makalah solusio placenta.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placenta
adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya
perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.
(Prawirohardjo,2002).
Penyebab terbanyak kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan.
Perdarahan pada ibu hamil dibedakan atas perdarahan antepartum (perdarahan
sebelum janin lahir) dan perdarahan postpartum (setelah janin lahir). Solusio plasenta
merupakan 30% dari seluruh kejadian perdarahan antepartum yang terjadi.
(Pritchard, 2001).
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar
melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang
berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan yang menipu inilah
sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan
yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar
diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok
(Rachimhadhi, 2002).
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-
kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan
15,5% disertai pula oleh preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan sebagai
penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin
bertambahnya usia ibu (Rachimhadhi, 2002).
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit
menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari penelitian oleh Hard dan kawan-
kawan diketahui bahwa 15% dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan
persalinan prematur idiopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdarahan
hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertoni uterus yang menetap, gejala-gejala ini
dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering berupa gejala kombinasii
(Cunningham,2001).
Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum dan
dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah
mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami
kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung
menjadikan morbiditas dan bahkan mortalitas pada janin dan bayi baru lahir. Angka
kematian janin akibat solusio plasenta berkisar antara 50-80%. Tetapi ada literatur
lain yang menyebutkan angka kematian mendekati 100% (Pritchard, 2001).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian
maternal di Indonesia pada tahun 1998-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad pemerintah yang menginginkan
penurunan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup untuk
tahun 2010. Angka kematian maternal ini merupakan yang tertinggi di antara negara-
negara ASEAN. Angka kematian maternal di Singapura dan Malaysia masing-masing
5 dan 70 orang per 100.000 kelahiran hidup (Ariani, 2005).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan terhadap klien
dengan solusio plasenta.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami pengertian solusio plasenta.
b. Untuk mengetahui dan memahami macam solusio plasenta.
c. Untuk mengetahui dan memahami patologi dan etiologi dari solusio plasenta.
d. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan keperawatan dari solusio
plasenta.
e. Untuk mengetahui dan memahami tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien solusio plasenta
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 Pengertian
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental
haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes
diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan
perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan
diantara plasenta yang terlepas dan uterus serta menyebabkan perdarahan yang
tersembunyi (Prawirohardjo,2002).
Gambar 2.1 Plasenta normal dan abrupsio plasenta.
2. 2 Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta (Gasong, 1997)
a. Solusio plasenta ringan. Perdarahannya kurang dari 500 cc dengan lepasnya
plasenta kurang dari seperlima bagian. Perut ibu masih lemas sehingga bagian
janin mudah di raba. Tanda gawat janin belum tampak dan terdapat perdarahan
hitam per vagina.
b. Solusio plasenta sedang. Lepasnya plasenta antara seperempat sampai dua
pertiga bagian dengan perdarahan sekitar 1000 cc. perut ibu mulai tegang dan
bagian janin sulit di raba. Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai
IUFD. Pemeriksaan dalam menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinan telah
ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.
c. Solusio plasenta berat. Lepasnya plasenta sudah melebihi dari dua pertiga
bagian. Perut nyeri dan tegang dan bagian janin sulit diraba, perut seperti papan.
Janin sudah mengalami gawat janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan dalam
ditemukan ketuban tampak tegang. Darah dapat masuk otot rahim, uterus
Couvelaire yang menyebabkan Antonia uteri serta perdarahan pascapartus.
Terdapat gangguan pembekuan darah fibribnogen kurang dari 100-150 mg%.
pada saat ini gangguan ginjal mulai Nampak.
Cunningham dan Gasong (Cunningham,2001) masing-masing dalam
bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
a. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
b. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
c. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian
2. 3 Penyebab Solusio Plasenta
a. Trauma langsung Abdomen
b. Hipertensi ibu hamil
c. Umbilicus pendek atau lilitan tali pusat
d. Janin terlalu aktif sehingga plasenta dapat terlepas
e. Tekanan pada vena kafa inferior
f. Preeklamsia/eklamsia
g. Tindakan Versi luar
h. Tindakan memecah ketuban (hamil biasa, pada hidramnion, setelah anak
pertama hamil ganda
i. Tindakan Versi luar
j. Tindakan memecah ketuban (hamil biasa, pada hidramnion, setelah anak
pertama hamil ganda)
2. 4 Etiologi
Kausa primer solusio plasenta belum diketahui tetapi terdapat beberapa
kondisi terkait, sebagai berikut :
Faktor Resiko Ris Relatif (%)
Bertambahnya usia paritas
Preeklamsia
Hipertensi kronik
Ketuban pecah dini
Merokok
Trombofilia
Pemakaian kokain
Riwayat solusio
Leiomioma uterus
NA
2,1-4,0
1,8-3,0
2,4-3,0
1,4-1,9
NA
NA
10-25
NA
*NA : Tidak tersedia
Dikutip dari Cunningham dan Hollier (1997); data risiko dari Ananth dkk. (1999a,
1999b) dan Kramer dkk. (1997)
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
a. Faktor kardiorenovaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland (Moechtar, 1998) ditemukan bahwa
terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari
wanita yanghipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya
hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta
cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
b. Faktor trauma
- Trauma yang dapat terjadi antara lain:
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
c. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada
wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM
menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu- ibu dengan paritas
tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang
baik keadaan endometrium (Moechtar, 1998).
d. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo (2002) di RSUPNCM dilaporkan bahwa
terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya
umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi
frekuensi hipertensi menahun.
e. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio
plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomioma (Moechtar, 1998).
f. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas
terjadinyavasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat
terlepasnyaplasenta . Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka
kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar
antara 13-35% (Deering, 2005).
g. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari (Maruni,
2005). Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis,
diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering
(2005) dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta
meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
h. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
i. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada
vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya
kehamilan, dan lain-lain.
2. 5 Patologi
Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua
kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium.
Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang paling awal memperlihatkan pembentukan
hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan akhirnya
destruksi plasenta yang ada di dekatnya. Pada tahap awal mungkin belum ada gejala
klinis.
Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga
menyebabkan hematom retroplasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak
pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah dengan
cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh hasil
konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek
yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat
memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai
perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus.
2. 6 Gambaran Klinis (Gasong, 1997)
a. Solutio plasenta ringan
Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginam warna
merah kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang.
Tetapi bagian-bagian janin masih teraba
b. Solution plasenta sedang
Plasenta telah terlepas seperempat sampai duapertiga luas permukaan. Tanda
dan gejala dapat timbul perlahan seperti pada solution plasenta ringan atau
mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin
sukar di raba., BJA sukar di raba dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi
kelainan pembekuan darah atau ginjal.
c. Solution plasenta berat
Plasenta telah lepas lebih duapertiga luas permukaannya, terjadi tiba-tiba, ibu
syok janin meningggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar
kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuan darah dan ginjal.
2. 7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III
persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat
keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat (Deering,
2005).
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan
segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka
kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun
kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas
kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan.
Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karenav as osp
asm e akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan
bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan
koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal,
karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga
dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan (Blumenfelt, 1997).
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong
dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal,
prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya
masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio
plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia.
Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan
infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan
secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c. Kelainan Pembekuan Darah
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan
pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari
bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita
yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan
secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.
d. Apoplexi uteroplacenta
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan
seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.
2.8 Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas.
Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan
plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau
dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas
seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman
bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan
koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak
diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta
antara lain (Blumenfelt, 1997) :
1. Anamnesis .
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-
konyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang
berwarna kehitaman.
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
(anak tidak bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu
terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain
2. Inspeksi.
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu)
3. Palpasi
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di
atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang
terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
5. Pemeriksaan Dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik
sewaktu his maupun di luar his.
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta
- ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut
- prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan Umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan
syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.
7. Pemeriksaan Laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukancross-match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT(Clot Observation test) tiap
l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex) dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan Plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku
yang biasanya menempel di belakang plasenta yang disebut
hematomaretroplacenter atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta yang disebut hematomaretroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain:
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta-Janin dan kandung kemih ibu.
- Darah.
- Tepian plasenta.
Gambar 2.2 : Solutio Plasenta Berdasarkan Hasil USG
2.9 Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,
tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai
selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar
antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal
jantung dan gagal ginjal.
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian.
Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar
antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin
tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio
plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya
menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria
dapat mengurangi angka kematian janin
2. 10 Penatalaksanaan
1. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta bila
solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak
menjamin lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-
langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga
fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di
anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis
2. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria.
Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia
berat dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian
parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan
pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak
dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat
penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SOLUSIO PLASENTA
1. Pengkajian
Dalam hal pengumpulan data (pengkajian), pengumpulan data dasar terdiri
dari informasi subjektif dan objektif mencakup berbagi masalah keperawatan
yang diidentifikasi pada daftar diagnose keperawatan pada tahun 1992 yang
dikembangkan oleh NANDA. Data subjektif yang dilaporkan oleh klien dan orang
terdekat, informasi ini meliputi persepsi individu; yaitu apa yang seseorang
inginkan untuk berbagi. Namun, perawat perlu memperhatikan ketidak sesuaian
yang dapat menandakan adanya faktor-faktor lain seperti kurang pengetahuan,
mitos, kesalahan konsep, atau rasa takut.
Adapun pengkajian yang dapat dilakukan menurut Marilyn E. Doenges yang
dimana pengkajian dengan asuhan keperawatan perihal solution plasenta
(tergolongi ntrapartum) terdiri dari :
a. Identitas klien secara lengkap.
b. Aktivitas atau istirahat.
Dikaji secara subyektif yang terdiri dari data tidur istirahat 24 jam terakhir,
pekerjaan, kebiasaan aktivitas atau hobi. Dan secara obyektif, data terdiri dari
pengkajian neuro muscular.
c. Sirkulasi.
Secara subyektif mulai dari riwayat, peningkatan tekanan darah, masalah
jantung, keadaan ekstremitas serta kelaian-kelainan yang disamapaikan oleh
klien perihal sirkulasi. Dan secara obyektif yang terdiri dari TD
berbagai posisi (duduk, berbaring, berdiri, baik kanan maupun kiri), nadi secara
palpasi, bunyi jantung, ekstremitas (suhu, warna, pengisian kapiler, tanda
hofman, varises), warna/sianosis diberbagai region tubuh.
d.Integritas Ego.
Secara subyektif mulai dari kehamilan yang direncanakan, pengalaman
melahirkan sebelumnya, sikap dan persepsi, harapan selama persalinan,
hubungan keluarga, pendidikan dan pekerjaan (ayah), masalah financial,
religious, faktor budaya, adanya faktor resiko serta persiapan melahirkan. Dan
secara obyektif, terdiri dari respon emosi terhadap persalinan, interaksi dengan
orang pendukung, serta penatalaksanaan persalinan.
e.Eliminasi.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan eliminasi
f. Makanan atau cairan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan makanan atau cairan
yang masuk kedalam tubuh baik secara parenteral maupun enteral serta
kelainan-kelainan yang terkait.
g.Higiene.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kebersihan diri klien.
h. Neurosensori.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kondisi neurosensori
dari klien.
i. Nyeri/Ketidaknyamanan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan rasa nyeri atau
ketidaknyamanan dari klien akibat dari proses persalinan.
j. Pernafasan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan pernafasan serta
kelainan-kelainan yang dialami dan kebiasaan dari klien.
k. Keamanan.
Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan alergi/sensitivitas,
riwayat PHS, status kesehatan, bulan kunjungan prenatal pertama, masalah
dan tindakan obstetric sebelumnya dan terbaru
arak kehamilan, jenis melahirkan sebelumnya, tranfusi, tinggi dan postur ibu,
pernah terjadi fraktur atau dislokasi, keadaan pelvis, persendian, deformitas
columna fertebralis, prosthesis, dan alat ambulasi. Dan data objektif diperoleh
dari suhu, integritas kulit (terjadi ruam, luka, memar, jaringan parut), parastesia,
status dari janin mulai dar frekuensi jantung hingga hasil, status persalinan
serta kelainan-kelainan terkait, kondisi dari ketuban, golongan darah dari pihak
ayah ataupun ibu, screening test dari darah, serologi, kultur dari servik atau
rectal, kutil atau lesi vagina dan varises pada perineum.
l.Seksual.
Data subjektif di dapat dari periode menstruasi akhir serta keadaan- keadaan
terkait seksual dari ibu8 ataupun bayi dan juga riwayat melahirkan. Data
objektif di dapat dari keadaan pelvis, prognosis untuk melahirkan, pemeriksaan
bagian payudarah dan juga tes serologi.
m. Interaksi Sosial.
Data subjektif di dapat dari status perkawinan, lama tahun berhubungan
anggota keluarga, tinggal dengan, keluarga besar, orang pendukung, leporan
masalah. Data objektif di dapat dari komunikasi verbal/non verbal dengan
keluarga/orang terdekat, pola interaksi social (perilaku).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dari ASKEP solution plasenta, diantaranya :
1.Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan.
Hasil yang diharapkan:
klien akan mengungkapkan penatalaksanaan/reduksi nyeri.
Intervensi :
1. Bantu dengan penggunaan tekhnik pernafasan. (Mendorong relaksasi dan
memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat nyeri)
2. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. Berikan instruksi bila
perlu. (Relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut,
yang memperberat nyeri)
3. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan, gosokan punggung, sandaran
bantal, pemebrian kompres sejuk, dll. (Meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan kooping dan kontrol klien)
4. Kolaborasi memberikan sedatif sesuai dosis. (Meningkatkan kenyamanan
dengan memblok impuls nyeri)
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien/janin.
Hasil yang diharapkan:
Klien akan melaporkan ansietas berkurang dan/ atau teratasi, tampak rileks.
Intervensi:
1. Kaji status psikologis dan emosional. (Adanya gangguan kemajuan normal
dari persaliann dapat memperberat perasaan ansietas dan kegagalan.
Perasaan ini dapat mengganggu kerja sama klien dan menghalangi proses
induksi)
2. Anjurkan pengungkapan perasaan. (Klien mungkin takut atau tidak
memahami dengan jelas kebutuhan terhadap induksi persalinan. Rasa gagal
karena tidak mampu ”melahirkan secara alamiah” dapat terjadi)
3. Gunakan terminologi positif, hindari penggunaan istilah yang menandakan
abnormalitas prosedur atau proses. (Membantu klien/pasangan menerima
situasi tanpa menuduh diri sendiri)
4. Dengarkan keterangan klien yang dapat menandakan kehilangan harga diri.
(Klien dapat meyakini bahwa adanya intervensi untuk membantu proses
persalinan adalah refleksi negatif pada kemampuan dirinya sendiri)
5. Berikan kesempatan pada klien untuk memberi masukan pada proses
pengambilan keputusan (Meningkatkan rasa kontrol klien meskipun
kebanyakan dari apa yang sedang terjadi diluar kontrolnya)
6. Anjurkan penggunaan/kontinuitas teknik pernapasan dan latihan relaksasi.
(Membantu menurunkan ansietas dan bmemungkinkan klien berpartisipasi
secara aktif)
3. Infeksi, resiko tinggi terhadap prosedur invasive.
Hasil yang diharapkan:
Klien akan bebas dari infeksi, pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka
tanpa komplikasi.
Intervensi
1. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. (Kondisi dasar ibu,
seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi atau
penyembuhan luka yang buruk. Risiko korioamnionitis meningkat dengan
berjalannya waktu, membuat ibu dan janin pada berisiko. Adanya proses
infeksi janin pada berisiko. Adanya proses infeksi dapat meningkatkan risiko
kontaminasi janin)
2. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi misalnya, peningkatan suhu, nadi,
jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina. (Pecah ketuban terjadi
24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis sebelum
intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka)
3. Kolaborasi melakukan persiapan kulit praoperatif; scrub sesuai protokol.
(Menurunkan risiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko
infeksi pascaoperasi)
4. Kolaborasi melakukan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
(Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan)
5. Kolaborasi dalam mencatat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht); catat
perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan. (Risiko infeksi
pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah
dan kehilangan darah berlebihan)
6. Kolaborasi dalam memberikan antibiotik spektrum luas pada pra operasi.
(Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses
infeksi, atau sebagai pengobatan pada infeksi yang teridetifikasi)
.
BAB IV
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental
haemorage. Keadaan klien dengan solutio plasenta memiliki beberapa macam
berdasarkan tingkat keparahannya, tingkat keparahan ini dilihat dari volume
perdarahan yang terjadi mulai dari solutio ringan hingga berat.
Trauma langsung abdomen, hipertensi ibu hamil, umbilicus pendek atau
lilitan tali pusat, janin terlalu aktiv sehingga plasenta dapat terlepas, tekanan pada
vena kafa inferior, dan lain-lain diketahui bahwa sebagai penyebab dari solution
plasenta. Beberapa faktor yang menjadi faktor predisposisi solution plasenta itu
sendiri didapat dan diketahui mulai dari faktor fisik dan psikologis dengan kata lain
ditinjau dari kebiasaan-kebiasaan klien yang dapat mendukung timbulnya solution
plasenta. Adapun komplikasi dari solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari
luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta
berlangsung. Komplikasi terparah dari solution plsenta dapat mengakibatkan syok
dari perdarahan yang terjadi, keadaan seperti ini sangat berpengaruh pada
keselamatan dari ibu dan janin.
Penatalaksanaan dari solution plaseenta dapat dilakukan secara konservatif
dan secara aktif. Masing-masing dari penatalaksaan tersebut mempunyai tujuan demi
keselamatan baik bagi ibu, janin, ataupuun keduanya.
4. 2 Saran
Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami dan
mendalami dari solution plasenta.
a. Perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan factor risiko dari
solution plasenta demi mempertahankan dan meningkatkan status derajat
kesehatan ibu dan anak.
b. Institusi kesehatan terkait dapat menyediakan dan mempersiapkan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan dalm kejadian-kejadian abnormalitas ibu terkait
dengan kehamilan dan persalinan.
c. Masyarakat mampu dan mau mempelajari keadaan abnormal yang terjadi pada
mereka sehingga para tenaga kesehatan dapat memberikan tindakan secara dini
dan mampu mengurangi jumlah mortalitas padaibu dan janin.
d. Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
e. Mahasiswa dengan latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatan
mampu menguasai baik secara teori maupun skil untuk dapat diterapkan pada
masyarakat secara menyeluruh
DAFTAR PUSTAKA
Ariani DW, Astari MA, Anita H, et al. 2005. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang
Kehamilan, Persalinan, serta Komplikasinya pada Ibu Hamil Nonprimigravida
di RSUPN Cipto Mangunkosumo. Majalah Kedokteran Indonesia vol 55,
2005; 631-38
Blumenfelt M, Gabbe S. 1997. Placental Abruption. In: Sciarra Gynecology and
Obstetrics; Revised Ed. Philadelphia: Lippincott Raven Publ, 1997; 1-17.
Cunningham FG, dkk,. 2001. Obstetrical haemorrhage. Wiliam obstetrics 21th edition.
Lange USA: Prentice Hall International Inc Appleton.
Deering SH. Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2005 [2010 November 30]; Topic6:
[11 screens]. Available from:URL:
http__www.emedicine.com_med_topic6.htm
Doengoes, Marilynn E, dkk,. 2001. Rencana perawatan maternal/bayi. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. 1997. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS
Manuaba, Chandarnita, dkk,. 2008. Gawat-darurat obstetri-ginekologi & obstetri-
ginekologi sosial untuk profesi bidan. Jakarta: EGC.
Maryuni SW. 2005. Ancaman Rokok terhadap Kehamilan. Informatika Kedokteran
[Online] 2005 Palembang 2010 November 30]. Available from:URL:
http://www.riaupos.com.
Mayo Foundation for Medical Education and Research [Online Database] 1998
August [Palembang 2010 November 30]. Available from:URL:
http://www.mayoclinic.com /health/placental-abruption/DS00623.
Moechtar R. 1998. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri
Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC,
Prawirohardjo S, Hanifa W. 2002. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak.
Dalam: Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. Wong, Dona L, dkk,. 2002. Maternal child nursing
care 2nd edition. Santa Luis. Mosby Inc
Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam:
Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, 2002; 3-21.
Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. 2001. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi,
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20.
Surabaya: Airlangga University Press.