makalah kasus 1 kdrt
DESCRIPTION
Makalah Kasus 1 KDRTTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT)
REPRODUKSI SYSTEM I
Disusun Oleh :
TUTOR 5
SARITA SARASWATI 220110100004
TSAALITS MUHARROROH 220110100016
TRI AYU LESTARI 220110100028
NUR ASIYAH 220110100040
RIA OCTAVYANI 220110100052
SISCA DAMAYANTI 220110100064
WINA TRESNAWATI 220110100076
KAMILA AZIZAH RABIULA 220110100088
FEBRIANI RATNA AYU 220110100100
PUTRI AYU PRIMA DEWI 220110100112
FUJI LESTARI 220110100124
DHEA DEZHITA 220110100136
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
Chair : Tsaalits Muharroroh (220110100016)
Scriber meja: Nur Asiyah (220110100040)
Scriber papan tulis : Tri Ayu lestari (220110100028)
Kasus 1 (KDRT)
Seorang wanita berusia 30 tahun datang ke P2TP2A untuk melaporkan tindakan
suaminya yang sering memukulinya. Sang istri sudah tidak kuat lagi dengan
tindakan suaminya itu. Dia sering dipukuli dengan menggunakan tangan/ benda-
benda di sekitarnya. Suami sering memukuli istri jika istri tidak memenuhi
kebutuhannya dan terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dalam
hubungan seksual. Tidak hanya tindakan memukuli istri namun perilaku dan
ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan kepada sang istri. Mata pencarian
suami adalah tukang becak yang sudah sering tidak bekerja karena sepi
penumpang maka istri sudah tidak pernah menerima nafkah lagi dari suaminya.
Mereka tinggal di perkampungan kumuh pinggiran sungan ciliwung. Anak
sebanyak 5 orang yang tidak melanjutkan sekolah mereka karena masalah biaya.
Sang istri menceritakan bahwa sang suami sering memukuli istrinya karena
masalah sepele, suaminya sudah sering memukuli mulai usia pernikahan 3 tahun
yang lalu. Saat dilakukan pemeriksaan terhadap istri terdapat luka lebam disekujur
badan, tampak sering menangis dan ketakutan. Sering menyendiri dan tampak
murung
A. Definisi
Pengertian kekerasan menurut WHO (1999) Kekerasan adalah .penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Sedangkan, definisi dari kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT menurut
UU no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau pederitaan secara
fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Maka dapat disimpulkan bahwa KDRT adalah penggunaan kekuatan fisik dan
ancaman terhadap seorang individu didalam keluarga terutama istri
(perempuan) yang mengakibatkan trauma baik secara fisik maupun
psikologis.
B. Faktor – Faktor Penyebab KDRT
Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk
sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa
istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala yang
diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa
berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.
2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri
untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita.
Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk
melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup
dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk
bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik.
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam
rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari
ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan,
kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi
keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh
anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras
agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering
menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah
tangganya.
4. Persaingan.
Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan,
pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah,
di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal,
dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau
kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.
5. Frustasi.
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa
frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung
jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan-pasangan seperti dibawah ini :
a. Belum siap kawin.
b. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang
mencukupi kebutuhan rumah tangga.
c. Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada
orang tua atau mertua.
d. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum.
Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah
tangga tidak terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal
ini penting karena bisa jadi laporan korban kepada aparat hukum dianggap
bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya kesalahpahaman dalam
keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan
mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya
sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan,
sangat minim kesempatan istri untuk mengungkapkan kekerasan yang ia
alami.
Beberapa faktor pencetus terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
adalah sebagai berikut :
1. Faktor Masyarakat
- Kemiskinan
- Urbanisasi yang terjadi keenjangan pendapatan di antara penduduk
kota.
- Masyarakat keluarga ketergantungan obat
- Lingkungan dengan frekuensi dan kriminalitas yang tinggi
2. Faktor Keluarga
- Adanya anggota keluarga yang sakit dan membutuhkan bantuan
terus-menerus, misalnya anak dengan kelainan mental dan orang
lanjut usia (lansia).
- Kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan
menghargai serta tidak menghargai peran wanita.
- Kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosial pada
keluarga.
- Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.
3. Faktor Individu
Di Amerika Serikat, mereka yang mempunyai resiko lebih besar
mengalami kekerasan dalam rumah tangga ialah sebagai berikut :
- Wanita yang lajang, bercerai, atau ingin bercerai.
- Berumur 17-28 tahun.
- Ketergantungan obat atau alkohol atau riwayat ketergantungan
kedua zat tersebut.
- Sedang hamil.
- Mempunyai partner dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan.
Faktor Presdiposisi
a. Faktor Psikologis
Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup
yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting
kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut
Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi.
Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai
riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman
hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih
mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari
pengalaman tersebut :
- Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak
mampu menyelesaikan secara efektif.
- Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak, atau seduction parental, yang mengkin telah
merusak hubungan saling percaya (trust) dan harga diri.
- Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
Social Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura
(1977) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-
respon yang lain. Agresi dapat di pelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan makan semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan merespon terhadap
keterbangkitaan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
di pelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau ekternal. Contoh
internal; orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena
menonton film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang
tidak menonton film tersebut; seseorang anak yang marah karena tidak
boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar si anak
mendapatkan apa yang dia inginkan. Contoh eksternal; seorang anak
menunjukan perilaku agresif setelah melihat seseorang dewasa
mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah
boneka.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa
adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang
berada di tengah sistem limbik binatang ternyata menimbulkan perilaku
agresif). Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya
berdiri
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif adalah
serotonin, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino
GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
- Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.
- Sering mengalami kegagalan.
- Kehidupan yang penuh tindakan agresif.
- Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).
Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang.
Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama
sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik
perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya.
Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor
eksternal yaitu serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang di
anggap bermakna dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan stressor
dari internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang
yang dicintainya, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu :
- Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan
ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
- Lingkungan : Ribut, kehilangan orang / objek yang berharga
interaksi sosial.
C. Tanda Keluarga dengan KDRT
Isolasi sosial
Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak
mengundang orang lain datanng kerumah mereka atau tidak
mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. Anak dan wanita yang
mengalami penganiyaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa
mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anak-
anak mungkin diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan
peliharaan mereka kan dibunuh jika oranng diluar keluarga mengetahui
penganiayaan tersebut. Mereka ditakuti agar mereka
menyimpan rahasia atau mencegah orang lain mencampuri “ urusan
keluarga yang pribadi
Kekuasaan dan control
Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada
dalam posisi berkuasa dan memilki kendali terhadap korban, baik
korban adalah anak, pasangan, atau lansia. Penganiaya bukan hanya
menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga kontrol
ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota
keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan
untuk meluangkan waktu diluar rumah dengan orang lain. Penganiaya
melakukan penganiayaan emosional dengan meremehkan atau
menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi
kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata
atau dibayangkan, biasanya menyebabkan peningkatan prilaku
kekerasan (singer at al, 1995).
Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain
Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, terutama alkohol, dengan
kekerasan dalam keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-
alkohol tidak menyebabkan individu menjadi penganiaya sebalik,
penganiaya juga cenderung menggunakan alkohol atau obat-obatan lain.
50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga
memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Jumah wanita yang mengalami
penganiayaan dan mencari pelarian dengan menggunakan alkohol
mencapai 50 %. Akan tetapi, banyak peneliti yakin bahwa alkohol dapat
menguurangi inhibisi dan membuat perilaku kekerasan lebiih intens
atau sering (denham, 1995).
Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap
pasangan kencan atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDC’s
division of violence prevention melaporkan bahwa studi
mengidentifikasi penggunaan alkohol atau obat yang berlebiihan yang
dikaitkan dengan penganiayaan seksual.
Proses transmisi antargenerasi
Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial
(humphreeys, 1997;tyra, 1996). Transmisi antargenerasi menunjukkan
bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan suatu pola yang dipelajari.
Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan
belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara
menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat.
Akan tetapi tidaak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga
menjadi penganiayaa atau pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga
faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan prilku kekerasan yang terus
ada.
Kekerasan Fisik
Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang;
memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau
pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
1. Cedera berat
2. Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
3. Pingsan
4. Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan
atau yang menimbulkan bahaya mati
5. Kehilangan salah satu panca indera.
6. Mendapat cacat.
7. Menderita sakit lumpuh.
8. Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
9. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
10. Kematian korban.
Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan
perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
1. Cedera ringan
2. Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
3. Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam
jenis kekerasan berat.
Kekerasan Psikis
Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman
kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa
mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal
berikut:
1. Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau
disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
2. Gangguan stres pasca trauma.
3. Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa
indikasi medis)
4. Depresi berat atau destruksi diri
5. Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti
skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
6. Bunuh diri
Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual
dan ekonomis yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis
ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
1. Ketakutan dan perasaan terteror
2. Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak
3. Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
4. Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan
pencernaan tanpa indikasi medis)
5. Fobia atau depresi temporer
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual berat, berupa:
1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ
seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan
atau menyakitkan.
4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat
yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara
non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya
yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat
melecehkan dan atau menghina korban.
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
Kekerasan Ekonomi
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas
dan atau memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
terpenuhi kebutuhan dasarnya.
D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak,
bahkan suami.
1. Dampak pada istri :
1. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
2. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan,
susah makan dan susah tidur
3. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
4. Gangguan kesehatan seksual
5. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan
kekerasan
6. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan
hilangnya gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa
merespon secara normal ajakan berhubungan seks
7. Terus menerus mengalami ketakutan dan kecemasan, hilangnya
rasa percaya diri, hilang kemampuan untuk berindak dan rasa tidak
berdaya
8. Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri
9. Trauma fisik berat : memar berat luar/dalam, patah tulang, cacat
10. Trauma fisik dalam kehamilan yang berisiko terhadap ibu dan
janin
11. Kehilangan akal sehat atau gangguan kesehatan jiwa
12. Curiga terus menerus dan tidak mudah percaya kepada orang lain
(paranoid)
13. Gangguan psikis berat (depresi, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi
seksual, kurang nafsu makan, kelelahan kronis, ketagihan alkohol
dan obat-obatan terlarang)
2. Dampak pada anak :
1. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
2. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan
3. Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
4. Meniru tindakan kekerasan yang terjadi di rumah
5. Menjadi sangat pendiam dan menghindar
6. Mimpi buruk dan ketakutan
7. Sering tidak makan dengan benar
8. Menghambat pertumbuhan dan belajar
9. Menderita banyak gangguan kesehatan
3. Dampak pada suami :
1. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
2. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
4. Dampak terhadap masyarakat
1. Siklus kekerasan akan terus berlanjut ke gerasi yang akan datang
2. Anggapan yang keliru akan tetap lestari bahwa pria lebih baik dari
wanita
3. Kualitas hidup manusia akan berkurang karena wanita tidak
berperan serta dalam aktivitas masyarakat bila wanita tersebut
dilarang berbicara atau terbunuh karena tindakan kekerasan
4. Efek terhadap produktifitas, misalnya mengakibatkan
berkurangnya kontribusi terhadap masyarakat, kemampuan
realisasi diri dan kinerja, dan cuti sakit bertambah sering
Selain itu menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi banyak
perempuan lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih,
kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi
panjang dari tindak kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan
reproduksi terganggu secara bilologis yang pada akhirnya terganggu secara
sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik diri karena
berusaha menyembunyikan bukti penganiyaan mereka.
