mahasiswa.mipastkipllg.commahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel marisa.docx · web...
TRANSCRIPT
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS X SMA NEGERI PURWODADI
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Marisa1, Anna Fauziah2, Efuansyah3
STKIP-PGRI Lubuklinggau
Email: [email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Problem Solving terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas X SMA Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran 2016/2017”. Masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh model Problem Solving terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran 2016/2017. Jenis Penelitian ini adalah True Eksperimental Design, yaitu eksperimen yang dianggap sudah baik, karena sudah memenuhi persyaratan dalam eksperimen, yaitu dengan adanya kelompok lain yang tidak mengalami eksperimen yang diamati, sehingga perubahan yang terjadi antara sebelum penelitian dan setelah penelitian benar-benar terlihat. Sebagai populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran 2016/2017, yang terdiri dari 217 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes, yaitu pre-test dan post-test. Kemudian data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t, berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf signifikansi α = 0,05, diperoleh thitung > ttabel (1.68 > 1,67), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode Problem Solving terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran 2016/2017.
Kata Kunci: Problem Solving, Kemampuan Berpikir Kritis Matematis.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu ilmu yang berperan penting dalam pendidikan
karena dapat diterapkan ke dalam berbagai kehidupan. Pola pikir matematika pun menjadi
andalan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Nurazizah (dalam Oktanianty, dkk, 2013:40) bahwa matematika adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia.
Mengingat pentingnya matematika, maka perlu adanya usaha yang bertujuan untuk
selalu meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dalam pembelajaran
matematika. Menurut Ennis (dalam Ismaimuza, 2011:13) berpikir kritis adalah suatu
proses yang bertujuan agar kita dapat membuat keputusan-keputusan yang masuk akal, 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
sehingga apa yang kita anggap terbaik tentang suatu kebenaran dapat kita lakukan dengan
benar. Oleh karena itu pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa karena semakin baik kemampuan berpikir kritis matematis siswa maka semakin baik
pula cara siswa dalam menyingkapi suatu permasalahan yang terjadi di kehidupan nyata.
Berdasarkan observasi kegiatan pembelajaran dan wawancara terhadap guru mata
pelajaran matematika kelas X SMA Negeri Purwodadi ditemukan beberapa masalah yang
muncul pada saat pembelajaran berlangsung yaitu siswa lebih cenderung menghafal dari
pada memahami konsep sehingga menyebabkan siswa kurang terlatih mengembangkan
keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah dan menerapkan konsep-konsep yang
telah dipelajari ke dalam suatu permasalahan. Peran siswa dalam pembelajaran masih
kurang, yakni hanya sedikit siswa yang menunjukkan keaktifan berpendapat dan bertanya.
Pertanyaan yang diajukan oleh siswa juga masih belum menunjukkan pertanyaan-
pertanyaan kritis berkaitan dengan materi yang dipelajari. Pada saat guru sedang memberi
pertanyaan, hanya beberapa siswa saja yang mampu menjawab pertanyaan. Kemudian
jawaban dari pertanyaan masih terbatas ingatan saja, belum terdapat sikap siswa yang
menunjukkan jawaban analisis dari pertanyaan guru. Hal ini terlihat dari hasil belajar
matematika selama satu semester. Rata-rata kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
ditetapkan sekolah yaitu 72. Sebanyak 23 siswa atau 77% dari kelas X masih di bawah
kriteria ketuntasan minimal (KKM), dan yang mencapai ketuntasan sebanyak 7 siswa atau
23%. Soal-soal yang diujikan adalah soal-soal yang mengacu pada beberapa indikator
kemampuan berpikir kritis matematis siswa, yaitu merumuskan permasalahan ke dalam
model matematika, menyelesaikan masalah matematika dengan menggunakan strategi atau
prosedur yang telah dipelajari. Dengan melihat hasil belajar rata-rata matematika tersebut
dan mengacu pada indikator berpikir kritis, maka peneliti menyimpulkan bahwa
kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi masih
tergolong rendah.
