makalah.oedem anasarca mp 6
TRANSCRIPT
MAKALAH KELOMPOK 10
EDEMA ANASARCA
KELOMPOK 10
030.012.287 Yodi Setiawan 030.012.135 Ivan Mardhi L.
030.012.267 TanNia Pradnya P. 030.012.113 Fransisca Halim
030.012.247 Saphira Evani 030.012.165 Elys Sulistyawati
030.012.227 Resa Aditama 030.012.065 David Mikhael
030.012.205 Pertho Rinaldi M. 030.012.041 Aulia Wiratama P.
030.012.183 Nadya Yosvara 030.012.019 Andri Ade Saputra
030.012.175Muhammad Miftah F. 030.012.227 Diah Quratun A.
030.012.163 May Velyn Dina 030.012.249 Limastani Febriana
JAKARTA
Maret 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kuasa-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Pada kesempatan
kali ini, akan dibahas tentang seorang laki-laki yang menderita sindromaa nefrotik dan
menyebabkan edema anasarca. Makalah ini disusun sebagai laporan tutorial pada Modul
Pengantar Diagnostik Laboraturium dan Terapi Farmakologi .
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para tutor yang telah memberikan
arahan kepada penulis dalam membahas kasus yang dihadapi. Penulis juga berterima kasih
kepada para dosen yang telah memberikan materi-materi sebagai landasan teori untuk
kasus ini. Juga kepada teman-teman yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Mohon maaf atas
segala kesalahan yang ada.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................... 3
BAB II : LAPORAN KASUS.................................................................................. 4
BAB III : PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
A. Edema.................................................................................................. 6
B.
BAB IV : PENUTUP.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Diskusi dilaksanakan pada tanggal 8 dan 15 Maret 2013. Diketuai oleh Pertho Rinaldi
Marpaung pada sesi ke satu dan May Velyn Dina pada sesi dua. Dan sebagai sekretaris
yaitu David Mikhael dan Nadya Yosvara. Jumlah peserta diskusi ada 16 orang. Diskusi
berjalan dengan lancar dan aktif walaupun banyak perbedaan pendapat diantara peserta
diskusi.
Edema paru merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam paru-paru, biasanya
diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat. Edema paru
terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang
selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran
limfatik.
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru disebut edema paru.
Edema paru merupakan komplikasi yang biasa dari penyakit jantung dan kebanyakan
kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan kegagalan jantung. Edema paru dapat menjadi
kondisi kronik atau dapat berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat menjadi ancaman
hidup. Tipe yang mengancam hidup dari edema paru terjadi ketika sejumlah besar cairan
tiba-tiba berpindah dari pembuluh darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah paru,
serangan jantung, trauma, atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga menjadi tanda awal dari
penyakit jantung koroner.
Angka kejadian penyakit ini adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun. Angka
kematian melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan
kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Penderita
yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa
kelainan paru-paru jangka panjang.
BAB II
LAPORAN KASUS
Anda Sedang bertugas jaga di bagian penyakit dalam Unit Gawat Darurat RS. Trisakti
Idaman. Datang pasien laki-laki, umur 46 tahun, dengan diantar anak laki-lakinya. Pasien
tampak sakit berat dengan bengkak seluruh tubuh.
Pemeriksaan fisik:
Tampak sakit berat, posisi duduk, sesak napas, kelopak mata bengkak, perut membuncit,
seluruh kaki bengkak.
Kesadaran : somnolen, tensi 120/80 mmHg, pernapasan 40/menit, dangkal
Paru : perkusi: redup, auskultasi: bronchi basah menyeluruh
Jantung : tidak jelas terdengar
Abdomen : hepar/limpa tidak teraba, ascites +, scrotum edema, ekstremitas pitting
edema +/+.
Hasil pemeriksaan laboratorium:
A. Darah : Hb 8g%, leukosit: 8000/ul, hitung jenis: -/3/8/45/40/4, LED 120 mm/jam
(N<10 mm/jam), trombosit 200.000/ul (N=150.000-450.000/ul).
B. Urinalisa :
albumin 3+ (N=negatif), glukosa
negatif, sedimen: eritrosit 1/LPB,
lekosit 8-10/LPB, silinder granula
kasar: banyak ditemukan (per LPK).
Hasil tes Esbach: 12 g/l urin 24 jam
(N<0,5 g/l urin 24 jam).
C. Thorax foto PA:
Gambar pemeriksaan urin: silinder hialin kasar
deskripsi: tampak bercak di paracardial dan
parahiler, simetris membentuk gambaran bat
wings. Kesimpulan: pembendungan di paru
(edema paru)
D. Kimia klinik:
gula darah puasa : 80 mg% (N=70-110 mg%)
total protein : 4 g/dl (N=6-8 g/dk), albumin: 1,2 g/dl (3,5-5 g/dl)
cholesterol : 400 mg/dl (N<200 mg/dl), HDL: 20 mg/dl (N=30-50 mg/dl), LDL:
180 mg/dl (N<150 mg/dl) trigliserida: 200 mg/dl (N<150 mg/dl)
ureum : 20 mg/, creatinin 1 mg/dl (N=0,6-1,2 mg/dl ), asam urat: 5,6 g/dl
(N=3,5-7 g/dl)
Gambar Ro Thorax dengan gambaran bat wings
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien mengalami edema yang disebabkan oleh suatu penyakit.
Untuk dapat mengetahui atau mendiagnosa, maka akan dimulai dengan membahas edema.
A. Edema
Penyebab edema
1. Permeabilitas Kapiler Meningkat
Menurut hukum Starling, kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut termasuk
protein antara kapiler dan jaringan sangat dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan
osmotik masing-masing kompartemen. Peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan tekanan osmotik meningkat sehingga cairan dalam kapiler keluar ke
ruang intertisiel. Hal ini dikarenakan oleh hal sbb :
- Infeksi keras
- Reaksi anafilaktik
- Racun
- Anoxia
- Radang
2. Tekanan hidrostatik vena meninggi
Pada keadaan gagal jantung kongestif , jantung gagal memompa darah, darah akan
terbendung dan pada saat yang sama VDAE menurun. Kurangnya volume pada arteri
ini menyebabkan respon reseptor volume aktif pada pembuluh darah arteri sehingga
memicu saraf simpatis yang menyebabkan vasokontriksi sebagai usaha
mempertahankan curah jantung yang memadai. Vasokontriksi ini menyebabkan darah
diutamakan dialirkan ke otak, jantung dan paru-paru, sementara akibat dari
kompensasi ini ginjal dan organ lain kurang mendapat aliran darah. Oleh sebab itu,
ginjal melakukan retensi terhadap natrium dan air.
Sudoyo WA, Setiyohadi B,Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th edition.
Volume II. Jakarta : Penerbit Interna Publishing; 2009. p. 946-49
3. Penurunan Protein Plasma
Contohnya pada penderita sindroma nefrotik, ciri yang paling utama adalah proteinuria.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui (yang terkait dengan hilangnya ion negatif
glikoprotein dalam dinding kapiler). Pada sindroma nefrotik keluarnya protein terdiri
atas campuran albumin dan protein. Filtrasi protein terlalu banyak akibat dari
kebocoran glomerulus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
Pada sindroma nefrotik protein hilang lebih dari 2 gr/hari (albumin) mengakibatkan
hipoalbuminemia. edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotik
intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial. Hal ini
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial
menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan.
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan sistem rennin angiotensin
yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan mengakibatkan rangsangan
pada reseptor volume atrium. Rangsangan pada reseptor tersebut akan merangsang
peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan
merangsang pelepasan hormon anti diuretic untuk meningkatkan reabsorbsi air dalam
duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena
onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema.
Sumber :
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG;2005.p.124.
Sudoyo W, Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus, Marcellus S, et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
Jenis cairan yang tertimbun di dalam jaringan terbagi dua yaitu, cairan yang tertimbun di dalam
jaringan atau ruangan karena bertambahnya permeabilitas pembuluh darah terhadap protein yang
disebut eksudat, dan cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau ruangan karena alasam-alasan
lain dan bukan akibat dari perubahan permeabilitas pembuluh yang disebut transudat. Eksudat
dengan sifatnya yang alami cenderung mengandung lebih banyak protein daripada transudat dan
oleh karena itu eksudat cenderung mempunyai berat jenis yang lebih besar.
Salah satu penyebab dapat terjadinya edema anasarca adalah gagal jantung kongestif. Pembuluh
darah mempunyai kemampuan rendah untuk memompa darah secara efektif, sehingga ketika gagal
jantung kongestif yang ditandai adanya kegagalan pompa jantung darah akan terbendung pada
sistem vena dan saat bersamaan volume darah pada arteri mulai berkurang, kemudian akan
direspon oleh reseptor volume pada pembuluh darah arteri, sehingga memicu aktivasi saraf
simpatis yang mengakibatkan vasokontriksi untuk mempertahankan curah jantung. Karena
vasokontriksi, suplai darah akan diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung, dan paru-paru,
sementara ginjal dan organ lain terjadi penurunan aliran darah. Akibatnya, VDAE (Volume Darah
Arteri Efektif) menurun dan ginjal menahan natrium dan air. Pada penderita gagal jantung
kongestif juga terjadi hiponatremia karena ginjal lebih banyak menahan air dibanding natrium
sehingga ADH meningkat dengan cepat dan terjadi pemekatan urin, merangsang pusat rasa haus
dan menyebabkan peningkatan masukan air.
Selain gagal jantung kongestif penyebab edema anasarca lainnya adalah sirosis hati atau kerusakan
hati berat. Pada penderita sirosis hati akan mengakibatkan terbentuknya ascites (edema di rongga
peritoneum). Akibat terjadinya ascites karena adanya hipertensi porta sehingga cairan volume
plasma menurun. Karena cairan volume plasma menurun sehingga kadar plasma protein ikut
menurun juga yang akan menyebabkan tekanan koloid osmotik menurun. Albumin sangat
tergantung pada tekanan koloid osmotik. Apabila tekanan koloid plasma menurun maka sintesis
albumin menurun, sehingga produksi protein juga menurun dan akan mengakibatkan
hipoalbuminemia. Protein jaringan interstitiel menjadi lebih tinggi dan akan menarik air ke jaringan
interstitiel dan terjadilah edema.
Selain kedua penyebab tersebut, sindroma nefrotik juga merupakan salah satu penyakit yang dapat
menyebabkan edema anasarca. Salah satu penyebab klinis edema yang paling penting adalah
sindroma nefrotik. Pada sindroma nefrotik, kapiler glomerulus membocorkan protein dalam jumlah
besar ke dalam filtrate di urin akibat peningkatan permeabilitas glomerulus. 30-50% protein plasma
dapat hilang dalam urin setiap harinya dan kadang-kadang menyebabkan konsentrasi plasma turun
sampai kurang dari normal. Sebagai akibat dari turunnya konsentrasi protein plasma, tekanan
osmotik koloid plasma turun sampai kadar yang rendah. Hal ini menyebabkan kapiler di seluruh
tubuh memfiltrasi sejumlah besar cairan ke dalam berbagai jaringan yang kemudian menyebabkan
edema dan menurunkan volume plasma.
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG;2005.p.124.
Sudoyo W, Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus, Marcellus S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
Pemeriksaan lanjutan yang perlu :
1. pemeriksaan darah
a. Pemeriksaan albumin darah (hipoalbunemia)
b. Pemeriksaan profil lipid
2. Pemeriksaan urin
a. Kreatinin
b. Ureum
c. Albumin urin (hiperalbuminuria)
Test kreatinin dan urin untuk mengetest faal ginjal
Patofisiologi sindroma nefrotik
Sindroma Nefrotik merupakan manifestasi klinik glomerulonefritis ditandai dengan edema
anasarka, proteinuria masif ( > 3,5 gr/hari ), hipoalbuminemia ( <3,5 gr/dl ), hiperkolesterolemia
dan lipiduria. Proteinuria masif merupakan tanda khas dari Sindroma Nefrotik. Umumnya pada
Sindroma Nefrotik fungsi ginjalnya normal, kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi
penyakit ginjal tahap akhir.
Pada proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan
glomerulus. Dalam keadaan normalnya membran basal glomerulus mempunyai mekanisme
penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan
ukuran molekul dan yang kedua berdasarkan muatan listrik. Pada Sindroma Nefrotik kedua
mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu, konfigurasi molekul protein juga
menentukan lolos tidaknya protein melalui membran basal glomerulus.
Pada Sindroma Nefrotik, hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma, maka hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil
menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia tinggi protein dan dapat
meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui
urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin
oleh tubulus proksimal. Selain itu, hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema
pada Sindroma Nefrotik.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari
intravaskular ke jaringan intertisium dan terjadi edema. Selain itu, akibat dari penurunan tekanan
onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravaskuler, tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia,
sehingga edema semakin berlanjut.
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai Sindroma Nefrotik. Kadar kolesterol
umumnya meningkat, sedangkan trigliserida bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi.
Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL, lipoprotein utama pengangkut
kolesterol. Kadar trigliserida yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL. HDL cenderung
normal dan rendah. Lalu, tingginya kadar LDL pada Sindroma Nefrotik disebabkan peningkatan
sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL
menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada Sindroma Nefrotik. Menurunnya aktivitas
enzim LPL (Lipoprotein lipase) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL
pada Sindroma Nefrotik. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik
plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan kadar HDL pada Sindroma Nefrotik diduga
akibat berkurang aktivitas enzim LCAT ( Lecithin Cholesterol Acyltransferase ) yang berfungsi
katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju
hati untuk katabolisme. Penurunan akitivitas emzim tersebut diduga terkait dengan
hipoalbuminemia yang terjadi pada Sindroma Nefrotik. Lipiduria sering ditemukan pada Sindroma
Nefrotik dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast, seperti badan lemak
berbentuk oval ( oval fat bodies ) dan satty cast.
Pemeriksaan lainnya adalah
1. Pemeriksaan serologik.
2. Pemeriksaan biopsi ginjal.
Sumber : ilmu penyakit dalam jilid II Edisi V halaman 999
Penerbit : interna publishing
Editor : aru W. Sudoyo, Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, Marcellus SimadibrataK, Siti
Setiati
Pemeriksaan anjuran
Pemeriksaan yang dianjurkan kepada pasien ini adalah tes biopsi, yaitu pengambilan
jaringan pada ginjal yang selanjutnya akan dilihat di bawah mikroskop agar dapat
diketahui ada tidaknya jaringan yang rusak. Pemeriksaan ini dianjurkan karena hasilnya
lebih akurat dan lebih baik.
BAB IV
PENGANTAR
A. Kesimpulan
Dari gejala-gejala klinis yang di dapat dari pasien, maka dapat disimpulkan pasien
menderita Sindromaa Nefrotik. Kita menyimpulkan pasien menderita Sindromaa Nefrotik
berdasarkan ditemukannya protein dalam urin yang dapat menjadi indikasi ginjal
mengalami sindromaa nefrotik. Karena protein dalam darah ikut terbuang dalam urin maka
menyebabkan protein plasma darah menurun (hipoalbuminemia). Maka keadaan ini dapat
menyebabkan tekanan osmotik dan kapiler darah lebih rendah daripada jaringan ektrasel
dan mengakibatkan air berpindah dari kapiler darah menuju jaringan ektra sel. Dan juga di
tambah retensi air dan Na oleh system renin-angiotensin menyebabkan pasien mengalami
edema di seluruh tubuh (Anasarca). Hal pertama yang harus kita lakukan adalah
memberikan terapi untuk mengatasi Sindromaa Nefrotik yang menjadi penyebab masalah
kesehatan lain dalam tubuh pasien dengan cara biopsy ginjal untuk menentukan seberapa
besar kerusakan ginjal, perbaikan nutrisi, pencegahan infeksi dan berhati-hati dalam
pemberian diuretic.
B. Ucapan Terima Kasih