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil
mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia, hipomenohagia atau
metrohagia bahkan wanita dapat mengalami menopause lebih awal, dapat
mengalami penurunan libido, ketidakmampuan mendapatkan orgasme.
Diseluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil yang mengalami
kekerasan fisik dan kekerasan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat
terjadi keguguran/abortus, persalinan immature, dan bayi meninggal dalam rahim.
Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami penyulit persalinan seperti
hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan alat bahkan
pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR.
Terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati.
Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri
dalam rumah tangga diantaranya perubahan pola pikir, emosi dan ekonomi
keluarga. Dampak terhadap pola pikir istri misalnya tidak mampu berpikir secara
jernih karena selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil
keputusan, tidak bias percaya dengan apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban
kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar
dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan
fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular (www.depkes.go.id).
Dampak terhadap ekonomi keluarga adalah persoalan ekonomi, hal ini
terjadi tidak saja pada wanita yang tidak bekerja tetapi juga pada wanita yang
bekerja atau mencari nafkah. Seperti terputusnya akses mendadak , kehilangan
kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk tempat tinggal,
kepindahan, pengobatan, terapi serta ongkos untuk kebutuhan yang lain.
E. Rentang respon marah
Patricia D. Barry (1998:140), menyatakan bahwa marah adalah suatu keadaan
yang merupakan campuran dari perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini
didasari karena emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting
dari keadaan emosional kita yang di proyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau
secara destruktif.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & Sundeen, 1995).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996).
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif
dan mal adaptif.
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif
dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialam.
4. Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
5. Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak
terkontrol.
F. Mitos dan Fakta KDRT
1. Isteri dipukul karena membantah, melawan suami, dan berbuat
kesalahan besar adalah hal yang “wajar”.
2. KDRT hanya terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan tanpa
dasar saling cinta (dijodohkan).
3. KDRT hanya terjadi pada suami yang memiliki kelainan jiwa.
4. KDRT hanya terjadi pada pasangan yang kondisi sosial ekonominya
rendah.
5. KDRT terjadi karena suami yang mabuk, kalah judi, gagal dalam
pekerjaan, dan sebagainya
6. KDRT hanya dilakukan suami yang memang berperangai kasar
7. KDRT adalah persoalan perempuan Barat
8. KDRT hanya terjadi karena kedua pasangan suami-isteri yang sibuk
dengan pekerjaannya masing-masing
9. Pemukulan terhadap isteri itu terjadi semata-mata karena suami lepas
kontrol atau marah
10. Pemukulan terhadap isteri tidak akan terjadi apabila suami isteri
beragama dengan baik dan taat
FAKTA
1. Suami memukul isteri karena “kesalahan isteri” berdasarkan standar
nilai si suami.
2. KDRT terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan dengan dasar
saling cinta.
3. KDRT dilakukan oleh suami yang normal (tidak punya kelainan jiwa).
4. KDRT banyak juga terjadi pada pasangan yang kondisi sosial
ekonominya tinggi.
5. KDRT dilakukan oleh suami yang tidak mabuk, tidak kalah judi, bahkan
sukses di dalam karir
6. KDRT dilakukan oleh suami yang mampu bergaul dengan baik dan
santun kepada semua orang
7. KDRT adalah persoalan perempuan dan laki-laki di seluruh dunia
8. KDRT justru bisa terjadi karena “intens” tingkat hubungan yang
“melampaui” standar masing-masing
9. Pemukulan terhadap isteri bisa terjadi dalam keadaan dan kondisi apa
saja
10. Pemukulan terhadap isteri justru dengan alasan diperbolehkan agama
(pengecualian untuk nusyuz, diperbolehkan dalam Islam dengan jenis
tindakan yang ditentukan (tidak menyiksa, hanya memberi pelajaran)).
G. UPAYA PEMULIHAN DAN PREVENTIF
Beberapa upaya/langkah pemulihan dan preventif terhadap kekerasan
terhadap perempuan dan KDRT adalah:
1. Dharma Wanita/BKOW atau LSM yang perduli pada perempuan
2. Membuka HOTLINE sebagai wadah curhat dan konsultasi para
korban kekerasan.
3. Mengkoordinir suatu wadah atau asosiasi para korban
kekerasan. Wadah seperti ini mengadakan pertemuan secara rutin
untuk bertukar pikiran, berdiskusi, dan sharing tentang berbagai
masalah yangdihadapi dan bagaimana jalan keluar yang baik dari
masalah yang dihadapi oleh perempuan.
4. Menjalin hubungan keluarga yang harmonis dan terbuka antara suami-
istri-anak dan keluarga lainya.
5. Menanamkan nilai-nilai agama
6. Perempuan harus berani dan tegas dalam menghadapi laki-laki
agar mereka merasa segan pada perempuan
7. Kendatipun suami dan isteri sama-sama sibuk, cobalah beri
perhatian pada anak-anak dan luangkan waktu untuk berdiskusi dan
bercanda dalam keluarga
8. Jangan menghadapi masalah dalam rumah tangga dengan emosi,
atau menaruh curiga yang berlebihan pada istri/suami.
Bila salah satu pasangan sedang marah/emosi, sebaiknya yang
lain menggunakan ilmu Silence is golden, baru
kemudian mendiskusikannya pada saat-saat yang memungkinkan.