Pada era globalisasi sekarang, kemampuan berpikir kritis menjadi kemampuan yang
sangat diperlukan agar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan atau tantangan
dalam kehidupan yang selalu berkembang. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh (Julita, 2014:68) yang menyebutkan bahwa kemampuan berpikir kritis
melatih siswa untuk membuat keputusan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti,
dan logis. Oleh karena itu sebaiknya pembelajaran di sekolah melatih siswa untuk
menggali kemampuan dan keterampilan berpikir kritis. Namun kenyataannya dalam
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
pembelajaran matematika di sekolah selama ini masih belum banyak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya. Upaya memfasilitasi
agar kemampuan berpikir kritis siswa berkembang menjadi sangat penting. Salah satu cara
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan mengubah model
pembelajaran ke arah yang baik, efektif, dan menyenangkan. Sehingga setiap proses
belajar mengajar harus mampu menumbuhkan dan meningkatkan suatu pemahaman,
pengertian, dan keterampilan dari para siswa untuk memahami kenyataan dan
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan nyata. Proses belajar mengajar akan sesuai
dengan tujuan pembelajaran jika seorang bisa memilih model pembelajaran matematika
dengan benar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hamzah dan Muhlisrarini (2014:154)
bahwa model pembelajaran matematika adalah kerangka konseptual tentang pembelajaran
matematika. Pembelajaran matematika dimaksud adalah peserta didik belajar matematika
dan pengajar mentransformasi pengetahuan matematika serta memfasilitasi kegiatan
pembelajaran.
Model pembelajaran yang digunakan seorang guru seharusnya dapat membantu
proses analisis dan berpikir kritis siswa. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah
model pembelajaran Problem Solving. Model pembelajaran Problem Solving adalah
model yang melibatkan siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari
penyelesaian masalah yang diberikan. Siswa menganalisis dan mendefinisi masalah,
mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisi informasi, membuat referensi
atau kesimpulan. Penggunaan model pembelajaran kelompok dengan bimbingan guru yang
intensif memberikan pengaruh positif terhadap pembelajaran matematika. Siswa yang
lemah dalam pembelajaran dapat mengikuti pembelajaran dengan tanpa terbebani.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti “ Pengaruh Model
Pembelajaran Problem Solving terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis pada
Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran
2016/2017’’
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi
Problem Solving terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X SMA
Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran 2016/2017. (1) Penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat: Bagi penulis, merupakan suatu masukan pengetahuan sehingga dapat
mempersiapkan diri untuk mengajar lebih baik dan memberikan gambaran dalam
menerapkan strategi pembelajaran yang baik serta efektif sesuai dengan materi yang akan
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
dipelajari. (2) Bagi siswa, diharapkan dapat memotivasi diri untuk mengerti dan
memahami suatu materi serta memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif dan efektif. (3)
Bagi guru, model pembelajaran Problem Solving dapat dijadikan sebagai alternatif
pegangan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. (4) Bagi sekolah, hasil
penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas
pembelajaran matematika.
DASAR TEORI
Berikut ini adalah beberapa deskripsi teori yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Model Pembelajaran Problem Solving adalah model pembelajaran yang dapat
memberikan stimulus kepada siswa untuk memperhatikan, menelaah, dan mencari
jalan keluar bagi masalah tersebut.
2. Kemampuan Berpikir Kritis matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal kemampuan berpikir kritis yang mencakupi mengidentifikasi, menghubungkan,
menganalisis, memecahkan masalah dan mengevaluasi masalah.
