makalah sarbaini fkip unlam

10
PENGEMBANGAN MODEL PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK TERHADAP NORMA SEKOLAH; Studi Awal di SMA Korpri Banjarmasin*) SARBAINI FKIP UNLAM**) ABSTRAK The research is preliminary study to purpose of exploration to the develop of building model of student obedience to school norm in SMA KORPRI Banjarmasin with ordering of school climate and attitude or behavior of teacher toward students. This research background is because of disobedience toward law, culture and tradition norms a happened in line across of life, so it worries of more powerful disobedience to students. The Research method is qualitative with observation, interview, and document study for data collect of technique. Research finding shows the develop of building model of student obedience base to concept about obedience and disobediece of students personal category; ordering of school climate include physical organize to give for free space to activity and expression; setting of class position not base class ordering, but orientation toward orderliness, tranquillity, respectful, responbility and example of conduct; every where be found of banners and writes give about faith, takwa, nobel morals, achievement, creative, innovative, outonomous, and discipline; sets of tools to invite for neat, clean, orderly, and gender respect of conduct. Attitude or counduct of teachers link to programmed action (action of daily, weekly, monthly, and yearly) and accidental (cooperation with local community, handle of casus and give to sanction) Key words: Building, Obedience, Student, School Norms. Penelitian ini merupakan studi awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengembangan model pembinaan kepatuhan peserta terhadap norma sekolah di SMA KORPRI Banjarmasin melalui penataan iklim sekolah dan sikap atau perilaku guru terhadap siswa. Latar belakang penelitian ini karena ketidakpatuhan terhadap norma hukum, budaya dan tradisi telah terjadi di semua lini kehidupan, sehingga dikhawatirkan ketidakpatuhan akan lebih menebal pada peserta didik di sekolah. Metode penelitian adalah penelitian kualitatif dengan observasi, wawancara dan studi dokumenter sebagai teknik pengumpul data. Hasil penelitian menunjukkan pengembangan model pembinaan kepatuhan berbasis pada konsep tentang kategori pribadi peserta didik yang patuh dan tidak patuh, penataan iklim sekolah meliputi penataan fisik memberi ruang kebebasan bergerak dan berekspresi; tatanan posisi kelas tidak berurutan menurut tingkatan kelas tetapi pada norma ketertiban, ketenteraman, penghormatan, tanggung jawab dan keteladanan perilaku; pada setiap tempat terdapat beberapa spanduk, tulisan yang memuat nilai-moral-norma iman, takwa, akhlak mulia, prestasi, kreatif, inovatif, mandiri dan disiplin; peralatan yang mengundang untuk berperilaku rapi, bersih, tertib, dan menghormati gender. Sikap atau perilaku guru berkaitan dengan tindakan terprogram (kegiatan harian, mingguan, bulanan, dan tahunan) dan tindakan insendental (kerja sama dengan masyarakat, penanganan kasus dan pemberian sanksi). Kata kunci: Pembinaan, Kepatuhan, Peserta Didik, Norma Sekolah. ------------------ * ) Dipresentasikan dalam Seminar Internasional & Workshop Sosialisasi Pendidikan Karakter, Rabu, 6 Oktober 2010 Aula JICA FPMIPA UPI. Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Umum & Nilai SPS UPI Bandung ** ) Mahasiswa S3 Pendidikan Umum & Nilai (NIM 0807963) Dosen FKIP Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin Kalimantan Selatan A. Latar Belakang Masalah 1

Upload: anang-sarbaini

Post on 12-Jul-2015

1.808 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

PENGEMBANGAN MODEL PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK TERHADAP NORMA SEKOLAH; Studi Awal di SMA Korpri Banjarmasin*)

SARBAINI FKIP UNLAM**)

ABSTRAKThe research is preliminary study to purpose of exploration to the develop of building model of student obedience to school norm in SMA KORPRI Banjarmasin with ordering of school climate and attitude or behavior of teacher toward students. This research background is because of disobedience toward law, culture and tradition norms a happened in line across of life, so it worries of more powerful disobedience to students. The Research method is qualitative with observation, interview, and document study for data collect of technique. Research finding shows the develop of building model of student obedience base to concept about obedience and disobediece of students personal category; ordering of school climate include physical organize to give for free space to activity and expression; setting of class position not base class ordering, but orientation toward orderliness, tranquillity, respectful, responbility and example of conduct; every where be found of banners and writes give about faith, takwa, nobel morals, achievement, creative, innovative, outonomous, and discipline; sets of tools to invite for neat, clean, orderly, and gender respect of conduct. Attitude or counduct of teachers link to programmed action (action of daily, weekly, monthly, and yearly) and accidental (cooperation with local community, handle of casus and give to sanction)

Key words: Building, Obedience, Student, School Norms.

Penelitian ini merupakan studi awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengembangan model pembinaan kepatuhan peserta terhadap norma sekolah di SMA KORPRI Banjarmasin melalui penataan iklim sekolah dan sikap atau perilaku guru terhadap siswa. Latar belakang penelitian ini karena ketidakpatuhan terhadap norma hukum, budaya dan tradisi telah terjadi di semua lini kehidupan, sehingga dikhawatirkan ketidakpatuhan akan lebih menebal pada peserta didik di sekolah. Metode penelitian adalah penelitian kualitatif dengan observasi, wawancara dan studi dokumenter sebagai teknik pengumpul data. Hasil penelitian menunjukkan pengembangan model pembinaan kepatuhan berbasis pada konsep tentang kategori pribadi peserta didik yang patuh dan tidak patuh, penataan iklim sekolah meliputi penataan fisik memberi ruang kebebasan bergerak dan berekspresi; tatanan posisi kelas tidak berurutan menurut tingkatan kelas tetapi pada norma ketertiban, ketenteraman, penghormatan, tanggung jawab dan keteladanan perilaku; pada setiap tempat terdapat beberapa spanduk, tulisan yang memuat nilai-moral-norma iman, takwa, akhlak mulia, prestasi, kreatif, inovatif, mandiri dan disiplin; peralatan yang mengundang untuk berperilaku rapi, bersih, tertib, dan menghormati gender. Sikap atau perilaku guru berkaitan dengan tindakan terprogram (kegiatan harian, mingguan, bulanan, dan tahunan) dan tindakan insendental (kerja sama dengan masyarakat, penanganan kasus dan pemberian sanksi).

Kata kunci: Pembinaan, Kepatuhan, Peserta Didik, Norma Sekolah.------------------* ) Dipresentasikan dalam Seminar Internasional & Workshop Sosialisasi Pendidikan Karakter, Rabu, 6 Oktober 2010 Aula JICA FPMIPA UPI. Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Umum & Nilai SPS UPI Bandung** ) Mahasiswa S3 Pendidikan Umum & Nilai (NIM 0807963) Dosen FKIP Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarmasin Kalimantan SelatanA. Latar Belakang Masalah

1

Page 2: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membantu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (pasal 3 UU SPN Tahun 2003).

Dari 10 Nilai Luhur (iman, takwa, akhlak mulia, sehat, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis,bertanggungjawab) sebagai Moralitas yang hendaknya dibentuk oleh Pendidikan Nasional, khususnya Pendidikan Umum/Nilai adalah nilai demokratis. Nilai moral demokrasi menurut Unesco-Apnieve (1998) adalah terdiri dari Respect for Law and Order, Discipline, Respect for Authority, Mutual trust. Dapat dikatakan dasar nilai demokrasi itu adalah nilai kepatuhan kepada hukum dan ketertiban. Nilai demokrasi jelas tidak bisa berjalan baik kecuali terdapatnya karakter pribadi yang patuh dan respek pada hukum dan ketertiban publik.

Namun saat ini, terlihat demokrasi cenderung disalahpahami kalangan masyarakat sebagai demonstrasi massa dan berbagai bentuk unjuk rasa lainnya, sehingga memunculkan istilah “demo-crazy”. Juga, kebebasan cenderung disalahartikan sebagai “kebebasan tanpa aturan” (lawlessness freedom) dan tanpa kepatuhan kepada hukum. Hasilnya seperti yang terjadi kebanyakan di masyarakat adalah anarki. Anarkisme bukan hanya mencederai, tetapi bahkan jelas bertentangan dengan demokrasi. Sehingga salah satu persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah perilaku masyarakat yang dengan ringannya melanggar kaidah-kaidah etis-normatif, tradisi, bahkan hukum formal (Kompas, 2009), dan ini hampir terjadi di semua lini kehidupan.

B. PermasalahanFenomena demikian mengindikasikan bahwa masih dianutnya nilai-moral dan

perilaku tidak demokratis, khususnya nilai-moral dan perilaku yang tidak mematuhi hukum dan ketertiban (Unrespect/Disobedience for Law and Order). Jika dibiarkan belarut-larut, akan memberikan dampak negatif terhadap generasi muda, bahkan memperkuatnya, atau terbentuknya pemahaman yang keliru tentang demokrasi, yakni demokrasi adalah paham kebebasan yang menegasikan hukum dan peraturan, dan tidak mematuhinya peserta didik terhadap norma di sekolah. Karena data tahun 2009/2010 di SMA KORPRI Banjarmasin menunjukkan adanya fenomena ketidakpatuhan, dalam aspek kerajinan, kelakuan dan sikap, kerapian, dan ketertiban.

Hal demikian menarik untuk dikaji bagaimanakah pengembangan model pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma sekolah di SMA Korpri Banjarmasin? Pertanyaan demikian dapat dirinci lagi pada aspek permasalahan, yaitu :

1. Bagaimanakah konsepsi peserta didik yang dianggap sebagai pribadi yang patuh kepada norma sekolah menurut kepala sekolah, para guru dan peserta didik ?

2. Bagaimanakah iklim emosional sekolah ditata dalam membina kepatuhan peserta didik terhadap norma sekolah ?

3. Bagaimanakah sikap dan perilaku yang dilakukan guru dalam membina kepatuhan peserta didik terhadap norma sekolah?

C. Tinjauan TeoritisBeberapa teori yang menjadi landasan pengembangan model pembinaan kepatuhan

peserta didik terhadap norma sekolah adalah teori psikoanalitik, behavioristik, traits, perkembangan kognitif dan holisitik (Mulyana, 2002), sedangkan pendekatannya adalah pendekatan psikoanalisis, teori-teori belajar dan teori perkembangan kognitif (Downey dan Kelly: 1982), namun disesuaikan dengan kepribadian manusia Indonesia yang berbasis nilai

2

Page 3: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

ketuhanan dan nilai budaya lokal Indonesia.Kepatuhan sebagai kewajiban moral dan kewajiban politik dalam mematuhi undang-

undang Negara dalam pelaksanaannya sebagai nilai moral demokrasi amat ditentukan oleh sistem demokrasi yang dianut dalam suatu Negara. Kepatuhan sebagai nilai moral demokrasi yang dilaksanakan dalam suatu Negara dan dipraktekkan oleh warga negaranya ditentukan nilai ideal, konseptual dan praktis yang yang dianut dan dipraktekkan. Nilai kepatuhan berbasis pada landasan agama (Al Baqarah:285; Al Imran:132; Al Anfal:20 dan Al Imran:17), dan landasan teoritis, yaitu teori persetujuan, teori keadilan dan teori kehendak umum (Raphael, 1993:175-197).