H. PENANGGULANGAN KDRT
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah dan penanggulangan
KDRT, diantaranya :
1. Memberikan kesadaran kepada ibu rumah tangga, sebagai mayoritas
korban, tentang hak yang mereka miliki
2. Memberikan pemahaman dan pengertian tentang payung hukum serta
proses hukum yang bisa dijalani.
3. Memberikan keyakinan akan adanya perlindungan dari korban KDRT
yang melaporkan masalah KDRT pada pihak yang berwenang.
4. Menyadaran pada para korban, bahwa tidak perlu malu untuk
mengekspos dan melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang
berwajib
5. Memberikan kesadaran kepada kaum pria, tentang adanya batasan
wewenang yang bisa dilakukan kepada semua istri
IMPLIKASI KEPERAWATAN DALAM MASALAH KDRT
Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
Perempuan dan anak dari tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah :
1. Kekerasan tersebut diperlukan tindakan kolektif untuk
mengatasinya, memerlukan proses pendidikan yang terus menerus
untuk mensosialisasikan nilai-nilai demokratis dan penghargaan
pada hak-hak anak-anak, berusaha menegakkan undang-undang
yang melindungi anak-anak dari perlakuan sewenang-wenang
orang-orang dewasa dan membangun lembaga-lembaga advokasi
anak-anak.
2. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center,
shelter dan one stop crisis center.
3. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan
fisik korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus
meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan
korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan.
Perawat berperan penting dalam upaya membantu korban
kekerasan diantaranya melalui upaya pencegahan primer terdiri
dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya dan
pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan
penerapan asuhan keperawatan sesuai permasalah-an yang
dihadapi klien, dan pencegaha tertier melalui pelatihan/pendidikan,
pem-bentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
4. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
5. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan
korban kekerasan.
6. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak
kekerasan dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk
mendampingi korban
I. Lembaga yang menangani KDRT
a) P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
dan Anak)
adalah pusat pelayanan yang terintegrasi dalam upaya
pemberdayaan perempuan diberbagai bidang pembangunan, serta
perlindungan perempuan dan anak dari berbagai jenisdiskriminasi dan
tindak kekerasan, termasuk perdagangan orang, yang dibentuk
olehpemerintah atau berbasis masyarakat, dan dapat berupa: pusat rujukan,
pusat konsultasiusaha, pusat konsultasi kesehatan reproduksi, pusat
konsultasi hukum, pusat krisis terpadu
(PKT), pusat pelayanan terpadu (PPT), pusat pemulihan trauma (trauma
center), pusatpenanganan krisis perempuan (women crisis center), pusat
pelatihan, pusat informasi ilmupengetahuan dan teknologi (PIPTEK),
rumah aman (shelter), rumah singgah, atau bentuklainnya.
Faktor yang menyebabkan wanita yang mengalami penganiayaan tetap
memilih bertahan pada hubungan tersebut
1. Keyakinan bahwa anak-anak membutuhkan sebuah keluarga dengan 2
orang tua
2. Tidak adanya dukungan financial
3. Tidak ada yempat untuk pergi
4. Keyakinan bahwa penganiayaan akan berhenti
5. Ketakutan terhadap kelangsungan hidup dirinya/anaknya
6. Ketakutan terhadap masa depan yang tidak pasti
Karakteristik personal penganiaya (else,et al, 1993. Smith
dijulio&holzapfel, 1998)
1. Riwayat keluarga yang miskin cinta kasih sayang dan rasa aman
2. Harapan yang tidak realistis terhadap orang lain
3. Menyalahkan beberapa faktor diluar dirinya diatas semua kesalahan
yang terjadi, menyalahkan istri karena telah membuat marah
4. Menyangkal tindak kekerasan yang telah dilakukan / menyepelekan
keparahan yang terjadi
5. Bersikap imupulsif
6. Terlalu bergantung dan cemburu terhadap pasangannya
7. Rasa takut kehilangan pasangannya
8. Percaya pada supremasi pria
Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Lembaga Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (LPK2DRT)
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian.
Jika korban perempuan, bisa juga memanfaatkan keberadaan Komnas perempuan
(http://www.komnasperempuan.or.id/); dan jika akibatnya telah menjadikan anak
sebaai korbannya, bisa memanfaatkan keberadaan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (http://www.kpai.go.id).
LSM di bidang pengawasan KDRT; ataupun lembaga-lembaga lain yang ada di
daerah masing-masing yang dibentuk untuk menerima pengaduan KDRT.
J. UU PKDRT
Dengan telah disahkan Undang-Undang No.23 tahun tahun 2004
mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang
terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, diharapkan adanya perlindungan hukum
bagi anggota keluarga khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan
dalam rumah tangga.
Asas
Berdasarkan UU PKDRT pasal 3, penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga dilaksanakan berdasarkan asas:
a. penghormatan hak asasi manusia
b. keadilan dan kesetaraan gender
c. nondiskriminasi
d. perlindungan korban
Tujuan
Berdasarkan UU PKDRT pasal 4, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
bertujuan:
a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga
d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera
Hak-Hak Korban
Berdasarkan UU PKDRT pasal 10, korban berhak mendapatkan:
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c. Penganganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Pelayanan bimbingan rohani.
Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan
korban dari:
a. Tenaga kesehatan
b. Pekerja sosial
c. Relawan pendamping
d. Pembimbing rohani
Kewajiban Pemerintah
Berdasarkan UU PKDRT pasal 11 dan 12, pemerintah bertanggung jawab dalam
upaya pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk itu pemerintah harus:
a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
b. Menyelenggarakan komunikasi informasi, dan edukasi tentang kekerasan
dalam rumah tangga
c. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah
tangga
d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan
dalam rumah tangga serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang
sensitive gender
Selain itu, pasal 13 menyeebutkan bahwa untuk pengelenggaraan
pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan
upaya:
a. Penyediaan ruang pelayanan khusus (RPK) di kantor kepolisian
b. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani
c. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program
pelayanan yang mudah diakses korban
d. Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban
Kewajiban Masyarakat
Pasal 15 menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau
mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-
upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:
a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana
b. Memberikan perlindungan kepada korban
c. Memberikan pertolongan darurat
d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan
Namun, untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan
seksual yang terjadi dalam relasi antar suami istri, maka yang berlaku adalah delik
aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan secara langsung
kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian. Namun, korban dapat
memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan
dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian. Dalam hal korban adalah seorang
anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang
bersangkutan.
Perlindungan
UU PKDRT juga membagi perlindungan itu menjadi perlindungan yang
bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta
pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga
sesuai tugas dan fungsinya masing-masing:
a. Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan
paling lama 7 (tujuh) hari, dan dalam waktu 1 X 24 jam sejak memberikan
perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan. Perlindungan sementara oleh kepolisian ini dapat dilakukan
bekerja sama dengan tenaga kesehatan, sosial, relawan pendamping dan
pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan terhadap korban
KDRT ini harus menggunakan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian
dengan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang mudah
diakses oleh korban.Pemerintah dan masyarakat perlu segera membangun
rumah aman (shelter) untuk menampung, melayani dan mengisolasi korban
dari pelaku KDRT. Sejalan dengan itu, kepolisian sesuai tugas dan
kewenangannya dapat melakukan penyelidikan, penangkapan dan penahanan
dengan bukti permulaan yang cukup dan disertai dengan perintah penahanan
terhadap pelaku KDRT. Bahkan kepolisian dapat melakukan penangkapan dan
penahanan tanpa surat perintah terhadap pelanggaran perintah perlindungan,
artinya surat penangkapan dan penahanan itu dapat diberikan setelah 1 X 24
jam.
b. Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum,
melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban
dan keluarga pelaku (mediasi), dan mendampingi korban di tingkat penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan (litigasi), melakukan
koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja
sosial(kerja sama dan kemitraan).
c. Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk
perintah perlindungan yang diberikan selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah
penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 (tiga puluh) hari apabila pelaku
tersebut melakukan pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya
mengenai kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari
pengadilan. Pengadilan juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas
pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.
d. Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya
pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai profesinya
wajib memeriksa kesehatan korban dan memberikan laporan tertulis hasil
pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik
kepolisian atau membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai
kekuatan hukum sebagai alat bukti.
e. Pelayanan pekerja sosial diberikan dalam bentuk konseling untuk
menguatkan dan memberi rasa aman bagi korban, memberikan informasi
mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan, serta
mengantarkan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait.
f. Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai hak-hak
korban untuk mendapatkan seorang atau beberapa relawan pendamping,
mendampingi korban memaparkan secara objektif tindak KDRT yang
dialaminya pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan,
mendengarkan dan memberikan penguatan secara psikologis dan fisik kepada
korban.
g. Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan penjelasan
mengenai hak, kewajiban dan memberikan penguatan iman dan takwa kepada
korban.
Ketentuan Pidana
Pasal 44 menyebutkan bahwa :
1. Pelaku KDRT kekerasan fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
2. Jika mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
3. Jika mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat
puluh lima juta rupiah)
4. Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat)bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah)
Pasal 45 menyebutkan bahwa :
1. Pelaku KDRT kekerasan psikis dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah)
2. Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah)
Pasal 46 menyebutkan bahwa pelaku KDRT kekerasan seksual dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47 menyebutkan bahwa setiap orang yang memaksa orang yang
menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48 menyebutkan bahwa KDRT seperti yang dimaksud dalam pasal
46 dan pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan
sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun
tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau
mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 49 menyebutkan bahwa pelaku KDRT kekerasan ekonomi dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
b. menelantarkan orang lain
Pasal 50 menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan
berupa:
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari
pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga
tertentu.
Pembuktian Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga
Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah
cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan
suatu alat yang sah lainnya. Adapun alat-alat bukti yang sah menurut KUHAP,
yang diatur dalam pasal 184 adalah sebagai berikut:
1) Keterangan saksi
Menurut pasal 1 butir 26 KUHAP yang dimaksud dengan saksi adalah
orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan
dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan ia alami sendiri. Sedangkan pengertian umum keterangan
saksi, dicantumkan dalam pasal 1 butir 27 KUHAP yang menyatakan:
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang ia dengar, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari
pengetahuannya itu”
2) Keterangan ahli
Pengertian umum dari keterangan ahli ini dicantumkan dalam pasal 1 butir
28 KUHAP, yang menyebutkan “Keterangan ahli ialah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlakukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
3) Surat
Surat sebagaimana dimaksud pada pasal 187 KUHAP dimaksudkan adalah
surat-surat yang dibuat oleh pejabat-pejabat resmi yang berbentuk berita
acara, akte, surat keterangan ataupun surat yang lain yang mempunyai
hubungan dengan perkara yang sedang diadili. Sebagai syarat mutlak
dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat dikategorikan sebagai
suatu alat bukti yang sah ialah bahwa surat-surat itu harus dibuat di atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.
4) Petunjuk
Alat bukti petunjuk dalam KUHAP ditentukan dalam pasal 188,
disebutkan bahwa “petunjuk” adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
5) Keterangan terdakwa
Alat bukti keterangan terdakwa didapatkan pada urutan terakhir dari alat-
alat bukti yang ada dan uraiannya terdapat dalam pasal 189 KUHAP.