Tabel 1Pedoman Penskoran Tes Berpikir Kritis
Aspek yang Diukur Respon Siswa Terhadap Soal Skor
Mengidentifikasi
Tidak menjawab atau memberi jawaban yang salah 0
Menemukan atau mendeteksi hal-hal yang penting dari soal yang diberikan
1
Menemukan atau mendeteksi hal-hal yang penting, tetapi membuat kesimpulan yang salah 2Menemukan atau mendeteksi hal-hal yang penting serta membuat kesimpulan yang benar, tetapi melakukan kesalahan dalam menghitung
3
Menemukan atau mendeteksi hal-hal yang penting, serta membuat kesimpulan yang benar, serta melakukan perhitungan yang benar
4
Tidak menjawab, atau memberi jawaban yang salah 0
Bisa menentukan fakta, data, dan konsep, tetapi belum bisa menghubungkannya
1
Bisa menentukan fakta, data, konsep, dan bisa menghubungkan dan menyimpulkannya antara fakta , data, konsep yang didapat tetapi salah dalam melakukan perhitungan
2
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
Menghubungkan Bisa menentukan fakta, data, konsep, dan bisa menghubungkan dan menyimpulkannya antara fakta ,data, konsep yang didapat dan benar dalam melakukan perhitungan
3
Bisa menentukan fakta, data, konsep, dan bisa menghubungkan dan menyimpulkannya antara fakta ,data, konsep yang didapat dan benar serta menguji kebenaran dari jawaban
4
Menganalisis
Tidak menjawab; atau memberi jawaban yang salah 0
Bisa menemukan fakta, data, dan konsep, tetapi belum bisa menghubungkan antara fakta, data, konsep yang didapat
1
Bisa menemukan fakta, data, dan konsep, serta bisa menghubungkan antara fakta, data, dan konsep tetapi salah dalam perhitungannya
2
Bisa menemukan fakta, data, dan konsep, serta bisa menghubungkan serta benar dalam melakukan perhitungannya
3
Bisa menemukan fakta, data, dan konsep, serta bisa menghubungkan serta benar dalam melakukan perhitungannya, dan mengecek kebenaran hubungan yang terjadi
4
Memecahkan masalah
Tidak menjawab, atau memberi jawaban yang salah 0
Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan, tetapi belum bisa memilih informasi yang penting 1
Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan dan bisa memilih informasi yang penting 2
Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan, bisa memilih informasi yang penting dan memilih strategi benar dalam menyelesaikannya, tetapi melakukan kesalahan dalam melakukan perhitungannya
3
Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan, bisa memilih informasi yang penting serta memilih strategi yang benar dalam menyelesaikannya, dan benar dalam melakukan perhitungannya
4
Mengevaluasi
Tidak menjawab atau memberi jawaban yang salah 0
Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur) dengan benar tetapi model matematika yang dibuat salah
1
Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur) dengan benar dan membuat model matematika dengan benar, tetapi penyelesaiannya salah
2
Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur) dengan benar dan membuat model matematika dengan benar serta benar dalam menyelesaikannya
3
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur) membuat dan menyelesaikan model matematika yang benar, dan mengecek kebenaran jawaban yang diperoleh
4
(Ismaimuza & Musdalifah, 2013:377-378)
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah True Eksperimental
Design. Menurut Arikunto (2010:203) penelitian eksperimen murni merupakan jenis
eksperimen yang dianggap sudah baik karena adanya kelompok lain yang tidak dikenal
eksperimen, ikut mendapatkan pengamatan. Dengan menggunakan Random, pre-test, post-
test desain. Menurut Arikunto (2010:125) dapat dituliskan dengan pola:
E 01 X 02
K 01 02
Keterangan:
E : Kelompok Eksperimen
K : Kelompok kontrol
X :Perlakuan yang diberikan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving
01 : Pre-test kelas eksperimen
02 : Post-test kelas eksperimen
03 : Pre-test kelas kontrol
04 : Post-test kelas kontrol
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi
Tahun Pelajaran 2016/2017. Sebagai sampel pada penelitian ini adalah kelas X.6 sebagai
kelas eksperimen dan X.7 sebagai kelas kontrol.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes.
Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan memberikan
skor berpikir kritis matematis dari tiap butir soal tes. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu
sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) materi yang akan diajarkan. pre-test dilakukan 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
R
untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis awal siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol dan post-test dilakukan untuk mengukur pemahaman konsep akhir siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes berbentuk soal uraian yang terdiri dari lima soal
dengan materi Persamaan kuadrat.
Teknik Analisis Data
Langkah-langkah teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menentukan skor rata-rata dan simpangan baku, Uji Normalitas Data, Uji Homogenitas
Data, dan Pengujian Hipotesis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam proses penelitian yang dilaksanakan di kelas X SMA Negeri Purwodadi
peneliti menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving. Jumlah pertemuan yang
dilakukan peneliti dalam kelas eksperimen yaitu sebanyak lima kali pertemuan, dengan
rincian satu pertemuan sebagai pre-test, tiga pertemuan proses pembelajaran dengan Model
Pembelajaran Problem Solving dan satu pertemuan sebagai post-test diakhir pertemuan
pembelajaran.
Deskripsi Statistik Hasil Penelitian
Pre-test
Pada pertemuan pertama dilakukan tes kemampuan awal (pre-test), pre-test ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal Berpikir Kritis matematis
siswa sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Problem Solving pada kelas eksperimen dan konvensional pada kelas kontrol. Berdasarkan
hasil perhitung dapat dijabarkan bahwa dari 32 siswa kelas eksperimen yang mengikuti
pre-test dengan perolehan skor terbesarnya adalah 11 dan skor terkecilnya adalah 2.
Sedangkan pada kelas kontrol dengan jumlah siswa yang mengikuti pre-test juga sebanyak
32 siswa. Perolehan skor terbesarnya adalah 11 dan terkecilnya adalah 2.
Post-test
Post-test ini diberikan pada pertemuan terakhir, dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan Berpikir Kritis matematis siswa setelah diberikan perlakuan pada kelas
eksperimen dengan model pembelajaran Problem Solving untuk kemudian dibandingkan
dengan siswa kelas kontrol yang tidak mendapat perlakuan model pembelajaran Problem
Solving dengan materi persamaan kuadrat. Berdasarkan hasil perhitungan dapat dijabarkan
bahwa pada kelas eksperimen yang mengikuti post-test sebanyak 32 siswa dengan skor 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
terbesarnya 19 dan terkecilnya 9. Sedangkan pada kelas kontrol dari 32 siswa yang
mengikuti post-test dengan memperoleh skor terbesarnya adalah 19 dan skor terkecilnya
adalah 9. Perbandingan rata-rata skor kemampuan berpikir kritis matematis siswa
berdasarkan data pre-test dan post-test yang telah didapatkan selama peneliti mengadakan
penelitian baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada grafik 1.
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Pre-testPost-test
Analisis Inferensial Data Pre-test
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang didapat berdistribusi
normal atau tidak. Dari hasil analisis menggunakan uji Chi-Kuadrat (𝑋2) didapatkan hasil
data pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal
b. Uji Homogenitas
Setelah uji normalitas data, maka pengujian selanjutnya adalah uji homogenitas
varians, uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data pre-test kelas
eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen atau heterogen.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Setelah uji normalitas dan uji homogenitas dilakukan, dan diperoleh kesimpulan
bahwa data pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan
homogen, sehingga dengan demikian uji kesamaan dua rata-rata antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol untuk data pre-test dapat menggunakan uji-t. Dari hasil analisis uji
kesamaan dua rata-rata hasil tes pre-test dapat diambil kesimpulan bahwa pre-test
kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah tidak terdapat perbedaan antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol hal ini dikarenakan thitung ≤ ttabel yaitu thitung = 0,82 dan
ttabel = 2,00, dengan taraf signifikan α = 0,05. 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
Analisis Inferensial Data Post-test
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang didapat berdistribusi
normal atau tidak. Dari hasil analisis menggunakan uji Chi-Kuadrat (𝑋2) didapatkan hasil
data pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal
b. Uji Homogenitas
Setelah uji normalitas data, maka pengujian selanjutnya adalah uji homogenitas
varians, uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data pre-test kelas
eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen atau heterogen.
c. Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Setelah uji normalitas dan uji homogenitas dilakukan, dan diperoleh kesimpulan
bahwa data pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan
homogen, sehingga dengan demikian uji perbedaan dua rata-rata antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol untuk data post-test dapat menggunakan uji-t. Dari hasil analisis uji
kesamaan dua rata-rata hasil tes post-test dapat diambil kesimpulan bahwa post-test
kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah rata-rata skor pemahaman konsep
matematika siswa kelas eksperimen lebih dari kelas kontrol. Hal ini dikarenakan thitung >
ttabel yaitu thitung = 1,68 dan ttabel = 1,67, dengan taraf signifikan α = 0,05. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa”terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran
Problem Solving terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X SMA
Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran 2016/2017”.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data awal (pretest) diperoleh bahwa data berdistribusi normal
dengan 𝑥2hitung < 𝑥2
tabel. Dengan skor rata-rata kelas eksperimen adalah 7,53 dan rata-rata
kelas kontrol adalah 7,03. Kemudian dilakukan uji homogenitas dengan menghasilkan Fhitung
≤ Ftabel maka dapat dikatakan bahwa kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sama atau homogen, kemudian dilakukan pengujian kesamaan dua rata-rata dan diperoleh
bahwa thitung ≤ ttabel yaitu thitung = 0,84 dan ttabel = 2,00, dengan taraf signifikan α = 0,05.
Berdasarkan analisis ini, maka dapat dikatakan bahwa kedua kelompok yang diteliti
dalam keadaan homogen (berangkat dari kondisi awal yang sama), meskipun kedua kelas
sama-sama belum melaksanakan pembelajaran. Pada tahap selanjutnya yaitu dilaksanakan
pembelajaran pada masing-masing kelas, dimana kelas eksperimen diberi perlakuan
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
dengan Model Pembelajaran Problem Solving dan pada kelas kontrol pembelajaran secara
konvensional.
Pada awalnya, pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan
menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving mengalami sedikit hambatan.
Pembelajaran yang baru bagi guru maupun siswa membutuhkan waktu untuk penyesuaian.
Pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru sedikit membuat mereka gaduh, karena
ada beberapa siswa yang merasa tidak cocok dengan siswa pada kelompok mereka. Untuk
memulai kegiatan pembelajarannya peneliti menjelaskan tentang tujuan pembelajaran serta
sekilas tentang materi yang akan dipelajari. Selanjutnya peneliti akan membagikan Lembar
Kerja Siswa (LKS). Pada pertemuan pertama di kelas eksperimen peneliti menggunakan
model Problem Solving dengan panduan RPP. Proses pembelajaran tersebut menggunakan
LKS dan siswa diminta untuk berkelompok, awalnya siswa merasa binggung dan kesulitan
tetapi masalah tersebut dapat teratasi oleh peneliti dengan memberikan motivasi kepada
siswa, karena motivasi berpengaruh besar terhadap pencapaian belajar siswa sehingga
dapat menggerakan, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa
paling berguna dalam kehidupan siswa. Pembelajaran Problem Solving berusaha
memotivasi individu dengan meningkatkan rasa ingin tau siswa terhadap pemecahan
masalah serta menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan siswa tidak merasa
bosan dengan penggunaan model pembelajaran tersebut serta meningkatkan minat belajar,
menciptakan minat seperti ini merupakan jalan yang sangat baik untuk memotivasi diri
demi mencapai tujuan. Pada pertemuan ini siswa diajarkan untuk mengetahui tujuan atau
masalah yang terdapat pada soal, mengenal alasan dan bukti serta membuat dugaan-dugaan
matematis dalam menyelesaikan soal. Hal tersebut sesuai dengan indikator-indikator
berpikir kritis yang ingin kita capai.
Dengan berdiskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas masalah yang
diberikan. Karena keterbatasan waktu, hanya ada dua kelompok yang berkesempatan untuk
memaparkan hasil diskusinya. Kedua kelompok tersebut masih terlihat sangat malu-malu
dan ragu pada saat pemaparan hasil diskusinya dan tidak ada satupun kelompok yang
memberikan tanggapan dalam diskusi tersebut. Setiap anggota kelompok lain terlihat ragu-
ragu untuk menyampaikan tanggapan mereka hingga pada akhirnya mereka hanya
menerima paparan dari kelompok yang menyampaikan hasil diskusinya. Hal ini
dikarenakan siswa belum terbiasa untuk meyampaikan pendapat dan tanggapannya di
depan kelas.
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
Pada pertemuan kedua peneliti masih menggunakan LKS dalam proses
pembelajaran tersebut dan siswa diminta untuk kembali pada kelompoknya. Setelah
diberikan masalah yang berkaitan dengan persamaan kuadrat dan kemudian siswa diminta
untuk mengerjakan soal yang ada di LKS secara berkelompok dan mempresentasikannya
di depan kelas sebagai perwakilan kelompok kemudian mendiskusikannya dengan
kelompok lain yang dibantu oleh peneliti, sehingga siswa dapat memahami dan dapat
menyimpulkannya dengan tepat dan pada pertemuan ini siswa mulai mengembangkan
dugaan-dugaan matematis yang telah mereka buat sesuai dengan masalah yang diberikan.
Pertemuan ketiga, siswa sudah terbiasa belajar dengan menggunakan model Problem
Solving yang berbantukan LKS, dan siswa sudah terlatih menyelesaikan masalah yang
diberikan pada LKS dan saling bekerjasama dengan kelompoknya masing-masing,
kemampuan berpikir kritis siswa meningkat, hal tersebut terlihat dari cepatnya siswa
menyelesaikan soal dengan proses penalaran serta pemikiran yang tepat walaupun masih
terdapat kekeliruan perhitungan pada perkalian dan sebagainya. Tapi pada pertemuan ini
dapat disimpulkan siswa sudah bisa menyelesaikan masalah yang diberikan dengan
mengenal alasan dan bukti pada soal, membuat rencana-rencana serta melaksanakan dan
siswa pun sudah dapat menarik kesimpulan dari penyelesaian masalah yang telah
dilakukan.
Setelah peneliti menyelesaikan pelaksanaan pembelajaran yaitu sebanyak tiga
pertemuan, maka pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan post-tes. Post-test tersebut
diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan juga kelas kontrol untuk mengetahui
kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran.
Post-test tersebut sebagai tolak ukur untuk mengetahui pengaruh model Problem Solving
terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Setelah dilaksanakannya post-test
peneliti memeriksa hasilnya dan melakukan perhitungan, dari data tersebut peneliti
menemukan bahwa jawaban siswa di kelas eksperimen terlihat lebih baik dengan
penyelesaian yang jelas dan sesuai dengan proses berpikir, walupun masih ada beberapa
siswa yang melakukan kesalahan dalam perhitungannya, tetapi secara umum siswa kelas
eksperimen sudah bisa memahami tujuan dari soal dan proses pengerjaannya
Berikut ini adalah cuplikan jawaban siswa kelas eksperimen pada saat test akhir
(post-test) yang menunjukkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang baik
dimana siswa tersebut mampu menerapkan langkah-langkah indikator berpikir kritis dari
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
suatu permasalahan yang diberikan serta mampu mengaplikasikan rumus volume ke dalam
sebuah permasalahan.
Gambar 1 Cuplikan Jawaban Siswa Kelas Eksperimen
Kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Solving ini
membiasakan siswa untuk bernalar dan berpikir terlebih dahulu sehingga siswa tersebut
dapat membangun pengetahunnya sendiri dalam memahami suatu permasalahan
matematika. Jika siswa terlibat langsung dalam pembentukan langkah-langkah
penyelesaian yang diajarkan, maka akan dengan mudah siswa dapat menyelesaikan
permasalahan matematika sesuai dengan caranya (Nurhayati., 2013:116). Sedangkan
kegiatan pembelajaran secara konvensional di kelas kontrol memfokuskan pembelajaran
pada guru dimana guru mendominasi setiap kegiatan pembelajaran. Hanya beberapa siswa
saja yang aktif selama pembelajaran sedang berlangsung sehingga sebagian siswa lainnya
yang kurang aktif tidak dapat memahami materi dengan baik.
Hal ini juga bersesuaian dengan hasil analisis data post-test menggunakan uji
perbedaan dua rata-rata dengan uji-t diperoleh nilai thitung > ttabel yaitu 1,68> ttabel = 1.67. Dari
hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontol. Sehingga hipotesis
terbukti, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Problem solving
terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi
tahun pelajaran 2016/2017.
SIMPULAN DAN SARAN
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
lembar jawaban siswa kelas eksperimen
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh model Problem Solving terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa
kelas X SMA Negeri Purwodadi. Diperoleh data tes akhir (post test) yaitu thitung > ttabel (1.68
> 1,67). Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti.
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan saran-
saran sebagai berikut:
1. Kepada pendidik untuk dapat menerapkan model Problem solving sebagai upaya untuk
meningkatkan daya imajinasi dan kemampuan berpikir kritis matematis.
2. Kepada sekolah untuk dapat menerapakan model Problem Solving sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis, sehingga hal tersebut akan berpengaruh
terhadap mutu pendidikan yang ada di sekolah.
3. Kepada peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat menggunakan model
Problem Solving untuk menarik minat siswa dalam mengikuti pembelajaran serta dapat
merencanakan pembelajaran yang sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah, M. Ali dan Muhlisrarini. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Ismaimuza, Dasa & Musdalifah, Selvy. 2013. Pengembangan Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Untuk Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Matematika II. 375-378. ISBN 978-602-8824-49-1.
Julita. 2014. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Melalui Pembelajaran Pencapaian Konsep.Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi. Volume 2, 68-69. ISSN 2338-8315.
Nurhayati. 2013. Penerapan Langkah-Langkah Polya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Himpunan Di Kelas VII SMP Nasional Wani. Jurnal Elektronik pendidikan Matematika Tadulak,. 01 (01),116.
Oktanianty, Dany., dkk. 2013. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Antara Siswa Yang Belajar Dengan Metode Dooble Loop Problem Solving And Problem Posing Di Kelas VIII SMP Negeri 3 Depok . JMAP, 12 (2), 40.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau