portofolio solusio placenta
DESCRIPTION
portofolioTRANSCRIPT
No. ID dan Nama Peserta : dr. Fadilla Ayuningtias
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kota Surakarta
Topik : Kegawatdaruratan
Tanggal (kasus) : 30 Juni 2015
Nama Pasien : Ny. S (23 tahun) No. RM : 05.69.70
Tanggal presentasi : 05 Juli 2015 Nama Pendamping : dr. Muhammad Fikri
dr. Indah Budi
Tempat presentasi : RSUD Kota Surakarta
Objektif presentasi :
Keilmuan√ Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka√
Diagnostik Manajemen Masalah √ Istimewa
Neonatu
s
Bayi Anak Remaja Dewasa√ Lansia Bumil√
Deskripsi:
Pasien seorang wanita usia 23 tahun hamil 32 minggu datang ke IGD RSUD Kota
Surakarta pada pukul 15.30 WIB diantar oleh suaminya, dengan keluhan nyeri perut bawah
sejak tadi pagi. Nyeri perut dirasakan ± 8 jam sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul,
tidak membaik dengan istirahat. Awalnya nyeri perut dirasakan ringan namun semakin lama
semakin memberat. Nyeri perut dirasakan pertama kali oleh pasien selama kehamilannya.
Menurut pasien nyeri perut dirasakan seperti nyeri disaat awal menstruasi. Pasien datang
dengan keadaan sadar, namun dibopong oleh suami karena badan terasa lemas. Selain itu
pasien merasakan pusing, nyeri kepala, dan pandangan berkunang-kunang. Pasien
menyangkal adanya perdarahan dari jalan lahir. Menyangkal keluar cairan ngempyok.
Riwayat obstetri: Gravida satu para nol abortum nol
Riwayat menstruasi: teratur, siklus 28 hari, selama 7 hari
HPHT: 17/11/2014
HPL : 24/08/2015
Riwayat KB: tidak pernah
Riwayat ANC: rutin di bidan
Usia kehamilan saat ini : 32 minggu
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada buang air kecil dan buang air besar.
Riwayat darah tinggi dan kaki bengkak selama hamil di sangkal.
Tujuan :
Untuk mengetahui penegakan diagnosis solusio placenta.
Untuk membedakan jenis perdarahan antepartum
Mengetahui penatalaksanaan pertama pada solusio placenta
Bahan bahasan: Tinjauan
Pustaka
Riset Kasus √ Audit
Cara membahas : Diskusi √ Presentasi Email Pos
Data Pasien: Nama : Ny. S No. Registrasi : 05. 69.70
Nama Klinik: UGD Telp : - Terdaftar sejak: 30 Juni 2015
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ gambaran klinis :
Pasien seorang wanita usia 23 tahun hamil 32 minggu datang ke IGD RSUD Kota
Surakarta pada pukul 15.30 WIB diantar oleh suaminya, dengan keluhan nyeri perut bawah
sejak tadi pagi. Nyeri perut dirasakan ± 8 jam sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul,
tidak membaik dengan istirahat. Awalnya nyeri perut dirasakan ringan namun semakin lama
semakin memberat. Nyeri perut dirasakan pertama kali oleh pasien selama kehamilannya.
Menurut pasien nyeri perut dirasakan seperti nyeri disaat awal menstruasi. Pasien datang
dengan keadaan sadar, namun dibopong oleh suami karena badan terasa lemas. Selain itu
pasien merasakan pusing, nyeri kepala, dan pandangan berkunang-kunang. Pasien
menyangkal keluar darah dari jalan lahir. Serta menyangkal keluar cairan ngempyok.
Riwayat obstetri: Gravida satu para nol abortum nol
Riwayat menstruasi: teratur, siklus 28 hari, selama 7 hari
HPHT: 17/11/2014
HPL : 24/08/2015
Riwayat KB: tidak pernah
Riwayat ANC: rutin di bidan
Usia kehamilan saat ini : 32 minggu
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada buang air kecil dan buang air
besar. Riwayat darah tinggi dan kaki bengkak selama hamil di sangkal.
2. Riwayat pengobatan :
Pasien tidak melakukan pengobatan dan segera datang ke igd rsud kota surakarta
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
R. sakit yang sama : disangkal
R. Tensi tinggi : disangkal
R. Sakit gula : disangkal
R. Alergi : disangkal
4. Riwayat keluarga :
R. sakit yang sama :disangkal
R. Tensi Tinggi : disangkal
R. Sakit Gula : disangkal
R. alergi : disangkal
5. Riwayat pekerjaan :
Pasien tidak bekerja, hanya dirumah sebagai ibu rumah tangga.
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien tinggal bersama suaminya. Pasien menggunakan pembayaran secara umum. Kesan
ekonomi: baik.
a) Pemeriksaan fisik :
Kesan Umum :
Keadaan umum : pasien tampak kesakitan
Kesadaran : composmentis
Status gizi : baik
b) Tanda-tanda vital :
Tekanan darah: 76/53 mmHg
Nadi : 104 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 24 x/menit
T : 37 °C
SPO2 : 98%
c) Keadaan Tubuh :
Mata : Cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya
(+/+), pupil isokor (2mm/2mm), oedem palpebra (-/-)
Leher : Simetris, trachea di tengah , KGB servikal membesar (-), tiroid membesar
(-), nyeri tekan (-), kaku kuduk (-)
Thorax : normochest, simetris, retraksi supraternal (-).
Jantung :
I = ictus cordis tak tampak
P = ictus cordis teraba pada SIV IV LMCS, tidak kuat angkat.
P = batas jantung dalambatas normal
A = Suara jangtung I > II, reguler, tidak terdengar murmur maupun gallop.
Paru :
I = simetris, retraksi (-)
P = Fremitus taktil kanan = kiri
P = sonor dikedua lapang paru
A = Suara dasar vesikuler +/+ tidak terdengar suara tambahan.
Abdomen :
I = Cembung gravid
A = Bising usus (+) normal.
Per = Pekak janin (+)
Pal = Teraba janin, nyeri tekan (+)
Extremitas :
Atas : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-).
Bawah : pitting oedem (-/-), akral dingin (+/+).
Status obstetric ginekologi:
Abdomen:
Leopold 1 : teraba fundus uteri, tfu 30 cm, ballottement (-), teraba bagian besar janin
lebih lunak dari kepala, tidak dapat digerakkan.
Leopold 2 : punggung janin teraba disisi kiri, bagian kanan teraba bagian-bagian kecil
janin. Denyut jantung janin 13-13-12 (152x/m teratur)
Leopold 3 : teraba kepala janin, dan masih dapat digerakan.
Leopold 4 : tidak dilakukan karena bagian terbawah janin belum masuk pintu atas
panggul.
Vaginal touché: sarung tangan lender darah (-), stoles (-), pembukaan portio (-). Tidak
terdapat pembesaran atau massa di adneksa.
Daftar Pustaka :
1. Campbell S, Monga A. 2006. Gynecology by ten teachers, 18th editionI. Hodder Arnold. London.
2. Cunningham, F. G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap , L. C., Hault, J. C., &
Wenstrom, K. D. (2006). Obstetri William (Vol. 2). Jakarta: EGC.
3. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.
Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
4. Prawirohardjo, S., & Wiknjosatro, H. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Prawirohardjo.
5. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003.
518-20.Hasil Pembelajaran :
1. Untuk mengetahui penegakan diagnosis solusio placenta.
2. Untuk membedakan jenis perdarahan antepartum.
3. Mengetahui penatalaksanaan utama pasien solusio placenta.
SOAP
Subjektif
Pasien seorang wanita usia 23 tahun hamil 32 minggu datang ke IGD RSUD Kota
Surakarta pada pukul 15.30 WIB diantar oleh suaminya, dengan keluhan nyeri perut bawah
sejak tadi pagi. Nyeri perut dirasakan ± 8 jam sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul,
tidak membaik dengan istirahat. Awalnya nyeri perut dirasakan ringan namun semakin lama
semakin memberat. Nyeri perut dirasakan pertama kali oleh pasien selama kehamilannya.
Menurut pasien nyeri perut dirasakan seperti nyeri disaat awal menstruasi. Pasien datang
dengan keadaan sadar, namun dibopong oleh suami karena badan terasa lemas. Selain itu
pasien merasakan pusing, nyeri kepala, dan pandangan berkunang-kunang. Pasien
menyangkal keluar darah dari jalan lahir. Serta menyangkal keluar cairan ngempyok.
Riwayat obstetri: Gravida satu para nol abortum nol
Riwayat menstruasi: teratur, siklus 28 hari, selama 7 hari
HPHT: 17/11/2014
HPL : 24/08/2015
Riwayat KB: tidak pernah
Riwayat ANC: rutin di bidan
Usia kehamilan saat ini : 32 minggu
Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada buang air kecil dan buang air besar.
Riwayat darah tinggi dan kaki bengkak selama hamil di sangkal.
Objektif
a. Kesan Umum :
Keadaan umum : pasien tampak kesakitan
Kesadaran : Composmentis
Status gizi : baik
BB : 65 kg
TB : 160 cm
d) Tanda-tanda vital :
Tekanan darah: 76/53 mmHg
Nadi : 104 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 24 x/menit
T : 37 °C
SPO2 : 98%
e) Keadaan Tubuh :
Mata : Cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya
(+/+), pupil isokor (2mm/2mm), oedem palpebra (-/-).
Leher : Simetris, trachea di tengah , KGB servikal membesar (-), tiroid membesar
(-), nyeri tekan (-), kaku kuduk (-)
Thorax : normochest, simetris, retraksi supraternal (-).
Jantung :
I = ictus cordis tak tampak
P = ictus cordis teraba pada SIV IV LMCS, tidak kuat angkat.
P = batas jantung dalambatas normal
A = Suara jangtung I > II, reguler, tidak terdengar murmur maupun gallop.
Paru :
I = simetris, retraksi (-)
P = Fremitus taktil kanan = kiri
P = sonor dikedua lapang paru
A = Suara dasar vesikuler +/+ tidak terdengar suara tambahan.
Abdomen :
I = Cembung gravid
A = Bising usus (+) normal.