Dinyatakan bahwa keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa
nyatakan di siding tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah yang termasuk ke
dalam keterangan ahli sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusa. Visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang
tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti benda bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik
tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.
K. PERAN PERAWAT
Perawat memiliki peran utama yaitu dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih
proaktif jika membutuhkan pengobatan.
Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan
segera lakukan pemeriksaan visum)
Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi
korban
Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan
perlindungan
Mengantarkan korban ke tempat aman atau tempat tinggal alternative
(ruang pelayanan khusus)
Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada
korban dengan pihak kepolisian, dinas social. Serta lembaga social yang
dibutuhkan korban
Sosialisasi tentang Undang-Undang KDRT kepada keluarga &
masyarakat.
L. ASPEK LEGAL ETIK
Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar perilaku
individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan
apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang merupakan
kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan apa
yang ditolak.
EtikaKeperawatan
Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusan-
keputusan yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia, 2008).
Prinsip Etik
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan
secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau
cidera
Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab
nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya
dan melukai perasaaan orang lain.
4. Confidentiality (hak kerahasiaan)
menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang
dipercayakan pasien kepada perawat.
5. Justice (keadilan)
kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri
berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
- Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab
terhadap kesepakatan yang telah diambil
- Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya
pada satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
- Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
- Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang
disepakati.
8. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.
- Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
- Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan
kebenaran.
Pemecahan masalah etik
1, Identifikasi masalah etik
2. Kumpulkan fakta-fakta
3. Evaluasi tindakan alternatif dari berbagai perspektif etik.
4. Buat keputusan dan uji cobakan
5. Bertindaklah, dan kemudian refleksikan pada keputusan tsb
Aspek Legal dalam Praktik Keperawatan
Tercantum dalam:
- UU No. 23 tahun 1992 ttg Kesehatan
- PP No. 32 tahun 1996 ttg Tenaga Kesehatan
- Kepmenkes No. 1239 tahuun 2001 ttg Registrasi dan Praktik Perawat
Area Overlapping (Etik Hukum )
a. Hak –Hak Pasien
b. Informed-consent
Hak-hak Pasien :
1.Hak untuk diinformasikan
2.Hak untuk didengarkan
3.Hak untuk memilih
4.Hak untuk diselamatkan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Nama : Ny.-
Usia : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : -
Alamat : -
Pekerjaan : -
Agama : -
B. Keluhan Utama : Istri merasa tidak kuat lagi dengan tindakan
suaminya yang
sering memukulinya
C. Faktor Predisposis :
Kekerasan Fisik: Suami sering memukuli istri dengan tangan atau benda-benda disekitarnya
Kekerasan Psikis: Perilaku dan ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan pada sang istri
Seksual: Suami sering memukuli bila istri tidak memenuhi kebutuhan suami dan terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dalam hubungan seksual
Kekerasan Ekonomi: Suami yang bekerja sebagai tukang becak
sudah sering tidak bekerja karena sepi penumpang, maka istri tidak
menerima nafkah lagi dari suaminya
D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : - (Kaji tingkat kesadaran klien)
TTV : - (Kaji TD, RR, HR, T)
Pemeriksaan Luka : Terdapat luka lebam disekujur badan
Psikososial : Klien tampak sering menangis dan
ketakutan, sering
menyendiri dan tampak murung
Status mental
Penampilan : - (Kaji cara klien berpenampilan)
Pembicaraan : - (Kaji cara klien berbicara: cepat, keras,
gagap, inhoheren, lambat, apatis)
Aktivitas Motorik : - (Kaji adanya tremor, gelisah,
agitasi, tengang, kompulsi)
Interaksi selama wawancara: (Kaji kontak mata, mudah
teringgung, curiga, tidak kooperatif)
Aspek Spiritual : - (Kaji kepercayaan, nilai, moral,
dan agama yang dianut oleh anggota keluarga)
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGIMASALAH
KEPERAWATAN
DS : Istri mengaku
sering dipukuli oleh
suami dengan
menggunakan
tangan dan benda-
benda disekitar
DO : terdapat luka lebam
disekujur tubuh,
klien tampak sering
menangis dan
ketakutan
Faktor penyebab KDRT
Keadaan ekonomi
rendah, ketergantungan
ekonomi istri terhadap
suami,
Pergeseran fungsi
keluarga
Stress dan cemas
Perasaan terancam
Ansietas
Kemarahan
Mekanisme koping tidak
adekuat
Hubungan tidak
seimbang
Antara suami dan istri
Pandangan bahwa suami
lebih berkuasa daripada
istri
Tindakan dekstruktif dan
tidak asertif
Perilaku kekerasan
terhadap istri
Istri mengalami
kecemasan
Ansietas
DS : -
DO : Tampak sering
menyendiri dan
ketakutan
Murung.
Perilaku kekerasan
terhadap istri
Pukulan dengan tangan
dan benda
Trauma Psikis
Harga diri rendah
Gangguan konsep diri :
harga diri rendah
DS : -
DO : terdapat luka di
sekujur tubuh
Perilaku kekerasan
terhadap istri
Lebam
Gangguan integritas kulit
Gangguan integritas
kulit
1. Diagnosa dan IntervensiNo.
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka pukulan yang berulang ditandai dengan luka lebam seluruh tubuh
Tupan: integritas kulit klien terjaga.
