makalah lengkap
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kesadaran pasien dan para profesional kesehatan tentang adanya bahaya
potensial yang berkaitan dengan kontaminasi makin meningkat karena adanya
publikasi dan usaha pendidikan mengenai AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome). Bukti-bukti menunjukkan bahwa tingkat resiko bagi dokter gigi dan
stafnya berkaitan langsung dengan kontaknya terhadap darah. Oleh karena itu, bedah
mulut atau prosedur yang lain yang mengakibatkan keluarnya darah menempatkan
dokter gigi dan stafnya pada resiko tinggi, tidak hanya terhadap AIDS tetapi juga
kondisi-kondisi lain yang disebabkan virus dalam darah misalnya hepatitis B. Infeksi
bisa meyebar melalui kontak langsung dengan darah, saliva, tetesan-tetesan, aerosol,
dan instrumen yang terkontaminasi. Karena semua pasien yang terinfeksi tidak bisa
dengan mudah diidentifikasi, baik secara historik, pemeriksaaan fisik, maupun
laboratorium, maka persiapan prabedah secara rutin harus digunakan pada semua
pasien.
Persiapan prabedah yang meliputi persiapan pasien, operator, alat-alat dan
ruangan penting sekali untuk memperkecil resiko operasi karena hasil akhir suatu
pembedahan sangat bergantung pada keadaan penderita dan persiapan prabedah.
Persiapan prabedah itu sendiri tidak bisa dipisahkan dengan tindakan asepsis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERSIAPAN PRABEDAH
2.1 Persiapan Pasien
Persiapan pra bedah merupakan tahap pertama dari perawatan yang dimulai
sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Persiapan
pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik
pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
2.1.1 Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena :
a. Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya
b. Keadaan sosial ekonomi dari keluarga
Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan
dapat mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan yang dapat
diberikan kepada pasien pra bedah.
2
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi :
a. Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan)
b. Hal-hal yang rutin sebelum operasi
c. Alat-alat khusus yang diperlukan
d. Pengiriman ke ruang bedah
e. Ruang pemulihan
f. Kemungkinan pengobatan setelah operasi
g. Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin
h. Perlu kebebasan saluran nafas
i. Antisipasi pengobatan
2.1.2 Persiapan Fisiologi
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat pemeriksaan ini sangatah penting dilakukan. Data yang kita perlukan
dapat kita dapatkan dari melakukan anamnesa terhadap pasien tersebut. Dokter juga
perlu menanyakan kemungkinan penyakit sistemik atau penyakit tertentu yang
diderita pasien karena data ini sangat berharga untuk mengidentifikasi pasien yang
3
memiliki resiko menularkan penyakit dan infirmasi riwayat kesehatan ini juga
berguna untuk mengetahui apakah perlu dilakukna modifikasi perawatan.Pada
riwayat kesahatann ini paling tidak meliputi kesehatan umum pasien, rasa sakit yang
ada, obat-obatan yang sedang dikonsumsi, alergi dan riwayat tindakn medis
sebelumnya.
b. Konsultasi Medis
Selain dilakukannya komunikasi pra bedah antara doktergigi dengna pasien
diperlukan pula komunikasi pra bedah antara doktergigi dengan dokter umum atau
dokter spesialis lain mengenai indikasi dan rencana operasi. Konsultasi medis ini juga
dilakukan apabila pasien yang akan melakukan bedah memiliki penyakit sistemik lain
yang memerlukan pertimbangan medis utnuk dilakukannya tindakan bedah.
c. Puasa
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum
operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anaesthesi
umum. Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan ringan
diperbolehkan.
d. Cairan Elektrolit
Optimisasi volume intravaskular untuk memperbaiki perfusi jaringan yang
baik serta memperbaiki setiap gangguan asam basa dan elektrolit selalu merupakan
4
faktor yang perlu diperhatikan bahkan pada keadaan operasi yang paling gawat.
Hanya usaha untuk mempertahankan ventilasi dan sirkulasi yang memiliki prioritas
lebih tinggi dalam mempersiapakan pasien pra bedah.
Penggantian cairan akibat sumberkehilangan tertentu seperti muntah dapat
dilakukna dengan pemberian cairan berkomposisi sama dengan yang hilang.