Per = Pekak janin (+)
Pal = Teraba janin, nyeri tekan (+)
Extremitas :
Atas : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-).
Bawah : pitting oedem (-/-), akral dingin (+/+).
Status obstetric ginekologi:
Abdomen:
Leopold 1 : teraba fundus uteri, tfu 30 cm, ballottement (-), teraba bagian besar janin
lebih lunak dari kepala, tidak dapat digerakkan.
Leopold 2 : punggung janin teraba disisi kiri, bagian kanan teraba bagian-bagian kecil
janin. Denyut jantung janin 13-13-12 (152x/m teratur)
Leopold 3 : teraba kepala janin, dan masih dapat digerakan.
Leopold 4 : tidak dilakukan karena bagian terbawah janin belum masuk pintu atas
panggul.
Vaginal touché: sarung tangan lender darah (-), stoles (-), pembukaan portio (-). Tidak
terdapat pembesaran atau massa di adneksa.
b. Pemeriksaan penunjang tanggal 30 juni 2014
Hemoglobin : 6,9 (11,5 - 18,0) menurun
Leukosit: 11,24 (4,60 – 10,20) naik
Eritrosit: 4,14 (3,80 – 10,2) normal
Hematokrit: 37 (37,0 – 54,0) normal
Trombosit: 209 (150 – 400) normal
Golongan darah : A
Waktu pembekuan (CT) : 5 Menit (2-6 menit) normal
Waktu pendarahan (BT) : 2 Menit 50 detik (1-3 menit) normal
HBSAG : Non reaktif (non reaktif)
Gula darah sewaktu : 101 mg/dl (70-140 mg/dl)
Assesment
G1P0A0 Usia 23 Tahun Umur Kehamilan 32 Minggu dengan susp solusio placenta
Plan
Terapi IGD:
1. Rawat inap
2. IVFD RL loading 500 cc kemudian evaluasi tekanan darah kemudian naik menjadi
101/62 mmhg kemudian maintenance 20 tpm.
3. Observasi tanda - tanda syok
Konsul dr. Didi, Sp.OG via telepon
Advice:
1. Inj. Asam traneksamat 500 mg
2. Inj. Cefotaxim 1 gram
3. Inj. Ketorolak 30 mg
4. Inj. Dexametason 4 mg
5. IVFD RL 20 tpm
6. Dirujuk segera untuk dilakukan operasi cito
Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin
lahir . Menurut Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin
lahir . Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan
didiagnosis sebagai abortus imminens .
Gambar .1. Solusio Plasenta (Placental abrubtion).
B. Klasifikasi
Solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta terbagi menjadi tiga :
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
Kemudian menurut tingkat gejala klinisnya, dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat
janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
C. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia .
Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat
terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu
Karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini
belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan
kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% .
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya melaporkan
bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok
sampai terjadinya kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta sebelumnya.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
D. Patogenesis
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium
atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan
perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Gambar.2. Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom subkhorionik.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak
jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan
tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada
pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-
menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu
berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya
hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta
sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di
dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar
melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau
mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah
Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh
permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi
seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan
mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada
saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang
hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan
tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan
intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini
terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat
tubuh lainnya.
E. Gambaran klinis
1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat
pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan
pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau
terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin
masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja
menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang
menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam
yang berwarna kehitam-hitaman.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua
per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio
plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus,
yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan
pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml.
Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup
mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan
nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup,
bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah
terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat
tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.
Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan
darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
F. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.
Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III
persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat
keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu
pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin.
Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat.
Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi
mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang
berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena
vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi
cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan
koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal,
karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga
dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu
karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya
dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi
penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi
hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan
pembekuan darah. Sedangkan komplikasi pada janin dapat mengalami kematian atau
fetal distress.
G. Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai
contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum
begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi
perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin
meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan
perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi
ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi,
namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian
transfusi sering tidak memadai atau terlambat.
Tabel 1. Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
No
.Tanda atau Gejala Frekuensi (%)
1. Perdarahan pervaginam 78
2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66
3. Gawat janin 60
4. Persalinan prematur idiopatik 22
5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17
6. Uterus hipertonik 17
7. Kematian janin 15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau
tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik
umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio
plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat
pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan,
penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada
pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang
dirasa paling sakit.
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent)
terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis
yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi - Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun di luar his
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu
per tiga bagian.
5. Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his
maupun di luar his.
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke
bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan
dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum
- Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil
dan filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada
solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen
(fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan plasenta .
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian
plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya
menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9.Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta
Gambar. 3. Ultrasonografi kasus solusio plasenta
H. Terapi
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
a.Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan
berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan
observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin
jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka
kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati
lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
b.Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah
sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.Apabila
diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-
kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang
persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke
dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat
dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi
uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah
nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan
yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada
tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya
dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin
dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi
menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang,
pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan
persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan
pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena
itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan
pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat
mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi
jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka
satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan
tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan
histerektomi perlu dilakukan.
I. Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya
perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka
kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar
kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada
literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada
kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta
yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan.
Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus
tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin.