
g) Wise Old Man
Orang tua yang bijak (wise old man) merupakan arketipe dari kebijaksanaan dan keberartian
yang menyimbolkan pengetahuan manusia akan misteri kehidupan. Arti dari arketipe ini tidak
disadari dan tidak dapat secara langsung dialami oleh seorang individu. Di dalam mimpi, arketipe
wise old man muncul dalam bentuk ayah, kakek, guru, filsuf, pembimbing spiritual, dokter, atau
pendeta. Ia akan tampil dalam cerita dongeng sebagai seorang raja, penasihat yang bijak, atau
penyihir yang akan datang menolong tokoh protagonis dan melalui kekuatan kebijakannya, ia
akan membantu tokoh tersebut untuk keluar dari berbagai kesulitan dan petulangannya.
h) Pahlawan
Arketipe pahlawan (hero) direpresentasikan sebagai seorang yang sangat kuat, bahkan
terkadang merupakan bagian dari Tuhan, yang memerangi kejahatan dalam bentuk naga,
monster, atau iblis. Pada akhirnya, seorang pahlawan kerap dikalahkan oleh seseorang atau
sesuatu yang sepele. Saat pahlawan yang tampil mengalahkan karakter jahat, mereka
membebaskan kita dari perasaan tidak berdaya dan kesengsaraan. Pada saat yang sama, mereka
juga menjadi model kepribadian yang ideal bagi kita. Asal mula pahlawan bermula dari masa
awal sejarah manusia hingga timbulnya kesadaran. Pencapaian dari kesadaran merupakan satu
dari sekian asal-usul pencapaian yang besar dan arketipe mengenai seorang pahlawan yang
memenangi pertempuran mempresentasikan kemenangan dalam mengatasi kegelapan atau
masalah.
i) Diri
Jung mempercayai bahwa setiap orang memiliki kecenderungan untuk bergerak menuju
perubahan, kesempurnaan, dan kelengkapan. Ia menyebut disposisi bawaan ini sebagai diri
(self). Diri merupakan gabungan dari berbagai macam jenis arketipe karena sifatnya yang
menarik arketipe lain dan menyatukan kesemuanya dalam sebuah realisasi diri (self realization).
Seperti arketipe lainnya, arketipe ini memiliki komponen kesadaran dan personal, tetapi itu
semua sebagian besar dibentuk oleh gambaran-gambaran ketidaksadaran kolektif. Sebagai
sebuah arketipe, diri disimbolkan sebagai ide seseorang akan kesempurnaan, keutuhan, dan
kelengkapan. Akan tetapi, simbol yang utuh dari semua itu adalah sebuah mandala yang
diperlihatkan sebagai sebuah lingkaran, sebuah persegi dalam lingkaran, atau bentuk kosentris
lainnya. Elemen-elemen yang saling bertentangan tersebut kerap kali direpresentasikan dengan
sebuah simbol yin dan yang dimana diri biasanya disimbolkan dengan mandala.
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Jung berpendapat bahwa struktur psike tidaklah statis, melainkan dinamis dalam gerak yang terus
menerus. Dinamika ini disebabkan oleh energi psikis yang oleh Jung disebut libido. Libido tersebut tidak lain
berasal dari intensitas kejadian psikis, yang hanya dapat diketahui lewat peristiwa – peristiwa psiki.
1. Arah dan Intensitas Energi
a) Arah Energi: Progresi dan Regresi
Gerak energi mempunyai arah dan gerakan. Hal itu dapat dibedakan antara gerak progresif dan
gerak agresif. Gerak progresif adalah gerak ke arah kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian
yang terus – menerus terhadap tuntutan – tuntutan kehidupan sadar. Sedangkan, gerak regresif
terjadi apabila gagalnya penyesuaian secara sadar dan karenanya membangunkan ketidaksadaran.
Hal ini dapat berakibat individu kembali kepada fase perkembangan yang telah dilewatinya, atau
menderita neurosis, atau bila terjadi pembalikan total dimana ketidaksadaran masuk ke ranah
kesadaran maka orang yang bersangkutan akan menderita psikosis. Apabila progresi terjadi atas
dasar keharusan menyesuaikan diri terhadap dunia luar, maka regresi terjadi atas keharusan
penyesuaian dengan batin sendiri.
b) Intensitas Energi : Gambaran
Bentuk khusus manifestasi energi di dalam jiwa adalah gambaran. Gambaran itu adalah hasil fantasi
yang menonjolkan bahan – bahan dari ketidaksadaran menjadi gambaran seperti yang terdapat pada
mimpi. Dalam mimpi itu gambaran merupakan lambang – lambang yang isi atau maknanya
tergantung kepada banyak sedikitnya energi. Gambaran yang sama pada konteks yang pertama
merupakan pemegang peran utama, dapat pada konteks lain hanya memegang peran tidak penting.
2. Kasualitas vs Teleologi
Ide tentang tujuan membimbing dan mengarahkan nasib manusia pada haikikatnya merupakan
penjelasan teleologis dan penjelasan finalistis. Pandangan kausalitas menyatakan bahwa peristiwa-
peristiwa sekarang ini adalah akibat atau hasil pengaruh dari keadaan atau sebab sebelumnya. Masa
sekarang tidak hanya ditentukan oleh masa lampau (kausalitas) tetapi juga ditentukan oleh masa depan
(teleologi).
TIPE PSIKOLOGIS
Jung mengenali berbagai jenis psikologi dan menemukan kesatuan dari dua sikap dasar serta empat fungsi
yang terpisah.
1. Sikap
Sikap adalah suatu kecenderungan untuk bereaksi atau beraksi dalam sebuah karakter. Setiap orang
memiliki kedua sisi sikap yaitu introversi dan ekstroversi.
a) Introversi
Introversi adalah aliran energi psikis ke arah dalam energi orentasi subjektif. Introvert memiliki
pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri mereka dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan
persepsi yang bersifat individu. Orang seperti ini akan menerima dunia luar dengan sngat selektif dan
subjektif mereka.
b) Ekstraversi
Ekstraversi adalah sebuah sikap yang menjelajah aliran psikis ke arah luar diri sehingga orang yang
bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari subjektif.
2. Fungsi
Kedua sisi dari sikap (introversi dan ekstroversi) dapat di kombinasikan dengan satu atau lebih dari
empat fungsi dan membentuk delapan kemungkinan orientasi bentuk atau jenis, empat fungsi tersebut
yaitu:
a) Thinking
Aktifitas intelektual logika dapat memproduksi serangkaian ide yang disebut dengan (thingking).
Individu yang berfikir secara ekstrover snagat bergantung pada pemikitan nyata. Sedangkan individu
yang berfikir introvert akan melihat suatu kejadian lebih di warnai oleh pemaknaan internal yang
mereka bawa dalam diri mereka sendiri.
b) Feeling
Jung menggunakan kata perasaan (feeling) untuk mendeskripsikan proses evaluasi sebuah idea atau
kejadian. Menurut Jung, orang yang memiliki perasaan ekstrovert menggunakan data objektif untuk
melakukan evaluasi suatu ide maupun kejadian. Sedangkan individu dengan perasaan introvert
mendasarkan penilaian mereka sebagian besar pada persepsi subjektif.
c) Sensing
Fungsi yang memungkinkan manusia untuk menerima rangsangan fisik dan mengubahnya dalam
bentuk kesadaran perseptual yang disebut sensasi. Individu yang bersikap ekstrovert akan menerima
rangsangan eksternal secara objektif. Sedangkan individu yang introvert, akan di pengaruhi oleh
sensasi dan interpretasi mereka yang subjektif.
d) Intuisi
Intuisi meliputi persepsi yang berada jauh di luar sistem kesadaran. Para ekstrovert selalu
berorientasi pada fakta dan dunia eksternal. Sedangkan para introvert biasanya dipandu oleh
persepsi ketidaksadaran terhadap fakta yang umumnya subjektif dan memiliki sedikit atau bahkan
tidak ada kesamaan dengan kenyataan eksternal.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Menurut Jung kepribadian berkembang melalui serangkaian tahap yang berujung pada sebuah keutuhan
pribadi atau realisasi diri.
Tahap Perkembangan
Jung mengkategorikan perkembangan menjadi empat periode utama,yaitu masa kanak-kanak, masa
muda, masa pertengahan (paruh baya), dan masa tua (lanjut usia).
Matahari saat fajar diibaratkan sebagai masa kanak-kanak. penuh dengan potensi, tetapi masih
belum memahami apa arti sebuah kesadaran. Matahari pagi diibaratkan masa muda. Baru saja beranjak dari
horison dan tidak mengetahui apapun yang akan terjadi di masa depan. Matahari menjelang tengah hari
diibaratkan sebagai masa pertengahan. Bersinar penuh, tetapi sudah mengetahui bahwa ia akan tenggelam
sore nanti. Matahari sore adalah manusia di masa tuanya ,yang mengetahui bahwa sebentar lagi akan ada
waktunya untuk tenggelam.
a) Masa Kanak-kanak
Jung membagi periode ini menjadi tiga bagian, yaitu anarkis, monarkis, dan dualistis. Fase anarkis
dikarakteristikan dengan banyaknya kesadaran yang kacau dan sporadis. Pengalaman pada fase anarkis
terkadang masuk ke kesadaran sebagai gambaran yang primitif yang tidak mampu digambarkan secara
akurat. Fase monarkis dikarakteristikan dengan perkembangan ego dan mulainya masa berpikir secara
logis dan verbal. Pada waktu-waktu ini, anak-anak akan melihat dirinya sendiri secara objektif dan kerap
mendeskripsikan diri mereka sebagai orang ketiga. Fase dualistis, pada fase ini ego sudah mulai tumbuh
menjadi objektif dan subjektif. Pada masa ini anak-anak ini sudah menyadari sebagai orang pertama dan
mulai sadar akan keberadaannya sebagai individu yang terpisah.
b) Masa Muda
Masa muda adalah dimana pada periode ditandai dari pubertas sampai dengan masa pertengahan
(paruh baya). Menurut Jung, masa muda seharusnya menjadi periode ketika aktivitas meningkat,
mencapai kematangan seksual, menumbuhkan kesadaran, dan pengenalan bahwa dunia dimana tidak
ada masalah, seperti pada masa kanak-kanak sudah tidak ada lagi. Kesulitan utama yang dialami anak-
anak muda adalah bagaimana mereka bisa mengatasi kecenderungan alami, untuk menyadari
perbedaan yang teramat tipis antara masa muda dengan kanak-kanak, yaitu dengan menghindari
masalah yang relevan pada masanya. Keinginan ini disebut dengan prisnsip konservatif .
c) Masa Pertengahan (paruh baya)
Jung percaya bahwa masa pertengahan dimulai pada usia 35 - 40 tahun. Walaupun hal ini dapat
menyebabkan sejumlah orang di usia ini menigkat kecemasannya, tetapi fase ini juga merupakan
sabuah fase yang potensial. Jika orang dimasa pertengahan dapat memegang teguh nilai moral dan
sosial pada masa kecilnya,maka mereka dapat menjadi kokoh dan fanatik dalam menjaga ketertarikan
fisik dan kemampuannya.
d) Masa Tua
Pada masa tua atau menjelang lanjut usia, orang akan mengalami penurunan kesadaran. Jika orang
ketakutan dengan kehidupan dimasa sebelumnya, maka hampir bisa dipastikan mereka akan takut
dengan kematian pada fase hidup berikutnya. Takut akan kematian disebut sebagai proses norma,
tetapi Jung percaya bahwa kematian adalah tujuan dari kehidupan dan hidup hanya bisa terpenuhi saat
kematian terlihat.
Realisasi Diri
Kelahiran kembali psikologis atau terkadang disebut dengan realisasi diri adalah proses untuk
menjadi sesorang secara utuh. Realisasi diri adalah suatu hal yang amat langka dan bisa dicapai hanya oleh
mereka yang telah dengan baik mengasimilasi kesadaran mereka dengan keseluruhan kepribadian mereka.
Untuk sampai pada proses ini dibutuhkan keberanian untuk menghadapi berbagai kejahatan alami dari
bayangan seseorang dan bahkan dibutuhkan keberanian untuk menerima sisi maskulin atau feminim
seseorang. Orang yang mampu mencapai realisasi diri mampu menempatkan dirinya di dunia eksternal dan
internalnya.
METODE INVESTIGASI JUNG
Jung melihat jauh melewati batasan psikologi, dalam usahanya memperoleh data untuk membangun
konsepnya mengenai kemanusiaan. Jung juga percaya bahwa pembelajaran tentang kepribadian bukan
hanya hak prerogatif sebuah ilmu tertentu dan bahwa untuk memahami seseorang secara utuh, kita harus
mengejar pengetahuan dimanapun ia berada.
1. Tes Asosiasi Kata
Jung telah membantu mengembangkan dan mendefinisikan ulang tes asosiasi kata. Ide awal
menggunakan tes ini adalah untuk mendemonstrasikan validitas hipotesis Freud bahwa ketidaksadaran
akan mengoperasikan proses yang bersifat otonomi.
Dalam melakukan tes ini, Jung menggunakan sekitar seratus kata-kata yang dipilih dan diatur untuk
menstimulus atau merangsang reaksi emosi. Beberapa jenis reaksi mengindikasikan bahwa kata-kata
yang menstimulus dapat menyentuh kompleks. Respon kritis meliputi pernafasan yang terbatas,
perubahan dalam konduktivitas listrik kulit, reaksi penundaan, beragam respons, pengabaian instruksi,
ketidakmampuan merespons, dan ketidakkonsistenan antara hasil tes dan pengulangan tes. Respon
signifikan lainnya meliputi pipi yang bersemu merah, gagap, tertawa, batuk, menghela nafas,
mendehem, menangis, gerakan badan yang berlebihan, dan pengulangan kata stimulus.
2. Analisis Mimpi
Menurut Jung, mimpi adalah kondisi ketidaksadaran dan percobaan spontan untuk mengetahui dan
memahami sebuah kenyataan yang hanya bisa diwujudkan dalam bentuk simbol. Maksud interpretasi
mimpi Jung adalah membuka elemen dari ketidaksadaran personal dan kolektif serta
mengintegrasikannya dalam sebuah kesadaran untuk memfasilitasi proses realisasi diri.
Jung merasa yakin bahwa mimpi menawarkan bukti keberadaan ketidaksadaran kolektif. Mimpi ini
termasuk mimpi besar (big dreams), yang memiliki arti khusus bagi semua orang; mimpi umum (typical
dreams), merupakan mimpi yang umum bagi kebanyakan orang; dan mimpi paling awal yang diingat
(earliest dreams remembered), adalah mimpi-mimpi yang dialami saat kita berusia tiga atau empat
tahun dan mengandung banyak unsur mitologis, gambaran, dan motif simbol yang tidak dapat dijelaskan
oleh anak-anak. Mimpi ini bisa saja meliputi simbol, seperti pahlawan, orang tua bijak, pohon, ikan, dan
mandala.
. Jenis yang kedua dari mimpi kolektif adalah mimpi biasa, yaitu mimpi yang biasa dialami oleh
kebanyakan orang. Mimpi ini memiliki gambaran arketipe, seperti ibu, ayah, Tuhan, iblis, atau orang tua
bijak. Mimpi itu juga bisa berarti kejadian arketipe, seperti kelahiran, kematian, perpisahan dari orang
tua, baptis, pernikahan, terbang, atau menjelajahi gua. Mimpi-mimpi ini, termasuk juga objek arketipe,
seperti matahari, air, ikan, ular, atau binatang predator lainnya.
3. Imajinasi Aktif
Imajinasi aktif ini adalah sebuah teknik atau metode yang digunakan Jung dalam melakukan analisis
terhadap dirinya sendiri, sama seperti yang dilakukannya terhadap pasiennya. Metode ini dimulai
dengan impresi berupa gambaran mimpi, visi, tampilan, atau fantasi seseorang. Tujuan dari imajinasi
aktif adalah untuk membuka gambaran arketipe yang bermula dari ketidaksadaran.
Sebagai variasi dari imajinasi aktif, Jung kerap bertanya kepada pasiennya, apakah mereka suka
menggambar, melukis, atau mengekspresikan fantasinya dalam bentuk nonverbal lainnya. Jung
mengandalkan teknik ini selama ia menganalisis dirinya sendiri dan banyak dari hasilnya yang kaya akan
simbol.
4. Psikoterapi
Jung mengindentifikasi empat pendekatan dasar dalam terapi, mewakili empat langkah
pengembangan didalam sejarah psikoterapi. Langkah pertama adalah pengakuan rahasia patogenetik, ini
adalah metode menghilangkan emosi atau metode katarsis yang dipraktikkan oleh Josef Breuer pada
pasiennya. Katarsis adalah suatu langkah yang efektif. Langkah kedua adalah melibatkan penafsiran,
penjelasan, dan teknik menerangkan. Langkah yang ketiga adalah pendekatan yang diadopsi oleh Adler,
dengan memasukkan faktor pendidikan pasien-pasiennya sebagai mahkluk sosial.
Untuk melampaui ketiga pendekatan ini, Jung mengusulkan suatu tahap keempat, yaitu
transformasi. Dalam transformasi, terapis harus menjadi orang pertama yang diubah atau ditransformasi
menjadi manusia yang sehat, terutama dengan melakukan proses psikoterapi. Tahap keempat ini
dilakukan pada pasien-pasien yang sedang mengalami tahap kedua hidupnya dan mempunyai perhatian
terhadap kesadaran dari dalam diri sendiri, dengan permasalahan moral dan religius serta dalam
menemukan filosofi hidup.
PENELITIAN TERKAIT
Tipe Kepribadian dan Menginvestasikan Uang
Filbeck dan koleganya ( 2005) menggunakan MBTI untuk menentukan tipe kepribadian Jung mana
yang memungkinkan toleransi resiko dalam menginvestasikan uang. Untuk mengukur toleransi resiko
ketika menginvestasikan uang, peneliti – peneliti menggunakan kuesioner. Pertanyaan tersebut berupa
situasi yang meningkatkan atau mengurangi kekayaan mereka. Berdasarkan tanggapan orang – orang
pada situasi tersebut, peneliti kemudian menentukan pada titik mana orang merasa investasi – investasi
mereka terlalu keras dan beresiko. Peneliti mengambil sampel penelitian para siswa dan orang dewasa
untuk melengkapi kuesioner MBTI, yang mengukur tingkat toleransi dan resiko ini, kemudian menguji
hipotesis bahwa ada beberapa tipe kepribadian akan lebih tolerir pada banyaknya resiko dibanding yang
lain.
Peneliti menemukan bahwa mereka yang merupakan tipe pemikir mempunyai toleransi yang tinggi
terhadap resiko, sedangkan mereka yang merupakan tipe perasa mempunyai toleransi yang rendah pada
tingkat resiko yang sama. Meski demikian, penelitian tersebut bersifat informatif dan tetap sejalan
dengan tipe Jungian. Tipe kepribadian pemikir adalah orang yang sangat mementingkan aktifitas logis,
adanya situasi ekonomi yang naik turun merupakan hal yang bijaksana untuk lebih bertoleransi pada
resiko bahkan ketika investasi sedang jatuh. Hal ini dilandasi dengan adanya kemungkinan situasi akan
kembali membaik dan ekonomi akan menguat. Tipe kepribadian perasa menggambarkan cara orang
mengevaluasi informasi. Evaluasi ini tidak harus dibatasi oleh aturan – aturan logika atau alasan tertentu.
Oleh karena itu, tipe perasa lebih menilai toleransi pada resiko berdasarkan penelitian pribadi, yang
sebagian besar sejalan dengan tren yang logis dari situasi ekonomi. Peneliti menyimpulkan kepribadian
investor merupakan faktor penting untuk menjadi penasihat keuangan. Halini penting dalam
mempertimbangkan waktu yang tepat untuk berinvestasi denganmenyesuaikan kebutuhan dan nilai –
nilai pribadi investor
Tipe Kepribadian dan Minat terhadap Bidang Gesekan di Jurusan Teknik
Suatu studi di dalam jurnal Psychological Type menguji apakah tipe kepribadian dan kesesuaiannya
terhadap bidang gesekan pada jurusan teknik dapat meramalkan minat akan bidang ini. Kajian ini
dilakukan dengan sampel mahasiswa teknik di Georgia Tech ( Thomas, Benne, Marr, Thomas, & Hume,
2000 ). Peneliti melihat 195 mahasiswa ( 72% pria ) mendaftar pada jurusan teknik ( listrik dan
magnetisme ) yang dikenal sebagai kelas “weeding out” dimana 30% dari mahasiswa biasanya menerima
nilai di bawah C. para siswa menyelesaikan Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) pada suatu sesi
laboratorium. Thomas dan koleganya memperkirakan bahwa skor MBTI berhubungan dengan nilai – nilai
ujian akhir, level kualitas kuliah, dan pengunduran diri dari kuliah tersebut.
Hasil kajian tersebut menunjukan bahwa sebagai kelompok, sampel diwakili oleh tipe kepribadian
pemikir ( 75% ), introversi ( 57% ), dan penilai atau judging ( 56% ). Dari sampel itu, hasilnya terbagi dua
hamper sama rata intuk Intuitive Sensing ( 51% Sensing ). Lebih penting lagi, para siswa yang
mengundurkan diri dari kuliah mempunyai skor tinggi pada skala Ekstraversi dan Perasa, dengan skor
sebesar 96% setidaknya pada satu skala. Hal yang menarik adalah ternyata tipe kepribadian tidak ada
hubungannya dengan nilai pelajaran. Sebagai tambahan, Thomas dan koleganya menemukan bahwa
siswa drop out merupakan tipe kebalikan dari mereka yang ingin masuk jurusan itu. Hasil dari kajian
tersebut mendukung teori mengenai tipe orang dan organisasi, yang menyatakan bahwa mereka yang
mempunyai tipe kepribadian yang sangat sesuai dengan mereka yang sudah berkecimpung pada suatu
profesi, bisa tampil paling baik di bidang profesi yang serupa ( Schneider, 1987 ).
KRITIK TERHADAP JUNG
Psikologi analitis harus dapat memenuhi 6 kriteria teori , yaitu :
1. Suatu teori yang bermanfaat harus menghasilkan hipotesis yang bisa diuji dan kajian yang deskriptif.
2. Sebuah teori harus mempunyai kapasitas untuk diverifikasi atau diulang.
Hampir mustahil untuk melakukan verifikasi pada teori Jung. Teori utama Jung mengenai
ketisaksadaran kolektif merupakan konsep yang sangat sulit untuk diuji secara empiris.
Sebagian besar bukti mengenai konsep dari arketipe dan ketidaksadaran kolektif berasal dari
pengalaman mendalam yang di alami oleh Jung sendiri. Hal ini juga diakuinya bahwa sulit
berkomunikasi dengan orang lain sehingga penerimaan orang mengenai konsep ini lebih
berdasarkan keyakinan daripada bukti empiri .
Jung (1961) mengklaim bahwa “pernyataan-pernyataan arketipe itu berdasarkan prasyarat yang
instingtif dan tidak ada hubunganya dengan suatu alasan tertentu, tidak berdasar rasional dan tidak
juga bisa dibuang dalam argumentasi yang masuk akal”. Pernyataan seperti itu bisa diterima oleh
seniman atau ahli teologi, teteapi tidak untuk peneliti ilmiah yang mengedepankan rancangan
penelitian dan rumusan hipotesis.
Sebaliknya, ada bagian teori Jung yang terkait dengan penggolongan dan ilmu bentuk tubuh
(tipologi) yaitu, mengenai fungsi dan sikap, yang bisa dikaji serta diuji dan sudah menghasilkan
sejumlah penelitian, Myers-Briggs Type Indicator sudah menghasilkan banyak penelitian. Dan Jung
diberi nilai rata-rata untuk teori Jung atas kemampuan menghasilkan penelitian.
3. Suatu teori bermanfaat perlu mengorganisir pengamatan ke dalam suatu kerangka yang bermakna .
Psikologi analitis merupakan teori yang unik karena menambahkan suatu dimensi yang baru dalam
teori kepribadian, yaitu ketidaksadaran kolektif. Aspek dari kepribadian manusia yang berhadapan
dengan hal-hal mistis, misterius , dan para psikologis itu tidak disinggung oleh hampir semua teori-
teori kepribadian. Meskipun ketidaksadaran kolektif bukan satu-satunya penjelasan bagi suatu
fenomena dan konsep lain.
Jung adalah satu-satunya ahli teori kepribadian modern yang membuat suatu usaha serius untuk
cangkupan yang luas mengenai aktivitas manusia di dalam suatu kerangka teoritis. Karena
kemampuab mengorganisir diberi nilai rata-rata.
4. Teori bermanfaat adalah kemampuan teori tersebut diterapkan.
Kemampuan teori penerapan Jung dinilai rendah. Karena teori mengenai tipe atau sikap psikologis
dan analitis terbatas untuk terapis yang menggunakan ajaran Jungian dasar secara berkenjutan.
Konsep ketidaksadaran kolektif tidak mudah di teliti secara empiris, tetapi mungkin berguna dalam
membantu orang memahami mitos budaya dan melakukan penyesuaian terhadap trauma-trauma
hidup .
5. Teori kepribadian Jung dapat menjawab tentang dapatkah konsisten secara internal, tetapi tidak untuk
apakah teori ini memiliki seperangkat terminologi digambarkan secara operasional. Karena Jung
menggunakan terminologi secara konsisten, tetapi ia sering kali menggunakan beberapa terminologi
untuk menguraikan konsep yang sama.
Istilah regresi dan introversi berhubungan sangat erat sehingga dapat dikatakan kedua istilah itu
menguraikan proses yang sama. Berlaku juga pada istilah progesi dan ektraversi. Daftar istilah ini
yang serupa bisa bisa jadi panjang misalnya, individualisasi dan realisasi diri. Kedua istilah ini susah di
bedakan dengan jelas. Bahasa Jung sering bersifat rahasia dan banyak istilah yang tidak bisa di
definisikan dengan jelas. Seperti tokoh pendahulunya, Jung juga tidak menggambarkan definisi
istilah secara oprerasional. Maka, konsistensi internal dalam teori Jung dinilai rendah.
6. Teori bermanfaat adalah bersifat parsimony(keserdehanaan).
Psikologi Jung dan Kepribadian manusia bukanlah teori sederhana. Teori Jung mengarah pada
ketidakefektifan daripada kegunaanya, maka nilai kesederhanaan pada teori ini di nilai rendah. Teori
Jung bersifat kompleks dengan ruang lingkup yang luas. Disebabkan kecenderungan Jung untuk
mencari data dari bermacam-macam disiplin ilmu dan kesedianya untuk menjelajah sendiri
ketidaksadrannya, bahkan sampai di bawah level pribadi.
Hukum parsimony menyatakan, “ketika trdapat 2 teori manfaatnya setara, teori lebih disukai adalah
teori yang sederhana“. Sebenarnya, tentu saja tidak pernah ada teori yang selalu sama, namun teori
Jung menambahkan suatu dimensi kepribadian manusia, tidak terlalu banyak berusan dengan yang
lain sehingga menjadi lebih rumit daripada yang di perlukan.
KONSEP KEMANUSIAAN
Jung memandang manusia sebagai makhluk yang kompleks dengan banyak kutub yang berlawanan.
Baginya, orang banyak dimotivasi oleh pikiran-pikiran sadarnya, sebagian oleh gambaran ketidaksadaran
personalnya dan sebagian lagi karena jejak memori laten yang diturunkan dari masa lampaunya.
Kerumitan manusia ini membuat teorinya tidak sederhana atau tidak bias digambarkan dari satu sisi
saja. Pesona merupakan pecahan dari individu. Kebanyakan orang berusaha untuk merahasiakan dirinya dari
masyarakat dan dirinya sendiri. Selain itu, setiap pria memiliki anima dan setiap wanita memiliki animus.
Orang mempunyai kapasitas yang terbatas untuk menentukan hidup mereka. Mereka dapat
menjelajah bagian yang tersembunyi dari jiwa (psike) mereka. Mereka dapat mengenali bayangan mereka
sebagai mereka sendiri. Mereka akan tetap berada di bawah pengaruh ketidaksadaran kolektif.
Pada dimensi aspek biologi atau social dari kepribadian, jung benar-benar melandaskan teorinya
pada aspek biologi. Ketidaksadaran kolektif yang bertanggung jawab pada begitu banyak tindakan, menjadi
bagian dari warisan ilmu biologi.
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Ada banyak konsep-konsep kepribadian yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh psikologi. Salah satu
konsep mengenai kepribadian yang terkenal adalah konsep yang dikemukakan oleh Carl Gustav Jung.
Beliau mengatakan bahwa setiap manusia memiliki tingkatan psike yang terdiri atas kesadaran,
ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran kolektif. Konsep inilah yang kemudian akan
mengungkapkan bagaimana kepribadian seseorang bertumbuh dan bagaimana keribadian-kepribadian
manusia dapat terbentuk.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Mengenai apa sajakah teori kepribadian yang dikemukakan oleh Carl Gustav Jung?
2. Bagaimana aplikasi teori tersebut bagi kehidupan manusia?
III. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui apa sajakah isi dari teori mengenai kepribadian yang dikemukakan oleh Jung
2. Mengetahui bagaimana aplikasi dari teori tersebut di dalam kehidupan manusia
BAB III
KESIMPULAN
Jung berpendapat bahwa tingkatan psike / pikiran dari manusia terdiri atas tiga tingkatan, yaitu
kesadaran, ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran kolektif. Kesadaran merupakan hal yang dapat
dirasakan oleh ego, sedangkan ketidkasadaran personal adalah sebuah zona dimana terdapat seluruh
pengalaman yang terlupakan, ditekan, atau dipersepsikan secara subliminal pada seseorang. Ketidaksadaran
kolektif adalah keadaan dimana sebuah pikiran sudah dihasilkan dari pengalaman individu dan sudah
mengakar dari masa lalu seluruh spesies. Dari ketidaksadraan kolektif ini kita mengenali arketipe, yang
terdiri dari persona, bayangan, anima, animus, great mother, wise old man, pahlawan, dan diri (self).
Di dalam dinamika kepribadian, kita mengenal istilah kausalitas dan teleologi dimana dikemukakan
mengenai motivasi manusia dipengaruhi oleh faktor masa lalu dan juga oleh motivasi untuk mencapai masa
depan yang lebih baik. Dalam hal ini Jung juga mengemukakan untuk mencapai realisasi diri, manusia harus
mampu beradaptasi dengan lingkungan (progresi) dan beradaptasi dengan dirinya sendiri (regresi).
Di dalam bersikap, kita telah mengenal istilah introversi dan ekstroversi, serta empat komponen dari
fungsi, yang dapat dihubungkan dengan sikap yaitu thinking, feeling, sensing, dan intuisi. Untuk mencapai
sebuah kesempurnaan atau keutuhan kepribadian seseorang, manusia harus melewati berbagai tahap yang
sangat pelik. Hal ini disebut sebagai realisasi diri.
Untuk memperkuat teorinya, Jung telah melakukan berbagai investigasi melewati tes asosiasi kata,
analisis mimpi, imajinasi aktif, serta psikoterapi. Dalam pengaplikasian teori Jung bagi masyarakat, telah
dikemukakan dua penelitian terkait yaitu mengenai hubungan antara tipe kepribadian dlaam
menginvestasikan uang, serta tipe kepribadian yang berhubungan terhadap minat bidang gesekan di jurusan
teknik.
JUNG : PSIKOLOGI ANALITIS
Luhur Widiantoro (802014030)
Praditya Christa Surya Tamtama (802014034)
Olivia Saesarontia (802014035)
Yosia (802014036)
Elizabeth Maya Wahyu Aditya (802014037)
Elika Jenifet Christin Fika (802014039)
Marta Juwita Sofiyani (802014041)
Swastirena Merari Shabati (802014042)
Ade Nurul Arifa (802014043)
Maryo Wildo Wenno (802014044)
Karisa Ratri Anggraeni (802014045)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2015