masalah 2-inkuiri sebagai tren pembelajaran kimia 10 tahun terakhir
DESCRIPTION
masalah 2-inkuiri sebgi trend pembelajaranTRANSCRIPT
INKUIRI SEBAGAI TREN PEMBELAJARAN KIMIA 10 TAHUN
TERAKHIR
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Problematika Pendidikan Kimia
Yang dibina oleh Bapak Dr. I Wayan Dasna, M.Si., M.Ed
Oleh :
Fitria Rizkiana 130331811080
Mohammad Arfi Setiawan 130331811085
Teguh Santoso 130331811092
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
September 2014
INKUIRI SEBAGAI TREN PEMBELAJARAN KIMIA 10 TAHUN
TERAKHIR
Abstrak: Metode pembelajaran kimia yang digunakan di sekolah
tidak cocok dengan karakteristik materi ilmu kimia. Selain
itu,pembelajaran kimia hanya sebatas penyampaian fakta,
konsep, teori, hukum yang terdapat dalam pelajaran kimia,
sedangkan keterampilan proses dan sikap kurang
diperhatikan.Tujuan dari makalah ini adalah memberikan
alternatif pembelajaran yang cocok dengan ilmu kimia yang
menjadi tren 10 tahun terakhir. Pembelajaran inkuiri sudah
menjadi tren di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
yang dapat dilihat dari meningkatnya penelitian-penelitian yang
dilakukan.
PENDAHULUAN
Tantangan masa depan yang semakin berat, menuntut output
pendidikan yang baik. Outputpendidikan yang baik dapat dicapai jika ada
kesinambungan antara rancangan kurikulum dan implementasinya.Sesuai
dengan rancangan kurikulum 2013 mengenai standar proses yang
menitikberatkan pada studentcenter, maka diharapkan output pendidikan
tidak hanya meliputi kompetensi pengetahuan, tetapi juga mencakup
kompetensi sikap dan keterampilan. Agar ketiga kompetensi ini dapat
dipenuhi dengan baik, maka diperlukan suatu metode pembelajaran yang
mengarah pada ketiga kompetensi tersebut.
Kesesuaian antara metode pembelajaran yang digunakan dalam
membelajarkan disiplin ilmu tertentu dengan kompetensi tenaga
pendidik/guru sangat diperlukan agar diperoleh output pendidikan yang
baik. Pada makalah ini, pembahasan akan dititik beratkan pada
pembelajaran ilmu kimia di sekolah. Berdasarkan hasil kajian pustaka
terhadap pembelajaran sains khususnya kimia yang telah didapatkan dari
berbagai sumber dapat diketahui beberapa fakta berikut:
1. Penelitian di Republik Ceko menunjukkan bahwa dengan
meningkatnya usia siswa, ketertarikan mereka dalam mempelajari
sains cenderung menurun (Ministry of Education Youth and Sport
CR, 2008 dalam Trnadkk., 2012). Salah satu faktor yang
mempengaruhi fenomena tersebut adalah tidak cocoknya metode
yang digunakan dalam pembelajaran sains disekolah (Rocard dkk.,
2007).
2. Penelitian lain menyatakan bahwa hanya 15% siswa Eropa puas
dengan kualitas pembelajaran sains di sekolah dan hampir 60%
pembelajaran sains tidak menarik (Ministry of Education Youth and
Sport CR, 2010 dalam Trna dkk., 2012).
3. Pembelajaran bersifat verifikasi fakta-fakta
4. Pembelajaran noninteraktif atau “teacher centered”, yaitu semua
kegiatan masih terpusat pada guru. Siswa hanya mendengarkan
penjelasan dari guru, mencatat materi dan menghafal materi, serta
mengerjakan soal-soal di Lembar Kerja Siswa (LKS).
5. Seringkali, kimia disajikan hanya sebagai kumpulan rumus yang
harus dihafal oleh siswa, sehingga ketika evaluasi belajar, kumpulan
tersebut campur aduk dan menjadi kusut di benak siswa.
6. Dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi
materi dan sistematika penyampaian, serta kurang menekankan
pada konsep dasar, sehingga terasa sulit untuk siswa.
7. Kurangnya variasi dalam pengajaran serta jarangnya digunakan alat
bantu yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi
yang dipelajari.
8. Kecenderungan untuk mempersulit, bukannya mempermudah. Ini
sering dilakukan agar siswa tidak memandang remeh pelajaran
kimia serta pengajar atau guru kimia.
Fakta-fakta yang telah diuraikan di atas tentu saja tidak sesuai
dengan karakteristik kimia sebagai ilmu sains. BSNP (2006) menyatakan
bahwa ada 2 hal yang berkaitan dengan kimia yaitu kimia sebagai produk
(konsep, fakta, prinsip, hukum dan teori) dan kimia sebagai proses/kerja
ilmiah. Berdasarkan cakupan Ilmu kimia, seharusnya pembelajaran kimia
meliputi 2 hal tersebut. Berikut adalah kondisi ideal pembelajaran kimia
yang sesuai dengan hakikat ilmu kimia:
1. Pembelajaran harus menekankan keterlibatan siswa, menciptakan
tuntutan kognitif dan mendorong inkuiri
2. Pembelajaran hanya menggunakan 15% waktu untuk kegiatan
noninteraktif seperti ceramah dan menggunakan sebagian waktu
untuk kerja kelompok, kerja individual dan diskusi interaktif.
3. Pembelajaran menghabiskan setengah dari seluruh waktu untuk
mengidentifikasi masalah-masalah, proses-proses dan pemecahan
masalah (McComas, 1991)
4. Pada pembelajaran yang aktif dan sesuai dengan karakteristik ilmu
sains perlu diingat bahwa:
a. Setiap kegiatan memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengalami darihal yang konkrit menuju hal yang abstrak (dari
pengalaman menuju teoritis),
b. Setiap kegiatan harus mendorong siswa secara personal untuk
membangun pengetahuannya melalui pengalaman,
c. Siswa diberi kesempatan untuk menghubungkan hal yang telah
dipelajarinya dengan pengetahuan yang sudah terakumulasi
dalam kehidupan sehari-harinya (Adisendjaja & Romlah, 2007).
5. Pembelajaran disekolah berorientasi pada kreativitas serta
mendorong rasa ingin tahu siswa agar dapat bersaing secara
global (Trna dkk., 2012).
Berdasarkan kajian terhadap fakta dan kondisi ideal pembelajaran
kimia, banyak ditemui hal yang tidak selaras dan menimbulkan masalah
baik dari segi pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan ketertarikan
siswa terhadap ilmu kimia. Berikut ini adalah uraian yang diperoleh dari
hasil komparasi antara fakta dan kondisi ideal pembelajaran kimia di
sekolah:
1. Metode pembelajaran kimia yang digunakan di sekolah tidak cocok
dengan karakteristik materi ilmu kimia
2. Pembelajaran kimia hanya sebatas penyampaian fakta, konsep, teori,
hukum yang terdapat dalam pelajaran kimia, sedangkan keterampilan
proses dan sikap kurang diperhatikan.
Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
Pembelajaran seperti apa yang sesuai dengan ilmu kimia?
PEMBAHASAN
Pembelajaran kimia merupakan bagian dari pembelajaran ilmu
pengetahuan alam (IPA) yang beberapa tahun terakhir ini telah
mengalami pergeseran dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan
perkembangan sains dan teknologi. Pergeseran pembelajaran yang
dimaksud adalah dalam hal proses belajar dan mengajar dari behavioristik
bergeser ke pembelajaran konstruktivis (Lase, 2010). Pembelajaran
behavioristik menekankan bahwa pengetahuan ditransfer oleh guru ke
siswa (teacher oriented), sedangkan pembelajaran konstruktivistik lebih
menekankan pada proses membangun sendiri konsep yang dipelajari oleh
siswa (student oriented). Pembelajaran kimia yang konstruktivistik dapat
dilakukan oleh guru dengan cara menciptakan desain instruksional seperti
menggunakan berbagai pembelajaran inovatif.
Inkuiri sebagai salah satu jenis pembelajaran konstruktivistik yang
semakin banyak digunakan. Di Indonesia model pembelajaran inkuiri
sudah menjadi tren selama 10 tahun terakhir. Berikut hasil analisis yang
diperoleh melalui layanan google scholar (http://scholar.google.id) dengan
kata kunci “pembelajaran inkuiri” dan “kimia” .
Tahun 2004-2007
Pembelajaran inkuiri masih belum banyak digunakan di Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan rendahnya jumlah penelitian yang mengangkat topik
tentang pembelajaran inkuiri dalam pendidikan kimia. Penelitian yang
dilakukan oleh Albinus Silalahi dan Julaga Situmorang (2007) yang
berjudul Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Dan Gaya Belajar
Terhadap Hasil Belajar Kimia menjadi salah satu penelitian yang secara
khusus mengangkat topik efektifitas pembelajaran inkuiri. Beberapa
skripsi juga mengangkat penelitian serupa.
Tahun 2008
Penerapan pembelajaran inkuiri masih terbilang minim. Meskipun
demikian, sudah menunjukkan tren positif bila dibandingkan dengan
periode sebelumnya (2004-2007). Setidaknya terdapat beberapa
penelitian yang memasukkan unsur inkuiri ke dalam pembelajaran.