Pembinaan kepatuhan peserta didik kepada norma di sekolah dilakukan melalui model pendidikan umum/nilai dalam konteks pendidikan persekolahan, dieksplorasi dari penataan iklim sekolah dan perlakuan guru terhadap peserta didik. Penataan iklim sekolah seperti konsistensi dan pengaturan tentang hukuman dan ganjaran, telah memberikan sumbangan yang berharga terhadap pencapaian hasil akademik siswa (Anderson,1982, dalam Gallay dan Pong, 2004); lingkungan sekolah yang teratur, moral yang tinggi, perlakuan terhadap siswa yang positif, penyertaan aktivitas siswa yang tinggi dan hubungan sosial yang positif ternyata memiliki korelasi yang kuat dengan hasil-hasil akademik siswa (Stockard dan Mayberry,1992, dalam Gallay dan Pong, 2004; berkontribusi positif terhadap pencapaian hasil non akademik, seperti pembentukan konsep diri, keyakinan diri, dan aspirasi (Brookover et al., 1979; McDill & Rigsby, 1973; Mitchell, 1968; Anderson, 1982 dalam Gallay dan Pong, 2004). Hubungan antara siswa dan guru, yang ditentukan oleh perlakuan guru terhadap siswa, oleh siswa terhadap guru tertentu, oleh stereotip budaya dari guru sebagai kelompok, dan oleh teknik mengajar serta kedisiplinan yang digunakan, akan mempengaruhi sikap siswa terhadap mata pelajaran. (Hurlock, 1976); guru berperan dalam mengembangkan perasaan dan emosi yang melahirkan nilai, sikap, dan tingkah laku yang baik bagi seseorang dan masyarakat (APEID, 1992:83, dalam Mulyana, 2002), berlangsungnya “pertemuan intensional”, suatu “pertemuan” makna-makna esensial yang dirasakan penting oleh guru dan siswa (Soelaeman, 1988: 23).

D. Metode PenelitianPelaksanaan penelitian berbasis pendekatan kualitatif (jenisnya) atau naturalistik

(prosesnya) dengan tipe penelitian studi kasus (observational case study) pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban di SMA KORPRI Banjarmasin, dengan cara deskriptif analitik, berupaya menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung pada saat penelitian dilakukan berdasarkan fakta yang ada, dengan kajian yang mendalam dan terfokus, serta menggunakan berbagai teknik penelitian ilmiah, seperti observasi, wawancara, studi dokumentasi dan foto.

E. Hasil Studi Awal 1. Konsepsi Peserta Didik sebagai Pribadi yang Patuh terhadap Norma Sekolah

“Peserta didik sebagai pribadi yang patuh terhadap norma sekolah menurut kepala sekolah, para guru dan siswa adalah : pribadi yang berperilaku sesuai dengan prosedur yang berlaku di sekolah, yaitu sesuai dengan tata tertib dan tata krama sekolah, melaksanakan apa yang ditetapkan oleh peraturan sekolah dan dipenuhi olehnya, serta mematuhi dengan sendirinya, dan terlihat dalam kesehariannya, pada cara berpakaian dan sikap-sikap yang menunjukkan tidak membuat hal-hal yang di luar batas kewajaran sekolah dan aktif dalam kegiatan sekolah”

2. Penataan Iklim Emosional Sekolah Dalam Membina Kepatuhan Peserta Didik Terhadap Norma Sekolah

Penataan iklim emosional sekolah diorientasikan kepada suasana lingkungan yang

3

Page 4: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

mengacu kepada nilai-moral-norma Iman, Takwa, Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Kerindangan, Keindahan, Kesehatan, Kekeluargaan, dan Kenyamanan, sehingga melahirkan iklim emosional yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Data penataan situasi iklim sekolah dilakukan antara lain berdasarkan observasi dan studi dokumentasi peta sekolah;

“Menata bangunan fisik sekolah dengan memberi ruang yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk bergerak, bereskpresi dan melepaskan lelah atau berbelanja di kantin dengan penempatan yang tidak mengganggu ketenangan dan kebersihan di sekolah; Menata ruang kelas yang berbeda dari tatanan urutan kelas konvensional, yang biasanya berdasarkan urutan. Penataan urutan kelas tidak berdasarkan urutan tetapi berorientasi pada terbentuknya sikap bagi peserta didik untuk mematuhi nilai-moral-norma ketertiban, ketenteraman, penghormatan kepada kakak kelas dan memberikan keteladanan pada adik kelas, misalnya antara kelas X-2 dan X-3 terdapat kelas XII-IPS.1, antara kelas X-4 dan X-5 terdapat kelas XII-IPS.2, kelas X-1 berdampingan kelas X-1, kelas XI-IPA berdampingan dengan kelas XII-IPA, dan kelas XI-IPS.2 berdampingan dengan kelas XI-IPS3; Menanam pohon dan tanaman hias di halaman kelas masing-masing dan di halaman sekolah, sehingga terbentuklah lingkungan sekolah yang asri, teduh dan rindang. Tiap kelas diberi tugas untuk memelihara tanaman hias yang berada di halaman depan kelas masing-masing; Mewarnai lingkungan sekolah dengan warna tertentu, seperti warna dinding kelas coklat kekuning-kuningan, hijau, hijau muda; papan informasi, nama sekolah, merah, hitam, biru; lantai dasar lapangan basket ball, merah hati. Sehingga suasana (auora) sekolah berwarna warni, meskipun yang dominan adalah coklat kekuning-kuningan; Memasang papan informasi dan spanduk yang berisi pesan-pesan yang mengajak untuk mematuhi nilai-moral-norma. Papan informasi antara lain terletak; di pintu gerbang sekolah, di samping pintu gerbang sekolah, di depan dan di dinding kantor kepala sekolah, di depan kantor guru, di depan koridor lorong di kelas, di kantin dekat pintu, di depan pintu kelas, di dinding luar beberapa kelas, di dinding dalam di depan kelas, di depan perpustakaan; Menaruh cermin besar di samping pintu kelas, agar setiap orang yang masuk kelas sudah memperhatikan nilai kebersihan dan kerapian penampilannya; Menempatkan kursi panjang di sepanjang kelas, agar peserta didik pada jam istirahat keluar dari kelas, jika tidak berbelanja ke kantin. Hal ini berkaitan penciptaan kondisi untuk penanaman sikap mematuhi norma ketertiban, keamanan dan kesehatan; Menempat tempat sampah dan sapu di depan pintu setiap kelas, mengundang untuk bersikap mematuhi norma kebersihan; Tempat parkir yang tertib dan tidak mengganggu iklim sekolah, mengundang untuk bersikap mematuhi norma ketertiban, keamanan dan ketenangan; Penempatan WC terpisah antara peserta didik putra dan putri. 3 buah WC putri di sebelah Timur dan 4 buah WC putra di sebelah Barat, bermakna peserta didik bersikap mematuhi nilai-moral-norma demokratis yakni kesetaraan gender”

3. Sikap dan Perilaku Guru Dalam Membina Kepatuhan Peserta Didik Terhadap Norma Sekolah

Sikap dan perilaku guru dalam membina kepatuhan peserta didik terhadap norma sekolah diperoleh datanya selama observasi, dan melalui wawancara dan studi dokumentasi.

a. Sikap dan Perilaku yang berkaitan dengan Tindakan Terprogram1) Kegiatan Harian, di antaranya:“Guru menugaskan, mendampingi dan menyertai peserta didik melaksanakan piket

kebersihan lingkungan sekolah dilakukan oleh dua kelas bergantian setiap hari,

4

Page 5: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

dilakukan selama 15 menit dengan kegiatan menyapu dan membersihkan lingkungan sekolah; Sebagian guru yang bertugas sebagai pengawas harian dan pengelola kantin (6 buah) ikut serta membersihkan pada pagi hari dan siang hari, setelah peserta didik pulang sekolah; Wali kelas dan guru memonitor dan menilai kinerja petugas kebersihan kelas, dinilai setiap hari, minimal 1 kali. Penilaian ini merupakan bagian dari Gerakan Bersih Sekolah, jika terdapat kekotoran, diberikan sanksi dengan indikator pelanggaran berdasarkan skor tertentu. Setiap bulan akan diumumkan kelas yang memperoleh skor tertinggi sebagai kelas terbersih dan kelas terkotor, dan diberikan hadiah tertentu kepada kelas dan peserta didik; Setiap guru di kelas pada jam pertama memonitor kegiatan Tadarus Al Qur’an selama 15 menit, hasilnya diparaf guru dalam buku Aktifitas Keagamaan”

2) Kegiatan Mingguan, di antaranya:a) Setiap Hari Senin, diadakan upacara bendera.“Dalam persiapan upacara bendera, peserta didik ditata oleh guru kerapian dan

ketertiban untuk mengikuti upacara. Peserta didik yang tidak lengkap seragam upacara, langsung dihimbau untuk membentuk kelompok sendiri di hadapan peserta upacara umumnya dan setelah upacara dikenakan sanksi, membersihkan lingkungan sekolah dan mendapatkan skor hukuman. Pada acara pembina memberikan amanatnya, materinya adalah penilaian terhadap kelas yang melakukan upacara dari aspek kerapian, kesungguhan dan kekompakan (kelompok penaik bendera, kelompok penyanyi, protokol, pembaca doa, dan komandan). Selain penilaian, pembina upacara juga memberikan nasehat, himbauan untuk mematuhi norma sekolah, terutama menurunnya kepatuhan pada norma tertentu”

b) Setiap Hari Jum’at(1)“Minggu 1 dan 3 pada setiap pagi Jum’at, dilaksanakan kegiatan Busana

Muslim dan IMTAQ, yakni peserta didik putra diwajibkan memakai baju koko dan putri memakai busana muslimah, sebelum masuk kelas sekitar 15 menit, dilaksanakan Jum’ at Imtaq. Acaranya terdiri dari pembukaan, pembacaan surah Yasin, shawalat, pengumpulan donasi untuk siswa tidak mampu, kultum. Kemudian kepala sekolah memberikan nasehat dan himbauan, serta peringatan bagi yang melanggar maupun yang mencoba mau melanggar norma sekolah, dan penutup. Pada beberapa Jum’at tertentu, dilanjutkan aksi kebersihan, dan penataan parkir sepeda motor yang dianggap mengganggu lalu lintas siswa di area parkir”

(2)“Minggu 2 dan 4 pada setiap pagi Jum’at, diwajibkan pakaian olahraga dengan kegiatan senam pagi, dan, setelah selesai kepala sekolah memberikan nasehat dan himbauan, serta peringatan bagi yang melanggar maupun yang mencoba mau melanggar norma sekolah baru dilanjutkan acara bersih-bersih lingkungan, dengan pembagian berdasarkan blok lokasi yang dibersihkan dan kelas yang ditugaskan bersama para guru dan kepala sekolah. Jika penataan parkir sepeda motor dilihat tidak teratur, karena mengganggu lalu lintas siswa di area parkir, maka siswa pemiliknya diminta menatanya secara teratur, Jika masih tidak teratur, sepeda motor yang bersangkutan dikempesi bannya.”

c) Setiap Sabtu“Setiap Sabtu, khusus untuk siswa kelas X diwajibkan hadir di sore hari jam

15.00 WITA, untuk kegiatan Pramuka. Jika rumah jauh diminta tidak pulang, dan membawa makan siang, dan disediakan tempat istirahat di Sanggar Pramuka. Jika tidak hadir dalam kegiatan itu, maka siswa akan dikenakan

5

Page 6: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

sanksi berupa denda dalam bentuk uang. Dalam kegiatan pramuka ini, fokus kegiatannya adalah kegiatan baris berbaris, dan kegiatan pramuka lainnya”

3) Kegiatan Bulanana) “Penilaian kelas terbesih dan terkotor. Pada setiap bulan pada minggu pertama

dalam upacara bendera, diumumkan hasil penilaian kebersihan kelas-kelas berdasarkan penilaian guru yang mengajar di kelas, hasilnya berupa diumumkannya Kelas Terbersih dan Kelas Terkotor.

b) “Dilaksanakan berbagai kegiatan ekstrakurikulum, ada yang bersifat wajib dan yang berdasarkan minat dan hobby.(1)Wajib. Setiap peserta didik kelas X yang baru, setelah dua bulan tahun ajaran berjalan, semua diwajibkan untuk mengikuti kegiatan pramuka, selama 1 minggu sekolah, pada setiap sore dan hari Minggu diadakan kegiatan kemah pramuka. Selanjutnya setiap bulan sekali pada setiap sore Sabtu, khusus dilaksanakan kegiatan pramuka. Kegiatan pramuka merupakan salah satu kegiatan unggulan dan pembentuk ikon spiritual nilai-moral dan norma dasar kedisiplinan dan citra positif SMA KORPRI; (2) Sesuai Minat dan Hobby. Setiap tengah bulanan dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat dan hobby masing-masing, yang disusun setiap hari, dengan jadwal masing-masing, kegiatan ekstrakurikuler itu antara lain, adalah olahraga (basketball, futsal, volleyball, tenis meja, bulu tangkis), musik, puisi, dance (cheerleader). Kegiatan ini bersifat diversifikasi dan beragam sesuai dengan kebutuhan, minat dan hobi peserta didik”

4) Kegiatan Tahunan, di antaranya;a) MOS. “Pada setiap tahun dikenalkan norma sekolah kepada peserta didik

khususnya tata tertib sekolah, dilakukan pada waktu awal masuk sekolah. Naskah tata tertib sekolah diberikan kepada peserta didik yang baru masuk, kemudian dijelaskan dalam masa orientasi masa pengenalan sekolah (MOS), diminta untuk dikopi dan diberikan kepada orang tua untuk ditanda tangani sebagai tanda kesediaan orang tua dan siswa mematuhi tata tertib sekolah. Tata tertib sekolah juga ditempelkan di samping pintu masuk pada masing-masing kelas”

b) Sosialisasi Visi, Misi dan Tata Tertib Sekolah Kepada Orang Tua Siswa. “Setelah MOS berakhir, para orang tua siswa diundang untuk hadir dalam acara silaturahmi antara SMA KORPRI ( kepala sekolah, para wakil dan dewan guru) dan orang tua, dengan acara khusus Sosialisasi visi, misi dan tata tertib sekolah. Tujuan dari kegiatan ini selain memperkuat ikatan kerja sama antara sekolah dan para orang tua, juga agar orang tua mengetahui dan memahami visi, misi, tata tertib sekolah, juga ikut berpartisipasi dalam merealisasikan visi, misi, dan menegakkan tata tertib sekolah.”

c) HUT Gugus Depan Pramuka, “menyalurkan siswa aktivis pramuka merupakan salah satu kegiatan unggulkan SMA KORPRI Banjarmasin, sebagai puncak aktualisasi kegiatan pramuka di sekolah, selain berlatih melaksanakan kegiatan kepramukaan, juga menguji keterampilan-keterampilan kepramukaan yang telah dilatih selama ini. Kegiatan ini pemuh makna nilai kedisiplinan, ketertiban, kerapian dan keteraturan serta kepatuhan”

d) Upacara Adat Tradisi Pelepasan Siswa, “dilaksanakan melibatkan para orang tua dan salah kiat yang membuat lulusan tidak melakukan aksi coret-coret pakaian seragam dan konvoi di jalan setelah kelulusan. Seluruh kegiatan paduan antara acara formal, tradisi budaya dan disiram air oleh pemadam kebakaran. Acara formal sesuai dengan petunjuk dinas pendidikan berupa acara pelepasan siswa berupa penghormatan terhadap bendera, janji putera-puteri Indonesia sambil

6

Page 7: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

memegang bendera, pelepasan atribut. Berbeda dengan sekolah lainnya, dalam acara ini siswa melepaskan baju seragam dan ditaruh dalam kotak, hasilnya disumbangkan kepada siswa yang tidak mampu. Setelah itu acara tradisi budaya, siswa satu persatu dimandikan oleh orang tua/wali, kemudian para wali kelas dengan air tujuh kembang setaman (bamandi-mandi). Siswa yang telah mandi kemudian disembur dengan air oleh mobil pemadam kebakaran. Akhirnya tanda kelulusan diberikan kepada orang tua, sementara para siswa bermain-main bersama-sama temannya sambil disembur dengan air oleh mobil pemadam kebakaran. Akhirnya para siswa kelelahan dan pulang bersama orang tua/walinya”

b. Sikap dan Perilaku yang berkaitan dengan Tindakan Secara insidental, 1) Kepala Sekolah, beberapa guru bersama peserta didik putra kelas XII melaksanakan

Sholat Jenazah, jika terdapat warga di lingkungan komplek perumahan sekitar SMA KORPRI yang meninggal dunia di mesjid atau di mushola.

2) Sanksi kepada peserta didik yang dmelakukan pelanggaran terhadap norma sekolah selain dilakukan berdasarkan poin, juga berupa denda uang dan material serta hukuman (dijemur karena tidak ikut upacara, selama waktu pelaksanaan upacara, agar merasakan bagaimana mengikuti upacara).

3) Penanganan kasus pelanggaran sebagai sikap tidak mematuhi norma sekolah, penyelesaian selalu melibatkan orang tua siswa, baik ringan maupun berat, tidak hanya sebagai mitra tetapi sekaligus sebagai penentu keputusan terhadap apa yang dilakukan terhadapnya dalam pembinaan peserta didik. Guru hanya memberikan pandangan dan alternatif, misalnya. Umumnya para guru setelah memberikan sanksi kepada peserta didik, para guru kemudian “mambisai” atau “mamusuti” (bahasa Banjar, artinya membujuk atau membelai-belai dengan lembut), yakni menasehati dengan maksud agar peserta didik menyadari dan memahami diri dan lingkungannya maupun menurut norma agama, bahwa perbuatannya itu salah dan membawa akibat buruk baginya, kadangkala menyebabkan peserta didik ada yang menangis. Untuk peserta didik yang termasuk “langganan”, dipanggil orang tuanya atau disarankan kepada guru BK untuk mendialogkan masalah anaknya, Kalau dipandang tidak sanggup lagi dan dikuatirkan akan membawa dampak negatif bagi peserta lainnya, maka yang bersangkutan dipanggil orang tua dan didiskusikan tentang kondisi anaknya serta disarankan untuk pindah sekolah lain.

F. DiskusiSecara umum sikap dan perilaku guru dalam membina kepatuhan peserta didik

terhadap norma sekolah beragam, tergantung pada karakter guru masing-masing, tegas, lembut, akrab, namun umumnya diterima oleh peserta didik, karena dilandasi oleh tugas, kewajiban, tanggung jawab dan panggilan hati seorang guru. Apalagi sebagian besar peserta didik sebagian besar berasal dari kalangan status sosial bawah, dan beberapa di antaranya adalah yang tidak diterima di SMA Negeri, sehingga para guru mengupayakan mereka menjadi pribadi yang patuh, baik dan pintar. Oleh karena itu, para guru merasa tidak enak di hati dan tidak nyaman melihat kalau ada peserta didik melakukan perbuatan melanggar norna sekolah,sebab tugas guru bukan hanya mengajar dan mendidik.

Sikap dan perilaku guru dalam memberikan tindakan penghargaan maupun hukuman bertujuan agar menjadi baik dan mendidik peserta didik yang tidak patuh, kapok untuk dirinya sendiri dan menjadi contoh yang agar jangan melanggar, namun mendorong timbulnya rasa tanggungjawabnya dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Pemberian penghargaan dilakukan untuk menghargai kerja sama, semangat kompetitif, kreativitas dan

7

Page 8: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

inovasi peserta didik secara pribadi maupun kelompok, misalnya kelas terbersih dan prestasi dalam bidang akademis dan non akademis, semuanya pada gilirannya menumbuhkan partisipasi dan kerja sama dalam mengembangkan nilai-moral-norma yang dipatuhi bersama oleh warga sekolah.

Pribadi peserta didik yang patuh terhadap norma sekolah sebagai hasil model pembinaan yang dilakukan, sebenarnya tidaklah datang dengan sendirinya, tetapi hasil kerja sama semua pihak, kepala sekolah, para guru,warga sekolah, peserta didik sendiri, khususnya dukungan orang tua. Sekolah tidak hanya memberikan lingkungan dan suasana iklim emosional yang kondusif agar pribadi peserta didik yang patuh pada norma sekolah, dapat tumbuh dan berkembang, tapi sekolah juga berkewajiban memberikan lingkungan sekolah suatu nuansa emosional yang sarat dengan muatan nilai-moral-norma, yaitu iman, takwa, kebersihan, kerapian, ketertiban, kenyamanan, keindahan,kesehatan, keteladan, kebersamaan, ketulusan hati, kebangsaan dan kekeluargaan.

Melalui lingkungan dan suasana iklim emosional sekolah yang kondusif peserta didik termotivasi pribadinya untuk mematuhi norma sekolah, karena lingkungan telah berupaya memenuhi kebutuhan dan minat peserta didik, baik melalui penataan iklim emosional sekolah dan tindakan yang dilakukan oleh guru melalui sikap dan perilaku di sekolah dan di kelas. Hampir semua jenis kebutuhan dan minat peserta didik dipenuhi dengan berbasis pada nilai-moral-norma, seperti; iman dan takwa (spiritual), kebangsaan, kreatifitas, kompetitif, keindahan, ketertiban, ketentraman, kekeluargaan (setiap acara yang dilaksanakan selalu melibatkan kepanitian antara guru, peserta didik dan alumni), sehingga lingkungan dan iklim emosional sekolah demikian memberikan rasa “aman”, khususnya bagi peserta didik yang berasal dari status sosial-bawah. Mereka menjadi tidak merasa rendah diri, dilindungi, diayomi dan diperhatikan serta dibimbing untuk menumbuhkan potensi, minat, hobby dan menghargai prestasi mereka, juga memberikan sanksi bagi yang tidak patuh, sehingga kebutuhan mereka untuk mengaktualisasi diri berkembang.

Sekolah dalam membina kepatuhan peserta didik terhadap norma sekolah nampaknya sejalan, dengan teori kepribadian dan teori perkembangan nilai-moral-norma, baik yang berdimensi kognitif (mengenalkan, memasang pesan dan simbol di berbagai tempat, menjelaskan, menghimbau, mengingatkan, menegur, menasehati, memperingatkan), afektif (merasa dihargai, diberikan hadiah kepada yang berpretasi, dilibatkan untuk merasa memiliki sekolah “piket harian membersihkan lingkungan sekolah’, ‘panitia bersama guru dalam acara-acara kegiatan’; berdoa sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran; merasa sebagai orang berguna ikut bersama masyarakat melaksanakan sholat jenazah di mesjid umum; diberikan tanggung jawab sebagai piket dan petugas kebersihan, mengawasi adik-adik kelas di samping kelasnya, sikap dan perilaku dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan panggilan hati sebagai pendidik), psikomotor (penghargaan kepada yang peserta didik dan kelas yang berprestasi ‘kelas terbersih; memberikan sanksi kepada peserta didik dan kelas terkotor; memberikan teladan kepada peserta didik; siswa kelas tertinggi diberikan tanggung jawab untuk menjadi teladan dan pembimbing adik-adik kelasnya; pembiasaan secara individu dan kelompok terhadap nilai kebersihan (piket harian kebersihan), nilai kerapian (cermin di depan pintu), kebersihan, dan kerapian (rak helm dan sepatu ), ketertiban (parkir sepeda motor secara rapi dan teratur, makan dan minum di kantin ).

Model pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma sekolah yang dilakukan oleh SMA KORPRI melalui penataan iklim emosional sekolah dan tindakan yang dilakukan sebagai aktualisasi sikap dan perilakunya adalah suatu proses pembinaan kepatuhan yang berbasis pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Hal demikian sejalan dengan pendapat Triandis (1971, dalam Neila Ramadhani, 2008) dan Fishbein & Ajzen (1975) yang menyatakan bahwa sikap termasuk kepatuhan sebagai cermin pribadi yang patuh berkaitan dengan proses kognitif, afektif dan perilaku. Proses kognitif dapat terjadi pada saat individu

8

Page 9: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

memperoleh informasi mengenai objek sikap kepatuhan. Proses kognitif ini dapat terjadi melalui pengalaman langsung dan tidak langsung. Proses afektif terjadi ketika objek sikap kepatuhan dihadirkan dengan penguatan tertentu akan melahirkan respon individu, baik positif maupun negatif. Sedangkan proses perilaku muncul saat perilaku kepatuhan sebelumnya dapat mempengaruhi sikap.

Lingkungan dan iklim emosional sekolah yang sarat dan melibatkan beragam nilai-moral-norma tersebut, dapat berupa hal yang disengaja dilembagakan melalu sejumlah ketentuan formal, seperti kode etik dan tata tertib sekolah, yang memuat nilai-moral-norma ketertiban, kerapian dan kebersihan, atau kecerdasan, kegotongroyongan, kebersamaan, kekeluargaan, keindahan dan kesehatan melalui kurikulum tertulis maupun “hidden curriculum”. Selain itu, sekolah adalah tempat bertemunya nilai-moral-norma kehidupan yang lahir secara pribadi dan ditampilkan dalam bentuk pikiran, ucapan, tindakan perorangan, yang muncul secara spontan dalam berbagai khasan pribadi setiap orang (Mulyana, 2004).

Karena itu, para ahli Pendidikan Umum/Nilai selalu melihat adanya pembinaan nilai-moral-norma kepatuhan sebagai basis pembentukan pribadi yang patuh pada norma di sekolah pada dua sisi kepentingan yang berbeda (Mulyana, 2004). Pertama, sekolah secara terstruktur membangun nilai-moral-norma yang menyatu dengan pengembangan kemampuan akademis melalui kurikulum tertulis. Kedua, perambatan nilai-moral-norma berlangsung secara alamiah dan sukarela melalui jalinan hubungan interpersonal antar warga sekolah, meski hal itu tidak diatur langsung dalam kurikulum formal, atau dengan kata lain berada dalam wilayah kurikulum tersembunyi. Namun di SMA KORPRI hal demikian, lebih merupakan realisasi dari program sekolah dalam bidang budaya dan lingkungan sekolah. Budaya dan lingkungan diupayakan mendukung proses belajar mengajar sekaligus memberikan suasana iklim kondusif bagi terwujudnya tujuan, misi, dan visi sekolah. Salah satunya adalah pembinaan yang menumbuh-kembangkan kepatuhan peserta didik menjadi pribadi yang patuh terhadap norma sekolah, sebagai indikator dari perilaku berdisipilin terhadap norma-norma sekolah, yaitu nilai-moral-norma iman, bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, sehat, kreatif, inovatif dan mampu beradaptasi, berprestasi dan berbudi pekerti.

Peningkatan sekolah sebagai wahana Pendidikan Umum/Pendidikan Nilai perlu memadukan kekuatan ketentuan-ketentuan formal yang dibangun melalui sejumlah aktifitas belajar (kognitif, afektif dan psikomotor) di dalam kelas dan di luar kelas, yang terintegrasi baik dalam kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler dengan kekuatan komunitas pendidikan secara sukarela oleh warga sekolah berbasiskan nilai-moral-norma agama dan kebudayaan (kearifan lokal, local indigeneous) mengacu pada teori dan pendekatan psikoanalisis, sifat-sifat, perkembangan kognitif belajar sosial dan holistik. Paling urgen adalah sekolah berperan dalam pengenalan, penanaman, penyadaran, pembinaan dan pengembangan nilai-moral-norma, sehingga terjadilah sosialisasi (sosializing), internalisasi (internalizing), pemberdayaan (empowering), pembudayaan (civilizing), pemanusiaan (humanilizing), melalui para guru yang benar-benar bertindak sebagai “loco parentis” (Mosher, dalam Mulyana, 2004) sebagai peran pengganti orang tua, namun meninggalkan peran orang sebagai mitra sekolah dalam pembinaan anak-anaknya. Melalui interaksi para individu dalam hal para guru dan para siswanya mungkin memperoleh basis untuk kegiatan kerjasama dan sosial. Antara para guru dan para siswa berhubungan dengan “diri-diri” mereka.Pemahaman guru terhadap dirinya adalah secara khusus penting, karena dari cara mana yang mempengaruhi persepektif-perspektif, strategi-strategi dan tindakan-tindakan terhadap anak-anak (Hargreaves, 1975; Nias, 1989, dalam Dogarel dan Nitu, 2003). Bruner (1977, dalam Dogarel dan Nitu, 2003) mengemukakan bahwa guru adalah model, simbol pribadi dari proses pendidikan, figur dengan siapa para siswa dapat mengidentifikasi dan membandingkan diri mereka sendiri. Hubungan sosial antara siswa dengan guru yang mutualistik merupakan unsur penting dalam kehidupan sekolah.

9

Page 10: Makalah sarbaini FKIP UNLAM

G. Simpulan Sementara1. Pribadi peserta didik yang dikategorikan patuh kepada norma sekolah menurut sekolah

adalah berperilaku sesuai dengan prosedur yang berlaku di sekolah, yaitu sesuai dengan tata tertib dan tata krama sekolah, melaksanakan apa yang ditetapkan oleh peraturan sekolah dan dipenuhi olehnya, serta mematuhi dengan sendirinya, dan terlihat dalam kesehariannya, pada cara berpakaian dan sikap-sikap.

2. Penataan iklim emosional sekolah diwujudkan dalam bentuk penataan fisik sarana dan prasarana, ruang sekolah, warna dan penghijauan disertai penempatan pesan-pesan dan symbol tertulis serta peralatan yang sarat dengan nuansa nilai-moral-norma iman dan takwa (spiritual), kebangsaan, kreatifitas, kompetitif, keindahan, ketertiban, ketentraman, kekeluargaan, kesehatan dan kenyamanan.

3. Sikap dan perilaku guru yang terwujud dalam tindakan-tindakan yang dilakukan secara terprogram dan insidental sarat dengan muatan nilai-morla-norma iman, takwa, ketertiban, kebersihan, kerapian, ketenangan, keindahan, kesehatan, kebersamaan dan kekeluargaan, berbasis nilai kebudayan lokal dengan melalui proses pengembangan kognitif, afektif dan pikomotor.

RUJUKANAl Qur’anDowney, Meriel and Kelly, A.V (1982). Moral Education, Theory and Practice. London:

Harper adn Row, Publisher.Dogarel, Christina dan Nitu, Amalia. (2003). Teacher’s Behavior in the Classroom.[11 Mei

2009].Fishbein and Ajzen (1975). Belief, Attitude. Intention.and Behavior; An Introduction to

Theory and Research. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company..Gallay, Les and Pong, Suet-ling. (2004). Schools Climate and Students Intervention

Strategies. www.pop.psy.edu [7 Juni 2009].Hurlock, Elizabeth. (1976). Personality Development. Tata McGraw-Hill Publishing

Company Ltd.Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.Ramdhani, Neila.(2008). Sikap dan Beberapa Definisi untuk Memahaminya.

http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/03/ definisi.pdf§.Raphael, D.D. (1993). Problem of Political Philosophy. Second Edition. Hongkong:

Macmillan Press Ltd.Unesco-Apnieve (1998). Learning to Live Together in Peace and Harmony. Value Education

for Peace, Human Rights, Democracy, and Sustainable Developoment for Asia-Pasific Region. Bangkok: Unesco Principal Regional Office for Asia and the Pasific.

10