Komposisi elektrolit yang diberikan biasanya banyak mengandung natrium, kalium,
dan ion-ion dasar.
e. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Meliputi hasil laboratorium dan foto roentgen.
f. Persediaan Darah
Pada persiapan pasien pra bedah perlu diperhatikan kedaan pasien yang
berhubungan dengan ada tidaknya gangguan perdarahan yang dideria pasien. Adapun
beberapa test yang dapat dilakukan yaitu waktu protrombin (PT) suatu evaluasi
rangkaian koagulasi ekstrinsik dan waktu tromboplastin aktif parsial (PTT)
merupakan evaluasi rangkaian koagulasi intrinsik. Hitung trombosit dan waktu
pembekuan darah menunjukan jumlah trombosit yang tersedia dan mengukur
fungsinya. Riwayat pasien yang meminum aspirin juga perlu diperhatikan karena
aspirin ini berefek pada agregasi trombosit.
Apabila pada pelaksanaan operasi pasien memerlukan trasnfusi darah maka
transfusi dapat dilakukan dengan golongan darah spesifik atau golongan darah O
5
negatif. Oleh karena itu dokter yang akan melakukan tindakan bedah diharapkan
sudah menyediakan persediaan labu darah yang sesuai dengan pasien tersebut untuk
mengantisipasi kedaan gawat yang tidak diinginkan.
g. Keadaan Gizi Pasien
Keadaan gizi pasien merupakan faktor yang cukup penting dalam
pertimbangan prebedah. Pasien dikategorikan menjadi tiga kategori menurut kedaan
dan kebutuhan gizinya:
1. Pasien dengan sedikit atau tidak ada kelaparan
2. Pasien kelaparan karena proses penyakit, tempat kebutuhan kalori
berdasarkan laju metabolisme basal normal
3. Pasien dengan kedaan hipermetabolik yang memerlukan kalori yang
cukup besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga sehari-hari
Degan mengetahui keadaan pasien pra bedah tersebut, dokter dapat
memprognosis kedaan gizi pasien pasca bedah dan hal ini juga dapat mempengaruhi
proses menyembuhan pasien pasca bedah.
h. Pemberian Obat premedikasi dan Antibiotik Profilaksis
Sebelum dilakukannya operasi pasien akan diberikan obat-obatan pre
mesikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang biasanya diberikan adalah valium dan
6
diazepam . Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi.
Antibiotik profilaksis diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi selama
operasi dilakukan, obat-obatan antibiotik profilaksis ini diberikan 1-2 jam sebelum
operasi dimulai. Antibiotik yang dapat diberikan adalah cefriaxone 1 gram atau obat-
obat lain yang sesuai dengan indikasi pasien.
2.2 Persiapan Operator Staf
Pada persiapan pra bedah, perlu adanya pengontrolan infeksi oleh operator
dan staf. Tindakan kontrol infeksi yang rutin dilakukan untuk membatasi atau
mengurangi kontaminasi silang. Persiapan yang harus dilakukan oleh operator dan
staf, yaitu:
1) Pakaian Klinik
Operator sebaiknya menggunakan pakaian klinik dengan lengan yang tidak
melebihi siku, sehingga tangan dapat dicuci sampai ke siku. Jika pembedahan yang
akan dilakukan memungkinkan adanya darah atau saliva yang mengotori pakaian,
dapat operator dapat menggunakan gaun bedah berlengan panjang. Lebih ideal jika
menggunakan gaun bedah satu kali pakai. Jika yang digunakan gaun bedah yang
dapat dipakai ulang, maka gaun setelah dipakai harus dicuci dengan air panas dan
deterjen.
7
Gambar 2.2.1 : Pakaian Klinik
2) Pencucian Tangan
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum melakukan
tindakan pembedahan, walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain
untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan, sehingga
penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan
harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat
digantikan oleh pemakaian sarung tangan.
Cuci tangan bedah (surgical handscrub) dilakukan sebelum melakukan
tindakan bedah cara aseptik, dengan antiseptik dan sikat steril. Cara mencuci tangan 8
ini pun ada tatacaranya. Yang paling banyak digunakan misalnya prosedur dari
Fuerbringer.