Bahkan perkembangan pembelajaran inkuiri sudah mengarah ke
penggunaan teknologi sebagai media. Hal ini dibuktikan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Oldes Sinurat (2008) yang berjudul Pengaruh
Penggunaan Program Media Komputer Dalam Pembelajaran Inkuiri Pokok
Bahasan Struktur Atom Terhadap Prestasi Belajar Kimia Siswa SMA di
Kabupaten Samosir.
Tahun 2009
Tahun 2009 merupakan titik balik penerapan inkuiri dalam pendidikan
kimia di Indonesia. Banyak bermunculan penelitian inkuiri dengan
berbagai variasi. Inkuiri terbimbing merupakan variasi inkuiri yang paling
banyak diterapkan. Inkuiri tidak hanya diterapkan bulat-bulat melainkan
sudah diselidiki aspek pengaruhnya terhadap kemampuan pedagogis
peserta didik. Misalnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Oktavia
Sulistina (2009) yang berjudul Keefektifan Penggunaan Metoda
Pembelajaran Inkuiri Terbuka dan Inkuiri Terbimbing dalam Meningkatkan
Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Laboratorium
Malang Kelas X.
Tahun 2010
Mulai banyak bermunculan pembelajaran inkuiri berbantuan media. Media
pembelajaran komputer paling banyak digunakan dalam pembelajaran
inkuiri. Aspek berpikir siswa sudah mulai menjadi fokus penerapan inkuiri.
Penelitian tesis yang dilakukan oleh A.D.S Lase (2010) yang berjudul
Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Inkuiri
Terbimbing Pada Materi Termokimia untuk Siswa SMA Kelas XI IPA
merupakan salah satu contoh pengembangan media pembelajaran inkuiri.
Tahun 2011-sekarang
Pembelajaran inkuiri mulai dipadukan dengan strategi pembelajaran yang
lain. Strategi pembelajaran yang dipadukan dengan pembelajaran inkuiri
umumnya merupakan strategi pembelajaran kontrustivistik. Selain itu juga
mulai banyak bermunculan perangkat pembelajaran pendukung
pembelajaran inkuiri.
Berdasarkan kondisi ideal pembelajaran kimia yang sudah
diuraikan pada bagian pedahuluan, maka pembelajaran inkuiri cukup
memenuhi kondisi tersebut. Inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry”
yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban
terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan (Key & Owens, 2013). Moog
dkk (2009: 91) mengungkapkan bahwa tujuan pembelajaran inkuiri adalah
untuk mengembangkan proses belajar mengajar di kelas dan
keterampilan proses dengan cara memberikan bimbingan kepada siswa
dalam memahami konsep-konsepnya sendiri. Jadi pengetahuan yang
diperoleh dari kegiatan inkuiri memberikan pengalaman yang jauh lebih
baik dibandingkan yang lainnya.
Suyanti (2010) menjelaskan bahwa terdapat enam langkah inkuiri
yaitu sebagai berikut:
1. Orientasi, merupakan langkah membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif.
2. Merumuskan masalah, merupakan langkah membawa siswa pada
suatu persoalan yang mengandung teka-teki.
3. Merumuskan hipotesis.
4. Mengumpulkan data, merupakan aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan.
5. Menguji hipotesis, merupakan proses menentukan jawaban yang
dianggap benar sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data.
6. Merumuskan kesimpulan, merupakan proses mendeskripsikan temuan
yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Dari langkah-langkah di atas, maka secara umum kegiatan inkuiri meliputi:
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data atau
informasi untuk menguji hipotesis (analisis) dan merumuskan kesimpulan.
Menurut Banchi & Bell (2008) Inkuiri dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, yaitu:
(1) Confirmation inquiry
Pada inkuiri jenis ini, guru menyediakan pertanyaan, prosedur kerja
dan solusi. Jenis inkuiri ini biasanya digunakan untuk memperkuat
konsep siswa, memperkenalkan cara berinvestigasi dan melatih
kemampuan siswa dalam mengumpulkan dan mengolah data.
(2) Structured inquiry
Pada inkuiri jenis ini, guru menyediakan pertanyaan dan prosedur
kerja. Siswa menggeneralisasikan penjelasan yang dimilikinya
didukung data hasil percobaan.
(3) Guided inquiry
pada inkuiri jenis ini, guru hanya menyediakan permasalahan
sedangkan siswa merancang prosedur kerja untuk mengetahui
jawaban dari permasalahan yang telah ditentukan guru. Meskipun
siswa diminta untuk merancang prosedur kerjanya sendiri tidak
berarti guru hanya bersifat pasif. Guru tetap harus membimbing
siswa untuk merencanakan investigasi.
(4) Open inquiry
Pada inkuiri jenis ini, siswa benar-benar diberi kesempatan untuk
melakukan kegiatan layaknya seorang ilmuwan, siswa
merumuskan pertanyaan, mendesain rancangan prosedur kerja
dan mengkomunikasikan hasil percobaannya.
Tabel berikut menjelaskan perbedaan keempat jenis inkuiri.
Jenis inkuiri Pertanyaan Prosedur kerja
hasil
Confirmation inquirySiswa mengkonfirmasi suatu konsep/prinsip yang sudah diketahui jawabannya
√ √ √
Structured inquirySiswa berinvestigasi terhadap pertanyaan dan prosedur kerja yang telah dibuat guru
√ √ -
Guided inquiry √ - -
Siswa berinvestigasi terhadap pertanyaan yang dibuat guru namun menggunakan rancangan prosedur kerja sendiriOpen inquirySiswa berinvestigasi terhadap pertanyaan yang dibuat oleh siswa sendiri melalui prosedur yang telah didesainnya.
- - -
Sedikit berbeda dengan pembagian jenis inkuiri yang dijelaskan
oleh Banchi & Bell (2008),Pavelich & Abraham dalam Lase(2010)
menyatakan bahwa pengajaran dengan cara inkuiri dapat dilaksanakan
dalam 2 bentuk yaitu inkuiri bebas dan inkuiri terbimbing. Perbedaan
antara inkuiri bebas dan inkuiri terbimbing adalah: (1) pada inkuiri bebas
masalah yang akan diselidiki siswa ditentukan oleh siswa sendiri,
sedangkan pada inkuiri terbimbing masalah ditentukan oleh guru, (2) pada
inkuiri bebas prosedur eksperimen direncanakan sendiri oleh siswa,
sedangkan pada inkuiri terbimbing direncanakan oleh guru.
Penerapan inkuiri dalam pembelajaran memiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembelajaran inkuiri antara lain (1)
siswa dapat memahami sendiri proses untuk mendapatkan
pengetahuannya, (2) membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan
transfer pada situasi proses belajar yang baru, (3) memberikan kepuasan
yang bersifat intrinsik, (4) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja
atas inisiatif sendiri (Amien, 1988). Kekurangan pembelajaran inkuiri
antara lain: (1) pembelajaran inkuiri merupakan pendekatan belajar yang
memerlukan banyak waktu, (2) tidak setiap guru mempunyai semangat
dan kemampuan mengajar dengan pendekatan pembelajaran inkuiri, (3)
kelas harus kecil, sebab pembelajaran inkuiri membutuhkan perhatian
guru terhadap masing-masing siswa.
Pelaksanaan pembelajaran inkuiri tidak hanya mengharuskan
siswa berperan aktif dalam proses belajarnya, tetapi juga dapat
menumbuhkan sikap posittif serta mengembangkan kemampuan-
kemampuan dasar dalam bekerja secara ilmiah. Manfaat lain yang bisa
dirasakan yaitu siswa akan lebih menghayati dan memahami apa yang
sedang dipelajari (Lase, 2010).
Referensi
Adisenjdada, Y.H& Romlah. O. 2007. Analisis Buku Ajar Sains Berdasarkan Literasi Ilmiah Sebagai Dasar Untuk Memilih Buku Ajar Sains (Biologi). Makalah disajikan pada seminar Nasional pendidikan biologi dan biologi di jurusan pendidikan biologi FPMIPA UPI, 25-26 Mei 2007.
Amien, M. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan Metode Discovery dan Inkuiri. Jakarta: Depdikbud, P2LPTK.
Banchi H., & Bell R. (2008). The Many Levels of Inquiry. Science and Children, 46(2): 26-29.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Key, S & Owen, D. 2013. Inquiry teaching: it is easier than you think!. The journal of mathematics and sciences:collaborative explorations,13: 111-145.
Lase, A.D.S. 2010. Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Pada Materi Termokimia untuk Siswa SMA Kelas XI IPA. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.
Moog, R.S., Creegan, F.J., Hanson, D.M, Spencer, J.N, Straumanis, A. & Bunce, D.M. 2009. POGIL: Process-Oriented Guided-Inquiry Learning. Dalam N.J. Pienta., M.M. Cooper. & T.J. Greenbowe (Eds.), Chemists’ Guide to Effective Teaching Volume II, (90-101). USA: Pearson Prentice Hall.
McComas, W.F., 1991. The Nature of Exemplary Practice in Secondary School Science Laboratory Instruction. A case study approach. University of Iowa
Rocard, M., Cesrmley, P., Jorde, D., Lenzen, D., Walberg-Herniksson, H., &Hemmo, V. (2007). Science education NOW: A RenewedPedagogy for the Future of Europe. Brussels, Belgium: Office for Official Publications of the European Communities.
Trna, J., Trnova, E., & Sibor, J. 2012. Implementation of inquiry based Science education in Science teacher training. International Conference on New Trends in Education and Their Implications 2012