Tupen: dalam 2x24 jam kulit klien membaik, luka lebam sedikit-sedikit hilang,klien tidak mengeluh kesakitan
1. Observasi kondisi kulit,karakteristik luka, distribusi luka dan jenis luka
2. kaji penyebab semua luka
3. Kompres dengan menggunakan air es/air dingin
4. Berikan perawatan kulit (lotion).
5. Pertahankan kuku tetap pendek.
6. Gunakan pakaian yang
1. Untuk menentukan intervensi selanjutnya yang efektif.
2. Menghindari terjadinya infeksi.
3. Air dingin mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan
4. Menjaga kelembaban kulit.
5. Agar tidak mengiritasi kulit ketika menggaruk kulit.
6. Menjaga kulit dari gesekan
longgar
7. perhatikan jadwal istirahan klien
antara kulit dan pakaian.
7. mempercepat penyembuhan luka
2. Ansietas b.d koping individu tid efektif d.d klien tampak sering menangis dan ketakutan
TujuanUmum:Klien dapat mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan.Khusus:Klien percaya terhadap perawat, ketakutan mulai menghilang dan tampak tegar menghadapi masalahnya.
1. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal (lakukan komunikasi terpetik)
2. Yakinkan klien dalam keadaan aman dan perawat siap menolong dan mendampinginya
3. Yakinkan bahwa kerahasiaan klien akan tetap terjaga
4. Tunjukkan sikap terbuka dan jujur
5. Perhatikan kebutuhan dasar dan beri bantuan untuk
1. menciptakan kesan yang baik di awal pertemuan
2. menghilangkan kecurigaan klien pada perawat
3. klien lebih mudah untuk terbuka
4. Keterbukaan dan meningkatkan rasa percaya klien terhadap perawat
5. meningkatkan kepercayaan dan kerjasama klien sehingga lebih
memenuhinya
6. Kurangi stimulus lingkungan dan batasi interaksi klien dengan klien lain.
7. diskusikan semua masalah yang dialami klien
8. berikan penjelasan dan respon positif terhadap masalah klien
1.
memudahkan perawat dalam memberikan intervensi
6. Kondisi lingkungan dapat memengaruhi tingkat ansietas
7. menurunkan ansietas dan membuka jalan penyelesaian masalah klien
8. penjelasan dan respon positif dapat mengurangi ansietas.
3. Gangguan Konsep diri: harga diri rendah b.d
d.d klien tampak sering menyendiri dan murung
1. tujuan umum:2. konsep diri baik
dan mampu mengkomunikasikan perasaannya.
3. khusus:4. Membina
hubungan saling percaya.mampu
5. Menyebutkan penyebab menarik diri,melakukan hubungan sosial secara bertahap,
1. Berikan perhatian dan penghargaan positif terhadap klien
2. Dengarkan klien dengan empati : berikan kesempatan bicara (jangan di buru-buru), tunjukkan perawat
1.memberikan rasa nyaman klien terhadap perawat
2.meningkatkan hub trust antara perawat dank lien
klien – perawat, klien – kelompok, klien – keluarga.
1.
mengikuti pembicaraan klien.
3. Bicara dengan klien penyebab sering mengendiri.
4. Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
5. Diskusikan keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
6. Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien untuk bergaul.
7. Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien
8. Motivasi / temani klien untuk berinteraksi dengan orang
3.mengetahui apa yang dipikirkan klien mengenai masalahnya
4.memberikan pengetahuan dan motivasi yang bisa memperbaiki konsep diri klien5.mendorong terjadinya interaksi dengan orang lain
6. Kemampuan klien mengidentifikasi penyebab menarik diri akan meningkatkan kesadaran dan kerjasama klien 7.interaksi singkat dan sering melatih klien berani berinteraksi dengan yang lain8.dapat membantu permasalahan klien
yang dipercaya dan mampu membantu permasalahan klien
9. Bantu klien melakukan aktivitas hidup sehari-hari dengan interaksi.
10. Fasilitas hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik.
11. Diskusikan dengan klien setiap selesai interaksi atau kegiatan
12. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannnya
9.Berkenalan / berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar klien membantu klien untuk memulai hubungan sosial10.Keluarga merupakan bagian terdekat klien yang sangat berperan dalam upaya peningkatan kesehatan klien11.Pengetahuan perawat mengenai kondisi klien dalam berhubungan social memudahkan perawat dalam mengukur keberhasilan intervensi12.Pujian atas pengungkapan perasaan membuat merasa dihargai sehingga semakin termotivasi
Step7 (reporting)
1. Definisi
KDRT adalah kekerasan yan dilakukan di dalam rumah tangga oleh istri
atau suami sehingga menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan seksual,
psikologis, dan fisik. (ria)
KDRT adalah ancaman fisik yang mengakibatkan perampasan kemerdekaan
(sarita)
2. Etiologi
Sisi mikro: keteladanan orang tua sperti sompan santun, kasih sayang,
kepemimpinan otoriter, rendahnya pemahaman fungsi masing-masing,
unsur kegoan (menang dan benar sendiri), rendah interaksi.
Sisi makro: pembelaan atas kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan
pembatasan dibidang ekonomi, beban mengasuh anak pada perempuan tidak
bekerja, konsep wanita sebagai hal milik laki-laki menurut hukum, orientasi
peran pada laki-laki. (fuji)
Faktor biologis: hormon pria lebih agresif , neurotransmiter yang berkaitan
yaitu serotonin, dopamin, asetilkoli, norepinefrin. (wina)
Masa kanak-kanak tidak menyenangkan
Faktor secara teoritis: biologis (hipotosis hormon pria lebih agresif),frustasi
(menyerang sumber organ lain), kontrol.
Fakor secara empiris: kurangnya komunikasi, ketergantungan ekonomi,
ketidakmampuan mencari solusi. (kamila)
Faktor internal yaitu gangguan ketidak seimbangan neurotransmiter yang
meneybabkan sikap agresif pada individu.
Sistem ekonomi pada keluarga, hilangnya harga diri, belum siap menikah,
kekerasan di dalm lingkungan.pandangan di dalam keluarga kekerasan
dianggap sebagai pemecah masalah kdrt. (tri ayu)
3. Bentuk KDRT
Kekerasan fisik seperti membakar menikam,
Kekerasan psikis menyebabkan tergangguanya psikis sang istri
Kekerasan psikis berat yang menyebabkan gangguan tidur, depresi berat
Kekerasan psikis ringan yang mengakibatkan ketakuatan, gsngguan makan.
Seksual pemaksaan hubungan seksual, berat yaitu perlakuan yang tidak
diinginkan korban,ringan yaitu pelecehan melalui verbal.
Ekonomi seperti memaksa korban bekerja, tidak berdaya secara ekonomi.
Penelantaran ( Nur Asiyah, dea)
4. Dampak
Fisik bisa mengakibatkan trauma fisik berat bahkan kematian, saat hamil
beresiko pada ibu dan janin, meningkatkan angka kesakitan.
Psikologis: cemas, sulit tidur, pada anak akan menimbulkan perilaku
kekerasan di usia nanti.(febri)
Produktivitas: rasa takut dan terancam,mimpi buruk, konsentrasi menurun.
(ria)
Tidak hamil:ggmenstruasi, menopause lebih awal, penurunan libido
Hamil: bayi yang dilahirkan cacat fisik,nyeri haid, pola pikir terganggu, sulit
percaya,paranoid, rasa malu memukul, menggigit,berdebat,tekanan mental,
IMS.
Pada suami: TD dan nadi meningkat, mual, frekuensi BAB
meningkat,mudah tersingguang, perilaku agresif pasif, sinis,
kasar,peberontakan,isolasi diri, perasaan tidak berdaya, ambivalensi,stress
sakit kepala, kemungkinan bunuh diri/membunuh ornag lain,konstipasi
akibat dari , rangsangan saraf simpatis, sesak nafas. (Sisca)
lingkungan:ancaman metabolisme meningkat energi meningkatkan
kerja jantung TD meningkat
5. Rentan Respon marah
Aserif-frustasi (merasa gagal dalam tujuan)-pasif (diam)-agresif (tindakan
destruktif,terkontrol)-amuk (tidak terkontrol.(fuji)
6. Pencegahan
Wajib mengamalkan agama,komunikasi (dea)
Dialog komunikasi-penyelesaian masalah
Primer-promkes-peningkatan kesadaran masyarakat,perlindungan khusus
Sekunder-diagnosa dini dan segera skrining, konsultasi keluarga .
Tersier-rehabilitasi pada anak dan keluarga yang terlibat yaitu individu dan
lingkungan, saling percaya, seorang istri harus mengontrol keuangan
keluarga
Siklus kdrt, harapan, konflik-tidak ada respon baik-kekerasan- minta maaf-
bulan madu semu
Memberi penjelasan hak tentang hak istri, pada pria tentang wewenang pada
istri.
Bila ada yang emosi maka pecahkan pada waktu tenang
(febri, putri ayu, fuji)
7. Tanda-tanda KDRT
Isolasi sosial- perilaku merahasiakan masalah
Pengguanaan alkohol= 50-90%pria melakukan KDRT, dipengaruhi oleh
zat-zat terlarang.
Kekuasaan dan konrol
Trnsmisi dilakukan oleh generasi berikutnya. (sarita)
8. Penanganan
Istri dan suami melakukan dialog
Laporkan keluarga yang dilanggar
Lakukan forum
Memberikan sanksi
Membawa koran ke dokter
Mendorong koraban dan pelaku untuk memohon diri
Menurunkan kasus KDRT
Anti kekerasan pada wanita
Kesetaraan gender
Cari orang yang dapat dipercaya
Minta bantuan pada lembaga (LSM, komnas perempuan, komnas HAM,
P2TP2)
Menyiapkan obat-obatan
Laporkan ke polisi
Penangana sangat kompleks dan terdiri dari personal-spiritual-kesiapan
memberikan hak dan kewajibansuami
Masyarakat mengontrol KDRT
Pera negara,penyedia harapan kerja- tergantung tingkat pendidikan,
perbaikan sistem ekonomi istri. (Tri ayu,Nur Asiyah, tsalis,kamila)
9. Mitos KDRT
Istri dipukul karena membanta pada suami
KDRT yang terjadi karena atas dasar tanpa saling mencintai
KDRT terjadi kaena suami gangguan jiwa
KDRT terjadi kebanyakan pada sosial ekonomi yang rendah
KDRT terjadi karena suami yang mabuk, kalah judi
Pemukulan pada istri tidak terjadi bila taat pada agama
KDRT meruakan persoalan berat
KDRT terjadi saat suami lepas kontrol
Pihak perempuan memprovokasi. (fuji)
10. UU dan lembaga yang menangani KDRT (sarita)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1997). Diagnosa Keperawatan : buku saku. Edisi
6. Jakarata : EGC.
Efendi, Ferry; Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G. W. dan laraia, M. T.2005. Principle and Practice ofpsychiatric Nursing.
7th edition. St. Louis: Mosbyyear book.
Yosep, I. 2000.Keperawatan Jiwa. edisi revisi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Bobak, Irene M. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat%20Wahab,%20M.Pd.,MA.%20Dr.%20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM%20RUMAH%20TANGGA%28Final%29.pdf
http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2009/07/uu-no-23-2004-pkdrt-indonesia.pdf
http://mogerr-bwubaloks.blogspot.com/2011/10/askep-pk-rumah-tangga-kdrt.html
Http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/05/mitos-dan-fakta -tentang-kdrt-
133841.html