Persiapan cuci tangan bedah:
a. Air mengalir
b. Sikat dan spons steril
c. Sabun antiseptik
d. Lap kain atau handuk steril
e. Kuku dijaga selalu pendek dan bersihkan dengan alat berupa batang kayu
kecil yang lunak
f. Lepaskan semua perhiasan tangan
Prosedur cuci tangan bedah:
a. Nyalakan kran.
b. Basahi tangan dan lengan bawah dengan air.
c. Taruh sabun antiseptik di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa
secukupnya tanpa percikan. Sebarkan ke seluruh permukaan tangan dan
lengan bawah
9
d. Sikat bagian bawah kuku dengan sikat yang lembut.
e. Bersihkan kuku secara menyeluruh, kemudian jari-jari, sela-sela jari, telapak
tangan dan punggung tangan. Berikutnya scrub daerah pergelangan tangan.
Sikat lembut yang steril dapat digunakan.
f. Setelah seluruh pergelangan tangan telah di-scrub, bagian lengan bawah juga
di-scrub, pastikan gerakan dari bawah lengan menuju siku. Ulangi pada
lengan satunya, dari lengan bawah menuju siku
10
g. Selama cuci tangan jaga agar letak tangan lebih tinggi dari siku agar air
mengalir dari arah tangan ke wastafel.
h. Proses cuci tangan bedah berlangsung selama 3 hingga 5 menit
i. Jangan sentuh wastafel, kran atau gaun pelindung. Biarkan sisa air menetes
melalui siku. Keringkan tangan dengan lap steril.
j. Gosok dengan alkohol 70 % atau campuran alkohol 70 % dan klorheksidin
0,5% selama 5 menit dan keringkan kembali.
k. Kenakan gaun pelindung dan sarung tangan steril setelah tangan betul-betul
kering.
Setelah tangan dalam kondisi steril, akan mendekati tempat aktifitas
pembedahan pakaian harus dilapisi lagi dengan gaun atau jas steril disertai sarung
tangan (glove) sesuai ukuran pengguna. Memakai jas dan sarung tangan ini juga 11
memiliki aturan tersendiri. Awalnya jas diambil pada posisi bagian badan lainnya
harus ada jarak dengan peralatan steril, disentuh pada bagian dalam, saat gaun
digunakan lengan mesti direntangkan ke depan dan ikatan jas bagian belakang bisa
dikerjakan oleh penolong lainnya yang tidak perlu steril.
Begitu juga waktu menggunakan sarung tangan, bagian tangan yang sudah
bersih menyentuh bagian dalam glove kanan dan tangan kanan yang telah dilapisi
glove ini menyentuh bagian luar sarung tangan sisi kiri untuk mempermudah tangan
kiri masuk ke dalam sarungnya tersebut.
12
3) Triad Barrier
Untuk membatasi kontaminasi silang pada dokter gigi, staf, dan pasien, maka
digunakan triad barrier, yaitu masker, sarung tangan, dan kaca mata pelindung.
a. Sarung tangan uji disposible non steril bisa digunakan untuk kebanyakan
prosedur bedah mulut. Apabila sterilitas sangat diperlukan, gunakan sarung
tangan yang steril. Sarung tangan yang umum digunakan dan dianggap
memenuhi syarat adalah jenis lateks.
b. Masker digunakan untuk melindungi mukosa oral dari percikan cairan.
Masker bedah dan masker biasa dianggap cukup adekuat untuk melindungi
operator selama prosedur operasi berlangsung. Masker yang baik yaitu yang
dapat menyaring sampai dengan 95% partikel yang berukuran 3-5 mikron.
Masker juga harus diganti setiap ganti pasien.
c. Kaca mata pelindung yang terbuat dari plastik dan ringan.
4) Imunisasi
Imunisasi adalah proses dimana seseorang akan
menjadi kebal atau resisten terhadap penyakit menular,
biasanya dengan pemberian vaksin. Vaksin merangsang
sistem kekebalan tubuh untuk melindungi individu
terhadap infeksi atau penyakit. Imunisasi harus dilakukan
oleh semua orang yang bekerja dalam bidang kedokteran
13
gigi yang mencakup tiga hal yaitu imunisasi diberikan pada awal masa kerja,
pemberian imunisasi ulangan untuk beberapa jenis penyakit yang memerlukan
imunisasi ulangan, pemberian imunisasi dan kemoterapi pada saat kontak dengan
penyakit. Adapun imunisasi tersebut antara lain adalah terhadap penyakit mumps,
measles dan rubella (MMR), diphteri, pertusis dan tetanus (DPT), influenza,
poliomyelitis, TBC (BCG) dan hepatitis B.
2.3 Persiapan Alat dan Ruangan
Karena semua pasien yang terinfeksi tidak bisa dengan mudah diidentifikasi,
baik secara historik, pemeriksaan fisik, maupun laboratorium, maka pencegahan
secara rutin sebagai berikut harus digunakan pada semua pasien. Apabila dilakukan
tindakan bedah mulut, darah yang keluar dan meningkatnya kemungkinan tumbuhnya
kuman oleh karena pemakaian instrumen yang tajam (pemaparan parenteral), dapat
dikurangi hanya dengan tindakan kontrol yang efektif.
2.3.1 Ruangan
1) Dekontaminasi
Kebersihan saja tidaklah cukup untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kontaminasi silang. Dekontaminasi permukaan-permukaan yang tersentuh sekresi
mulut pasien, instrumen atau tangan operator biasanya bisa diatasi dengan bahan
14
kimia antikuman. Semua permukaan kerja yang terkontaminasi, pertama-tama dilap
dengan handuk pengisap untuk menghilangkan bahan-bahan organik kemudian
didesinfeksi dengan larutan pemutih (clorox diencerkan dalam perbandingan 1:10
sampai dengan 1:100 tergantung bahan organik yang ada). Hal tersebut dilakukan
setiap hari. Pemutih adalah salah satu bahan anti-kuman yang murah dan efektif,
namun perlu diperhatikan bahwa bahan ini bersifat korosif terhadap logam khususnya
alumunium.
2) Pelindung Permukaan
Kertas dengan lapisan kedap air, alumunium foil atau plastik yang jernih bisa
dipergunakan sebagai penutup permukaan yang mudah tcrkontiminasi dengan darah
atau saliva, yang sulit didesinfeksi secara efektif misalnya pegangan lampu dan
kepala unit sinar-X. Penutup ini dibuka oleh personel yang menggunakan sarung
tangan pada akhir suatu tindakan pembedahan, kemudian diganti dengan yang bersih
(sesudah melepas sarung tangan atau mengganti sarung tangan). Selama prosedur
pembedahan, permukaan yang tidak terlindung misalnya pengontrol kursi atau
lampu operasi bisa diatur atau digunakan tanpa menimbulkan kontaminasi dengan
menggunakan sponge bedah 4x4 dan tangan yang memakai sarung tangan sebagai
barier tambahan. Idealnya pengontrolan dengan tangan sebaiknya dihindarkan atau
15
di-kurangi. Tempat kumur, dispenser untuk sabun dan pengontrol kursi sebaiknya
menggunakan peralatan yang bisa dioperasikan dengan kaki.
3) Peralatan yang Tajam
Peralatan tajam yang biasanya digunakan di dalam prosedur bedah mulut dan
sering terkontaminasi darah dan saliva misalnya, jarum suntik, jarum jahit, Man
(blade) skapel, elevator periosteal, dan elevator akar, dianggap berpotensi untuk
menginfeksi dan harus ditangani dengan can khusus untuk mencegah luka yang tidak
sengaja. Untuk menghindari kontak yang tidak diperlukan, semua peralatan
disposibel ditempatkan di dalam wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan
tempat pengguna-annya. Jarum yang kotor jangan dibengkokkan, dipatahkan/ditutup,
atau dengan kata lain jangan dipegang dengan tangan. Untuk pengulangan suntikan
anestesi lokal, sebaiknya jarum ditempatkan terbuka di atas tempat yang steril
ketimbang harus melepas tutup jarum sekali lagi. Kunci keberhasilan penanganan
alat-alat tajam yang terkontaminasi adalah mengurangi frekuensi pemakaiannya
sehingga menurunkan kesempatan terjadinya tusukan atau goresan yang tidak
disengaja. Secara umum, semua alat yang disposibel diautoklaf dulu sebelum
dibuang. Pada kasus perawatan pasien yang menular, peralatan disposibel dibungkus
rangkap dua sesegera mungkin sesudah digunakan.
2.3.2 Alat
Langkah persiapan alat adalah sebagai berikut:
16
a. Menghilangkan Debris
Diperlukan ruangan atau tempat terpisah untuk mempersiapkan peralatan. Bak
yang dibuka untuk menyikat alat biasanya dianggap sudah terkontaminasi dan tidak
boleh digunakan untuk mencuci tangan. Apabila bak cuci tangan yang terpisah tidak
ada, maka bak tersebut harus diguyur dan didekontaminasi dahulu dengan
menggunakan desinfektan yang terdapat dalam EPA. Orang yang menyikat peralatan
harus memakai sarung tangan yang tebal. Semua saliva, darah, atau sisa jaringan
dibersihkan sebelum dilakukan sterilisasi dan desinfeksi. Dianjurkan memakai
pembersih ultrasonic.
b. Pengemasan Peralatan
Membungkus peralatan yang benar, baik menggunakan kain yang bisa dipakai
ulang, atau menggunakan bungkus sekali pakai ialah dengan dua lapis. Semua
peralatan yang berengsel harus dalam keadaan terbuka. Pengemasan ini dilengkapi
dengan pita indikator yang peka panas atau uap yang dengan perubahan warnanya
bisa menunjukkan bahwa bungkusan tersebut sudah diautoklaf. Sebaiknya alat
dibungkus dalam plastik jernih yang diklip, diplester, atau direkat dengan pita
indicator. Tanggal dilakukannya autoklaf dicatat pada bagian luar setiap bungkusan.
Peralatan yang dibungkus hanya satu lapis harus diautoklaf lagi dalam 30 hari,
sedangkan yang dibungkus rangkap dua dapat bertahan sampai enam bulan.
c. Peralatan siap pakai/disposable
17
Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan pada keadaan kritis alat-alat siap
pakai. Yang paling penting ialah jarum suntik yang digunakan untuk anestesi local
atau bahan yang lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan,
sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya. Pemasangan jarum pada selubungnya
jangan dilakukan dengan tangan.
Apabila tidak ada alternatif lain untuk memasang selubung jarum, maka bisa
digunakan hemostat/needle holder. Benang dan jarum jahit juga tersedia dalam
bentuk siap pakai. Ini ialah yang disebut armed suture yaitu jarum yang disatukan
dengan benang jahitnya.
Bilah skapel dan kombinasi bilah tangkai juga tersedia dalam bentuk steril
untuk sekali pemakaian. Sarung tangan steril baik yang panjang maupun yang pendek
menjamin adanya asepsis dan dibungkus rangkap dua untuk menjamin bahwa pada
waktu pemakaian tidak terkontaminasi. Sebagian besar agen hemostatik, bahan
pengganti tulang aloplastik, dan material untuk implan tidak membutuhkan sterilisasi
lagi.
Sponge dan bahan-bahan dressing biasanya tersedia dalam bungkusan steril
yang terpisah. Penutup yang steril, idealnya dengan pelindung plastic digunakan
apabila diperkirakan akan terjadi kontaminasi oleh darah atau saliva. Sebagian
peralatan dibungkus dengan system peel down. Dibungkus rangkap dua sehingga
memungkinkan orang yang tidak menggunakan sarung tangan membuka dan
18
menyerahkan isinya kepada orang lain yang sudah memakai sarung tangan atau
menaruh isinya di atas tempat yang steril. Apabila bungkusnya sobek, peralatan
tersebut sebaiknya jangan digunakan. Meskipun bisa diautoklaf, tidak ada peralatan
disposable yang boleh digunakan ulang.
d. Meja tempat instrumen steril
Meja instrumen diatur oleh scrub nurse. Terdiri dari alat-alat yang steril dan
semua instrumen yang dapat digunakan dalam bedah mulut. Meja ini tidak boleh
sampai terkontaminasi selama operasi sedang berjalan. Meja instrumen sebaiknya di
tutupi oleh kain steril. Peralatan yang dibutuhkan di transfer ke rak mayo dengan
penjepit instrumen yang steril.
Untuk menentukan tingkat sterilisasi/desinfeksi yang layak, maka alat-alat
digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya, yaitu:
a. Alat-alat Kritis
Untuk menentukan tingkat sterilisasi/desinfeksi yang layak, maka alat-alat
digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya. Alat-alat kritis ialah alat
yang berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh yaitu semua struktur atau
jaringan yang tertutup kulit/mukosa, karena semua ini mudah terserang infeksi.
19
Peralatan kritis harus steril sebelum digunakan. Termasuk dalam kategori ini
yaitu jarum suntik, scalpel, elevator, bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk
implantasi (misalnya implan, bahan aloplastik dan bahan hemostatik). Apabila
memungkinkan sebaiknya peralatan disterilisasi dengan autoklaf. Kelayakan tingkat
sterilitas bisa diuji seminggu sekali dengan menggunakan peralatan tes spora.
Kontrol berikutnya untuk membuktikan bahwa autoklaf sudah dilakukan ialah
menggunakan indikator yang peka terhadap panas/uap yang ditempelkan di luar
pembungkus alat. Apabila penggunaan autoklaf tidak memungkinkan, desinfeksi
yang sangat baik dapat dicapai dengan menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada
US Environmental Protection Agency (EPA), waktu pemaparan tergantung pada
instruksi pabrik. Diikuti dengan pembasuhan menggunakan air steril. Cara lain untuk
mensterilkan ialah dengan merendam dalam air mendidih selama paling sedikit 10
menit.
b. Alat-alat Semi Kritis
Peralatan semikritis ialah alat-alat yang bisa bersentuhan tapi sebenarnya tidak
dipergunakan untuk penetrasi ke membran mukosa mulut. Meskipun terkontaminasi
oleh saliva dan darah, alat tersebut biasanya tidak membawa kontaminan ke daerah
steril di dalam tubuh. Kaca mulut dan alat lain yang digunakan untuk pemeriksaan
dan tes termasuk dalam kategori ini. Handpiece digunakan untuk bedah mulut
idealnya bisa diautoklaf. Jika harus menggunakan handpiece yang lain, maka setiap
20
selesai pemakaian sebaiknya dilakukan pengurasan air pendingin 20-30 menit,
kemudian disikat di dalam air dan kotorannya dihilangkan dengan sabun. Kemudian
dengan hati-hati dilap dengan bahan pengisap yang mengandung bahan antikuman
yang terdaftar di EPA sebagai desinfektan rumah sakit dan mycobactericidal.
c. Alat-alat Non Kritis
Yaitu peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan membrane mukosa.
Meliputi countertops, pengontrol posisi kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan,
dan pengontrol kotak untuk melihat gambar sinar X. Apabila terkontaminasi dengan
darah, saliva atau kedua-duanya, mula-mula harus dilap dengan handuk pengisap
kemudian didesinfeksi dengan larutan antikuman yang cocok, misal 5000 ppm
(pengenceran larutan pemutih 1:10, clorox) atau 500 ppm (pengenceran 1:100 sodium
hipoklorit). Harus hati-hati karena sodium hipoklorit korosif terhadap logam.
BAB III
KESIMPULAN
Persiapan prabedah meliputi persiapan pasien, operator, alat-alat dan ruangan
persiapan prabedah penting sekali untuk memperkecil resiko operasi karena hasil 21
akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada keadaan penderita dan persiapan
prabedah. Persiapan prabedah berfungsi untuk memperkecil terjadinya penularan
penyakit dan memperlancar proses perawatan selama proses operasi.
Persiapan prabedah meliputi persiapan pasien baik secara fisiologi maupun
psikologi. Persiapan operator staf meliputi pakaian klinik, pencucian tangan, triad
barrier, dan imunisasi. Dan yang ketiga adalah persiapan ruangan dan alat.
DAFTAR PUSTAKA
Archer W. H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery 5th ed. W.B. Saunders.
Pederson, Gordon W. 1996. Buku ajar praktis BEDAH MULUT. Jakarta: penerbit
buku kedokteran EGC.
22
Sabiston,C,David. Buku Ajar Bedah. 1995. Jakarta: EGC
Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal. Yayasan Spiritia. Desember 2007
http://spesialisbedah.com
http://www.who.int
http://www.pdgi-online.com
http://zahra-youtube.blogspot.com/2010/11/askep-perioperatif.html
23